Anda di halaman 1dari 68

MAKALAH TUTORIAL

“NYERI KEPALA” SKENARIO 8


BLOK NEUROPSKIATRI

KELOMPOK 8

1. ANDIKA PUTRA RISWANA (1808010025)


2. I PUTU FANDY A. GUNAWAN (1808010065)
3. ADITYA KARSA IMANUEL GINTING (1808010064)
4. JUAN SIMON IMANUEL DALLY (1808010086)
5. THERESIA LAMA LENGA (1808010059)
6. SEKAR ANDREA FERNANDEZ (1808010071)
7. DESY MONICA WELMINCE LADO (1808010013)
8. PRISCILLA CINDY LATU (1808010003)
9. LORENZA AURELIA ELI ABATAN (1808010038)
10. PUTRY AMELINDA LUBALU (1808010023)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah Yang Maha Kuasa karena atas berkat dan
rahmat-Nya proses penyusunan makalah “Nyeri Kepala” dengan kasus skenario 8
dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Kami juga menyampaikan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam penyusunan makalah ini.
Makalah ini disusun sebagai salah satu penilaian dalam pleno Blok
Neuropsikiatri. Kami berharap materi Nyeri Kepala yang disajikan dalam skenario
8 ini dapat memberikan tambahan pengetahuan dan wawasan kepada teman-
teman angkatan 2018 dan kepada semua orang yang menggunakan makalah ini
sebagai bahan bacaan atau referensi untuk mengetahui dan memahami dengan
baik gangguan apa saja yang dapat menyebabkan nyeri kepala dan bagaimana
mengangani serta mencegahnya.
Kami juga menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam
penyajian makalah ini. Oleh karena itu, kami berharap agar pembaca dapat
mencari tambahan referensi untuk menambah wawasan tentang materi yang
berkaitan serta berbagai saran dan kritik yang diberikan pembaca untuk
penyempurnaan atau perbaikan makalah ini ke depan sangat kami harapkan.
Sekian dan terima kasih.

Kupang, 30 November 2019

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ 1

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 3

1.1 Latar Belakang .............................................................................................................. 3

1.2 Rumusan Masalah...................... .................................................................................. 4

1.3 Tujuan........................................ .................................................................................. 4

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 6

2.1 Anatomi dan histologi organ terkait ............................................................................. 6

2.2 Fisiologi batuk dan mengedan ................................................................................... 27

2.3 Patofisiologi nyeri kepala,mual,dan muntah ............................................................... 30

2.4 Hubungan nyeri kepala yang memberat saat mengedan dan batuk ........................... 31

2.5 Timbulnya sakit kepala dipagi hari yang disertai muntah tanpa mual ........................ 32

2.6 Epidemiologi Nyeri kepala ........................................................................................ 33

2.7 Klasifikasi Nyeri kepala............................................................................................. 33

2.7.1.2 Nyeri Kepala Tipe tegang ..................................................................................... 36

2.7.1.3 Trigerminal Autonomic Cephalgias ( TACs) ....................................................... 39

2.8 Langkah Diagnosa skenario ........................................................................................ 43

2.9 Differential Diagnosis ................................................................................................. 55

BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 66

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 67

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Nyeri kepala atau cephalalgia merupakan rasa tidak mengenakkan pada
sebagian bahkan seluruh daerah kepala. Merupakan salah satu keluhan subjektif
yang sering dilaporkan.
Menurut WHO, nyeri kepala biasanya dirasakan berulang kali oleh
penderita sepanjang hidupnya. Kurang lebih dalam satu tahun 90% dari populasi
dunia mengalami paling sedikit satu kali nyeri kepala.
Penelitian internasional mengemukakan bahwa seiring berjalannya waktu,
didapatkan prevalensi nyeri kepala pada anak-anak dan remaja semakin
meningkat. Diperkirakan nyeri kepala yang dialami akan menetap pada saat usia
dewasa dengan persentase yang relatif tinggi, yakni sekitar 50% dari kasus.
Penelitian didukung dalam studi epidemiologi yang dilakukan Lewis pada tahun
2002, yang dilakukan pada 9.000 remaja dan dari hasilnya didapatkan bahwa
terdapat sekitar 2,5% frekuensi nyeri kepala terjadi pada usia diatas 7 tahun dan
15% terjadi pada usia diatas 15 tahun.
Pada umumnya, persentase nyeri kepala pada populasi orang dewasa
adalah 47%, yang terdiri dari 10% migraine, 38% tension type headache (TTH),
3% chronic headache. Dari penelitian yang dilaporkan Diamond di Amerika,
prevalensi migraine pada laki-laki didapatkan 6% sedangkan pada perempuan
(15-18)%, sedangkan untuk jenis TTH 59% dari populasi pernah mengalami TTH
satu hari per bulannya, dimana perempuan lebih banyak dari pada laki-laki
(1,5:1).

3
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi dan histologi organ yang terkait?
2. Bagaimana fisiologi batuk, mengedan dan BAB?
3. Bagaimana patofisiologi mual, muntah dan sakit kepala?
4. Bagaimana hubungan nyeri kepala memberat saat mengedan, BAB dan batuk?
5. Bagaimana epidemiologi dari nyeri kepala?
6. Bagaimana klasifikasi dari nyeri kepala?
7. Bagaimana penjelasan mengenai sakit kepala timbul dipagi hari dan disertai
muntah tanpa mual?
8. Bagaimana langkah-langkah diagnosis?
9. Bagaimana DD dan diagnosis kerja?
10. Bagaimana penatalaksanaan dan pencegahan yang dilakukan?

1.3 Tujuan
1. Mampu menjelaskan anatomi dan histologi organ yang terkait.
2. Mampu menjelaskan fisiologi batuk, mengedan dan BAB.
3. Mampu menjelaskan patofisiologi mual, muntah dan sakit kepala.
4. Mampu menjelaskan hubungan nyeri kepala memberat saat mengedan, BAB
dan batuk.
5. Mampu menjelaskan sakit kepala timbul dipagi hari yang disertai muntah
tanpa mual.
6. Mampu menjelaskan epidemiologi dari nyeri kepala.
7. Mampu menjelaskan klasifikasi dari nyeri kepala.
8. Mampu menentukan langkah-langkah diagnosis
9. Mampu menentukan DD dan diagnosis kerja
10. Mampu menentukan tatalaksana yang tepat dan pencegahannya.

4
Skenario 8 :
Seorang perempuan berusia 40 tahun dibawa ke RS dengan
keluhan utama sakit kepala kronis yang dialami sejak 6 bulan sebelumnya.
Nyeri kepala terasa diseluruh kepala semakin lama semakin memberat.
Sakit kepala terutama timbul dipagi hari, terkadang disertai muntah tanpa
didahului mual. Sakit kepala dirasakan memberat saat pasien mengedan,
buang air besar (BAB) dan batuk.

Kata Kunci :
1. Perempuan 40 tahun
2. Sakit kepala kronis sejak 6 bulan yang lalu
3. Nyeri kepala terasa diseluruh kepala semakin lama semakin
berat
4. Timbul terutama dipagi hari, terkadang disertai muntah tanpa
didahului mual
5. Nyeri memberat saat mengedan, BAB dan batuk.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Anatomi dan histologi organ terkait

2.1.1 Anatomi otak

Secara anatomi,otak dibagi menjadi :

1. Otak besar (Cerebrum)

Otak besar (Cerebrum) adalah bagian terbesar dari otak yang terdiri atas
dua hemisfer serebri dan dihubungkan oleh massa substansia alba yang
disebut korpus kalosum (corpus callosum) dan empat lobus, yaitu lobus

6
frontal (terletak di depan sulkus pusat), lobus parietal (terletak dibelakang
sulkus pusat dan di atas sulkus lateral), lobus oksipital (terletak dibawah
sulkus parietooksipital), dan lobus temporal (terletak dibawah sulkus lateral
(Batticaca, 2012).

Hemisferium serebri kanan mengatur bagian tubuh sebelah kiri, dan


hemisfer kiri mengatur bagian tubuh sebelah kanan. Konsep fungsional ini
disebut pengendalian kontralateral.

2. Otak Kecil (Cerebellum)

Otak kecil (Cerebellum) merupakan pusat koordinasi untuk


keseimbangan dan tonus otot melalui suatu mekanisme kompleks dan umpan
balik juga memungkinkan sistem somatik tubuh untuk bergerak secara tepat
dan terampil.

Fungsi utama cerebellum adalah untuk mengatur otot-otot postural tubuh,


mengkoordinasi penyesuaian secara cepat dan otomatis dengan memelihara
keseimbangan tubuh serta untuk melakukan program akan gerakan-gerakan
pada keadaan sadar dan bawah sadar. Cerebellum sebagai pusat refleks yang
mengoordinasi dan memperhalus gerakan otot serta mengubah tonus dan
kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh.

3. Batang Otak (Brainstem)

Batang otak terletak pada fossa anterior. Batang otak terdiri atas
diensefalon, mensefalon, mid brain, pons, dan medulla oblongata yang
merupakan tempat berbagai macam pusat vital seperti pernapasan, pusat
vasomotor, pusat pengatur kegiatan jantung, pusat muntah, bersin, dan
batuk

7
Vaskularisasi Otak

Pengaliran darah ke otak dilakukan oleh dua pembuluh arteri


utama yaitu oleh sepasang arteri karotis interna dan sepasang arteri
vertebralis. Keempat arteri ini terletak didalam ruang subarkhonoid dan

8
cabang-cabangnya beranastomosis pada permukaan inferior otak untuk
membentuk circulus willisi. Arteri carotis interna, arteri basilaris, arteri
cerebri anterior, arteri communicans anterior, arteri cerebri posterior dan
communicans posterior dan arteria basilaris ikut membentuk sirkulus ini.

Inervasi syaraf ( 12 pasang syaraf kranial )

1. Sel olfaktori

9
Sel-sel pembau(sel olfaktori) yang berupa sel saraf sebagai
reseptor. Sel-sel olfaktori sangat peka terhadap rangsangan gas
kimia (kemoreseptor).

Sel-sel olfaktori memiliki tonjolan ujung dendrit berupa


rambut yang terletak pada selaput lendir hidung, sedangkan ujung
yang lain berupa tonjolan akson membentuk berkas yang disebut
saraf otak I (nervus olfaktori). Saraf ini akan menembus tulang
tapis dan masuk ke dalam otak manusia.

Saraf ini memonitor asupan bauan yang dibawa udara ke


dalam sistem pernapasan manusia dan sangat menentukan rasa,
aroma dan palatabilitas dari makanan dan minuman. Selain
fungsinya yang dalam meningkatkan nafsu makan melalui bauan,
Saraf Olfaktorius juga dapat berperan dalam memperingatkan
adanya makanan yang busuk, kebocoran gas, polusi udara, dan
asap yang berbahaya untuk tubuh. Selain itu saraf olfaktorius juga
berperan sebagai elemen yang menengahi komunikasi dasar
(misalnya, interaksi ibu-bayi)

2. Saraf optic

Saraf optik, juga disebut saraf kranial II, adalah susunan


saraf yang berfungsi mengirimkan informasi penglihatan dari

10
retina ke otak. Ini adalah bagian dari jalur visual. Saraf optik
membawa impuls yang dibentuk oleh retina ke otak, yang
menafsirkannya sebagai gambar. Juga disebut nervus optikus.

3. Saraf okulomotor

Saraf okulomotor adalah saraf ketiga dari dua belas saraf


kranial. Saraf okulomotorik merupakan struktrur garis tengah
yangpadat dalam otak tengah rostral yang mengandung motor
somatik dan nukleusvisceral.Saraf ini mengontrol sebagian besar
gerakan mata, konstriksi pupil, dan mempertahankan terbukanya
kelopak mata (saraf kranial IV dan VI juga membantu
pengontrolan gerakan mata.)

Nukleus dari saraf okulomotor dan troklearis berada di atas


tegmentum otak tengah, Sedangkan nukleus dari saraf abdusen
berada dibagian tegmentum pons yang menutupi lantai dari
ventrikel 4.

Saraf kranial ketiga ini menginervasi beberapa otot


eksternal mata seperti rektus medial, rektus superior, rektus
inferior, dan oblique inferior,serta sfingter pupil dan levato
palpebrae yang berfungsi dalam mengangkat kelopak mata bagian
atas. Saraf ketiga berasal dari kelompok rostrocaudally memanjang

11
dari subnuclei berkerumun di otak tengah, hanya rostral ke tingkat
inti saraf kranial keempat.

4. Saraf troklear

Saraf troklearis (CN IV)adalah inti dari saraf kranial


keempat ini terletak di bagian ventral dari gray matter
periaqueductal dan berada langsung di bawah kompleks inti
oculomotor di tingkat colliculi rendah. Serat radikuler yang berada
di sekitar gray matter pusat dan menyeberang ke sisi yang
berlawanan dalam velum medulla superior. Saraf troklearis
kemudian keluar menuju permukaan dorsal batang otak (dimana
hal ini hanya dilakukan oleh saraf kranial saja), dan muncul dari
tectum otak tengah menuju quadrigeminal.

Saraf Troklearis mensarafi otot obliks superior dan


menghasilkan gerakan mata depresi, rotasi internal
(cycloinversion),dan sedikit abduksi.Nukleus dari saraf okulomotor
dan troklearis berada di atas tegmentum otak tengah, Sedangkan
nukleus dari saraf abdusen berada dibagian tegmentum pons yang
menutupi lantai dari ventrikel 4.

Saraf troklearis (saraf kranialis keempat)adalah Neuron dari


nukleus saraf keempat terletak di bagian dorsal medula

12
oblongatarostral pada tingkat kolikuli inferior, berdampingan
dengan ujung kaudalkompleks okulomotor. Akson berjalan secara
dorsal dan bersilangan pada velummedula anterior (atap ventrikel
keempat), di mana akson ini rentan terhadaptrauma kepala. Saraf
keluar dari medula oblongata dorsal, menyilang arteriserebelaris
superior, berjalan ke depan pada sinus kavernosus, dan
memasukiorbita melalui fisura orbitalis superior untuk
menginervasi otot oblik superior.Kelumpuhan oblik superior
menyebabkan diplopia vertikal dengan hipertropiadan eksiklotorsi
mata. Beberapa pasien mengkompensasi ini dengan mengadapatasi
dorongan kepala ke arah sisi yang tidak terkena. Trauma
kepala,terutama cedera tumpul frontal adalah penyebab paling
sering dari kelumpuhansaraf troklearis unilateral dan bilateral.
penyebab kedua yang paling sering darikelumpuhan saraf
troklearis adalah neuropati iskemik, sering disertai denganpenyakit
pembuluh darah yang kecil seperti diabetes (mononeuritis
multipleks).

5. Saraf trigerminal

Saraf trigeminus adalah saraf yang berperan dalam


mengirimkan sensasi dari kulit bagian anterior kepala, rongga
mulut dan hidung, gigi dan meninges(Lapisan otak). Saraf
Trigeminus memiliki tiga divisi (mata/oftalmik, rahang

13
atas/maksilaris dan rahang bawah/mandibula) yang selanjutnya
diperlakukan sebagai saraf-saraf terpisah. Pada divisi mandibula
terdapat juga serabut saraf motorik yang mensarafi otot-otot yang
digunakan dalam mengunyah. Saraf Trigeminus merupakan saraf
campuran dimana sebagian besar merupakan serat saraf sensoris
wajah, dan sebagian yang lain merupakan serat saraf motoris dari
otot mastikasi.

a. Perlekatan saraf trigeminus dan pembagian divisi

Saraf trigeminus menempel di ke aspek lateral pons, dekat


pedunculus cerebellar tengah. Kemudian saraf trigeminus
melewati bagian bawah bawah tentorium cerebelli, menuju fosa
kranial bagian tengah.

Ganglion sensoris dari saraf trigemus dapat ditemukan pada


bagian bawah dari tulang temporal. Untuk serat saraf sensoris
terbagi menjadi 3, yakni: oftalmik (Va), maksilaris (Vb), dan
mandibula (Vc).

Saraf trigeminal atau saraf kranial ke 5 terutama


memberi persarafan pada kulit muka, konjungtiva dan kornea,
mukosa dari hidung , sinus-sinus dan bagian frontal dari rongga
mulut , juga sebagian besar dari duramater. Saraf ini keluar dari
bagian lateral pons berupa akar saraf motoris dan saraf sensoris.
Akar saraf yang lebih kecil, yang disebut juga portio minor nervi
trigemini, merupakan akar saraf motoris

Nervus Trigemenus merupakan saraf cranial terbesar.


Nervus ini disebut nervus trigeminus, karena mempunyai tiga
cabang yaitu n.optalmikus, n. maksilaris, dan n.mandibularis.
Nervus trigeminus mengandung baik serabut sensoris maupun
serabut metoris. Cabang-cabang tepinya membawa serabut

14
parasimpatis dari nuc. Ediger westphal, nuc. Nervus
intermedius dan nuc. Nervus glossophary ngeus di satu pihak
dan serabut orthorasimpatis dari pihak lain.

6. Saraf abdusen

Terletak tepat di bawah lantai ventrikel keempat dan lateral


dari garistengah pons pada persambungan pons dan medula.. Serat
radikuler dari saraf kranial ketujuh (saraf fasialis) melingkar di
sekitar inti dari saraf abdusen pada daerah ini. Serat radikuler dari
saraf abdusen melintasi pons dan keluar dari batang otak di
persimpangan pontomedullary. Saraf abdusen kemudian berjalan
sepanjang permukaan ventral pons di bagian lateral dari arteri
basilar, menembus dura, dan bergabung dengan saraf lain untuk
otot-otot mata di sinus kavernosa. Dalam sinus tersebut ketiga
saraf kranial tersebut berada cukup dekat dengan cabang pertama
dan kedua dari saraf trigeminal, seperti halnya dengan arteri karotis
interna. Selain itu, saraf di sinus kavernosa terletak sangat dekat
dengan bagian superior dan lateral sphenoid dan ethmoid
sinus.Nukleus dari saraf okulomotor dan troklearis berada di atas

15
tegmentum otak tengah, Sedangkan nukleus dari saraf abdusen
berada dibagian tegmentum pons yang menutupi lantai dari
ventrikel 4.

Nukleus abdusen mengandungneuron motorik yang


menginervasi oto rektus lateral ipsilateral dan kelompok
interneuron di mana akson-aksonnya melalui garis tengah dan naik
di dalamfasikulus longitudinal medialis mencapai subnukleus
okulomotor kontralateralmenginervasi otot rektus medialis dari
mata sebelahnya. Nukleus abdusen rentanterhadap abnormalitas
timbulnya cedera pada usia dini.DiagnosisRiwayat perjalanan
penyakit menentukan apakah diplopia ini melibatkansatu atau
kedua mata, apakah diplopia adalah intermiten atau konstan, dan
apakahgambar dipisahkan secara vertikal, horizontal, atau
keduanya. Setiap rasa sakityang terkait dicatat, serta apakah itu
terjadi dengan atau tanpa gerakan mata.

7. Saraf fasialis

Saraf fasialis adalah saraf kranialis ke-7 berperan besar


dalam mengatur ekspresi dan indra perasa di kulit wajah manusia.
Saraf fasialis memiliki 2 komponen utama. Komponen yang lebih
besar merupakan murni saraf motorik dan berperan dalam
persarafan otot ekspresi wajah. Komponen ini yang merupakan
saraf fasialis sesungguhnya. Akan tetapi sepanjang perjalanan

16
komponen besar terdapat komponen yang lebih tipis yang disebut
saraf intermedius. Saraf intermedius mengandung serabut saraf
viseral dan serabut aferen somatis.

a. Fungsi

Saraf fasialis utamanya berperan dalam memasok


impuls untuk otot-otot ekspresi wajah. Disamping itu saraf
fasialis juga berfungsi sebagai:

1) Penyalur sensasi dari bagian anterior lidah dan


rongga mulut
2) Melalui persarafan parasimpatis saraf facialis,
kelenjar saliva,lakrimal, hidung dan kelenjar
palatina bisa menghasilkan sekret
b. Letak

Saraf fasialis berasal dari sudut cerebellopontine -


bagian lateral dari persimpangan pontomedullary. Memiliki
dua akar saraf yang berdekatan yakni motor root (lebih besar,
lebih medial)dan saraf intermedius (lebih kecil, lebih lateral) -
disebut saraf intermedius karena ditemukan diantara dua saraf
yang lebih besar (akar utama VII dan VIII). Nervus
intermedius memiliki serat parasimpatis dan sensorik dan yang
awalnya merupakan bagian dari saraf VIII.

8. Saraf vestibulokoklear

17
Saraf vestibulokoklear adalah saraf kranial kedelapan yang
berperan dalam proses mendengar dan menjaga keseimbangan
tubuh. Makna kata vestibulokolear berasal dari 2 kata yaitu
vestibular (keseimbangan) dan kolear (pendengaran) Saraf ini
merupakan saraf sensoris dengan nama lain saraf statoacoustic.

a. Asal

Saraf vestibulokolear berasal dari bagian lateral dari sudut yang


dibentuk antara cerebelum dan pons. Melewati saraf VII menuju
internal acoustic meatus di bagian tulang temporal bone. Bagian
koklear terletak di anterior sedangkan vestibular dibagian
posteriornya.

9. Saraf glosofaringeal

Saraf glosofaringeal adalah saraf kranial ke-9 tidak


memiliki peran yang cukup penting kecuali terkait peranannya
dalam gangguan reflex.

a. Fungsi

18
Dari sudut pandang klinis, saraf kranial ke-9 tidak
memiliki peran yang cukup penting kecuali terkait peranannya
dalam gag reflex. Fungsi utama dari saraf glosofaringeal adalah
suplai persarafan sensoris dari orofaring dan bagian posterior
(belakang) dari lidah. Selain itu saraf glosofaringeal juga
memiliki fungsi motorik terhadap otot stilofaringeus, fungsi
otonom parasimpatis pada kelenjar parotis, serta fungsi
sensoris dari sinus karotis, badan karotis, dan terkadang kulit
dari meatus acusticus’’ externus dan membran timpani.

b. Asal dan Percabangan Saraf

Saraf glosofaringeal berasal dari medula bersamaan


dengan saraf kranialis X dan XI. Melalui foramen jugularis
saraf glosofaringeal membentuk dua ganglion sensoris superior
and petrosal/inferior. Akson Parasimpatis dari dari dari nukleus
saliva inferior menuju ganglion otis (pada kelenjar parotis)
kemudian memasuki cabang timpani. Sehingga bisa sekaligus
menyalurkan serat sensoris dari telinga. Saraf glosofaringeal
selanjutnya turun ke leher dan menyarafi otot stilofaringeus
dan badan karotis. Melewati arteri karotis internal dan eksternal
untuk masuk ke faring. Di dalam faring serat sensoris dari
plexus faringeal menyarafi mukosa dari faring dan bagian
posterior lidah.

Jenis saraf Motorik menuju Lidah pengecap, tonsil


langit-langit mulut, kulit telinga fungsi Mempengaruhi
pergerakan otot faring dan lidah.

19
10. Saraf vagus

Saraf vagus adalah jenis saraf Motorik menuju Faring,


laring, trakea, bronkus, pulmo, lengkung aorta fungsi
Mempengaruhi pergerakan menelan, stimulasi kelenjar lambung,
usus, hati dan pankreas.saraf kranialis ke-10 yang sebagian besar
serat sarafnya merupakan saraf parasimpatis.

a. Fungsi

Fungsi utama dari vagus adalah untuk fonasi / berbicara


dan menelan. Saraf vagus juga berperan dalam
mentransmisikan serat sensorik dari kulit bagian posterior dari
meatus auditori eksternal dan membran timpani. Saraf ini juga

20
meyarafi lajur usus sejauh lengkungan lienalis dari usus besar
transversal (kasar), dan jantung, cabang trakeobronkial dan
bagian interna abdomen.

b. Asal dan Percabangan dari saraf Vagus

Vagus adalah saraf yang paling luas distribusinya dari


semua saraf kranialis. Namanya mencerminkan distribusi yang
luas dan jenis sensasi yang disampaikannya (Arti Vagus dalam
bahasa Latin: samar, tidak terbatas, mengembara). Saraf Vagus
berkembang dari medula

Kemudian saraf ini meninggalkan fosa kranial posterior


melalui foramen jugularis. Di bawah foramen tersebut terdapat
dua ganglia sensorik yakni: jugularis dan nodose, keduanya
mengandung badan sel dari serat sensorik. Cabang aurikuler
dari saraf vagus melewati kanal dalam tulang temporal dan
menyampaikan impuls sensorik dari meatus akustik eksternal
dan membran timpani. Selanjutnya saraf vagus turun melalui
selubung karotis posterior di belakang vena jugularis interna
dan arteri karotid internal. Dan diujungnya terbagi menjadi 2
saraf yakni saraf faringeal dan saraf laringeal superior yang
terbagi kembali menjadi 2 yakni saraf internal ( berperan dalam
persarafan sensorik di atas pita suara) dan cabang eksternal
(krikotiroid).

Cabang cardiac dan trakea timbul pada bagian dada


leher dan bagian atas. Cabang trakealis berperan dalam fungsi
sensoris sedangkan bagian cardiac memiliki fungsi otonom
yakni melambatkan denyut jantung. Adapula saraf laring
rekuren yang berawal di mediastinum superior.

Terakhir terdapat pembentukan pleksus esofagus.


Melalui hiatus esofagus pada diafragma sebagai cabang
anterior dan posterior yang memberikan kontribusi serat saraf

21
untuk organ visera abdomen dan celiac, pleksus mesenterika
superior dan pleksus myenteric.

11. Saraf aksesorius

Saraf aksesorius merupakan saraf kranialis ke-11 yang


berperan dalam persarafan otot-otot leher

a. Bagian

Secara umum saraf aksesorius terbagi menjadi 2 bagian


yakni kranialis dan spinalis, anehnya hampir selalu ketika
dokter menyatakan saraf aksesorius yang dimaksud adalah
saraf asesoris spinalis yang sebenarnya kurang tepat untuk
dikategorikan sebagai saraf kranialis.

1) Saraf aksesorius kranialis

Merupakan perpanjangan dari nukleus gabungan


dengan saraf IX dan X. Bahkan ada yang menduga bahwa
saraf asesoris juga berperan dalam persarafan otot laring
dan faring bersamaan dengan saraf vagus. Akan tetapi pada
aplikasi klinisnya tidak ada perbedaan yang berarti karena
setiap kerusakan yang terjadi berpengaruh terhadap batang

22
otak secara keseluruhan dan bukannya saraf kranialis itu
pribadi

2) Saraf aksesorius spinalis

Merupakan saraf yang memberikan impuls motoris


untuk otot-otot di daerah segitiga posterior dari leher yaitu:
sternocleidomastoid and trapezius.

12. Saraf hipoglossus

Saraf hipoglossus adalah saraf yang berperan dalam


memberikan persarafan pada otot-otot lidah. Gerakan lidah
memiliki berbagai macam peranan mulai dari untuk mengunyah,
menelan, dan bahkan berbicara. Selain itu saraf ini jug a
menyalurkan serat saraf dari C1 yang berfungsi mensarafi otot-otot
tali.

Asal, dan persarafan Hipoglossus

Berasal dari medula oleh seri vertikal antara rootlets


piramida dan zaitun (lihat Bagian 1.4). Kanal dari Hypoglossal
(condylar) sendiri berada di dalam tulang oksipital. Persarafan
hipoglossus dibuthkan untuk mensarafi otot intrinsik lidah,
hyoglossus, genioglossus dan styloglossus.

23
2.1.2 Histologi Otak

Korteks cerebri

Di cerebral cortex terdapat enam lapisan yang dapat dibedakan,


membentuk bagian perifer dari hemispherium cerebri.

a. Lapisan molecular : berisi serabut saraf yang berasal dari otak bagian
lain, parallel dengan permukaan.

24
b. Lapisan granular externa :berisi sel granular (stellate interneuron) kecil
dan neuroglia.

c. Lapisan piramidal externa : juga berisi neuroglia dan piramidal yang


semakin ke dalam semakin besar.

d. Lapisan granular interna : relatif tipis, berisi neuron yang menerima


input sensoris. Pada area visual, lapisan ini sangat menonjol.

e. Lapisan piramidal interna : tersusun atas sel piramidal besar yang


mempunyai jarak antar sel satu dengan yang lain. Sel besar terutama
pada area motorik cortex cerebri.

f. Lapisan multiformis (fusiformis) : memiliki neuroglia dan neuron yang


berbentuk gelendong, tetapi bisa juga memiliki bentuk dan orientasi yang
bermacam-macam.

Cerebellum

25
Dibagi menjadi 3 lapisan yang sedikit bervariasi tergantung areanya.

a. Lapisan pertama (molecular) : berisi neuropil yang berasal dari dari


dendrit neuron yang berada di dalam lapisan tengah, dan axon neuron
yang berada di dalam lapisan terdalam.

b. Lapisan tengah : tipis, terbentuk oleh selapis neuron besar yaitu sel
piriformis atau sel Purkinje. Bentuknya seperti botol dan mempunyai
cabang dendrit yang sangat besar, memanjang sampai lapisan pertama.

c. Lapisan ketiga (granular) : berisi banyak neuron kecil (sel granular),


axon menuju arah yang berlawanan dari sel piriformis.

26
2.2 Fisiologi batuk dan mengedan

2.2.1 Fisiologi Batuk

Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi menjadi tiga


fase, yaitu fase inspirasi, fase kompresi dan fase ekspirasi. Batuk
biasanya bermula dari inhalasi sejumlah udara, kemudian glotis
akan menutup dan tekanan di dalam paru akan meningkat yang
akhirnya diikuti dengan pembukaan glotis secara tiba-tiba dan
ekspirasi sejumlah udara dalam kecepatan tertentu

Fase inspirasi dimulai dengan inspirasi singkat dan cepat


dari sejumlah besar udara, pada saat ini glotis secara refleks sudah
terbuka. Volume udara yang diinspirasi sangat bervariasi
jumlahnya, berkisar antara 200 sampai 3500 ml di atas kapasitas
residu fungsional. Penelitian lain menyebutkan jumlah udara yang
dihisap berkisar antara 50% dari tidal volume sampai 50% dari
kapasitas vital. Ada dua manfaat utama dihisapnya sejumlah besar
volume ini. Pertama, volume yang besar akan memperkuat fase
ekspirasi nantinya dan dapat menghasilkan ekspirasi yang lebih
cepat dan lebih kuat. Manfaat kedua, volume yang besar akan
memperkecil rongga udara yang tertutup sehingga pengeluaran
sekret akan lebih mudah

Setelah udara di inspirasi, maka mulailah fase kompresi


dimana glotis akan tertutup selama 0,2 detik. Pada masa ini,

27
tekanan di paru dan abdomen akan meningkat sampai 50 – 100
mmHg. Tertutupnya glotis merupakan ciri khas batuk, yang
membedakannya dengan manuver ekspirasi paksa lain karena akan
menghasilkan tenaga yang berbeda. Tekanan yang didapatkan bila
glotis tertutup adalah 10 sampai 100% lebih besar daripada cara
ekspirasi paksa yang lain. Di pihak lain, batuk juga dapat terjadi
tanpa penutupan glotis. Kemudian, secara aktif glotis akan terbuka
dan berlangsunglah fase ekspirasi. Udara akan keluar dan
menggetarkan jaringan saluran napas serta udara yang ada
sehingga menimbulkan suara batuk yang kita kenal. Arus udara
ekspirasi yang maksimal akan tercapai dalam waktu 30–50 detik
setelah glotis terbuka, yang kemudian diikuti dengan arus yang
menetap' Kecepatan udara yang dihasilkan dapat mencapai 16.000
sampai 24.000 cm per menit, dan pada fase ini dapat dijumpai
pengurangan diameter trakea sampai 80%

2.2.2 Fisiologi mengedan/ Defekasi

28
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini
juga disebut bowelmovement. Frekuensi defekasi pada setiap orang sangat
bervariasi dari beberapa kali perharisampai 2 atau 3 kali perminggu.
Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang. Ketikagelombang peristaltik
mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf sensorisdalam
rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk
defekasi.

Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu :

1) Refleks defekasi instrinsik

Ketika feses masuk kedalam rektum, pengembangan dinding


rektum memberi suatu sinyal yangmenyebar melalui pleksus
mesentrikus untuk memulai gelombang peristaltik pada
kolondesenden, kolon sigmoid, dan didalam rektum. Gelombang ini
menekan feses kearah anus.Begitu gelombang peristaltik mendekati
anus, spingter anal interna tidak menutup dan bilaspingter eksternal
tenang maka feses keluar.

2) Refleks defekasi parasimpatis

Ketika serat saraf dalam rektum dirangsang, signal


diteruskan ke spinal cord (sakral 2-4) dan kemudian kembali ke
kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum. Sinyal –
sinyalparasimpatis ini meningkatkan gelombang peristaltik,
melemaskan spingter anal internal danmeningkatkan refleks
defekasi instrinsik. Spingter anal individu duduk di toilet atau
bedpan,spingter anal eksternal tenang dengan sendirinya.

Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-otot perut


dan diafragma yang akanmeningkatkan tekanan abdominal dan
oleh kontraksi muskulus levator ani pada dasar panggulyang
menggerakkan feses melalui saluran anus.

29
Defekasi normal dipermudah dengan refleksi paha yang
meningkatkan tekanan di dalamperut dan posisi duduk yang
meningkatkan tekanan kebawah kearah rektum. Jika
refleksdefekasi diabaikan atau jika defekasi dihambat secara
sengaja dengan mengkontraksikanmuskulus spingter eksternal,
maka rasa terdesak untuk defekasi secara berulang
dapatmenghasilkan rektum meluas untuk menampung kumpulan
feses.

2.3 Patofisiologi nyeri kepala,mual,dan muntah

Nyeri kepala adalah rasa nyeri atau rasa tidak


mengenakkan di seluruh daerah kepala dengan batas bawah dari
dagu sampai ke belakang kepala. Berdasarkan penyebabnya
digolongkan nyeri kepala primer dan nyeri kepala sekunder.
Nyeri kepala primer adalah nyeri kepala yang tidak jelas
kelainan anatomi atau kelainan struktur dan dasar
patofisiologinya, yaitu migrain, nyeri kepala tipe tegang, nyeri
kepala klaster dan nyeri kepala primer lainnya. Nyeri kepala
sekunder adalah nyeri kepala dengan patofisiologi jelas, terdapat
kelainan anatomi maupun kelainan struktur dan bersifat kronis
progresif. Nyeri kepala dengan patofisiologi jelas terdapat pada
peningkatan tekanan intrakaranial, misal tumor serebral,
umumnya terjadi pada saat bangun, siang hari gejala membaik.
Nyeri kepala diperberat saat bersin, mengejan, membungkuk,
mengangkat beban, berbaring yang menyebabkan peningkatan
tekanan intrakranial (Ginsberg, 2008).

Mekanisme umum nyeri kepala (lance,2000) :


 Peregangan atau pergeseran pembuluh darah intrakranium atau
ekstrakranium.
 Traksi pembuluh darah.

30
 Kontraksi otot kepala dan leher (kerja berlebihan otot).
 Peregangan periosteum (nyeri fokal).
 Degenerasi spina servikalis atas disertai kompresi pada akar
nervus servikalis (misalnya : arthritis vertebra servikalis ).

Beberapa teori yang menyebabkan timbulnya nyeri kepala terus


berkembang hingga sekarang. Seperti, teori vasodilatasi kranial, aktivasi
trigeminal perifer, lokalisasi dan fisiologi second order
trigeminovascular neurons, cortical spreading depression, aktivasi
rostral brainstem.
Rangsang nyeri bisa disebabkan oleh adanya tekanan, traksi,
displacement maupun proses kimiawi dan inflamasi terhadap
nosiseptor-nosiseptor pada struktur peka nyeri di kepala. Jika struktur
tersebut yang terletak pada atau pun diatas tentorium serebelli
dirangsang maka rasa nyeri akan timbul terasa menjalar pada daerah
didepan batas garis vertikal yang ditarik dari kedua telinga kiri dan
kanan melewati puncak kepala (daerah frontotemporal dan parietal
anterior). Rasa nyeri ini ditransmisi oleh saraf trigeminus. Sedangkan
rangsangan terhadap struktur yang peka terhadap nyeri dibawah
tentorium (pada fossa kranii posterior) radiks servikalis bagian atas
dengan cabang-cabang saraf perifernya akan menimbulkan nyeri pada
daerah dibelakang garis tersebut, yaitu daerah oksipital, suboksipital dan
servikal bagian atas. Rasa nyeri ini ditransmisi oleh saraf kranial IX, X
dan saraf spinal C-1, C-2, dan C-3. Akan tetapi kadang-kadang bisa juga
radiks servikalis bagian atas dan N. oksipitalis mayor akan menjalarkan
nyerinya ke frontal dan mata pada sisi ipsilateral.

2.4 Hubungan nyeri kepala yang memberat saat mengedan dan batuk

Mengedan merupakan bentuk strain dari salah satu fase yang terdapat
di valsava maneuver (permulaan strain, strain, strain lanjutan,
penurunan dan recovery).

31
Valsava manuver merupakan koordinasi sekumpulan otot
neurological yang bekerja bersama.Dimana mekanismenya antara lain
adanya usaha pernapasan secara paksa menutup glotis yang akan
meningkatkan tekanan intrathoracic sehingga mengakibatkan
peningkatan TIK yang akan menghambat venous return dan
menurunkan heart rate.

Batuk (ekhalasi kuat) memiliki mekanisme yang sama dengan


mengedan,dimana kaitannya terdapat pada penutupan glotis.

Peningkatan TIK tersebut dapat mengakibatkan timbulnya nyeri kepala


yang memberat.

2.5 Timbulnya sakit kepala dipagi hari yang disertai muntah tanpa mual

Nyeri kepala yang bertambah hebat saat bangkit dari tidur di pagi
hari disebabkan karena secara normal terjadi peningkatan aktivitas
metabolisme yang paling tinggi saat pagi hari, dimana pada saat tidur
menjelang bangun pagi terjadi fase REM yang mengaktifkan metabolisme
dan produksi CO2. Dengan peningkatan kadar CO2 terjadilah
vasodilatasi.Vasodilatasi tersebut yang kemudian bermanifestasi sebagai
nyeri kepala.

Muntah tanpa diawali mual, biasanya bersifat muntah


menyemprot(proyektil) dan biasanya kecurigaan ada suatu massa
intrakranial yang luas dengan efek massa tumor tersebut juga
mengindikasikan adanya pergeseran otak. Muntah sering timbul pada pagi
hari setelah bangun tidur disebabkan oleh tekanan intrakranial yang
meninggi selama tidur malam, akibat PCo2 serebral meningkat.

Pada saat terjadi peningkatan tekanan intracranial kemudian akan


merangsang reseptor tekanan intracranial. Ketika reseptor terangsang
maka akan mengakibatkan pusat muntah di dorsolateral formation

32
retikularis terangsang. Selanjutnya formation retikularis akan menyalurkan
rangsang motorik melalui nervus vagus. Selanjutnya nervus vagus akan
menyebabkan kontraksi duodenum dan antrum lambung kemudian terjadi
peningkatan tekanan intraabdomen,selain itu nervus vagus juga membuat
spinter esophagus terbuka.oleh karena itu terjadi muntah.

2.6 Epidemiologi Nyeri kepala


The Atlas of Headache Disorders menyajikan data yang diperoleh
oleh WHO bekerja sama dengan Lifting The Burden: the Global
Campaign againts headache. Data – data dikumpulkan dalam bentuk
survei kuesioner dari ahli saraf, praktisi umum dan perwakilan pasien dari
101 negara, dilakukan dari Oktober 2006 sampai Maret 2009. Hasil yang
diperoleh yaitu gangguan nyeri kepala termasuk migrain dan nyeri kepala
tipe tegang, merupakan gangguan yang paling sering terjadi. Studi
prevalensi memperkirakan setengah sampai tiga perempat dari orang
dewasa berusia 18 - 65 tahun di dunia telah memiliki nyeri kepala pada
tahun lalu. Menurut studi ini, lebih dari 10% memiliki migrain, dan 1,7-
4% dari populasi orang dewasa dipengaruhi oleh nyeri kepala selama 15
hari atau lebih pada setiap bulannya. Di seluruh dunia, sekitar 50% dari
orang-orang dengan nyeri kepala lebih memilih untuk mengobati dirinya
sendiri dan tidak menghubungi praktisi kesehatan. Sampai dengan 10%
populasi dunia berkonsultasi ke ahli saraf, meskipun hanya sedikit di
negara Afrika dan Asia Tenggara. Tiga penyebab konsultasi untuk nyeri
kepala, baik perawatan primer dan spesialis yaitu migrain, nyeri kepala
tipe tegang dan kombinasi keduanya

2.7 Klasifikasi Nyeri kepala

Klasifikasi dan kriteria diagnostik headache dikeluarkan oleh


International Headache Society (IHS) tahun 2013 dalam wujud ICHD-3

(The International Classification of Headache Disorders 3rd edition).


Bagi dokter dan para tenaga kesehatan, klasifikasi dari nyeri kepala ini

33
merupakan patokan dasar untuk menganalisa dan membuat diagnostik dari
nyeri kepala yang diderita oleh pasiennya. Oleh IHS, nyeri kepala
dikelompokkan menjadi 3 kategori umum, yaitu Nyeri kepala Primer
(Primary Headaches), Nyeri kepala Sekunder (Secondary Headaches),
dan Nyeri kepala dengan neuropati kranial, nyeri wajah lain dan nyeri
kepala lainnya (Painful cranial neuropathies, other facial pains and other
headaches).

2.7.1 Nyeri kepala Primer

Nyeri kepala primer merupakan nyeri kepala yang tidak diasosiasikan


dengan patologi atau kelainan lain yang menyebabkannya. Nyeri kepala ini masih
dibagi berdasarkan profil gejalanya menjadi :

2.7.1.1 Migrain

Migrain memiliki dua subtipe mayor. Migrain tanpa aura dan


migrain dengan aura. Migrain dengan aura terutama ditandai oleh gejala
neurologis yang biasanya mendahului atau kadang-kadang menemani saat
nyeri kepala. Beberapa pasien juga mengalami fase premonitory (fase
pertanda), terjadi beberapa jam atau hari sebelum nyeri kepala, dan fase
resolusi. Yg memberi pertanda dan gejala resolusi seperti menguap
berulang, kelelahan dan leher kaku dan / atau sakit.

A. Migrain Tanpa Aura

Nyeri kepala berulang dengan manifestasi serangan selama 4-72


jam. Karakteristik nyeri kepala unilateral, berdenyut, intensitas
sedang atau berat, bertambah berat dengan aktivitas fisik yang
rutin dan diikuti dengan mual dan atau fotofobia dan fonofobia

Kriteria diagnostik:

1) Sekurang – kurangnya terjadi lima serangan memenuhi yang


memenuhi kriteria B – D

34
2) Serangan nyeri kepala berlangsung selama 4-72 jam (tidak
diobati atau tidak berhasil diobati)

3) Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara karakteristik


berikut:

 Lokasi unilateral,

 Kualitas berdenyut,

 Intensitas nyeri sedang atau berat

 Keadaan bertambah berat oleh aktivitas


fisik

4) Selama nyeri kepala disertai salah satu dibawah ini:

1. Mual dan atau muntah,

2. Fotofobia dan fonofobia

5) Tidak berkaitan dengan diagnostik lain

B. Migrain Dengan Aura

Serangan berulang, bertahan dalam menit, sepenuhnya unilateral


secara reversibel baik itu visual, sensorik atau gejala sistem saraf
pusat lainnya yang biasanya berkembang secara bertahap dan
diikuti dengan nyeri kepala dan terkait gejala migrain.

Kriteria diagnostik:

35
1) Sekurang – kurangnya terjadi dua serangan memenuhi yang
memenuhi kriteria B – D

2) Disertai satu atau lebih gejala aura secara reversibel:


1. Visual
2. Sensoris
3. Bicara dan / atau Bahasa
4. Motorik
5. Batang otak
6. Retina

3) Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara empat


karakteristik berikut:

1. Minimal satu gejala aura muncul secara bertahap ≥5menit, dan


/ atau dua atau lebih gejala terjadi
2. Setiap gejala aura berlangsung 5 – 60 menit
3. Minimal satu gejala aura terjadi secara unilateral
4. Disertai aura, atau diikuti selama 60 menit
5. Tidak berkaitan dengan diagnostik lain

2.7.1.2 Nyeri Kepala Tipe tegang

Nyeri kepala tipe tegang sangat umum terjadi, dengan prevalensi

seumur hidup dalam populasi umum berkisar antara 30% dan 78% dalam

studi yang berbeda, dan memiliki dampak sosial-ekonomi yang sangat

tinggi.

A. Nyeri Kepala tipe Tegang episode Jarang

Episode nyeri kepala yang jarang, bilateral, menekan atau

mengikat dan intensitas ringan sampai sedang, berlangsung menit

sampai hari. Rasa sakitnya tidak memburuk dengan aktivitas fisik

36
rutin dan tidak berkaitan dengan mual, tetapi fotofobia atau

fonofobia mungkin ada.

Kriteria diagnostik:

1) Sekurang – kurangnya terjadi 10 episode nyeri kepala dengan


rata – rata <1 hari per bulan (<12 hari per tahun) dan memenuhi
kriteria B-D

2) Berlangsung dari 30 menit sampai 7 hari

3) Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara empat

karakteristik berikut:

1. Lokasi bilateral

2. Kualitasnya menekan atau mengikat (tidak


berdenyut)

3. Intensitas ringan sampai sedang

4. Tidak bertambah berat oleh aktivitas fisik

seperti berjalan atau naik tangga

4) Ada 2 ciri berikut:

1. Tidak ada mual atau muntah

2. Tidak >1 fotofobia atau fonofobia

5) Tidak berkaitan dengan diagnostik lain

B. Nyeri Kepala tipe Tegang episode Sering

Episode nyeri kepala yang sering, bilateral, menekan atau

mengikat dan intensitas ringan sampai sedang, berlangsung menit

sampai hari. Rasa sakitnya tidak memburuk dengan aktivitas fisik

rutin dan tidak berkaitan dengan mual, tetapi fotofobia atau

37
fonofobia mungkin ada.

Kriteria Diagnostik:

1) Sekurang – kurangnya terjadi 10 episode nyeri kepala dengan


rata – rata 1– 14 hari per bulan selama >3 bulan (≥12 hari dan <180
hari per tahun) dan memenuhi kriteria B-D

2) Berlangsung dari 30 menit sampai 7 hari

3) Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara empat

karakteristik berikut:

a. Lokasi bilateral

b. Kualitasnya menekan atau mengikat (tidak berdenyut)

c. Intensitas ringan sampai sedang

d. Tidak bertambah berat oleh aktivitas fisik seperti berjalan

atau naik tangga

4) Ada 2 ciri berikut:

a. Tidak ada mual atau muntah


b. Tidak >1 fotofobia atau fonofobia

5) Tidak berkaitan dengan diagnostic lain

C. Nyeri kepala tipe tegang yang kronik

Sebuah gangguan berkembang dari nyeri kepala tipe tegang


episode sering, dengan episode nyeri kepala harian atau sangat
sering, bilateral, kualitas menekan atau mengikat dan intensitas
ringan sampai sedang, berlangsung jam sampai hari, atau tidak ada
hentinya. Rasa sakit tidak memburuk dengan aktivitas fisik rutin,
tetapi mungkin terkait dengan mual ringan, fotofobia atau
fonofobia.

38
Kriteria diagnostik:

a. Sekurang – kurangnya terjadi ≥15 hari per bulan dengan rata – rata
selama >3 bulan (≥180 hari per tahun) dan memenuhi kriteria B-D
b. Berlangsung dari 30 menit sampai 7 hari

c. Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara empat


karakteristik berikut:
1. Lokasi bilateral

2. Kualitasnya menekan atau mengikat (tidak berdenyut)

3. Intensitas ringan sampai sedang

4. Tidak bertambah berat oleh aktivitas fisik seperti berjalan atau


naik tangga
5.

d. Ada 2 ciri berikut:

1. Tidak ada mual atau muntah

2. Tidak >1 fotofobia atau fonofobia

3. Tidak berkaitan dengan diagnostik lain

2.7.1.3 Trigerminal Autonomic Cephalgias ( TACs)

A. Nyeri Kepala Tipe Cluster

Serangan berat, nyeri yang ketat dan unilateral pada orbital,

39
supraorbital, temporal atau dalam bentuk kombinasi, berlangsung
15 – 180 menit dan terjadi mulai dari sekali setiap hari sampai
delapan kali sehari. Rasa sakit terkait dengan injeksi konjungtiva
yang ipsilateral, lakrimasi, hidung tersumbat, rhinorrhoea, dahi
dan wajah berkeringat, miosis, ptosis dan / atau edema kelopak
mata, dan / atau dengan kegelisahan.
Kriteria diagnostik:

a. Sekurang – kurangnya terjadi lima serangan memenuhi yang


memenuhi kriteria B – D

b. Nyeri pada orbital, supraorbital dan / atau temporal yang berat


atau sangat berat secara unilateral berlangsung 15-180 menit (saat
tidak diobati)
c. Salah satu atau kedua hal berikut:

1. Sekurang - kurangnya satu dari gejala atau tanda-tanda berikut,


ipsilateral untuk:
a) Injeksi konjungtiva dan / atau lakrimasi

b) Hidung tersumbat dan / atau rhinorrhoea

c) Edema kelopak mata

d) Dahi dan wajah berkeringat

e) Dahi dan kemerahan pada wajah

f) Sensasi penuh pada telinga

g) Miosis dan / atau ptosis

2. Rasa gelisah atau agitasi

40
d. Serangan memiliki frekuensi antara satu setiap lain hari dan
delapan per hari selama lebih dari setengah dari waktu ketika
gangguan tersebut aktif

e. Tidak berkaitan dengan diagnostik lain.

B. Paroxymal Hemicranial

Serangan berat, nyeri yang ketat dan unilateral pada orbital,


supraorbital, temporal atau dalam bentuk kombinasi, berlangsung 2 -
30 menit dan terjadi beberapa kali setiap harinya. Serangan berkaitan
dengan injeksi konjungtiva, lakrimasi, hidung tersumbat, rhinorrhoea,
dahi dan wajah berkeringat, miosis, ptosis dan / atau edema kelopak
mata yang ipsilateral. Terapat respons yang pasti terhadap
indomethacin.
Kriteria diagnostik:

b. Sekurang – kurangnya terjadi 20 serangan memenuhi yang


memenuhi kriteria B – E
c. Nyeri orbital, supraorbital dan / atau temporal yang berat secara
unilateral berlangsung 2 – 30 menit
d. Sekurang - kurangnya satu dari gejala atau tanda-tanda berikut,
ipsilateral untuk:
1) Injeksi konjungtiva dan / atau lakrimasi
2) Hidung tersumbat dan / atau rhinorrhoea
3) Edema kelopak mata
4) Dahi dan wajah berkeringat
5) Dahi dan kemerahan pada wajah
6) Sensasi penuh pada telinga
7) Miosis dan / atau ptosis

41
e. Frekuensi serangan terjadi lebih dari lima kali per hari
f. Serangan dapat dicegah dengan terapi indomethacin
g. Tidak berkaitan dengan diagnostik lain

2.7.2 Nyeri Kepala Sekunder

Nyeri kepala sekunder merupakan nyeri kepala yang dikarenakan


penyakit lain sehingga terdapat peningkatan tekanan intrakranial atau
nyeri kepala yang jelas terdapat kelainan anatomi maupun struktur

A. Nyeri kepala karena trauma pada kepala dan / atau leher


B. Nyeri kepala karena gangguan vaskular pada kranial atau servikal
C. Nyeri kepala karena gangguan non vaskular pada intrakranial
D. Nyeri kepala karena suatu substansi atau withdrawal
E. Nyeri kepala karena infeksi
F. Nyeri kepala karena gangguan homeostasis
G. Nyeri kepala atau nyeri wajah karena gangguan pada kranial,
leher, mata, telinga, hidung, rongga sinus, gigi, mulut, atau
struktur wajah atau kranial lainnya
H. Nyeri kepala karena gangguan psikiatri

42
2.8 Langkah Diagnosa skenario

Menurut Bahrudin (2013); Hidayati (2016), seperti bidang ilmu


kedokteran lainnya, pertama, tentu saja, secara umum adalah anamnesis
dan pemeriksaani- pemeriksaan. Pemeriksaan pasien nyeri kepala terdiri
dari:
A. Anamnesis
B. Pemeriksaanobyektif
C. Pemeriksaan denganalat
D. Pemeriksaanlaboratorium

A. Anamnesis

Menurut Hidayati (2016), anamnesis merupakan langkah pertama


dalam manajemen nyeri kepala. Peran anamnesis memegang posisi paling
penting dalam manajemen nyeri kepala, mengingat pada pemeriksaan fisik
dan neurologispada pasien dengan nyeri kepala sering ditemukan normal.

Beberapa langkah anamnesis pasien dengan nyeri kepala ini secara


sistematis tersusun dalam tabel 2.3, yang disingkat dengan “H.
SOCRATESS”. Tanpa anamnesis riwayat nyeri kepala yang cukup,
intervensi diagnostik dan pengobatan yang kita berikan pada pasien
dengan nyeri kepala bisa keliru.

Tabel 2.3 Langkah Anamnesis Pasien Dengan Nyeri Kepala (“H. SOCRATESS”)
H • History (riwayat)
S • Site (tempat)
O • Origin (tempat asal)
C • Character (karakter)
R • Radiation (penjalaran)
A • Associated symptoms (kumpulan gejala yang terkait)

43
T • Timing (waktu)
E • Exacerbating & relieving (hal yang memperparah dan memperingan)
S • Severity (derajat keparahan / intensitas)
State of health between attacks (kondisi kesehatan di antara
S •
serangan)
(Hidayati,
2016)

Adapun penjabaran dari penelitian Hidayati (2016), tentang


langkah anamnesis pasien dengan nyeri kepala (“H. SOCRATESS”),
adalah sebagai berikut:

a) History

Langkah pertama dalam manajemen pasien dengan nyeri kepala


adalah penggalian riwayat. Tujuan penggalian riwayat nyeri kepala
adalah untuk memberikan pandangan yang komprehensif tentang nyeri
kepala pasien dan mengetahui komorbiditas yang terkait atau masalah
yang mungkin mempengaruhi diagnosis dan perawatan.

Riwayat penting untuk membedakan jenis nyeri kepala, apakah


termasuk nyeri kepala primer ataukah nyeri kepala sekunder. Beberapa
riwayat yang perlu digali tercantum dalam table 2.4.

Selain menggali riwayat penyakit sekarang, dokter harus tahu


tentang riwayat penyakit dahulu. Riwayat penyakit dahulu seperti
adanya karsinoma (kanker payudara, paru-paru, ginjal, melanoma)
membuat dokter harus mempertimbangkan diagnosis tumor
metastasis. Trauma kepala dapat menyebabkan nyeri kepala pasca-
trauma, hematoma subdural, atau diseksi arteri ekstrakranial.
Berbagai macam gangguan terkait dengan gigi, sinus, telinga, atau
hidung dapat muncul sebagai nyeri kepala.

44
Tabel 2.4 Riwayat Yang Harus Digali Pada Pasien Dengan Nyeri Kepala.
a. Riwayat PenyakitSekarang
Penyakit b. Riwayat PenyakitDahulu
c. Riwayat PenyakitKeluarga
a. Dosis
Riwayat Pengobatan b. Efektif atau tidaknyaobat
c. Efek sampingpengobatan
a. Keluarga
b. Pekerjaan

Sosial c. Pendidikan
d. Kebiasaan atauhobi
e. Psikologis
(Hidayati,
2016)

Riwayat pengobatan pasien juga perlu diketahui. Nitrat,


antihistamin, kontrasepsi oral dan terapi sulih hormon dapat
menyebabkan nyeri kepala. Selain itu obat-obatan bebas yang
dikonsumsi jangka lama dapat menyebabkan terjadinya MOH
(Medication Overuse Headache).

Dalam menghadapi kasus nyeri kepala dokter perlu tahu latar


belakang sosial dan psikologis mereka. Riwayat sosial yang perlu
digali ini meliputi riwayat keluarga, pekerjaan, pendidikan dan
kebiasaan atau hobi

Dari penggalian riwayat ini dokter akan memiliki gambaran


umum tentang tingkat disabilitas yang diakibatkan oleh nyeri kepala
pasien. Dokter akanmengetahui bagaimana dampak nyeri kepala pada
kehidupan keluarga, sekolah atau pekerjaan, dan kehidupan sosial.

45
b) Site ( Tempat )
Lokasi dan sisi nyeri kepala dapat mengarahkan dokter pada
diagnosis tertentu. Sisi nyeri kepala pada migren atau sakit kepala
klaster dan sefalgia trigeminal-otonomik yang lain adalah pada satu
sisi kepala(unilateral), sedangkan pada TTH sisi nyerinya bilateral
atau di seluruh kepala (holocephalic). Nyeri pada migren bisa muncul
di kanan mapupun di kiri. Daerah yang terkena biasanya di daerah
frontal dan temporal kepala, namun kadang juga melibatkan daerah
kepala lain dan leher.
Nyeri kepala dengan serangan berulang dan "terkunci pada
satu sisi" mungkin juga merupakan gejala akibat penyakit organik
yang mendasari

c) Origin
Nyeri pada migren bisa muncul di kanan mapupun di kiri.
Daerah yang terkena biasanya di daerah frontal dan temporal kepala,
namun kadang juga melibatkan daerah kepala lain dan leher. Tidak
jarang nyeri kepala pada migren juga muncul di daerah
occipitonuchal dan frontotemporal. Rasa nyeri pada nyeri kepala tipe
tegang (TTH) berasal dari dahi.

d) Character ( Karakter )
Karakteristik nyeri kepala pada migren adalah berdenyut dan
pada TTH adalah rasa menekan atau mengikat. Pada klaster nyeri
yang dirasakan adalah membosankan, rasa seperti dibor, atau nyeri
yang sangat hebat atau pedih
Migren ada yang disertai aura dan ada yang tidak. Aura biasanya
mendahului nyeri kepala migren. Kadang-kadang aura terjadi
bersamaan dengan nyeri kepala migren. Durasi aura berkisar antara
beberapa menit menit sampai satu jam. Aura pada migren yang
paling umum terjadi adalah aura visual dan sensorik. Aura motorik
dan gangguan berbahasa jarang terjadi.

46
Serangan neuralgia trigeminal berupa serangan paroksismal
sesaat seperti nyeri kesetrum. Nyeri seperti terbakar atau berdenyut
pada mata atau nyeri periorbital juga dapat menunjukkan adanya
iskemia di daerah vertebrobasilar, perluasan aneurisma pada dasar
tengkorak, diseksi pembuluh darah ekstrakranial atau intrakranial,
oklusi sinus dural, atau inflamasi pada sinus kavernosus. Penyebab
nonvaskular termasuk sakit kepala klaster, short-lasting unilateral
neuralgiform headache with conjunctival injection and tearing
(SUNCT), gangguan mata, dan inflammatory meningealsyndromes.
Penyebab vaskular pada kasus nyeri kepala seperti perdarahan
subarachnoid aneurismal, apopleksi pituitari, dan reversible cerebral
vasoconstriction syndrome biasanya muncul dengan gambaran nyeri
kepala seperti tersambar petir (thunderclapheadache).

e) Radiation ( penjalaran )

Nyeri pada TTH menjalar dari dahi menuju kepala belakang atau
menuju ke temporomandibular joint. Nyeri kepala infratentorial,
occipitonuchal, dan tulang belakang servikal dapat memberikan nyeri
rujuk (menjalar) pada dahi atau mata. Hal ini terjadi karena adanya
konvergensi aferen nosiseptif servikal pada servikal ke dua dan ke tiga
dengan aferen trigeminal dalam nukleus trigeminal kaudal dari batang
otak. Nyeri rujuk lain terjadi pada saat darah atau nanah menuju ruang
subarachnoid. Darah atau nanah dalam ruang subarachnoid akan
menimbulkan nyeri kepala akut. Nyeri kepala akut ini dapat bergerak
ke bawah menyusuri kolumna spinalis menuju daerah interskapula
atau punggung bawah.

f) Associated symptoms (Kumpulan gejala yang terkait)


Mual, muntah umum terjadi pada nyeri kepala migren. Adanya
mual dan muntah ini membantu konfirmasi diagnosis migren, namun
bukan merupakan gejala yang patognomonik untuk migren. Muntah

47
merupakan gejala yang patognomonik pada pada peningkatan
tekanan intrakranial. Muntah ini juga bisa menyertai gangguan pada
daerah postrema dari medula atau pada infeksi sistemik. Fotofobia,
fonofobia dan osmofobia atau olfaktofobia sering menyertai migren,
meskipun gejala-gejala ini juga mungkin terjadi padameningitis
Pasien dengan migren sering dapat memprediksi akan
datangnya serangan nyeri kepala karena adanya gejala pertanda yang
terjadi beberapa jam atau hari sebelum nyeri kepala. Gejala pertanda
ini meliputi perubahan suasana hati, nafsu makan, konsentrasi, dan
pola tidur.
Gejala visual sesaat mendukung diagnosis migren. Namun,
gangguan visual sesaat yang disertai dengan gangguan ketajaman
visual progresif (dengan atau tanpa gangguan lapang pandang atau
papil edema) dapat terjadi pada pasien dengan peningkatan tekanan
intrakranial.

Diplopia pada nyeri kepala dapat merupakan manifestasi dari


migren tipe basilar atau massa parasellar atau aneurisma arteri
komunikans posterior. Gangguan lapang pandang dapat disebabkan
oleh adenoma hipofisis atau hipertensi intracranial idiopatik. Gejala
dari infeksi saluran pernapasan atas atau sakit gigi mungkin
menunjukkan sinusitis akut sebagai penyebab sakit kepala.
Parestesia yang berasal dari tangan ke wajah biasa terjadi pada
migren. Selain migren parestesia dari tangan ke wajah juga dapat
merupakan manifestasi dari kejang parsial sensorik atau transient
ischemic attack

g) Timing ( Waktu )

Nyeri kepala primer dengan durasi singkat: detik sampai menit


mengarah pada sefalgia trigeminalotonomik lain. Nyeri kepala primer
dengan durasi hitungan jam sampai hari mengarah pada nyeri kepala
migren dan tension-type headaches, pada migren yaitu selama 4-72
jam dan pada TTH selama setengah jam sampai 7 hari. Migren dan

48
tension-type headaches bisa berlangsung selama berhari-hari atau
mungkin berevolusi menjadi bentuk yang kronis (misalnya: lebih dari
15 hari per bulan) atau berlangsung terus menerus. Frekuensi sakit
kepala dalam sebuah episode bisa berkali-kali per hari seperti pada
sefalgia trigeminal-otonomik lain, berkali-kali selama seminggu seperti
pada nyeri kepala klaster, atau beberapa kali per minggu atau bulan
seperti pada serangan migrain atau tension type headache. Waktu nyeri
kepala pada klaster berada dalam dalam siklus diurnal, bulanan, atau
tahunan

h) Exacerbating and relieving (Hal yang memperparah dan


memperingan)
Nyeri kepala pada migren bertambah berat dengan aktivitas fisik
yang rutin (seperti berjalan atau naik tangga) sedangkan TTH tidak
diperberat dengan aktivitas fisik yang rutin.Nyeri kepala migren
berhubungan dengan menstruasi, ovulasi, stres, hormonal, kelelahan,
kurang tidur, depresi, atau lapar. Demikian pula faktor lingkungan
seperti asap, cahaya silau atau cahaya berkelap-kelip, parfum atau bau
kimia juga dapat mencetuskanmigren Anggur merah merupakan
penyebab klasik migrain. Alkohol adalah pemicu nyeri kepala klaster.
Perubahan dalam kebiasaan tidur berhubungan dengan eksaserbasi
nyeri kepala baik pada klaster maupun migren. Sleep apnea dapat
menyebabkan nyeri kepala pagi hari. Batuk atau manuver valsava
dapat memicu nyeri kepala primer migren. Nyeri kepala terkait dengan
aktivitas seksual harus dicurigai sebagai red flags aneurisma
intrakranial, meskipun bisa jadi hanya merupakan nyeri kepala
benignaberulang.
Biasanya penderita migren berkurang rasa nyeri kepalanya
saat dipakai tidur atau beristirahat di sebuah ruangan gelap dan
tenang. Pasien dengan nyeri kepala klaster dapat menggunakan
berbagai teknik untuk meringankan nyeri kepala mereka, mulai dari
pengobatan rumahan seperti kompres dingin, hangat, teknik relaksasi,
obat herbal, obat resep, dll.

49
i) Severity (Derajat keparahan atauintensitas)
Derajat keparahan (intensitas) nyeri dapat digunakan untuk
membedakan jenis nyeri kepala primer. Dokter dapat meminta pasien
untuk menggambarkan intensitas nyeri kepala yang dirasakan pasien.
Pasien diminta menunjuk skala dia antara skala 1 sampai 10. Skala 1
mewakili rasa nyeri yang hampir tidak terasa nyeri, dan 10 sebagai
nyeri yang paling hebat

Intensitas nyeri kepala pada migren adalah sedang sampai


berat, pada nyeri kepala tipe tegang (TTH) adalah ringan sampai
sedang, sedangkan pada klaster adalah berat sampai sangat berat
(tidaktertahankan).

j) State of health between attacks (Kondisi kesehatan diantaraserangan)

Pada nyeri kepala migren kondisi kesehatan diantara serangan


adalah bebas nyeri (free of pain). Pada klaster kondisi kesehatan di
antara serangan juga bebas nyeri (free of pain). Klaster bisa mengalami
remisi spontan. Pada nyeri kepala tipe tegang kondisi kesehatan di
antara serangan pasien TTH hanya merasakan penurunan nyeri kepala,
namun tidak bebas sam sekali dari rasa nyeri kepala yang ada.

B. Pemeriksaan Obyektif

Menurut Bahrudin (2013), pemeriksaan obyektif mencakup


pemeriksaan kesadaran (GCS), pemeriksaan nervus kranialis, dan
pemeriksaan neurologis lainnya. Pemeriksaan ini terutama ditujukan ke
arah dugaan tentang tipe nyeri kepala sesuai dengan anamnesis. Adanya
defisit neurologi merujuk kepada nyeri kepala sekunder.

Menurut Hidayati (2016), sebagian besar pasien dengan nyeri


kepala pada pemeriksaan fisiknya ditemukan normal. Hanya sebagian

50
kecil saja yang tidak normal. Apa bila ditemukan ketidak normalan pada
pemeriksaan fisik pasien dengan nyeri kepala, maka hal ini merupakan
tanda bahaya (red flags) (Tabel 2.5). Adanya tanda bahaya (red flags)
mewajibkan dokter melakukan tindakan lebih lanjut.
Apabila dokter umum menemukan tanda bahaya (red flags), maka
tindakan selanjutnya adalah segera merujuk pasien ke neurolog. Apabila
dokter neurolog yang menemukan tanda bahaya (red flags), maka
tindakan selanjutnya adalah segera melakukan pemeriksaan penunjang
dan memberi terapi sesuai dengan diagnosis yang telah ditetapkan
(Hidayati, 2016).
Menurut Hidayati (2016), perubahan kulit dapat dikaitkan dengan
berbagai etiologi nyeri kepala. Bintik café-au-lait merupakan tanda
neurofibromatosis. Neurofibromatosis ini terkait dengan meningioma
intrakranial dan schwannoma. Kulit kering, alopesia (kebotakan), dan
pembengkakan terlihat pada hipotiroidisme. Lesi melanotik ganas
mungkin berhubungan dengan penyakit metastasis keotak.
Menurut Hidayati (2016), auskultasi bising di daerah karotis dan
arteri vertebral dan orbit dapat memperingatkan klinisi akan potensi
stenosis arteri atau diseksi, atau malformasi arteriovenous.
Pemeriksaan saraf kranial dapat menjadi petunjuk etiologi nyeri
kepala. Gangguan penciuman tersering disebabkan oleh trauma kepala.
Gangguan penciuman menunjukkan adanya gangguan pada alur
penciuman (olfactory groove), misalnya tumor frontotemporal. Pada
pemeriksaan funduskopi, adanya perdarahan atau papilledema
mengharuskan dilakukannya imejing yang cepat untuk menyingkirkan
kemungkinan lesi desak ruang. Pemeriksaan lapang pandang yang
menunjukkan defek lapang pandang bitemporal ditemukan pada tumor
hipofisis (Hidayati,2016).
Tabel 2.5 Red Flags (Tanda Bahaya) Untuk Nyeri Kepala: “SNOOP”
S • Systemic symptoms (simptom sistemik)
Secondary headache risk factors (faktor resiko nyeri kepala
S •
sekunder)

51
S • Seizure (Kejang)
Neurologic symptoms or abnormal signs (symptom neurologi / tanda
N •
abnormal)
O • Onset (onset)
O • Older (usia tua)
P • Progression of headache (nyeri kepala progresif)
P • Positional change (perubahan posisi)
P • Papilledema (papil edema)
P • Precipitated factors (faktor pencetus)
(Hidayati,2016)

Red flags adalah tanda bahaya atau kondisi yang harus diwaspadai.
Beberapa hal yang terkategori sebagai red flags pada kasus nyeri kepala
terangkum dalamtabel
2.5 (Hidayati, 2016).

C. Pemeriksaan dengan alat


Pemeriksaan dengan alat sangat tergantung pada hasil
pemeriksaan klinis dan ada atau tidaknya defisit neurologis. Pemeriksaan
tambahan tidak selalu diperlukan. Pada kebanyakan kasus diagnosis
cukup ditegakkan dengan pemeriksaan klinis saja. Beberapa alat yang
bisa digunakan antara lain:

1. Elektroensefalografi (EEG)

Menurut Bahrudin (2013), pemeriksaan ini berguna untuk


mengetahui lokasi dari proses, bukan untuk mengetahui
etiologisnya. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan serial, dan biaya
masih dapat dijangkau oleh sebagaian besar masyarakat. Indikasi
untuk EEG :
a. Bila terdapat gangguan lapanganpenglihatan.
b. Bila terdapat gangguan fungsi sarafotak.
c. Bila pasien mengeluh black-out (epilepsi,sinkope).

52
d. Nyeri kepala yang menetap pada satu sisi disertai dengan
gangguan saraf otakringan.
e. Perubahan dari lamanya dan sifat nyeri kepala.
f. Bila setelah diberikan pengobatan tidak ada perbaikan dari
nyeri kepala.

2. CTscan

Menurut Bahrudin (2013), dengan pemeriksaan ini dapat


diketahui tidak hanya letak dari proses tapi sering juga etiologi dari
proses tersebut. Sayangnya, biaya pemeriksaan masihmahal.
Menurut Bahrudin (2013), indikasi terdapat kejang fokus:

a. Bila terdapat kejangfokal.


b. Bila terdapat defisit neurologis yangpersisten.
c. Nyeri kepala pada satu sisi yang tidak berubah disertai
dengan kelainan neurologis kontralateral dengan adanya
suatubruit.

d. Perubahan dari pola nyeri kepala baik mengenai


frekuensi, sifat, dan lamanya.
e. Penurunan kesadaran yang lebih lama dari satu jam
disertai gangguan sarafotak.
D. Pemeriksaan Laboratorium
Menurut Bahrudin (2013), pemeriksaan ini dikerjakan hanya bila ada
indikasi:
a. Darah, bila diduga adanya infeksi atau gangguan penyakit
dalam (anemia, gangguanmetabolik).
b. Cairan serebro spinal (CSS) bila pada pemeriksaan klinis
dicurigai adanyameningitis.
Secara ringkas dapat disimpulkan bila pasien mengeluh
nyeri kepala pastikan ada tanda meningeal atau tidak bila ada tanda
meningeal lakukan pemeriksaan CT scan (Gambar 2.1) (Bahrudin,

53
2013).

(Bahrudin, 2013)

Gambar 2.1 Tahapan Pemeriksaan Pasien Dengan Nyeri Kepala

54
2.9 Differential Diagnosis

2.9.1 Tumor otak

Epidemiologi
Prevalensi nasional penyakit tumor atau kanker adalah 0,4% dan
prevalensi penyakit tumor secara umum di Lampung yaitu sebesar 3,6 %.
Ada kecenderungan prevalensi meningkat dengan bertambahnya umur dan
lebih sering dijumpai pada wanita. Tumor ganas merupakan penyebab
kematian ketujuh pada semua umur dengan proporsi 5,7% (Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI, 2008). Tumor sistem
saraf pusat merupakan 2 – 5% dari semua tumor dengan 80% diantaranya
terjadi di intrakranial dan 20% di medulla spinalis. Pada anak-anak 70%
tumor otak primer terjadi infratentorial dan termasuk serebelum,
mesencepalon, pons, dan medulla (Mollah et al., 2010). Urutan frekuensi
neoplasma di dalam ruang tengkorak adalah glioma (41%), meningioma
(17%), adenoma hipofisis (13%), dan Neurilemioma (12%). Neoplasma
saraf primer cenderung berkembang di tempat-tempat tertentu.
Ependimoma hampir selalu berlokasi di dekat dinding ventrikel atau
kanalis sentralis medulla spinalis. Glioblastoma multiforme kebanyakan
ditemukan di lobus parietalis. Oligodendroma lebih sering ditemukan di
lobus frontalis sedangkan spongioblastoma seringkali menduduki
bangunan-bangunan di garis tengah seperti korpus kolosum atau pons.
Neoplasma saraf juga cenderung berkembang pada golongan umur
tertentu. Neoplasma serebelar lebih sering ditemukan pada anak-anak
daripada orang dewasa, misalnya medulloblastoma. Juga glioma batang 17
otak lebih sering ditemui pada anak-anak dibandingkan dengan dewasa
(Mardjono, Sidartha, 2009). Tumor otak primer yang bersifat jinak lebih
banyak ditemukan pada laki-laki daripada wanita. Di Amerika Serikat,
glioma adalah tumor ganas tersering sedangkan untuk tumor jinak
tersering adalah meningioma (97,3%) (Porter et al., 2010).

55
Manifestasi Klinis
Gejala yang timbul pada pasien dengan kanker otak tergantung dari
lokasi dan tingkat pertumbuhan tumor. Kombinasi gejala yang sering
ditemukan adalah peningkatan tekanan intrakranial (sakit kepala hebat
disertai muntah proyektil), defisit neurologis yang progresif, kejang,
penurunan fungsi kognitif. Pada glioma derajat rendah gejala yang biasa
ditemui adalah kejang, sementara glioma derajat tinggi lebih sering
menimbulkan gejala defisit neurologis progresif dan tekanan intrakranial
meningkat.

Diagnostik
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Keluhan yang timbul dapat berupa sakit kepala, mual, penurunan nafsu
makan, muntah proyektil, kejang, defisit neurologik (penglihatan dobel,
strabismus, gangguan keseimbangan, kelumpuhan ekstremitas gerak, dsb),
perubahan kepribadian, mood, mental, atau penurunan fungsi kognitif.
Pemeriksaan status generalis dan status neurologis. Pemeriksaan
Neurooftalmologi Kanker otak melibatkan struktur yang dapat
mendestruksi jaras pengllihatan dan gerakan bola mata, baik secara
langsung maupun tidak langsung, sehingga beberapa kanker otak dapat
memiliki manifestasi neurooftalmologi yang khas seperti tumor regio
sella, tumor regio pineal, tumor fossa posterior, dan tumor basis kranii.
Oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan neurooftalmologi terutama
untuk menjelaskan kesesuaian gangguan klinis dengan fungsional kanker
otak. Pemeriksaan ini juga berguna untukmengevaluasi pre- dan post
tindakan (operasi, radioterapi dan kemoterapi) pada tumor-tumor tersebut.

2. Pemeriksaan Fungsi Luhur

56
Gangguan kognitif dapat merupakan soft sign, gejala awal pada kanker
otak, khususnya pada tumor glioma derajat rendah, limfoma, atau
metastasis. Fungsi kognitif juga dapat mengalami gangguan baik melalui
mekanisme langsung akibat destruksi jaras kognitif oleh kanker otak,
maupun mekanisme tidak langsung akibat terapi, seperti operasi,
kemoterapi, atau radioterapi. Oleh karena itu, pemeriksaan fungsi luhur
berguna untuk menjelaskan kesesuaian gangguan klinis dengan fungsional
kanker otak, serta mengevaluasi pre- dan post tindakan (operasi,
radioterapi dan kemoterapi.

3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium Terutama untuk melihat keadaan
umum pasien dan kesiapannya untuk terapi yangakan dijalani (bedah,
radiasi, ataupun kemoterapi), yaitu:
1. Darah lengkap
2. Hemostasis
3. LDH
4. Fungsi hati, ginjal, gula darah
5. Serologi hepatitis B dan C Elektrolit lengkap
6. Pemeriksaan radiologis CT Scan dengan kontras
7. MRI dengan kontras, MRS, DWI
8. PET CT (atas indikasi)
Pemeriksaan radiologi standar adalah CT scan dan MRI dengan
kontras. CT scan berguna untuk melihat adanya tumor pada langkah awal
penegakkan diagnosis dan sangat baik untuk melihat kalsifikasi, lesi
erosi/destruksi pada tulang tengkorak. MRI dapat melihat gambaran
jaringan lunak dengan lebih jelas dan sangat baik untuk tumor
infratentorial, namun mempu-nyai keterbatasan dalam hal menilai
kalsifikasi. Pemeriksaan fungsional MRI seperti MRS sangat baik untuk
menentukan daerah nekrosis dengan tumor yang masih viabel sehingga
baik digunakan sebagai penuntun biopsi serta untuk menyingkirkan
diagnosis banding, demikian juga pemeriksaan DWI.

57
Pemeriksaan positron emission tomography (PET) dapat berguna
pascaterapi untuk membedakan antara tumor yang rekuren dan jaringan
nekrosis akibat radiasi.

Pemeriksaan cairan serebrospinal


Dapat dilakukan pemeriksaan sitologi dan flowcytometry untuk
menegakkan diagnosis limfoma pada susunan saraf pusat atau kecurigaan
metastasis leptomeningeal atau penyebaran kraniospinal, seperti
ependimoma.

2.9.2 Abses Cerebri

Epidemiologi

Menurut Britt, Richard et al., penderita abses otak lebih


banyak dijumpai pada laki-laki daripada perempuan dengan
perbandingan 3:1 yang umumnya masih usia produktif yaitu
sekitar 20-50tahun.
Yang SY menyatakan bahwa kondisi pasien sewaktu
masuk rumah sakit merupakan faktor yang sangat mempengaruhi
rate kematian. Jika kondisi pasien buruk, rate kematian
akantinggi.
Hasil penelitian Xiang Y Han (The University of Texas
MD. Anderson Cancer Center Houston Texas) terhadap 9
penderita abses otak yang diperolehnya selama 14 tahun (1989-
2002), menunjukkan bahwa jumlah penderita laki-laki >
perempuan dengan perbandingan 7:2, berusia sekitar 38-78 tahun
dengan rate kematian 55%. Demikian juga dengan hasil penelitian
Hakim AA. Terhadap 20 pasien abses otak yang terkumpul selama
2 tahun (1984-1986) dari RSUD Dr. Soetomo Surabaya,
menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda, dimana jumlah

58
penderita abses otak pada laki-laki > perempuan
dengan perbandingan 11 : 9, berusia sekitar 5 bulan - 50 tahun
dengan angka kematian 35% (dari 20 penderita, 7 meninggal).

Faktor Etiologi dan Predisposisi

Sebagian besar abses otak berasal langsung dari penyebaran infeksi


telinga tengah,sinusitis (paranasal,ethmoidalis,sphenoidalis dan maxillaris).

 Abses dapat timbul akibat penyebaran secara hematogen dari infeksi


paru sistemik (empyema, abses paru, bronkhiektase, pneumonia),
endokarditis bakterial akut dan subakut dan pada penyakit jantung
bawaan Tetralogi Fallot (abses multiple, lokasi pada substansi putih
dan abu dari jaringan otak).
Abses otak yang penyebarannya secara hematogen, letak absesnya sesuai
dengan peredaran darah yang didistribusi oleh arteri cerebri media terutama
lobus parietalis, atau cerebellum dan batangotak.
 Abses dapat juga dijumpai pada penderita penyakit immunologik
seperti AIDS, penderita penyakit kronis yang mendapat
kemoterapi/steroid yang dapat menurunkan sistem kekebalantubuh.
 Penyebab abses yang jarang dijumpai, osteomyelitis
tengkorak, sellulitis, erysipelas wajah, abses tonsil, pustula
kulit, luka tembus pada tengkorak kepala, infeksi gigi luka tembak di
kepala, septikemia.
 Infeksi sinus paranasal dapat menyebar secara retrograd
thrombophlebitis melalui klep vena diploika menuju lobus frontalis
atau temporal Bentuk absesnya biasanya tunggal, terletak superficial
di otak, dekat dengan sumberinfeksinya.
 Sinusitis frontal dapat menyebabkan abses di bagian anterior atau
inferior lobus frontalis.
 Sinusitis sphenoidalis dapat menyebab–kan abses pada lobus frontalis
atautemporalis.
5. Sinusitis maxillaris dapat menyebabkan abses pada

59
lobustemporalis.
6. Sinusitis ethmoidalis dapat menyebabkan abses pada
lobusfrontalis.
7. Infeksi pada telinga tengah dapat menyebar ke
lobustemporalis.
8. Infeksi pada mastoid dan kerusakan tengkorak kepala
karena kelainan bawaan seperti kerusakan tegmentum
timpani atau kerusakan tulang temporal oleh kolesteoma
dapat menyebar kedalamcerebellum.
9. Infeksi parasit (Schistosomiasis, Amoeba, Fungus
(Actinomycosis, Candidaalbicans).

Patogenesis

Abses serebri adalah infeksi purulen pada parenkim otak yang


diikuti kerusakan jaringan dan edema di sekitarnya serta terdapat lesi.
Pada umumnya soliter tetapi ada kalanya terdapat abses multi lokular
akibat emboli septic dari bronkiektasis. Infeksi dapat mencapai sistem
saraf melalui 2 cara yaitu melalui tulang yaitu sinus nasal dan telinga
tengah ataupun melalui pembuluh darah. Setelah bakteri yang
menginfeksi jaringan otak akan terjadi selebritis yang merupakan stadium
dini dari abses otak. Hal ini ditandai dengan keradangan akut pusat
nekrosis,terbentuknya reticulin,infiltrasi neutrofil,sel plasma dan sel
mononuklear pada jaringan perivaskuler,edema serebral yang selanjurnya
akan berkembang ke stadium abses. Secara histopatologi abses otak terdiri
dari 4 stadium yaitu:

I : Early cerebritis (1-3 hari)

II : Late cerebritis (4-9 hari)

III : Early Capsule Formation (10-13 hari)

IV : Late Capsule Formation (>14 hari)

60
Kira-kira 75% dari semua abses serebri berkembang sebagai
penjalaran dari otitis, mastoiditis, sinusitis frontalis, atau fraktur
tengkorak. Lebih jarang abses serebri berasal dari osteomielitis tulang
tengkorak, atau infeksi gigi-geligi ataupun infeksi di wajah. Bakteri yang
sering ditemukan dalam abses serebri yaitu streptokokus, stafilokokus,
pneumokokus, proteus, dan E.Coli. Kira-kira 75% dari abses serebri
disebabkan oleh bakteri tersebut, dan 25% sisanya disebabkan oleh
mikroorganisme lainnya. Penyebab tersering abses otak adalah bakteri
streptococcus.

Abses serebri stafilokokus biasanya berkembang dari penjalaran


otitis media atau fraktur cranii. Abses streptokokus dan pneumokokus
sering merupakan komplikasi dari infeksi paru-paru, otitis media atau
trauma kapitis. Abses serebri proteus dan E.Coli berkembang dari
penjalaran otitis media atau mastoiditis. Abses serebri yang dijumpai pada
penderita penyakit jantung bawaan (tetralogifallot) pada umumnya
disebabkan oleh infeksi streptokokus.

Manifestasi Klinis

Pada permulaan terdapat gejala-gejala yang tidak khas seperti


infeksi umum, kemudian timbul tanda-tanda peningkatan tekanan intra
kranial berupa nyeri kepala yang makin lama makin hebat, muntah-
muntah, demam, penglihatan kabur, kejang umum atau fokal, tidak ada
nafsu makan, dan akhirnya kesadaran menurun. Pada fundus kopi tampak
adanya edema papil. Gejala defisit neurologi bergantung pada lokasi dan
luas abses, antara lain defisit nervikranial, hemiparesis, reflek tendon
meningkat, afasia, kaku kuduk,hemianopia, nistagmus, ataksia,
dansebagainya.

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis disokong oleh


pemeriksaan laboratorium, EEG dan pencitraan. Manifastasi klinis yang

61
menyebabkan dugaan adanya abses otak adalah sakit kepala, rancu,
penurunan kesadarn, kejang, papiledema, kaku kuduk, dan manifestasi
neurologis fokal.
Pemeriksaan laboratorium kadang-kadang terdapat leukositosis dan
peningkatan laju endap darah. Pada cairan serebrospinal terdapat
peningkatan jumlah leukosit, tetapi pungsilumbal kontra indikasi pada
abses otak. Pada pemeriksaan EEG didapatkan adanya gelombang
lambat delta voltase tinggi, tetapi tidak cukup akurat untuk menentukan
lokasiabses.
Pemeriksaan untuk diagnosa antara lain:
• Glasgow Coma Scale: untukmenentukan derajat
kesadaranpenderita
• Rontgen foto kepala, sinus atau mastoid, thorax: untuk mencari
sumberinfeksi.

• Ultrasonografi: untuk mendapatkan gambaranlateralisasi


• Angiografi: untuk menentukan lokalisasi abses(34%)
• Electro Encephalo Graphy: menunjukkan adanya lateralisasi
oleh abses supraten- torial
• CT-Scan: untuk menunjukkan lokasi abses dengan tepat dan fase-
fase dari abses tersebut.
Pemeriksaan laboratorium antara lain:

• Jumlah leukosit; 10.000-20.000/cm3 (60- 70%)


• Laju endap darah meningkat ; 45mm/jam (75-90%)
• Lumbal punksi tidak dianjurkan (tidak spesifik untuk abses
otak), karena dapat dengan cepat menunjukkan tanda-tanda
herniasi otak.

Prognosis

Prognosa abses otak jelek bila kesadaran menurun,abses terletak di fossa


anterior,letak lesi sulit dan dalam,abses ganda dan terapi yang tidak adekuat.

62
Penatalaksanaannya

Tumor Otak
1. Pembedahan
Operasi pada kanker otak dapat bertujuan untuk menegakkan diagnosis
yang tepat, menurunkan tekanan intrakranial, mengurangi kecacatan, dan
meningkatkan efektifitas terapi lain. Reseksi tumor pada umumnya
direkomendasikan untuk hampir seluruh jenis kanker otak yang operabel.
Kanker otak yang terletak jauh di dalam dapat diterapi dengan tindakan
bedah kecuali apabila tindakan bedah tidak memungkinkan (keadaan
umum buruk, toleransi operasi rendah).
2. Radioterapi
Radioterapi memiliki banyak peranan pada berbagai jenis kanker otak.
Radioterapi diberikan pada pasien dengan keadaan inoperabel, sebagai
adjuvant pasca operasi, atau pada kasus rekuren yang sebelumnya telah
dilakukan tindakan operasi Pada dasarnya teknik radioterapi yang dipakai
adalah 3D conformal radiotherapy, namun teknik lain dapat juga
digunakan untuk pasien tertentu seperti stereotactic radiosurgery /
radiotherapy, dan IMRT.
3. Tatalaksana Nyeri
Pada tumor otak, nyeri yang muncul biasanya adalah nyeri kepala.
Nyeri kepala akibat kanker otak bisa disebabkan akibat traksi langsung
tumor terhadap reseptor nyeri di sekitarnya. Gejala klinis nyeri biasanya
bersifat lokal atau radikular ke sekitarnya, yang disebut nyeri neuropatik.
Pada kasus ini pilihan obat nyeri adalah analgesik yang tidak
menimbulkan efek sedasi atau muntah karena dapat mirip dengan gejala
kanker otak pada umumnya. Oleh karena itu dapat diberikan
 parasetamol dengan dosis 20mg/berat badan perkali dengan dosis
maksimal 4000 mg/hari, baik secara oral maupun intravena sesuai
dengan beratnya nyeri.

63
 Jika komponen nyeri neuropatik yang lebih dominan, maka
golongan antikonvulsan menjadi pilihan utama, seperti gabapentin
100- 1200mg/hari, maksimal 3600mg/hari.
4. Tatalaksana Kejang
Karena tingginya tingkat rekurensi, maka seluruh pasien kanker otak
yang mengalami kejang harus diberikan antikonvulsan. Pemilihan
antikonvulsan ditentukan berdasarkan pertimbangan dari profil efek
samping, interaksi obat dan biaya. Obat antikonvulsan yang sering
diberikan seperti fenitoin dan karbamazepin kurang dianjurkan karena
dapat berinteraksi dengan obat-obatan, seperti deksamethason dan
kemoterapi. Alternatif lain mencakup levetiracetam, sodium valproat,
lamotrigin, klobazam, topiramat, atau okskarbazepin. Levetiracetam lebih
dianjurkan (Level A) dan memiliki profil efek samping yang lebih baik
dengan dosis antara 20-40 mg/kgBB, serta dapat digunakan pasca operasi
kraniotomi.
5. Gizi
Kebutuhan energi dihitung menggunakan kalorimetri indirek /
persamaan Harris-Benedict / rule of thumb. Nutrisi diberikan bertahap
sesuai dengan toleransi pasien. Kebutuhan protein 1,2 – 2 g/BB/hari,
lemak 25-30%, karbohidrat: 55-60%. Mikronutrien sesuai AKG (berasal
dari bahan makanan sumber, suplementasi setelah kemoradiasi). Bila
pasien menggunakan obat golongan carbamazepin, fenobarbital, fenitoin
perlu tambahan suplemen vitamin D dan kalsium untuk mencegah
gangguan tulang. Pasien dengan terapi fenitoin perlu ditambahkan
suplementasi vitamin B1 dan asam folat 1 mg/hari. Nutrien spesifik :
eicosapetanoic acid hingga 2 g/hari, asam amino rantai bercabang
12g/hari. Monitoring: - analisis asupan ulang tiap 1-2 hari - keadaan
umum, klinis, dan tanda vital - analisis asupan. Bila toleransi baik, nutrisi
ditingkatkan 20% dari asupan sebelumnya - pemeriksaan antropometri,
fungsi saluran cerna

64
kapasitas fungsional (skor Karnofsky, kekuatan genggaman tangan
dengan hand dynamometer) - pemeriksaan penunjang sesuai dengan
kondisi pasien

Abses Serebri

1. Terapi konservatif yaitu dengan antibiotik 4-8 minggu, bila pasien dalam
kondisi imunosupresi dapat diberikan antibiotik sampai 1 tahun.
2. Tindakan bedah ada 2 cara :eksisi atau drainase dengan cara steriotaktik
untuk menghindari kerusakan sekecil mungkin. Biasanya ukuran abses
lebih dari 2,5 cm atau menimbulkan lesi desak ruang.
3. Peran steroid untuk meredakan edema di sekitar abses diberikan selama
3-7 hari tapering off dan nilai per individu.
4. Manitol dapat diberikan bila tekanan intra kranial meningkat, dengan
dosis awal 0,5-1 gr/kgbb selama lebih dari 10 menit, kemudian diikuti
dengan dosis 0,25-0,5 gr/kgbb tiap 6 jam.

65
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Hasil tutorial untuk skenario yang kami dapat, dengan mempertimbangkan gejala
yang dialmi pasien, maka kami mendapatkan Tumor Otak sebagai diagnosis kerjanya.

3.2 SARAN
Dalam penentuan suatu penyakit dibutuhkan beberapa pemeriksaan yang dapat
menunjang diagnosis.Seperti pada skenario ini, kami menemukan beberapa penyakit
yang memiliki gejala serupa maka dari itu untuk didapatkan diagnosa pasti maka
anamnesis, pemfis dan pemeriksaan penunjang harus dilakukan secara baik, tepat dan
teliti.

66
DAFTAR PUSTAKA

Prof.Dr.dr. A. Halim Mubin, M.Sc, Sp.PD, KPTI, FINASIM.2016.Panduan Praktis


Ilmu Penyakit Dalam Diagnosis dan Terapi Edisi 3.Jakarta: Perpustakaan Nasional
Komplikasi dan Prognosis Graves Disease oleh Mitra Simanjuntak
Infodatin 2015 Kemenkes RI “Situasi dan Analisis Penyakit Tiroid
Pengeluaran Keringat sebagai Mekanisme Pengaturan Suhu Tubuh
Jurnal Olahraga Prestasi, Volume 6, Nomor 2, Juli 2010 ADAPTASI SUHU TUBUH
TERHADAP LATIHAN DAN EFEK CEDERA DI CUACA PANAS DAN DINGIN
By Ali Satia Graha Universitas Negeri Yogyakarta
Greenstein, Ben. Endocrinology at a Glance. USA : Blackwell Science. 1994.
Halaman 8-10
Sherwood, Lauralee. FisiologiManusiadariSelkeSistemEdisi 6. Jakarta:EGC. Halaman
760

Sherwood, Lauralee. FisiologiManusiadariSelkeSistemEdisi 6. Jakarta:EGC. Halaman


781-783

Regulation of Body Temperature – Website Staff UI

A Multilevel Analysis of Psychological, Emotional, and Society Well-Being in


Obesity, Kathryn Rand, Michael Vallis, dkk.

67

Anda mungkin juga menyukai