Anda di halaman 1dari 5

Terapi Batu Empedu: Apakah Harus Operatif?

IDN Wibawa

Batu empedu adalah salah satu penyakit saluran cerna yang paling sering
dan membutuhkan biaya tatalaksana yang cukup tinggi. Insiden penyakit ini
meningkat seiring usia. Populasi yang berisiko di antaranya adalah penderita
diabetes melitus, penderita obesitas, wanita, mereka yang berat badannya naik
turun dengan cepat, dan mereka yang mendapat terapi hormon atau kontrasepsi
oral.1
Batu empedu dikategorikan berdasarkan komposisinya yaitu batu
kolesterol (pada 80% pasien), dan batu pigmen (hitam dan coklat, pada 20%
pasien). Batu kolesterol mengandung campuran kolesterol (50-99% dari
beratnya), matriks glikoprotein, dan sedikit kalsium dan bilirubin. Pembentukan
kristal kolesterol membutuhkan satu atau lebih dari faktor berikut: supersaturasi
kolesterol, percepatan nukleasi, atau hipomotilitas kandung empedu, stasis cairan
empedu, dan faktor genetik.2

Gambar 1. Faktor utama yang mempengaruhi pembentukan batu kolesterol.3

Batu pigmen hitam terutama terbentuk dari polimer pigmen bilirubin


insolubel yang bercampur dengan kalsium fosfat dan karbonat. Tidak ada
kolesterol di dalamnya. Dikatakan bahwa terbentuknya batu ini adalah akibat
supersaturasi cairan empedu dengan bilirubin tak terkonjugasi, perubahan pH dan
kalsium, serta produksi berlebih matriks organik (glikoprotein). Mereka yang
berisiko mendapat batu jenis ini adalah penderita hemolisis kronik (misalnya
sferositosis herediter atau penyakit sel sabit), dan prostese mekanik (misalnya
katup jantung) dalam sirkulasi, sirosis (khususnya alkoholik), dan penyakit
Crohn.3
Batu pigmen coklat mengandung kalsium bilirubinat, kalsium palmitat,
dan stearat, serta kolesterol. Batu jenis ini jarang ditemukan di kandung empedu.
Batu ini terbentuk di duktus biliaris dan berhubungan dengan stasis bilier serta
cairan empedu yang terinfeksi, dan biasanya radiolusen. Bakteri ditemukan pada
90% kasus dan sering intrahepatik. Mereka yang berisiko mendapat batu jenis ini
adalah penderita kolangitis sklerosan, penyakit Caroli, infestasi parasit di traktus
biliaris (misalnya oleh Clonorchis sinensis dan Ascaris lumbricoides).3

Tabel 1. Jenis batu: karakteristik dan asosiasi klinisnya.2

Komplikasi akibat penyakit batu empedu yang paling umum adalah


kolesistitis akut, kolangitis akibat obstruksi dari koledokolitiasis, dan gallstone
pancreatitis.4-6
Meskipun perjalanan alamiah penyakit batu empedu biasanya bersifat
jinak, namun dokter harus memutuskan terapi apa yang diperlukan oleh pasien
dengan membagi pasien menjadi: penderita batu empedu asimtomatik yang
terdeteksi secara tidak sengaja; penyakit batu empedu simtomatik; penderita batu
empedu dengan gejala atipikal dan terdeteksi pada pemeriksaan pencitraan; serta
mereka dengan gejala yang tipikal namun tidak terdeteksi batu empedu pada
pencitraan.1
Pada pasien dengan penyakit batu empedu asimtomatik yang terdeteksi
secara insidental, tatalaksana terbaik adalah dengan expectant management
(observasi dengan melakukan pemeriksaan tanpa intervensi medis ataupun terapi).
Terapi profilaksis (biasanya dengan kolesistektomi laparoskopik) disarankan pada
mereka dengan gejala tipe bilier atau mereka yang mengalami komplikasi akibat
batu empedu karena mereka berisiko untuk mengalami gejala yang rekuren dan
lebih berat.1
Gambar 2. Algoritme pendekatan yang disarankan untuk tatalaksana batu
empedu.7 Keterangan: ERCP = endoscopic retrograde
cholangiopancreaticography; LC = laparoscopic cholecystectomy.

Indikasi kolesistektomi pada penyakit batu empedu (open ataupun


laparoskopik) adalah kolelitiasis simtomatik (dengan atau tanpa komplikasi),
kolelitiasis asimtomatik pada pasien yang berisiko mengalami kolangiokarsinoma
atau komplikasi akibat penyakit batu empedu, kolesistitis akalkulus, polip
kandung empedu diameter >0,5 cm, porcellain gallbladder, diskinesia bilier
(Mayo, AAFP). Kontraindikasi absolut kolesistektomi (laparoskopik) adalah
kolangiokarsinoma, ketidakmampuan untuk toleransi bius umum, kolagulopati
tidak terkontrol. Sedangkan kontraindikasi relatif adalah sirosis tahap lanjut/gagal
hati, koagulopati, peritonitis, riwayat pembedahan di abdomen bagian atas, syok
septik, peritonitis akut berat.1
Pasien dengan penyakit batu empedu simtomatik dibagi menjadi dua
kategori: mereka yang mengalami kolik bilier simpel dan mereka yang mengalami
komplikasi. Kolesistektomi (biasanya laparoskopik) direkomendasikan untuk
sebagian besar pasien dengan batu empedu yang simtomatik. 8 Namun expectant
management juga dapat menjadi pilihan. Satu studi terhadap 69 orang dewasa
dengan penyakit batu empedu simtomatik yang ditangani dengan expectant
management, hanya 35 di antaranya yang membutuhkan kolesistektomi setelah
median follow-up selama 5,6 tahun.9
Saat ini terdapat beberapa prosedur operatif baru dengan invasi seminimal
mungkin, di antaranya adalah single incision laparoscopic surgery, totally
transumbilical single-port surgery, laparoendoscopic single-site surgery, atau
single incision multiport laparoendoscopic surgery.10 Jenis lain dari tindakan
tersebut adalah natural orifice transluminal endoscopic surgery, yang
menggunakan orifisium pasien untuk akses abdomen. Pada tindakan
kolesistektomi, akses yang paling sering digunakan adalah transvaginal. Namun
prosedur ini menjadi sulit karena tidak tersedianya instrumentasi yang sesuai.11
Tindakan operatif pada penyakit batu empedu dikerjakan dengan
memperhatikan indikasi dan kontraindikasi yang ada sehingga dapat dicapai hasil
yang diharapkan.

Daftar Pustaka
1. Abraham S, Rivero HG, Erlikh IV, Griffith LF, Kondamudi VK. Surgical and
nonsurgical management of gallstones. Am Fam Physician. 2014;89(10):795-
802.

2. Gleeson FC. Gallstones. In: Hauser SC, Oxenteko AS, Sanchez W, eds. Mayo
Clinic Gastroenterology and Hepatology Board Review, 5th ed. 2015. New
York: Oxford University Press. pp: 383-393.

3. Dooley JS. Gallstones and benign biliary diseases. In: Dooley JS, Lok ASF,
Burroughs AK, Heathcote EJ, eds. Sherlock's Diseases of the Liver and
Biliary System. 12th ed. 2011. West Sussex: Blackwell Publishing Ltd. pp:
257-293.

4. Singer AJ, McCracken G, Henry MC, Thode HC Jr, Cabahug CJ. Correlation
among clinical, laboratory, and hepatobiliary scanning findings in patients
with suspected acute cholecystitis. Ann Emerg Med. 1996;28(3):267-272.

5. Rosh AJ, Manko JA, Santen S. Cholangitis in emergency medicine.


http://emedicine.medscape.com/article/774245-overview. Accessed
September 29, 2015.

6. Gardner TB, Berk BS. Acute pancreatitis. http://emedicine.medscape.


com/article/181364-overview. Accessed January 29, 2015.

7. Portincasa P, Ciaula AD, Bonfrate L, Wang DQ. Therapy of gallstone


disease: what it was, what it is, what it will be. World J Gastrointest
Pharmacol Ther. 2012;3(2):9.

8. Keus F, de Jong JA, Gooszen HG, van Laarhoven CJ. Laparoscopic versus
open cholecystectomy for patients with symptomatic cholecystolithiasis.
Cochrane Database Syst Rev. 2006;(4):CD006231.

9. Vetrhus M, Søreide O, Solhaug JH, Nesvik I, Søndenaa K. Symptomatic,


non-complicated gallbladder stone disease. Operation or observation? A
randomized clinical study. Scand J Gastroenterol. 2002;37(7): 834-839.

10. Gurusamy KS, Samraj K, Ramamoorthy R, Farouk M, Fusai G, Davidson


BR. Miniport versus standard ports for laparoscopic cholecystectomy.
Cochrane Database Syst Rev. 2013;(8):CD006804.

11. Navarra G, Currò G. SILS and NOTES cholecystectomy: a tailored approach.


ANZ J Surg. 2010;80(11):769-770.

Anda mungkin juga menyukai