Anda di halaman 1dari 29

Case Report Session

Tension Type Headache

Oleh :
Alles Firmansyah 1210312035

Preseptor :
Prof.Dr.dr.H. Darwin Amir, Sp.S (K)
dr. Restu Susanti, Sp.S, M.Biomed

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF RSUP DR. M. DJAMIL


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2017
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................3

1.1 Latar Belakang.........................................................................................3


1.2 Tujuan Penulisan......................................................................................4
1.3 Metode Penulisan.....................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................5

2.1 Definisi.....................................................................................................5
2.2 Epidemiologi............................................................................................6
2.3 Etiologi.....................................................................................................6
2.4 Klasifikasi................................................................................................7
2.5 Patofisiologi.............................................................................................9
2.6 Manifestasi Klinis....................................................................................11
2.7 Diagnosis..................................................................................................12
2.8 Penatalaksanaan.......................................................................................13
2.9 Pencegahan...............................................................................................15
2.10 Prognosis................................................................................................17

DAFTAR KEPUSTAKAAN....................................................................................18

BAB III LAPORAN KASUS...................................................................................20

BAB IV DISKUSI.....................................................................................................30

BAB V KESIMPULAN............................................................................................32

BAB I

PENDAHULUAN

Masalah kesehatan yang hampir dialami oleh seluruh orang di dunia adalah

nyeri kepala. Setidaknya, setiap orang mengalami nyeri kepala sekali dalam

hidupnya. Klasifikasi International Headache Society (IHS) 2013 membagi nyeri

2
kepala primer, sekunder, dan neuralgia kranial. Tension Type Headache (TTH)

merupakan nyeri kepala primer dengan kasus tersering. Prevalensi terjadinya TTH

dalam populasi dapat mencapai 78%, namun kebanyakan merupakan onset jarang

tanpa memerlukan intervensi medis yang spesifik. Onset pertama terjadinya TTH

muncul sebelum usia 20 dan mencapai puncak nya pada usia antara 30 hingga 39

tahun.1,2

Dalam beberapa studi menyebutkan bahwa TTH sangat berpengaruh terhadap

sosial ekonomi seseorang, dengan 60% individu mengalami penurunan keefektifan

kerja, peningkatan ketidakhadirannya dalam suatu aktivitas. Selain nyeri kepala

paling sering, TTH juga merupakan nyeri kepala yang paling banyak mengeluarkan

biaya pada seseorang akibat onsetnya yang sering. Sehingga sangat diperlukan untuk

mengidentifikasi faktor pencetus yang berhubungan dengan TTH pada seseorang.2,5

TTH secara klinis dikarakteristikkan dengan nyeri kepala seperti diikat,

ditekan, atau tegang, dengan intensitas ringan – sedang, lokasi yang bilateral, dan

tidak memburuk dengan aktivitas fisik. Mual, muntah, fotofobia, maupun fonofobia

biasanya tidak terjadi saat serangan. Pada penelitian lebih lanjut juga menunjukkan

bahwa stres mental, kelelahan fisik, alkohol, dan menstruasi merupakan berhubungan

erat dengan kejadian TTH.3,4,5

Penegakan diagnosis pada dasarnya bergantung pada gejala. Sehingga penting

menganamnesis secara detail dan melakukan pemeriksaan fisik untuk menyingkirkan

penyebab sekunder dari nyeri kepala. Penatalaksaan harus komprehensif, berupa

terapi medikamentosa sekaligus terapi nonmedikamentosa untuk mengatasi

kekambuhan dan peningkatan keparahanTTH.6

3
1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan case report ini antara lain sebagai berikut:

1. Sebagai salah satu syarat di bagian ilmu penyakit saraf RSUP Dr. M. Djamil

Padang.
2. Menambah pengetahuan mengenai tension type headache.

1.3 Metode Penulisan

Penulisan case report ini menggunakan metode tinjauan kepustakaan yang

merujuk pada berbagai literatur.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Tension Type Headache (TTH) merupakan sensasi nyeri pada daerah kepala

akibat kontraksi terus menerus otot-otot kepala dan tengkuk (M.splenius kapitis,

M.temporalis, M.masseter, M.sternokleidomastoid, M.trapezius, M.servikalis

posterior, dan M. levator scapula). Hal ini dikarateristikkan sebagai nyeri dengan rasa

tertekan atau diikat pada daerah frontal dan/atau oksipital. TTH memiliki intensitas

4
nyeri dari ringan hingga sedang dan tidak dipengaruhi oleh aktivitas fisik. Tidak

terdapatnya mual atau muntah akan tetapi pada keadaan tertentu bisa terdapat

fotofobia dan fonofobia. Kemungkinan TTH merupakan kejadian berulang dari nyeri

kepala yang dapat berakhir dalam hitungan menit hingga minggu.6,7

TTH berhubungan erat dengan stress atau abnormalitas struktur servikal,

kranial, atau muskuloskeletal. Oleh karena itu, nyeri kepala ini dahulu pernah

dinamai stress headache, psychomyogenic headache, ataupun muscle contraction

headache.8 Namun hal ini tidak begitu disadari oleh pasien, sehingga pasien dapat

mengakui atau menyangkal adanya pengaruh stres terhadap nyeri kepala TTH yang

dialaminya. Hal yang menyebabkan pasien dengan tension type headache datang

berobat adalah ketika gejalanya sering muncul dan tidak lagi berespon dengan

penghilang nyeri.9

2.2 Epidemiologi

Prevalensi nyeri kepala di USA menunjukkan 1 dari 6 orang (16,54%) atau 45

juta orang menderita nyeri kepala kronik dan 20 juta dari 45 juta tersebut merupakan

wanita. 75% dari jumlah di atas adalah TTH yang berdampak pada menurunnya

konsentrasi belajar dan bekerja sebanyak 62,7%.10

Pada sebagian besar penduduk, onset pertama kali terjadinya TTH adalah

sebelum usia 20 tahun, prevalensi puncaknya antara usia 30 hingga 39 tahun, dengan

onset rata-rata pada usia 25-30 tahun. Prevalensi TTH menurut penelitian dapat

mencapai 78%, dengan kasus terbanyak adalah TTH episodik onset jarang. Sekitar

5
24% hingga 37% pasien TTH mendapat beberapa kali serangan dalam 1 bulan, hanya

10% yag terjadi beberapa kali dalam 1 minggu, dan 2% hingga 3% memiliki serangan

yang sering terjadi hingga menjadi TTH kronik. Insiden terjadinya TTH menurut

penelitian sebanyak 14,2 dalam 1000 orang. Angka kejadian TTH dilaporkan pada

perempuan sedikit lebih tinggi dibanding pria dengan perbandingan 5:4.10

2.3 Etiologi

Etiologi dari tension type headache masih belum diketahui dengan jelas,

namun diduga disebabkan oleh beberapa faktor pencetus antara lain stres, kurang

tidur, dan tidak makan tepat waktu. Faktor tersebut merupakan faktor pencetus nyeri

kepala secara umum baik pada migren maupun tension type headache. Pada

penelitian lain juga mengatakan bahwa selain faktor stres, terdapatnya faktor

kelelahan, konsumsi alkohol, dan menstruasi yang menjadi pencetus tersering

terjadinya TTH.4

Faktor risiko munculnya TTH yang lain adalah tingkat kesehatan diri yang

rendah dan kurangnya istirahat setelah bekerja. TTH juga dilaporkan berhubungan

dengan depresi, bekerja dalam posisi yang menetap dalam waktu lama, kelelahan

mata, kontraksi otot yang berlebihan, berkurangnya aliran darah, dan

ketidakseimbangan neurotransmitter seperti dopamin, serotonin, noerpinefrin, dan

enkephalin.6

6
2.4. Klasifikasi

Berdasarkan The Internasional Classification of Headache disorder 2013, kriteria

diagnostik untuk tension type headache:2

1. Tension Type Headache Episodik Onset Jarang

a. Setidaknya muncul 10 episode dengan rerata kurang dari 1 hari per bulan

(rata-rata kurang dari 12 hari per tahun) dan memenuhi kriteria b-d
b. Nyeri kepala berlangsung dari 30 menit sampai 7 hari
c. Setidaknya memiliki dua dari karakteristik nyeri berikut:
- lokasi bilateral
- intensitas ringan atau sedang (dapat menghambat tapi tidak mengganggu
aktivitas)
- terasa menekan / ketat (bukan berdenyut)
- tidak diperberat dengan aktivitas rutin atau gangguan saat naik tangga atau

aktivitas fisik rutin yang serupa

d. Diikuti oleh :

- tidak ada mual atau muntah (anoreksia masih mungkin terjadi)

- tanpa fotofobia dan fonofobia, atau hanya 1 dari keduanya yang muncul

- tidak dikaitkan dengan gangguan lain

2. Tension Type Headache Episodik Onset Sering

Sama seperti tension type headache Episodik onset jarang kecuali:

a. Setidaknya 10 episode terjadi 1 hari hingga 14 hari perbulan selama 3 bulan

(12 hari atau lebih per tahun dan kurang dari 180 hari per tahun)
tanpa fotofobia dan fonofobia, atau hanya 1 dari keduanya yang muncul

3. Tension Type Headache Kronik

7
a. Frekuensi rata-rata lebih dari 15 serangan per bulan selama lebih dari 3 bulan

(180 atau lebih hari per tahun) dan memenuhi kriteria b-d
b. Setidaknya diikuti oleh kriteria nyeri:
- Kualitas menekan atau mengikat
- Intensitas ringan hingga sedang (dapat mengganggu namun tidak menghalangi

aktifitas)
- Lokasi bilateral
- Tidak diperberat oleh aktifitas rutin
c. Diikuti oleh:
- tanpa mual atau muntah (anoreksia bisa terjadi)
- tanpa fotofobia dan fonofobia, atau hanya 1 dari keduanya yang muncul

4. Probable Tension Type Headache

a. TTH episodik yang jarang


b. TTH episodik sering
c. TTH kronik

2.5 Patofisiologi

Patofisiologi TTH sendiri masih belum diketahui secara jelas. Nyeri kepala

akibat TTH lebih sering pada pasien yang terlalu lama dalam posisi kepala

ditekuk ke bawah seperti membaca atau menulis. Hal tersebut menyebabkan

menegangnya otot leher. Posisi leher saat tidur menggunakan bantal yang tinggi

sering menyebabkan nyeri kepala karena dapat menekan otot leher.1,11,13


Kontraksi otot yang terus menerus menyebabkan perfusi darah menurun dan

melepaskan substansi pemicu nyeri seperti laktat, asam piruvat, dan lain-lain.

Substansi ini menstimulasi saraf saraf yang nyeri pada otot dan ligamen. Nyeri

dapat menjalar ke sisi lateral kepala atau melewati retroorita. Oleh karena itu,

8
nyeri juga dapat dirasakan pada daerah tersebut. Pada otot dan ligamen yang tidak

terlalu banyak mendapat persarafan, sensasi yag dirasakan adalah pegal.1,11,13

Gambar 1 Patofisiologi TTH12


Kemungkinan lain adalah hipotensi dan anemia karena akan menyebabkan

rendahnya oksigenasi otot sehingga timbul iskemia. Stres dan depresi bukan

pemicu langsung munculnya TTH, melainkan memicu kontraksi otot yang

berlebihan dan dapat menurunkan sirkulasi darah hingga 50%, seperti pada

gambar 1. Defisiensi suplai oksigen menyebabkan pelpeasan substansi pemicu

nyeri. Nyeri dan stres yang berulang akan menyebabkan sensitisasi perifer dan

sentral sehingga menyebabkan turunnya ambang nyeri. Nyeri akan lebih mudah

muncul dan dapat memicu stres sehingga terjadi lingkaran setan nyeri.1,11,13

2.6 Manifestasi Klinik


Karakteristik nyeri kepala TTH pada umumnya adalah bilateral, menekan,

tidak berdenyut dengan intensitas ringan – sedang, disertai rasa tegang disekitar

leher dan kepala belakang, Nyeri pada TTH juga digambarkan seperti nyeri

tumpul, mengikat, atau seperti rasa penuh dikepala. Sering pasien

menggambarkan rasa sakit nya seperti mengenakkan topi ketat atau headband.12

9
Mual atau muntah jarang ditemukan pada TTH. Pasien juga sering mengeluh

insomnia, nyeri kepala saat pagi, penurunan berat badan, sulit berkonsentrasi, dan

mudah lelah. Nyeri biasanya dipicu pada keadaan stres dan /atau cemas,

kelelahan, depresi, posisi tidur tidak yang baik Aktivitas fisik tidak berpengaruh

pada intensitas sakit kepala pada sebagian besar pasien. Hal ini berbeda dengan

migren di mana nyeri memburuk pada aktivitas fisik rutin dan dianggap sebagai

salah satu kriteria untuk membedakan antara migren dan tension type headache.

Lokasi nyeri biasanya bilateral pada 90% pada pasien.1,10


 Gejala Penyerta
Jika terjadi mula atau muntah dapat mengesampingkan diagnosis TTH. 20%

pasien TTH dapat mengeluhkan anorexia ringan hingga sedang. Fotobobia atau

fonofobia kadang dapat terjadi namun jarang.10


 Variasi harian
TTH sering dilaporkan mulai pada siang hari dan meningkat perlahan. Kemudian

nyeri kepala menetetap di sepanjang hari, dan sering tidak berubah selama

aktivitas, meskipun beberapa orang mungkin memiliki gangguan menjelang

malam.10

2.7 Diagnosis
Penegakkan diagnosis TTH dinilai dari klinis pasien sehingga penting sekali

untuk anamnesis secara terperinci dan melakukan pemeriksaan fisik untuk

menyingkirkan kemungkinan penyebab sekunder dari nyeri kepala.


Anamnesis1,6,10 :
- Nyeri kepala sejak kapan, sudah dirasakan 10 kali serangan, lamanya

berlangsung 30 menit sampai beberapa hari dan dapat terus menerus pada

kasus berat

10
- Keluhan pasien menggambarkan distribusi nyeri dari tengkuk ke otot-otot

leher posterior, daerah kulit kepala, oksipital.


- Rasa nyeri yang ringan dan cukup berat seperti menekan dan mengikat,

bilateral
- Nyeri kepala mengganggu aktivitas harian atau pekerjaan
- memburuk oleh stress, insomnia, kelelahan fisik, iritabilitas, gangguan

konsentrasi, dan faktor pencetus lainnya


- Tidak ada mual, muntah, fotofobia, fonofobia
- Tidak ada keluhan demam, kaku kuduk, gangguan penglihatan, gangguan

pendengaran, kelemahan otot, gangguan sensibilitas, kejang, dan defisit

neurologis lainnya, serta riwayat trauma.


- Riwayat pengobatan yang telah dilakukan pasien, biasanya pasien telah

mengobatinya dengan analgetik yang dibeli sendiri

Pemeriksaan Fisik1,6,10 :

-Vital sign, pemeriksaan neurologis, dan neuroimaging biasanya tidak ditemukan

kelainan.

-Pada beberapa keadaan dapat ditemukan adanya trigger point, daerah otot yang

tegang, sehingga menimbulkan nyeri tekan di area leher dan kepala (pericranial

tenderness).

2.8 Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan pada TTH adalah sebagai berikut:1,14
1. Modifikasi gaya hidup untuk mengurangi faktor pencetus TTH. Sekitar 80%

disebabkan oleh stres dan postur yang tidak benar terutama saat duduk depan

komputer berjam-jam. Diperlukan penguatan otot-otot tulang belakang dan

olahraga rutin
2. Edukasi faktor dan manajemen stres

11
3. Dapat dikonsumsi dengan kombinasi kafein
4. Cognitive behavioral therapy
5. Profilaksis diberikan jika nyeri kepala rutin, berhubungan dengan pekerjaan

sekolah dan kualitas hidup


6. Farmakoterapi
a) Analgetik / NSAIDs (akut)
 Aspirin 1000 mg/hari
 Asetaminofen 1000 mg/hari
 Naproxen 660-750 mg/hari, Ketoprofen 25-50 mg/hari, asam

mefenamat, ibuprofen 800 mg/hari, diklofenak 50-100 mg/hari


 Kafein (analgetik adjuvan) 65 mg.
 Kombinasi : 325 aspirin, asetaminofen + 40 mg kafein
 Pemberian analgetik lama memiliki efeksamping berupa ulkus

peptikum, penyakit ginjal, hepar, dan gangguan fungsi platelet.


b) Antiansietas (kronik)
 Diazepam 2-5 mg tablet, dosis 2-10 mg/hari
 Lorazepam 1-2 mg tablet, dosis 3-6 mg/hari
 Klordiazepoksid 5 mg tablet, dosis 15-30 mg/hari
 Klobazam 10 mg tablet, dosis 20-30 mg/hari
 Terutama pada pasien dengan komorbid ansietas. Kekurangan obat

ini bersifat adiktif, dan sulit dikontrol sehingga dapat

memperburuk nyeri kepalanya


c) Antidepresan (kronik)
 Amitriptilin 10/25 mg tablet dosis 150-300 mg/hari
 Maprotiline 25/50/75 mg tablet dosis 25-75 mg/hari
 Amineptine 100 mg tablet dosis 200 mg/hari
 Analgesik dengan cara mengurangi firing rate of trigeminal

nucleus caudatus. Efek samping berupa penambahan berat badan

(rangsang nafsu makan), gangguan jantung, hipotensi ortostatik,

antikolinergik (mulut kering, mata kabur, tremor, disuria, retensi

urin, dan konstipasi)


d) Antagonis serotonin
 Metysergid 2 mg tablet dosis 4-6 mg/hari
 Sumatriptan 100 mg tablet dosis 300 mg/hari

12
 Fluoksetin 10 mg tablet dosis maks 60 mg/hari
7. Terapi Nonmedikamentosa

Edukasi tentang penyakit, kontrol diet, mas. Terapi fisik seperti latihan

postur dan posisi, masase, ultrasound, akupuntur transcutaneus electrical nerve

stimulation (TENS), hindari harian analgesik sedatif dan ergotamin. Behavioral

treatment berupa relaksasi, program untuk mengatasi stres, serta teknik

biofeedback.1,12

Perubahan cara hidup diperlukan untuk nyeri kepala TTH kronik. Meliputi

istirahat cukup dan latihan, Fisioterapi berupa latihan pengendoran otot-otot,

misalnya latihan relaksasi, yoga, semedi, dan lain-lain.1,12

2.9 Pencegahan

Pencegahan serangan berulang pada tension type headache:1,12,15

1. Menghindari faktor pencetus yang telah diketahui,


2. Penggunaan obat-obatan berlebihan harus diketahui dan diberhentikan segera.

Faktor penting dalam pencegahan adalah dengan mengidentifikasi faktor yang

mencetuskan dan mengurangi nyeri kepala. TTH terbanyak seperti kasus TTH

episodik dapat mudah menjadi kronik jika pemicu dan stresor tidak dapat diatasi.1,15

Terapi profilaksis pasien TTH episodik sering atau kronik adalah dengan

prinsip obat tunggal yang dititrasi hingga dosis rendah yang efektif ditoleransi pasien.

Indikasinya adalah pasien yang mengalami disabilitas akibat nyeri kepala ≥4

hari/bulan atau pasien yang tidak berespon terhadap terapi simptomatis walaupun

frekuensi nyeri kepalanya lebih jarang. Berhasil jika mampu mengurangi frekuensi

serangan dan/atau mengurangi derajat keparahan minimal 50%. Prinsipnya sesuai lini

13
pertama yang mempertimbangkan efek samping, mulai dosis terendah hingga efektif,

diberikan seminggu/lebih, utamakan monoterapi.1,15

Sebelum profilaksis, tanyakan komorid lain misalnya pasien hipertrofi prostat

dan glaukoma tdak boleh diberikan amitriptilin. Pasien juga perlu catatan harian

(headache dairy) untuk tahu pola, frekuensi, durasi, gangguan fungsional, jumlah

obat, efikasi profilaksis, dan efek samping obat.1,15

Obat yang efektif untuk mencegah tension type headache episodik berulang

adalah Amitriptilin (10 mg- 25 mg perhari). Bila kurang berdampak, dianjurkan

membatasi konsumsi obat anti nyeri bebas (tanpa resep dokter) untuk mencegah

terjadinya nyeri kepala harian kronis. Obat lini kedua adalah mitarzin 30mg dan

venafaksin 150 mg. Obat lini ketiga adalah klomipramin 75-150mg, maprotilin 75mg,

dan mianserin 30-60mg. Anjuran untuk berhenti merokok, pola hidup sehat, bekerja,

berolahraga, dan istirahat yang cukup.12

2.10 Prognosis

Prognosis dari TTH umumnya memberikan respon yang baik terhadap


pengobatan tanpa pengaruh efek sisa.16
Ad vitam : bonam
Ad Sanationam : bonam
Ad Fungsionam : bonam

14
DAFTAR KEPUSTAKAAN

1. Aninditha T, Wiratman W, Rasyid A. Buku ajar neurologi. Jakarta:


Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2017.
569-97.
2. Headache Classification Committee of the International Headache Society
(IHS). The international classification of headache disorders, 3rd edition (beta
version). Cephalalgia An International Journal of Headache. 2013; 33(9): 629-
808.
3. Kaniecki RG. Migraine and tension-type headache: an assessment of
challenges in diagnosis. Neurology. 2002; 58: S15-20.
4. Turkdogan D, Cagirici S, Soylemez D, Sur H, Bilge C, et al. Characteristic
and overlapping features of migraine and tension-type headache. Headache.
2006; 46: 461-8.
5. Waldie KE, Buckley J, Bull PN, Poulton R. Tension type headache: a life
course review. Journal of Headache and Pain Management, 2015; 1(2): 1-9.
6. Kaniecki Rg. Tension-type headache continuum lifelong learning. Neurology.
2012; 18(4): 823–34.
7. Mueller L. Tension-type, the forgotten headache: how to recognize this
common but undertreated condition. Postgrad Med. 2002; 111: 25-26, 31-32,
37-38.
8. Bendtsen L. Central sensitization in tension type headache-possible
pathophysiological mechanisms. Cephalalgia An International Journal of
Headache. 2000; 20: 486-508.
9. Fumal A, Schoenen J. Tension-type headache: current research and clinical
management. Lancet Neurology. 2008; 7: 70–80.
10. Chowdhury D. Tension type headache. Annual Indian Academy Neurology.
2012; 15: S83-8.
11. Ashina M. Neurobiology of chronic tension-type headache. Cephalalgia An
International Journal of Headache. 2004; 24: 161-72.
12. Anurogo D. Tension type headache. Medical Journal Of Indonesia. 2014;
41(3): 186-91.
13. Hauser SL, Harrison’s neurology in clinical medicine 2 nd edition: headache.
New York: Mc Graw Hill; 2005. 50-60.

15
14. Wibowo, Samekto, Gofir A. Farmakoterapi dalam neurologi. Jakarta: Salemba
Medika; 2001. 108-11.
15. Bendtsen L, Evers S, Linde M, Mitsikostas DD, Sandrini G, Schoenen J.
EFNS guideline on the treatment og tension-type headache. European J
Neurol. 2010; 17(11): 1318-25.
16. Kurniawan M. Suharjanti I, Pinzon RT. Acuan panduan praktik klinis
neurologi. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia; 2016. 11-
14.

16
BAB III
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : DDP
Jeis Kelamin : Laki-laki
Usia : 22 tahun
Suku Bangsa : Minang
Pekerjaan : Mahasiswa
Tanggal ke Poliklinik : 14 November 2017
Seorang pasien laki-laki berusia 22 tahun, berobat ke poliklinik saraf RSUD
Achmad Mochtar Bukittinggi dengan :
Keluhan Utama :
Nyeri Kepala
Riwayat Penyakit Sekarang :
 Nyeri kepala semakin meningkat sejak 2 hari yang lalu. Pasien mengeluhkan

nyeri berada di bagian kepala depan, belakang, dan tengkuk. Awalnya nyeri

kepala sudah dirasakan sejak 2 minggu yang lalu. Nyeri kepala seperti terasa

berat dan tegang. Pasien merasakan nyeri kepala dengan durasi ±1 jam setiap

serangannya. Nyeri kepala sudah lebih dari 10 kali dari awal dirasakan, sering

muncul pada siang hari saat beraktivitas biasa.

 Nyeri kepala cukup mengganggu aktivitas pasien, mereda jika pasien

beristirahat dan minum obat penghilang nyeri.

 Nyeri kepala tidak disertai mual dan muntah, tidak ada gangguan peglihatan

maupun gangguan pendengaran pada pasien. Penurunan kesadaran tidak ada.

Kejang tidak ada.

17
 Kelemahan pada tangan dan kaki tidak ada, nyeri di tempat lain tidak ada,

demam tidak ada.

 BAB dan BAK biasa.

Riwayat Penyakit Dahulu :

 Riwayat Hipertensi, DM, sakit jantung tidak ada.

 Riwayat pusing seperti berputar tidak ada.

 Riwayat trauma kepala ada 1 kali saat pasien di kelas 3 sekolah dasar, ketika

berlari dengan teman lalu terjatuh, tidak sampai kehilangan kesadaran.

 Riwayat tumor atau keganasan tidak ada.

Riwayat Penyakit Keluarga :


 Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan seperti pasien
 Tidak ada anggota keluarga yang memiliki penyakit DM, hipertensi, sakit
jantung, dan stroke.
 Tidak ada anggota keluarga yang menderita tumor atau keganasan.

Riwayat Sosial Ekonomi dan Kebiasaan


 Pasien saat ini sedang berada di tingkat akhir perkuliahannya dan sedang

dalam proses menyusun laporan akhirnya, pasien juga sering mengerjakan

laporan akhirnya hingga larut malam dengan posisi kepala yang sama terus

menerus ketika melihat komputer.

 Riwayat merokok dan minum alkohol tidak ada.

18
PEMERIKSAAN FISIK
Tanda-tanda vital
Keadaan umum : Ringan
Kesadaran : Komposmentis Kooperatif, GCS 15 (E4,M6,V5)
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Frekuensi nadi : 84 x/menit
Frekuensi nafas : 20 x/menit
Suhu : 36,7o C
VAS :5
Tinggi badan : 165 cm
Berat badan : 59 kg
Status gizi : baik
Status Internus
Kepala : pericranial tenderness (+) pada daerah oksipital
Kelenjer getah bening : Tidak teraba pembesaran KGB leher, aksila, dan
inguinal
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Leher : JVP 5-2 cmH2O
Bruit karotis (-)
Thorak
Paru : Inspeksi : Simetris kiri dan kanan
Palpasi : Fremitus kiri dan kanan sama
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler, Rh -/-, Wh -/-
Jantung : Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Irama reguler, Heart rate 84x/menit
Abdomen : Inspeksi : Tidak tampak membuncit
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba

19
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Korpus Vertebrae : Inspeksi : Deformitas (-)
Palpasi : Gibbus (-), deformitas (-)
Status Neurologis
Kesadaran komposmentis kooperatif, GCS 15 (E4 M6 V5)
1. Tanda Rangsangan Selaput Otak :
Kaku kuduk : (-)
Brudzinski I : (-)
Brudzinski II : (-)
Tanda Kernig : (-)
2. Tanda Peningkatan Tekanan Intrakranial
Pupil : Isokor, Ø 3mm/3 mm, Refleks cahaya +/+, refleks
kornea +/+
3. Pemeriksaan Nervus Kranialis :

N.I (Olfaktorius)
Penciuman Kanan Kiri
Subjektif Baik Baik
Objektif (dengan bahan) Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N.II (Optikus)
Penglihatan Kanan Kiri
Tajam Penglihatan Baik Baik
Lapangan Pandang Baik Baik
Melihat warna Baik Baik
Funduskopi Tidak diperiksa Tidak diperiksa

N.III (Okulomotorius)
Kanan Kiri
Bola Mata Bulat Bulat
Ptosis - -
Gerakan Bulbus Bebas ke segala arah

20
Strabismus - -
Nistagmus -
Ekso/Endopthalmus - -
Pupil
Bentuk Bulat, isokor Bulat, isokor
Refleks Cahaya (+) (+)
Refleks Akomodasi (+) (+)
Refleks Konvergensi (+) (+)

N.IV (Troklearis)
Kanan Kiri
Gerakan mata ke bawah Baik Baik
Sikap bulbus Ortho Ortho
Diplopia - -

N.VI (Abdusens)
Kanan Ki ri
Gerakanmata kemedial Baik Baik
bawah
Sikap bulbus Ortho Ortho
Diplopia - -

N.V (Trigeminus)
Kanan Kiri
Motorik
Membuka mulut (+) (+)
Menggerakan rahang (+) (+)
Menggigit (+) (+)
Mengunyah (+) (+)
Sensorik
-Divisi Oftlamika
Refleks Kornea (+) (+)
Sensibilitas (+) (+)
-Divisi Maksila
Refleks Masseter (+) (+)
Sensibilitas (+) (+)
-Divisi Mandibula
Sensibilitas (+) (+)
N.VII (Fasialis)
Kanan Kiri
Raut wajah Simetris Simetris
Sekresi air mata (+) (+)
Fisura palpebra Baik Baik

21
Menggerakan dahi Baik Baik
Menutup mata Baik Baik
Mencibir/bersiul (+) (+)
Memperlihatkan gigi Baik Baik
Sensasi lidah 2/3 belakang Baik baik
Hiperakusis (-) (-)
Plika nasolabialis Simetris Simetris

N.VIII (Vestibulokoklearis)
Kanan Kiri
Suara berbisik (+) (+)
Detik Arloji (+) (+)
Rinne test Tidak dilakukan
Webber test Tidak dilakukan
Scwabach test Tidak dilakukan
 Memanjang

 Memendek

Nistagmus
 Pendular (-) (-)

 Vertical

 Siklikal

Pengaruh posisi kepala (-) (-)

N.IX (Glosofaringeus)
Kanan Kiri
Sensasi Lidah 1/3 belakang Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks muntah (gag + +
refleks)

N.X (Vagus)
Kanan Kiri
Arkus faring Simetris Simetris
Uvula Ditengah ditengah
Menelan Baik baik

22
Artikulasi Baik Baik
Suara Baik Baik
Nadi Sinus reguler Sinus reguler

N.XI (Asesorius)
Kanan Kiri
Menoleh kekanan (+)
Menoleh kekiri (+)
Mengangkat bahu kanan (+)
Mengangkat bahu kiri (+)

N.XII (Hipoglosus)
Kanan Kiri
Kedudukan lidah dalam Di tengah
Kedudukan lidah Di tengah
dijulurkan
Tremor (-) (-)
Fasikulasi (-) (-)
Atropi (-) (-)

Pemeriksaan Koordinasi
Cara Berjalan Baik Disatria (-)
Romberg test Baik Disgrafia (-)
Ataksia Baik Supinasi-Pronasi Baik
Rebound (-) Tes Jari Hidung Baik
Phenomen
Tes Tumit Lutut Baik Tes Hidung Jari Baik

Pemeriksaan Fungsi Motorik


A. Badan Respirasi Teratur spontan
Duduk Dapat dilakukan
B.Berdiri dan Gerakan (+) (+)
berjalan spontan
Tremor (-) (-)

23
Atetosis (-) (-)
Mioklonik (-) (-)
Khorea (-) (-)

C.Ekstermitas Superior Inferior


Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Aktif Aktif Aktif Aktif
Kekuatan 555 555 555 555
Tropi Eutropi Eutropi Eutropi Eutropi
Tonus Eutonus Eutonus Eutonus Eutonus

Pemeriksaan Sensibilitas
Sensibilitas taktil Baik
Sensibilitas nyeri Baik
Sensibilitas termis Baik
Sensibilitas kortikal Baik
Stereognosis Baik
Pengenalan 2 titik Baik
Pengenalan rabaan Baik

Sistem Refleks
A. Fisiologis Kanan Kiri Kanan Kiri
Kornea (+) (+) Biseps (++) (++)
Berbangkis Triseps (++) (++)
Laring KPR (++) (++)

24
Masseter APR (++) (++)
Dinding Perut Bulbokavernosa
 Atas Creamaster

 Tengah Sfingter

 Bawah

B. Patologis Kanan Kiri Kanan Kiri


Lengan Tungkai
Hofmann (-) (-) Babinski (-) (-)
Tromner
Chaddoks (-) (-)
Oppenheim (-) (-)
Gordon (-) (-)
Schaeffer (-) (-)
Klonus paha
Klonus kaki

Fungsi Otonom
 Miksi : baik, uninhibited bladder tidak ada
 Defekasi : baik
 Keringat : baik

Fungsi Luhur
Kesadaran Tanda Demensia
Reaksi bicara Baik Refleks glabella (-)
reaksi intelek Baik Refleks Snout (-)
Reaksi emosi Baik Refleks Menghisap (-)
Refleks Memegang (-)
Refleks (-)
palmomental

Diagnosis
Diagnosis klinik : Tension Type Headache
Diagnosis topik : ekstrakranial
Diagnosis etiologi : idiopatik / muscle spasm

25
Diagnosis sekunder :-

Pemeriksaan Anjuran :-

Penatalaksanaan
Terapi umum : -istirahat
-Mengendalikan stres, hindari kelelahan fisik maupun
mental, terlalu lama di depan komputer hingga larut
malam, tidur yang cukup
-Diet gizi seimbang, MB 1500 kkal/ hari

Terapi khusus : Ibuprofen 3 x 400 mg (po)


Ranitidin 2 x 150 mg (po)
Eperison HCl 3 x 50mg (po)
Neurodex 1 x 1 tab (po)

BAB IV
DISKUSI

Telah diperiksa seorang pasien laki-laki berusia 22 tahun, datang ke poliklinik


saraf RSUD Achmad Mochtar Bukittinggi pada tanggal 14 November 2017, dengan
diagnosis klinis Tension Type Headache.
Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik.
Dari anamnesa diketahui pasien mengalami nyeri kepala yang semakin meningkat

26
sejak 2 hari yang lalu, pasien mengeluhkan nyeri berada di bagian kepala depan,
belakang, dan tengkuk. Awalnya nyeri kepala sudah dirasakan sejak 2 minggu yang
lalu, dalam 2 minggu ini nyeri kepala sudah lebih dari 10 kali serangan dengan durasi
lebih kurang 1 jam. Nyeri kepala seperti terasa berat dan tegang. Nyeri kepala tidak
disertai mual, muntah, gangguan pendegaran, maupun penglihatan. Tidak ada
kelemahan anggota gerak. Nyeri cukup mengganggu aktivitas pasien. Keluhan
berkurang dengan istirahat dan minum obat penghilang nyeri. Hal ini sesuai dengan
kriteria diagnosis tension type headache dengan klasifikasi episodik onset infrequent,
dimana terdapat paling tidak lebih dari 10 episode namun belum mencapai 3 bulan
sejak nyeri kepala pertama, karakteristik nyeri kepala sesuai dengan TTH dimana
terasa berat dan tegang, bukan berdenyut seperti pada migren, dan bersifat bilateral.
Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran baik dan tidak
ditemukan kelainan pada pemeriksaan fisik neurorogis. Pemeriksaan Nn cranialis
juga dalam batas normal. Secara klinis tidak ada yang mengarah pada diagnosis lain,
sehingga tidak diperlukan pemeriksaan penunjang untuk menentukan diagnosis. Pada
pemeriksaan kepala, ditemukan adanya pericranial tenderness terutama pada kepala
bagian belakang pasien. Ditemukannya pericranial tenderness dan pemeriksaan fisik
lain dalam batas normal tanpa adanya defisit neurologis sesuai dengan diagnosis nyeri
kepala primer jenis TTH dan dapat menyingkirkan diagnosa nyeri kepala akibat
penyakit lain / sekunder.
Penatalaksanaan yang diberikan meliputi tatalaksana umum seperti
beristirahat dan pengendalian stress karena tension type headache sering dicetuskan
oleh stres. Diet makanan biasa dengan proporsi sesuai gizi seimbang setiap harinya.
Menghindari kelelahan fisik maupun mental, terlalu lama di depan komputer hingga
larut malam, dan diperlukan tidur yang cukup juga diedukasikan ke pasien agar faktor
pencetus nyeri kepalanya dapat berkurang. Memodifikasi faktor risiko pada pasien
sangatlah diperlukan agar TTH pada pasien dengan onset jarang ini tidak semakin
parah menjadi onset sering ataupun TTH kronik.
Terapi farmakologis ibuprofen sebagai analgetik untuk mengatasi gejala nyeri
kepala pasien. Ranitidin yang merupakan antagonis reseptor Histamin 2 digunakan

27
sebagai proteksi lambung dari penggunaan analgetik yang sifatnya dapat
meningkatkan asam lambung. Eperison HCl diberikan pada pasien sebagai relaksan
pada otot sekitar kepala pasien yang tegang dan menimbulkan gejala nyeri kepala.
Neurodex diberikan sebagai terapi tambahan untuk melindungi dan menjaga
kenormalam fungsi saraf pasien. Pada pasien dengan TTH penting untuk
memperbaiki faktor pencetus dan tidak bergantung pada obat-obatan saja. TTH onset
jarang dapat berkembang menjadi kronik jika pencetus tidak dimodifikasi.
Penggunaan obat analgetik jangka lama juga dapat meningkatkan sensitisasi saraf
yang dapat menyebabkan penurunan ambang nyeri, sehingga pengendalian faktor
pencetus sangat penting dalam tatalaksana TTH.

BAB V
KESIMPULAN

Tension type headache (TTH) merupakan kasus nyeri kepala tersering, dengan
prevalensi terjadi dalam populasi dapat mencapai 78%. Menurut penelitian, TTH
sangat mempengaruhi kehidupan sosial ekonomi seseorang.10 TTH di karakteristikkan
sebagai nyeri kepala dengan rasa tertekan atau diikat yang bilateral pada daerah
frontal dan oksipital, dengan intensitas nyeri dari ringan hingga sedang dan tidak

28
dipengaruhi oleh aktivitas fisik. Jarang didapatkan adanya penyerta seperti mual,
muntah, fotofobia, maupun fonofobia.7
TTH berdasarkan The Internasional Classification of Headache disorder
2013 dibagi menjadi 3, yaitu tension type headache episodik onset jarang, tension
type headache episodik onset sering, tension type headache kronik.2 Patofisiologi
TTH sendiri saat ini masih belum diketahui secara jelas, namun menurut teori,
ketegangan otot (tension) sekitar kepala akibat berbagai faktor risiko atau pencetus
akan mengeluarkan substansi-substansi nyeri yang menstimulasi saraf nyeri pada
daerah kepala. Pencetus yang paling sering adalah stres dan posisi kepala yang salah
terlalu lama.1
Penegakan diagnosis TTH sangat penting menilai dari klinis pasien sehingga
penting sekali untuk anamnesis secara terperinci dan melakukan pemeriksaan fisik
untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab sekunder dari nyeri kepala.8
Pada penatalaksanaan TTH perlu dilakukan terapi yang melibatkan
multidisiplin yaitu terapi psikofisiologi, fisioterapi, dan farmakoterapi. Pengedalian
faktor pencetus sangatlah penting agar prognosis terhadap kekambuhan maupun
keparahannya selalu baik / bonam.14

29

Anda mungkin juga menyukai