Anda di halaman 1dari 18

TINJAUAN PUSTAKA

TENSION TYPE HEADCHE

Disusun Oleh :

1. Kadek Seri Mahayanti (1702612030)


2. Ida Ayu Gde Wahyudevi Dharmika (1702612008)
3. Monica Nur Indah Pawana (1702612048)

Pembimbing :

Dr.dr Thomas Eko Purwata, Sp.S (K), FAAN

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


DI DEPARTEMEN/KSM NEUROLOGI
FK UNUD/RSUP SANGLAH DENPASAR
2019

i
TENSION TYPE HEADCHE
Lembar Pengesahan

Tinjauan Pustaka ini telah disahkan pada

Pembimbing

Dr.dr Thomas Eko Purwata, Sp.S (K), FAAN


NIP. 19540420 198211 1 001

Mengetahui,Ketua Departemen/KSM Neurologi


FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar

Dr.dr I Made Oka Adnyana,SpS (K)


NIP.19561010 198312 1 001

ii
KATA PENGANTAR

Puja dan Puji Syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat rahmat-Nya tinjuan pustaka dengan judul “Tension Type Headche”
ini dapat selesai pada waktunya. Tinjauan pustaka ini disusun sebagai salah satu
syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik madya di Departemen/KSM
Neurologi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih


kepada berbagai pihak yang telah membantu penyelesaian laporan kasus ini.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan pada:

1. Dr.dr. I Made Oka Adnyana,Sp.S (K) selaku ketua Departemen/KSM


Neurologi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar yang telah
memfasilitasi, memberikan penulis kesempatan selama proses
pembelajaran dibagian.
2. dr. I.A. Sri Indrayani Sp.S selaku penanggung jawab pendidikan
dokter muda di Departemen/KSM Neurologi FK UNUD/RSUP
Sanglah Denpasar yang telah memberikan kesempatan dan membantu
penulis selama proses pembelajaran di departemen ini
3. Dr. dr. Thomas Eko Purwata, Sp.S(K) FAAN., selaku pembimbing,
yang telah membimbing selama penyusunan tinjauan pustaka ini.
4. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang
telah membantu dalam penyusunan laporan tinjauan pustaka ini

Penulis menyadari laporan ini masih jauh dari kata sempurna sehingga
saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan unutk
kesempurnaan laporan kasus ini. Akhir kata semoga tulisan ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.

Denpasar, Februari 2019

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................2
2.1 Tension Type Headaches..........................................................................2
2.1.1 Definisi........................................................................................................3
2.1.2 Epidemiologi...............................................................................................2
2.1.3 Etiologi........................................................................................................3
2.1.4 Patogenesis..................................................................................................3
2.1.5 Diagnosis.....................................................................................................4
2.1.6 Diagnosis Banding ....................................................................................5
2.1.7 Penatalaksanaan .........................................................................................6
BAB III KESIMPULAN........................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................12
ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Nyeri merupakan salah satu keluhan yang sering terjadi dalam berbagai
kasus klinik. Nyeri dapat terjadi di banyak tempat dalam tubuh manusia, salah
satunya yaitu adalah nyeri kepala. Nyeri kepala merupakan perasaan sakit atau
tidak nyaman antara orbita dengan kepala yang berasal dari struktur sensitif
terhadap rasa nyeri.1
Nyeri kepala dapat dibagi menjadi 2 yaitu nyeri kepala primer dan nyeri
kepala sekunder. Nyeri kepala primer disebabkan oleh adanya aktivitas berlebih
dalam struktur sensitif nyeri seperti aktivitas kimia, saraf, pembuluh darah,
ataupun otot. Nyeri kepala primer ini bukan merupakan suatu gejala dari penyakit
penyerta. Sedangkan nyeri kepala sekunder adalah suatu gejala dari penyakit yang
mengaktivasi saraf sensitif nyeri yang ada di kepala.1
Gejala nyeri kepala sendiri dapat timbul karena dilatasi dari pembuluh
darah intrakranium, tumor atau abses serebri karena telah meregangkan pembuluh
darah intrakranium disekitarnya, dilatasi pembuluh darah ekstrakranium seperti
pada migren, iritasi dari meninges, kompresi langsung nervus V, IX, atau X, nyeri
alih serta kontraksi kronis dari otot-otot kepala seperti pada Tension Type
Headache.2
Tension Type Headache (TTH) atau nyeri kepala tipe tegang adalah nyeri
kepala primer yang paling sering terjadi dibandingkan tipe nyeri kepala yang
lainnya. TTH memiliki intensitas dari ringan hingga sedang dengan karakter nyeri
yang tumpul serta menekan tanpa disertai dengan gejala otonomik.3

1
7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tension Type Headaches
2.1.1 Definisi
Tension Type Headaches (TTH) adalah nyeri kepala episodik yang
berlangsung dalam hitungan menit hingga minggu. Nyeri yang terjadi
memiliki karakteristik menekan atau mengikat, dengan intensitas ringan
hingga sedang serta lokasi bilateral. Nyeri tidak memburuk dengan aktivitas
fisik. Mual dan muntah biasanya tidak terjadi tapi terdapat fotofobia dan
fonofobia tanpa gejala otonom.4,5
Menurut International Classification of Headache Disorder (ICHD 3)
definisi TTH adalah paling tidak 10 episode nyeri kepala berlangsung dari 30
menit sampai 7 hari, dan paling tidak ada 2 gejala klinik yang menyertai
yaitu: lokasi bilateral, tipe nyeri menekan atau mengikat (tidak berdenyut),
intensitas ringan-sedang dan tidak dipengaruhi aktivitas fisik rutin.6
Tabel 2.1 Bentuk Tension Type Headache6
Klasifikasi TTH Frekuensi
Infrequent episodic paling tidak 10 episode terjadi < 1 hari per bulan
Frequent episodic paling tidak 10 episode serangan terjadi dalam ≥ 1 hari
tetapi < 15 hari per bulan yang terjadi selama ≥ 3 bulan
Kronis nyeri kepala terjadi dalam ≥ 15 hari per bulan selama lebih
dari 3

2.1.2 Epidemiologi
Tension Type Headache dapat menyerang segala usia. Usia terbanyak
adalah 25-30 tahun, namun puncak prevalensi meningkat di usia 30-39 tahun.
Sekitar 40% penderita TTH memiliki riwayat keluarga dengan TTH, 25% juga
menderita migren.7 Penyakit ini lebih sering mengenai wanita daripada laki-laki
dengan perbandingan 3:2. 4 Sekitar 78% orang dewasa pernah mengalami TTH
setidaknya sekali dalam hidupnya.7

2.1.3 Etiologi

2
3

Penelitian telah mengidentifikasi banyak faktor yang mencetuskan


TTH. Stress merupakan faktor pencetus yang paling banyak dilaporkan
dimana berhubungan dengan stress menyebabkan kontraksi otot leher dan
kulit kepala. Kemudian diikuti oleh kelelahan dan gangguan tidur.
Kecemasan dan depresi juga menjadi komorbid dalam munculnya kejadian
TTH.8 Faktor genetik disebutkan juga dapat berperan sebagai penyebab TTH
dimana pasien dengan keluarga dekat (first-degree relative) dengan riwayat
TTH kronis memiliki faktor risiko tiga kali lipat mengalami TTH kronis.9
Beberapa penelitian menyebutkan hubungan antara cedera leher-
kepala dan TTH, hal ini terjadi akibat meningkatnyakeentanan otot skeletal
dan otot perikranial sehingga menyebabkan TTH. Ini didkung dengan bukti
kerusakan pada otot upper cervical spine dan neck-shoulder region yang
berperan dalam pathogenesis TTH.8

2.1.4 Patogenesis
Pada penderita TTH didapati gejala yang menonjol yaitu nyeri tekan
yang bertambah pada palpasi jaringan miofasial perikranial. Impuls nosiseptif
dari otot perikranial yang menjalar ke kepala mengakibatkan timbulnya nyeri
kepala dan nyeri yang bertambah pada daerah otot maupun tendon tempat
insersinya.10 Nyeri kepala yang timbul pada TTH dikaitkan dengan adanya
kontraksi berlebih atau spasme otot-otot kepala dan leher (aktivitas miofasial)
dalam waktu yang lama dalam kondisi kurangnya suplai darah (disebut juga
kontraksi otot iskemik) akan menyebabkan dikeluarkannya zat-zat seperti
laktat dan asam piruvat yang mampu mengaktivasi nosiseptor perifer dan
menimbulkan rasa nyeri. Nyeri ini memiliki kualitas yang khas yakni rasa
seperti tertekan benda berat atau terikat kencang.8
Nyeri kepala TTH sering dikaitan dengan faktor-faktor psikologis
seperti adanya stres, kurangnya istirahat, depresi dan ansietas. Hal-hal
tersebut akan mengaktivasi jalur sensitisasi sentral sehingga menurunkan nilai
ambang nyeri sehingga penderita akan menjadi lebih sensitif terhadap
rangsangan berupa tekanan, perubahan suhu, dan pencetus nyeri lainnya pada
otot-otot di area wajah dan kepala. Faktor pemicu TTH telah diidentifikasi
4

sebagai mereka yang berinteraksi dengan sistem limbik, dan miofasial, atau
struktur vaskular; yang paling sering stres emosional, kecemasan, depresi dan
nyeri miofasial.8,11

2.1.5 Diagnosis
2.1.5.1 Anamnesis
Nyeri kepala pertama harus dibedakan terlebih dahulu apakah
nyeri kepala primer atau sekunder. Nyeri kepala primer dibedakan dari
nyeri kepala sekunder dengan memperhatikan adanya red flag (tanda
bahaya) nyeri kepala. Red flag yang dimaksud adalah adanya gejala
sistemik (demam, penurunan berat badan), faktor risiko sekunder (HIV
dan kanker), defisit neurologis (penurunan kesadaran, kelemahan),
adanya nyeri kronis progresif, adanya papiledema, diperberat dengan
perubahan postural atau manuver valsava. Setelah red flag disingkirkan
dan diagnosa mengarah kepada nyeri kepala primer, klinisi dapat
menggali lebih detil mengenai nyeri kepala primer tersebut untuk5
menegakkan diagnosis TTH.12
Durasi nyeri kepala pada TTH dapat bervariasi dari 30 menit
hingga beberapa hari dan bahkan dapat terjadi terus-menerus pada
beberapa kasus yang berat. Intensitas nyeri umumnya ringan hingga
sedang dan memiliki kualitas seperti rasa tertekan benda berat, tegang,
dan terikat pada kepala. Nyeri yang dirasakan umumnya bilateral pada
kedua sisi baik pada bagian dahi, bagian belakang kepala, hingga pada
bagian leher. Faktor-faktor yang memperingan umumnya berupa
istirahat dan pijatan pada otot-otot yang dirasakan kaku. Faktor-faktor
yang memperberat atau memicu nyeri kepala dapat berupa bekerja
dalam posisi yang sama dalam waktu yang lama. Riwayat penggunaan
obat-obatan analgetik yang dijual bebas juga perlu ditanyakan jenis dan
frekuensi pemakaiannya untuk mengetahui apakah nyeri kepala ini
disebabkan oleh pemakaian berlebih dari obat analgesik serta untuk
menentukan pilihan analgesik yang akan diberikan sebagai tatalaksana
TTH. Faktor sosial terkait TTH umumnya berupa stres, depresi, dan
3

ansietas. Diagnosis TTH Headache Classification Committee of the


International Headache Societyterdapat pada Tabel 2.2.13

Tabel 2.2 Kriteria Diagnosis TTH13

Kriteria Diagnosis TTH


A. Minimal terdapat 10 episode atau lebih yang memenuhi kriteria
B hingga D
B. Nyeri kepala berlangsung selama 30 menit hingga 7 hari
C. Terdapat minimal 2 dari karakteristik nyeri kepala berikut:
1. Nyeri tidak berdenyut, seperti tertekan benda berat atau
terikat
2. Intensitas nyeri ringan hingga sedang
3. Lokasi bilateral
4. Tidak diperberat dengan naik tangga atau aktivitas rutin
lainnya
D. Tidak boleh terdapat mual atau muntah; fonofobia atau fotofobia
hanya boleh terdapat salah satu

2.1.5.2 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik secara mendetil membantu menyingkirkan
kemungkinan adanya penyebab sekunder dari nyeri kepala. Oleh karena
itu, pada TTH tidak boleh ditemukan adanya paresis nervus kranialis,
papiledema, gangguan lapang pandang, gangguan motorik, gangguan
sensorik, dan defisit neurologis lainnya. Palpasi manual pada otot-otot
perikranial umumnya menunjukkan adanya spasme otot.12
6

2.1.6 Diagnosis Banding TTH


Sebagian besar nyeri kepala dalam konteks gangguan medis,
antara lain: hipotiroidisme, gangguan tidur, dan krisis hipertensif
memiliki gambaran klinis yang tumpang tindih dengan TTH. TTH dari
gambaran klinisnya sulit dibedakan dengan nyeri kepala servikogenik
sekunder. Penderita cervical spine discogenic dan gangguan spondilotik
juga disertai TTH. Pada kondisi tertentu, koneksi mekanistik TTH juga
4

perlu dibedakan dari disfungsi sendi temporomandibular atau cervical


spine disease.
Beberapa penyekit / kondisi yang mirip dengan TTH : cervical
spondylosis, nyeri kepala akibat overuse obat, nyeri kepala pasca cedera
kronis, juga nyeri kepala yang berhubungan dengan : penyakit
mata/rongga sinus di hidung, gangguan sendi temporomandibular,
kondisi kejiwaan, dan tumor otak.

2.1.7 Penatalaksanaan TTH

Penanganan TTH meliputi terapi pada orang yang sedang


mengalami serangan nyeri dan pencegahan untuk meminimalkan
serangan nyeri kepala. Terapi pada orang mengalami nyeri kepala
dapat berupa farmakologi dan non farmakologi. 14 Prinsip penanganan
TTH adalah edukasi mengenai faktor pencetus dan implementasi
tatalaksana stres mengurangi manifestasi penyakit,apabila mengalami
gejala akut maka dapat diterpi secara farmakologis dengan analgetik
seperti asetaminofen, NSAID atau asam asetilsalisilat atau kombinasi
dengan kafein juga efektif. Terapi non farmakologis meliputi relaksasi,
cognitive-behavioral therapy dan pemijatan. Terapi profilaksis
diberikan bila nyeri kepala frequent, berhubungan dengan pekerjaan,
sekolah, kualitas hidup, dan pengunaan analgetik yang dijual bebas
meningkat (>10-15 hari per bulan). Pilihan terapi profilaksis meliputi
antidepresan trisiklik seperti amitriptyline dan nortriptilin.15

I. Terapi Farmakologis Tension type headache

I.1. Pada serangan akut tidak boleh lebih dari 2 hari/minggu

1. Analgesik; aspirin 1000mg/hari, asetaminofen 1000mg/hari,


NSAIDs (Naproksen 660-750mg/hari, Ketoprofen 25-50
mg/hari, ibuprofen 800mg/hari, diklofenak 50-100mg/hari).
Pemberian analgesik dalam waktu lama dapat menyebabkan
3

iritasi gastrointestinal, penyakit ginjal dan hepar, gangguan


fungsi platelet.
2. Kafein sebagai analgesik ajuvan (65 mg)
3. Kombinasi: 325 aspirin, asetaminofen + 40mg kafein

Ibuprofen (400mg) + Caffein (200mg)


Ibuprofen (400mg) = Ketoprofen
(50mg)

Ibuprofen (400mg)
= Ketoprofen (25mg)
= Naprofxen (725mg)
Aspirin / paracetamol (500-1000mg) + Caffein

Aspirin (500-1000mg) = Paracetamol (500-1000mg)

I.2 Pada tipe kronis.

1. Antidepresan
Jenis trisiklik: amitriptyline, sebagai obat terapeutik maupun
sebagai pencegahan TTH. Obat ini mempunyai efek analgetik
dengan cara mengurangi firing rate of trigeminal nucleus caudalus.
Dalam jangka lama semua trisiklik dapat menyebabkan
penambahan berat badan (merangsang nafsu makan), mengganggu
jantung, hipotensi ortostatik dan efek antikolinergik seperti mulut
kering, mata kabur, tremor, dan dysuria, retensi urin, konstipasi.15
2. Antiansietas
Baik pada pengobatan kronis dan preventif terutama pada penderita
dengan komorbid ansietas. Golongan benzodiazepine sering
dipakai. Kekurangan obat ini bersifat adiktif, dan sulit dikontrol
sehinggga dapat memperburuk nyeri kepala.15

Tabel 2.3. Rekomendasi terapi TTH akut


4

Obat Dosis Level Keterangan


rekomendasi
Ibuprofen 200-800 mg A Efek samping gastrointestinal, risiko
perdarahan
Ketoprofen 25 mg A Efek samping seperti ibuprofen
Aspirin 500-1000 mg A Efek samping seperti ibuprofen
Naproksen 375-550 mg A Efek samping seperti ibuprofen
Diklofenak 12,5-100 mg A Efek samping seperti ibuprofen,
hanya dosis 12,5-25mg yang diuji
pada TTH
Parasetamol 1000 mg A Efek samping gastrointestinal lebih
sedikit disbanding NSAIDs
Kombinasi 65-200 mg A Lihat di bawaha
kafein

Level rekomendasi mempertimbangkan efek samping dan konsistensi


studi. Bukti dosis optimal masih jarang. Dosis optimal efektif yang ditoleransi
baik oleh pasien sebaiknya dipilih NSAID, non-steroid anti-inflammatory drugs;
TTH, Tension type headache; Kombinasi dengan kafein 65-200 mg meningkatkan
efikasi ibuprofen dan parasetamol, namun juga resiko terjadinya medication-
overuse headache, level rekomendasi dari obat kombinasi yang mengandung
kafein adalah B.15

II. Terapi Nonfarmakologis


1. Terapi fisik dapat dilakukan dengan masase, kompres
panas/dingin, akupuntur TENS (transcutaneus electrical
stimulation)
2. Hindari pemakaian harian obat analgetik, sedative, dan9
ergolamin
3. Terapi Behavior dapat dilakukan stress management therapy,
konseling, terapi relaksasi dan EMG biofeedback. EMG
biofeedback adalah metode melatih kembali otot dengan
menciptakan sistem umpan balik baru sebagai hasil dari
3

konversi sinyal mioelektrikal pada otot menjadi sinyal visual


dan pendengaran. Pasien diberikan penjelasan mengenai
patofisiologi sederhana, pengobatannya serta TTH bukanlah
penyakit yang serius seperti tumor otak, perdarahan otak
sehingga dapat mengurangi beban pikiran penderita.15

Tabel 2.4 Rekomendasi terapi non farmakologi

Pengobatan Level Rekomendasi


Terapi Psiko-behavioural
 EMG biofeedback A
 Cognitive-behavioural C
therapy C
 Latihan relaksasi C

Terapi Fisik C

Akupuntur

III. Terapi preventif farmakologis


Terapi preventif perlu diberikan pada penderita yang sering mendapat
serangan nyeri kepala pada TTH episodik dan serangan yang lebih dari
15 hari dalam satu bulan (Chronic tension-type headache).15

Indikasi terapi preventif


1. Terapi preventif direkomendasikan pada kasus disabilitas akibat
nyeri kepala ≥ 4 hari / bulan atau tidak ada respon terhadap terapi
simtomatis, bahkan bila frekuensi nyeri kepalanya rendah
2. Terapi dikatakan efektif bila mengurangi frekuensi serangan
dan/atau derajat keparahan minimal 50%.
3. Identifikasi faktor pencelus dan yang mengurangi nyeri kepala jika
memungkinkan juga berperan dalam mengurangi frekuensi
serangan
10 4

4. Penyakit komorbid yang lain ikut menentukan pemilihan terapi


(misal penggunaan amitrityline dikontradiksikan pada hipertrofi
prostat dan glaucoma)
5. Perhatian khusus terhadap adanya interaksi obat
6. Terapi preventif seharusnya berbasis obat tunggal yang dititrasi
pada dosis rendah yang efektif dan ditoleransi dengan baik
3

7. Pasien harus dilibatkan dalam pemilihan terapi dan sedapat


mungkin dilanjutkan untuk tidak mengkonsumsi obat dalam
jumlah banyak (kepatuhan minum obat berbalikan dengan jumlah
obat yang dikonsumsi).
8. Pasien harus diinformasikan mengenai bagaimana dan kapan obat
seharusnya diminum, efikasi dan efek sampingnya. Pasien
disarankan untuk mencatat serangan nyeri kepala pada diary nyeri
kepala untuk mengetahuin frekuensi dan durasi nyeri kepala,
gangguan fungsional, jumlah obat simtomatis yang diminum,
efikasi terapi prevensi dan efek samping yang mungkin muncul.15

Tabel 2.5. Rekomendasi terapi profilaksis untuk pasien TTH

Obat Dosis harian Level rekomendasi*


Obat lini pertama
Amitriptyline 30-75 mg A
Obat lini kedua
Mirtazapin 30 mg B
Venlafaxine 150 mg B
Obat lini ketiga
Clamipramin 75-150 mg B
Maprotilin 75 mg B
Mianserin 30-60 mg B

* Level rekomendasi mempertimbangkan efek samping, jumlah, dan


kualitas studi.

BAB III
KESIMPULAN

Tension Type Headache (TTH) atau nyeri kepala primer tipe tegang adalah
nyeri kepala yang paling sering terjadi dibandingkan tipe nyeri kepala yang
lainnya. TTH memiliki intensitas dari ringan hingga sedang dengan karakter nyeri
4

yang tumpul serta menekan tanpa disertai dengan gejala otonomik. Sebesar 78%
orang dewasa pernah mengalami TTH setidaknya sekali dalam hidupnya, dan
cenderung lebih sering terjadi pada wanita.Etiologi dan patofisiologi disebabkan
dari multifaktorial. Diagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria International
Classifi cation of Headache Disorders (ICHD). Pemeriksaan fisik dapat
menjumpai pericranial tenderness, yang dicatat dengan Total Tenderness Score.
Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi dan bila perlu. Penegakan
diagnosis mempertimbangkan aspek diagnosis banding dan komorbiditas.
Penatalaksanaan meliputi farmakologis dan nonfarmakologis. Terapi preventif
dengan medikamentosa perlu diberikan pada penderita yang sering mendapat serangan
nyeri kepala pada TTH episodik dan serangan yang lebih dari 15 hari dalam satu bulan.

DAFTAR PUSTAKA
11

1. Friedman, BW., Grosberg, BM. Diagnosis and Management of the Primary


Headache Disorders in the Emergency Department Setting. HHS Public Access:
Emergency Medicine Clinics of North America. 2009; 27(1): 71-78.
3

2. Ngoerah, IGNG. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Saraf. Denpasar: Udayana


University Press. 2017.
3. Bendtsen, L. Drug and Nondrug Treatment in Tension-Type Headache. Sage
Journal Online: Therapeutic Advances in Neurological Disorders. 2009; 2(3):155–
161.
4. Chowdhury, D. Tension Type Headache. Annals of Indian Academy of Neurology
[Online]. 2012.
5. Schramm SH, Obermann M, Katsarava Z, Diener HC, Moebus S, Yoon MS.
Epidemiological profiles of patients with chronic migraine and chronic tension-
type headache. The Journal of Headache and Pain: a Springer Open Journal. 2013;
1-8.
6. Blanda M. Tension Headache. Medscape [Online]. 2017. Diakses dari
https://emedicine.medscape.com/article/792384-overview#a6 [10 Agustus 2018].
7. Anurogo, Dito. Tension Type Headache. Medical Journal of Indonesia.2014;186-
189.
8. Karen E Waldie, Jude Buckley, Peter N Bull, Richie Poulton. Tension-Type Headache: A
Life-Course Review. Journal of Headache & Pain Management. 2015:2(1)1-9
9. Van Den Maagdenberg AM, Terwindt GM, Haan J, Frants
RR, Ferrari MD. Genetics of Headaches. Journal of Clinical Neurology. 2013:96(48) 85-
97.
10. Machelska H, Heppenstall PA, Stein C. Breaking the Pain Barrier. Nat
Med2003;9(11): 1353-1354
11. Castells ET, Delgado EV, Escoda CG, Cosme P, Escoda G. Use of amitriptyline
for the treatment of chronic tension-type headache. Med Oral Patol Oral Cir
Bucal. 2008;13(9):2–7.
12. Miella PJ, Brodie JJ. Tension-Type Headache. American Family Physician. 2002;
66(5): 797-804.
13. Nicolson SE, Rizzoli PB. Headache [Online]. 2015. Diakses dari
https://clinicalgate.com/77-headache/ [15 Agustus 2018].
14. Debashish Chowdhury. Tension Type Headache. Annals of Indian Academy of
Neurology . 2012:15:584-588.
15. Kelompok Studi Nyeri Kepala. Diagnostik dan Penatalaksanaan Nyeri Kepala.
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI).Jakarta. 2013: 36-39.

Anda mungkin juga menyukai