Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KPERAWATAN PASIEN APENDIKSITIS

Tugas Individu
Untuk memenuhi tugas KMB 1

OLEH:
DEWI RETNO WULANDARI

(1401470020)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
D-IV KEPERAWATAN LAWANG
SEPTEMBER 2015

I.

Masalah Kesehatan
Apendisitis adalah peradangan mendadak atau pembengkakan usus buntu
(vermiformis apendiks). Sekitar setengah dari semua apendisitis gejalanya
adalah sakit rongga perut yang tiba-tiba (disebut abdomen akut) disertai
mual, muntah, diare atau konstipasi.

II.

Pengertian
Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm
(94 inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks
berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum.
Karena pengosongannya tidak efektif dan lumennya kecil, appendiks
cenderung menjadi tersumbat dan rentan terhadap infeksi. (Brunner dan
Sudarth, 2002).
Apendiksitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis dan merupakan
penyebab penyakit abdomen akut yang sering terjadi di negara
berkembang penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki
maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia antara
10 sampai 30 tahun. (Mansjoer, 2000).
Apendisitis adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen oleh
fekalith (batu feces), jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen
merupakan penyebab utama Apendisitis. Erosi membran mukosa
appendiks dapat terjadi karena parasit seperti Entamoeba histolytica,
Trichuris trichiura, danEnterobius vermikularis. (Ovedolf, 2006).
Apendisitis merupakan inflamasi di apendiks yang dapt terjadi tanpa
penyebab yang jelas, setelah obstruksi apendiks oleh feses atau akibat
terpuntirnya apendiks atau pembuluh darahya. (Corwin, 2009).
Apendiksitis mengacu pada radang apendiks, suatu tambahan seperti
kantung yang tak berfungsi terletak pada bagian inferior dari sekum.
Penyebab yang paling umum dari apendiksitis adalah obstruksi lumen oleh
feses yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa
menyebabkan inflamasi. (Wilson & Goldman, 1989).
Apendiksitis merupakan keadaan inflamasi dan obstruksi pada apendiks
vermiformis. (Kowalk-Welsh-Mayer 2002).

III.

Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala apendiksitis meliputi :

a. Nyeri abdomen yang disebabkan oleh inflamasi apendiks dan distensi


serta obstruksi usus: rasa nyeri ini dimulai pada regio epigastrium dan
kemudian beralih ke kuadran kanan bawah
b. Anoreksia sesudah awitan nyeri
c. Mual atau muntah yang disebabkan oleh inflamasi
d. Demam dengan derajat rendah (subfebris) akibat menifestasi sistemik
inflamasi dengan leukositosis
e. Nyeri tekan karena inflamasi
Tanda dan gejala menurut Betz, Cecily 2000:
1. Sakit, kram di peri umbilikus menjalar ke kuadran kanan bawah.
2. Anorexia.
3. Mual.
4. Muntah (tanda yang umum, kurang umum pada anak yang lebih
besar).
5. Demam ringan di awal penyakit, dapat naik tajam pada peritonitis.
6. Nyeri lepas.
7. Bising usus menurun atau tidak ada sama sekali.
8. Konstipasi.
9. Diare.
10. Disuria.
11. Iritabilitas.
12. Gejala berkembang cepat, kondisi dapat di diagnosis dalam 4
sampai 6 jam setelah munculnya gejala pertama.
Tanda dan gejala menurut Mansjoer, 2000 :
Keluhan

apendiks

biasanya

bermula

dari

nyeri

di

daerah

umbilicus/periumbilicus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12


jam nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, yang akan menetap dan
diperberat bila berjalan/batuk. Terdapat juga keluhan anorexia, malaise,
dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat
konstipasi, tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual, muntah. Pada
permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang
menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen bawah akan
semakin progesif dan dengan pemeriksaan sesama akan dapat
ditunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal. Perkusi ringan pada
kuadran kanan bawah dapat membantu menentukan lokasi nyeri. Nyeri
lepas dan spasme biasanya juga muncul. Bila tanda rousing, psoas dan
obturatorpositif, akan semakin menyakinkan diagnosa klinis.

IV.

Etiologi
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor

prediposisi yaitu:
1. Factor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini
terjadi karena:
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks
c. Adanya benda asing seperti biji-bijian
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
1. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan
Streptococcus
2. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun
(remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid
pada masa tersebut.
3. Tergantung pada bentuk apendiks:
a. Appendik yang terlalu panjang
b. Massa appendiks yang pendek
c. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
d. Kelainan katup di pangkal appendiks
(Nuzulul, 2009)
V.

Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis
akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun
elastisitas

dinding

apendiks

mempunyai

keterbatasan

sehingga

menyebabkan penekanan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat


tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema,
diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi terjadi
apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri
akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai

peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah.


Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis
gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi
apendisitis perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa
lokal yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut
dapat menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, karena omentum
lebih pendek dan apediks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis.
Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang
memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi
mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer,
2007) .
VI.

Prosedur tindakan
Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat merupakan satusatunya pilihan yang baik adalah apendiktomi. Pada apendisitis tanpa
komplikasi, biasanya tidak perlu diberikan antibiotic, kecuali pada
apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforate. Penundaaan tindak
bedah sambil memberikan antibiotic dapat mengakibatkan abses dan
perforasi.
Apendiktomi bisa dilakukan secara terbuka atau dengan laparoskopi. Bila
apendiktomi terbuka insisi Mc Burney paling banyak dipilih oleh ahli
bedah. Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas, sebaiknya dilakukan
observasi terlebih dahulu. Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi
dapat dilakukan bila dalam observasi masih ada keraguan. Bila tersedia
laparoskop, tindakan laparokopi diagnostic pada kasus meragukan dapat
segera menentukan operasi atau tidak.

VII.

Evidence Based

Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5 C. Bila suhu lebih
tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu
aksilar dan rectal sampai 1C.
1. Inspeksi
Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil bungkuk dan
memegang perut. Penderita tampak kesakitan. Pada inspeksi perut
tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada
penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa
dilihat pada massa atau abses appendikuler
2. Palpasi
Dengan palpasi di daerah titik Mc. Burney didapatkan
peritonitis lokal yaitu:

tanda-tanda

Nyeri tekan di MCc. Burney


Nyeri lepas
Defans muscular local. Defans muscular menunjukkan adanya
rangsangan peritoneum parietal
Pada appendiks letak retroperitoneal, defans muscular mungkin tidak ada,
yang ada nyeri pinggang.
Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung
Nyri tekan bawah pada tekanan kiri (Rovsing)
Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan (Blumberg)
Nyeri kanan bawah bila poritoneum bergerak seperti nafas dalam,
berjalan, batuk, mengedan.
3. Auskultasi
Peristaltik usus sering normal. Peristaltik dapat hilang karena ileus
paralitik pada peritonitis generalisata akibat appendisitis perforata.
Colok dubur
Pemeriksaan colok dubur akan didapatkan nyeri kuadran kanan pada jam
9-12. Pada appendisitis pelvika akan didapatkan nyeri terbatas sewaktu
dilakukan colok dubur. Pada apendisitis pelvika tanda perut sering
meragukan, maka kunci diagnosis adalah nyeri
terbatas
sewaktu
dilakukan colok dubur. Colok dubur pada anak tidak dianjurkan.
Uji psoas dan uji oburator
Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang
lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks. Uji psoas
dilakukan dengan rangsangan psoas lewat hiperekstensi atau fleksi
aktif. Bila apendiks yang meradang menempel di psoas, tindakan
tersebut akan menimbulkan nyeri. Uji obturator digunakan untuk melihat

apakah apendiks yang meradang kontak dengan obturator internus yang


merupakan dinding panggul kecil. Dengan gerakan fleksi dan endorotasi
sendi panggul pada posisi terlentang, pada apendisitis pelvika akan
menimbulkan nyeri.
Psoas sign. Nyeri pada saat paha kanan pasien diekstensikan. Pasien
dimiringkan kekiri. Pemeriksa meluruskan paha kanan pasien, pada saat
itu ada hambatan pada pinggul / pangkal paha kanan.
Dasar anatomi dari tes psoas. Apendiks yang mengalami peradangan
kontak dengan otot psoas yang meregang saat dilakukan manuver
(pemeriksaan).
Tes Obturator. Nyeri pada rotasi kedalam secara pasif saat paha pasien
difleksikan. Pemeriksa menggerakkan tungkai bawah kelateral, pada saat
itu ada tahanan pada sisi samping dari lutut (tanda bintang), menghasilkan
rotasi femur kedalam.
Dasar Anatomi dari tes obturator : Peradangan apendiks dipelvis yang
kontak dengan otot obturator internus yang meregang saat dilakukan
manuver.
VIII.

Pathway

IX.

Pemeriksaan Diagnostik
Sel darah putih : lekositosis diatas 12000/mm3, netrofil meningkat
sampai 75%
Urinalisis
: normal, tetapi eritrosit/leukosit mungkin ada
Foto abdomen: Adanya pergeseran material pada appendiks
(fekalis) ileus terlokalisir
Tanda rovsing (+) : dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri
yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa dikuadran
kanan bawah

(Doenges, 1993; Brunner & Suddart, 1997)


Laboratorium
Terdiri

dari

pemeriksaan

darah

lengkap

dan C-reactive

protein (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah


leukosit antara 10.000-18.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil
diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang
meningkat. CRP adalah salah satu komponen protein fase akut
yang akan meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses inflamasi,
dapat dilihat melalui proses elektroforesis serum protein. Angka
sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80% dan 90%.
Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed
Tomography

Scanning(CT-scan).

Pada

pemeriksaan

USG

ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi


pada appendiks, sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan
bagian yang menyilang dengan fekalith dan perluasan dari
appendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran
sekum. Tingkat akurasi USG 90-94% dengan angka sensitivitas
dan spesifisitas yaitu 85% dan 92%, sedangkan CT-Scan
mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan sensitivitas dan
spesifisitas yang tinggi yaitu 90-100% dan 96-97%.
Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu
mendiagnosa peradangan hati, kandung empedu, dan pankreas.
Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum.
Pemeriksaan

Barium

enema

dan Colonoscopy merupakan

pemeriksaan awal untuk kemungkinan karsinoma colon.

X.

Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Apendisitis meliputi


penanggulangan konservatif dan operasi.
a. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita
yang tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa
pemberian

antibiotik.

Pemberian

antibiotik

berguna

untuk

mencegah infeksi. Pada penderita Apendisitis perforasi, sebelum


operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta
pemberian antibiotik sistemik
b. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka
tindakan yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks
(appendektomi). Penundaan appendektomi dengan pemberian
antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses
appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).
c. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya
komplikasi yang lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen.
Komplikasi utama adalah infeksi luka dan abses intraperitonium.
Bila diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen dicuci dengan
garam fisiologis atau antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan
perawatan intensif dan pemberian antibiotik dengan lama terapi
disesuaikan dengan besar infeksi intra-abdomen.
XI.

Pengkajian Keperawatan
Wawancara untuk mendapatkan riwayat kesehatan dengan cermat
khususnya mengenai:
a. Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar
epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri
perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri
di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu
lalu.Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau

timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai


biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas.
b. Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan
masalah. kesehatan klien sekarang.
c. Diet,kebiasaan makan makanan rendah serat.
d. Kebiasaan eliminasi.
e. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit
ringan/sedang/berat.
Sirkulasi : Takikardia.
Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
f. Aktivitas/istirahat : Malaise.
g. Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
h. Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan
atau tidak ada bising usus.
i. Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan
umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc.
Burney, meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas
dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi
kaki kanan/posisi duduk tegak.
XII.

Daftar Diagnosa Keperawatan


a. Pre operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi (distensi
jaringan intestinal oleh inflamasi)
2. Perubahan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan
penurunan peritaltik.
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah.
4. Cemas berhubungan dengan akan dilaksanakan operasi.
b. Post operasi
1. Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik (luka insisi post
operasi appenditomi).
2. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (insisi
post pembedahan).
3. Defisit self care berhubungan dengan nyeri.
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan
pengobatan b.d kurang informasi.

1.

XIII. Intervensi
Rencana Keperawatan

2.
PRE OPERASI
N
O

DIAGNOSA
KEPERAWATAN

1.

Nyeri akut berhubungan


dengan
agen
injuri
biologi (distensi jaringan
intestinal oleh inflamasi)

NOC
Setelah dilakukan asuhan keperawatan,
diharapkan nyeri klien berkurang dengan
kriteria hasil:
- Klien mampu mengontrol nyeri (tahu
penyebab
nyeri,
mampu
menggunakan tehnik nonfarmakologi
untuk mengurangi nyeri, mencari
bantuan)
- Melaporkan bahwa nyeri berkurang
dengan menggunakan manajemen
nyeri
- Tanda vital dalam rentang normal :
TD (systole 110-130mmHg, diastole
70-90mmHg),
HR(60-100x/menit),
RR (16-24x/menit), suhu (36,537,50C)
- Klien
tampak
rileks
mampu
tidur/istirahat

NIC
-

RASIONAL

Kaji tingkat nyeri, lokasi dan -Untuk mengetahui sejauh mana tingkat n
karasteristik nyeri.
dan merupakan indiaktor secara dini u
dapat memberikan tindakan selanjutny
-Informasi yang tepat dapat menurun
Jelaskan pada pasien tentang
tingkat kecemasan pasien dan menam
penyebab nyeri
pengetahuan pasien tentang nyeri.
-Napas dalam dapat menghirup O2 se
Ajarkan
tehnik
untuk
adequate sehingga otot-otot men
pernafasan diafragmatik lambat
relaksasi sehingga dapat mengurangi
/ napas dalam
nyeri.
-Meningkatkan
relaksasi
dan
d
Berikan
aktivitas
hiburan
meningkatkan kemampuan kooping.
(ngobrol
dengan
anggota
keluarga)
-Deteksi dini terhadap perkemban
Observasi tanda-tanda vital
kesehatan pasien.
-Sebagai
profilaksis
untuk
d
Kolaborasi dengan tim medis
menghilangkan rasa nyeri.
dalam pemberian analgetik

2.

3.

Perubahan pola eliminasi


(konstipasi) berhubungan
dengan penurunan
peritaltik.

Kekurangan volume
cairan berhubungan
dengan mual muntah.

Setelah dilakukan asuhan keperawatan,


diharapkan konstipasi klien teratasi
dengan kriteria hasil:
- BAB 1-2 kali/hari
- Feses lunak
- Bising usus 5-30 kali/menit

Setelah dilakukan asuhan keperawatan


diharapkan keseimbangan cairan dapat
dipertahankan dengan kriteria hasil:
- kelembaban membrane mukosa

turgor kulit baik

Pastikan kebiasaan
defekasi klien dan gaya hidup
sebelumnya.
Auskultasi bising usus

Membantu dalam pembentukan jadw


irigasi efektif

Tinjau ulang pola diet dan


jumlah / tipe masukan cairan.

Berikan makanan tinggi serat.

Berikan obat sesuai indikasi,


contoh : pelunak feses

Kembalinya fungsi gastriintestinal


mungkin terlambat oleh inflamasi int
peritonial
Masukan adekuat dan serat, makanan
kasar memberikan bentuk dan cairan
adalah faktor penting dalam menentu
konsistensi feses.
Makanan yang tinggi serat dapat
memperlancar pencernaan sehingga t
terjadi konstipasi.
Obat pelunak feses dapat melunakkan
feses sehingga tidak terjadi konstipas

Monitor tanda-tanda vital

Kaji membrane mukosa, kaji


tugor kulit dan pengisian

Tanda yang membantu


mengidentifikasikan fluktuasi volum
intravaskuler.
Indicator keadekuatan sirkulasi perife
dan hidrasi seluler.

Haluaran urin adekuat: 1 cc/kg


BB/jam
Tanda-tanda vital dalam batas
normal : TD (systole 110-130mmHg,
diastole 70-90mmHg), HR(60100x/menit), RR (16-24x/menit), suhu
(36,5-37,50C)
-

kapiler.
Awasi masukan dan haluaran,
catat warna urine/konsentrasi,
berat jenis.
Auskultasi bising usus, catat
kelancaran flatus, gerakan
usus.
Berikan perawatan mulut
sering dengan perhatian khusus
pada perlindungan bibir.
Pertahankan penghisapan
gaster/usus.

Penurunan haluaran urin pekat denga


peningkatan berat jenis diduga
dehidrasi/kebutuhan peningkatan cair

Indicator kembalinya peristaltic,


kesiapan untuk pemasukan per oral.

Dehidrasi mengakibatkan bibir dan


mulut kering dan pecah-pecah

Selang NG biasanya dimasukkan pad


praoperasi dan dipertahankan pada fa
segera pascaoperasi untuk dekompre
usus, meningkatkan istirahat usus,
mencegah mentah.
Peritoneum bereaksi terhadap
iritasi/infeksi dengan menghasilkan
sejumlah besar cairan yang dapat
menurunkan volume sirkulasi darah,
mengakibatkan hipovolemia. Dehidra

Kolaborasi pemberiancairan IV
dan elektrolit
-

dapat terjadi ketidakseimbangan


elektrolit
4.

Cemas berhubungan
dengan akan
dilaksanakan operasi.

Setelah dilakukan asuhan keperawatan,


diharapkan kecemasan klien berkurang
dengan kriteria hasil :
- Melaporkan ansietas menurun sampai
tingkat teratasi
- Tampak rileks

Evaluasi tingkat ansietas, catat


verbal dan non verbal pasien.

Jelaskan dan persiapkan untuk


tindakan prosedur sebelum
dilakukan
Jadwalkan istirahat adekuat
dan periode menghentikan
tidur.
Anjurkan keluarga untuk
menemani disamping klien

-Ketakutan dapat terjadi karena nyeri heba


penting pada prosedur diagnostik dan
pembedahan.
-Dapat meringankan ansietas terutama ket
pemeriksaan tersebut melibatkan
pembedahan.

-Membatasi kelemahan, menghemat energ


dan meningkatkan kemampuan koping
-Mengurangi kecemasan klien

POST OPERASI
N
O
1.

DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Nyeri berhubungan
dengan agen injuri fisik
(luka insisi post operasi
appenditomi).

NOC
Setelah dilakukan asuhan keperawatan,
diharapkan nyeri berkurang dengan
kriteria hasil:
- Melaporkan nyeri berkurang

NIC
-

Kaji skala nyeri lokasi,


karakteristik dan laporkan
perubahan nyeri dengan tepat.
Monitor tanda-tanda vital

RASIONAL

-Berguna dalam pengawasan dan keefesie


obat, kemajuan penyembuhan,perubah
dan karakteristik nyeri.
-Deteksi dini terhadap perkembangan

2.

Resiko infeksi
berhubungan dengan
tindakan invasif (insisi
post pembedahan).

Klien tampak rileks


Dapat tidur dengan tepat
Tanda-tanda vital dalam batas
normal : TD (systole 110-130mmHg,
diastole 70-90mmHg), HR(60100x/menit), RR (16-24x/menit), suhu
(36,5-37,50C)

Setelah dilakukan asuhan keperawatan


diharapkan infeksi dapat diatasi dengan
kriteria hasil:
- Klien bebas dari tanda-tanda infeksi
- Menunjukkan kemampuan untuk
mencegah timbulnya infeksi
- Nilai leukosit (4,5-11ribu/ul)

Pertahankan istirahat dengan


posisi semi powler.
Dorong ambulasi dini.
Berikan aktivitas hiburan.
Kolaborasi tim dokter dalam
pemberian analgetika.
Kaji adanya tanda-tanda infeksi
pada area insisi
Monitor tanda-tanda vital.
Perhatikan demam, menggigil,
berkeringat, perubahan mental
Lakukan teknik isolasi untuk
infeksi enterik, termasuk cuci
tangan efektif.
Pertahankan teknik aseptik
ketat pada perawatan luka
insisi / terbuka, bersihkan
dengan betadine.
Awasi / batasi pengunjung dan
siap kebutuhan.

kesehatan pasien.
-Menghilangkan tegangan abdomen yang
bertambah dengan posisi terlentang.
-Meningkatkan kormolisasi fungsi organ.
-Meningkatkan relaksasi.
-Menghilangkan nyeri.

-Dugaan adanya infeksi

-Dugaan adanya infeksi/terjadinya sepsis,


abses, peritonitis

-Mencegah transmisi penyakit virus ke ora


lain.

-Mencegah meluas dan membatasi penyeb


organisme infektif / kontaminasi silang
-Menurunkan resiko terpajan.
-Terapi ditunjukkan pada bakteri anaerob

3.

Defisit self care


berhubungan dengan
nyeri.

Setelah dilakukan asuhan keperawatan


diharapkan kebersihan klien dapat
dipertahankan dengan kriteria hasil:
- klien bebas dari bau badan
- klien tampak bersih
- ADLs klien dapat mandiri atau
dengan bantuan

Kolaborasi tim medis dalam


pemberian antibiotik

Mandikan pasien setiap hari


sampai klien mampu
melaksanakan sendiri serta cuci
rambut dan potong kuku klien.
Ganti pakaian yang kotor
dengan yang bersih.
Berikan Hynege Edukasipada
klien dan keluarganya tentang
pentingnya kebersihan diri.
Berikan pujian pada klien
tentang kebersihannya.
Bimbing keluarga klien
memandikan / menyeka pasien
Bersihkan dan atur posisi serta
tempat tidur klien.

-Agar badan menjadi segar, melancarkan


peredaran darah dan meningkatkan
kesehatan.

Kaji ulang pembatasan


aktivitas pascaoperasi

-Memberikan informasi pada pasien untuk


merencanakan kembali rutinitas biasa
tanpa menimbulkan masalah.

4.

Kurang pengetahuan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan
tentang kondisi prognosis diharapkan pengetahuan bertambah
dan kebutuhan
dengan kriteria hasil:

hasil aerob gra negatif.

-Untuk melindungi klien dari kuman dan


meningkatkan rasa nyaman
-Agar klien dan keluarga dapat termotivas
untuk menjaga personal hygiene.
-Agar klien merasa tersanjung dan lebih
kooperatif dalam kebersihan
-Agar keterampilan dapat diterapkan

-Klien merasa nyaman dengan tenun yang


bersih serta mencegah terjadinya infek

pengobatan b.d kurang


informasi.

menyatakan pemahaman proses


penyakit dan pengobatan
berpartisipasi dalam program
pengobatan

Anjuran menggunakan
laksatif/pelembek feses ringan
bila perlu dan hindari enema
Diskusikan perawatan insisi,
termasuk mengamati balutan,
pembatasan mandi, dan
kembali ke dokter untuk
mengangkat jahitan/pengikat
Identifikasi gejala yang
memerlukan evaluasi medic,
contoh peningkatan nyeri
edema/eritema luka, adanya
drainase, demam

-Membantu kembali ke fungsi usus semula


mencegah ngejan saat defekasi
-Pemahaman meningkatkan kerja sama
dengan terapi, meningkatkan
penyembuhan

-Upaya intervensi menurunkan resiko


komplikasi lambatnya penyembuhan
peritonitis.

DAFTAR RUJUKKAN
Bangli WP, Laporan Pendahuluan Apendisitis
https://www.academia.edu/9140893/LAPORAN_PENDAHULUAN_APE
NDISITIS (Diakses pada 1 September 2015)
Cameron. 1997. Terapi Bedah Mutakhir. Jakarta: Bina Rupa Aksara
Engram, B. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Gibson, J. 2003. Fisiologi & Anatomi Modern untuk Perawat Edisi 2.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Mayer, dkk. 2002. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Nawan Wayan, Apandisitis
https://www.academia.edu/8261714/Apendisitis
September 2015)

(Diakses

pada

Sasha Annisa, 2013, Laporan Pendahuluan Pasien Apendisitis Di RSUD


Jombang
http://sashaannisa45.blogspot.com/2013/03/laporan-pendahuluanapendisitis-dosen.html (Diakses pada 1 September 2015)
Schwartz, S. I.2000. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Srinowati Hrsih, 2015, Referat Appendicitis
http://dokumen.tips/documents/referat-appendicitis-558dd75801cdf.html
(Diakses pada 5 September 2015)
Utami Fitrianda, Radang Umbai Cacing.
https://www.academia.edu/11796753/apendiksitis_radang_umbai_cacing_
(Diakses pada 1 September 2015)

Anda mungkin juga menyukai