Oleh :
Alles Firmansyah 1210312035
Preseptor :
Prof.Dr.dr.H. Darwin Amir, Sp.S (K)
dr. Restu Susanti, Sp.S, M.Biomed
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................3
2.1 Definisi.....................................................................................................5
2.2 Epidemiologi............................................................................................6
2.3 Etiologi.....................................................................................................6
2.4 Klasifikasi................................................................................................7
2.5 Patofisiologi.............................................................................................9
2.6 Manifestasi Klinis....................................................................................11
2.7 Diagnosis..................................................................................................12
2.8 Penatalaksanaan.......................................................................................13
2.9 Pencegahan...............................................................................................15
2.10 Prognosis................................................................................................17
DAFTAR KEPUSTAKAAN....................................................................................18
BAB IV DISKUSI.....................................................................................................30
BAB V KESIMPULAN............................................................................................32
BAB I
PENDAHULUAN
Masalah kesehatan yang hampir dialami oleh seluruh orang di dunia adalah
nyeri kepala. Setidaknya, setiap orang mengalami nyeri kepala sekali dalam
2
kepala primer, sekunder, dan neuralgia kranial. Tension Type Headache (TTH)
merupakan nyeri kepala primer dengan kasus tersering. Prevalensi terjadinya TTH
dalam populasi dapat mencapai 78%, namun kebanyakan merupakan onset jarang
tanpa memerlukan intervensi medis yang spesifik. Onset pertama terjadinya TTH
muncul sebelum usia 20 dan mencapai puncak nya pada usia antara 30 hingga 39
tahun.1,2
paling sering, TTH juga merupakan nyeri kepala yang paling banyak mengeluarkan
biaya pada seseorang akibat onsetnya yang sering. Sehingga sangat diperlukan untuk
ditekan, atau tegang, dengan intensitas ringan – sedang, lokasi yang bilateral, dan
tidak memburuk dengan aktivitas fisik. Mual, muntah, fotofobia, maupun fonofobia
biasanya tidak terjadi saat serangan. Pada penelitian lebih lanjut juga menunjukkan
bahwa stres mental, kelelahan fisik, alkohol, dan menstruasi merupakan berhubungan
3
1.2 Tujuan Penulisan
1. Sebagai salah satu syarat di bagian ilmu penyakit saraf RSUP Dr. M. Djamil
Padang.
2. Menambah pengetahuan mengenai tension type headache.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Tension Type Headache (TTH) merupakan sensasi nyeri pada daerah kepala
akibat kontraksi terus menerus otot-otot kepala dan tengkuk (M.splenius kapitis,
posterior, dan M. levator scapula). Hal ini dikarateristikkan sebagai nyeri dengan rasa
tertekan atau diikat pada daerah frontal dan/atau oksipital. TTH memiliki intensitas
4
nyeri dari ringan hingga sedang dan tidak dipengaruhi oleh aktivitas fisik. Tidak
terdapatnya mual atau muntah akan tetapi pada keadaan tertentu bisa terdapat
fotofobia dan fonofobia. Kemungkinan TTH merupakan kejadian berulang dari nyeri
kranial, atau muskuloskeletal. Oleh karena itu, nyeri kepala ini dahulu pernah
headache.8 Namun hal ini tidak begitu disadari oleh pasien, sehingga pasien dapat
mengakui atau menyangkal adanya pengaruh stres terhadap nyeri kepala TTH yang
dialaminya. Hal yang menyebabkan pasien dengan tension type headache datang
berobat adalah ketika gejalanya sering muncul dan tidak lagi berespon dengan
penghilang nyeri.9
2.2 Epidemiologi
juta orang menderita nyeri kepala kronik dan 20 juta dari 45 juta tersebut merupakan
wanita. 75% dari jumlah di atas adalah TTH yang berdampak pada menurunnya
Pada sebagian besar penduduk, onset pertama kali terjadinya TTH adalah
sebelum usia 20 tahun, prevalensi puncaknya antara usia 30 hingga 39 tahun, dengan
onset rata-rata pada usia 25-30 tahun. Prevalensi TTH menurut penelitian dapat
mencapai 78%, dengan kasus terbanyak adalah TTH episodik onset jarang. Sekitar
5
24% hingga 37% pasien TTH mendapat beberapa kali serangan dalam 1 bulan, hanya
10% yag terjadi beberapa kali dalam 1 minggu, dan 2% hingga 3% memiliki serangan
yang sering terjadi hingga menjadi TTH kronik. Insiden terjadinya TTH menurut
penelitian sebanyak 14,2 dalam 1000 orang. Angka kejadian TTH dilaporkan pada
2.3 Etiologi
Etiologi dari tension type headache masih belum diketahui dengan jelas,
namun diduga disebabkan oleh beberapa faktor pencetus antara lain stres, kurang
tidur, dan tidak makan tepat waktu. Faktor tersebut merupakan faktor pencetus nyeri
kepala secara umum baik pada migren maupun tension type headache. Pada
penelitian lain juga mengatakan bahwa selain faktor stres, terdapatnya faktor
terjadinya TTH.4
Faktor risiko munculnya TTH yang lain adalah tingkat kesehatan diri yang
rendah dan kurangnya istirahat setelah bekerja. TTH juga dilaporkan berhubungan
dengan depresi, bekerja dalam posisi yang menetap dalam waktu lama, kelelahan
enkephalin.6
6
2.4. Klasifikasi
a. Setidaknya muncul 10 episode dengan rerata kurang dari 1 hari per bulan
(rata-rata kurang dari 12 hari per tahun) dan memenuhi kriteria b-d
b. Nyeri kepala berlangsung dari 30 menit sampai 7 hari
c. Setidaknya memiliki dua dari karakteristik nyeri berikut:
- lokasi bilateral
- intensitas ringan atau sedang (dapat menghambat tapi tidak mengganggu
aktivitas)
- terasa menekan / ketat (bukan berdenyut)
- tidak diperberat dengan aktivitas rutin atau gangguan saat naik tangga atau
d. Diikuti oleh :
- tanpa fotofobia dan fonofobia, atau hanya 1 dari keduanya yang muncul
(12 hari atau lebih per tahun dan kurang dari 180 hari per tahun)
tanpa fotofobia dan fonofobia, atau hanya 1 dari keduanya yang muncul
7
a. Frekuensi rata-rata lebih dari 15 serangan per bulan selama lebih dari 3 bulan
(180 atau lebih hari per tahun) dan memenuhi kriteria b-d
b. Setidaknya diikuti oleh kriteria nyeri:
- Kualitas menekan atau mengikat
- Intensitas ringan hingga sedang (dapat mengganggu namun tidak menghalangi
aktifitas)
- Lokasi bilateral
- Tidak diperberat oleh aktifitas rutin
c. Diikuti oleh:
- tanpa mual atau muntah (anoreksia bisa terjadi)
- tanpa fotofobia dan fonofobia, atau hanya 1 dari keduanya yang muncul
2.5 Patofisiologi
Patofisiologi TTH sendiri masih belum diketahui secara jelas. Nyeri kepala
akibat TTH lebih sering pada pasien yang terlalu lama dalam posisi kepala
menegangnya otot leher. Posisi leher saat tidur menggunakan bantal yang tinggi
melepaskan substansi pemicu nyeri seperti laktat, asam piruvat, dan lain-lain.
Substansi ini menstimulasi saraf saraf yang nyeri pada otot dan ligamen. Nyeri
dapat menjalar ke sisi lateral kepala atau melewati retroorita. Oleh karena itu,
8
nyeri juga dapat dirasakan pada daerah tersebut. Pada otot dan ligamen yang tidak
rendahnya oksigenasi otot sehingga timbul iskemia. Stres dan depresi bukan
berlebihan dan dapat menurunkan sirkulasi darah hingga 50%, seperti pada
nyeri. Nyeri dan stres yang berulang akan menyebabkan sensitisasi perifer dan
sentral sehingga menyebabkan turunnya ambang nyeri. Nyeri akan lebih mudah
muncul dan dapat memicu stres sehingga terjadi lingkaran setan nyeri.1,11,13
tidak berdenyut dengan intensitas ringan – sedang, disertai rasa tegang disekitar
leher dan kepala belakang, Nyeri pada TTH juga digambarkan seperti nyeri
menggambarkan rasa sakit nya seperti mengenakkan topi ketat atau headband.12
9
Mual atau muntah jarang ditemukan pada TTH. Pasien juga sering mengeluh
insomnia, nyeri kepala saat pagi, penurunan berat badan, sulit berkonsentrasi, dan
mudah lelah. Nyeri biasanya dipicu pada keadaan stres dan /atau cemas,
kelelahan, depresi, posisi tidur tidak yang baik Aktivitas fisik tidak berpengaruh
pada intensitas sakit kepala pada sebagian besar pasien. Hal ini berbeda dengan
migren di mana nyeri memburuk pada aktivitas fisik rutin dan dianggap sebagai
salah satu kriteria untuk membedakan antara migren dan tension type headache.
pasien TTH dapat mengeluhkan anorexia ringan hingga sedang. Fotobobia atau
nyeri kepala menetetap di sepanjang hari, dan sering tidak berubah selama
malam.10
2.7 Diagnosis
Penegakkan diagnosis TTH dinilai dari klinis pasien sehingga penting sekali
berlangsung 30 menit sampai beberapa hari dan dapat terus menerus pada
kasus berat
10
- Keluhan pasien menggambarkan distribusi nyeri dari tengkuk ke otot-otot
bilateral
- Nyeri kepala mengganggu aktivitas harian atau pekerjaan
- memburuk oleh stress, insomnia, kelelahan fisik, iritabilitas, gangguan
Pemeriksaan Fisik1,6,10 :
kelainan.
-Pada beberapa keadaan dapat ditemukan adanya trigger point, daerah otot yang
tegang, sehingga menimbulkan nyeri tekan di area leher dan kepala (pericranial
tenderness).
2.8 Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan pada TTH adalah sebagai berikut:1,14
1. Modifikasi gaya hidup untuk mengurangi faktor pencetus TTH. Sekitar 80%
disebabkan oleh stres dan postur yang tidak benar terutama saat duduk depan
olahraga rutin
2. Edukasi faktor dan manajemen stres
11
3. Dapat dikonsumsi dengan kombinasi kafein
4. Cognitive behavioral therapy
5. Profilaksis diberikan jika nyeri kepala rutin, berhubungan dengan pekerjaan
12
Fluoksetin 10 mg tablet dosis maks 60 mg/hari
7. Terapi Nonmedikamentosa
Edukasi tentang penyakit, kontrol diet, mas. Terapi fisik seperti latihan
biofeedback.1,12
Perubahan cara hidup diperlukan untuk nyeri kepala TTH kronik. Meliputi
2.9 Pencegahan
mencetuskan dan mengurangi nyeri kepala. TTH terbanyak seperti kasus TTH
episodik dapat mudah menjadi kronik jika pemicu dan stresor tidak dapat diatasi.1,15
Terapi profilaksis pasien TTH episodik sering atau kronik adalah dengan
prinsip obat tunggal yang dititrasi hingga dosis rendah yang efektif ditoleransi pasien.
hari/bulan atau pasien yang tidak berespon terhadap terapi simptomatis walaupun
frekuensi nyeri kepalanya lebih jarang. Berhasil jika mampu mengurangi frekuensi
serangan dan/atau mengurangi derajat keparahan minimal 50%. Prinsipnya sesuai lini
13
pertama yang mempertimbangkan efek samping, mulai dosis terendah hingga efektif,
dan glaukoma tdak boleh diberikan amitriptilin. Pasien juga perlu catatan harian
(headache dairy) untuk tahu pola, frekuensi, durasi, gangguan fungsional, jumlah
Obat yang efektif untuk mencegah tension type headache episodik berulang
membatasi konsumsi obat anti nyeri bebas (tanpa resep dokter) untuk mencegah
terjadinya nyeri kepala harian kronis. Obat lini kedua adalah mitarzin 30mg dan
venafaksin 150 mg. Obat lini ketiga adalah klomipramin 75-150mg, maprotilin 75mg,
dan mianserin 30-60mg. Anjuran untuk berhenti merokok, pola hidup sehat, bekerja,
2.10 Prognosis
14
DAFTAR KEPUSTAKAAN
15
14. Wibowo, Samekto, Gofir A. Farmakoterapi dalam neurologi. Jakarta: Salemba
Medika; 2001. 108-11.
15. Bendtsen L, Evers S, Linde M, Mitsikostas DD, Sandrini G, Schoenen J.
EFNS guideline on the treatment og tension-type headache. European J
Neurol. 2010; 17(11): 1318-25.
16. Kurniawan M. Suharjanti I, Pinzon RT. Acuan panduan praktik klinis
neurologi. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia; 2016. 11-
14.
16
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : DDP
Jeis Kelamin : Laki-laki
Usia : 22 tahun
Suku Bangsa : Minang
Pekerjaan : Mahasiswa
Tanggal ke Poliklinik : 14 November 2017
Seorang pasien laki-laki berusia 22 tahun, berobat ke poliklinik saraf RSUD
Achmad Mochtar Bukittinggi dengan :
Keluhan Utama :
Nyeri Kepala
Riwayat Penyakit Sekarang :
Nyeri kepala semakin meningkat sejak 2 hari yang lalu. Pasien mengeluhkan
nyeri berada di bagian kepala depan, belakang, dan tengkuk. Awalnya nyeri
kepala sudah dirasakan sejak 2 minggu yang lalu. Nyeri kepala seperti terasa
berat dan tegang. Pasien merasakan nyeri kepala dengan durasi ±1 jam setiap
serangannya. Nyeri kepala sudah lebih dari 10 kali dari awal dirasakan, sering
Nyeri kepala tidak disertai mual dan muntah, tidak ada gangguan peglihatan
17
Kelemahan pada tangan dan kaki tidak ada, nyeri di tempat lain tidak ada,
Riwayat trauma kepala ada 1 kali saat pasien di kelas 3 sekolah dasar, ketika
laporan akhirnya hingga larut malam dengan posisi kepala yang sama terus
18
PEMERIKSAAN FISIK
Tanda-tanda vital
Keadaan umum : Ringan
Kesadaran : Komposmentis Kooperatif, GCS 15 (E4,M6,V5)
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Frekuensi nadi : 84 x/menit
Frekuensi nafas : 20 x/menit
Suhu : 36,7o C
VAS :5
Tinggi badan : 165 cm
Berat badan : 59 kg
Status gizi : baik
Status Internus
Kepala : pericranial tenderness (+) pada daerah oksipital
Kelenjer getah bening : Tidak teraba pembesaran KGB leher, aksila, dan
inguinal
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Leher : JVP 5-2 cmH2O
Bruit karotis (-)
Thorak
Paru : Inspeksi : Simetris kiri dan kanan
Palpasi : Fremitus kiri dan kanan sama
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler, Rh -/-, Wh -/-
Jantung : Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Irama reguler, Heart rate 84x/menit
Abdomen : Inspeksi : Tidak tampak membuncit
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba
19
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Korpus Vertebrae : Inspeksi : Deformitas (-)
Palpasi : Gibbus (-), deformitas (-)
Status Neurologis
Kesadaran komposmentis kooperatif, GCS 15 (E4 M6 V5)
1. Tanda Rangsangan Selaput Otak :
Kaku kuduk : (-)
Brudzinski I : (-)
Brudzinski II : (-)
Tanda Kernig : (-)
2. Tanda Peningkatan Tekanan Intrakranial
Pupil : Isokor, Ø 3mm/3 mm, Refleks cahaya +/+, refleks
kornea +/+
3. Pemeriksaan Nervus Kranialis :
N.I (Olfaktorius)
Penciuman Kanan Kiri
Subjektif Baik Baik
Objektif (dengan bahan) Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N.II (Optikus)
Penglihatan Kanan Kiri
Tajam Penglihatan Baik Baik
Lapangan Pandang Baik Baik
Melihat warna Baik Baik
Funduskopi Tidak diperiksa Tidak diperiksa
N.III (Okulomotorius)
Kanan Kiri
Bola Mata Bulat Bulat
Ptosis - -
Gerakan Bulbus Bebas ke segala arah
20
Strabismus - -
Nistagmus -
Ekso/Endopthalmus - -
Pupil
Bentuk Bulat, isokor Bulat, isokor
Refleks Cahaya (+) (+)
Refleks Akomodasi (+) (+)
Refleks Konvergensi (+) (+)
N.IV (Troklearis)
Kanan Kiri
Gerakan mata ke bawah Baik Baik
Sikap bulbus Ortho Ortho
Diplopia - -
N.VI (Abdusens)
Kanan Ki ri
Gerakanmata kemedial Baik Baik
bawah
Sikap bulbus Ortho Ortho
Diplopia - -
N.V (Trigeminus)
Kanan Kiri
Motorik
Membuka mulut (+) (+)
Menggerakan rahang (+) (+)
Menggigit (+) (+)
Mengunyah (+) (+)
Sensorik
-Divisi Oftlamika
Refleks Kornea (+) (+)
Sensibilitas (+) (+)
-Divisi Maksila
Refleks Masseter (+) (+)
Sensibilitas (+) (+)
-Divisi Mandibula
Sensibilitas (+) (+)
N.VII (Fasialis)
Kanan Kiri
Raut wajah Simetris Simetris
Sekresi air mata (+) (+)
Fisura palpebra Baik Baik
21
Menggerakan dahi Baik Baik
Menutup mata Baik Baik
Mencibir/bersiul (+) (+)
Memperlihatkan gigi Baik Baik
Sensasi lidah 2/3 belakang Baik baik
Hiperakusis (-) (-)
Plika nasolabialis Simetris Simetris
N.VIII (Vestibulokoklearis)
Kanan Kiri
Suara berbisik (+) (+)
Detik Arloji (+) (+)
Rinne test Tidak dilakukan
Webber test Tidak dilakukan
Scwabach test Tidak dilakukan
Memanjang
Memendek
Nistagmus
Pendular (-) (-)
Vertical
Siklikal
N.IX (Glosofaringeus)
Kanan Kiri
Sensasi Lidah 1/3 belakang Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks muntah (gag + +
refleks)
N.X (Vagus)
Kanan Kiri
Arkus faring Simetris Simetris
Uvula Ditengah ditengah
Menelan Baik baik
22
Artikulasi Baik Baik
Suara Baik Baik
Nadi Sinus reguler Sinus reguler
N.XI (Asesorius)
Kanan Kiri
Menoleh kekanan (+)
Menoleh kekiri (+)
Mengangkat bahu kanan (+)
Mengangkat bahu kiri (+)
N.XII (Hipoglosus)
Kanan Kiri
Kedudukan lidah dalam Di tengah
Kedudukan lidah Di tengah
dijulurkan
Tremor (-) (-)
Fasikulasi (-) (-)
Atropi (-) (-)
Pemeriksaan Koordinasi
Cara Berjalan Baik Disatria (-)
Romberg test Baik Disgrafia (-)
Ataksia Baik Supinasi-Pronasi Baik
Rebound (-) Tes Jari Hidung Baik
Phenomen
Tes Tumit Lutut Baik Tes Hidung Jari Baik
23
Atetosis (-) (-)
Mioklonik (-) (-)
Khorea (-) (-)
Pemeriksaan Sensibilitas
Sensibilitas taktil Baik
Sensibilitas nyeri Baik
Sensibilitas termis Baik
Sensibilitas kortikal Baik
Stereognosis Baik
Pengenalan 2 titik Baik
Pengenalan rabaan Baik
Sistem Refleks
A. Fisiologis Kanan Kiri Kanan Kiri
Kornea (+) (+) Biseps (++) (++)
Berbangkis Triseps (++) (++)
Laring KPR (++) (++)
24
Masseter APR (++) (++)
Dinding Perut Bulbokavernosa
Atas Creamaster
Tengah Sfingter
Bawah
Fungsi Otonom
Miksi : baik, uninhibited bladder tidak ada
Defekasi : baik
Keringat : baik
Fungsi Luhur
Kesadaran Tanda Demensia
Reaksi bicara Baik Refleks glabella (-)
reaksi intelek Baik Refleks Snout (-)
Reaksi emosi Baik Refleks Menghisap (-)
Refleks Memegang (-)
Refleks (-)
palmomental
Diagnosis
Diagnosis klinik : Tension Type Headache
Diagnosis topik : ekstrakranial
Diagnosis etiologi : idiopatik / muscle spasm
25
Diagnosis sekunder :-
Pemeriksaan Anjuran :-
Penatalaksanaan
Terapi umum : -istirahat
-Mengendalikan stres, hindari kelelahan fisik maupun
mental, terlalu lama di depan komputer hingga larut
malam, tidur yang cukup
-Diet gizi seimbang, MB 1500 kkal/ hari
BAB IV
DISKUSI
26
sejak 2 hari yang lalu, pasien mengeluhkan nyeri berada di bagian kepala depan,
belakang, dan tengkuk. Awalnya nyeri kepala sudah dirasakan sejak 2 minggu yang
lalu, dalam 2 minggu ini nyeri kepala sudah lebih dari 10 kali serangan dengan durasi
lebih kurang 1 jam. Nyeri kepala seperti terasa berat dan tegang. Nyeri kepala tidak
disertai mual, muntah, gangguan pendegaran, maupun penglihatan. Tidak ada
kelemahan anggota gerak. Nyeri cukup mengganggu aktivitas pasien. Keluhan
berkurang dengan istirahat dan minum obat penghilang nyeri. Hal ini sesuai dengan
kriteria diagnosis tension type headache dengan klasifikasi episodik onset infrequent,
dimana terdapat paling tidak lebih dari 10 episode namun belum mencapai 3 bulan
sejak nyeri kepala pertama, karakteristik nyeri kepala sesuai dengan TTH dimana
terasa berat dan tegang, bukan berdenyut seperti pada migren, dan bersifat bilateral.
Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran baik dan tidak
ditemukan kelainan pada pemeriksaan fisik neurorogis. Pemeriksaan Nn cranialis
juga dalam batas normal. Secara klinis tidak ada yang mengarah pada diagnosis lain,
sehingga tidak diperlukan pemeriksaan penunjang untuk menentukan diagnosis. Pada
pemeriksaan kepala, ditemukan adanya pericranial tenderness terutama pada kepala
bagian belakang pasien. Ditemukannya pericranial tenderness dan pemeriksaan fisik
lain dalam batas normal tanpa adanya defisit neurologis sesuai dengan diagnosis nyeri
kepala primer jenis TTH dan dapat menyingkirkan diagnosa nyeri kepala akibat
penyakit lain / sekunder.
Penatalaksanaan yang diberikan meliputi tatalaksana umum seperti
beristirahat dan pengendalian stress karena tension type headache sering dicetuskan
oleh stres. Diet makanan biasa dengan proporsi sesuai gizi seimbang setiap harinya.
Menghindari kelelahan fisik maupun mental, terlalu lama di depan komputer hingga
larut malam, dan diperlukan tidur yang cukup juga diedukasikan ke pasien agar faktor
pencetus nyeri kepalanya dapat berkurang. Memodifikasi faktor risiko pada pasien
sangatlah diperlukan agar TTH pada pasien dengan onset jarang ini tidak semakin
parah menjadi onset sering ataupun TTH kronik.
Terapi farmakologis ibuprofen sebagai analgetik untuk mengatasi gejala nyeri
kepala pasien. Ranitidin yang merupakan antagonis reseptor Histamin 2 digunakan
27
sebagai proteksi lambung dari penggunaan analgetik yang sifatnya dapat
meningkatkan asam lambung. Eperison HCl diberikan pada pasien sebagai relaksan
pada otot sekitar kepala pasien yang tegang dan menimbulkan gejala nyeri kepala.
Neurodex diberikan sebagai terapi tambahan untuk melindungi dan menjaga
kenormalam fungsi saraf pasien. Pada pasien dengan TTH penting untuk
memperbaiki faktor pencetus dan tidak bergantung pada obat-obatan saja. TTH onset
jarang dapat berkembang menjadi kronik jika pencetus tidak dimodifikasi.
Penggunaan obat analgetik jangka lama juga dapat meningkatkan sensitisasi saraf
yang dapat menyebabkan penurunan ambang nyeri, sehingga pengendalian faktor
pencetus sangat penting dalam tatalaksana TTH.
BAB V
KESIMPULAN
Tension type headache (TTH) merupakan kasus nyeri kepala tersering, dengan
prevalensi terjadi dalam populasi dapat mencapai 78%. Menurut penelitian, TTH
sangat mempengaruhi kehidupan sosial ekonomi seseorang.10 TTH di karakteristikkan
sebagai nyeri kepala dengan rasa tertekan atau diikat yang bilateral pada daerah
frontal dan oksipital, dengan intensitas nyeri dari ringan hingga sedang dan tidak
28
dipengaruhi oleh aktivitas fisik. Jarang didapatkan adanya penyerta seperti mual,
muntah, fotofobia, maupun fonofobia.7
TTH berdasarkan The Internasional Classification of Headache disorder
2013 dibagi menjadi 3, yaitu tension type headache episodik onset jarang, tension
type headache episodik onset sering, tension type headache kronik.2 Patofisiologi
TTH sendiri saat ini masih belum diketahui secara jelas, namun menurut teori,
ketegangan otot (tension) sekitar kepala akibat berbagai faktor risiko atau pencetus
akan mengeluarkan substansi-substansi nyeri yang menstimulasi saraf nyeri pada
daerah kepala. Pencetus yang paling sering adalah stres dan posisi kepala yang salah
terlalu lama.1
Penegakan diagnosis TTH sangat penting menilai dari klinis pasien sehingga
penting sekali untuk anamnesis secara terperinci dan melakukan pemeriksaan fisik
untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab sekunder dari nyeri kepala.8
Pada penatalaksanaan TTH perlu dilakukan terapi yang melibatkan
multidisiplin yaitu terapi psikofisiologi, fisioterapi, dan farmakoterapi. Pengedalian
faktor pencetus sangatlah penting agar prognosis terhadap kekambuhan maupun
keparahannya selalu baik / bonam.14
29