.A Definisi
Uveitis adalah inflamasi saluran uvea (Karen Holland,2009, Ensiklopedia Keperawatan,
hal: 372). Uveitis adalah inflamasi kombinasi yang dapat mengenai iris (iritis), korpus siliare
(siklitis) atau koroid (koroiditis) (Harrison, 1999, Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam, volume
1, hal: 123)
Uveitis adalah inflamasi salah satu struktur traktus uvea. Karena uvea mengandung banyak
pembuluh darah yang member nutrisi mata dan karena membatasi bagian mata yang lain, maka
inflamasi lapisan ini dapat mengancam penglihatan. (Brunner Suddarth, 2001 : 2003)
Kesimpulan : uveitis adalah inflamasi saluran uvea yang dapat mengenai iris (iritis), korpus
siliare (siklitis) atau koroid (koroiditis)
.B Klasifikasi
Bentuk uveitis paling sering adalah uveitis anterior akut (iritis), umumnya unilateral dan
ditandai adanya riwayat sakit, fotofobia, dan penglihatan yang kabur; mata merah (merah
sirkumkorneal) tanpa tahi mata purulent, dan pupil kecil atau irregular.
Penyakit peradangan traktus uvealis umumnya unilateral, biasanya terjadi pada dewasa
muda dan usia pertengahan. Pada kebanyakan kasus tidak ditemui penyebabnya. Pada uveitis
posterior, retina hampir selalu terinfeksi secara sekunder. Ini dikenal dengan korioretinitis.
1. Uveitis Anterior
a. Uveitis Pada Penyakit Persendian
Umur rata-rata deteksi uveitis adalah 5,5 tahun. Pada kebanyakan kasus onsetnya tidak
kentara, penyakit ini baru ditemukan bila anak itu terlihat mempunyai warna yang
berbeda pada kedua mata, berbeda ukuran atau bentuk pupil, atau timbulnya strabismus.
Tidak ada kolerasi anatara artritis dan uveitis. Uveitis dapat mendahului artritis 3-10
tahun. Lutut adalah sendi yang paling sering terkena. Tanda utama penyakit ini adalah
sel-sel dan kilauan merah dalam kamera anterior, KP (.) putih berukuran kecil
sampai sedang dengan atau tanpa bintik-bintik fibrin pada endotel, synechiae posterior,
katarak berkomplikasi, aneka bentuk glaucoma sekunder, edema macular, dan keratopati
pita berkapur di akhir perjalanan penyakit.
oleh Onchocerca
volvulus dan
penyebab
utama
limfosit dan sel plasma dalam jumlah cukup banyak dan sedikit
sel mononuclear. Pada kasus berat dapat terbentuk bekuan fibrin
besar atau hipopion di dalam kamera okuli anterior.
b) Granulomatosa
1) Umumnya mengikuti onvasi mikroba aktif ke jaringan oleh
organism penyebab (misalnya., Mycobacterium tuberculosis atau
Toxoplasma gondii)
2) Meskipun begitu pathogen ini jarang ditemukan, dan diagnosis
etiologik pasti jarang ditegakkan.
3) Dapat mengenai sembarang bagian traktus uvealis namun lebih
sering pada uvea posterior. Terdapat kelompok nodular sel-sel
epithelial dan sel-sel raksasa yang dikelilingi limfosit di daerah
yang terkena.
4) Berlangsung berbulan-bulan sampai tahunan, kadang dengan
remisi dan eksaserbasi, dan dapat menimbulkan kerusakan
permanen dengan penurunan penglihatan nyata walau dengan
pengobatan terbaik.
Meskipun ada usaha untuk menggolongkan semua bentuk uveitis menurut
lokasi dan morfologinya, perlu disadari kemungkinan adanya saling tumpang
tindih. Jadi sarkoidosis dapat menunjukkan tuberkel-tuberkel non-perkijuan
nyata, atau dapat terlihat sebagai uveitis difusa.
.C Etiologi
1. Uveitis Anterior
Autoimun
a. Artritis Rheumatoid Juvenilis
b. Spondylitis Ankilosa
c. Sindrom Reiter
d. Colitis Ulserativa
e. Uveitis Terinduksi-Lensa
f. Sarkoidosis
g. Penyakit Crohn
h. Psoriasis
Infeksi
a. Sifilis
b. Tuberculosis
c. Lepra (Morbus Hansen)
d. Herpes Zoster
e. Herpes Simpleks
f. Onkoserkiasis
g. Adenovirus
Keganasan
Sindrom Masquerade
a. Retinoblastoma
b. Leukemia
c. Limfoma
d. Melanoma Maligna
Lain-Lain
1) Idiopatik
2) Uveitis Traumatika, termasuk Cedera Menembus Ablasio Retinae
3) Iridosiklitis Heterokronik Fuchs
4) Gout
5) Krisis Glaukomatosiklitik
2. Uveitis Posterior
Penyakit infeksi
Virus: CMV, herpes simpleks, herpes zoster, rubella, rubeola, HIV, virus Epstein-Barr, virus
coxsackie, Nekrosis retina akut
Bakteri: Myobacterium tuberculosis, brucellosis, sifilis sporadic dan endemis, Nocardia,
Neisseria
meningitides,
Myobacterium
avium-inntrasellulare,
Yersinia,
Penyakit Non-Infeksi
Autoimun
Penyakit Behcet
Sindrom Vogt-Koyanagi-Harada
Poliarteritis nodosa
Ofthlmia simpatis
Vaskulitis retina
Keganasan
Sarcoma sel reticulum
Melanoma maligna
Leukemia
Lesi metastatik
Etiologi tak diketahui
Sarkiodosis
Koroiditis geografik
Epiteliopati pigmen plakoid multifocal akut
Retinopati birdshot
Epiteliopati pigmen retina
3. Uveitis Difus
Sarkoidosis
Tuberculosis
Sifilis
Onkoserkiasis
Brucellosis
Oftalmia simpatis
Penyakit behcet
Sistiserkosis
Sindrom Vogt-Koyanagi-Harada
Sindrom Masquerade (Retinoblastoma, Leukemia)
Benda asing intraokuler
.D Patofisiologi
Uveitis diawali dengan adanya inflamasi dari berbagai factor diantaranya eksogen dan
endogen. Dari factor eksogen, diantaranya terdiri dari virus (CMV, herpes simpleks, herpes
zoster, rubella, rubeola, HIV, virus Epstein-Barr, virus coxsackie, Nekrosis retina
akut), bakteri (Myobacterium tuberculosis, brucellosis, sifilis sporadic dan endemis, Nocardia,
Neisseria meningitides, Myobacterium avium-inntrasellulare, Yersinia, dan Borrelia (penyebab
penyakit
Histoplasma,
Cryptococcus,
dan Aspergillus),
dan parasite (Toxoplasma, Toxocara, Cysticercus, dan Onchocerca). Benturan dan trauma di
area mata serta terpaparnya mata oleh cairan asam dan bersifat alkali juga dapat mengakibatkan
timbulnya radang.
Invasi berbagai macam mikroba aktif ini kemudian masuk melalui pembuluh darah dan ikut
beredar di dalamnya. Akibat dari banyaknya pembuluh darah pada mata, mengakibatkan
cepatnya mikroba menginvasi area mata, terutama area traktus uvealis. Pembuluh-pembuluh
besar pada mata yang menyuplai darah ke mata melalui traktus uvealis diantaranya arteri
centralis retinae, arteri ciliaris posterior longa, arteri ciliaris anterior (cabang dari a.
ophthalmica), arteri episcleralis, aa. ciliares posterior breves, arteri conjunctivalis anterior, arteri
ophthalmica (percabangan dari a. carotis interna), arteri lacrimalis, vena centralis retinae, vena
episcleralis, vena ciliaris anterior, vena conjunctivalis anterior, vena magna cerebri (vena pada
cerebri yang bercabang membentuk pembuluh-pembuluh vena ke mata).
Faktor endogen sendiri juga memiliki peran besar terhadap terinfeksinya traktus uvealis,
diantaranya karena 1) proses autoimun, seperti penyakit Artritis Rheumatoid Juvenilis,
Spondylitis Ankilosa, Sindrom Reiter, Colitis Ulserativa, Uveitis Terinduksi-Lensa, Sarkoidosis,
Penyakit Crohn, Psoriasis, Penyakit Behcet, Sindrom Vogt-Koyanagi-Harada, Poliarteritis
nodosa, Ofthlmia simpatis, dan Vaskulitis retina, 2) proses infeksi seperti Sifilis, Tuberculosis,
Lepra (Morbus Hansen), Herpes Zoster, Herpes Simpleks, Onkoserkiasis, dan Adenovirus, 3)
proses keganasan seperti Sindrom Masquerade, Retinoblastoma, Leukemia, Limfoma, dan
Melanoma Maligna.
Adapun factor idiopatik dari uveitis sendiri diantaranya Sarkiodosis, Koroiditis geografik,
Epiteliopati pigmen plakoid multifocal akut, Retinopati birdshot, Epiteliopati pigmen retina,
Uveitis Traumatika, termasuk Cedera Menembus Ablasio Retinae, Iridosiklitis Heterokronik
Fuchs, Gout, dan Krisis Glaukomatosiklitik.
Proses infeksi akan mengakibatkan dilatasi pembuluh darah yang akan menimbulkan gejala
hiperemia silier (hiperemi perikorneal atau pericorneal vascular injection). Peningkatan
permeabilitas ini akan menyebabkan eksudasi ke dalam akuos humor, sehingga terjadi
peningkatan konsentrasi protein dalam akuos humor.
Dalam proses autoimun, bahan yang bisa merangsang respon imunitas disebut antigen.
Antigen adalah molekul yang mungkin terdapat dalam sel atau di atas permukaan sel (seperti
bakteri, virus, atau sel kanker). Biasanya, sistem imunitas bereaksi hanya terhadap antigen dari
bahan asing atau berbahaya, tidak terhadap antigen dari orang yang memiliki jaringan sendiri.
Tetapi, sistem imunitas kadang-kadang rusak, menterjemahkan jaringan tubuh sendiri sebagai
antibodi asing (disebut autoantibodi) atau sel imunitas menargetkan dan menyerang jaringan
tubuh sendiri. Respon ini disebut reaksi autoimun. Hal tersebut menghasilkan radang dan
kerusakan jaringan. Efek seperti itu mungkin merupakan gangguan autoimun, tetapi beberapa
orang menghasilkan jumlah yang begitu kecil autoantibodi sehingga gangguan autoimun tidak
terjadi.
Reaksi autoimun pada uveitis dicetuskan oleh senyawa yang ada di badan yang normalnya
dibatasi di area tertentu (dan demikian disembunyikan dari sistem kekebalan tubuh) dilepaskan
ke dalam aliran darah. Misalnya, pukulan ke mata bisa membuat cairan di bola mata dilepaskan
ke dalam aliran darah. Cairan merangsang sistem kekebalan tubuh untuk mengenali mata
sebagai benda asing dan menyerangnya.
.E Manifestasi klinik
Oleh karena uveitis granulomatosa umumnya mengikuti invasi mikroba aktif ke jaringan
oleh organisme penyebab (mis., Myobacterium tuberculosis atau Toxoplasma gondii) dan hal ini
mirip dengan uveitis posterior, dan uveitis non-granulomatosa terutama timbul di bagian
anterior traktus, yakni iris dan corpus ciliare dan hal ini juga mirip dengan kejadian pada uveitis
anterior, maka penulis mengangkat manifestasi klinis hanya dari uveitis granulomatosa dan
non-granulomatosa.
1. Non-granulomatosa
Onset-nya khas akut, dengan rasa sakit, injeksi, fotofobia, dan penglihatan kabur.
Terdapat kemerahan sirkumkorneal yang disebabkan dilatasi pembuluh-pembuluh darah
limbus. Deposit putih halus (presipitat keratik, KP) pada permukaan posterior kornea
dapat dilihat dengan slit-lamp atau dengan kaca pembesar. Pupilnya kecil dan mungkin
terdapat kumpulan fibrin dengan sel di kamera anterior. Jika terdapat synechiae
posterior, bentuk pupil tidak teratur.
Pada
kasus
di
dunia
kesehatan,
biasanya
pasien
datang
dengan
keluhan nyeri mata, penglihatan kabur, terdapat fotofobia, lakrimasi, dan pupil kecil.
2. Granulomatosa
Dapat menimbulkan uveitis posterior, anterior, ataupun keduanya. Biasanya
onsetnya tidak kentara. Penglihatan berangsur kabur dan mata memerah secara difus
daerah sirkumkornea. Sakitnya minimal dan fotofobianya tidak sama berat dengan
bentuk nongranulomatosa. Pupil sering mengecil dan menjadi tidak teratur karena
terbentuk synechiae posterior. KP motton fat besar-besar terlihat di permukaan
posterior kornea dengan slit-lamp. Tampak kemerahan (flare) dan sel-sel di kamera
anterior, dan nodul yang terdiri atas kelompok sel-sel putih tampak di tepian pupil iris
(Nodul Koeppe). Nodul-nodul ini sepadan dengan KP mutton fat. Nodul serupa di
seluruh stroma iris disebut nodul Busacca.
Pada kasus di dunia kesehatan, biasanya pasien datang dengan keluhan hampir
mirip dengan uveitis non-granulomatosa yakni penurunan penglihatan, tidak nyaman
yang
ringan
pada
mata . Gejala
awal
pada
uveitis
mungkin
tidak
terlalu
berat. Penglihatan menjadi kabur atau penderita melihat bintikbintik hitam yang
nelayanglayang. Pada iritis biasanya timbul nyeri hebat, kemerahan pada sklera dan
fotofobia.
.F Komplikasi
Uveitis anterior dapat mengakibatkan synechiae anterior perifer, yang menghalangi
humor akueus keluar di sudut kamera anterior dan berakibat glaucoma.
Synechiae
posterior
dapat
menimbulkan
glaucoma
dengan
memungkinkan
berkumpulnya humor akueus di belakang iris, sehingga menonjolkan iris ke depan. Pelebaran
pupil sejak dini dan terus menerus mengurangi kemungkinan timbulnya synechiae posterior.
Gangguan metabolism lensa dapat menimbulkan katarak. Ablasio retina kadang-kadang
timbul akibat tarikan pada retina oleh benang-benang vitreus.
Edema kistoid macular dan degenerasi dapat terjadi pada uveitis anterior yang
berkepanjangan.
.G Pemeriksaan penunjang
1. Tes kulit terhadap tuberculosis (TST atau uji coba Mantoux)
2. Tes kulit terhadap histoplasmosis
Kemoterapi Anti-Infeksi
Toksoplasmosis
Penggunaan Kortikosteroid
dan
tambahkan
untuk
sistemik,
satu
hari,
maula.
untuk
dapat
mengaktifkan
organisme
untuk
akan
mengganggu
penglihatan.
Tuberculosis
dan
beri
sistemik,
mis.,
untuk 9 bulan
Sarkoidosis
Oftalmia Simpatis
lebih lama.
Pemberian dua hari sekali dimaksudkan untuk memperkecil efek supresi adrenal dan
penghentiannya mudah
b. Penanganan komplikasi
Glaucoma adalah komplikasi yang umum. Terapi terhadap uveitis sangat
penting, khususnya melebarkan pupil dengan atropine (bukan mengecilkan pupil,
seperti pada semua glaucoma primer). Beta-blocker topical sering digunakan, dan
kadang-kadang beta-agonis dipiverin sedikit menolong. Pada kasus berat,
inhibitor anhydrase karbonik sistemik sangat membantu. Obat ini juga bekerja
mengurangi produksi humor akueus.
Katarak sering timbul pada uveitis menahun. Prognosis operasi katarak pada
kasus demikian tergantung pada penyebab uveitis, selain kesanggupan ahli bedah
mengendaikan radang intraokuler pra-bedah. Hal yang sama berlaku untuk
operasi ablation retina.
2. Penatalaksanaan keperawatan
Uveitis anterior kronis (iritis) merupakan jenis yang paling sering dan ditandai dengan
riwayat nyeri, fotofobia, pandangan kabur, dan mata merah. Obat tetes mata dilator harus
diberikan segera untuk mencegah pembentukan jaringan parut dan adesi ke lensa (sinekia),
yang dapat menyebabkan glaucoma dengan menghambat aliran keluar aqueous.
Kortikosteroid local dipergunakan untuk mengurangi peradangan dan kaca mata hitam
dan penatalaksanaan nyeri dapat memberikan pengurangan gejala.
Uveitis intermediet (pars plenis, siklitis kronis) ditandai dengan floating spot dalam
lapang pandangan. Diberikan steroid topical atau injeksi untuk kasus yang berat.
Uveitis posterior (peradangan yang mengenai koroid retina) biasanya berhubungan
dengan berbagai macam penyakit sistemik seperti AIDS, herpes simpleks (zoster),
toksoplasmosis, tubercolosis (sarkoidotis). Pasien mengeluh penurunan atau distorsi
penglihatan. Mungkin ada kemerahan dan nyeri. Kortikosteroid sistemik diindikasikan
untuk mengurangi peradangan bersama dengan terapi terhadap keadaan sistemik yang
mendasarinya.
.I
Pencegahan
Pencegahan terhadap uveitis :
1. Hindari factor infeksius seperti paparan benda atau zat berbahaya terhadap mata
2. Pola perilaku seksual sehat
3. Konsumsi makan-makanan yang banyak mengandung vitamin A (pada wortel), kalsium,
zeaxanthin, sulforaphane (brokoli dan bayam) zat lutein (buah alpukat) untuk menjaga
kesehatan mata.
.J
invasi
mikroba
aktif
ke
jaringan
oleh Myobacterium
Pemeriksaan penunjang :
Funduskopi
Pemeriksaan Slit Lamp
Foto X-ray
Pemeriksaan darah lengkap
2. Diagnosa Keperawatan
Pelabelan diagnosa diambil dari NANDA 2009-2011 :
a) Gangguan sensori persepsi: penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan
sensori akibat tajam penglihatan menurun dan penglihatan kabur.
b) Resiko Cedera berhubungan dengan penglihatan kabur, distorsi penglihatan.
c) Nyeri akut berhubungan dengan proses peningkatan protein pada humor aquos dan
peningkatan TIO.
d) Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi pada traktus uvealis.
e) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan eksudasi cairan purulent pada bilik mata
depan.
f) Resiko infeksi berhubungan dengan akumulasi mikroorganisme pada traktus uvealis.
Intervensi:
1) Observasi tanda-tanda vital pasien (TD, N, S, dan RR).
Rasional : Pengawasan tanda-tanda penyebaran infeksi dan keadaan umum
2)
3)
pasien
Kaji ketajaman penglihatan (visus).
Rasional: Penggunaan Snellen Card akan sangat membantu untuk mengetahui
keabnormalan visus pasien.
Observasi penglihatan yang kabur dimana dapat terjadi bila menggunakan tetes
mata.
Rasional: Cahaya yang kuat menyebabkan rasa tidak nyaman setelah
4)
benda asing ke mata dan penutup mata saat tidur dapat menghindari eksudasi
8)
9)
10)
berlebih.
Bersihkan mata, apabila ada kotoran dan gunakan kapas basah dan bersih.
Rasional: mencegah perlengketan palpebra akibat penumpukan secret.
Kolaborasi dalam pemberian tetes mata Chloramphenicol / Kloramfenikol,
Tetrasiklin
Rasional: Menurunkan jumlah organisme penyebab infeksi
Kolaborasi dalam pemberian siklopegik
Rasional: Pemberian sikloplegik ditujukan sebagai anti inflamasi
ringan,
diberikan kompres menggunakan air dingin atau es akan lebih demam lagi saat
kompres tersebut dihentikan
3) Anjurkan pasien untuk membatasi aktivitas.
Rasional: membantu menurunkan suhu tubuh pasien melalui proses konduksi.
4) Ajarkan pasien pentingnya mempertahankan cairan yang adekuat (sedikitnya 2
L/hari) untuk mencegah dehidrasi.
Rasional: Pirogen yang masuk ke cairan tubuh dapat mengakibatkan mekanisme
tubuh untuk melakukan metabolisme lebih besar sehingga evaporasi berlebihan
dapat terjadi.
5) Pantau suhu lingkungan, batasi/ tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi.
Rasional: Suhu ruangan/ jumlah linen harus diubah untuk mempertahankan suhu
mendekati normal.
6) Delegatif dari dokter untuk pemberian obat antipiretik
Rasional: Membantu menurunkan demam.
5. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan Eksudasi cairan mata, Epifora
Tujuan:
Setelah dilakukan asuhan keperawatan x 24 jam diharapkan citra tubuh pasien
positif, dengan kriteria hasil:
1) Pasien tidak merasa malu dengan keadaan tubuhnya
2) Pasien tidak menutupi matanya saat diajak berbicara
Intervensi:
1) Kaji makna perubahan pada pasien
Rasional: Episode traumatic mengakibatkan perubahan tiba-tiba.
2) Lakukan pendekatan yang intens dan positif pada klien dan keluarga
Rasional: Membina kepercayaan dan keterbukaan terhadap kondisi dan respon
yang dirasakan klien dan keluarga untuk dapat
intervensi keperawatan.
3) Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan khusus mengenai cara
memandang atau berpikir mengenai dirinya
Rasional: Mengetahui konsep diri klien terhadap dirinya sendiri, sehingga dapat
menetapkan intervensi yang akan diberikan
4) Kolaborasi dalam merujuk pasien ke klinik psikiatri bila diperlukan
Rasional: Membantu klien mengatasi masalah kejiwaan dan emosi yang mungkin
menetap.
6. Resiko infeksi berhubungan dengan Akumulasi mikroorganisme pada traktus
uvealis
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan x 24 jam diharapkan tidak terjadi
dan
penyebaran infeksi
2) Pertahankan teknik aseptic dalam perawatan mata
Rasional: Mengontrol dan mencegah penyebaran infeksi silang.
3) Ajarkan untuk tidak mengusap mata
Rasional: Mencegah kontaminasi dan penimbulan lesi pada area mata.
4) Kolaborasi dalam pemberian antibiotic dan antimikotika sesuai indikasi
Rasional: Antibiotic dapat menekan proses infeksi akibat bakteri. Antimikotika
dapat menekan proses infeksi akibat jamur
5) Pemeriksaan laboratorium
Rasional: Kadar leukosit menentukan tingkat keparahan infeksi.
4. Implementasi
Merupakan langkah keempat dalam tahap proses keperawatan dengan melaksanakan
berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah direncanakan dalam
rencana tindakan keperawatan. (Aziz Alimul, 2009).
5. Evaluasi
1) Gangguan sensori persepsi: penglihatan pasien teratasi
2) Tidak terjadi cedera dan resiko cedera terminimalisasi.
3) Nyeri akut berkurang atau teratasi.
4) Hipertermi teratasi dengan suhu tubuh pasien dalam rentang normal.
5) Gangguan citra tubuh teratasi dengan citra tubuh pasien positif.
6) Tidak terjadi penyebaran infeksi.
http://udarajunior.blogspot.com/2012/10/asuhan-keperawatan-teoritis-uveitis.html