Oleh
PRESEPTOR
2018
0
BAB 1
PENDAHULUAN
kualitas hidup. Seorang pasien yang menderita gagal jantung biasanya sering
kembali datang ke rumah sakit karena kekambuhan yang tinggi dan peningkatan
angka kematian yang tinggi pada penyakit ini. Sekitar 45% pasien gagal jantung
akut akan dirawat ulang paling tidak satu kali, 15% paling tidak dua kali dalam dua
Estimasi risiko kematian dan perawatan ulang antara 60 hari berkisar 30-
60%, tergantung dari studi populasi.1 Gagal jantung merupakan penyebab paling
perawatan gagal jantung, apakah sebagai serangan pertama atau sebagai gejala
utama atau sebagai gejala ikutan dengan gagal jantung. Peningkatan ini sangat erat
Gagal jantung adalah sindroma klinis yang ditandai dengan gejala gagal
jantung (sesak nafas saat istirahat atau saat melakukan aktifitas disertai atau tidak
kelelahan); tanda-tanda retensi cairan (kongesti paru atau edema pergelangan kaki);
adanya bukti objektif kelainan struktur atau fungsi jantung saat istirahat.9 Penyebab
dari gagal jantung adalah seluruh spektrum kerusakan pada jantung baik secara
struktural maupun fungsional yang tidak tertangani dengan baik yang dalam waktu
tertentu akan bermanifestasi sebagai gagal jantung pada saat jantung tidak mampu
1
diklasifikasikan bisa berupa kelainan mekanik, kelainan miokardium, maupun
kelainan irama jantung. Penyakit jantung koroner merupakan etiologi gagal jantung
akut pada 60-70% pasien terutama pada pasien usia lanjut, sedangkan pada usia
muda, gagal jantung akut diakibatkan oleh kardiomiopati dilatasi, aritmia, penyakit
kombinasi kelainan jantung dan organ sistem lain terutama penyakit metabolik.2,4
Boleh dikatakan bahwa gagal jantung adalah bentuk terparah atau fase terminal dari
setiap penyakit jantung.3 Oleh sebab itu, gagal jantung di satu sisi akan dapat
dengan mudah dipahami sebagai suatu sindrom klinis, namun di sisi lain gagal
jantung merupakan suatu kondisi dengan patofisiologis yang sangat bervariasi dan
kompleks.5
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
pasien harus memiliki tampilan berupa : gejala gagal jantung (napas pendek yang
tipikal saat istirahat atau saat melakukan aktifitas disertai/tidak kelelahan); tanda
retensi cairan (kongesti paru atau edema pergelangan kaki); adanya bukti objektif
Gagal jantung merupakan kumpulan gejala klinis pasien dengan tampilan seperti :
Gejala khas gagal jantung : Sesak nafas saat istirahat atau aktifitas, kelelahan, edema
tungkai
dan
Tanda khas Gagal Jantung : Takikardia, takipnu, ronki paru, efusi pleura, peningkatan
tekanan vena jugularis, edema perifer, hepatomegali.
dan
Tanda objektf gangguan struktur atau fungsional jantung saat istrahat, kardiomegali, suara
jantung ke tiga, murmur jantung, abnormalitas dalam gambaran ekokardiografi, kenaikan
konsentrasi peptida natriuretic
2.2 Epidemiologi
meningkat seiring dengan meningkatnya usia: 0,7 % (40-45 tahun), 1,3 % (55-64
3
tahun), dan 8,4 % (75 tahun ke atas). Lebih dari 40% pasien kasus gagal jantung
memiliki ejeksi fraksi lebih dari 50%. Pada usia 40 tahun, risiko terjadinya gagal
Tahun 2008, diperkirakan terdapat 5,7 juta orang Amerika berusia >20 tahun
(2,4%) menderita gagal jantung. Pada tahun 2010, terdapat sekitar 6,6 juta orang
Amerika berusia > 18 tahun (2,8%) yang mengalami gagal jantung. Tahun 2030
Barat sama dengan di Indonesia, yakni sebesar 0,3% berdasarkan gejala, atau yang
terdiagnosis dokter.12
(hipertensi)
Penuaan
4
Fibrosis jantung
Kelainan endomiokardial2
1. Gangguan kontraktilitas
Coronary artery Disease baik yang telah terjadi infark miokard atau
2. Peningkatan afterload
kontraksi jantung yang lebih kuat, sehingga curah jantung meningkat. Pembebanan
5
dalam darah meningkat dan terjadi takikardi dengan tujuan meningkatkan curah
menurun, maka akan terjadi redistribusi cairan dan elektrolit (Na) melalui
pengaturan cairan oleh ginjal dan vasokontriksi perifer dengan tujuan untuk
atas sudah dipergunakan seluruhnya dan sirkulasi darah dalam badan belum juga
Gagal jantung kiri atau gagal jantung ventrikel kiri terjadi karena adanya
gangguan pemompaan darah oleh ventrikel kiri sehingga curah jantung kiri
menurun dengan akibat tekanan akhir diastole dalam ventrikel kiri dan volume
akhir diastole dalam ventrikel kiri meningkat. Keadaan ini merupakan beban atrium
kiri dalam kerjanya untuk mengisi ventrikel kiri pada waktu diastolik, dengan
akibat terjadinya kenaikan tekanan rata-rata dalam atrium kiri. Tekanan dalam
atrium kiri yang meninggi ini menyebabkan hambatan aliran masuknya darah dari
vena-vena pulmonal. Bila keadaan ini terus berlanjut, maka bendungan akan terjadi
juga dalam paru-paru dengan akibat terjadinya edema paru dengan segala keluhan
dan tanda-tanda akibat adanya tekanan dalam sirkulasi yang meninggi. Keadaan
yang terakhir ini merupakan hambatan bagi ventrikel kanan yang menjadi pompa
darah untuk sirkuit paru (sirkulasi kecil). Bila beban pada ventrikel kanan itu terus
6
dengan mengalami hipertropi dan dilatasi sampai batas kemampuannya, dan bila
beban tersebut tetap meninggi maka dapat terjadi gagal jantung kanan, sehingga
Gagal jantung kanan dapat pula terjadi karena gangguan atau hambatan
pada daya pompa ventrikel kanan sehingga isi sekuncup ventrikel kanan tanpa
didahului oleh gagal jantung kiri. Dengan menurunnya isi sekuncup ventrikel
kanan, tekanan dan volume akhir diastole ventrikel kanan akan meningkat dan ini
menjadi beban atrium kanan dalam kerjanya mengisi ventrikel kanan pada waktu
diastole, dengan akibat terjadinya kenaikan tekanan dalam atrium kanan. Tekanan
dalam atrium kanan yang meningkat akan menyebabkan hambatan aliran masuknya
darah dalam vena kava superior dan inferior ke dalam jantung sehingga
(bendungan pada vena jugularis dan bendungan hepar) dengan segala akibatnya
(tekanan vena jugularis yang meninggi dan hepatomegali). Bila keadaan ini terus
berlanjut, maka terjadi bendungan sistemik yang lebih berat dengan aakibat
dalam mensuplai oksigen yang adekuat ke jaringan perifer, tapi juga tergantung
jaringan. Beberapa faktor yang menentukan cardiac output meliputi heart rate dan
stroke volume. Stroke volume ditentukan oleh preload, kontraktilitas, dan afterload.
terapi. Selain itu interaksi kardiopulmonary penting juga untuk diketahui dalam
7
Preload dapat dilihat dari jumlah volume darah yang harus dipompa oleh
memompa darah. Preload tidak hanya dipengaruhi oleh volume intravaskuler, tapi
juga dipengaruhi oleh keadaan restriksi saat pengisian ventrikel. Fungsi diastolic
ditentukan oleh dua faktor yaitu elastisitas dari ventrikel kiri, yang mana
merupakan fenomena yang pasif, dan relaksasi myocardial yang mana proses ini
kiri untuk relaksasi atau elastisitasnya baik itu karena structural (contoh: hypertropi
juga pengisian ventrikel (preload). Variable kedua dari stroke volume adalah
kontraktilitas jantung, Pada jantung normal fungsi sistolik fraksi ejeksi akan selalu
dapat bekerja dengan baik, hal ini dikarenakan jantung tidak dapat berkontraksi
dengan baik. Jaringan yang infark dapat diperbaiki dengan pembedahan atau
asidosis yang parah. Variabel terakhir dari komponen stroke volume adalah
Afterload dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu tahanan vaskuler, dan tekanan
patofisiologi CHF. Pada kondisi dimana terjadi penurunan cardiac output, maka
heart rate atau stroke volume harus berubah untuk menjaga kelangsungan perfusi.
8
Jika stroke volume tidak dapat dirubah, maka heart rate harus ditingkatkan untuk
penurunan cardiac output, terjadi aktivasi baroreseptor pada arkus aorta, sinus
saraf simpatis dapat terlihat dari adanya peningkatan kadar norepinephrin plasma,
atau perubahan pada kadar sodium pada macula densa, yang kemudian
diastolic, berarti ada peningkatan peregangan dari serat otot jantung, lebih optimal
pada filament aktin dan myosin, dan hasilnya meningkatkan tekanan pada kontraksi
cardiac output. Cardiac output mungkin akan normal pada penderita gagal jantung
9
yang sedang beristirahat, dikarenakan terjadinya peningkatan volume ventricular
end diastolic dan mekanisme Frank-Starling. Mekanisme ini menjadi tidak efektif
ketika jantung mengalami pengisian yang berlebihan dan serat otot mengalami
peregangan yang berlebihan. Hal penting yang menentukan konsumsi energi otot
menurun cardiac output dan patogenesis gagal jantung. Baik cardiac sympathetic
akhir dari hamper semua bentuk gagal jantung. Stimulasi lansung irama jantung dan
kontraktilitas otot jantung oleh pengaturan vascular tone, sistem saraf simpatetik
aliran darah ke kulit, otot, ginjal, dan organ abdominal. Hal ini tidak hanya
10
c. Mekanisme Renin-Angiotensin-Aldosteron
Salah satu efek yang paling penting dalam menurunkan cardiac output
dalam gagal jantung adalah reduksi aliran darah pada ginjal dan kecepatan filtrasi
glomerulus, yang menyebabkan retensi garam dan air. Penurunan aliran darah ke
ginjal, meningkatkan sekresi renin oleh ginjal yang secara paralel akan
Selain itu angiotensin II dan aldosteron juga terlibat dalam inflamasi proses
sitokin, adhesi sel inflamasi (contoh neutrofil dan makrofag) dan kemotaksis;
memperbaiki kerja jantung, ini juga merupakan faktor risiko yang penting bagi
perubahan dalam struktur (massa otot, dilatasi chamber) dan fungsi (gangguan
fungsi sistolik dan diastolik). Ada 2 tipe hipertrofi, yaitu pertama Concentric
11
2.4 Klasifikasi dan Manifestasi Klinis
Gagal jantung akut didefinisikan sebagai timbulnya sesak napas secara cepat (<
24 jam) akibat kelainan fungsi jantung, gangguan fungsi sistolik atau diastolic atau
irama jantung, atau kelebihan beban awal (preload), beban akhir (afterload), atau
kontraktilitas dan keadaan ini mengancam jiwa jika tidak ditangani dengan tepat. 9
Pasien gagal jantung akut dapat datang dengan berbagai kondisi klinis, yaitu:
Kedua keadaan ini masih lebih ringan dan tidak termasuk syok
Gejala dan tanda gagal jantung disertai dengan tekanan darah tinggi dan
3. Edema paru
Sesak napas hebat, dengan ronki basah kasar di hampir semua lapangan
paru, ortopnu, saturasi oksigen < 90% sebelum mendapat terapi oksigen.
12
4. Syok kardiogenik
darah sistolik < 90 mmHg, produksi urin 0,5 cc/kgbb/jam, laju nadi > 60
hipotensi.9
6. Sindrom Koroner Akut (SKA) dan Gagal Jantung: sebagian besar pasien
gagal jantung akut memiliki gambaran dari SKA. Sekitar 15% pasien SkA
Pada gagal jantung kronis, derajat penyakit secara klinis fungsional dapat
dikategorikan berdasarkan The New York Heart Association (NYHA) dan American
Heart Association (AHA) yang berfokus pada faktor resiko dan abnormalitas
1. Stage A
belum ditemukannya kerusakan struktural pada jantung serta tanpa adanya tanda
dan gejala dari gagal jantung tersebut. Pasien yang didiagnosa gagal jantung stage
diabetes mellitus.
2. Stage B
13
Pasien dikatakan mengalami gagal jantung stage B apabila ditemukan adanya
kerusakan struktural pada jantung tetapi tanpa menunjukkan tanda dan gejala dari
3. Stage C
yang mendasari.
4. Stage D
Penyakit jantung struktural lanjut serta gejala gagal jantung yang sangat bermakna
Klasifikasi dari gagal jantung berdasarkan The New York Heart Association
(NYHA)
1. Kelas I
Tidak ada gejala dalam melakukan aktivitas fisik sehari-hari, seperti berjalan,
palpitasi.
2. Kelas II
Gejala ringan (sesak napas ringan dan/ angina) serta terdapat keterbatasan ringan
3. Kelas III
4. Kelas IV
14
Terdapat keterbatasan aktifitas yang berat, gejala dapat muncul saat istirahat,
ditemukannya tanda dan gejala dari kongesti (wet vs dry) dan hipoperfusi perifer
(cold vs warm).20
Tabel 2.3 Gambaran pasien dengan gagal jantung berdasarkan kongesti dan
hipoperfusi20
15
Congestion (-) Congestion (+)
Pulmonary congestion
Orthopnoea/PND
Peripheral oedema
Congested hepatomegaly
Hepatojugular reflux
Oliguria
Mental confusion
Dizziness
berdasarkan Killip and Kimball yaitu kelas 1, tidak ada gejala ; kelas 2, gagal
jantung dengan ronki dan S3 gallop ; kelas 3, udem pulmonal akut ; kelas 4, syok
16
Gambar 2.2 Klasifikasi Forrester 21
2.5 Diagnosis
yang terutama meningkat dengan aktifitas, terbatasnya aktifitas dan hal-hal lain
seperti yang terdapat pada gejala klinis. Dari pemeriksaan fisik, bisa didapatkan
Kriteria mayor
17
- Paroxysmal nocturnal dyspnea
- Ronki
- Kardiomegali
Kriteria minor
- Edema ekstremitas
- Batuk malam
- Hepatomegali
- Efusi pleura
18
Gambar 2.1. Skema diagnostik untuk pasien yang dicurigai gagal jantung10
Pemeriksaan penunjang
Elektrokardiogram (EKG)
gagal jantung. Abnormalitas EKG sering dijumpai pada gagal jantung, namun
memiliki nilai prediktif yang kecil dalam mendiagnosis gagal jantung, jika EKG
normal, diagnosis gagal jantung khususnya dengan disfungsi sistolik sangat kecil (<
10%).
Foto Toraks
dapat mendeteksi kardiomegali, kongesti paru, efusi pleura dan dapat mendeteksi
penyakit atau infeksi paru yang menyebabkan atau memperberat sesak nafas.
19
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien diduga gagal jantung adalah darah
glomerulus (GFR), glukosa, tes fungsi hati dan urinalisis. Pemeriksaan tambahan
yang bermakna jarang dijumpai pada pasien dengan gejala ringan sampai sedang
Pemeriksaan biomarker
Brain natriuretic peptide (BNP) cukup sensitif untuk mendeteksi adanya gagal
jantung. Dikatakan gagal jantung bila nilai BNP ≥ 100 pg/mL atau NT-proBNP≥
Troponin I atau T
klinisnya disertai dugaan sindroma koroner akut. Peningkatan ringan kadar troponin
kardiak sering pada gagal jantung berat atau selama episode dekompensasi gagal
Ekokardiografi
membedakan antara pasien disfungsi sistolik dengan pasien dengan fungsi sistolik
20
Ekokardiografi mempunyai peran penting dalam mendiagnosis gagaljantung
2. Fungsi sistolik ventrikel kiri normal atau hanya sedikitterganggu (fraksi ejeksi >
45 - 50%)
diastolik).6,7,8
2.6 Penatalaksanaan
21
Remodelling miokard
Rawat inap
pasien. Berdasarkan literatur, hanya 20 - 60% pasien yang taat pada terapi
Pasien harus memantau berat badan rutin setap hari, jika terdapat kenaikan berat
badan > 2 kg dalam 3 hari, pasien harus menaikan dosis diuretik atas pertimbangan
dokter.
Asupan cairan
Pengurangan berat badan pasien obesitas (IMT > 30 kg/m2) dengan gagal jantung
Latihan fisik
22
Latihan fisik direkomendasikan kepada semua pasien gagal jantung kronik stabil.
Program latihan fisik memberikan efek yang sama baik dikerjakan di rumah sakit
atau di rumah.
sekresi angiotensin II dan aldosteron dengan cara menghambat enzim yang dapat
kejadian remodeling jantung serta retensi air dan garam. ACEI harus diberikan pada
semua pasien gagal jantung simtomatik (kecuali kontraindikasi) dan fraksi ejeksi
angioedema (jarang), oleh sebab itu ACEI haya diberikan pada pasien dengan
Beta bloker
hidup. β-blocker boleh diberikan pada pasien yang stabil secara klinis (tidak ada
perubahan dosis diuretik, tidak ada kebutuhan inotropik i.v. dan tidak ada tanda
23
retensi cairan berat). Mekanisme kerja dari β-blocker sendiri yaitu dengan
sehingga efek vasodilatasi tercapai. Beta bloker dapat memperlambat konduksi dari
fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 % yang tetap simtomatik walaupun sudah diberikan
ACEI dan penyekat β dosis optimal, kecuali juga mendapat antagonis aldosteron.
Terapi dengan ARB memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi
Diuretik
meningkatkan retensi air dan garam yang dapat menimbulkan edema baik sistemik
maupun paru. Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda
klinis atau gejala kongesti.Tujuan dari pemberian diuretik adalah untuk mencapai
status euvolemia (kering dan hangat) dengan dosis yang serendah mungkin, yaitu
harus diatur sesuai kebutuhan pasien, untuk menghindari dehidrasi atau resistensi.
Sebagain besar pasien mendapat terapi diuretik loop dibandingkan tiazid karena
24
Tabel 2.1. dosis diuretik yang biasa digunakan pada pasien gagal jantung.
Diuretik Loop
Furosemid 20 – 40 40 – 240
Tiazid
Digoksin
meningkatkan dari kerja jantung. Digoxin memiliki indeks terapi sempit yang
berarti dalam penggunaan dosis rendah sudah memberikan efek terapi. Oleh karena
ketat bila dikhawatirkan terjadi toksik. Pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi
atrial, digoksin dapat digunakan untuk memperlambat laju ventrikel yang cepat,
25
Tabel 2.2. dosis obat yang biasa digunakan pada pasien gagal jantung
ACEI
ARB
Antagonis aldosterone
Penyekat beta
26
27
BAB 3
LAPORAN KASUS
Telah dirawat seorang pasien wanita berusia 65tahun pada tanggal 2 Mei
2018 dengan keluhan sesak napas semakin meningkat sejak 1 hari sebelum masuk
rumah sakit.
Identitas Pasien
Nama : Ny. Z
Umur : 65 tahun
Anamnesis
ditinggikan ada.
28
Nyeri dirasakan ditengah dada, seperti ditusuk-tusuk,
nyeri.
warna putih.
kg)
29
Riwayat retinopati diabetikum (+)
sempurna.
Rp.300.000/bulan
- Tidak merokok
Pemeriksaan Fisik
30
Edema Ada
Paru
Inspeksi : Gerakan simetris kiri dan kanan saat statis dan dinamis
Jantung
Atas : RIC II
31
Abdomen
Perkusi : Timpani
Pemeriksaan Penunjang
Hb 9,7 g/dl
Leukosit 13.540/mm3
Trombosit 250.000/mm3
Hematokrit 34 %
Kalsium 9,9
Natrium 135
Kalium 7,9
CK-MB 23
Troponin I 25.9
HbSag NR
32
Pemeriksaan analisa gas darah (29 April 2018)
pH 7,290
pCO2 27,8
pO2 159,7
HCO3- 13,5
Pemeriksaam EKG
Tingg
1. Irama : SR
3. Axis : normal
4. Gel. P : P normal
5. PR interval : 0,20’’
9. LVH : (+)
33
Pemeriksaam Ro Thorax
Expertise :
Cor membesar
Dd/ TB paru
Diagnosa :
UAP
Acute on CKD
DM tipe II terkontrol
34
Anemia ringan ec penyakit kronis
CAP
Diagnosa banding :
TB Paru
Tatalaksana :
O2 15L/ menit
Aspilet 2x80 mg
Clopidogrel 4x75 mg
Lovenox 1x0,6 cc SC
Simvastatin 1x20 mg
Candesartan 1x4 mg PO
Bicnat 2x500 mg PO
PCT 3x500 mg PO
35
BAB 4
DISKUSI
nafas semakin meningkat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak nafas bisa
disebabkan oleh adanya kelainan pada paru atau pada luar paru. Sesak nafas
berkurangnya keregangan paru akibat fibrosis paru, atau adanya kongesti dan
Pada pasien ini sesak meningkat dengan aktivitas dan berkurang dengan
istirahat, sesak tidak dipengaruhi oleh cuaca atau makanan. Sesak yang meningkat
dengan aktivitas menandakan adanya kelainan pada jantung, pasien akan semakin
sesak apabila beraktifitas karena kebutuhan jaringan akan oksigen meningkat pada
saat beraktifitas. Sementara itu keadaan jantung yang gagal memenuhi kebutuhan
Sesak yang terasa saat beraktifitas ini adalah khas untuk gagal jantung pada tahap
awal.11 Pasien juga sudah dikenal dengan penyakit jantung dalam 4 tahun ini.
Pada pengamatan terhadap pasien juga tampak lebih sesak pada malam hari,
pada anamnesa pasien mengatakan adanya sesak berbaring dan sesak pada malam
hari. Pasien selama perawatan selalu meninggikan sandaran tempat tidur dan lebih
sering tidur pada posisi duduk. Pada malam hari pasien sering terbangun dan
tampak sesak.
36
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan batas jantung kiri 1 jari lateral LMCS
(kardiomegali). Pada orang dengan jantung normal batas jantung kiri tidak lebih
dari sela iga kelima dan tidak lebih dari 10,5 cm dari tengah sternum.4 Pada rontgen
juga dapat dikonfirmasi terlihat adanya pembesaran jantung, dengan CTR 70%,
yang mana pada jantung normal cardio-thoracic ratio tidak lebih dari 55%.
Pada auskultasi jantung irama jantung reguler dan terdengar bunyi jantung
tambahan tidak terdengar. Pada EKG ditemukan adanya LVH, hal ini
adanya hipertensi lama dan akibat tingginya tekanan pada ventrikel kiri.
Pada pemeriksaan paru ditemukan adanya bunyi perkusi yang meredup dari
RIC VI kebawah pada kedua paru. Hal ini menunjukkan adanya suatu tanda efusi
pleura akibat adanya bendungan di paru. Dan pada auskultasi paru terdengar ronki,
menandakan kemungkinan adanya kongesti pada paru. Timbulnya ronki pada paru
disebabkan oleh transudasi cairan paru hal ini khas terjadi pada gagal jantung.2
Ronki pada edema paru akibat gagal jantung ini biasanya tidak nyaring.4
Pada ektremitas juga ditemukan edem pada kedua tungkai. Edem pada
pasien ini terjadi karena telah terjadi peningkatan tekanan pada atrium kanan yang
pada saat gagal jantung kanan terjadi. Edema lebih tampak terjadi pada tungkai
bawah karena efek gravitasi, terutama bila pasien banyak berdiri pada siang hari
dan biasanya membaik pada pagi hari karena pasien berbaring semalaman.11
37
Pada pemeriksaan fisik juga ditemukan adanya peningkatan JVP. Hal ini
Framingham pasien didiagnosis dengan CHF FC III datang dengan kondisi ADHF
wet and warm. Pada pasien ini dapat kita temukan adanya kriteria mayor berupa
itu untuk kriteria minor pada pasien ditemukan adanya dispnea on effort.
Pasien juga datang dengan keluhan nyeri dada sejak 1 hari sebelum masuk
rumah sakit. Nyeri dada yang menjalar ke leher dan punggung, terasa menusuk
merupakan nyeri khas infark. Hal ini menunjukkan adanya iskemia pada miokard,
seperti yang ditemukan juga pada EKG pasien, adanya peningkatan segmen ST di
lead V3-V4. Enzim jantung pada follow up data pasien ditemukan tidak
meningkat, maka diagnosis untuk nyeri dada pasien unstable angina pectoris.
. Demam timbul empat hari sebelum masuk rumah sakit, demam tidak
tinggi, demam sterjadi terus menerus, tidak menggigil, dan disertai keringat yang
banyak. Hal ini dapat menunjukkan suatu proses infeksi. Pada pasien dengan gagal
jantung dapat terjadi batuk akibat kongesti paru, batuk terjadi terutama saat posisi
berbaring dan batuk bersifat non produktif.2 Namun pada pasien ini batuk terjadi
terus menerus selama 1 minggu dan produktif, menandakan adanya proses infeksi
pada paru.
Dari pemeriksaan fisik paru, frekuensi nafas didapatkan 34 kali per menit
dengan jenis pernafasan abdomino torakal. Pada palpasi ditemukan fremitus normal
pada kedua lapang paru dan pada perkusi ditemukan redup pada RIC VI kebawah
38
pada kedua paru. Auskultasi terdengar ronki pada kedua paru dan suara nafas yang
gejala klinis dan pemeriksaan fisik pada pasien ini dapat ditegakkan adanya
bronkhopenumonia, dan tanda adanya suatu efusi pleura bilateral. Gagal jantung
terjadinya bendungan paru.Jika efusi bilateral masif maka perlu dipikirkan adanya
Pada pasien diberikan terapi berupa anjuran untuk istirahat total, untuk
diperhatikan balance cairan pada pasien ini. Diberikan diet jantung pada pasien.
Untuk mengatasi infeksi pada saluran nafasnya diberikan antibiotik ceftazidime 3x1
diberikan Inj. Lasix dua kali sehari intravena, pada pasien juga diberikan
permasalahan CHF dan nyeri dada pada pasien. Sedangkan Paracetamol 3x500 mg
diberikan untuk terapi simptomatik pada demam pada pasien ini. Asam folat dan
untuk selanjutnya terus kontrol ke poli penyakit dalam minimal sekali dalam
yang berkelanjutan. Pasien juga diedukasi untuk membatasi aktivitas sesuai dengan
39
kondisi gagal jantungnya dan membatasi intake cairan untuk mengurangi beban
jantungnya. Bila terdapat keluhan yang meningkat, terutama berupa sesak yang
40
DAFTAR PUSTAKA
2. Sudoyo, Aru. W. et.al. (editor) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III, Ed.
4. Fox KF, Cowle MR, Wood DA et.al. Coronary artery disease as the cause
pp: 80-97.
Edisi 1, pp:269-276.
41
10. ESC (European Society of Cardiology) Guidelines(2016). ESC Guidelines
for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure.
14. Osama GMD. Topic Review – Heart Failure. Albany Medical Review.
17. Boron, Walter F.; Boulpaep, Emile L. Medical Physiology: A Cellular and
42
20. Ponikowski P, Voors A, Huker SD, Bueno H, Cleland JGF, Coast AJS, et
al. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic HF.
43