Anda di halaman 1dari 101

CRS 1

Panuveitis
oleh
Suci Wijayanti 1840312233
Doa Vami 1840312297
Rahmi Ahmad 1840312457

Preseptor :
Dr. dr. Hendriati, Sp.M (K)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Mata 1
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
2018
BAB 1

PENDAHULUAN 2
• Uveitis adalah inflamasi di uvea yaitu iris, badan
siliaris dan koroid yang dapat menimbulkan
kebutaan. Di negara maju, 10% kebutaan pada
populasi usia produktif adalah akibat uveitis.

• Uveitis dapat disebabkan oleh kelainan di mata


saja atau merupakan bagian dari kelainan
sistemik, trauma, iatrogenik dan infeksi, namun
sebanyak 20-30% kasus uveitis adalah idiopatik.
Secara anatomi, uveitis dibagi menjadi uveitis 3
anterior, intermediat, posterior, dan panuveitis.
• Panuveitis adalah peradangan seluruh uvea dan
sekitarnya seperti vitreus, retina, dan nervus
optik. Penyebab tersering adalah tuberkulosis,
sindrom vogt-koyanagi-harada (VKH), oftalmia
simpatika, dan penyakit behcet.

4
• Gejala uveitis umumnya ringan namun dapat
memberat dan menimbulkan komplikasi
kebutaan bila tidak ditatalaksana dengan baik.
Selain itu, uveitis dapat mengakibatkan
peradangan jaringan sekitar seperti sklera,
retina, dan nervus optik sehingga memperburuk
perjalanan penyakit dan meningkatkan
komplikasi.

5
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 6
Definisi
• Uveitis  inflamasi pada salah satu atau
semua bagian dari uvea

uvea :
- Iris
- badan siliar/korpus siliar
- koroid
8
• uveitis difus atau panuveitis  proses
inflamasi yang mengenai semua unsur
traktus uvealis (inflamasi merata pada
kamera okuli anterior, vitreous, retina dan
atau koroid seperti retinitis, koroiditis, dan
vaskulitis retinal.)
EPIDEMIOLOGI

• Penderita umumnya berada pada usia 20-50


tahun.
• Setelah usia 70 tahun, angka kejadian panuveitis
mulai berkurang.
KLASIFIKASI

ANATOMIS ETIOLOGIS

• UVEITIS ANTERIOR • UVEITIS INFEKSIUS


•UVEITIS • UVEITIS NON
INTERMEDIET INFEKSIUS
•UVEITIS POSTERIOR
•PANUVEITIS

KLINIS PATOLOGIS

•UVEITIS AKUT • UVEITIS NON


•UVEITIS KRONIK GRANULOMATOSA
• UVEITIS
GRANULOMATOSA
LOKASI PANUVEITIS
• Lokasi anatomi panuveitis pada dasarnya merupakan
seluruh traktus uvealis yang merupakan gabungan dari
uveitis anterior, uveitis intermediet, dan uveitis posterior,
yaitu meliputi:

a) Uveitis anterior
- Iritis : inflamasi yang dominan pada iris
- Iridosiklitis : inflamasi pada iris dan pars plicata

b) Uveitis intermediet : inflamasi dominan pada pars plana


dan retina perifer

c) Uveitis posterior : inflamasi bagian uvea di belakang batas


basis vitreus.
13
PATOFISIOLOGI

Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan


oleh defek langsung suatu infeksi atau alergi.

• Infeksi :
- trauma tembus okuli
- reaksi terhadap zat toksik yang diproduksi
mikroba

• Alergi : reaksi hipersensitifitas


- antigen dari luar (antigen eksogen)
- antigen dari dalam (antigen endogen).
• Radang iris dan badan siliar : rusaknya Blood
Aqueous Barrrier : peningkatan protein, fibrin dan
sel-sel radang dalam humor akuos (fler (aqueous
flare)).

• Fibrin  menghambat gerakan kuman perlekatan-


perlekatan sinekia posterior
• Sel-sel radang
presipitat keratik
tepi pupil disebut : koeppe nodules,
 dipermukaan iris disebut busacca nodules

• Pada iridosiklitis yang berat  hipopion.


• Otot sfingter pupil mendapat rangsangan karena
radang  pupil miosis

• fibrin serta sel-sel radang  seklusio maupun


oklusio pupil,  cairan di dalam kamera okuli
posterior tidak dapat mengalir  tekanan dalam
dalam camera okuli posterior lebih besar dari
tekanan dalam camera okuli anterior  iris
tampak menggelembung kedepan yang disebut
iris bombe (Bombans).
ETIOLOGI
• Penyebab dari uveitis difus diantaranya
yaitu : infeksi tuberkulosis, sarkoidosis,
dan sifilis.

• Penyebab yang lebih jarang antara lain


oftamia simpatika, sindrom Vogt-Koyanagi-
Harada, Sindrom Behcet, Retinokoroiditis
birdshot, dan limfoma intraokular
Tuberkuosis
• TB dapat mengenai setiap bagian dari mata dan
memunculkan gambaran spektrum klinis pada pasien.
• paling umum dijumpai akibat uveitis TBC adalah uveitis
posterior, diikuti oleh uveitis anterior

•  TB okular primer
•  TB okular sekunder
Sindrom Vogt-Koyanagi-Harada (VKH)

• VKH adalah panuveitis granulomatosa bilateral + manifestasi


ekstra okuli yang melibatkan saraf pusat, pendengaran, dan
sistem integumen.

• Penyakit VKH adalah satu kumpulan gejala dengan manifestasi


klinis yang beragam : (sakit kepala parah dan meningismus),
visus menurun
• Sindrom ini biasanya ditemukan pada orang
dewasa dengan usia berkisar antara 20-50 tahun.

• onset penyakit bulanan samapai tahunan biasanya


akan menunjukkan tanda dan gejala dari uveitis
anterior dengan fotofobia dan flare dan sel yang
berada di aqueous humor ditambah
hipopigmentasi pada kulit dan mata.

21
Ophthalmia simpatetis
(Sympatetic Ophthalmia)
• SO adalah penyakit autoimun di mana kerusakan yang
terjadi pada salah satu mata (mata yg cenderung) dapat
mengancam inflamasi pada di mata sebelah kontralateral
yang masih normal (simpatic eye).
• Penyakit ini biasanya muncul sebagai panuveitis
granulomatosa bilateral.

Trauma okular
Curigai jika terdapat uveitis bilateral yang timbul setelah
trauma okular atau pembedahan
• Ini adalah penyakit langka dengan kejadian 0,03
/ 1,00,000.

• Gambaran klasik dar antari SO adalah endapan


lemak keratin granulomatosa, inflamasi vitreous
dan bilik anterior dengan atau tanpa lesi-putih
kuning di pinggiran retina(eksudat dalen funch)

23
Penyakit Behcet’s (Behcet’s Disease)

• BD adalah gangguan multisistem yang ditandai dengan inflamasi


pada mata yang berulang, ulkus oral dan ulkus genital.

• BD sebagian besar berupa uveitis nongranulomatous berulang


dengan vaskulitis retina obliterative necrotizing, yang dapat
ditemukan baik di segmen anterior atau segmen posterior atau
keduanya
Sarkoidosis
• Organ yang sering diserang penyakit ini adalah adalah
paru-paru, kulit, dan mata.
• Panuveitis terjadi pada 6-33 % dari pasien dengan
sarkoidosis.
• Baku emas dalam diagnosis pasti penyakit sarkoidosis
adalah pemeriksaan histopatologi dijumpai granuloma
noncaseosa.
• Pemeriksaan klinis rutin untuk mendiagnosis sarcoid
uveitis termasuk Mantoux tes, Roengen thoraks, enzim
angiotensin converting serum, dan laju endap darah.
• Terapi kortikosteroid ( prednisolon 1 mg / kg / hari )
GEJALA KLINIS

Gabungan
uveitis anteriorintermediate+posterior
UVEITIS ANTERIOR
• Gambaran klinis dari uveitis anterior antara lain:
fotofobia, epifora, gatal yang dalam dan tumpul
pada daerah sekitar orbit mata dan sekitarnya.
• Tajam penglihatan tidak selalu menurun drastis
(20/40 atau kadang masih lebih baik, walaupun
pasien melaporkan pandangannya berkabut)
Tanda patagonomis dari • Sinekia posterior 
uveitis anterior Iris mengalami
• hipopion perlengketan dengan
• flare kapsul lensa
• Sinekia anterior
perlengketan dengan
kornea perifer
• nodul granulomatosa
pada stroma iris
• keratic precipitates (KP): kumpulan sel radang pada permukaan
endotel kornea
• KP yang besar  mutton fat
Sinekia posterior

30
Flare: peningkatan protein (iris, badan siliar) di
aqueous

31
Sel: sel radang di COA

32
33
34
35
Hipopion: kumpulan leukosit di COA
Glaukoma uveitis sekunder 
• Tekanan intraokular dapat menurun karena
penurunan sekresi dari badan siliar.
• Namun saat reaksi berlangsung, produk peradangan dapat
perakumulasi pada trabekulum.
• Apabila debris ditemukan signifikan, dan apabila badan siliar
menghasilkan sekresi yang normal maka dapat terjadi
peningkatan tekanan intraokular.
Uveitis Intermediate
Peradangan vitreus

• terjadi pada orang dewasa muda


• keluhan utama melihat “bintik-bintik terapung
(floaters)” di dalam lapangan penglihatannya.
• Pada kebanyakan kasus bilateral
• Tidak terdapat rasa sakit, kemerahan, maupun
fotofobia.
• Oftalmoskop KP, lesi diretina berupa bercak putih
kekuningan dan badan kaca didepan lesi tersebut
tampak keruh
39
Uveitis posterior
peradangan pada koroid dan retina
 meliputi :
- koroiditis,
- korioretinitis (bila peradangan koroidnya lebih
menonjol),
- retinokoroiditis (bila peradangan retinanya
lebih menonjol),
- retinitis dan
- Vaskulitis retina
Gejala
• Visus menurun
• scotoma
• Floaters
 Ablasio retina

41
DIAGNOSIS
• Prosedur diagnostik pada pasien dengan Panuveitis :
1. Anamnesa riwayat okular yang rinci meliputi gejala,
durasi (akut atau kronis), jumlah episode (berulang),
dan gejala penyerta.
2. Pemeriksaan mata yang rinci untuk mengetahui letak
lesi anatomis dari uveitis dan juga jenisnya.
3. Dicari keterkaitan penyakit sistemik lain dengan
penyakit panuveitis.
4. Prosedur Pemeriksaan selektif
DIAGNOSIS
Gejala  tergantung tempat terjadinya penyakit
itu.
• serabut-serabut nyeri di iris, pasien dengan iritis
akan mengeluh sakit dan fotofobia
• Penyakit koroid sendiri tidak menimbulkan sakit
atau penglihatan kabur.
• Karena dekatnya koroid dengan retina 
melibatkan retina penglihatan sentral akan
terganggu
gejala-gejala umum sebagai berikut:
- Mata merah (hiperemis konjungtiva)
- Mata nyeri
- Fotofobia
- Pandangan mata menurun dan kabur
- Epifora
Pemeriksaan subyektif mata
• pemeriksaan tajam penglihatan( )
• pemeriksaan gerakan bola mata (N)
Pemeriksaan obyektif mata
• Pemeriksaan sekitar mata, palpebra, dan duktus
lakrimalis dalam kondisi normal
• Ditemukan injeksi konjungtiva
• Pada pemeriksaan iris dapat ditemukan sinekia.
• Pemeriksaan tekanan intraokular dapat meningkat
atau menurun, tergantung kondisi dari produksi
humor aqueous, drainase, dan keberadaan sel
radang, putih dan merah.

• Pupil, pasien dapat mengalami fotofobia direct ketika


cahaya secara langsung mengenai iris yang terkena
- Pemeriksaan funduskopi
Pemeriksaan biomikroskopis/slit lamp

• Periksa epithelium dari kornea  abrasi, edem, ulkus,


atau benda asing.
• inspeksi  kondisi ulkus yang dalam dan edema
kornea
• Tanda patogonomis dari iritis  keratitic
precipitates / KP (sel darah putih pada endothelium).
KP kecil-sedang  uveitis nongranuloma
KP besar, kotor, dan penuh lemak (gambaran granula
“mutton-fat”)  uveitis granuloma.
• Pada kamera okuli anterior  fler (sel radang) 
kamera okuli anterior tampak kotor
• Sel darah merah (hifema) atau sel darah putih (hipopion)
dapat ditemukan pada kamera okuli anterior

Klasifikasi:
• 0 tidak ditemukan
• +1 ditemukan dalam jumlah sedikit
• +2ditemukan dalam jumlah sedang (iris dan lensa masih
terlihat jelas)
• +3 iris dan lensa terlihat berkabut
• +4 intens (ditemukan deposit fibrin dan aqueous
terkoagulasi).
• Pemeriksaan laboratorium
Bermanfaat pada kelaian sistemik
 darah perifer,LED, serologi, urinalisis, antinuclear body
TATALAKSANA
• Penanganan panuveitis secara garis besar
bertujuan untuk :
- mencegah komplikasi penglihatan,
- mengurangi keluhan pasien
- mentatalaksana penyakit yang mendasari.
Kortikosteroid
• Mengurangi pembentukan jarangan parut
• Mengurangi gejala radang dengan cara
menghambat pengeluaran asam arakidonat dari
fosfolipid, menghambat transkripsi dan
mengaktifkan sitokin, dan membatasi aktifitas
sel B dan sel T.
• Mengurangi permeabilitas pembuluh darah
• Initial dose yang digunakan untu mengontrol
penyakit rata-rata dari 2,5 mg hingga beberapa
ratus mg setiap hari.
• Lama pemakaian dari 3-4 minggu,
• Kortikosteroid topikal  uveitis anterior,
digunakan steroid topikal tetes.

• Prednisolon asetat 1% merupakan obat yang paling


disukai berbentuk precipitate mengkocok
dahulu botol sebelum digunakan.

• steroid dapat menyebabkan hipertensi okular; 


pemakaian dalam jangka 4-6 minggu perlu
dimonitor
• Kortikosteroid periokular; Segmen posterior
terkena ,curigai komplikasi.

• Kortikosteroid sistemik; diberikan pada saat:


1. Uveitis yang mengancam penglihatan seperti
beresiko menyebabkan kebutaan
2. Uveitis yang tidak responsive terhadap
pemberian dengan metode lainnya
Prednisolone 1%

• Dosis yang digunakan yaitu 1 gtt setiap 1-6 jam (dewasa).


• menurunkan reaksi peradangan  mendepresi migrasi dari
leukosit PMN dan menurunkan permeabilitas dari pembuluh
darah
• Prednisolone dapat meningkatkan tekanan intraocular dan
beresiko menimbulkan katarak dalam pemakaian jangka
panjang
Obat sikloplegia

• Melumpuhkan otot sfingter iris sehingga terjadi dilatasi


pupil.
• Mengakibatkan paralisis otot siliar sehingga
melumpuhkan akomodasi.

Mekanisme ini dapat mengurangi rasa nyeri dan fotofobia


yang terjadi.
• Atropin (0,5%-2%)
 sikloplegik kuat dan juga bersifat midriatik.

Efek maksimal dicapai setelah 30-40 menit.

Atropin memberikan efek samping seperti nadi cepat, demam,


merah, dan mulut kering.

• Siklopentolate 0,5-2% (cyclogyl)


• Homatropine 2-5% (isopto)
Agen Imunosupresif
• Antimetabolit  azathioprine, metotreksat, dan mycophenolate
mofetil (MMF).
• Inhibitor sel T  siklosporin dan tacrolimus.
• Agen alkilasi  cyclophosphamide dan clorambucil

Indikasi :
- inflamasi berat yang mengancam penglihatan,
- inflamasi kronik yang tidak respon terhadap terapi
kortikosteroid
konvensional primer,
- uveitis yang sering kambuh,
- intoleransi atau kontraindikasi terhadap kortikosteroid
sistemik1
Vitrektomi

uveitis menetap setelah terapi pengobatan


dengan kortikosteroid dan atau imunosupresan

saat hilangnya penglihatan karena komplikasi


inflamasi jangka panjang seperti vitreous yang
memadat, jaringan ikat yang menarik badan siliar
yang menyebabkan hipotoni, edema makula,
membran epiretinal (kapsul lensa posterior yang
menebal) atau robeknya retina.
PROGNOSIS
• Tergantung :
- Derajat keparahan,
- Lokasi,
- Penyebab peradangan.

Secara umum, peradangan yang berat perlu waktu lebih


lama untuk sembuh serta lebih sering menyebabkan
kerusakan intraokular dan kehilangan penglihatan
dibandingkan dengan peradangan ringan atau sedang.
Secara umum, kasus panuveitis prognosisnya baik bila
didiagnosis lebih awal dan diberi pengobatan yang tepat
KOMPLIKASI
Glaukoma sekunder

Sinekia anterior perifer (iris perifer melekat pada kornea)


Sinekia posterior pada uveitis anterior
Gangguan drainase humor aqueous terkumpulnya sel-
sel radang (fler)
• Atrofi nervus optikus
• Katarak komplikata
• Ablasio retina
• Edema kistoid macular.
• Efek penggunanan steroid jangka panjang
BAB 3

LAPORAN KASUS 67
68
Identitas Pasien
Nama : Ny. N
Umur : 54 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : IRT
No. RM : 01.03.21.55
Alamat : Dharmasraya

Status Perkawinan : Menikah


Negara Asal : Indonesia
Suku : Minang
Tanggal Pemeriksaan : 15 November 2018
68
69
Anamnesis
Keluhan Utama:
Mata kiri tidak bisa melihat sejak ± 6 bulan yang
lalu.

69
70

Riwayat Penyakit Sekarang


• Mata kiri tidak bisa melihat sejak ± 6 bulan yang lalu.
• Awalnya pasien merasakan penglihatannya kabur sejak 2,5 tahun
yang lalu. Pasien mengatakan awalnya saat memandang sesuatu
seperti melihat adanya rintik-rintik hujan. Penglihatan semakin
memburuk sejak ± 1 tahun yang lalu.
• Riwayat keluhan mata berair (+) sejak ± 6 bulan yang lalu.
• Riwayat mata merah tidak ada.
• Riwayat nyeri pada mata tidak ada.
• Riwayat mata silau tidak ada.
• Riwayat keluar kotoran yang banyak pada mata tidak ada.
• Riwayat demam tidak ada.
• Riwayat sakit kepala, mual dan muntah tidak ada. 70
• Riwayat trauma mata dan operasi mata sebelumnya tidak ada.
• Riwayat menggunakan kacamata membaca jarak dekat
sekitar 1 tahun yang lalu ada, pasien membelinya sendiri
tanpa diperiksa terlebih dahulu ke spesialis mata.
• Riwayat bercak-bercak putih pada kulit tidak ada.
• Riwayat rambut mudah rontok (+) sejak 6 bulan yang
lalu.
• Riwayat keluhan pada telinga tidak ada.
• Riwayat batuk-batuk lama tidak ada.
• Riwayat penurunan nafsu makan dan berat badan tidak
ada.
• Riwayat nyeri pada sendi tidak ada. 71
Riwayat Penyakit Dahulu
• Riwayat keluhan yang sama sebelumnya tidak ada.
• Riwayat Diabetes Mellitus disangkal.
• Riwayat Hipertensi tidak diketahui.

72
Riwayat Pengobatan Riwayat Penyakit
Keluarga
• Pasien pernah berobat ± • Tidak ada anggota
3 hari yang lalu ke RST keluarga yang mengalami
Sungai Dareh, diberikan keluhan keluarnya yang
obat tetes warna kuning sama dengan penderita.
dan putih, kemudian
pasien dirujuk ke RSUP
dr. M Djamil Padang.

73
74

Pemeriksaan Umum
• Keadaan umum : Sakit sedang
• Kesadaran : Komposmentis Kooperatif
• Tekanan Darah : 170/82 mmHg
• Nadi : 82x/ menit
• Frekuensi Pernapasan : 20x/ menit
• Suhu : 37,00 C
• Status Gizi : Baik
• Edema : Tidak ada
• Anemis : Tidak ada
• Sianosis : Tidak ada
• Ikterik : Tidak ada

74
75
• Kulit : Tidak ada kelainan
• Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran
• Kepala : Normosefal
• Rambut : Tidak diperiksa
• Mata : Status oftalmologi
• Telinga : Dalam batas normal
• Hidung : Dalam batas normal
• Tenggorok : Dalam batas normal
• Gigi dan mulut : Karies (-)
• Leher : Dalam batas normal
• Dada : Dalam batas normal
• Paru : Dalam batas normal
• Jantung : Dalam batas normal
• Abdomen : Dalam batas normal
• Genitalia : Tidak diperiksa 75
• Anggota gerak : Tidak ada kelainan
Status oftalmikus OD OS
Visus tanpa koreksi 20/80 1/∞ proyeksi benar

Refleks fundus (+) (-)

Madarosis (-), Trikiasis (-), Madarosis (-), Trikiasis (-)


Silia/ Supersilia
Poliosis (-) Poliosis (-)

Palpebra Superior Edema (-) Edema (-)

Palpebra Inferior Edema (-) Edema (-)

Margo Palpebra Ektropion (-), Entropion (-) Ektropion (-), Entropion (-)

Aparat Lakrimalis Normal, Epifora (-) Normal, Epifora (-)

Konjungtiva Tarsalis Hiperemis (-), Folikel (-), Papil (-) Inj. Konjungtiva (+), Inj. Siliar (+)

Konjungtiva Fornik Hiperemis (-), Folikel (-), Papil (-) Inj. Konjungtiva (+), Inj. Siliar (+)

Konjungtiva Bulbi Hiperemis (-), Folikel (-), Papil (-) Inj. Konjungtiva (+), Inj. Siliar (+)

Sklera Putih, intak Putih, intak

Bening Edema (+), KPS (+), sinekia anterior (+),


Kornea
dispersi pigmen di endotel (+)
76
Kamera Okuli Anterior Cukup dalam Cukup dalam, flare (+)

Iris Coklat, Rugae (+) Coklat, Rugae (+), Sinekia posterior (+)
Status Oftalmikus OD OS

Korpus vitreum Jernih Sulit dinilai

Lensa Keruh subkapsular post. Keruh

Fundus :

Media Bening Keruh

Papil optik Bulat, batas tegas, c/d : 0,3-0,4 Sulit dinilai

Pembuluh darah Aa : Vv = 2:3 Sulit dinilai


Perdarahan (-)
Retina Sulit dinilai
Eksudat (-)
Makula Refleks fovea (+) Sulit dinilai

Tekanan bulbi okuli N (P) N (P)

Posisi bola mata Ortophoria Ortophoria


77
Gerak bola mata Bebas ke segala arah Bebas ke segala arah

Posisi bulbus okuli Ortophoria Ortophoria


78
79
Pemeriksaan Penunjang
• USG mata
• Foto thoraks.
• Periksa darah lengkap.

80
Diagnosis Kerja
• Panuveitis OS ec suspek VKH syndrome

81
Terapi
• Posop ed pulse therapy OS
• SA ed 3x1 OS
• Neurotropik 2x1 tab
• Cenfresh ed 6x1 OS
• Infeksi Triamsinolone intravitreal dan subkonjungtiva OS +
Injeksi midricain OS
• Amlodipin 1x10mg
• Konsultasi bagian THT, Interne, Gigi, Neurologi, Kulit, Paru
untuk mencari etiologi.
• Rawat inap
82
Tanggal 9 November 2018

83
Tanggal 10 November 2018

84
Tanggal 11 November 2018

85
Tanggal 12 November 2018

86
Tanggal 13 November 2018

87
Tanggal 14 November 2018

88
Tanggal15 November 2018 (post injeksiTriamsinoloneIntravitreal+ Subkonjungtiva)

89
• Pasien dipulangkan pada tanggal 16 November 2018 ( 1 hari
setelah injeksi triamsinolone) dengan kondisi mata kiri yang
semakin membaik dan tidak ada komplikasi.
• Pasien dipulangkan dengan obat pulang tambahan yaitu :
Kloramfenikol dan Ciprofloxacin.
• Pasien direncanakan untuk follow up ke poliklinik mata 1
minggu lagi.

90
91
Prognosis
• Quo ad vitam : ad malam
• Quo ad functionam : ad malam
• Quo ad sanam : ad malam

91
BAB 4

DISKUSI 92
Diskusi
Seorang perempuan berusia 54 tahun datang ke Poliklinik Mata
RSUP Dr. M Djamil Padang tanggal 8 November 2018 dengan
keluhan: Mata kiri tidak bisa melihat sejak kurang lebih 6 bulan
yang lalu

Pemeriksaan Pemeriksaan
Anamnesis
Fisik Penunjang
• Penglihatan pasien kabur sejak lebih kurang 2,5 tahun yang lalu
• Pasien mengatakan pada awalnya, saat memandang sesuatu seperti
saat melihat rintik-rintik hujan
• Penglihatan pasien memburuk sejak kurang lebih 1 tahun
belakangan, pandangan pasien mulai kabur beberapa saat,
kemudian normal lagi.
• Sejak sekitar 6 bulan yang lalu, pasien tidak bisa melihat
menggunakan mata kirinya. Pasien mengeluhkan mata berair pada
mata kiri
Anamnesis: Penglihatan kabur berangsur-
angsur

Beberapa kemungkinan: Kelainan pada media


refraksi bola mata, kelainan vaskularisasi retina,
onkologi atau diabetik

Uveitis  peradangan / inflamasi yang terjadi


pada lapisan traktus uvealis (iris, korpus siliaris,
dan koroid)
Penyebab: infeksi (bakteri, virus, jamur,
parasit), trauma, neoplasia, atau proses
autoimun (reaksi hipersensitivitas)
Umumnya usia 20-50 tahun

Pada pasien ini belum dapat dipastikan


penyebab yang mendasarinya, tidak ada
kejadian spesifik yang mengawali keluhan mata
merah dan pandangan yang makin menurun
secara perlahan
Pemeriksaan Fisik
Visus 1/∞ proyeksi benar Penurunan tajam penglihatan,hanya
bisa melihat cahaya

Injeksi konjungtiva (+) dan injeksi siliar tanda adanya uveitis bagian anterior,
(+) pada mata kiri akibat vasodilatasi arteri siliaris yang
memperdarahi iris serta badan siliar

Dispensi pigmen di endotel terdapat Pada COA terdapat flare yang artinya
Flare (+) ada pelepasan sel radang, pengeluaran
protein dan endapan sel radang di
endotel kornea (keratik presipitat/KPs)

Edem (+), KPs (+) Adanya sel-sel radang yang melekat


pada endotel kornea hasil dari proses
peradangan yang berlangsung lama
(kronis) dan berulang
Cont..
Sinekia anterior dan sinekia posterior Sel-sel radang, fibrin, dan fibroblas
menimbulkan perlekatan antara iris
dengan kapsul lensa bagian anterior
(sinekia posterior) ataupun dengan
endotel kornea (sinekia anterior)
VH 3 COA kiri Sudut terbuka (cukup dalam)
Lensa keruh, korpus vitreus sulit Kekeruhan vitreous karena choroiditis
dinilai, dan papil optic keruh dan sulit juga tanda uveitis bagian posterior,
dinilai. biasanya hadir di bagian tengah atau
belakang. Ini mungkin menjadi
kekeruhan yang halus, kasar,
berserabut atau bola salju. Fokus
peradangan akut tampak kekuningan
dan tidak tegas; sedangkan lesi yang
lebih tua tampak kekuningan-coklat
dengan batas tegas
Pemeriksaan Penunjang: USG Gambaran vitreous keruh
• Diagnosis kerja: Panuveitis OS ec susp VKH (Vogt-Koyanagi-
Harada) syndrome

• VKH  Kumpulan gejala yang diduga disebabkan reaksi


autoimun (hipersensitivitas tipe lambat) yang ditandai dengan
adanya panuveitis granulomatosa yang difus, kronis, dan
bilateral, yang disertai kelainan pada kulit,neurologi,
dan pendengaran.
• Gambaran klinis sindrom VKH bervariasi tergantung
dari stadium sindrom VKH, yaitu stadium prodormal,
uveitisakut, pemulihan, dan rekuren kronis.
• Dapat terjadi iridosiklitis, membaik dengan cepat.
Perjalanan penyakit di bagian posterior sering indolen
Std. Awal
dengan efek jangka panjang berupa pelepasan serosa retina
dan gangguan penglihatan

• Penurunan tajam penglihatan yang perlahan pada kedua mata,


adanya uveitis anterior granulomatosa bilateral, berbagai derajat
Std. Uveitis
vitritis, penebalan koroid posterior dengan peningkatan lapisan
Akut koroid retina peripapiler, hiperemia dan edema nervus optikus,
serta ablasio retina serosa multipel.

• Ditandaidengan penyembuhan ablasio retina eksudatif


Std. dan depigmentasi koroid yang bertahap fundus dapat
Pemulihan terlihat diskolorasi klasik merah-oranye, atau sunset glow
fundus

Std. • Ditandai dengan uveitis anterior granulomatosa yang berulang, KP, sinekia
posterior, nodul iris, depigmentasi iris, dan atrofistroma. Kelainan segmen
Rekuren posterior yang berulang (vitritis, papilitis, koroiditis multifocal, dan ablasio
Kronis retina eksudatif). Kelainan segmen anterior yang berulang dapat terjadi
bersamaan dengan inflamasi koroid subklinis.
Tujuan dari manajemen medis uveitis adalah untuk secara efektif
mengendalikan peradangan sehingga dapat menghilangkan atau
mengurangi risiko kehilangan penglihatan

•Kortikosteroid topikal  Posop eye drop (flurometholon) yang dapat


diberikan setiap 1 sampai 2 jam untuk anti inflamasi.
•Sulfas Atropine  Agen sikloplegik/midriatik untuk mencegah
pembentukan sinekia posterior serta menghilangkan fotofobia sekunder
akibat spasme silia. Dosis siklopegik yang diberikan sebanding dengan
kuatnya reaksi inflamasi.
•Tablet neutropik  Multivitamin untuk cegah kerusakan fungsi saraf yang
mungkin terjadi pada pasien
• Rencana inj. Triamcinolone  sebagai glukokortikoid dan mempunyai
daya antiinflamasi yang kuat. Triamcinolone diindikasikan bagi alergi akut
dan kronik yang berat dan proses inflamasi pada mata
•Rencana inj. Mydricaine  memberikan efek dilatasi pupil yang optimal
dan lama seperti untuk pasien dengan sinekia posterior dan pada
prosedur operasi vitreoretinal
• Prognosis pada kasus ini, dipengaruhi banyak aspek: derajat
keparahan, lokasi, dan penyebab peradangan. Uveitis anterior,
cenderung lebih cepat merespon pengobatan dibandingkan
uveitis intermediet, posterior, atau difus. Keterlibatan retina,
koroid, atau nervus optikus cenderung memberikan prognosis
yang lebih buruk.

• Pada pasien ini prognosisnya ad malam dikarenakan sudah


terjadi kerusakan disemua lapisan uvea dan terdapat sinekia
anterior dan posterior

Anda mungkin juga menyukai