Pembimbing :
dr. M. Winardi S. Lesmana, Sp. An
Disusun Oleh :
Farahiyah Karamina Kartono 20360029
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proses
penyusunan Paper ini dengan judul “Jenis-Jenis Sakit Kepala”. Penyelesaian
Paper ini banyak bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu adanya
kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih yang sangat tulus
kepada dr. M. Winardi S. Lesmana, Sp. An selaku pembimbing yang telah
banyak memberikan ilmu, petunjuk, nasehat dan kesempatan kepada kami
untuk menyelesaikan Paper ini.
Penulis menyadari bahwa Paper ini tentu tidak lepas dari kekurangan
karena keterbatasan waktu, tenaga dan pengetahuan penulis. Maka sangat
diperlukan masukan dan saran yang membangun. Semoga Paper ini dapat
memberikan manfaat.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Nyeri kepala atau sakit kepala merupakan keluhan pasien yang paling
umum pada layanan kesehatan primer di seluruh dunia dengan prevalensi
mencapai lebih dari 60% populasi dunia. Nyeri kepala merupakan salah satu
masalah kesehatan masyarakat yang penting akibat disabilitas yang mempunyai
banyak sekali penyebab sehingga membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut.
Intensitas, kualitas, dan lokasi dari nyeri, serta khususnya gejala neurologik yang
menyertai dapat memberikan petunjuk mengenai penyebab nyeri kepala.
Pada tahun 2004, Internatonal Headache Society (HIS) membagi nyeri
kepala ke dalam dua klasifikasi yaitu nyeri kepala primer (tidak terdapat lesi
organic yang menyertai,) dan nyeri kepala sekunder (terdapat kelainan organic
yang menyertai).
Mayoritas nyeri kepala adalah nyeri kepala primer. Oleh karena itu,
penulis menitikberatkan pembahasan pada nyeri kepala primer. Walaupun begitu,
nyeri kepala juga dapat merupakan gejala dari penyakit berat, seperti infeksi,
tumor otak, pendarahan otak, cedera otak traumatik (COT) disebut juga “post-
traumatic headache” sakit kepala pascatrauma. Berkisar 30–90% pasien
mengalami sakit kepala setelah cedera. Migraine dan tension-type headache
merupakan nyeri kepala primer yang paling umum terjadi. Biasanya mengenai
usia produktif (20-55 tahun).
Pengetahuan pathophysiology yang jelas mengenai nyeri kepala primer
dapat membantu menegakkan diagnosis yang tepat. Selain itu juga dapat
dikembangkan pengobatan yang tepat untuk mencegah atau mengobati nyeri
kepala primer.
Sayangnya, praktik penanganan nyeri kepala di layanan primer masih
belum adekuat, baik dari segi diagnosis maupun tatalaksana terkait dengan
masalah nyeri. Karakteristik nyeri kepala yang bersifat subjektif dan beragam
memberikan tantangan tersendiri dalam penegakkan diagnosa yang seringkali
menimbulkan diagnosa yang kurang .
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
migrain, dan 1,7-4% dari populasi orang dewasa dipengaruhi oleh nyeri
kepala selama 15 hari atau lebih pada setiap bulannya. Di seluruh dunia,
sekitar 50% dari orang-orang dengan nyeri kepala lebih memilih untuk
mengobati dirinya sendiri dan tidak menghubungi praktisi kesehatan.
Sampai dengan 10% populasi dunia berkonsultasi ke ahli saraf, meskipun
hanya sedikit di negara Afrika dan Asia Tenggara. Tiga penyebab
konsultasi untuk nyeri kepala, baik perawatan primer dan spesialis yaitu
migrain, nyeri kepala tipe tegang dan kombinasi keduanya.
Sebagian besar orang pernah mengalami nyeri kepala (headache)
pada sepanjang hidupnya, terbukti dari hasil penelitian population base di
Singapore didapati prevalensi life time nyeri kepala penduduk Singapore
adalah pria 80%, wanita 85% (p = 0.0002). Angka tersebut hampir mirip
dengan hasil penelitian pendahuluan di Medan terhadap mahasiswa
Fakultas Kedokteran USU mendapati hasil pria 78% sedangkan wanitanya
88%.
Di Amerika Serikat, dalam satu tahun lebih dari 70% penduduknya
pernah mengalami nyeri kepala, lebih dari 5% mencari atau mengusahakan
pengobatan, tetapi hanya ± 1% yang datang ke dokter atau rumah sakit
khusus untuk keluhan nyeri kepalanya. Dari hasil pengamatan jenis
penyakit dari pasien yang berobat jalan di praktek sore Syahrir selama
tahun 2003, ternyata nyeri kepala menduduki proporsi tempat teratas,
sekitar 42% dari keseluruhan pasien neurologi.
Nyeri kepala primer seperti migraine dilaporkan timbul pada 18,2%
wanita dan 6,5 % pria di Amerika setiap tahunnya. Prevalensi migraine
bervariasi menurut umur dan jenis kelamin. Sebelum umur 12 tahun,
migraine umumnya terjadi pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak
wanita, tetapi prevalensi meningkat cepat pada anak wanita setelah
pubertas. Setelah umur 12 tahun, wanita lebih sering terkena migraine
dibandingkan dengan pria, kira-kira dua hingga tiga kalinya.
Tension-type headache merupakan jenis nyeri kepala yang paling
sering, dengan prevalensi 63% pada pria dan 86% pada wanita selama
waktu estimasi 1 tahun. Onset awal tension-type headache terjadi pada
3
masa dini kehidupan (40% pada usia <20tahun), dan puncaknya pada usia
20 dan 50 tahun.
Sedangkan Cluster headache dapat terjadi secara episodik atau
kronik. Cluster headache termasuk jarang terjadi diantara kelainan nyeri
kepala primer lainnya, dengan prevalensi sekitar 0,4% pada pria dan
0,08% pada wanita. Tidak seperti migrain, penderita pria 4-7 kali lebih
sering dibandingkan wanita.
Untuk nyeri kepala sekunder kebanyakan pada kasus PTH (Post
Traumatic Headache) secara klinis menyerupai tipe tension (37%),
walaupun banyak yang mempunyai gambaran seperti migrain (27%)
seperti mual, unilateral, berdenyut-denyut dan photosensitivitas. Duapuluh
tiga persen mengalami sakit kepala setiap saat lebih dari 1 tahun setelah
cedera, dengan 22–29% melaporkan mengalami sakit kepala yang sering
(beberapa kali dalam seminggu atau per hari), sedangkan beratnya cedera
kepala tidak berhubungan dengan kejadian PTH.
4
namun nyeri kepala yang timbul pertama kali dan akut awas ini adalah
manifestasi awal dari penyakit sistemik atau suatu proses intrakranial
yang memerlukan evaluasi sistemik yang lebih teliti. Nyeri kepala bisa
dirangsang karena faktor intra kranial (misalnya: meningitis, Sub
Arachnoid Haemorhage (SAH), tumor otak) atau faktor ekstra kranial
yang umumnya bukan kasus neurologi (misalnya: sinusitis, glaukoma)
yang keduanya digolongkan sebagai nyeri kepala sekunder.
Secara praktis menurut Bahrudin (2013), penyebab timbulnya nyeri
kepala dapat diringkas sebagai berikut:
Circulation : Perdarahan intraserebral, perdarahan subaraknoidal
Encephalomeningitis
Migraine
Eye : Glaucoma, radang, keratitis, anomaly refraksi
Neoplasma (Tumor otak)
Trauma capitis : Komusio, kontusio, perdarahan ekstradural
perdarahan subdular
Ear dan nose : Mastoiditis, otitis media, sinusitis, rhinitis
Dental : Gigi, gusi
Cluster headache
Otot : Tension headache
Arteritis temporalis
Trigeminal neuralgia
5
2. 4 Klasifikasi Nyeri Kepala
Klasifikasi dan kriteria diagnostik headache dikeluarkan oleh
International Headache Society (IHS) tahun 2013 dalam wujud ICHD-3
(The International Classification of Headache Disorders 3rd edition).
Bagi dokter dan para tenaga kesehatan, klasifikasi dari nyeri kepala ini
merupakan patokan dasar untuk menganalisa dan membuat diagnostik
dari nyeri kepala yang diderita oleh pasiennya.
Oleh IHS, nyeri kepala dikelompokkan menjadi 3 kategori umum,
yaitu Nyeri kepala Primer (Primary Headaches), Nyeri kepala Sekunder
(Secondary Headaches), dan Nyeri kepala dengan neuropati kranial, nyeri
wajah lain dan nyeri kepala lainnya (Painful cranial neuropathies, other
facial pains and other headaches).
Klasifikasi the International Headache Society (IHS) pada tahun
1998 membagi nyeri kepala menjadi dua kategori utama yaitu nyeri
kepala primer dan nyeri kepala sekunder :
a. Nyeri Kepala Primer
Nyeri kepala primer mencakup migren, nyeri kepala karena
ketegangan dan nyeri kepala kluster.
b. Nyeri Kepala Sekunder
Nyeri kepala sekunder terjadi karena gangguan organik lain,
seperti infeksi, trombosis, penyakit metabolisme, tumor atau
penyakit sistemik lain. Menurut Mansjoer (2009), nyeri sekunder
diantaranya nyeri kepala pasca trauma, nyeri kepala organik
sebagai bagian penyakit lesi desak ruang (tumor otak, abses,
hematoma subdural, dll), perdarahan subaraknoid, neuralgia
trigeminus/ pasca herpetik, penyakit sistemik (anemia, polisetemia,
hipertensi/ hipotensi, dll), sesudah pungsi lumbal, infeksi
intrakranial/ sistemik, penyakit hidung dan sinus paranasal, akibat
bahan toksik dan penyakit mata.
.
6
Di bawah ini adalah klasifikasi nyeri kepala berdasarkan Internatonal
Headache Society, yaitu :
a. Kategori I : Nyeri kepala primer
1. Migraine
2. Tension Type Headache
3. Nyeri kepala kluster dan hemicrania paroksismal kronik
4. Nyeri kepala lain yang tidak berhubungan dengan lesi struktural
2.4.1 Migrain
Migrain memiliki dua subtipe mayor. Migrain tanpa aura dan
migrain dengan aura. Migrain dengan aura terutama ditandai oleh gejala
neurologis yang biasanya mendahului atau kadang-kadang menemani saat
nyeri kepala. Beberapa pasien juga mengalami fase premonitory (fase
7
pertanda), terjadi beberapa jam atau hari sebelum nyeri kepala, dan fase
resolusi. Yg memberi pertanda dan gejala resolusi seperti menguap
berulang, kelelahan dan leher kaku dan / atau sakit.
A. Migrain tanpa aura
Nyeri kepala berulang dengan manifestasi serangan selama 4-72 jam.
Karakteristik nyeri kepala unilateral, berdenyut, intensitas sedang atau
berat, bertambah berat dengan aktivitas fisik yang rutin dan diikuti dengan
mual dan atau fotofobia dan fonofobia. Kriteria diagnostik :
a. Sekurang – kurangnya terjadi lima serangan memenuhi yang memenuhi
kriteria B – D
b. Serangan nyeri kepala berlangsung selama 4-72 jam (tidak diobati atau
tidak berhasil diobati)
c. Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara karakteristik berikut:
1. Lokasi unilateral,
2. Kualitas berdenyut,
3. Intensitas nyeri sedang atau berat
4. Keadaan bertambah berat oleh aktivitas fisik atau penderita
menghindari aktifitas fisik rutin (seperti berjalan atau naik tangga)
d. Selama nyeri kepala disertai salah satu dibawah ini:
1. Mual dan atau muntah
2. Fotofobia dan fonofobia
e. Tidak berkaitan dengan diagnostik lain
8
2. Sensoris
3. Bicara dan / atau bahasa
4. Motorik
5. Batang otak
6. Retina
c. Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara empat karakteristik
berikut:
1. Minimal satu gejala aura muncul secara bertahap ≥5menit, dan / atau
dua atau lebih gejala terjadi
2. Setiap gejala aura berlangsung 5 – 60 menit
3. Minimal satu gejala aura terjadi secara unilateral
4. Disertai aura, atau diikuti selama 60 menit
d. Tidak berkaitan dengan diagnostik lain
9
1. Lokasi bilateral
2. Kualitasnya menekan atau mengikat (tidak berdenyut)
3. Intensitas ringan sampai sedang
4. Tidak bertambah berat oleh aktivitas fisik seperti berjalan atau
naik tangga
d. Ada 2 ciri berikut:
1. Tidak ada mual atau muntah
2. Tidak >1 fotofobia atau fonofobia
e. Tidak berkaitan dengan diagnostik lain
10
e. Tidak berkaitan dengan diagnostik lain
11
lamanya rata – rata 1 tahun. Nyeri memiliki karakteristik konstan, parah,
tidak berdenyut dan unilateral serta sering terbatas pada mata atau
sisiwajah. Awitan biasanya 2 sampai 3 jam setelah tidur dan berkaitan
dengan tidur rapid eye movement (REM).
Nyeri kepala cluster berlangsung dari beberapa menit sampai jam
dan berkaitan dengan injeksi konjungtiva, lakrimasi, hidung tersumbat dan
kadang – kadang kemerahan (flushing) pipi disisi yang terkena. Faktor
pemicu adalah minum alkohol, stress, perubahan cuaca dan serangan hay
fever. Atreria oftalmika dan arteri ekstrakranium serta kapiler wajah dan
kulit kepala biasanya berdilatasi dan arteria karotis interna menyempit.
Serangan nyeri menjadi nyeri hebat, pengidap nyeri kepala cluster berjalan
bolak – balik dengan gelisah dan tidak mampu berbaring atau duduk diam
bahkan berkeinginan utuk bunuh diri. Patogenesis nyeri kepala cluster
tidak diketahui. Tidak ada perubahan aliran darah serebrum yang konsisten
yang dibuktikan menyertai serangan nyeri.
Serangan berat, nyeri yang ketat dan unilateral pada orbital,
supraorbital, temporal atau dalam bentuk kombinasi, berlangsung 15 – 180
menit dan terjadi mulai dari sekali setiap hari sampai delapan kali sehari.
Rasa sakit terkait dengan injeksi konjungtiva yang ipsilateral, lakrimasi,
hidung tersumbat, rhinorrhoea, dahi dan wajah berkeringat, miosis, ptosis
dan / atau edema kelopak mata, dan / atau dengan kegelisahan.
Kriteria diagnostik :
a. Sekurang – kurangnya terjadi lima serangan memenuhi yang memenuhi
kriteria B – D
b. Nyeri pada orbital, supraorbital dan / atau temporal yang berat atau
sangat berat secara unilateral berlangsung 15-180 menit (saat tidak
diobati)
c. Salah satu atau kedua hal berikut :
1. Sekurang - kurangnya satu dari gejala atau tanda-tanda berikut,
ipsilateral untuk :
a) Injeksi konjungtiva dan / atau lakrimasi
b) Hidung tersumbat dan / atau rhinorrhoea
12
c) Edema kelopak mata
d) Dahi dan wajah berkeringat
e) Dahi dan kemerahan pada wajah
f) Sensasi penuh pada telinga
g) Miosis dan / atau ptosis
2. Rasa gelisah atau agitasi
d. Serangan memiliki frekuensi antara satu setiap lain hari dan delapan per
hari selama lebih dari setengah dari waktu ketika gangguan tersebut
aktif
e. Tidak berkaitan dengan diagnostik lain.
13
otonomik. Sehingga dapat dikatakan batang otak merupakan generator dan
modulator sefalgi.
14
derajat intensitas nyeri
Rasa nyeri dimulai dengan adanya perangsangan pada reseptor nyeri
oleh stimulus nyeri. Stimulus nyeri dapat dibagi tiga yaitu mekanik,termal,
dan kimia. Mekanik, spasme otot merupakan penyebab nyeri yangumum
karena dapat mengakibatkan terhentinya aliran darah ke jaringan (iskemia
jaringan), meningkatkan metabolisme di jaringan dan juga perangsangan
langsung ke reseptor nyeri sensitive mekanik.
Termal, rasa nyeri yang ditimbulkan oleh suhu yang tinggi tidakelasi
dengan jumlah kerusakan yang telah terjadi melaberkorelasi dengan
kecepatan kerusakan jaringan yang timbul. Hal ini jugaberlaku untuk
penyebab nyeri lainnya yang bukan termal seperti infeksi,iskemia jaringan,
memar jaringan, dll. Pada suhu 45 C. jaringan-jaringan dalam tubuh akan
mengalami kerusakan yang didapati pada sebagian besar populasi.
Kimia, ada beberapa zat kimia yang dapat merangsang nyeri seperti
bradikinin, serotonin histamin, ion kalium, asam, asetilkolin, dan enzim
proteolitik. Dua zat lainnya yang diidentifikasi adalah prostaglandin dan
substansi P yang bekerja dengan meningkatkan sensitivitas dari free nerve
endings. Prostaglandin dan substansi P tidak langsung merangsang nyeri
tersebut. Dari berbagai zat lain, bradikinin dikenal sebagai penyebab
utama yang menimbulkan nyeri yang hebat dibandingkan dengan zat lain.
Kadar ion kalium yang meningkat dan enzim proteolitik lokal yang
meningkat sebanding dengan intensitas nyeri yang dirasakan karena kedua
zat ini dapat mengakibatkan membran plasma lebih permeabel terhadap
ion.
2.6 Diagnosis
A. Anamnesis
Menurut Bahrudin (2013), anamnesis sangat penting karena pada
pasien nyeri kepala gejala obyektif sering hanya sedikit. Cara melakukan
anamnesis pada pasien nyeri kepala adalah sebagai berikut :
15
Gambar 2. Langkah Aamnesa Pasien Nyeri Kepala
B. Pemeriksaan obyektif
Pemeriksaan obyektif mencakup pemeriksaan kesadaran
(GCS), pemeriksaan nervus kranialis, dan pemeriksaan neurologis
lainnya. Pemeriksaan ini terutama ditujukan ke arah dugaan tentang
tipe nyeri kepala sesuai dengan anamnesis. Adanya defisit neurologi
merujuk kepada nyeri kepala sekunder. Sebagian besar pasien
dengan nyeri kepala pada pemeriksaan fisiknya ditemukan normal.
Hanya sebagian kecil saja yang tidak normal. Apabila ditemukan
ketidaknormalan pada pemeriksaan fisik pasien dengan nyeri kepala,
maka hal ini merupakan tanda bahaya (red flags).
16
C. Pemeriksaan dengan alat
Pemeriksaan dengan alat sangat tergantung pada hasil
pemeriksaan klinis dan ada atau tidaknya defisit neurologis.
Pemeriksaan tambahan tidak selalu diperlukan. Pada kebanyakan
kasus diagnosis cukup ditegakkan dengan pemeriksaan klinis saja.
Beberapa alat yang bisa digunakan antara lain:
1. Elektroensefalografi (EEG)
Menurut Bahrudin (2013), pemeriksaan ini berguna untuk
mengetahui lokasi dari proses, bukan untuk mengetahui etiologisnya.
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan serial, dan biaya masih dapat
dijangkau oleh sebagaian besar masyarakat.
Indikasi untuk EEG:
a. Bila terdapat gangguan lapangan penglihatan.
b. Bila terdapat gangguan fungsi saraf otak.
c. Bila pasien mengeluh black-out (epilepsi?, sinkope?).
d. Nyeri kepala yang menetap pada satu sisi disertai dengan
gangguan saraf otak ringan.
e. Perubahan dari lamanya dan sifat nyeri kepala.
f. Bila setelah diberikan pengobatan tidak ada perbaikan dari nyeri
kepala.
Gambar 3. Elektroensefalografi
2. CT scan
Menurut Bahrudin (2013), dengan pemeriksaan ini dapat
diketahui tidak hanya letak dari proses tapi sering juga etiologi
dari proses tersebut. Sayangnya, biaya pemeriksaan masih mahal.
17
Menurut Bahrudin (2013), indikasi terdapat kejang fokus:
a. Bila terdapat kejang fokal.
b. Bila terdapat defisit neurologis yang persisten.
c. Nyeri kepala pada satu sisi yang tidak berubah disertai dengan
kelainan neurologis kontralateral dengan adanya suatu bruit.
d. Perubahan dari pola nyeri kepala baik mengenai frekuensi,
sifat, dan lamanya.
e. Penurunan kesadaran yang lebih lama dari satu jam disertai
gangguan saraf otak.
D. Pemeriksaan Laboratorium
Menurut Bahrudin (2013), pemeriksaan ini dikerjakan hanya bila
ada indikasi:
a. Darah, bila diduga adanya infeksi atau gangguan penyakit dalam
(anemia, gangguan metabolik).
b. Cairan serebro spinal (CSS) bila pada pemeriksaan klinis dicurigai
adanya meningitis.
Secara ringkas dapat disimpulkan bila pasien mengeluh nyeri
kepala pastikan ada tanda meningeal atau tidak bila ada tanda
meningeal lakukan pemeriksaan CT scan.
2.7 Penatalaksanaan
Terapi migrain
Dokter yang mengobati pasien migraine harus memperhatikan
akibat migraine tersebut pada hidup pasien, keluarganya, dan pekerjaan
pasien. Oleh karena itu, dokter sebaiknya menentukan tujuan terapi jangka
panjang dan tujuan terapi migraine akut. Tujuan terapi migraine jangka
panjang meliputi :
1. Menurunkan frekuensi, tingkat keparahan, dan ketidakmampuan akibat
migrain
2. Meningkatkan kualitas hidup
3. Mencegah nyeri kepala
4. Mencegah penggunaan obat nyeri kepala yang berlebihan
18
5. Mengajarkan pasien agar mampu menangani sendiri nyeri kepala yang
dideritanya.
6. Menurunkan stress dan gejala psychologic yang menyebabkan migraine.
19
Gambar 4. Terapi Migrain Akut
20
Terapi Tension Headache
1. Terapi non farmakologi
Terapi psikofisiologik dan terapi fisik talah dipakai dalam
penanganan tension- type headache. Terapi psikofisiologik dapat terdiri
dari penenangan diri dan konseling, penanganan stres, latihan relaksasi,
dan biofeedback. Latihan relaksasi dan latihan biofeedback (sendiri
maupun kombinasi) dapat menghasilkan penurunan aktivitas nyeri
sebanyak 50%.
2. Terapi Farmakologik
Analgesik simpel (sendiri atau kombinasi dengan kafein) dan
NSAID efektif untuk terapi akut ringan sampai sedang. Asetaminofen,
aspirin, ibuprofen, naproxen, ketoprofen, indometasin, dan ketorolac
dapat mengurangi rasa nyeri akibat tension headache.
21
Pemberian dihidroergotamin iv berulang-ulang selama 3-7 hari dapat
memecah siklus frekuensi serangan cluster headache dengan efek
samping minimal.
- Triptan
Sumatriptan subkutan dan intranasal dipertimbangkan aman dan
efektif untuk cluster headache akut.
2. Terapi profilaksis
- Verapamil
2.8 Komplikasi
Dikarenakan nyeri kepala adalah suatu gejala penyerta dari
beberapa penyakit, maka dari itu masih belum ditemukan sumber yang
mencantumkan suatu komplikasi dari nyeri kepala.
Namun terdapat beberapa sumber yang menjelaskan komplikasi
nyeri kepala seperti pada tension type headache (TTH) antara lain adalah
22
ketergantungan terhadap analgesik narkotik, perdarahan gastrointestinal
karena penggunaan nonsteroidal antiinflammatory drugs (NSAID), risiko
epilepsi 4 kali lebih tinggi dari orang TTH, dan penggunaan
medikamentosa berlebihan. Tidak ada komplikasi serius yang
ditimbulkan dari penyakit ini. Nyeri kepala cluster merupakan penyakit
yang jarang dan tidak mengancam nyawa.
Pada nyeri kepala migraine antara lain :
Status Migraineosus
Merupakan kondisi yang jarang terjadi. Kondisi ini merupakan type
migrainee akut yang disertai dengan nyeri kepala hebat dan mual.
Kondisi ini berlangsung selama lebih dari 72 jam.
Migraineous Infarction
Ditandai oleh gejala migraine dengan aura yang berlangsung lebih
dari 1 jam, namun kurang dari 1 minggu. Terkadang Aura masih
tetap ada setelah nyeri kepala menghilang.
Aura Persisten tanpa Infark
Merupakan kondisi migraine dengan Aura yang berlangsung selama
bulanan hingga tahunan, setidaknya berlangsung selama 1 minggu.
Migralepsy
Suatu bangkitan kejang epilepsy yang dipicu oleh serangan
migrainee. Biasanya kejang baru muncul 1 jam setelah migrainee
Gangguan Mental
Migraine berhubungan dengan peningkatan resiko akan timbulnya
gangguan kesehatan mental. Gangguan yang dapat terjadi antara lain
depresi, gangguan bipolar, gangguan cemas dan gangguan panik.
2.9 Pencegahan
Sakit kepala dapat dicegah dengan sejumlah langkah sederhana berikut ini:
23
Kenali dan hindari pemicu sakit kepala.
Batasi konsumsi obat sakit kepala yang dijual bebas.
Berolahragalah secara teratur, tapi jangan berolahraga secara berlebihan
untuk menghindari sakit kepala setelah olahraga.
Lakukan teknik relaksasi, seperti yoga atau meditasi.
Kelola stres dengan baik.
2.10 Prognosis
Migraine memiliki prognosis jangka panjang yang bervariasi pada
setiap orang. Tingkat keparahan nyeri kepala dan frekuensi serangan
cenderung berkurang seiring bertambahnya usia. Secara umum
prognosisnya baik dan tidak meningkatkan resiko kematian. Migraine
dengan aura dapat meningkatkan resiko terkena stroke iskemik menjadi
dua kali lipat. Penderita migraine juga cenderung memiliki diabetes,
hipertensi dan dislipidemia.
Sebuah studi yang memantau pasien selama 10 tahun mengungkap
bahwaa 44% pasien TTH kronik mengalami perbaikan gejala signifikan
atau resolusi komplit. 29% pasien dengan TTH episodik berkonversi
menjadi TTH kronik.
Sekitar 80% cluster type headache tipe episodik bersifat menetap.
Sekitar 4-13% cluster type headache tipe episodik berkembang menjadi
tipe kronik. Perubahan cluster type headache tipe kronik menjadi episodik
jarang ditemui. Seiring dengan peningkatan usia, serangan cluster type
headache akan semakin berkurang, dan jarang ditemukan serangan di atas
usia 75 tahun.
24
BAB III
KESIMPULAN
Nyeri kepala (Cephalgia) atau sakit kepala dalah nyeri yang dirasakan di
daerah kepala atau suatu sensasi tidak nyaman yang dirasakan pada daerah kepala
dengan batas bawah dari dagu sampai kedaerah belakang kepala (area oksipital
dan sebagian daerah tengkuk). Penyebab nyeri kepala banyak sekali, meskipun
kebanyakan adalah kondisi yang tidak berbahaya, namun bila terjadi kronik dan
kekambuhan dapat menjadi berat.
Nyeri kepala di bagi menjadi 3 kategori yaitu yaitu Nyeri kepala Primer
(Primary Headaches), Nyeri kepala Sekunder (Secondary Headaches), dan Nyeri
kepala dengan neuropati kranial, nyeri wajah lain dan nyeri kepala lainnya
(Painful cranial neuropathies, other facial pains and other headaches).
Kejadian nyeri kepala terbanyak pada nyeri kepala migrain, nyeri kepala
tipe tegang, dan nyeri kepala cluster. Dalam mendiagnosa nyeri kepala
berdasarkan anamnesa, pemeriksaan objektif, pemeriksaan dengan alat seperti
CT-Scan atau EEG dan pemeriksaan laboratorium.
Pencegahan nyeri kepala dapat dilakukan dengan langkah-langkah
sederhana seperti konsumsi makanan bergizi dan kelola stress dengan baik agar
tidak memicu timbulnya nyeri kepala tersebut. Untuk penatalaksanaan nyeri
kepala terdapat terapi non farmakologik, farmakologik, abortif, dan profilaksis.
Prognosis nyeri kepala sendiri cukup baik, jarang menjadi buruk namun sering
menetap dan persisten.
25
DAFTAR PUSTAKA
26
27