Anda di halaman 1dari 28

CLINICAL SCIENCE SESSION

UVEITIS ANTERIOR

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas SMF Ilmu Penyakit Mata
Program Pendidikan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Bandung

Disusun oleh :

Muhammad Iqbal Syauqi Gunadi 12100119044

Sunarty Sunaryo Taniyo 12100119126

Preseptor :

dr. Retno Dwiyanti Sp.M

SMF ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-

Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Clinical Science Session (CSS)

dengan judul “Uveitis Anterior”. Penyusunan Clinical Science Session (CSS) ini untuk

memenuhi salah satu tugas Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di bagian Ilmu

Penyakit Mata Fakultas Kedokteran UNISBA.

Keberhasilan dalam penyusunan Clinical Science Session (CSS) ini tidak lepas dari

bimbingan dan pengarahan yang tidak ternilai dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis

ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Retno Dwiyanti Sp.M sebagai presptor. Tidak

lupa juga ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah

membantu dalam penyusunan Clinical Science Session (CSS).

Penulis menyadari terdapat kekurangan dalam Clinical Science Session (CSS) ini,

untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga Clinical

Science Session (CSS) ini bermanfaat bagi pembaca dan pihak yang terkait. Semoga Allah

SWT selalu memberikan rahmat-Nya bagi kita.

Bandung, 25 Agustus 2020

Penulis

i
BAB I

ANATOMI MATA

1.1 Lapisan Bola Mata

Bola mata adalah organ penglihatan yang terbentuk dari beberapa laisan. Tiga lapisan

bola mata adalah:

1. Fibrous layer (lapisan luar), terdiri dari sklera dan kornea.

2. Vascular layer (lapisan tengah), terdiri atas koroid, badan siliaris, dan iris.

3. Inner layer (lapisan dalam), terdiri dari retina yang memiliki bagian optik dan non-visual.1

1.2 Lapivan Uvea

Lapisan vaskular bola mata (juga disebut uvea atau saluran uveal) berada diantara

lapisan fibrous dan lapisan dalam. Lapisan vaskular terdiri dari koroid, badan siliaris, dan

iris.1

a. Choroid

Koroid adalah lapisan coklat kemerahan gelap antara sklera dan retina, merupakan

2
bagian terbesar dari lapisan vaskular bola mata. Terdiri dari pembuluh darah seperti

capillary lamina koroid atau choriocapillaris berada paling dalam. Koroid menempel kuat

pada lapisan pigmen retina.1

b. Iris

Iris terletak di permukaan anterior lensa, adalah diafragma kontraktil tipis dengan

bukaan sentral yaitu pupil, untuk mentransmisikan cahaya. Dua otot involuntary berfungsi

untuk mengontrol ukuran pupil yaitu sphincter pupillae untuk menyempitkan atau

mengkontraksi pupil dan dilator pupillae untuk melebarkan pupil.1

c. Cilliary Body

Badan siliaris bentuknya seperti cincin yang tebal dari lapisan posterior

korneoskleral, yang berotot dan juga vaskular. Cilliary body berhubungan dengan koroid

dengan iris. Kontraksi dan relaksasi dari otot polos cilliary body yang tersusun melingkar

mengontrol ketebalan, dan fokus lensa. Lipatan pada permukaan internal tubuh siliaris

yaitu proses siliaris, mengeluarkan aqueous humor.1

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uveitis

2.1.1 Definisi Uveitis

Uveitis didefinisikan sebagai inflamasi yang terjadi pada uvea. Meskipun demikian,

sekarang istilah uveitis digunakan untuk menggambarkan berbagai bentuk inflamasi

intraokular yang tidak hanya pada uvea tetapi juga struktur yang ada di dekatnya, baik karena

proses infeksi, trauma, neoplasma, maupun autoimun.2

2.1.2 Epidemiologi Uveitis

- Di negara maju, 10% kebutaan pada populasi usia produktif adalah akibat uveitis.

- 20-30% kasus uveitis adalah idiopatik.

- Uveitis anterior merupakan uveitis paling umum yang terjadi (60%).2

2.1.3 Klasifikasi Uveitis

a. Anatomi

Gambar. 2.1 Klasifikasi Uveitis Berdasarkan Anatomi3

4
1. Anterior Uveitis : Peradangan iris (Iritis) dan pars plicata dari badan siliaris (Siklitis), yaitu

Iridosiklitis.

Tanda :

• Nyeri

• Fotopobia

• Penglihatan kabur

• Injeksi siliar

• Hipopion : lapisan putih mengendap.

2. Intermediate Uveitis : Peradangan pars plana dari

badan siliaris

Tanda :

• Ringan

• Mata tenang

• Tidak nyeri

• Menurunkan tajam penglihatan

3. Posterior Uveitis : Peradangan koroid, yaitu koroiditis

Tanda :

• Menurunkan tajam penglihatan

• Tidak disertai nyeri, mata merah, dan fotopobia. Sering

asimptomatik.

4. Panophthalmitis : Radang bernanah di seluruh struktur mata

Tanda : peradangan seluruh uvea yang menimbulkan

koroiditis, vitritis, dan uveitis anterior.

5
b. Klinis

1. Uveitis akut: awitannya tiba-tiba dan biasanya berlangsung kurang dari 3 minggu.

2. Uveitis kronis: Onsetnya berbahaya dan durasinya lebih dari 3 minggu.

3. Uveitis berulang: Uveitis terus berulang secara berkala.

c. Patologi

1. Uveitis granulomatosa : Disebabkan infeksi, biasanya kronis dan manifestasinya minimal.

2. Uveitis non-granulomatosa : Disebabkan reaksi imun atau alergi, biasanya onset akut dan

durasinya pendek.

d. Etiologi

1. Infeksi (Bakteri, Virus, Jamur, dan Parasit)

2. Non-infeksi

3. Idiopatik

2.2 Uveitis Anterior

2.2.1 Definisi Uveitis Anterior

Uveitis anterior adalah peradangan intraokular pada struktur uveal di anterior hingga

bagian tengah yang terdiri dari koroid, badan siliaris, dan iris. Uveitis anterior disebut "akut" bila

peradangan berlangsung kurang dari 6 minggu biasanya unilateral atau "kronis" bila berlangsung

lebih lama biasanya dapat melibatkan kedua mata.

2.2.2 Epidemiologi Uveitis Anterior

Insidensi uveitis anterior di negara maju lebih tinggi dibandingkan negara berkembang.

Uveitis anterior terjadi pada 8-12 dari setiap 100.000 orang di Amerika Serikat per tahun. Insiden

6
uveitis paling tinggi pada orang yang berusia antara 20-50 tahun.

2.2.3 Faktor Resiko Faktor Resiko

- Infektive uveitis

- Allergic uveitis

- Toxic uveitis

- Trauma uveitis

- Uveitis dengan penyakit sistemik tidak infektif

2.2.4 Etiologi uveitis anterior

Uveitis anterior terjadi dalam dua bentuk yaitu,2

- Infeksi (granulomatosa): Ini disebabkan oleh infeksi organisme langsung. Peradangan

berbahaya di awitan, sifatnya kronis dengan gambaran klinis minimum. Ada infiltrasi nodular

padat jaringan oleh limfosit dan sel plasma.

- Alergi (eksudatif atau non-granulomatosa): Ini akut dan durasinya pendek. Itu menyebar

dalam ekstensi, mis. tanpa lesi fokus pada iris. (non infeksius)

patologis
clinical features Uveitis granulomatous Exudative uveitis
1. Onset lambat dan berbahaya Akut
2. Perjalanan perjalanan kronis dengan Perjalanan pendek
remisi dan eksaserbasi
3. Gambaran klinis low grade inflamation Acute inflamation

- Endapan keratik (kp) mutton fat kp (lemak daging small kp (endapan ekratik
kambing) besar dan kuning) kecil)

- Aqueous flare ringan dengan sedikit sel jelas dengan banyak sel

- Nodul iris biasa tidak ada


- Synechiae posterior jelas dan teratur beberapa kasus berulang

7
- Posterior segment
biasanya terlibat jarang terlibat
penyakit
Penyakit Okular Penyakit Sistemik

Non-infeksius Infeksius Non-infeksius Infeksius

Trauma Herpes Seronegative TBC


arthropathy
Fuch’s heterochromic Tubercular Sarcoidosis sifilis
uveitis
Post-operasi Parasit Masquerade syndrome Leprosy

Post-traumatik Infeksi fungi Collagen vascular Leptospirosis


disease

2.2.5 Klasifikasi Uveitis Anterior9

• Letak

a) Iritis, di mana peradangan pada iris

b) Iridocyclltls. di mana kedua iris dan bagian anterior dari ciliary body (pars plicata) terlibat.

• Klinis

a) Akut Anterior Uveitis

Uveitis anterior disebut "akut" bila peradangan berlangsung kurang dari 6 minggu.

Etiologi terbanyak disebabkan oleh human leucocy antigen- B27. Uveitis anterior akut

dapat disebabkan oleh trauma, pasca operasi, idiopathic anterior uveitis dan reaksi

hipersensitivitas. Gejala uveitis anterior yaitu nyeri unilateral, fotofobia, kemerahan,

lakrimasi, dan penurunan penglihatan.

- Traumatic Anterior Uveitis

8
Trauma adalah salah satu penyebab uveitis anterior yang paling umum. Biasanya

ada riwayat trauma tumpul pada mata. Cedera lain, seperti luka bakar pada mata, benda

asing, atau lecet pada kornea, juga dapat menyebabkan uveitis anterior.

- Idiopathic Anterior Uveitis

Berlaku untuk uveitis anterior tanpa etiologi sistemik atau traumatis yang jelas.

Diagnosis ditegakkan setelah menyingkirkan penyebab lain dengan riwayat dan

pemeriksaan.

- HLA-B27 Associated Uveitis

HLA-B27 mengacu pada genotipe spesifik pada kromosom. Mekanisme pemicu

uveitis anterior akut pada pasien yang menunjukkan genotipe ini masih tidak diketahui.

Terdapat hubungan yang kuat dengan ankylosing spondylitis, sindrom Reiter, penyakit

radang usus, psoriatic arthritis, dan uveitis anterior berulang.

- Masquerade Syndromes

Kondisi yang mengancam jiwa, seperti limfoma, leukemia, retinoblastoma, dan

melanoma maligna koroid, dapat menstimulasi uveitis anterior.

b) Chronic Anterior Uveitis

Uveitis anterior disebut "kronis" bila berlangsung lebih lama dari pada uveitis

anterior akut yaitu lebih dari 6 minggu. Uveitis anterior kronis biasanya disebabkan oleh

penyakit sistemik dan dapat melibatkan dua mata.

- Juvenile Rheumatoid Arthritis

Uveitis anterior paling sering terjadi pada kasus JRA yang mempengaruhi beberapa

sendi. JRA terjadi lebih sering pada anak perempuan. Direkomendasikan bahwa semua

anak dengan JRA diskrining untuk uveitis anterior.

9
- Uveitis Anterior Terkait dengan Uveitis Posterior Primer

Penyakit sistemik seperti toksoplasmosis, sifilis, tuberkulosis, herpes zoster,

cytomegalovirus, dan AIDS dapat melibatkan anterior chamber baik secara primer atau

sekunder akibat inflamasi dari posterior.

- Fuchs' Heterochromic Iridocyclitis


Fuchs' Heterochromic Iridocyclitis adalah bentuk uveitis anterior kronis, biasanya

asimtomatik, yang ditemukan pada sekitar 2 persen pasien uveitis. Hilangnya pigmen

stroma iris secara progresif sering kali menyebabkan "heterokromia" halus pada mata.

2.2.6 Tanda dan Gejala Uveitis Anterior

Uveitis terjadi mendadak atau akut berlangsung 2-4 minggu dapat kambuh dan

menahun dengan gejala klinis berupa mata merah, mata sakit, penglihatan turun perlahan-

lahan, mata berair, sulit melihat dekat, sinekia posterior, miosis pupil, hifema/hipopion,

dan tekanan bola mata menurun. Gejala lain seperti sakit kepala, sakit yang hebat di dalam

atau sekitar mata, memburuk dengan cahaya.

Gejala:

- Acute Anterior Uveitis (AAU) à fotofobia, nyeri, kemerahan, penurunan penglihatan, dan

penurunan lakrimasi.

- Chronic Anterior Uveitis (CAU) à dapat asimptomatik, dapat juga adanya kemerahan

yang ringan dan persepsi mengambang.

- Nongranulomatosa akut à rasa nyeri, fotofobia, penglihatan buram keratik presipitat kecil,

pupil mengecil, sering terjadi kekambuhan.

- Granulomatosa akut à tidak nyeri, fotofobia ringan, buram, keratik presipitat besar

(mutton fat), benjolan Koeppe (penimbunan sel pada tepi pupil), atau benjolan Busaccca

(penimbunan sel pada permukaan iris).


10
Tanda:

1. Visual Acuity à terganggu dalam level bervariasi bergantung pada keparahan inflamasi dan

ada tidaknya komplikasi. Pada AAU, biasanya gangguan visus nya ringan.

2. Circumcorneal (ciliary) injection pada AAU à Ada hiperemia di sekitar limbus yang berwarna

ungu-kemerahan. Hal ini disebabkan oleh pelebaran pembuluh ciliaris anterior.

3. Keratic precipitates (KP) à endapan seluler di endothelium. Jenis uveitis ditentukan dari

karakteristik dan distribusinya. KP paling sering terbentuk di zona tengah dan inferior dari

kornea, karena konveksi di anterior chamber. Namun, pada fuchs uveitis syndrome tersebar

diseluruh endotel.

- Endothelial dusting: terjadi pada berjuta sel (AAU), serta selama eksaserbasi peradangan

kronis.

11
- Medium-size: KP sering terjadi pada kebanyakan tipe AAU dan CAU

- Large: KP biasanya dari varietas ‘mutton fat’, dengan tampilan berminyak dan seperti lilin,

biasanya terjadi pada uveitis granulomatosa.

- Old: KP berpigmen, jika membesar terdapat tampilan ‘ground-glass’ (hialinisasi)

12
4. Miosis karena spasme sphincter pupil, merupakan predisposisi pembentukan sinekia posterior.

5. Cells: ada bila terdapat inflamasi yang aktif.

- Aqueous cells: dinilai menurut jumlah yang diamati pada oblique slit beam, Panjang (3mm)

dan lebar (1mm), dengan instensitas cahaya dan perbesaran maksimal.

• < 5 cells = +/-

• 5 – 10 cells = +1

• 11-20 cells = +2

• 21-50 cells = +3

• > 50 cells = +4

• Hypopyon

13
- Anterior vitreous cells: harus dibandingkan jumlahnya dengan aqueous. Pada iritis, sel

aqueous melebihi jumlah sel vitreous.

Grade Cells in field

0 <1

0,5+ 1-5

1+ 6 - 15

2+ 16 - 25

3+ 26 - 50

4+ >50

Tabel 2. Standardizationn of Uveitis Nomenclature (SUN) Working Group grading of anterior chamber cells (1 mm by 1 mm slit beam)

6. Aqueous flare: disebabkan oleh hamburan cahaya (Tyndall effect) oleh protein yang telah

bocor ke aqueous humor melalui pembuluh darah iris yang rusak. Pada sel yang tidak ada,

aqueous flare tidak menunjukkan peradangan aktif dan tidak perlu pengobatan. Dinilai

menggunakan pengaturan yang sama pada slit-lamp seperti untuk sel.

14
- Faint: hanya dapat dideteksi = +1

- Moderate: detail iris jelas = +2

- Marked: detail iris kabur = +3

- Intens dengan eksudat fibrinosa = +4

Grade Description

0 None

1+ Faint

2+ Moderate (iris and lens details clear

3+ Marked (iris and lens details hazy)

4+ Intense (fibrin or plastic aqueous)

Tabel 1. SUN Working Group slit lamp grading scheme for anterior chamber flare

7. Iris nodules: gambaran inflamasi granulomatosa

- Koeppe nodules: kecil dan terletak diperbatasan pupil.

15
- Busacca nodules: jarang terjadi dan terletak jauh dari pupil.

8. Hipopion merupakan eksudat purulen keputihan yang terdiri dari berbagai sel inflamasi di

bagian inferior AC, membentuk horizontal di bawah pengaruh gravitasi.

9. Posterior synechia (PS) merupakan adesi inflamasi di antara margin pupil & kapsul lensa

anterior & sangat mungkin terbentuk di lokasi nodul Koeppe. Dapat berkembang dengan cepat

& untuk mencegah pembentukannya diberikan profilaksis awal dengan agen midriatik.

2.2.7 Patogenesis dan Patofisiologi Uveitis Anterior1,2,3,4,5

Anterior uveitis disebabkan oleh bermacam faktor seperti adanya trauma yang mengenai

mata, ekspresi HLA-B27, keganasan, infeksi patogen (virus varisela zoster, bakteri sifilis, TB dan

lain sebagainya), idiopatik, dan penyakit autoimun (Behçet disease, Systemic lupus Erythematosus

(SLE), multiple sclerosis, dll). Faktor tersebut menyebabkan kerusakan pada blood-occular barrier

16
sehingga neutorfil, WBC, dan faktor inflamasi mudah masuk ke aliran darah dan jumlahnya

meningkat. Hal ini memicu serangkaian inflamasi yang terjadi di area uvea anterior (iris, dan badan

silier) sehingga terjadi uveitis anterior.

Hal tersebut mengakibatkan terjadinya peningkatan sel-sel radang, fibrin, dan fibroblast

dan menyebabkan iris melekat pada endotel kornea (sinekia anterior) dan pada lensa anterior

(sinekia posterior). Terganggunya fungsi iris dikarenakan eksudat albuminous keluar ke anterior

chamber dan aqueous menjadi plasmoid yang mengandung leukosit dan serpihan kecil protein

yang terkoagulasi. Kekeruhan ini mengganggu pandangan iris (penglihatan kabur). Kerusakan

barrier pada pembuluh vascular mata sehingga terjadinya ekstravasasi macam-macam sel dan

protein sehingga muncul tampilan hypopion, flare cell, dan adanya gambaran flare pada slit lamp.

Adanya spasme otot sfingter menyebabkan timbulnya miosis dan peningkatan sensitibilitas saraf

sehingga terjadi fotofobia. Terjadi dilatasi pembuluh darah silier sehingga terjadi ciliary injection.

Sel-sel radang menempel pada endothelium kornea sebagai keratic precipitate (kp). Peningkatan

faktor inflamasi pada uvea bagian anterior, mengeluarkan mediator inflamasi dengan gambaran

mata nyeri dan merah.

17
18
2.2.8 Diagnosis Uveitis Anterior

Anamnesis1

- Tanyakan identittas pasien: usia, jenis kelamin, tempat tinggal, etnis, dll.

19
- Riwayat okuler dan sistemik adalah yang terpenting.

- Tanyakan tentang durasi dan pola gejala (unilateral dan bilateral) dan

(akut/berulang/kronis).

- Riwayat operasi mata atau trauma sebelumnya.

- Riwayat vaksin BCG dan infeksi sebelumnya

- Riwayat perjalanan luar negeri, pekerjaan, hewan peliharaan, dan keadaan lingkungan.

- Pertanyaan tambahan: kehamilan dan menyusui, riwayat seksual, dan penggunaan obat

intravena. Tanyakan gejala pada kulit, sendi, pernapasan gastrointestinal, genitourinari,

dan neurologis, dan penyakit sistemik terkait.

Pemeriksaan Fisik1

- Visual acuity test: dapat terganggu/tidak terganggu secara bervariasi pada pasien

tergantung dari keparahan inflamasi dan adanya komplikasi. Biasanya ada gangguan

ringan pada pasien AAU.

- Slit lamp examinantion: pola injeksi konjungtiva / episkleral / skleral; penyakit epitel atau

stroma kornea; ukuran, penampilan, dan distribusi endapan keratik (KP); sel, suar, fibrin,

hipopion; atrofi / nodul iris; katarak; sinekia anterior posterior dan perifer; rubeosis. Ukur

IOP.

- Dilated fundoscopy: pemeriksaan slit lamp dan indirect ophthalmoscope wajib dilakukan

pada semua pasien untuk menilai: sel vitreus; ‘snowballs’; 'snowbanking' (yang berada di

pinggiran retinal dan mungkin terlewat hanya pada pemeriksaan slit lamp); edema diskus

atau hiperemia; vaskulitis (arteri, vena, atau keduanya); eksudat perivaskular; edema

20
makula sistoid; retinitis; koroiditis atau infiltrat koroid; bekas luka chorioretinal; ablasi

retina (rhegmatogenous, serous, and tractional).

- Tonometri

Pemeriksaan Penunjang5

- Complete Blood Count (CBC) dengan differential count

- Radiography Thorax

- Gonioskopi: bila dicurigai adanya komplikasi glaucoma.

- Human Leukocyte Antigen B27 (HLA-B27)

- Pemeriksaan serologi

- Optical coherence tomography (OCT)

- USG B-scan

- Fundus fluoresen angiografi (FFA)

2.2.9 Diagnosis Banding Uveitis Anterior4

ridosiklitis akut harus dibedakan dari penyebab lain mata merah akut, terutama glaukoma

kongestif akut dan konjungtivitis akut.7

21
Uveitis granulomatosa dan non-granulomatosa. Setelah diagnosis iridosiklitis ditetapkan, upaya
harus dilakukan untuk mengetahui apakah kondisinya tipe granulomatosa atau non-
granulomatosa.7

2.2.10 Tatalaksana Uveitis Anterior

Tujuan mengobati uveitis yaitu untuk mencegah komplikasi yang mengancam

penglihatan, meringankan ketidaknyamanan dan rasa sakit pasien, serta mengobati penyebab

uveitis yang mendasarinya.2

Terdapat lima prinsip utama perawatan:

1 Pemberian atropin melalui dilatasi pupil untuk istirahat mata

2 Aplikasi panas (heat application) meningkatkan sirkulasi darah dan mengurangi rasa sakit.

3 Kontrol fase akut peradangan dengan kortikosteroid.

22
4 Analgesik dan antiinflamasi untuk meringankan rasa sakit dan rasa ketidaknyamanan.

Dapat menggunakan aspirin, ibuprofen, atau analgesik dan antiinflamsi lain

5 Antibiotik spektrum luas yang melintasi blood-aqueous diberikan pada kasus infeksi.

a. Atropin

Atropin bertindak dalam tiga cara yaitu:

1. Menjaga iris dan cilliary body untuk istirahat dengan melumpuhkan otot siliaris, sehingga

dapat menenangkan spasme otot ciliary yang selalu dikaitkan dengan iritis.

2. Mengurangi hiperemia dengan menyebabkan vasodilatasi. Hal ini dapat meningkatkan

suplai darah ke uvea anterior. Akibatnya lebih banyak antibodi yang mencapai jaringan

target dan lebih banyak toksin yang diserap.

3. Mencegah pembentukan sinekia posterior dan memecah sinekia baru terbentuk yang tidak

melekat erat dengan melebarkan pupil.

Pemberian 1% atropin eyedrop atau salep dioleskan dua kali sehari. Dalam kasus alergi

atropin, dapat diberikan midriatik lain seperti fenilefrin, siklopentolat, atau tropikamid.

Dalam kasus-kasus yang lebih ringan, short-acting agent seperti siklopentolat 1% atau

homatropin 2% tiga kali sehari dapat digunakan. Kacamata gelap atau eyeshade juga dapat

digunakan untuk menghindari silau, ketidaknyamanan, dan lakrimasi khususnya di bawah

23
sinar matahari.

b. Heat application

Penggunaan panas dalam bentuk pemicu panas atau panas kering lokal sangat

menenangkan. Ini mengurangi rasa sakit,mencegah stasis dan meningkatkan sirkulasi darah.

c. Kortikosteroid

Dapat digunakan untuk mengendalikan peradangan fase akut, kortikosteorid yang

dapat digunakan antara lain:

- Topikal: obat tetes mata dan salep mata, 0,1% betametason atau deksametason. Obat tetes

mata dapat diberikan 4-6 kali sehari, sedangkan salep mata diberikan saat tidur.

- Subconjunctival injection dapat diberikan betametason 4 mg sekali atau dua kali sehari

tergantung pada tingkat keparahan penyakit

- Periocular injection, misalnya metilprednisolon 40-80 mg atau triamcinolon di sub-tenon

space. Pemberiannya diindikasikan untuk uveitis anterior akut berat, sebagai tambahan

terapi topikal atau sistemik pada uveitis anterior kronis yang resiten, dan dalam kasus

kepatuhan pasien yang buruk dengan obat topikal atau sistemik

- Systemic steroid lengkap dengan dosis pemeliharaan (maintenance tapering doses) dapat

diberikan prednisolon 1-1,5 mg/kg diberikan 4 kali setiap hari selama 1-2 minggu

kemudian secara bertahap dikurangi dengan interval mingguan selama 5-6 minggu.

Diberikan pada kasus uveitis berat atau ketika tidak ada perbaikan pada pemberian steroid

topikal dan periokular steroid

- Rimexolone (vexol 1%) memiliki anti inflamasi yang kuat dengan efek samping yang

minimal

24
d. Obat-obatan Non-steroidal Anti-inflammatory (NSAIDs) and Cytotoxic

Obat anti inflamasi non-steroid bertindak dengan menghambat asam arakidonat,

mis. flurbiprofen, indometasin, diklofenak. Obat ini lebih aman karena penggunaan steroid

yang berkepanjangan dapat menghasilkan glaukoma sudut terbuka dengan mengurangi

fasilitas aliran keluar, katarak, dan infeksi sekunder oleh bakteri atau jamur.

Antimetabolit dan imunosupresif sistemik seperti metotreksat, siklofosfamid dan

siklosporin diindikasikan untuk:

- Uveitis yang mengancam penglihatan yang bersifat bilateral, non-infeksi reversibel, gagal

merespons steroid yang adekuat

- Terapi hemat steroid (sight-sparing therapy) pada pasien dengan efek samping tak

tertahankan dari steroid sistemik

- Obat-obatan ini sangat berguna untuk kasus Behcet's syndrome, ophthalmitis simpatik,

pars planitis dan sindrom VKH (Vogt-Koyanagi-Harada).

Pemberian obat-obatan diberikan dengan sangat hati-hati di bawah pengawasan ahli

hematologi atau ahli onkologi karena memiliki efek samping yang merugikan ginjal, hati,

dan dapat menyebabkan depresi sumsum tulang. Baru-baru ini azathioprine, mikofenolat,

mofetil, tacrolimus digunakan pada pasien yang tidak responsif atau tidak toleran.

e. Pengobatan untuk komplikasi

- Glaukoma sekunder (hipertensi uveitis) - 0,5% timolol maleat eyedrops dua kali sehari

dan tablet acetazolamide (250 mg tiga kali sehari)

- Glaukoma pasca-inflamasi akibat sinekia cincin dan iris bombe membutuhkan iridektomi.

Iridektomi tidak boleh dilakukan selama fase akut iritis (adanya 'kp'). Iridotomi Laser

adalah prosedur yang lebih sering digunakan.

25
- Complicated cataract membutuhkan ekstraksi lensa dan steroid. Kehadiran kp segar

dianggap sebagai kontraindikasi untuk operasi intraokular.

- Ablasi retina tipe eksudatif biasanya mengendap sendiri jika uveitis diobati secara agresif.

Detasemen traksi membutuhkan vitrektomi.

- Phthisis bulbi terutama ketika nyeri membutuhkan pengangkatan dengan operasi

enukleasi.

2.2.11 Komplikasi Uveitis Anterior2


- Complicated cataract: komplikasi umum dari iridosiklitis
- Glaukoma: early glaucoma (adanya eksudat dan sel-sel inflamasi di ruang anterior) atau
late glaucoma (hasil blok pupil yang tidak memungkinkan air mengalir dari anterior ke
posterior)
- Cyclitic membrane: akibat fibrosis eksudat yang ada di belakang lensa
- Choroiditis
- Komplikasi retina: edema makula sistoid, degenerasi makula, eksudatif ablasi retina
- Band-shaped keratopathy: komplikasi dari uveitis kronis yang sudah berlangsung lama,
terutama pada anak-anak yang menderita Still’s disease
- Phthisis bulbi: hasil akhir dari uveitis kronis, cilliary body sudah tidak teratur dan
berhenti berkembang dan dapat menyebabkan penurunan produksi aqueous sehingga
menyebabkan mata menjadi lunak dan menyusut karena hipoton

2.2.12 Prognosis Uveitis Anterior


Sebagian besar kasus uveitis anterior berespons positif terhadap diagnosis dan
pengobatan dini. Uveitis anterior dapat kambuh, terutama ketika ada etiologi sistemik.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Moore KL, Dalley AF, Agur AMR. Clinically Oriented Anatomy. sixth edit. Philadelphia:
Lippincott William & Wilkins; 2010. 302 p.

2. Sitompul, R. (2015). Diagnosis dan Penatalaksanaan uveitis dalam upaya mencegah kebutaan .
Departemen ilmu kesehatan mata FKUI RSCM, 60-70.

3. Jogi R. Jogi - Basic Ophthalmology, 4th Edition [Ussama Maqbool].pdf. 2009. p. 512.

4. Sari KAD, Susila NKN, Budhiastra P. Karakteristik Pasien Uveitis di Rumah Sakit Umum
Pusat Sanglah Denpasar Periode Maret 2016 sampai Desember 2016. J Med Udayana.
2019;8(8).

5. Khurana A. Comprehensive Ophthalmology. New Delhi: New Age Internasional Limited;

6. Suhardjo P dr. Ilmu Kesehatan Mata. Bagian Ilmu Penyakit Mata FK UGM. 2017;375.

7. Harthan JS, Opitz DL, Fromstein SR, Morettin CE. Diagnosis and treatment of anterior
uveitis: Optometric management. Clin Optom. 2016;8:23–35.

8. Kanski's. (2016). Clinical ophthalmology a systemic approach. Sydney: Brad Bowling.

27

Anda mungkin juga menyukai