Oleh:
Alisa Qotrunnada Kirom 22004101088
Dosen Pembimbing:
dr. Nuryatien Husna, Sp.KFR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik,
dan hidayah-Nya, sholawat serta salam yang kami junjungkan kepada Nabi Muhammad SAW
yang telah menuntun kita menuju jalan kebenaran sehingga dalam penyelesaian tugas ini kami
dapat memilah antara yang baik dan buruk. Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing pada Laboratorium Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Medik yang
memberikan bimbingan dalam menempuh pendidikan ini. Tak lupa pula kami mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak sehingga dalam penyusunan laporan kasus ini dapat
terselesaikan.
Referat ini membahas terkait definisi, etiopatologi, manifestasi klinis, penegakan diagnosa,
serta penatalaksanaan pada penyakit cervical root syndrome (CRS).
Kami menyadari dalam referat ini belum sempurna secara keseluruhan oleh karena itu
kami dengan tangan terbuka menerima masukan-masukan yang membangun sehingga dapat
membantu dalam penyempurnaan dan pengembangan penyelesaian tugas selanjutnya.
Demikian pengantar kami, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua. Amin.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Cover
Kata Pengantar.................................................................................................................i
Daftar Isi.......................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...........................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................3
1.3 Tujuan........................................................................................................................4
1.4 Manfaat......................................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Servikal ......................................................................................................5
2.2 Cervical root syndrome..............................................................................................8
2.2.1 Definisi.............................................................................................................8
2.2.2 Epidemiologi....................................................................................................8
2.2.3 Etiologi.............................................................................................................8
2.2.4 Patofisiologi..................................................................................................... 10
2.2.5 Manifestasi Klinis ...........................................................................................11
2.2.6 Diagnosis..........................................................................................................12
2.2.7 Penatalaksanaan ..............................................................................................15
BAB III PENUTUP
5.1 Kesimpulan................................................................................................................22
5.2 Saran..........................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
3
8. Bagaimana penatalaksanaan dari cervical root syndrome?
1.3 Tujuan
Referat ini bertujuan agar penulis dapat mengetahui dan memahami tentang:
1. Mengetahui anatomi servikal
2. Mengetahui definisi dari cervical root syndrome
3. Mengetahui epidemiologi dari cervical root syndrome
4. Mengetahui etiologi dari cervical root syndrome
5. Mengetahui patofisiologi dari cervical root syndrome
6. Mengetahui manifestasi klinis dari cervical root syndrome
7. Mengetahui diagnosa dari cervical root syndrome
8. Mengetahui penatalaksanaan dari cervical root syndrome
1.4 Manfaat
1.4.1 Teoritis
Diharapkan mampu memberikan tambahan pengetahuan dan landasan teori mengenai
cervical root syndrome.
1.4.2 Praktis
Diharapkan mampu memberikan landasan ilmiah dalam penanganan pasien dengan
cervical root syndrome.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
merupakan bagian dari kolumna anterior. Untuk mengevaluasi secara fungsional maka spina
servikal dibagi menjadi segmen servikal atas (diatas C3) dan segmen servikal bawah (C3-
C7).Setiap segmen itu berfungsi berbeda.2
6
dengan fleksi terbesar pada C4-C5 dan C5-C6. Fleksi lateral terjadi terutama di C3-C4 dan
C4-C5. Pemindahan horizontal (horizontal displacement) vertebra >3,5 mm saat fleksi dan
ekstensi atau deformitas angular >11º menandakan instabilitas spina.1,2
7
Gambar 2.3 Dermatom.2
2.2 Cervical root syndrome
2.2.1 Definisi
Cervical root syndrome adalah kumpulan gejala yang disebabkan oleh iritasi atau
kompresi dari akar saraf cervical yang akan menimbulkan nyeri, ngilu, kesemutan, kram-
kram serta rasa tidak enak pada leher bagian belakang dan bisa menjalar ke bahu, lengan atas
dan lengan bawah tergantung dari akar mana yang terkena.1
Salah satu contoh CRS adalah sindrom radikulopati. Radikulopati berarti radiks
posterior dan anterior yang terkena proses patologik sehingga terjadi disfungsi dari akar saraf
cervikalis, akar saraf, atau keduanya dimana terjadi kerusakan atau gangguan fungsi saraf
akibat kompresi salah satu akar saraf dekat vertebra cervikalis. Akar saraf vertebralis yang
paling sering terkena adalah C7 sekitar 60% dan C6 sekitar 25%. 3
2.2.2 Epidemiologi
Radikulopati cervikalis terjadi pada frekuensi yang jauh lebih rendah dibandingkan
radikulopati lumbalis. Insidens dari penderita CRS bermacam-macam tergantung
penyebabnya. Seperti jumlah penderita spondilosis cervikal digabung dengan penderita nyeri
leher lainnya termasuk sindrom levator scapula, cervikobrakialgia dan servikoosksipital
menduduki urutan ke empat sesudah
stroke.1
Cervical Root Syndrome sering didapatkan pada orang yang berusia lebih dari 55
tahun3. Data dari Rochester, Minnesota, menunjukkan insiden tahunan radikulopati cervikalis
sebesar 107,3 per 100.000 pada laki-laki dan 63,5 per 100.000 pada perempuan, dengan
puncaknya pada usia 50 sampai 54 tahun. Riwayat trauma dan aktifitas fisik berlebihan
mendahului timbulnya gejala sekitar 15 persen dari kasus.3
2.2.3 Etiologi
Kerusakan dapat terjadi sebagai akibat penekanan material diskus yang mengalami
ruptur, adanya perubahan degeneratif pada tulang, arthritis atau cedera lain yang memberi
tekanan pada akar saraf. Pada usia paru baya, perubahan degeneratif pada diskus dapat
menyebabkan tekanan pada akar saraf. Pada usia muda, radiculopathy cervical cenderung
terjadi karena rupturnya diskus sebagai akibat dari trauma. Material diskus kemudian
menekan akar saraf dan menyebabkan rasa sakit. Penelitian menyebutkan penyakit diskus
cervikalis terjadi kompresi akar saraf yang menyebabkan nyeri anggota badan, sedangkan
tekanan pada diskus menyebabkan nyeri di leher dan perbatasan medial skapula.2 Penyebab
8
paling sering radikulopati cervikalis (pada 70 sampai 75 persen dari kasus) adalah gangguan
foramen saraf spinal karena kombinasi faktor-faktor di antaranya penurunan puncak diskus
dan perubahan degeneratif dari sendi uncovertebral anterior dan zygapophyseal sendi
posterior (yaitu, spondylosis cervical). Berbeda dengan gangguan lumbal, herniasi nukleus
pulposus hanya sekitar untuk 20 sampai 25 persen dari kasus. Penyebab lainnya yang jarang
yaitu tumor tulang belakang dan infeksi tulang belakang.3
Faktor resiko terjadinya CRS :
a. Genetik
Didapatkan faktor familial pada penderita cervical root syndrome, sehingga faktor
genetik diperkirakan memiliki peran dalam terjadinya penyakit ini.
b. Umur
Terdapat penelitian dimana laki-laki lebih cepat mengalami proses degenerasi bila
dibandingkan dengan perempuan. Pada laki-laki terkadang didapatkan mulainya proses
degenerasi pada usia 30 tahun, sedangkan pada wanita biasanya dimulai pada usia 40 tahun.
Tetapi dari jumlah penderita tidak didapatkan perbedaan yang signifikan, dimana
perbandingan jumlah penderita cervical root syndrome antara pria dan wanita adalah 1:1.
d. Trauma
Trauma akibat kecelakaan merupakan faktor risiko cervical root syndrome. Selain itu
cervical root syndrome dapat juga disebabkan proses “wear and tear”, yaitu proses
penggunaan sendi terus menerus yang akan menyebabkan degenerasi pada sendi.
e. Pekerjaan
Pekerjaan dapat menyebabkan trauma berulang seperti mengangkat beban berat pada
kuli dan gerakan berlebihan pada penari professional merupakan faktor risiko cervical root
syndrome. Keadaan lain yang dapat ditemukan seperti pada pekerjaan yang menggunakan
komputer dalam waktu yang cukup lama dan penjahit pakaian. Hal ini akan menyebabkan
postur tubuh yang kurang baik sehingga menyebabkan peningkatan beban tubuh ke bagian
9
cervical
f. Life Style
2.2.4 Patofisiologi
Discus intervertebralis terdiri dari nucleus pulposus yang merupakan jaringan elastis
dikelilingi oleh annulus fibrosus dan terbentuk oleh jaringan fibrosus. Kandungan air dalam
nucleus pulposus tinggi, tetapi semakin tua umur seseorang kadar air dalam nucleus pulposus
semakin berkurang terutama setelah seseorang berumur 40 tahun, bersamaan dengan itu
terjadi perubahan degenerasi pada begian pusat discus, akibatnya discus akan menjadi tipis,
sehingga jarak antara vertebrae yang berdekatan mejadi kecil dan ruangan discus menjadi
sempit6.
Selanjutnya annulus fibrosus mengalami penekanan dan menonjol keluar. Penonjolan
bagian discus ini akan menyebabkan jaringan sekitarnya seperti corpus vertebrae yang
berbatasan dengannya akan mengalami suatu perubahan. Perubahannya yang terjadi adalah
terbentuknya jaringan ikat baru yang disebut osteofit. Kombinasi antara menipisnya discus
yang menyebabkan penyempitan ruangan discus dan timbulnya osteofit akan mempersempit
diameter kanalis spinalis.4
Pada kondisi normal diameter kanalis spinalis adalah 17 mm sampai 18 mm. Tetapi
pada kondisi CRS, kanalis ini menyempit dengan diameter pada umumnya antara 9 mm
sampai 10 mm. Pada keadaan normal, akar-akar saraf akan menempati seperempat sampai
seperlima, sedangkan sisanya akan diisi penuh oleh jaringan lain sehingga tidak ada ruang
yang tersisa. Bila foramen intervertebralis ini menyempit akibat adanya osteofit, maka akar-
akar saraf yang ada didalamnya akan tertekan. Saraf yang tertekan ini mula-mula akan
membengkok. Perubahan ini menyebabkan akar-akar saraf tersebut terikat pada dinding
foramen intervertebralis sehingga mengganggu peredaran darah. Selanjutnya kepekaan saraf
akan terus meningkat terhadap penekanan, yang akhirnya akar-akar saraf kehilangan sifat
fisiologisnya. Penekanan akan menimbutkan rasa nyeri di sepanjang daerah yang
mendapatkan persarafan dari akar saraf tersebut.2,4
10
Gambar 2.4 Cervical Abnormal.4
Nyeri Leher
Gejala yang utama biasanya berupa nyeri pada bagian belakang leher atau daerah
sekitarnya (trapezius). Timbulnya nyeri terjadi secara perlahan-lahan walaupun terkadang
timbul mendadak. Rasa nyeri sendiri biasanya bersifat kronik dan dihubungkan dengan
adanya aktivitas yang berat atau keadaan umum yang menurun. Terkadang rasa nyeri menjalar
ke bahu atau lengan atas dan juga bisa mengenai daerah cervical atas yang menyebabkan
nyeri occipital.
Kaku Leher (Stifness)
Kaku leher dimulai pada pagi hari dan makin bertambah dengan adanya aktivitas.
Gerakan leher menjadi terbatas dan terkadang disertai dengan krepitasi dan nyeri.
Gejala Radikuler
Keadaan yang timbul tergantung pada radiks saraf yang terkena oleh spur atau iritasi
oleh synovitis dari facet sendiri dan biasanya bersifat unilateral. Pasien mengeluh adanya
paresthesia numbness dan jarang disertai nyeri. Paresthesia numbness sendiri tergantung pada
bagian vertebrae Cervical mana yang mengalami spondylosis, dan memiliki manifestasi yang
berbeda-beda.
Parestesia
Pada umumnya parestesia ditunjukan ada di dalam jari tangan. Di sini lokalisasi itu
justru sangat penting, karena dari lokalisasinya dapat disimpulkan pada tingkatan mana
11
struktur saraf terangsang, pada tekanan akar C6 menyebabkan rasa kesemutan sampai ibu jari
dan telunjuk.
Gejala lain yang dapat timbul pada beberapa kasus dapat disertai dengan penekanan
mendadak pada a. vertebralis yang bisa mengakibatkan nyeri kepala, vertigo dan tinnitus.
2.2.6 Diagnosis
Penegakan diagnosa pada kasus CRS berdasarkan dengan anamnesa, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang, yaitu5,6:
a. Anamnesa
Anamnesa adalah hal-hal yang menjadi sejarah kasus pasien, juga berguna untuk
menentukan diagnosa, karena misalnya dengan pendekatan psikiatri terhadap depresinya
yang kadang merupakan faktor dasar nyeri bahu ini. Gejala-gejala yang mungkin nampak
pada inspeksi dan palpasi, misalnya :
12
Tes-tes khusus yang dapat dilakukan dalam menegakkan kasus CRS, antara lain:
Tes Provokasi
Tes Spurling atau tes Kompresi Foraminal, dilakukan dengan cara posisi leher
diekstensikan dan kepala dirotasikan ke salah satu sisi, kemudian berikan tekanan ke bawah
pada puncak kepala. Hasil positif bila terdapat nyeri radikuler ke arah ekstremitas ipsilateral
sesuai arah rotasi kepala. Pemeriksaan ini sangat spesifik namun tidak sensitif guna
mendeteksi adanya radikulopati servikal. Pada pasien yang datang ketika dalam keadaan
nyeri, dapat dilakukan distraksi servikal secara manual dengan cara pasien dalam posisi
supinasi kemudian dilakukan distraksi leher secara perlahan. Hasil dinyatakan positif apabila
nyeri servikal berkurang.6
13
Dengan tes ini tekanan intratekal dinaikkan, bila terdapat proses desak ruang di kanalis
vertebralis bagian cervical, maka dengan di naikkannya tekanan intratekal akan
membangkitkan nyeri radikuler. Nyeri syaraf ini sesuai dengan tingkat proses patologis
dikanalis vertebralis bagian cervical. Cara meningkatkan tekanan intratekal menurut Valsava
ini adalah pasien disuruh mengejan sewaktu ia menahan nafasnya. Hasil positif bila timbul
nyeri radikuler yang berpangkal di leher menjalar ke lengan.6
a. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologis masih menjadi standar yang paling baik untuk penegakan
diagnosis sampai sekarang. Pada foto rontgen akan didapatkan :
1) Pembentukan osteofit dan sklerosis pada sendi-sendi apofiseal intervertebrae.
2) Penyempitan pada discus intervertebralis akibat erosi kartilago.
3) Pembentukan tulang baru (spurring) antar vertebra yang berdekatan dan dapat
menyebabkan kompresi akar saraf.
14
Gambar 2.8. Foto rontgen AP spondilosis servikalis.6
Selain menggunakan foto rontgen, dapat juga digunakan MRI dan CT (Computerized
Tomography) untuk penegakan diagnosis.6
2.2.7 Penatalaksanaan
Tatalaksana pada kasus CRS dapat diberikan secara medikamentosa ataupun non
medikamentosa untuk mencegah keparahan yang terjadi. Fisioterapi juga diberikan dengan
tujuan reduksi dan resolusi nyeri, perbaikan atau resolusi defisit neurologis dan mencegah
komplikasi atau keterlibatan medulla spinalis lebih lanjut7.
A. Medikamentosa
Pemberian obat NSAID (Anti Inflamasi Non Steroid) dan muscle relaxant untuk
menghilangkan rasa nyeri. Bila terdapat gejala radikuler bisa disertai dengan pemberian
kortikosteroid oral. Bila nyeri dirasa sangat mengganggu bisa ditambahkan opioid dengan
beberapa ketentuan7,8.
Tindakan operatif lebih banyak ditujukan pada keadaan yang disebabkan kompresi
terhadap radiks saraf atau pada penyakit medula spinalis yang berkembang lambat serta
melibatkan tungkai dan lengan. Pada penanggulangan kompresi tentunya harus dibuktikan
dengan adanya keterlibatan neurologis serta tidak memberikan respon dengan terapi
medikamentosa biasa.8
B. Non Medikamentosa
a. Latihan
Latihan bisa dimulai pada akhir minggu 1. Latihan mobilisasi leher kearah anterior,
latihan mengangkat bahu atau penguatan otot banyak membantu proses penyembuhan nyeri.
Hindari gerakan ekstensi maupun flexi. Pengurangan nyeri dapat diakibatkan oleh spasme
otot dapat ditanggulangi dengan melakukan pijatan.9
15
Pada penderita Cervical Root Syndrome akan didapatkan nyeri, kekakuan dan
keterbatasan ruang gerak sendi akibat dari penekanan radix saraf. Hal ini dapat menyebabkan
terjadinya kelemahan otot yang berujung pada postur yang buruk. Postur yang buruk akan
memperberat perjalanan penyakit ini. Terapi latihan bertujuan untuk :
a. Mengurangi rasa nyeri
b. Mengurangi lordosis cervical
c. Memperbaiki kekuatan otot
d. Meningkatkan postur pada ADL
e. Mempertahankan fleksibilitas atau rentang sendi (R.O.M)
Terapi Latihan juga akan membantu proses pengurangan rasa nyeri selain
mengembalikan keadaan pasien ke kondisi normalnya. Pada keadaan nyeri, pasien akan
cenderung untuk tidak menggerakan kepala. Hal ini dapat menyebabkan spasme otot leher
yang lama-kelamaan akan menyebabkan atrofi otot. Atrofi otot akan menambah rasa nyeri
pada pasien Cervical Root Syndrome karena otot leher akan mengalami penurunan fungsinya
dalam mempertahankan posisi kepala.9,10,11
16
a) Intensitas (beban) : 100% dari kontraksi maksimum
b) Durasi : 5 detik tiap kontraksi
c) Repetisi : 5-10 kontraksi
d) Frekuensi : 5 hari tiap minggu
e) Lama program : 4 minggu atau lebih
Kerugian latihan ini adalah terjadinya peningkatan tekanan darah, disebabkan
peningkatan denyut jantung tanpa perubahan perifer umum. Pada penderita penyakit jantung,
latihan isometrik dapat menyebabkan timbulnya disaritmia ventrikel.10
2) Latihan fleksibilitas / stretching otot leher
Bila terdapat rasa tidak enak akibat postur yang buruk atau adanya spasme otot,
maka R.O.M aktif akan membantu menghilangkan stress pada struktur leher dan
memperbaiki sirkulasi. Tujuan dari latihan stretching pada otot leher adalah menambah
fleksibilitas dalam fleksi, ekstensi, rotasi dan lateral fleksi secara aktif. Semua gerakan
dilakukan perlahan sampai full R.O.M dan dilakukan beberapa kali. Posisi pasien duduk
dengan leher tergantung secara rileks pada kursi atau berdiri rileks. Setelah itu pasien di
minta untuk :
2. Menekuk kepala ke lateral kanan dan kiri, merotasikan kepala pada masing-
masing sisi.
3. Putar bahu, elevasi, retraksi, kemudian relaks dari scapula.
Putar secara melingkar lengan mengelilingi bahu. Dikerjakan dengan siku fleksi dan
ekstensi, menggunakan gerakan sirkuler yang luas maupun kecil. Posisi lengan ke depan atau
agak menyamping. Gerakan searah maupun berlawanan jarum jam harus digerakkan karena
membantu dalam latihan postur yang benar. Sendi harus digerakkan secara penuh setidanya 2-
3 kali sehari.
17
Gambar 2.13 Neck Exercises.10
b) Latihan postur
Postur yang buruk akan menambah lordosis cervical dan penambahan beban yang
berlebih pada leher. Postur yang dimaksud salah satunya adalah forward-head posture. Postur
yang tidak tepat ini juga berpengaruh pada penekanan annulus fibrosus dan menyebabkan
penyempitan foramen intervertebrale sehingga terjadi iritasi pada saraf bagian cervical.11
Latihan postur sangat membutuhkan kesadaran dalam melakukan latihan yang teratur.
Yang dilakukan adalah melakukan teknik relaksasi otot dan stretching untuk mengembalikan
ROM normal. Pada ADL juga harus dievaluasi untuk mencegah posisi yang memperburuk
kondisi cervical serta dilakukan edukasi11 :
(1)Cara mengangkat barang dengan lutut fleksi.
(2)Hindari hiperekstensi leher dan forward-head posture yang terlalu lama dan
berlebihan.
Perbaiki lingkungan pekerjaan penderita seperti kursi dan meja yang kurang sesuai
ukuran tingginya, lingkungan tidur seperti bantal yang sesuai tingginya dan matras
untuk membantu relaksasi otot
b. Ortesa
Traksi Cervical
Traksi leher pada posisi supinasi dengan sudut leher, beban dan durasi dari traksi
disesuaikan dengan toleransi dan respon dari pasien. Tujuan dari traksi adalah untuk
mengembalikan posisi dari vertebra. Indikasi dilakukan traksi leher adalah adanya
osteoartritis dan penyakit degenartif pada discus intervertebralis. Kontraindikasi antara lain
bila terdapat neoplasma dan lesi post-trauma. Pada penderita spondylosis cervical biasa
diberikan terapi dengan beban 10-20 lbs yang dilakukan 2-3 kali sehari selama 15 menit.9
Cervical Collar
18
Pemakaian cervial collar lebih ditujukan untuk proses imobilisasi serta mengurangi
kompresi pada radiks saraf, walaupun belum terdapat satu jenis collaryangbenar-benar
mencegah mobilisasi leher. Salah satu jenis collar yang banyak digunakan adalah SOMI
Brace (Sternal Occipital Mandibular Immobilizer).9
Collar digunakan selama 1 minggu secara terus-menerus siang dan malam dan diubah
secara intermiten pada minggu 2 atau bila mengendarai kendaraan. Harus dingat bahwa tujuan
imbobilisasi ini bersifat sementara dan harus dihindari akibatnya yaitu diantaranya berupa
atrofi otot serta kontraktur. Jangka waktu 1-2 minggu ini biasanya cukup untuk mengatasi cari
pada nyeri servikal non spesifik. Apabila disertai dengan iritasi radiks saraf, adakalanya
diperlukan waktu 2-3 bulan. Hilangnya nyeri, hilangnya tanda spurling dan perbaikan defisit
motorik dapat dijadikan indikasi pelepasan collar.9
c. Terapi Modalitas
Thermoterapi
Thermoterapi dapat juga digunakan untuk membantu menghilangkan nyeri. Modalitas
terapi ini dapat digunakan sebelum atau pada saat traksi servikal untuk relaksasi otot.
Kompres dingin dapat diberikan sebanyak 1-4 kali sehari selama 15-30 menit, atau kompres
panas/pemanasan selama 30 menit 2-3 kali sehari jika dengan kompres dingin tidak dicapai
hasil yang memuaskan. Pilihan antara modalitas panas atau dingin sangatlah pragmatik
tergantung presepsi pasien terhadap pengurangan nyeri.9
19
Gambar 2.12 Thermoterapi.9
20
secara abnormal.10
Mekanisme analgesia TENS adalah stimulasi elektrik akan mengurangi nyeri dengan
penghambatan nosiseptif pada pre sinaps. Stimulasi elektrik akan mengaktifkan serabut saraf
bermyelin yang akan menahan perambatan nosisepsi pada serabut C tak bermyelin ke sel T
yang berada di substansia gelatinosa pada cornu posterior yang akan diteruskan ke cortex
cerebri dan talamus. Pada pemberian TENS juga akan terjadi peningkatan beta endorphin dan
metencephalin yang memperlihatkan efek antinosiseptif. Indikasi dilakukan TENS adalah
rasa nyeri tidak berat, dismenore dan inkontinensia. Kontraindikasinya antara lain pasien
penggunan pacu jantung, defisit neurologis dan pada pasien yang mengandung.10
21
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Cervical root syndrome adalah inflamasi yang terjadi pada tendon daerah long head m.
biceps. Yang dapat terjadi karena trauma secara langsung pada tendon biseps ketika lengan
melakukan abduksi dan rotasi eksternal yang berlebihan. Pasien cervical root syndrome
umumnya datang dengan mengeluhkan nyeri dan berdenyut pada bahu bahu bagian depan dan
menjalar ke lengan bawah. Untuk mendiagnosa cervical root syndrome perlu dilakukan
anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan pemeriksaan spesial seperti
yergason test, speed test, neer test, dan hawkins test. Sedangkan penatalaksanaan dari cervical
root syndrome dapat berupa terapi konservatif dengan obat-obatan antiinflamasi non steroid,
rehabilitasi medik dengan terapi modalitas dan terapi latihan serta pembedahan.
3.2 Saran
Bagi Penulis
Mampu mendiagnosa, serta memberikan terapi yang tepat pada kasus cervical root
syndrome.
Bagi Akademisi
Dokter diharapkan mampu memberikan edukasi dan informasi kepada masyarakat
mengenai kasus cervical root syndrome.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Jackson, Ruth. 2010. The Classic: The cervical root syndrome. Scranton, IA USA
2. Angliadi LS, Sengkey L, Gessal J, Mogi J. Buku diktat Ilmu Kedokteran Fisik dan
Rehabilitasi. 2006. Manado. Hal 50-54
3. Saladin. 2003. Anatomy and physiology: The Unity Of Form and Function. 3rd Ed. New
York: McGraw-Hill Companies
4. Sanjaya P. Cervical Root Syndrome. Bagian Penyakit Saraf RSU Unit Swadana Pare-
Kediri. 2012.
5. Tulaar AB. Nyeri Leher dan Punggung. Studi Tinjauan Pustaka. Departemen Kedoktteran
Fisik dan Rehabilitasi. Majalah Kedokteran Indonesia. 5 (5); Mei. 2008.
6. Sidharta, P. 1999: Tata Pemeriksaan Klinis dalam Neurologi. Cetakan keempat : PT. Dian
Rakyat, Jakarta: 4998-505.
7. Jhon MR, Yoon T, Riew KD. Cervical Radiculopathy. J Am Acad Orthop Surg. 2007 Aug;
15(8): 486-94
8. Roenn JHV, Paice JA, Preodor ME. Current diagnosis & treatment pain. 1st ed.
Washington: Mc Graw Hill; 2006.
9. Young IA, Michener LA, Cleland JA, Aguiler AJ, Synder AR. Manual therapy, exercise,
and traction for patients with cervical radiculopathy: A randomized clinical trial. Journal
of the American Physical Therapy Association. 2009 May 21; 89(7): 632-42.
10. Kenyon, J & Kenyon, K. 2006. The Fhysiotherapist’s Pocket Book, ChurchillLivingstone,
London.
11. Susilo WA. Pengaruh terapi modalitas dan terapi latihan terhadap penurunan rasa nyeri
pada pasien cervical root syndrome di RSUD. DR. Moewardi Surakarta. Skripsi. FK
Universitas Sebelas Maret. Surakarta. 2010.
23