KELOMPOK 8
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah Yang Maha Kuasa karena atas berkat dan
rahmat-Nya proses penyusunan makalah “Nyeri Kepala” dengan kasus skenario 8
dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Kami juga menyampaikan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam penyusunan makalah ini.
Makalah ini disusun sebagai salah satu penilaian dalam pleno Blok
Neuropsikiatri. Kami berharap materi Nyeri Kepala yang disajikan dalam skenario
8 ini dapat memberikan tambahan pengetahuan dan wawasan kepada teman-
teman angkatan 2018 dan kepada semua orang yang menggunakan makalah ini
sebagai bahan bacaan atau referensi untuk mengetahui dan memahami dengan
baik gangguan apa saja yang dapat menyebabkan nyeri kepala dan bagaimana
mengangani serta mencegahnya.
Kami juga menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam
penyajian makalah ini. Oleh karena itu, kami berharap agar pembaca dapat
mencari tambahan referensi untuk menambah wawasan tentang materi yang
berkaitan serta berbagai saran dan kritik yang diberikan pembaca untuk
penyempurnaan atau perbaikan makalah ini ke depan sangat kami harapkan.
Sekian dan terima kasih.
Penyusun
1
DAFTAR ISI
2.4 Hubungan nyeri kepala yang memberat saat mengedan dan batuk ........................... 31
2.5 Timbulnya sakit kepala dipagi hari yang disertai muntah tanpa mual ........................ 32
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi dan histologi organ yang terkait?
2. Bagaimana fisiologi batuk, mengedan dan BAB?
3. Bagaimana patofisiologi mual, muntah dan sakit kepala?
4. Bagaimana hubungan nyeri kepala memberat saat mengedan, BAB dan batuk?
5. Bagaimana epidemiologi dari nyeri kepala?
6. Bagaimana klasifikasi dari nyeri kepala?
7. Bagaimana penjelasan mengenai sakit kepala timbul dipagi hari dan disertai
muntah tanpa mual?
8. Bagaimana langkah-langkah diagnosis?
9. Bagaimana DD dan diagnosis kerja?
10. Bagaimana penatalaksanaan dan pencegahan yang dilakukan?
1.3 Tujuan
1. Mampu menjelaskan anatomi dan histologi organ yang terkait.
2. Mampu menjelaskan fisiologi batuk, mengedan dan BAB.
3. Mampu menjelaskan patofisiologi mual, muntah dan sakit kepala.
4. Mampu menjelaskan hubungan nyeri kepala memberat saat mengedan, BAB
dan batuk.
5. Mampu menjelaskan sakit kepala timbul dipagi hari yang disertai muntah
tanpa mual.
6. Mampu menjelaskan epidemiologi dari nyeri kepala.
7. Mampu menjelaskan klasifikasi dari nyeri kepala.
8. Mampu menentukan langkah-langkah diagnosis
9. Mampu menentukan DD dan diagnosis kerja
10. Mampu menentukan tatalaksana yang tepat dan pencegahannya.
4
Skenario 8 :
Seorang perempuan berusia 40 tahun dibawa ke RS dengan
keluhan utama sakit kepala kronis yang dialami sejak 6 bulan sebelumnya.
Nyeri kepala terasa diseluruh kepala semakin lama semakin memberat.
Sakit kepala terutama timbul dipagi hari, terkadang disertai muntah tanpa
didahului mual. Sakit kepala dirasakan memberat saat pasien mengedan,
buang air besar (BAB) dan batuk.
Kata Kunci :
1. Perempuan 40 tahun
2. Sakit kepala kronis sejak 6 bulan yang lalu
3. Nyeri kepala terasa diseluruh kepala semakin lama semakin
berat
4. Timbul terutama dipagi hari, terkadang disertai muntah tanpa
didahului mual
5. Nyeri memberat saat mengedan, BAB dan batuk.
5
BAB II
PEMBAHASAN
Otak besar (Cerebrum) adalah bagian terbesar dari otak yang terdiri atas
dua hemisfer serebri dan dihubungkan oleh massa substansia alba yang
disebut korpus kalosum (corpus callosum) dan empat lobus, yaitu lobus
6
frontal (terletak di depan sulkus pusat), lobus parietal (terletak dibelakang
sulkus pusat dan di atas sulkus lateral), lobus oksipital (terletak dibawah
sulkus parietooksipital), dan lobus temporal (terletak dibawah sulkus lateral
(Batticaca, 2012).
Batang otak terletak pada fossa anterior. Batang otak terdiri atas
diensefalon, mensefalon, mid brain, pons, dan medulla oblongata yang
merupakan tempat berbagai macam pusat vital seperti pernapasan, pusat
vasomotor, pusat pengatur kegiatan jantung, pusat muntah, bersin, dan
batuk
7
Vaskularisasi Otak
8
cabang-cabangnya beranastomosis pada permukaan inferior otak untuk
membentuk circulus willisi. Arteri carotis interna, arteri basilaris, arteri
cerebri anterior, arteri communicans anterior, arteri cerebri posterior dan
communicans posterior dan arteria basilaris ikut membentuk sirkulus ini.
1. Sel olfaktori
9
Sel-sel pembau(sel olfaktori) yang berupa sel saraf sebagai
reseptor. Sel-sel olfaktori sangat peka terhadap rangsangan gas
kimia (kemoreseptor).
2. Saraf optic
10
retina ke otak. Ini adalah bagian dari jalur visual. Saraf optik
membawa impuls yang dibentuk oleh retina ke otak, yang
menafsirkannya sebagai gambar. Juga disebut nervus optikus.
3. Saraf okulomotor
11
dari subnuclei berkerumun di otak tengah, hanya rostral ke tingkat
inti saraf kranial keempat.
4. Saraf troklear
12
oblongatarostral pada tingkat kolikuli inferior, berdampingan
dengan ujung kaudalkompleks okulomotor. Akson berjalan secara
dorsal dan bersilangan pada velummedula anterior (atap ventrikel
keempat), di mana akson ini rentan terhadaptrauma kepala. Saraf
keluar dari medula oblongata dorsal, menyilang arteriserebelaris
superior, berjalan ke depan pada sinus kavernosus, dan
memasukiorbita melalui fisura orbitalis superior untuk
menginervasi otot oblik superior.Kelumpuhan oblik superior
menyebabkan diplopia vertikal dengan hipertropiadan eksiklotorsi
mata. Beberapa pasien mengkompensasi ini dengan mengadapatasi
dorongan kepala ke arah sisi yang tidak terkena. Trauma
kepala,terutama cedera tumpul frontal adalah penyebab paling
sering dari kelumpuhansaraf troklearis unilateral dan bilateral.
penyebab kedua yang paling sering darikelumpuhan saraf
troklearis adalah neuropati iskemik, sering disertai denganpenyakit
pembuluh darah yang kecil seperti diabetes (mononeuritis
multipleks).
5. Saraf trigerminal
13
atas/maksilaris dan rahang bawah/mandibula) yang selanjutnya
diperlakukan sebagai saraf-saraf terpisah. Pada divisi mandibula
terdapat juga serabut saraf motorik yang mensarafi otot-otot yang
digunakan dalam mengunyah. Saraf Trigeminus merupakan saraf
campuran dimana sebagian besar merupakan serat saraf sensoris
wajah, dan sebagian yang lain merupakan serat saraf motoris dari
otot mastikasi.
14
parasimpatis dari nuc. Ediger westphal, nuc. Nervus
intermedius dan nuc. Nervus glossophary ngeus di satu pihak
dan serabut orthorasimpatis dari pihak lain.
6. Saraf abdusen
15
tegmentum otak tengah, Sedangkan nukleus dari saraf abdusen
berada dibagian tegmentum pons yang menutupi lantai dari
ventrikel 4.
7. Saraf fasialis
16
komponen besar terdapat komponen yang lebih tipis yang disebut
saraf intermedius. Saraf intermedius mengandung serabut saraf
viseral dan serabut aferen somatis.
a. Fungsi
8. Saraf vestibulokoklear
17
Saraf vestibulokoklear adalah saraf kranial kedelapan yang
berperan dalam proses mendengar dan menjaga keseimbangan
tubuh. Makna kata vestibulokolear berasal dari 2 kata yaitu
vestibular (keseimbangan) dan kolear (pendengaran) Saraf ini
merupakan saraf sensoris dengan nama lain saraf statoacoustic.
a. Asal
9. Saraf glosofaringeal
a. Fungsi
18
Dari sudut pandang klinis, saraf kranial ke-9 tidak
memiliki peran yang cukup penting kecuali terkait peranannya
dalam gag reflex. Fungsi utama dari saraf glosofaringeal adalah
suplai persarafan sensoris dari orofaring dan bagian posterior
(belakang) dari lidah. Selain itu saraf glosofaringeal juga
memiliki fungsi motorik terhadap otot stilofaringeus, fungsi
otonom parasimpatis pada kelenjar parotis, serta fungsi
sensoris dari sinus karotis, badan karotis, dan terkadang kulit
dari meatus acusticus’’ externus dan membran timpani.
19
10. Saraf vagus
a. Fungsi
20
meyarafi lajur usus sejauh lengkungan lienalis dari usus besar
transversal (kasar), dan jantung, cabang trakeobronkial dan
bagian interna abdomen.
21
untuk organ visera abdomen dan celiac, pleksus mesenterika
superior dan pleksus myenteric.
a. Bagian
22
otak secara keseluruhan dan bukannya saraf kranialis itu
pribadi
23
2.1.2 Histologi Otak
Korteks cerebri
a. Lapisan molecular : berisi serabut saraf yang berasal dari otak bagian
lain, parallel dengan permukaan.
24
b. Lapisan granular externa :berisi sel granular (stellate interneuron) kecil
dan neuroglia.
Cerebellum
25
Dibagi menjadi 3 lapisan yang sedikit bervariasi tergantung areanya.
b. Lapisan tengah : tipis, terbentuk oleh selapis neuron besar yaitu sel
piriformis atau sel Purkinje. Bentuknya seperti botol dan mempunyai
cabang dendrit yang sangat besar, memanjang sampai lapisan pertama.
26
2.2 Fisiologi batuk dan mengedan
27
tekanan di paru dan abdomen akan meningkat sampai 50 – 100
mmHg. Tertutupnya glotis merupakan ciri khas batuk, yang
membedakannya dengan manuver ekspirasi paksa lain karena akan
menghasilkan tenaga yang berbeda. Tekanan yang didapatkan bila
glotis tertutup adalah 10 sampai 100% lebih besar daripada cara
ekspirasi paksa yang lain. Di pihak lain, batuk juga dapat terjadi
tanpa penutupan glotis. Kemudian, secara aktif glotis akan terbuka
dan berlangsunglah fase ekspirasi. Udara akan keluar dan
menggetarkan jaringan saluran napas serta udara yang ada
sehingga menimbulkan suara batuk yang kita kenal. Arus udara
ekspirasi yang maksimal akan tercapai dalam waktu 30–50 detik
setelah glotis terbuka, yang kemudian diikuti dengan arus yang
menetap' Kecepatan udara yang dihasilkan dapat mencapai 16.000
sampai 24.000 cm per menit, dan pada fase ini dapat dijumpai
pengurangan diameter trakea sampai 80%
28
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini
juga disebut bowelmovement. Frekuensi defekasi pada setiap orang sangat
bervariasi dari beberapa kali perharisampai 2 atau 3 kali perminggu.
Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang. Ketikagelombang peristaltik
mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf sensorisdalam
rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk
defekasi.
29
Defekasi normal dipermudah dengan refleksi paha yang
meningkatkan tekanan di dalamperut dan posisi duduk yang
meningkatkan tekanan kebawah kearah rektum. Jika
refleksdefekasi diabaikan atau jika defekasi dihambat secara
sengaja dengan mengkontraksikanmuskulus spingter eksternal,
maka rasa terdesak untuk defekasi secara berulang
dapatmenghasilkan rektum meluas untuk menampung kumpulan
feses.
30
Kontraksi otot kepala dan leher (kerja berlebihan otot).
Peregangan periosteum (nyeri fokal).
Degenerasi spina servikalis atas disertai kompresi pada akar
nervus servikalis (misalnya : arthritis vertebra servikalis ).
2.4 Hubungan nyeri kepala yang memberat saat mengedan dan batuk
Mengedan merupakan bentuk strain dari salah satu fase yang terdapat
di valsava maneuver (permulaan strain, strain, strain lanjutan,
penurunan dan recovery).
31
Valsava manuver merupakan koordinasi sekumpulan otot
neurological yang bekerja bersama.Dimana mekanismenya antara lain
adanya usaha pernapasan secara paksa menutup glotis yang akan
meningkatkan tekanan intrathoracic sehingga mengakibatkan
peningkatan TIK yang akan menghambat venous return dan
menurunkan heart rate.
2.5 Timbulnya sakit kepala dipagi hari yang disertai muntah tanpa mual
Nyeri kepala yang bertambah hebat saat bangkit dari tidur di pagi
hari disebabkan karena secara normal terjadi peningkatan aktivitas
metabolisme yang paling tinggi saat pagi hari, dimana pada saat tidur
menjelang bangun pagi terjadi fase REM yang mengaktifkan metabolisme
dan produksi CO2. Dengan peningkatan kadar CO2 terjadilah
vasodilatasi.Vasodilatasi tersebut yang kemudian bermanifestasi sebagai
nyeri kepala.
32
retikularis terangsang. Selanjutnya formation retikularis akan menyalurkan
rangsang motorik melalui nervus vagus. Selanjutnya nervus vagus akan
menyebabkan kontraksi duodenum dan antrum lambung kemudian terjadi
peningkatan tekanan intraabdomen,selain itu nervus vagus juga membuat
spinter esophagus terbuka.oleh karena itu terjadi muntah.
33
merupakan patokan dasar untuk menganalisa dan membuat diagnostik dari
nyeri kepala yang diderita oleh pasiennya. Oleh IHS, nyeri kepala
dikelompokkan menjadi 3 kategori umum, yaitu Nyeri kepala Primer
(Primary Headaches), Nyeri kepala Sekunder (Secondary Headaches),
dan Nyeri kepala dengan neuropati kranial, nyeri wajah lain dan nyeri
kepala lainnya (Painful cranial neuropathies, other facial pains and other
headaches).
2.7.1.1 Migrain
Kriteria diagnostik:
34
2) Serangan nyeri kepala berlangsung selama 4-72 jam (tidak
diobati atau tidak berhasil diobati)
Lokasi unilateral,
Kualitas berdenyut,
Kriteria diagnostik:
35
1) Sekurang – kurangnya terjadi dua serangan memenuhi yang
memenuhi kriteria B – D
seumur hidup dalam populasi umum berkisar antara 30% dan 78% dalam
tinggi.
36
rutin dan tidak berkaitan dengan mual, tetapi fotofobia atau
Kriteria diagnostik:
karakteristik berikut:
1. Lokasi bilateral
37
fonofobia mungkin ada.
Kriteria Diagnostik:
karakteristik berikut:
a. Lokasi bilateral
38
Kriteria diagnostik:
a. Sekurang – kurangnya terjadi ≥15 hari per bulan dengan rata – rata
selama >3 bulan (≥180 hari per tahun) dan memenuhi kriteria B-D
b. Berlangsung dari 30 menit sampai 7 hari
39
supraorbital, temporal atau dalam bentuk kombinasi, berlangsung
15 – 180 menit dan terjadi mulai dari sekali setiap hari sampai
delapan kali sehari. Rasa sakit terkait dengan injeksi konjungtiva
yang ipsilateral, lakrimasi, hidung tersumbat, rhinorrhoea, dahi
dan wajah berkeringat, miosis, ptosis dan / atau edema kelopak
mata, dan / atau dengan kegelisahan.
Kriteria diagnostik:
40
d. Serangan memiliki frekuensi antara satu setiap lain hari dan
delapan per hari selama lebih dari setengah dari waktu ketika
gangguan tersebut aktif
B. Paroxymal Hemicranial
41
e. Frekuensi serangan terjadi lebih dari lima kali per hari
f. Serangan dapat dicegah dengan terapi indomethacin
g. Tidak berkaitan dengan diagnostik lain
42
2.8 Langkah Diagnosa skenario
A. Anamnesis
Tabel 2.3 Langkah Anamnesis Pasien Dengan Nyeri Kepala (“H. SOCRATESS”)
H • History (riwayat)
S • Site (tempat)
O • Origin (tempat asal)
C • Character (karakter)
R • Radiation (penjalaran)
A • Associated symptoms (kumpulan gejala yang terkait)
43
T • Timing (waktu)
E • Exacerbating & relieving (hal yang memperparah dan memperingan)
S • Severity (derajat keparahan / intensitas)
State of health between attacks (kondisi kesehatan di antara
S •
serangan)
(Hidayati,
2016)
a) History
44
Tabel 2.4 Riwayat Yang Harus Digali Pada Pasien Dengan Nyeri Kepala.
a. Riwayat PenyakitSekarang
Penyakit b. Riwayat PenyakitDahulu
c. Riwayat PenyakitKeluarga
a. Dosis
Riwayat Pengobatan b. Efektif atau tidaknyaobat
c. Efek sampingpengobatan
a. Keluarga
b. Pekerjaan
Sosial c. Pendidikan
d. Kebiasaan atauhobi
e. Psikologis
(Hidayati,
2016)
45
b) Site ( Tempat )
Lokasi dan sisi nyeri kepala dapat mengarahkan dokter pada
diagnosis tertentu. Sisi nyeri kepala pada migren atau sakit kepala
klaster dan sefalgia trigeminal-otonomik yang lain adalah pada satu
sisi kepala(unilateral), sedangkan pada TTH sisi nyerinya bilateral
atau di seluruh kepala (holocephalic). Nyeri pada migren bisa muncul
di kanan mapupun di kiri. Daerah yang terkena biasanya di daerah
frontal dan temporal kepala, namun kadang juga melibatkan daerah
kepala lain dan leher.
Nyeri kepala dengan serangan berulang dan "terkunci pada
satu sisi" mungkin juga merupakan gejala akibat penyakit organik
yang mendasari
c) Origin
Nyeri pada migren bisa muncul di kanan mapupun di kiri.
Daerah yang terkena biasanya di daerah frontal dan temporal kepala,
namun kadang juga melibatkan daerah kepala lain dan leher. Tidak
jarang nyeri kepala pada migren juga muncul di daerah
occipitonuchal dan frontotemporal. Rasa nyeri pada nyeri kepala tipe
tegang (TTH) berasal dari dahi.
d) Character ( Karakter )
Karakteristik nyeri kepala pada migren adalah berdenyut dan
pada TTH adalah rasa menekan atau mengikat. Pada klaster nyeri
yang dirasakan adalah membosankan, rasa seperti dibor, atau nyeri
yang sangat hebat atau pedih
Migren ada yang disertai aura dan ada yang tidak. Aura biasanya
mendahului nyeri kepala migren. Kadang-kadang aura terjadi
bersamaan dengan nyeri kepala migren. Durasi aura berkisar antara
beberapa menit menit sampai satu jam. Aura pada migren yang
paling umum terjadi adalah aura visual dan sensorik. Aura motorik
dan gangguan berbahasa jarang terjadi.
46
Serangan neuralgia trigeminal berupa serangan paroksismal
sesaat seperti nyeri kesetrum. Nyeri seperti terbakar atau berdenyut
pada mata atau nyeri periorbital juga dapat menunjukkan adanya
iskemia di daerah vertebrobasilar, perluasan aneurisma pada dasar
tengkorak, diseksi pembuluh darah ekstrakranial atau intrakranial,
oklusi sinus dural, atau inflamasi pada sinus kavernosus. Penyebab
nonvaskular termasuk sakit kepala klaster, short-lasting unilateral
neuralgiform headache with conjunctival injection and tearing
(SUNCT), gangguan mata, dan inflammatory meningealsyndromes.
Penyebab vaskular pada kasus nyeri kepala seperti perdarahan
subarachnoid aneurismal, apopleksi pituitari, dan reversible cerebral
vasoconstriction syndrome biasanya muncul dengan gambaran nyeri
kepala seperti tersambar petir (thunderclapheadache).
e) Radiation ( penjalaran )
Nyeri pada TTH menjalar dari dahi menuju kepala belakang atau
menuju ke temporomandibular joint. Nyeri kepala infratentorial,
occipitonuchal, dan tulang belakang servikal dapat memberikan nyeri
rujuk (menjalar) pada dahi atau mata. Hal ini terjadi karena adanya
konvergensi aferen nosiseptif servikal pada servikal ke dua dan ke tiga
dengan aferen trigeminal dalam nukleus trigeminal kaudal dari batang
otak. Nyeri rujuk lain terjadi pada saat darah atau nanah menuju ruang
subarachnoid. Darah atau nanah dalam ruang subarachnoid akan
menimbulkan nyeri kepala akut. Nyeri kepala akut ini dapat bergerak
ke bawah menyusuri kolumna spinalis menuju daerah interskapula
atau punggung bawah.
47
merupakan gejala yang patognomonik pada pada peningkatan
tekanan intrakranial. Muntah ini juga bisa menyertai gangguan pada
daerah postrema dari medula atau pada infeksi sistemik. Fotofobia,
fonofobia dan osmofobia atau olfaktofobia sering menyertai migren,
meskipun gejala-gejala ini juga mungkin terjadi padameningitis
Pasien dengan migren sering dapat memprediksi akan
datangnya serangan nyeri kepala karena adanya gejala pertanda yang
terjadi beberapa jam atau hari sebelum nyeri kepala. Gejala pertanda
ini meliputi perubahan suasana hati, nafsu makan, konsentrasi, dan
pola tidur.
Gejala visual sesaat mendukung diagnosis migren. Namun,
gangguan visual sesaat yang disertai dengan gangguan ketajaman
visual progresif (dengan atau tanpa gangguan lapang pandang atau
papil edema) dapat terjadi pada pasien dengan peningkatan tekanan
intrakranial.
g) Timing ( Waktu )
48
tension-type headaches bisa berlangsung selama berhari-hari atau
mungkin berevolusi menjadi bentuk yang kronis (misalnya: lebih dari
15 hari per bulan) atau berlangsung terus menerus. Frekuensi sakit
kepala dalam sebuah episode bisa berkali-kali per hari seperti pada
sefalgia trigeminal-otonomik lain, berkali-kali selama seminggu seperti
pada nyeri kepala klaster, atau beberapa kali per minggu atau bulan
seperti pada serangan migrain atau tension type headache. Waktu nyeri
kepala pada klaster berada dalam dalam siklus diurnal, bulanan, atau
tahunan
49
i) Severity (Derajat keparahan atauintensitas)
Derajat keparahan (intensitas) nyeri dapat digunakan untuk
membedakan jenis nyeri kepala primer. Dokter dapat meminta pasien
untuk menggambarkan intensitas nyeri kepala yang dirasakan pasien.
Pasien diminta menunjuk skala dia antara skala 1 sampai 10. Skala 1
mewakili rasa nyeri yang hampir tidak terasa nyeri, dan 10 sebagai
nyeri yang paling hebat
B. Pemeriksaan Obyektif
50
kecil saja yang tidak normal. Apa bila ditemukan ketidak normalan pada
pemeriksaan fisik pasien dengan nyeri kepala, maka hal ini merupakan
tanda bahaya (red flags) (Tabel 2.5). Adanya tanda bahaya (red flags)
mewajibkan dokter melakukan tindakan lebih lanjut.
Apabila dokter umum menemukan tanda bahaya (red flags), maka
tindakan selanjutnya adalah segera merujuk pasien ke neurolog. Apabila
dokter neurolog yang menemukan tanda bahaya (red flags), maka
tindakan selanjutnya adalah segera melakukan pemeriksaan penunjang
dan memberi terapi sesuai dengan diagnosis yang telah ditetapkan
(Hidayati, 2016).
Menurut Hidayati (2016), perubahan kulit dapat dikaitkan dengan
berbagai etiologi nyeri kepala. Bintik café-au-lait merupakan tanda
neurofibromatosis. Neurofibromatosis ini terkait dengan meningioma
intrakranial dan schwannoma. Kulit kering, alopesia (kebotakan), dan
pembengkakan terlihat pada hipotiroidisme. Lesi melanotik ganas
mungkin berhubungan dengan penyakit metastasis keotak.
Menurut Hidayati (2016), auskultasi bising di daerah karotis dan
arteri vertebral dan orbit dapat memperingatkan klinisi akan potensi
stenosis arteri atau diseksi, atau malformasi arteriovenous.
Pemeriksaan saraf kranial dapat menjadi petunjuk etiologi nyeri
kepala. Gangguan penciuman tersering disebabkan oleh trauma kepala.
Gangguan penciuman menunjukkan adanya gangguan pada alur
penciuman (olfactory groove), misalnya tumor frontotemporal. Pada
pemeriksaan funduskopi, adanya perdarahan atau papilledema
mengharuskan dilakukannya imejing yang cepat untuk menyingkirkan
kemungkinan lesi desak ruang. Pemeriksaan lapang pandang yang
menunjukkan defek lapang pandang bitemporal ditemukan pada tumor
hipofisis (Hidayati,2016).
Tabel 2.5 Red Flags (Tanda Bahaya) Untuk Nyeri Kepala: “SNOOP”
S • Systemic symptoms (simptom sistemik)
Secondary headache risk factors (faktor resiko nyeri kepala
S •
sekunder)
51
S • Seizure (Kejang)
Neurologic symptoms or abnormal signs (symptom neurologi / tanda
N •
abnormal)
O • Onset (onset)
O • Older (usia tua)
P • Progression of headache (nyeri kepala progresif)
P • Positional change (perubahan posisi)
P • Papilledema (papil edema)
P • Precipitated factors (faktor pencetus)
(Hidayati,2016)
Red flags adalah tanda bahaya atau kondisi yang harus diwaspadai.
Beberapa hal yang terkategori sebagai red flags pada kasus nyeri kepala
terangkum dalamtabel
2.5 (Hidayati, 2016).
1. Elektroensefalografi (EEG)
52
d. Nyeri kepala yang menetap pada satu sisi disertai dengan
gangguan saraf otakringan.
e. Perubahan dari lamanya dan sifat nyeri kepala.
f. Bila setelah diberikan pengobatan tidak ada perbaikan dari
nyeri kepala.
2. CTscan
53
2013).
(Bahrudin, 2013)
54
2.9 Differential Diagnosis
Epidemiologi
Prevalensi nasional penyakit tumor atau kanker adalah 0,4% dan
prevalensi penyakit tumor secara umum di Lampung yaitu sebesar 3,6 %.
Ada kecenderungan prevalensi meningkat dengan bertambahnya umur dan
lebih sering dijumpai pada wanita. Tumor ganas merupakan penyebab
kematian ketujuh pada semua umur dengan proporsi 5,7% (Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI, 2008). Tumor sistem
saraf pusat merupakan 2 – 5% dari semua tumor dengan 80% diantaranya
terjadi di intrakranial dan 20% di medulla spinalis. Pada anak-anak 70%
tumor otak primer terjadi infratentorial dan termasuk serebelum,
mesencepalon, pons, dan medulla (Mollah et al., 2010). Urutan frekuensi
neoplasma di dalam ruang tengkorak adalah glioma (41%), meningioma
(17%), adenoma hipofisis (13%), dan Neurilemioma (12%). Neoplasma
saraf primer cenderung berkembang di tempat-tempat tertentu.
Ependimoma hampir selalu berlokasi di dekat dinding ventrikel atau
kanalis sentralis medulla spinalis. Glioblastoma multiforme kebanyakan
ditemukan di lobus parietalis. Oligodendroma lebih sering ditemukan di
lobus frontalis sedangkan spongioblastoma seringkali menduduki
bangunan-bangunan di garis tengah seperti korpus kolosum atau pons.
Neoplasma saraf juga cenderung berkembang pada golongan umur
tertentu. Neoplasma serebelar lebih sering ditemukan pada anak-anak
daripada orang dewasa, misalnya medulloblastoma. Juga glioma batang 17
otak lebih sering ditemui pada anak-anak dibandingkan dengan dewasa
(Mardjono, Sidartha, 2009). Tumor otak primer yang bersifat jinak lebih
banyak ditemukan pada laki-laki daripada wanita. Di Amerika Serikat,
glioma adalah tumor ganas tersering sedangkan untuk tumor jinak
tersering adalah meningioma (97,3%) (Porter et al., 2010).
55
Manifestasi Klinis
Gejala yang timbul pada pasien dengan kanker otak tergantung dari
lokasi dan tingkat pertumbuhan tumor. Kombinasi gejala yang sering
ditemukan adalah peningkatan tekanan intrakranial (sakit kepala hebat
disertai muntah proyektil), defisit neurologis yang progresif, kejang,
penurunan fungsi kognitif. Pada glioma derajat rendah gejala yang biasa
ditemui adalah kejang, sementara glioma derajat tinggi lebih sering
menimbulkan gejala defisit neurologis progresif dan tekanan intrakranial
meningkat.
Diagnostik
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Keluhan yang timbul dapat berupa sakit kepala, mual, penurunan nafsu
makan, muntah proyektil, kejang, defisit neurologik (penglihatan dobel,
strabismus, gangguan keseimbangan, kelumpuhan ekstremitas gerak, dsb),
perubahan kepribadian, mood, mental, atau penurunan fungsi kognitif.
Pemeriksaan status generalis dan status neurologis. Pemeriksaan
Neurooftalmologi Kanker otak melibatkan struktur yang dapat
mendestruksi jaras pengllihatan dan gerakan bola mata, baik secara
langsung maupun tidak langsung, sehingga beberapa kanker otak dapat
memiliki manifestasi neurooftalmologi yang khas seperti tumor regio
sella, tumor regio pineal, tumor fossa posterior, dan tumor basis kranii.
Oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan neurooftalmologi terutama
untuk menjelaskan kesesuaian gangguan klinis dengan fungsional kanker
otak. Pemeriksaan ini juga berguna untukmengevaluasi pre- dan post
tindakan (operasi, radioterapi dan kemoterapi) pada tumor-tumor tersebut.
56
Gangguan kognitif dapat merupakan soft sign, gejala awal pada kanker
otak, khususnya pada tumor glioma derajat rendah, limfoma, atau
metastasis. Fungsi kognitif juga dapat mengalami gangguan baik melalui
mekanisme langsung akibat destruksi jaras kognitif oleh kanker otak,
maupun mekanisme tidak langsung akibat terapi, seperti operasi,
kemoterapi, atau radioterapi. Oleh karena itu, pemeriksaan fungsi luhur
berguna untuk menjelaskan kesesuaian gangguan klinis dengan fungsional
kanker otak, serta mengevaluasi pre- dan post tindakan (operasi,
radioterapi dan kemoterapi.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium Terutama untuk melihat keadaan
umum pasien dan kesiapannya untuk terapi yangakan dijalani (bedah,
radiasi, ataupun kemoterapi), yaitu:
1. Darah lengkap
2. Hemostasis
3. LDH
4. Fungsi hati, ginjal, gula darah
5. Serologi hepatitis B dan C Elektrolit lengkap
6. Pemeriksaan radiologis CT Scan dengan kontras
7. MRI dengan kontras, MRS, DWI
8. PET CT (atas indikasi)
Pemeriksaan radiologi standar adalah CT scan dan MRI dengan
kontras. CT scan berguna untuk melihat adanya tumor pada langkah awal
penegakkan diagnosis dan sangat baik untuk melihat kalsifikasi, lesi
erosi/destruksi pada tulang tengkorak. MRI dapat melihat gambaran
jaringan lunak dengan lebih jelas dan sangat baik untuk tumor
infratentorial, namun mempu-nyai keterbatasan dalam hal menilai
kalsifikasi. Pemeriksaan fungsional MRI seperti MRS sangat baik untuk
menentukan daerah nekrosis dengan tumor yang masih viabel sehingga
baik digunakan sebagai penuntun biopsi serta untuk menyingkirkan
diagnosis banding, demikian juga pemeriksaan DWI.
57
Pemeriksaan positron emission tomography (PET) dapat berguna
pascaterapi untuk membedakan antara tumor yang rekuren dan jaringan
nekrosis akibat radiasi.
Epidemiologi
58
penderita abses otak pada laki-laki > perempuan
dengan perbandingan 11 : 9, berusia sekitar 5 bulan - 50 tahun
dengan angka kematian 35% (dari 20 penderita, 7 meninggal).
59
lobustemporalis.
6. Sinusitis ethmoidalis dapat menyebabkan abses pada
lobusfrontalis.
7. Infeksi pada telinga tengah dapat menyebar ke
lobustemporalis.
8. Infeksi pada mastoid dan kerusakan tengkorak kepala
karena kelainan bawaan seperti kerusakan tegmentum
timpani atau kerusakan tulang temporal oleh kolesteoma
dapat menyebar kedalamcerebellum.
9. Infeksi parasit (Schistosomiasis, Amoeba, Fungus
(Actinomycosis, Candidaalbicans).
Patogenesis
60
Kira-kira 75% dari semua abses serebri berkembang sebagai
penjalaran dari otitis, mastoiditis, sinusitis frontalis, atau fraktur
tengkorak. Lebih jarang abses serebri berasal dari osteomielitis tulang
tengkorak, atau infeksi gigi-geligi ataupun infeksi di wajah. Bakteri yang
sering ditemukan dalam abses serebri yaitu streptokokus, stafilokokus,
pneumokokus, proteus, dan E.Coli. Kira-kira 75% dari abses serebri
disebabkan oleh bakteri tersebut, dan 25% sisanya disebabkan oleh
mikroorganisme lainnya. Penyebab tersering abses otak adalah bakteri
streptococcus.
Manifestasi Klinis
Diagnosis
61
menyebabkan dugaan adanya abses otak adalah sakit kepala, rancu,
penurunan kesadarn, kejang, papiledema, kaku kuduk, dan manifestasi
neurologis fokal.
Pemeriksaan laboratorium kadang-kadang terdapat leukositosis dan
peningkatan laju endap darah. Pada cairan serebrospinal terdapat
peningkatan jumlah leukosit, tetapi pungsilumbal kontra indikasi pada
abses otak. Pada pemeriksaan EEG didapatkan adanya gelombang
lambat delta voltase tinggi, tetapi tidak cukup akurat untuk menentukan
lokasiabses.
Pemeriksaan untuk diagnosa antara lain:
• Glasgow Coma Scale: untukmenentukan derajat
kesadaranpenderita
• Rontgen foto kepala, sinus atau mastoid, thorax: untuk mencari
sumberinfeksi.
Prognosis
62
Penatalaksanaannya
Tumor Otak
1. Pembedahan
Operasi pada kanker otak dapat bertujuan untuk menegakkan diagnosis
yang tepat, menurunkan tekanan intrakranial, mengurangi kecacatan, dan
meningkatkan efektifitas terapi lain. Reseksi tumor pada umumnya
direkomendasikan untuk hampir seluruh jenis kanker otak yang operabel.
Kanker otak yang terletak jauh di dalam dapat diterapi dengan tindakan
bedah kecuali apabila tindakan bedah tidak memungkinkan (keadaan
umum buruk, toleransi operasi rendah).
2. Radioterapi
Radioterapi memiliki banyak peranan pada berbagai jenis kanker otak.
Radioterapi diberikan pada pasien dengan keadaan inoperabel, sebagai
adjuvant pasca operasi, atau pada kasus rekuren yang sebelumnya telah
dilakukan tindakan operasi Pada dasarnya teknik radioterapi yang dipakai
adalah 3D conformal radiotherapy, namun teknik lain dapat juga
digunakan untuk pasien tertentu seperti stereotactic radiosurgery /
radiotherapy, dan IMRT.
3. Tatalaksana Nyeri
Pada tumor otak, nyeri yang muncul biasanya adalah nyeri kepala.
Nyeri kepala akibat kanker otak bisa disebabkan akibat traksi langsung
tumor terhadap reseptor nyeri di sekitarnya. Gejala klinis nyeri biasanya
bersifat lokal atau radikular ke sekitarnya, yang disebut nyeri neuropatik.
Pada kasus ini pilihan obat nyeri adalah analgesik yang tidak
menimbulkan efek sedasi atau muntah karena dapat mirip dengan gejala
kanker otak pada umumnya. Oleh karena itu dapat diberikan
parasetamol dengan dosis 20mg/berat badan perkali dengan dosis
maksimal 4000 mg/hari, baik secara oral maupun intravena sesuai
dengan beratnya nyeri.
63
Jika komponen nyeri neuropatik yang lebih dominan, maka
golongan antikonvulsan menjadi pilihan utama, seperti gabapentin
100- 1200mg/hari, maksimal 3600mg/hari.
4. Tatalaksana Kejang
Karena tingginya tingkat rekurensi, maka seluruh pasien kanker otak
yang mengalami kejang harus diberikan antikonvulsan. Pemilihan
antikonvulsan ditentukan berdasarkan pertimbangan dari profil efek
samping, interaksi obat dan biaya. Obat antikonvulsan yang sering
diberikan seperti fenitoin dan karbamazepin kurang dianjurkan karena
dapat berinteraksi dengan obat-obatan, seperti deksamethason dan
kemoterapi. Alternatif lain mencakup levetiracetam, sodium valproat,
lamotrigin, klobazam, topiramat, atau okskarbazepin. Levetiracetam lebih
dianjurkan (Level A) dan memiliki profil efek samping yang lebih baik
dengan dosis antara 20-40 mg/kgBB, serta dapat digunakan pasca operasi
kraniotomi.
5. Gizi
Kebutuhan energi dihitung menggunakan kalorimetri indirek /
persamaan Harris-Benedict / rule of thumb. Nutrisi diberikan bertahap
sesuai dengan toleransi pasien. Kebutuhan protein 1,2 – 2 g/BB/hari,
lemak 25-30%, karbohidrat: 55-60%. Mikronutrien sesuai AKG (berasal
dari bahan makanan sumber, suplementasi setelah kemoradiasi). Bila
pasien menggunakan obat golongan carbamazepin, fenobarbital, fenitoin
perlu tambahan suplemen vitamin D dan kalsium untuk mencegah
gangguan tulang. Pasien dengan terapi fenitoin perlu ditambahkan
suplementasi vitamin B1 dan asam folat 1 mg/hari. Nutrien spesifik :
eicosapetanoic acid hingga 2 g/hari, asam amino rantai bercabang
12g/hari. Monitoring: - analisis asupan ulang tiap 1-2 hari - keadaan
umum, klinis, dan tanda vital - analisis asupan. Bila toleransi baik, nutrisi
ditingkatkan 20% dari asupan sebelumnya - pemeriksaan antropometri,
fungsi saluran cerna
64
kapasitas fungsional (skor Karnofsky, kekuatan genggaman tangan
dengan hand dynamometer) - pemeriksaan penunjang sesuai dengan
kondisi pasien
Abses Serebri
1. Terapi konservatif yaitu dengan antibiotik 4-8 minggu, bila pasien dalam
kondisi imunosupresi dapat diberikan antibiotik sampai 1 tahun.
2. Tindakan bedah ada 2 cara :eksisi atau drainase dengan cara steriotaktik
untuk menghindari kerusakan sekecil mungkin. Biasanya ukuran abses
lebih dari 2,5 cm atau menimbulkan lesi desak ruang.
3. Peran steroid untuk meredakan edema di sekitar abses diberikan selama
3-7 hari tapering off dan nilai per individu.
4. Manitol dapat diberikan bila tekanan intra kranial meningkat, dengan
dosis awal 0,5-1 gr/kgbb selama lebih dari 10 menit, kemudian diikuti
dengan dosis 0,25-0,5 gr/kgbb tiap 6 jam.
65
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Hasil tutorial untuk skenario yang kami dapat, dengan mempertimbangkan gejala
yang dialmi pasien, maka kami mendapatkan Tumor Otak sebagai diagnosis kerjanya.
3.2 SARAN
Dalam penentuan suatu penyakit dibutuhkan beberapa pemeriksaan yang dapat
menunjang diagnosis.Seperti pada skenario ini, kami menemukan beberapa penyakit
yang memiliki gejala serupa maka dari itu untuk didapatkan diagnosa pasti maka
anamnesis, pemfis dan pemeriksaan penunjang harus dilakukan secara baik, tepat dan
teliti.
66
DAFTAR PUSTAKA
67