Anda di halaman 1dari 25

Case Report Session

Tension Type Headache

Oleh :

Annisa Damayanti 1740312608


Liga Hendrono 1740312607
Carlven Lenim 1740312408
Wafya Melosi Ramschie 1740312291

Preseptor :

dr. Afdal, Sp.A, M. Biomed


dr. Suarni HM
dr. Falencia Wahyuni

FAMILY ORIENTED MEDICAL EDUCATION III


PUSKESMAS ANDALAS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT penulis ucapkan atas kehadirat-Nya
yang telah melimpahkan ilmu, akal, pikiran, dan waktu, sehingga penulis dapat
menyelesaikan Case Report Session yang berjudul “Tension Type Headache”.
Case Report Session ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan tahap
kepaniteraan klinik Family Oriented Medical Education III (FOME III) di
Puskesmas Padang Pasir, Padang.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. C. Juliartrini Sugandhi dan
dr. Renny Yusmarita selaku preseptor yang telah memberikan saran, bimbingan
dan dukungan dalam penyusunan Case Report Session ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan dokter muda dan semua pihak
yang banyak membantu dalam penyusunan Case Report Session ini.

Penulisan Case Report Session ini sangat jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, dengan kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan makalah ini. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi semua pihak.

Padang, Juli 2019

Penulis

1
BAB 1

PENDAHULUAN

Tension Headache atau Tension Type Headache (TTH) atau nyeri kepala
tipe tegang adalah bentuk sakit kepala yang paling sering dijumpai. Penyakit ini
sering dihubungkan dengan peningkatan stres. Nyeri kepala yang dialami
memiliki karakteristik terjadi bilateral, ada rasa menekan atau mengikat dengan
intensitas ringan sampai sedang. Nyeri tidak bertambah pada aktifitas fisik rutin,
tidak didapatkan mual tapi bisa ada fotofobia atau fonofobia.1 Sekitar 93% laki-
laki dan 99% perempuan pernah mengalami nyeri kepala. TTH adalah bentuk
paling umum nyeri kepala primer yang mempengaruhi hingga dua pertiga
populasi. Sekitar 78% orang dewasa pernah mengalami TTH setidaknya 1 kali
seumur hidupnya. Pada populasi dewasa, prevalensi dari TTH didunia adalah
sekita 42%.2,3 Patofisiologi TTH belum sepenuhnya dipahami. Saat ini dikatakan
bahwa ada mekanisme pusat dan perifer yang mendasari dari TTH, tapi etiologi
yang mendasari tidak begitu diketahui. Beberapa hal yang dinilai dapat
menyebabkan TTH adalah ketegangan otot dan psikogenik. Berdasarkan beberapa
studi, TTH memiliki dasar neurobiologik, terutama pada mekanisme nyeri perifer
pada TTH episodik dan gangguan mekanisme nyeri sentral pada TTH kronik.4,5
Diagnosis dari TTH sangat berdasarkan klinis dan gejala yang didapatkan
dari anamnesis. Manifestasi klinis yang didapatkan dari anamnesis dan
pemeriksaaan fisik untuk menyingkirkan penyebab sekunder harus dilakukan.
Tension type headache dapat didiagnosis banding dengan nyeri kepala akibat
penggunaan obat-obatan yang berlebihan, nyeri kepala posttraumatik kronik,
penyakit mata atau sinus, temporomandibular joint disorder, hipertensi
intrakranial idiopatik, tumor otak, gangguan psikiatri, dan spondilosis servikal.1
Tatalaksana terbagi menjadi non-farmakologis dan farmakologis. Langkah
pencegahan serangan TTH yang utama adalah mencegah terjadinya faktor
pencetus yang dapat memicu terjadinya nyeri kepala. Prognosis pada kasus TTH
umumnya adalah bonam atau baik.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Tension Headache atau Tension Type Headache (TTH) atau nyeri kepala
tipe tegang adalah bentuk sakit kepala yang paling sering dijumpai. Penyakit ini
sering dihubungkan dengan peningkatan stres. Nyeri kepala yang dialami
memiliki karakteristik terjadi bilateral, ada rasa menekan atau mengikat dengan
intensitas ringan sampai sedang. Nyeri tidak bertambah pada aktifitas fisik rutin,
tidak didapatkan mual tapi bisa ada fotofobia atau fonofobia.1

2.2 Epidemiologi
Sekitar 93% laki-laki dan 99% perempuan pernah mengalami nyeri kepala.
TTH adalah bentuk paling umum nyeri kepala primer yang mempengaruhi hingga
dua pertiga populasi. Sekitar 78% orang dewasa pernah mengalami TTH
setidaknya 1 kali seumur hidupnya. Pada populasi dewasa, prevalensi dari TTH
didunia adalah sekita 42%.2,3
TTH dapat mengenai semua usia, namun sebagian besar pasien adalah
dewasa muda yang berusia sekitar antara 20-40 tahun. Nyeri kepala ini lebih
sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki dengan perbandingan 3:1.
Sekitar 40% penderita memiliki riwayat keluarga dengan TTH, 25% penderita
juga menderita migren.1,2

2.3 Etiopatogenesis
Patofisiologi TTH belum sepenuhnya dipahami. Saat ini dikatakan bahwa
ada mekanisme pusat dan perifer yang mendasari dari TTH, tapi etiologi yang
mendasari tidak begitu diketahui. Beberapa hal yang dinilai dapat menyebabkan
TTH adalah ketegangan otot dan psikogenik. Berdasarkan beberapa studi, TTH
memiliki dasar neurobiologik, terutama pada mekanisme nyeri perifer pada TTH
episodik dan gangguan mekanisme nyeri sentral pada TTH kronik.4,5
Mekanisme perifer yang terlibat pada TTH kronik adalah peningkatan
nyeri tekan perikranial dan hipersensitivitas terhadap nyeri tekan. Hal ini
dimungkinkan karena adanya reaksi inflamasi, penurunan aliran darah,
3
peningkatan aktivitas fisik, dan atrofi otot. Penyebab lain yang mungkin
menyebabkan nyeri tekan perikranial adalah adanya peningkatan aktivitas otot
pada poin trigger miofasial. Poin trigger miofasial adalah titik hiperiritabilitas
yang berhubungan pada otot skeletal. Titik ini memiliki nyeri tekan dan mudah
meregang sehingga memiliki ciri khas referred pain.6,7
Mekanisme yang terlibat pada miofasial perikranial berperan penting
dalam TTH episodik, dimana terjadi sensitisasi dari jalur nyeri di sistem saraf
pusat sehingga menyebabkan stimulus nosiseptif terus menerus dari jaringan
miofasial perikranial. Penelitian lain menemukan bahwa selain terjadinya
sensitisasi nosiseptor perifer, terjadi pula sensitisasi pada neuron nukleus
trigeminus. Perubahan ambang nyeri juga terjadi pada TTH kronik, tapi tidak
terjadi pada TTH episodik. Pasien dengan TTH kronik lebih sensitif terhadap
stimulus seperti tekanan, suhu, dan listrik. Penelitian lain juga menemukan terjadi
penurunan jalur inhibisi nosiseptif sentral pada pasien dengan TTH kronik.1,8
Pada TTH dapat juga ditemukan nyeri tekan perikranial yang dapat
diperiksa dengan palpasi manual. Nyeri tekan ini biasanya juga terasa di luar
serangan nyeri kepala, dan makin meningkat ketika nyeri kepala sedang
berlangsung. Nyeri tekan perikranial diperiksa dengan memberikan penekanan
ringan dan gerakan memutar dengan jari kedua dan ketiga pada otot frontal,
temporal, pterigoid, sternokleidomastoideus, splenius, dan trapezius. Nyeri tekan
dapat diberi nilai 0-3 dengan rentang tidak nyeri, nyeri ringan, nyeri sedang, dan
nyeri berat.5
Pernah dilakukan penelitian tentang Enzyme-linked immunosorbent assay
tests pada 96 peserta dengan TTH dengan hasil penelitian menunjukkan adanya
peningkatan interleukin (IL)-8 dan monocyte chemoattractant protein-1. Sitokin
lain, IL-1β dan IL-18, juga telah ditemukan pada TTH tipe kronis.9

2.4 Klasifikasi
Tension Type Headache diklasifikasikan dalam International Headache
Society classification (ICHD II) sebagai berikut:1
1. Episodic Tension Type Headache
Episodic Tension Type Headache terbagi menjadi dua kelompok, yaitu

4
infrequent dan frequent.

5
2. Chronic Tension Type Headache
Ketiga klasifikasi TTH di atas menunjukkan gejala yang sama tapi berbeda
pada frekuensi serangannya

Tabel 1. Klasifikasi tension type headache


Infrequent TTH Frequent TTH Chronic TTH
Frekuensi <12 hari/tahun >12 hari namun <180
>180 hari/tahun
hari/tahun

Minimal 10 serangan lebih Minimal 10 serangan


dari 1 hari namun kurang lebih dari 15
dari 15 hari/bulan dalam 3 hari/bulan dalam 3
bulan terakhir bulan terakhir

2.5 Manifestasi Klinis


Diagnosis dari TTH sangat berdasarkan klinis dan gejala yang didapatkan
dari anamnesis. Manifestasi klinis yang didapatkan dari anamnesis dan
pemeriksaaan fisik untuk menyingkirkan penyebab sekunder harus dilakukan.
Tidak ada uji laboratorium yang menunjang untuk menegakkan diagnosis TTH.
Gejala khas dari TTH adalah nyeri kepala, tidak disertai gejala penyerta seperti
mual, muntah, fotofobia, fonofobia, osmofobia, tidak berdenyut-denyut, dan tidak
memberat dengan aktivitas atau pergerakan. Nyeri pada TTH sering
dideskripsikan sebagai rasa tumpul, tertekan, atau terikat, atau rasa penuh pada
kepala. Aktivitas fisik tidak mempengaruhi intensitas nyeri kepala tersebut.
Lokasi nyeri kepalanya bilateral. Nyeri kepala ini dapat dicetuskan oleh stress,
kurang tidur, makan tidak tepat waktu, alkohol, dan menstruasi.1,5
Pada anamnesis dapat ditanyakan:1
• Nyeri tersebar secara difus, intensitas nyerinya mulai dari ringan sampai
sedang.
• Waktu berlangsungnya nyeri kepala selama 30 menit hingga 1 minggu penuh.
Nyeri timbul sesaat atau terus menerus.
• Lokasi nyeri pada awalnya dirasakan pasien pada leher bagian belakang
kemudian menjalar ke kepala bagian belakang selanjutnya menjalar ke bagian
depan. Selain itu, nyeri ini juga dapat menjalar ke bahu.

5
• Sifat nyeri kepala dirasakan seperti berat di kepala, pegal, rasa kencang ada
daerah bitemporal dan bioksipital, atau seperti diikat di sekeliling kepala.
Nyeri kepalanya tidak berdenyut.
• Pada nyeri kepala ini tidak disertai mual ataupun muntah.
• Pada TTH yang kronis biasanya merupakan manifestasi konflik psikologis
yang mendasarinya seperti kecemasan dan depresi.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan untuk mencari penyakit
penyebab dan menyingkirkan diagnosis banding. Pemeriksaan fisik lengkap dan
pemeriksaan neurologi harus dilakukan. Pemeriksaan nyeri tekan perikranial
(pericranial tenderness) yaitu nyeri tekan pada otot perikranial (otot frontal,
temporal, masseter, pteryangoid, sternokleidomastoid, splenius dan trapezius)
pada waktu palpasi manual merupakan tanda yang paling signifikan pada pasien
TTH.1

2.6 Diagnosis
Kriteria diagnosis TTH Episodik Infrekuen:1
A. Paling tidak terdapat 10 episode serangan dengan rata rata<1 hari/ bulan
atau <12 hari/ tahun, dan memenuhi kriteria B-D.
B. Nyeri kepala berlangsung dari 30 menit sampai 7 hari.
C. Nyeri kepala paling tidak terdapat 2 gejala khas:
1. Lokasi bilateral.
2. Menekan/mengikat (tidak berdenyut).
3. Intensitasnya ringan atau sedang.
4. Tidak diperberat oleh aktivitas rutin seperti berjalan atau naik
tangga.
D. Tidak didapatkan:
1. Mual atau muntah (bisa anoreksia).
2. Lebih dari satu keluhan: fotofobia atau fonofobia.
E. Tidak ada yang lebih sesuai dengan diagnosis lain dari ICHD-3.

Diagnosis TTH episodik frekuen ditegakkan apabila terjadi sedikitnya 10


episode yang timbul selama 1–14 hari/ bulan selama paling tidak 3 bulan (12 –

6
180 hari/ tahun). Sedangkan untuk TTH kronik ditegakkan apabila nyeri kepala
timbul > 15 hari per bulan, berlangsung > 3 bulan (≥180 hari/tahun).1

2.7 Diagnosis Banding


Tension type headache dapat didiagnosis banding dengan nyeri kepala
akibat penggunaan obat-obatan yang berlebihan, nyeri kepala posttraumatik
kronik, penyakit mata atau sinus, temporomandibular joint disorder, hipertensi
intrakranial idiopatik, tumor otak, gangguan psikiatri, dan spondilosis servikal.1
Terdapat berbagai gejala yang merupakan gejala tanda bahaya yang
kualitasnya serupa dengan tension type headache. Berbagai tanda bahaya yang
dapat mengarahkan diagnosis ke arah nyeri kepala sekunder adalah episode nyeri
kepala yang berat, onset tiba-tiba, pola nyeri kepala berubah, onset di bawah 5
tahun atau di atas 50 tahun, pada pasien dengan keganasan, imunosupresan, atau
kehamilan, disertai pingsan atau kejang, diperberat oleh aktivitas, manuver
Valsava, ataupun disertai defisit neurologis.8

2.8 Penatalaksanaan
1. Non Farmakologis
a. Penggunaan headache diary
Penggunaan headache diary dapat berfungsi baik sebagai
terapeutik maupun diagnostik. Tujuan utamanya adalah untuk
mengevaluasi efikasi dan tolerabilitas dari tatalaksana yang diberikan,
juga untuk mengevaluasi durasi dan lama hari nyeri kepala. Pasien
diminta untuk mencatat apakah tiap hari adakah serangan nyeri kepala
atau tidak, durasi nyeri kepala yang terasa, kualitas dan tingkat nyeri
kepala yang dirasakan, kemungkinan faktor pencetus, gejala-gejala
lain yang menyertai dan efek dari pemberian obat.10
b. Menghindari faktor pencetus
Terapi nonfarmakologi harus diberikan pada seluruh pasien dengan
TTH. Pasien harus diberitahu faktor pencetus yang dapat
menyebabkan nyeri kepala, seperti stress, baik fisik atau mental,
makan yang tidak teratur, intake kopi yang tinggi atau withdrawal

7
kafein, dehidrasi, gangguan tidur, kurang berolahraga, masalah

8
psikologis, siklus menstruasi, dan gangguan hormon. Perlu juga
diberitahu mengenai perjalanan penyakit pasien yang dapat
berlangsung lama sehingga pasien memahami tentang penyakitnya
sendiri.11
Pilihan yang dapat diberikan pada pasien adalah latihan relaksasi,
EMG biofeedback, dan cognitive-behavioral therapy. Dalam latihan
relaksasi, pasien diajarkan untuk menurunkan tegangan otot. EMG
biofeedback dapat juga dilakukan untuk memeriksa dan menterapi
pasien untuk mengajarkan menurunkan tegangan otot. Pada cognitive-
behavioral therapy, pasien diajak untuk menemukan sendiri hal-hal
yang dapat memicu stress dan mencetuskan nyeri kapalanya sendiri.1
c. Terapi fisik
Terapi fisik yang dapat dilakukan untuk TTH adalah memperbaiki
postur tubuh, massage atau pijat, manipulasi spinal, terapi
oromandibular, program olahraga, kompres hangat dan dingin,
stimulasi ultrasound dan elektrik.11

2. Farmakologis
Pada serangan akut tidak boleh lebih dari 2 hari/minggu, yaitu
dengan analgetik sederhana dan NSAID:1
1. Aspirin 1000 mg/hari,
2. Asetaminofen 1000 mg/hari,
3. NSAIDs (Naproxen 660-750 mg/hari, Ketoprofen 25-50 mg/hari,
asam mefenamat, ibuprofen 800 mg/hari, diklofenak 50-100
mg/hari).
4. Kafein (analgetik ajuvan) 65 mg.
5. Kombinasi: 325 aspirin, asetaminofen + 40 mg kafein.

8
Tabel 2. Terapi Akut untuk Tension Type Headache 8

Sedangkan pada tipe kronis, adalah dengan:1,12


1. Antidepresan
Jenis trisiklik: amytriptiline, sebagai obat terapeutik
maupun sebagai pencegahan tension-type headache. Amitriptilin
merupakan terapi paling efektif untuk TTH, obat dimulai dengan
low dose 10 mg-25 mg per hari dan dinaikkan bila diperlukan. Efek
samping obat harus dijelaskan kepada pasien
2. Antiansietas
Golongan benzodiazepin dan butalbutal sering dipakai.
Kekurangan obat ini bersifat adiktif, dan sulit dikontrol sehingga
dapat memperburuk nyeri kepalanya.

2.9 Pencegahan
Langkah pencegahan serangan TTH yang utama adalah mencegah
terjadinya faktor pencetus yang dapat memicu terjadinya nyeri kepala.
Pencegahan juga dapat dilakukan dengan pemberian agen farmakologi. Obat
dengan efikasi terbaik untuk mencegah serangan TTH adalah amitriptilin.
Amitriptilin dapat dimulai dari dosis rendah (10 mg – 25 mg per hari) dan
dinaikkan secara bertahap sesuai kebutuhan. Terapi nonfarmakologi lain seperti
terapi relaksasi dan biofeedback ditemukan berguna untuk menurunlan rekurensi
dari TTH.1

9
2.10 Prognosis
Prognosis penyakit TTH pada populasi bervariasi dimana 45% dewasa
dengan frequent dan chronic TTH mengalami remisi ketika di follow up 3 tahun
kemudian walaupun 39% diantaranya masih mengalami frequent TTH. Prognosis
yang buruk dihubungkan dengan adanya TTH yang disertai dengan migrain, tidak
menikah dan memiliki masalah tidur.9

10
BAB 3
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Nn. M
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 21 tahun
Pekerjaan : Mahasiswi
Suku Bangsa : Minang
Alamat : Air Dingin

Latar Belakang Sosial-Ekonomi-Demografi-Lingkungan-Keluarga


a. Status Perkawinan : Belum menikah
b. Jumlah Anak/Saudara : 1 dari 2 bersaudara
c. KB : tidak ada
d. Kondisi Rumah :
Rumah milik orang tua, ukuran + 100 m2, lantai dari ubin, dinding
tembok, atap biasa, jumlah kamar tiga, kamar mandi satu, dapur satu dan
berada di belakang, jendela ada, ventilasi ada, pencahayaan baik, sumber
air PDAM, jamban didalam rumah, sampah dibuang, pekarangan rumah
biasa.
Kesan: higien dan sanitasi cukup
e. Kondisi Lingkungan Keluarga :
Penghuni rumah empat orang, tinggal di daerah padat penduduk

Aspek Psikologis di Keluarga:


Hubungan dengan ayah, ibu, dan adik baik. Pasien menyatakan bahwa
tidak ada masalah di keluarganya. Pasien kurang suka menceritakan apa yang
dirasakan oleh pasien kepada keluarganya. Pasien lebih suka memendam sendiri.

11
3.2 Anamnesis
Seorang pasien perempuan berumur 21 tahun datang ke poliklinik umum
puskesmas padang pasir tanggal 29 Juli 2019 dengan:
Keluhan Utama
Nyeri kepala
Riwayat Penyakit Sekarang:
• Nyeri kepala sejak 3 hari yang lalu. Pasien merasa nyeri pada seluruh
kepala, dimulai pada atas dan belakang kepala lalu menjalar ke leher dan
kedua bahu. Nyeri terasa seperti terikat. Nyeri cukup mengganggu namun
pasien masih bisa melakukan aktifitas sehari-hari. Nyeri kadang berkurang
dengan istirahat. Nyeri dirasakan terutama ketika pasien banyak fikiran
dan kurang beristirahat. Pasien menyatakan bahwa sekarang tugas
kuliahnya semakin banyak dan cukup rumit, sehingga pasien sering tidur
telat untuk menyelesaikan tugasnya tersebut. Selama enam bulan terakhir
ini pasien menyatakan sering tidur jam satu atau jam dua pagi dan
terbangun jam lima pagi.
• Sebelumnya pasien pernah merasakan nyeri yang sama dalam satu tahun
ini yang sering berulang dan hampir dirasakan setiap bulan. Tiap serangan
muncul, nyeri kepala dirasakan selama hampir seharian. Pasien terkadang
membeli obat sendiri di warung merk paramex. Pasien juga pernah berobat
namun tidak ingat berapa kali.
• Mual dan muntah saat onset tidak ada
• Rasa pusing seperti berputar dan sempoyongan tidak ada
• Kejang tidak ada
• Lemah anggota gerak tidak ada, bicara pelo tidak ada
• Pasien tidak memiliki keluhan mata kabur atau penurunan kemampuan
penglihatan
• Pasien menyatakan pola makannya selama ini biasa saja. Pasien biasa
makan tiga kali sehari dengan lauk berganti-ganti antara ayam, ikan,
terkadang daging sapi. Pasien kurang suka makan sayur
• Pasien menyatakan tidak ada permasalahan di keluarga ataupun dengan
teman-temannya

12
• Pasien menyatakan bahwa dirinya memang pendiam dan jarang
menceritakan masalah ataupun keluhan yang ia rasakan kepada
keluarganya. Pasien tidak pernah didiagnosa dengan penyakit jiwa.

Riwayat Penyakit Dahulu


• Riwayat hipertensi, penyakit jantung, diabetes mellitus, dan stroke
sebelumnya tidak ada.
• Riwayat trauma kepala tidak ada
• Riwayat tumor atau keganasan tidak ada
• Tidak ada riwayat infeksi gigi, telinga, dan sinus paranasal

Riwayat Penyakit Keluarga


• Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan nyeri kepala seperti
ini.

Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi dan Kebiasaan


• Pasien seorang mahasiswi, aktifitas fisik harian ringan-sedang.
• Pasien tidak memiliki riwayat merokok maupun minum alkohol

3.3 Pemeriksaan Fisik


Vital Sign
Keadaan umum : Sakit Ringan
Kesadaran : CMC
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Frekuensi nadi : 84 x/menit
Frekuensi nafas : 18 x / menit
Suhu : 36,7°C
Tinggi Badan : 155 cm
Berat Badan : 48 kg
Status gizi : IMT 19,97 Kg/m2 (Baik)
VAS 3

13
Status Internus
Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Pupil isokor, diameter 3 mm/3mm, refleks cahaya +/+
Telinga : Liang telinga lapang, serumen tidak ada
Hidung : Tidak ada deformitas, tidak ada deviasi septum, tidak ada sekret
Mulut : Karies dentis tidak ada, faring tenang, tonsil T1-T1, uvula
ditengah
Leher : Tidak ada pembesaran KGB ataupun kelenjar tiroid
¨ Torak
Paru
Inspeksi : Simetris kiri = kanan
Palpasi : Fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : SN vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I-II reguler, bising tidak ada, gallop tidak ada
Abdomen : Inspeksi : Distensi tidak ada
Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Genitalia : Tidak diperiksa

Status Neurologikus
A. Tanda rangsangan selaput otak :
kaku kuduk : (-) kernig : (-)
laseque : (-) brudzunski I : (-)
brudinski II : (-)

14
B. Tanda peningkatan TIK

15
muntah projektil : (-)
sakit kepala progresif : (-)
C. Pemeriksaan Nervus Kranialis
Tidak ada kelainan

D. Pemeriksaan Tension Type Headache


- Pericranial tenderness : Nyeri tekan (+) pada muskulus frontalis, muskulus
temporalis, muskulus sternokleidomastoideus, dan
muskulus trapezius.

E. Ekstremitas
Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Aktif aktif aktif aktif
Kekuatan 555 555 555 555
Trofi Eutrofi eutrofi eutrofi Eutrofi
Tonus Eutonus eutonus eutonus Eutonus

F. Pemeriksaan Sensibilitas
Dalam batas normal

G. Fungsi Otonom
Dalam batas normal

3.4 Diagnosis
Diagnosa Kerja : Tension type headache
Diagnosa Sekunder : -

3.5 Pemeriksaan anjuran


-

15
3.6 Penatalaksanaan
a. Promotif :
- Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit yang dideritanya
adalah suatu nyeri tipe tension atau tegang yang penyebab
pastinya masih belum diketahui.
- Peran faktor resiko sangat tinggi sebagai pencetus munculnya
penyakit ini dan salah satu faktor resiko yang sering ditemui
dan dimiliki oleh pasien adalah tingkat stress yang tinggi serta
kelelahan sehingga kepada pasien disarankan apabila ada
masalah atau banyak fikiran, diceritakan kepada orang lain
serta dicari jalan keluar yang terbaik.
- Pengobatan pada penyakit ini bersifat simtomatis, artinya
pasien akan disarankan untuk minum obat saat nyeri kepala
terasa. Obat diminum saat setelah makan agar tidak timbul
gastritis.

b. Preventif :

- Menghindari faktor pencetus seperti tingkat stress yang tinggi,


pola tidur yang tidak baik, faktor lingkungan seperti cuaca,
makanan, serta penggunaan obat yang sembarangan.
- Diajarkan management stress kepada pasien.
- Kepada pasien juga disarankan istirahat yang cukup dan
menerapkan pola hidup sehat dengan tidur cukup 6 – 8 jam
sehari dan olahraga rutin, sekitar 3 kali seminggu.
- Menerapkan pola higiene tidur, yaitu tidak memegang
handphone ataupun layar apapun sebelum tidur,
membersihkan tempat tidur, buat suasana kamar setenang dan
senyaman mungkin, dan matikan lampu kamar.
- Tidak boleh minum kopi saat mau tidur
- Disarankan untuk melakukan kegiatan rekreasi minimal satu
minggu sekali.

16
c. Kuratif:
Farmakologis

- Ibuprofen 400 mg diminum 3 x sehari setiap setelah makan


- Vitamin B Kompleks 1 tablet diminum 3 x sehari setiap setelah
makan

d. Rehabilitatif

- Istirahat cukup, terapkan higien tidur yang baik


- Makan makanan dengan gizi seimbang
- Perbaiki pola tidur dengan higiene tidur yang baik
- Kompres hangat pada daerah tengkuk
- Pada pasien dijelaskan untuk kembali datang ke puskesmas
lima hari lagi apabila nyeri kepala masih dirasakan. Ketika
pasien datang kembali, dapat digali ulang stressor yang
berkemungkinan menjadi pencetus serta penelusuran status
mental pada pasien.

3.7 Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad sanam : bonam
Quo ad functionam : bonam

17
18
BAB 4
DISKUSI

Telah diperiksa seorang pasien perempuan berusia 21 tahun datang ke


poliklinik umum puskesmas padang pasir pada tanggal 29 Juli 2019 dengan
diagnosis klinis Tension Type Headache. Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Pasien memenuhi kriteria dari diagnosis Tension Type Headache
berdasarkan International Headache Society dengan ciri nyeri kepala yang
berlangsung dalam 30 menit hingga 7 hari. Lokasi di seluruh kepala dengan
kualitas seperti tertekan, tidak berdenyut-denyut, dengan intensitas ringan-sedang.
Keluhan ini sudah dirasakan dalam satu tahun terakhir, dengan episode lebih dari
10 kali, dan tiap serangan nyeri dirasakan lebih kurang 12 jam. Pada pasien ini
berdasarkan frekuensinya, dapat didiagnosis dengan Tension Type Headache
episode sering.
Berdasarkan dari pemeriksaan fisik, didapatkan kesadaran pasien
komposmentis, tidak ada tanda rangsangan meningeal, tidak ada tanda
peningkatan tekanan intrakranial, dan status internus dan neurologikus dalam
batas normal. Pada pemeriksaan khusus Tension Type Headache didapatkan
pericranial tenderness yang positif. Tension Type Headache berhubungan dengan
gangguan mekanisme perifer dan sentral yang bermanifestasi dengan peningkatan
sensitifitas terhadap nyeri dan dirasakan nyeri tekan pada otot-otot kranial dan hal
ini ditemukan pada pasien ini.
Pada pasien ini, nyeri kepala tidak terlalu mengganggu aktivitas, pola
nyeri kepala dalam satu tahun terakhir masih sama dan tidak disertai defisit
neurologis. Dengan tidak ditemuinya gejala tanda bahaya pada pasien, dapat
disimpulkan nyeri kepala ini adalah nyeri kepala primer dan bukanlah nyeri
kepala yang sekunder.
Perlu digali faktor pencetus pada pasien ini guna mencegah terjadinya
rekurensi yang dapat mengakibatkan episode TTH yang berulang. Beberapa faktor
risiko yang terdapat pada pasien adalah stress dan banyak pikiran. Tidak ada
riwayat penggunaan alkohol pada pasien. Sehingga, edukasi mengenai perubahan

19
pola hidup dan pencegahan faktor risiko tersebut perlu ditambahkan dalam terapi
non farmakologi yang akan disampaikan pada pasien. Perlu disampaikan kepada
pasien bahwa penyakitnya ini bersifat kronis, karena telah dialami selama lebih
kurang satu tahun dan mungkin akan sering berulang, sehingga penghindaran
faktor resiko sangat diperlukan. Pada pasien dianjurkan untuk menceritakan hal
yang menjadi pikirannya dan diarahkan kepada solusi yang terbaik.
Terapi farmakologi yang diberikan kepada pasien ini adalah analgesik
ringan, seperti ibuprofen 3 x 400 mg sebagai tatalaksana pada episode akut dan
dapat dihentikan jika serangan sudah mereda. Pada pasien juga diberikan vitamin
b kompleks 3 x 1 tablet sebagai terapi tambahan.
Prognosis pasien ditegakkan sebagai prognosis baik berdasarkan berbagai
faktor. Pasien memiliki keadaan umum yang baik, fungsi sehari-hari pasien juga
tidak terganggu akibat nyeri kepala ini. Pasien tidak memiliki kondisi komorbid
dan respon terapi yang diberikan cukup baik pada pasien.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Kurniawan M, Suharjanti I, Pinzon RT. Tension Type Headache. Panduan


Praktik Klinis Neurologi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
2016:8-12.
2. Anurogo D. Tension Type Headache. CDK. 2014:42(3):186-91.
3. Ferrante T, et al. Prevalence of tension-type headachace in adult general
population: the pace study and review of the literature. Neuro Sci. 2013:
34(1): 137-138.
4. Hauser SL dan Josephson SA. Harrison’s Neurology in Clinical Medicine.
New York: McGraw-Hill Education. 2013. Hal.62-64.
5. International Headache Society. The International Classification of Headache
Disorders. Cephalalgia. 2013; 33(9): 659-664.
6. Yu S dan Han X. Update of Chronic Tension-Type Headache. Curr Pain
Headache Rep. 2015; 19:1-8.
7. Bezov F, AShina S, Jensen R, Bendtsen L. Pain Perception Studies in
Tension-Type Headache. Headache. 2011; 51:262-271.
8. Kaniecki RG. Tension-Type Headache. Continuum Lifelong Learning
Neurology. 2012; 18(4):834-834.
9. Magazi D, Manyane D. Tension type headaches: a review. South African
Family Practice. 2015;57(1):23-28.
10. Bendtsen L, Bigal ME, Cerbo R, Diener HC, Holroyd K, Lampl C, et al.
Guidelines for controlled trials of drugs in tension-type headache: Second
edition. Cephalalgia. 2009; 30(1): 1-16.
11. Bendtsen L, Evers S, Linde M, Mitsikostas DD, Sandrini G, Schoenen J.
EFNS guideline on the treatment of tension-type headache : Report of an
EFNS task force. European Journal of Neurology. 2010; 17:1318-1325.
12. Chowdhury D. Tension type headache. Annals of Indian Academy of
Neurology. 2012;15(5):83-87.

21

Anda mungkin juga menyukai