Oleh :
Preseptor :
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT penulis ucapkan atas kehadirat-Nya
yang telah melimpahkan ilmu, akal, pikiran, dan waktu, sehingga penulis dapat
menyelesaikan Case Report Session yang berjudul “Tension Type Headache”.
Case Report Session ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan tahap
kepaniteraan klinik Family Oriented Medical Education III (FOME III) di
Puskesmas Padang Pasir, Padang.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. C. Juliartrini Sugandhi dan
dr. Renny Yusmarita selaku preseptor yang telah memberikan saran, bimbingan
dan dukungan dalam penyusunan Case Report Session ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan dokter muda dan semua pihak
yang banyak membantu dalam penyusunan Case Report Session ini.
Penulisan Case Report Session ini sangat jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, dengan kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan makalah ini. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi semua pihak.
Penulis
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Tension Headache atau Tension Type Headache (TTH) atau nyeri kepala
tipe tegang adalah bentuk sakit kepala yang paling sering dijumpai. Penyakit ini
sering dihubungkan dengan peningkatan stres. Nyeri kepala yang dialami
memiliki karakteristik terjadi bilateral, ada rasa menekan atau mengikat dengan
intensitas ringan sampai sedang. Nyeri tidak bertambah pada aktifitas fisik rutin,
tidak didapatkan mual tapi bisa ada fotofobia atau fonofobia.1 Sekitar 93% laki-
laki dan 99% perempuan pernah mengalami nyeri kepala. TTH adalah bentuk
paling umum nyeri kepala primer yang mempengaruhi hingga dua pertiga
populasi. Sekitar 78% orang dewasa pernah mengalami TTH setidaknya 1 kali
seumur hidupnya. Pada populasi dewasa, prevalensi dari TTH didunia adalah
sekita 42%.2,3 Patofisiologi TTH belum sepenuhnya dipahami. Saat ini dikatakan
bahwa ada mekanisme pusat dan perifer yang mendasari dari TTH, tapi etiologi
yang mendasari tidak begitu diketahui. Beberapa hal yang dinilai dapat
menyebabkan TTH adalah ketegangan otot dan psikogenik. Berdasarkan beberapa
studi, TTH memiliki dasar neurobiologik, terutama pada mekanisme nyeri perifer
pada TTH episodik dan gangguan mekanisme nyeri sentral pada TTH kronik.4,5
Diagnosis dari TTH sangat berdasarkan klinis dan gejala yang didapatkan
dari anamnesis. Manifestasi klinis yang didapatkan dari anamnesis dan
pemeriksaaan fisik untuk menyingkirkan penyebab sekunder harus dilakukan.
Tension type headache dapat didiagnosis banding dengan nyeri kepala akibat
penggunaan obat-obatan yang berlebihan, nyeri kepala posttraumatik kronik,
penyakit mata atau sinus, temporomandibular joint disorder, hipertensi
intrakranial idiopatik, tumor otak, gangguan psikiatri, dan spondilosis servikal.1
Tatalaksana terbagi menjadi non-farmakologis dan farmakologis. Langkah
pencegahan serangan TTH yang utama adalah mencegah terjadinya faktor
pencetus yang dapat memicu terjadinya nyeri kepala. Prognosis pada kasus TTH
umumnya adalah bonam atau baik.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Tension Headache atau Tension Type Headache (TTH) atau nyeri kepala
tipe tegang adalah bentuk sakit kepala yang paling sering dijumpai. Penyakit ini
sering dihubungkan dengan peningkatan stres. Nyeri kepala yang dialami
memiliki karakteristik terjadi bilateral, ada rasa menekan atau mengikat dengan
intensitas ringan sampai sedang. Nyeri tidak bertambah pada aktifitas fisik rutin,
tidak didapatkan mual tapi bisa ada fotofobia atau fonofobia.1
2.2 Epidemiologi
Sekitar 93% laki-laki dan 99% perempuan pernah mengalami nyeri kepala.
TTH adalah bentuk paling umum nyeri kepala primer yang mempengaruhi hingga
dua pertiga populasi. Sekitar 78% orang dewasa pernah mengalami TTH
setidaknya 1 kali seumur hidupnya. Pada populasi dewasa, prevalensi dari TTH
didunia adalah sekita 42%.2,3
TTH dapat mengenai semua usia, namun sebagian besar pasien adalah
dewasa muda yang berusia sekitar antara 20-40 tahun. Nyeri kepala ini lebih
sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki dengan perbandingan 3:1.
Sekitar 40% penderita memiliki riwayat keluarga dengan TTH, 25% penderita
juga menderita migren.1,2
2.3 Etiopatogenesis
Patofisiologi TTH belum sepenuhnya dipahami. Saat ini dikatakan bahwa
ada mekanisme pusat dan perifer yang mendasari dari TTH, tapi etiologi yang
mendasari tidak begitu diketahui. Beberapa hal yang dinilai dapat menyebabkan
TTH adalah ketegangan otot dan psikogenik. Berdasarkan beberapa studi, TTH
memiliki dasar neurobiologik, terutama pada mekanisme nyeri perifer pada TTH
episodik dan gangguan mekanisme nyeri sentral pada TTH kronik.4,5
Mekanisme perifer yang terlibat pada TTH kronik adalah peningkatan
nyeri tekan perikranial dan hipersensitivitas terhadap nyeri tekan. Hal ini
dimungkinkan karena adanya reaksi inflamasi, penurunan aliran darah,
3
peningkatan aktivitas fisik, dan atrofi otot. Penyebab lain yang mungkin
menyebabkan nyeri tekan perikranial adalah adanya peningkatan aktivitas otot
pada poin trigger miofasial. Poin trigger miofasial adalah titik hiperiritabilitas
yang berhubungan pada otot skeletal. Titik ini memiliki nyeri tekan dan mudah
meregang sehingga memiliki ciri khas referred pain.6,7
Mekanisme yang terlibat pada miofasial perikranial berperan penting
dalam TTH episodik, dimana terjadi sensitisasi dari jalur nyeri di sistem saraf
pusat sehingga menyebabkan stimulus nosiseptif terus menerus dari jaringan
miofasial perikranial. Penelitian lain menemukan bahwa selain terjadinya
sensitisasi nosiseptor perifer, terjadi pula sensitisasi pada neuron nukleus
trigeminus. Perubahan ambang nyeri juga terjadi pada TTH kronik, tapi tidak
terjadi pada TTH episodik. Pasien dengan TTH kronik lebih sensitif terhadap
stimulus seperti tekanan, suhu, dan listrik. Penelitian lain juga menemukan terjadi
penurunan jalur inhibisi nosiseptif sentral pada pasien dengan TTH kronik.1,8
Pada TTH dapat juga ditemukan nyeri tekan perikranial yang dapat
diperiksa dengan palpasi manual. Nyeri tekan ini biasanya juga terasa di luar
serangan nyeri kepala, dan makin meningkat ketika nyeri kepala sedang
berlangsung. Nyeri tekan perikranial diperiksa dengan memberikan penekanan
ringan dan gerakan memutar dengan jari kedua dan ketiga pada otot frontal,
temporal, pterigoid, sternokleidomastoideus, splenius, dan trapezius. Nyeri tekan
dapat diberi nilai 0-3 dengan rentang tidak nyeri, nyeri ringan, nyeri sedang, dan
nyeri berat.5
Pernah dilakukan penelitian tentang Enzyme-linked immunosorbent assay
tests pada 96 peserta dengan TTH dengan hasil penelitian menunjukkan adanya
peningkatan interleukin (IL)-8 dan monocyte chemoattractant protein-1. Sitokin
lain, IL-1β dan IL-18, juga telah ditemukan pada TTH tipe kronis.9
2.4 Klasifikasi
Tension Type Headache diklasifikasikan dalam International Headache
Society classification (ICHD II) sebagai berikut:1
1. Episodic Tension Type Headache
Episodic Tension Type Headache terbagi menjadi dua kelompok, yaitu
4
infrequent dan frequent.
5
2. Chronic Tension Type Headache
Ketiga klasifikasi TTH di atas menunjukkan gejala yang sama tapi berbeda
pada frekuensi serangannya
5
• Sifat nyeri kepala dirasakan seperti berat di kepala, pegal, rasa kencang ada
daerah bitemporal dan bioksipital, atau seperti diikat di sekeliling kepala.
Nyeri kepalanya tidak berdenyut.
• Pada nyeri kepala ini tidak disertai mual ataupun muntah.
• Pada TTH yang kronis biasanya merupakan manifestasi konflik psikologis
yang mendasarinya seperti kecemasan dan depresi.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan untuk mencari penyakit
penyebab dan menyingkirkan diagnosis banding. Pemeriksaan fisik lengkap dan
pemeriksaan neurologi harus dilakukan. Pemeriksaan nyeri tekan perikranial
(pericranial tenderness) yaitu nyeri tekan pada otot perikranial (otot frontal,
temporal, masseter, pteryangoid, sternokleidomastoid, splenius dan trapezius)
pada waktu palpasi manual merupakan tanda yang paling signifikan pada pasien
TTH.1
2.6 Diagnosis
Kriteria diagnosis TTH Episodik Infrekuen:1
A. Paling tidak terdapat 10 episode serangan dengan rata rata<1 hari/ bulan
atau <12 hari/ tahun, dan memenuhi kriteria B-D.
B. Nyeri kepala berlangsung dari 30 menit sampai 7 hari.
C. Nyeri kepala paling tidak terdapat 2 gejala khas:
1. Lokasi bilateral.
2. Menekan/mengikat (tidak berdenyut).
3. Intensitasnya ringan atau sedang.
4. Tidak diperberat oleh aktivitas rutin seperti berjalan atau naik
tangga.
D. Tidak didapatkan:
1. Mual atau muntah (bisa anoreksia).
2. Lebih dari satu keluhan: fotofobia atau fonofobia.
E. Tidak ada yang lebih sesuai dengan diagnosis lain dari ICHD-3.
6
180 hari/ tahun). Sedangkan untuk TTH kronik ditegakkan apabila nyeri kepala
timbul > 15 hari per bulan, berlangsung > 3 bulan (≥180 hari/tahun).1
2.8 Penatalaksanaan
1. Non Farmakologis
a. Penggunaan headache diary
Penggunaan headache diary dapat berfungsi baik sebagai
terapeutik maupun diagnostik. Tujuan utamanya adalah untuk
mengevaluasi efikasi dan tolerabilitas dari tatalaksana yang diberikan,
juga untuk mengevaluasi durasi dan lama hari nyeri kepala. Pasien
diminta untuk mencatat apakah tiap hari adakah serangan nyeri kepala
atau tidak, durasi nyeri kepala yang terasa, kualitas dan tingkat nyeri
kepala yang dirasakan, kemungkinan faktor pencetus, gejala-gejala
lain yang menyertai dan efek dari pemberian obat.10
b. Menghindari faktor pencetus
Terapi nonfarmakologi harus diberikan pada seluruh pasien dengan
TTH. Pasien harus diberitahu faktor pencetus yang dapat
menyebabkan nyeri kepala, seperti stress, baik fisik atau mental,
makan yang tidak teratur, intake kopi yang tinggi atau withdrawal
7
kafein, dehidrasi, gangguan tidur, kurang berolahraga, masalah
8
psikologis, siklus menstruasi, dan gangguan hormon. Perlu juga
diberitahu mengenai perjalanan penyakit pasien yang dapat
berlangsung lama sehingga pasien memahami tentang penyakitnya
sendiri.11
Pilihan yang dapat diberikan pada pasien adalah latihan relaksasi,
EMG biofeedback, dan cognitive-behavioral therapy. Dalam latihan
relaksasi, pasien diajarkan untuk menurunkan tegangan otot. EMG
biofeedback dapat juga dilakukan untuk memeriksa dan menterapi
pasien untuk mengajarkan menurunkan tegangan otot. Pada cognitive-
behavioral therapy, pasien diajak untuk menemukan sendiri hal-hal
yang dapat memicu stress dan mencetuskan nyeri kapalanya sendiri.1
c. Terapi fisik
Terapi fisik yang dapat dilakukan untuk TTH adalah memperbaiki
postur tubuh, massage atau pijat, manipulasi spinal, terapi
oromandibular, program olahraga, kompres hangat dan dingin,
stimulasi ultrasound dan elektrik.11
2. Farmakologis
Pada serangan akut tidak boleh lebih dari 2 hari/minggu, yaitu
dengan analgetik sederhana dan NSAID:1
1. Aspirin 1000 mg/hari,
2. Asetaminofen 1000 mg/hari,
3. NSAIDs (Naproxen 660-750 mg/hari, Ketoprofen 25-50 mg/hari,
asam mefenamat, ibuprofen 800 mg/hari, diklofenak 50-100
mg/hari).
4. Kafein (analgetik ajuvan) 65 mg.
5. Kombinasi: 325 aspirin, asetaminofen + 40 mg kafein.
8
Tabel 2. Terapi Akut untuk Tension Type Headache 8
2.9 Pencegahan
Langkah pencegahan serangan TTH yang utama adalah mencegah
terjadinya faktor pencetus yang dapat memicu terjadinya nyeri kepala.
Pencegahan juga dapat dilakukan dengan pemberian agen farmakologi. Obat
dengan efikasi terbaik untuk mencegah serangan TTH adalah amitriptilin.
Amitriptilin dapat dimulai dari dosis rendah (10 mg – 25 mg per hari) dan
dinaikkan secara bertahap sesuai kebutuhan. Terapi nonfarmakologi lain seperti
terapi relaksasi dan biofeedback ditemukan berguna untuk menurunlan rekurensi
dari TTH.1
9
2.10 Prognosis
Prognosis penyakit TTH pada populasi bervariasi dimana 45% dewasa
dengan frequent dan chronic TTH mengalami remisi ketika di follow up 3 tahun
kemudian walaupun 39% diantaranya masih mengalami frequent TTH. Prognosis
yang buruk dihubungkan dengan adanya TTH yang disertai dengan migrain, tidak
menikah dan memiliki masalah tidur.9
10
BAB 3
LAPORAN KASUS
11
3.2 Anamnesis
Seorang pasien perempuan berumur 21 tahun datang ke poliklinik umum
puskesmas padang pasir tanggal 29 Juli 2019 dengan:
Keluhan Utama
Nyeri kepala
Riwayat Penyakit Sekarang:
• Nyeri kepala sejak 3 hari yang lalu. Pasien merasa nyeri pada seluruh
kepala, dimulai pada atas dan belakang kepala lalu menjalar ke leher dan
kedua bahu. Nyeri terasa seperti terikat. Nyeri cukup mengganggu namun
pasien masih bisa melakukan aktifitas sehari-hari. Nyeri kadang berkurang
dengan istirahat. Nyeri dirasakan terutama ketika pasien banyak fikiran
dan kurang beristirahat. Pasien menyatakan bahwa sekarang tugas
kuliahnya semakin banyak dan cukup rumit, sehingga pasien sering tidur
telat untuk menyelesaikan tugasnya tersebut. Selama enam bulan terakhir
ini pasien menyatakan sering tidur jam satu atau jam dua pagi dan
terbangun jam lima pagi.
• Sebelumnya pasien pernah merasakan nyeri yang sama dalam satu tahun
ini yang sering berulang dan hampir dirasakan setiap bulan. Tiap serangan
muncul, nyeri kepala dirasakan selama hampir seharian. Pasien terkadang
membeli obat sendiri di warung merk paramex. Pasien juga pernah berobat
namun tidak ingat berapa kali.
• Mual dan muntah saat onset tidak ada
• Rasa pusing seperti berputar dan sempoyongan tidak ada
• Kejang tidak ada
• Lemah anggota gerak tidak ada, bicara pelo tidak ada
• Pasien tidak memiliki keluhan mata kabur atau penurunan kemampuan
penglihatan
• Pasien menyatakan pola makannya selama ini biasa saja. Pasien biasa
makan tiga kali sehari dengan lauk berganti-ganti antara ayam, ikan,
terkadang daging sapi. Pasien kurang suka makan sayur
• Pasien menyatakan tidak ada permasalahan di keluarga ataupun dengan
teman-temannya
12
• Pasien menyatakan bahwa dirinya memang pendiam dan jarang
menceritakan masalah ataupun keluhan yang ia rasakan kepada
keluarganya. Pasien tidak pernah didiagnosa dengan penyakit jiwa.
13
Status Internus
Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Pupil isokor, diameter 3 mm/3mm, refleks cahaya +/+
Telinga : Liang telinga lapang, serumen tidak ada
Hidung : Tidak ada deformitas, tidak ada deviasi septum, tidak ada sekret
Mulut : Karies dentis tidak ada, faring tenang, tonsil T1-T1, uvula
ditengah
Leher : Tidak ada pembesaran KGB ataupun kelenjar tiroid
¨ Torak
Paru
Inspeksi : Simetris kiri = kanan
Palpasi : Fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : SN vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I-II reguler, bising tidak ada, gallop tidak ada
Abdomen : Inspeksi : Distensi tidak ada
Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Genitalia : Tidak diperiksa
Status Neurologikus
A. Tanda rangsangan selaput otak :
kaku kuduk : (-) kernig : (-)
laseque : (-) brudzunski I : (-)
brudinski II : (-)
14
B. Tanda peningkatan TIK
15
muntah projektil : (-)
sakit kepala progresif : (-)
C. Pemeriksaan Nervus Kranialis
Tidak ada kelainan
E. Ekstremitas
Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Aktif aktif aktif aktif
Kekuatan 555 555 555 555
Trofi Eutrofi eutrofi eutrofi Eutrofi
Tonus Eutonus eutonus eutonus Eutonus
F. Pemeriksaan Sensibilitas
Dalam batas normal
G. Fungsi Otonom
Dalam batas normal
3.4 Diagnosis
Diagnosa Kerja : Tension type headache
Diagnosa Sekunder : -
15
3.6 Penatalaksanaan
a. Promotif :
- Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit yang dideritanya
adalah suatu nyeri tipe tension atau tegang yang penyebab
pastinya masih belum diketahui.
- Peran faktor resiko sangat tinggi sebagai pencetus munculnya
penyakit ini dan salah satu faktor resiko yang sering ditemui
dan dimiliki oleh pasien adalah tingkat stress yang tinggi serta
kelelahan sehingga kepada pasien disarankan apabila ada
masalah atau banyak fikiran, diceritakan kepada orang lain
serta dicari jalan keluar yang terbaik.
- Pengobatan pada penyakit ini bersifat simtomatis, artinya
pasien akan disarankan untuk minum obat saat nyeri kepala
terasa. Obat diminum saat setelah makan agar tidak timbul
gastritis.
b. Preventif :
16
c. Kuratif:
Farmakologis
d. Rehabilitatif
3.7 Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad sanam : bonam
Quo ad functionam : bonam
17
18
BAB 4
DISKUSI
19
pola hidup dan pencegahan faktor risiko tersebut perlu ditambahkan dalam terapi
non farmakologi yang akan disampaikan pada pasien. Perlu disampaikan kepada
pasien bahwa penyakitnya ini bersifat kronis, karena telah dialami selama lebih
kurang satu tahun dan mungkin akan sering berulang, sehingga penghindaran
faktor resiko sangat diperlukan. Pada pasien dianjurkan untuk menceritakan hal
yang menjadi pikirannya dan diarahkan kepada solusi yang terbaik.
Terapi farmakologi yang diberikan kepada pasien ini adalah analgesik
ringan, seperti ibuprofen 3 x 400 mg sebagai tatalaksana pada episode akut dan
dapat dihentikan jika serangan sudah mereda. Pada pasien juga diberikan vitamin
b kompleks 3 x 1 tablet sebagai terapi tambahan.
Prognosis pasien ditegakkan sebagai prognosis baik berdasarkan berbagai
faktor. Pasien memiliki keadaan umum yang baik, fungsi sehari-hari pasien juga
tidak terganggu akibat nyeri kepala ini. Pasien tidak memiliki kondisi komorbid
dan respon terapi yang diberikan cukup baik pada pasien.
20
DAFTAR PUSTAKA
21