Anda di halaman 1dari 40

REFERAT

ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI


SCOLIOSIS

Pembimbing :
dr. Marcus Antonius Sp.KFR

Penyusun :
Muhammad Reyhan Arsya 20190420008

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH
SURABAYA
2019

LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb., Salam Sejahtera, Om Santi Santi Om, Namo


Buddhaya.

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang maha Esa, karena atas berkat
dan rahmat-Nya. Penulis telah menyelesaikan penulisan referat “Scoliosis”.

Penulisan referat ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan
program pendidikan profesi dokter pada Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah
Surabaya yang dilaksanakan di RSAL Dr. Ramelan Surabaya. Ucapan terimakasih
penulis sampaikan kepada seluruh dokter pembimbing, khususnya kepada dr. Marcus
Antonius Sp.KFR, dan kepada semua pihak terkait yang telah membantu dalam
penyelesaian laporan referat ini.

Tulisan laporan referat ini masih jauh dari sempurna. Dengan kerendahan hati,
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya dan mengharapkan kritik dan saran yang
membangun. Semoga tulisan laporan referat ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Wassalamualaikum Wr. Wb., Salam Sejahtera, Om Santi Santi Om, Namo


Buddhaya.

Surabaya, 05 Desember 2019

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN
JUDUL.......................................................................................................................i

LEMBAR
PENGESAHAN...........................................................................................................ii

KATA
PENGANTAR..................................................................................................................ii
i

DAFTAR
ISI...............................................................................................................................iv

BAB 1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1

BAB 2 TINJAUAN
PUSTAKA.....................................................................................................2

2.1
Definisi.....................................................................................................................13

2.2
Epidemiologi............................................................................................................14

2.3
Etiologii....................................................................................................................14

2.4
Patogenesis.............................................................................................................14

2.5 Gejala
kliis...............................................................................................................15

2.6
Laboratorium...........................................................................................................16

2.7 Diagnosis
Banding...................................................................................................19

2.8
Tatalaksana.............................................................................................................21

2.9
Komplikasi.............................................................................................................22

2.10
Prognosis..............................................................................................................22
DAFTAR
PUSTAKA.................................................................................................................24
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Skoliosis masih belum akrab di telinga masyarakat Indonesia. Tetapi bukan
berarti kelainan tulang belakang (skoliosis) itu tak ada di Tanah Air. Pasalnya, pakar
kesehatan mengatakan sebanyak 2% dari suatu populasi penduduk mengalami
skoliosis. Sebanyak 10% dari kelompok penyandang skoliosis itu tergolong berat.

Skoliosis berasal dari bahasa Yunani yaitu “Crookednes” atau kebengkokan.


Skoliosis mempengaruhi ikatan sendi dan otot yang mengenai tulang belakang, yang
menyebabkan tulang belakang, tulang rusuk dan tulang panggul bengkok. Banyak
penyebab yang berbeda dari scoliosis. Sebagian besar deformitas skoliosis adalah
idiopatik (penyebab tidak diketahui). Namun yang lain dapat kongenital disertai dengan
gangguan atau sindroma neuromuscular, atau kompensator dari ketidakcocokan
panjang kaki atau kelainan intraspinal.

Jenis skoliosis sangat banyak. Namun dari banyak jenis itu, terdapat skoliosis
yang disebut idiophatic scoliosis atau skoliosis idiofatik. Idiofatik berasal dari dua kata
‘idiot’ yang berarti tidak tahu. Kata fatik dari fatologi yang berarti kelainan. Jadi skoliosis
idiofatik berarti suatu keadaan yang tidak diketahui penyebabnya kenapa tulang
belakang atau punggung orang mengalami pembengkokan. Skoliosis bukanlah
penyakit. Skoliosis tak berbeda bentuk telinga satu orang yang berbeda dengan
sebagian besar orang. Tetapi masalahnya, ada skoliosis yang mengalami progres. Data
menunjukkan sebanyak 10% dari penyandang skoliosis yang mengalami progres.
Kebanyakan pasien dengan skoliosis diobati tanpa melalui tindakan operasi, walaupun
terkadang operasi dibutuhkan. Pengobatan skoliosis lebih efektif bila penyebab
diketahui lebih dini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI

Tulang belakang atau kolumna vertebra berlokasi di bagian sentral atau


posterior dari tubuh. Merupakan bagian yang penting dari tubuh dan memiliki banyak
fungsi. Tulang belakang sangat diperlukan sebagai pembentuk struktur tubuh,
flexibilitas, menyokong dan pergerakan dari tubuh. Pergerakan dengan melekat
pada otot di bagian belakang, yang berada di bagian posterior tulang iga.Tulang
belakang juga berfungsi untuk menutupi dan melindungi sum-sum tulang.
Skoliosis berasal dari kata Yunani yang berarti lengkungan, mengandung arti
kondisi patologi. Merupakan deformitas tulang belakang yang menggambarkan
deviasi vertebra ke arah lateral dan rotasional. Skoliosis didefinisikan sebagai

kelengkungan tulang belakang ke arah lateral yang memiliki sudut Cobb lebih dari 10o.
Kelengkungan yang abnormal tersebut bisa terjadi karena kelainan kongenital,
kelainan pembentukan tulang atau kelainan neurologis, tapi pada sebagian kasus
bersifat idiopatik.
2.2 Anatomi dan Struktur Tulang Belakang

Susunan anatomi atau struktur tulang belakang terdiri dari :

a. Tujuh vertebra servikal atau ruas tulang bagian leher yang


membentuk daerah tengkuk.

b. Dua belas vertebra torakalis atau ruas tulang punggung yang


membentuk bagian belakang torax atau dada.

c. Lima vertebra lumbalis atau ruas tulang pinggang yang membentuk daerah
lumbal atau pinggang.

d. Lima vertebra sakralis atau ruas tulang kelangkang yang membentuk


sakrum atau tulang kelangkang.

e. Empat vertebra kosigeus atau ruas tulang tungging atau ekor yang
membentuk tulang ekor.
Gambar Struktur Tulang Belakang

Lengkung ruas tulang bagian leher melengkung ke depan, lengkung ruas tulang
dada ke arah belakang, daerah pinggang melengkung ke depan dan pelvis atau
kelangkang lengkungannya kearah belakang.

Gambar Lengkung Ruas Tulang Belakang


Vertebra servikalis atau ruas tulang leher adalah yang paling kecil
dibandingkan dengan ruas tulang lainnya, ciri dari ruas tulang punggung adalah
semakin ke bawah semakin membesar dilihat dari segi ukurannya yang memuat
persendian untuk tulang iga. Ruas tulang pinggang adalah yang terbesar dibandingkan
dengan badan vertebra lainnya. Sakrum atau tulang kelangkang terletak di bagian
bawah tulang belakang dengan bentuk segitiga, dan ruas tulang ekor terdiri dari 4 atau
5 vertebra yang bergabung menjadi satu dan letaknya berada di bagian paling bawah
dari tulang belakang atau spine. Ruas-ruas tulang belakang diikat oleh serabut yang

dinamakan dengan ligament.

Tulang belakang dapat patah akibat dari pukulan keras atau rusak karena faktor
kecelakaan atau faktor usia, selain itu tulang belakang juga dapat mengalami kelainan
seperti lengkungan tulang dada yang berlebihan mengakibatkan bongkok atau kifosis,
lengkung lumbal atau pinggang yang belebihan mengakibatkan lordosis, dan
bengkoknya ruas tulang punggung dan pinggang yang mengarah ke arah samping kiri
atau kanan yang disebut dengan Scoliosis.

2.2 DEFINISI
Skoliosis adalah suatu kelainan bentuk pada tulang belakang dimana terjadi
pembengkokan tulang belakang ke arah samping kiri atau kanan. Kelainan skoliosis ini
sepintas terlihat sangat sederhana. Namun apabila diamati lebih jauh sesungguhnya
terjadi perubahan yang luarbiasa pada tulang belakang akibat perubahan bentuk tulang
belakang secara tiga dimensi, yaitu perubahan sturktur penyokong tulang belakang
seperti jaringan lunak sekitarnya dan struktur lainnya.
Skoliosis ini biasanya membentuk kurva “C” atau kurva “S”. Sebanyak 75-85%
kasus skoliosis merupakan idiofatik, yaitu kelainan yang tidak diketahui penyebabnya.
Sedangkan 15-25% kasus skoliosis lainnya merupakan efek samping yang diakibatkan
karena menderita kelainan tertentu, seperti distrofi otot, sindrom Marfan, sindrom Down,
dan penyakit lainnya. Berbagai kelainan tersebut menyebabkan otot atau saraf di sekitar
tulang belakang tidak berfungsi sempurna dan menyebabkan bentuk tulang belakang
menjadi melengkung.

18
2.3 KLASIFIKASI
Secara sederhana Scoliosis pada umumnya dibagi atas dua kategori
diantaranya adalah Scoliosis Struktural dan Non Struktural.

1. Skoliosis Struktural
Terjadi kelengkungan atau rotasi tulang belakang ke arah samping pada satu sisi dan
termasuk jenis skoliosis terburuk oleh karena dapat menjadi progresif.
Skoliosis struktural dibagi menjadi :
a) Idiopatik skoliosis
b) Congenital
c) Neuromuskular

2. Skoliosis Non Struktural


Terjadi kelengkungan namun tidak terfiksasi dan tidak progresif. Skoliosis fungsional
ini adalah skoliosis sekunder terhadap ketidaksesuaian panjang lengan .

2.4 DESKRIPSI KURVA


a. Arah scoliosis ditentukan berdasarkan letak apexnya.
b. Kurva mayor/kurva primer adalah kurva yang paling besar, dan biasanya
struktural. Umumnya pada scoliosis idiophatic terletak antara T4 s/d T12
c. Kurva kompensatori adalah kurva yang lebih kecil, bisa kurva struktural
maupun non struktural. Kurva ini membuat bahu penderita sama tingginya.
d. Kurva mayor double, disebut demikian jika sepadan besar dan keparahannya,
biasanya keduanya kurva struktural.
e. Apex kurva adalah vertebra yang letaknya paling jauh dari garis tengah spine.

1. Letak dan Bentuk Kurva


a. Letak kurva bisa di cervical, thoracal, lumbal, atau beberapa area
b. Bentuk kurva
 Kurva C : umumnya di thoracolumbal, tidak terkompensasi, kemungkinan
karena posisi asimetri dalam waktu lama, kelemahan otot, atau sitting
balance yang tidak baik.

19
 Kurva S : lebih sering terjadi pada scoliosis idiophatic, di thoracal kanan dan
lumbal kiri, ada kurva mayor dan kurva kompensatori, umumnya struktural

2. Derajat Scoliosis
a. Derajat scoliosis tergantung pada besar sudutnya dan besar rotasinya. Makin
berat derajat scoliosis makin besar dampaknya pada sistim kardiopulmonal.
b. Teknik Pengukuran Scoliosis
 Pengukuran sudut kurva dilakukan dengan metode Cobb atau Risser-
Ferguson.
 Pengukuran rotasi vertebra dengan menilai x-raynya dibagi menjadi 4
tingkat.
20
21
Gambar Pengukuran kurva dan rotasi scoliosis

3. Klasifikasi dari derajat kurva scoliosis


a. Scoliosis ringan : kurva kurang dari 20 º
b. Scoliosis sedang : kurva 20 º – 40 º /50 º. Mulai terjadi perubahan struktural
vertebra dan costa.
c. Scoliosis berat : lebih dari 40 º /50 º. Berkaitan dengan rotasi vertebra yang
lebih besar, sering disertai nyeri, penyakit sendi degeneratif, dan pada sudut
lebih dari 60 º - 70 º terjadi gangguan fungsi kardiopulmonal bahkan
menurunnya harapan hidup.

2.5 EPIDEMIOLOGI
Pada suatu populasi, hampir 2%nya mengalami kelainan tulang belakang, yaitu
skoliosis. Kelainan tulang belakang ini, skoliosis, juga dapat disebabkan secara
kongenital. Jika ada salah satu anggota keluarga mengalami skoliosis, kemungkinan
akan terjadinya skoliosis pada anggota keluarga lain akan semakin besar (sekitar 20%).
22
Dari seluruh kasus skoliosis yang terjadi, 85% di antaranya berupa skoliosis non
reversible, yang penyebabnya tidak diketahui atau disebut juga dengan skoliosis
idiopatik. Skoliosis idiopatik terbagi dalam empat kelompok, yaitu jenis infantile yang
muncul pada bayi sejak lahir hingga usia 3 tahun, jenis juvenile yang terdapat pada
anak usia 3 tahun hingga usia awal pubertas, jenis adolescent yang terdapat pada
remaja usia pubertas hingga akhir pubertas (akhir masa pertumbuhan), dan jenis adult
yang terdapat pada usia di atas 20 tahun.
Sekitar 4% dari seluruh anak-anak usia 10 tahun hingga 14 tahun mengalami
skoliosis. Dan 40% sampai 60% di antaranya ditemukan pada anak perempuan. Pada
remaja wanita juga sering terjadi skoliosis yang menyebabkan nyeri dan radang sendi
punggung.

2.6 ETIOLOGI
1. Kelainan fisik
Ketidak seimbangan pertumbuhan tulang dan otot yang yang mengakibatkan
kecendrungan untuk terjadinya suatu Scoliosis. Ketidak seimbangan otot sekitar
tulang belakang yang mengakibatkan distrosi spinal atau perbedaan otot pada saat
pertumbuhan. Selain itu dapat disebabkan pula oleh gangguan pada tulang kaki,
pinggul atau tulang belakang. Tapi, beberapa orang yang bahunya miring belum
tentu karena Scoliosis, melainkan sekadar kebiasaan saja.
2. Gangguan pada kelenjar Endokrin
Ketidakseimbangan pada hormon yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin, seperti
pituitary dan adrenal sebagai pendorong pertumbuhan otot dan tulang.
3. Faktor Keturunan
Kelainan Scoliosis dapat ditimbulkan oleh gen, artinya bahwa seorang anak dari
penderita Scoliosis memiliki kemungkinan mengidap Scoliosis.
4. Masalah pada Saraf
Masalah pada saraf juga dapat menyebabkan timbulnya Scoliosis. Misalnya, karena
pembentukan urat saraf tulang belakang yang tidak normal dan terdapat
benjolan di sepanjang perjalanan saraf.
5. Faktor Bawaan
Bentuk tulang belakang yang tidak normal atau bisa juga merupakan bentuk yang
didapat, misalnya karena patah atau bergesernya tulang belakang.

23
6. Kebiasaan atau sikap tubuh yang buruk
Kesalahan dalam posisi duduk atau pun dalam posisi tidur secara terus menerus
akan menyebabkan deformasi pada tulang belakang, terutama pada periode
pertumbuhan. Faktor ini pula yang dapat menyebabkan bertambahnya ukuran kurva
pada penderita Scoliosis. Seseorang yang berjalan miring demi mencegah rasa sakit
sebagai akibat kelumpuhan atau luka karena kecelakaan, juga dapat menyebabkan
Scoliosis. Faktor kebiasaan atau kesalahan dalam suatu posisi, seperti posisi duduk
maupun posisi tidur adalah faktor pembentukan Scoliosis pada seorang anak, karena
kebiasaan seperti itu seringkali tidak disadari.

2.7 PATOLOGI
Pada dasarnya penyebab dari timbulnya pembengkokan kurve vertebra ke
lateral dapat dibedakan menjadi 4 macam yaitu:
1. Adanya ketidakseimbangan kekuatan atau kerja otot atau ligamen, anatar
samping satu dengan yang lain, sedangkan hal – hal yang dapat menyebabakan
adanya bermacam – macam, misalnya: (a) adanya spasme otot karena suatu
trauma atau penyakit pada satu samping, (b) adanya kelemahan otot pada satu
samping karena satu gangguan neurologis pada satu samping, (c) adanya
kebiasaan sikap atau kerja yang salah yang menyebabkan otot pada satu
samping menjadi lebih kuat dari samping yang lain.
2. Adanya bentuk yang tidak simetris dari corpus vertebra antara sampinf kiri
dan kanan yang dapat disebabkan oleh: (a) pertumbuhan epiphisis yang tidak
seimbang antara samping satu dengan samping yang lainnya karena tekanan otot
yang berbeda, (b) adanya suatu penyakit tulang yang menyerang satu samping
yang menyebabkan corpus vertebra pada samping tersebut menjadi lebih
keropos dan lebih tipis.
3. Adanya kelainan yang bersifat idiopathic dan congenital.
4. Adanya sciatica yang disebut juga sciatic scoliosis karena pada penderita
sciatic untuk mengurangi rasa nyeri maka penderita akan berusaha membuat
posisi flexi knee dan extensi hip.

2.8 GEJALA

24
1. Gejala Scoliosis
Gejala-gejala yang paling umum dari scoliosis adalah suatu lekukan yang
tidak normal dari spine. Seringkali ini adalah suatu perubahan yang ringan dan
mungkin pertama kali diperhatikan oleh seorang teman atau anggota keluarga.
Scoliosis mungkin menyebabkan kepala nampaknya bergeser dari tengah
atau satu pinggul atau pundak lebih tinggi daripada sisi berlawanannya. Jika
scoliosis adalah lebih parah, ia dapat membuatnya lebih sulit untuk jantung dan
paru-paru untuk bekerja dengan baik. Ini dapat menyebabkan sesak napas dan
nyeri dada.
Pada kebanyakan kasus-kasus, scoliosis adalah tidak menyakitkan,
namun ada tipe-tipe tertentu dari scoliosis yang dapat menyebabkan sakit
punggung.

2. Gejala Awal:
 Kedua pundak memiliki perbedaan tinggi (salah satu tulang pundak lebih
menonjol daripada yang lainnya).
 Kepala tidak sejajar langsung dengan panggul.
 Terlihat dinaikkan/tonjolan pinggul atau punggung (disertai sering sakit kepala,
kram, kesemutan dan gejala lainnya).
 Tulang rusuk di ketinggian yang berbeda.
 Pinggang yang tidak seimbang.
 Sikap berjalannya miring disebabkan pinggulnya tinggi sebelah
 Perubahan Penampilan atau texture kulit disepanjang tulang belakang.
 Condongnya seluruh bagian tubuh ke satu sisi.
 Sesak Napas

25
2. Akibat yang ditimbulkan:

26
o Deformitas berat terjadi terutama kalau tidak diterapi selama masa
pertumbuhan
o Memperburuk penampilan secara drastis
o Gangguan keseimbangan otot seperti nyeri, gampang lelah, kelemahan
otot
o Penyakit sendi degeneratif
o Gangguan kapasitas paru-jantung terutama pada scoliosis berat
o Memperpendek umur terutama pada scoliosis berat.

DIAGNOSIS
a. Anamnesis

Pada Skoliosis dengan kelengkungan kurang dari 200, tidak akan menimbulkan
masalah. Namun, keluhan yang muncul adalah rasa pegal. Sedangkan pada
kelengkungan 20 – 40 derajat, penderita akan mengalami penurunan daya tahan
dalam posisi duduk atau berdiri berlama-lama. Bila lengkungan ke samping terlalu

parah, yaitu ukuran kurva di atas 40° akan menyebabkan kelainan bentuk tulang
belakang yang cukup berat, keluhan akan semakin berat seiring dengan berjalannya
pertumbuhan tulang.
b. Pemeriksaan Fisik

27
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pada posisi berdiri atau membungkukkan
badan ke arah depan atau belakang, kemiringan atau asimeteris dari bahu dan
pelvis, tidak sama panjang antara ukuran kaki kiri dengan kaki kanan.
Tabel Pemeriksaan fisik pada koliosis

Terdapat ciri- ciri penting yaitu :


1. Tulang belakang melengkung secara abnormal ke arah samping.
2. Bahu kanan dan bahu kiri tidak simetris. Bahu kanan lebih tinggi daripada
bahu kiri.
3. Pinggang yang tidak simetris, salah satu pinggul lebih tinggi atau lebih
menonjol daripada yang lain.
4. Ketika membungkuk ke depan, terlihat dadanya tidak simetris.
5. Badan miring ke salah satu sisi, paha kirinya lebih tinggi daripada paha kanan.
6. Ketika memakai baju, perhatikan lipatan baju yang tak rata ,batas celana yang
tak sama panjang.
7. Untuk Skoliosis yg Idiopatik kemungkinan terdapat kelainan yang
mendasarinya, misalnya neurofibromatosis yang harus diperhatikan adalah
bercak “café au lait” atau Spina Bifida yang harus memperhatikan tanda hairy
patches (sekelompok rambut yg tumbuh di daerah pinggang).
8. Pasien berjalan dengan kedua kaki lebar.
9. Perut menonjol.
10. Sedangkan pada kasus yang berat dapat menyebabkan :
a. Kepala agak menunduk ke depan
b. Punggung lurus dan tidak mobile
c. Pangggul yang tidak sama tinggi

28
Kebanyakan pada punggung bagian atas, tulang belakang membengkok ke
kanan dan pada punggung bagian bawah, tulang belakang membengkok ke kiri;
sehingga bahu kanan lebih tinggi dari bahu kiri. Pinggul kanan juga mungkin lebih
tinggi dari pinggul kiri. Selain itu pada inspeksi dapat dilihat bila penderita disuruh
membungkuk maka akan terlihat perbedaan secara nyata ketinggian walaupun dalam
keadaan tegap bisa dalam keadaan normal.
Salah satu pemeriksaan fisik adalah dengan cara “The Adam’s Forward
Bending test”. Pemeriksaan dilakukan dengan melihat pasien dari belakang
yaitu dengan menyuruhnya membungkuk 90° ke depan dengan lengan menjuntai
ke bawah dan telapak tangan berada pada lutut.. Temuan abnormal berupa asimetri
ketinggian iga atau otot-otot paravertebra pada satu sisi. Deformitas tulang iga dan
asimetri garis pinggang tampak jelas pada kelengkungan 30° atau lebih.
Jika pasien dilihat dari depan asimetri payudara dan dinding dada mungkin
terlihat. Tes ini sangat sederhana, hanya dapat mendeteksi kebengkokannya saja
tetapi tidak dapat menentukan secara tepat kelainan bentuk tulang belakang.
Pemeriksaan neurologis (saraf) dilakukan untuk menilai kekuatan, sensasi atau reflex.

Gambar Posisi Bending Untuk Skrining Skoliosis

Secara umum tanda-tanda skoliosis yang bisa diperhatikan pada penderitanya


yaitu:
- Tulang bahu yang berbeda, dimana salah satu bahu akan kelihatan lebih
tinggi dari bahu yang satunya (Elevated Shoulder)

29
- Tulang belikat yang menonjol, sebagai akibat dari terdorongnya otot oleh
kurva primer Scoliosis (Prominent Scapula)
- Lengkungan tulang belakang yang nyata, yang dapat terlihat secara jelas
dari arah samping penderita (Spinal Curve)
- Tulang panggul yang terlihat miring, sebagai penyesuaian dari kurva
Scoliosis

(Uneven Waist)
- Perbedaan ruang antara lengan dan tubuh (Asymmetrical Arm to
Flank Distances)

Pada pemeriksaan fisik penderita biasanya diminta untuk membungkuk kedepan


sehingga pemeriksa dapat menentukan kelengkungan yang terjadi. Pemeriksaan
neurologis dilakukan untuk menilai kekuatan, sensasi atau reflek.

c. Pemeriksaan Penunjang
Pencitraan
Penilaian pasien skoliosis dari segi radiografi dimulai dari sisi anteroposterior
dan lateral dari seluruh tulang belakang . sebagai tambahan, pemeriksaannya
sebaiknya juga termasuk sisi lateral dari lumbal, untuk menilai adanya spondilosis
atau spondilolystesis (prevalensi di populasi secara umum ada sekitar 5%). Kurva
atau kelengkungan skoliosis ini lalu diukur dari sisi AP. Metode yang paling sering
digunakan (digunakan oleh Scoliosis Research Society ) adalah metode Cobb.

1. Metode Cobb

30
Metode Cobb sudah digunakan sejak tahun 1984 untuk mengukur sudut pada
posisi erect PA. Pengukuran dengan sudut Cobb sangat berguna pada pemeriksaan
pasien dengan posisi PA/AP. Sudut Cobb ditemukan dengan menarik garis dari sudut
inferior dan superior vertebrae dari kelengkungan. Sudut tersebut menghubungkan
garis tegak lurus dengan endplates.
Sudut Cobb sangat berguna dalam menentukan beda antara skoliosis dan

asimetris dari vertebrae. Sudut kurang 10° hingga 15° pada sudut Cobb lebih
menunjukkan bahwa telah terjadi asimetris daripada skoliosis. Sudut Cobb juga dapat
memonitor kemajuan koreksi dari kelengkungan selama penggunaan bracing atau
observasi perbaikan. Bagaimanapun, pada pengukuran sudut Cobb tidak bisa
menentukan adanya vertebral rotation atau aligment dari tulang belakang. Metode
lippman-cobb di ambil dan di standarisasi oleh Scoliosis Research Society dan
digunakan untuk mengklasifikasikan jenis kelengkungan skoliosis menjadi tujuh
bagian.

Gambar Metode Lippman-Cobb

Metode Cobb ini memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan metode


lain. Selain itu metode ini lebih tepat bahkan jika pasien diperiksa oleh pemeriksa
lainnya. Selain itu juga masih ada metode lain yaitu metode Risser-Ferguson, yang
lebih jarang digunakan.

Pada awalnya, seseorang harus ditentukan terlebih dahulu apa jenis/tipe dari
kelengkungan pada skoliosisnya tersebut. Lengkungannya bisa jadi akut, seperti yang
terlihat pada fraktur atau hemivertebra. Setiap adanya anomali pada costa atau
vertebre harus dilaporkan. Scoliosis secara umum dapat digambarkan berdasarkan
lokasi kelengkungannya, seperti yang ada digambar berikut ini :

31
Gambar Pola Skoliosis
Pemeriksa seharusnya juga menentukan apakah titik kelengkungan tersebut
mengarah ke kanan atau ke kiri. Jika kelengkungannya ada ada dua, maka masing-
masing harus digambarkan dan diukur.
Untuk menggunakan metode Cobb, pertama kita harus menetukan mana saja
yang merupakan end vertebrae. Masing-masing dari end vertbrae ini adalah yang
dibatasan atas dan bawah dari kelengkungan yang miring paling jauh mengarah ke
kelengkungannya. Jika kita sudah memilih vertebrae tersebut, lalu gambarlah garis
sepanjang endplate bagian atas dan bawah, sebagimana digambarkan dibawah ini.

Gambar Pengukuran Skoliosis Berdasarkan Metode Cobb

Jika ujung endplate sulit dinilai, maka garis ini dapat digambarkan disepanjang
atas dan bawah dari pedikel. Sudut yang didapatkan adalah sudut yang terdapat
diantara dua garis tersebut. namun, jika sudut yang terbentuk itu kecil, bisa saja
kedua garis tersebut berpotongan di gambarnya saja, seperti Downtown Seattle.
Pada saat melaporkan penghitungan sudut skoliosis ini maka kita harus menerangkan
bahwa metode yang dipakai dalam pengukuran ini adalah metode Cobb dan juga
32
mana ujung-ujung dari vertebrae yang telah kita pilih unutk diukur. Peranannya disini
adalah jika kita telah memilih vertebrae tersebut, maka kita harus menggunakan
vertebrae yang sama dalam proses follow up selanjutnya, agar hasil yang didapatkan
lebih tepat dan pasti dalm menilai kemajuan atau perbaikan yang ada. Sekali
seseorang telah diukur kelengkungannya, lalu dapat diperkirakan derajat rotasi
(perputaran) dari vertebre pada apexnya dengan melihat hubungan dari pedikel ke
garis tengahnya (midline).

Gambar Pengukuran perputaran (rotasi) dari pedikel pada skoliosis.


Pada gambar A. Menunjukkan neutral position (tidak ada rotasi) gambar B
merupakan derajat 1 gambar C derajat 2 gambar D derajat 3 dan gambar E derajat
4. Pada posisi frontal terlihat kelengkungan tulang belakang ke arah lateral, yang
berhubungan dengan terbelah pada garis imajiner dan sebagian vertebra pada sisi
lengkung yang terpisah ke arah luar, kedua dan didalam atau garis tengah ketiga
(garis vertikal pada A-E).

Yang berguna bagi tim bedah adalah gambaran lateralnya, yang digunakan
untuk menilai derajat rigidaitas atau kekakuan dan fleksibelitas dari kelengkungan
tersebut. Pada gambar dibawah ini dapat dinilai bahwa kelengkungan yang utama atau
pangkalnya adalah dari thorakal (thorakal curve) dengan lumbal sebagai lanjutannya.

Gambar “Bending Film” Dapat Membedakan Skoliosis Structural


Dan Non Struktural

2.Metode Ferguson

33
Metode Ferguson merupakan metode lain dalam pencitraan yang bisa
digunakan dalam menentukan kelengkungan yang merupakan kelengkungan primer
vertebrae ataupun lanjutan dari kelengkungan tersebut. Metode Ferguson tidak bisa
menentukan ada atau tidak ada bungkuk pada pasien. Pasien harus bisa berdiri atau
tidak bisa duduk. 2 Posisi dapat ditentukan melalui posisi yang pertama posisi PA
berdiri tegap sehingga dapat terlihat seluruh tulang belakang pada hasil foto (atau
paling kurang regio thorak dan lumbal) dan pasien yang diberi bantuan untuk posisi
tersebut. Kedua, pasien diminta untuk berdiri dengan 1 kaki dan dielevasikan 2 hingga
4 inchi pada sandaran. Elevasi kaki harus menghadap sisi lengkung dari
kelengkungan tulang belakang pasien. Pada PA dengan posisi terlungkup
merupakan hambatan pada pasien. Maka pada kedua posisi tersebut dapat dibantu
dengan mengelevasikan kaki pasien.
Keuntungan pada metode Ferguson adalah bisa mendeteksi adanya
kelengkungan yang sekunder pada pasien yang tidak bisa berdiri tegap tapi bisa
duduk tegap. Pada pasien yang duduk, diberikan bantalan 3 hingga 4 inchi yang
diletakkan pada bokong pasien yang menghadap ke arah sisi lengkung dari
kelengkungan tulang belakang pasien. Ini akan cukup untuk mengelevasikan dan
dapat menunjukkan koreksi kelengkungan dengan posisi PA tersebut.

Gambar Proyeksi dengan posisi PA berdiri memperlihatkan 2 kelengkungan


tulang belakang : kelengkungan lumbal primer 42 o dan lanjutan dari
kelengkungan 16o berlokasi pada superior kelengkungan primer.

3. Metode Lingmann- Cobb


Metode lignman-cobb untuk derajat rotasi mengunakan prosesus spinosus
sebagai titik acuan. Normalnya prosesus spinosus terlihat pada titik tengah dari corpus
34
vertebrae jika tidak ada rotasi, jika terdapat rotasi maka prosesus spinosus akan
bergeser melalui titik kelengkungan kurva metode Moe untuk derajat rotasi
menggunakan simetrisias pedikulus sebagai titik acuannya dengan pergeseran
pedikulus menandakan adanya rotasi vertebrae.

4. Metode Adam Greenspan


Teknik terbaru untuk mengukur derajat skoliosis diperkenalkan oleh Adam
Greenspan Andis pada tahun 1978 dimana lebih akurat dalam mengukur deviasi
setiap vertebrae. Teknik ini disebut “scolioti index” mengukur setiap deviasi vertebrae
dari garis spinal, yang ditentukan melalui titik pada pusat vertebre, diatas vertebre
yang diatasnya,atau dipusat dari vertebre yang dibawahnya. Teknik ini berguna
saat mengevaluasi segmen singkat atau kelengkungan minimal,yang sering sulit
untuk diukur dengan metode yang ada dan tambahan untuk mengukur kelengkungan
scoliosis.

35
.Gambar Indeks Skoliosis

4. Metode Nash-oe

Poin lain yang tak kalah penting untuk dinilai dalam pemeriksaan radiologi
adalah menentukan kematangan rangka pasien secara fisiologis. Sebagaimana yang
telah disebutkan diatas, jika kematangan tulang seseorang telah sempurna, dengan
derajat skoliosis kurang dari 30 derajat, tidak dapat menunjukkan perbaikan yang
bermakna. Untuk itu, sering pada kasusu seperti ini disarankan untuk memberhentikan
follow-up ataupun terapinya. Oleh karena itu, skrining skoliosis sangat dianjurkan pada
saat anak-anak.

Beberapa metode dapat digunakan untuk menilai kematangan tulang . posisi


AP dari tangan kiri dan sendi pergelangan tangan dapat dibandingkan dengan
standardnya yang bisa dilihat di atlas. Karena Krista iliaca bisanya digunakan
dalam penelitian skoliosis, maka indeks kematangan rangka juga sudah ditetapkan.
Jika apophyse krista iliaca telah bertemu dengan sacroiliaca junction, dan telah
menempel dengan ilium, maka sudah hampir dapat dipastikan bahwa
kematangannya sudah komplit atau sempurna.

Gambar Penentuan Kematangan Tulang Rangka

36
Selain itu, bukti kematangan bisa juga dinilai dari tulang vertebraenya
sendiri. Jika endplatesnya telah bergabung dengan corpus vertebrae dan
membentuk suatu kesatuan yang solid, maka artinya kematangannya juga seudah
sempurna.

Gambar Penentuan Kematangan Vertebrae

Faktor yang tidak kalah penting untuk menentukan skoliosis adalah


menentukan kematangan tulang rangka. Ini penting untuk prognosis dan pengobatan
dari skoliosis, terutama untuk skoliosis tipe idiopatik, karena adanya progresivitas dari
pertumbuhan derajat skoliosis selama tulang tersebut belum mencapai kematangan
yang sempurna. Umur rangka (skeletal age) dapat ditentukan dengan
membandingkan radiografi dari tangan pasien, dengan standar tertentu pada tiap-tiap
umur, yang bisa dilihat di atlas radiografi. Ini juga bisa dinilai melalui observasi radiologi
dari ossifikasi dari tulang apophysis pada cincin vertebrae (vertebral ring), atau dari
ossifikasi pada apophysis iliaka.

Gambar Maturitas Dari Tulang


5. Menentukan skoliosis dari ujung vertebrae.

Identifikasi dari ujung kelengkungan dari tulang belakang sangat tepat


menentukan tipe kelengkungan, menentukan cara mengkoreksi dan menentukan
tingkat penyatuan dari tulang belakang. Ujung dari vertebra atau diskus dengan rotasi
yang bermakna atau deviasi dari bagian tengah kolumna vertebra. Bagian akhir
dari vertebrae yang mengalami kemiringan maksimal pada ujung dari kelengkungan
dan menentukan jumlah sudut Cobb. Neutral vertebrae atau vertebra yang normal

37
akan memperlihatkan gambaran tidak ada rotasi pada radiografi posisi frontal (PA atau
AP) dengan pedikel yang normal dan simetris. Neutral vertebrae memiliki
kelengkungan yang sama pada bagian proksimal maupun distal.
Vertebrae yang stabil membelah atau sedikit terbelah pada garis vertikal di
sakrum atau Central Sacral Line (CSVL). CSVL garis vertikal yang dibentuk dari garis
lurus ke garis tangen yang digambarkan sepanjang bagian atas krista iliaka di
radiografi. Ini dapat membagi dua sakrum.

6. Metode King dan Lenke


CSVL pada radiografi menunjukkan adanya ketidakstabilan pada vertebra.
Mengevaluasi keseimbangan bagian coronal vertebrae dan menentukan tipe
dari kelengkungan dengan menggunakan metode King dan Lenke.
Garis tegak lurus merupakan garis vertikal ke arah bawah dari bagian tengah
vertebral body servikal 7, berhubungan pda ujung lateral di radiografi. Ini digunakan
untuk mengevaluasi coronal balance dan standing frontal radiografi dan
keseimbangan sagital pada standing lateral radiografi. Coronal balance adalah
evaluasi dengan menjumlahkan jarak antara CSVL dan garis tegak lurus, dan sagital
balance adalah evaluasi dengan menjumlahkan jarak antara bagian posterosuperior
dari vertebral body sakral 1 dan garis tegak lurus. Ukuran coronal dan sagital,
menunjukkan abnormal bila jarak lebih dari 2cm. Pada ukuran coronal balance, garis
tegak lurus berlokasi di kanan dari CSVL yang menunjukkan reflek positif pada coronal
balance, dimana garis tegak lurus yang berloksi di kanan dari CSVL menunjukkan
reflek negatif dari coronal balance. Ukuran dari sagital balance, garis tegak lurus
berada di anterior hingga posterosuperior bagian dari badan sakral
1 yang menunjukan reflek positif pada sagital balance, dimana garis tegak
lurus dari posterior hingga bagian posterosuperior dari badan sakral 1 yang
menunjukkan reflek negatif dari sagital balance.

Secara umum dapat diterima bahwa kelengkungan dibawah 50 derajat harus


diterapi secara konservatif. Pengobatan untuk mengatasi kelengkungan ini terdiri dari
chiropractic care dan adjunctive exercises. Jika kelengkungannya lebih dari 50 derajat,
maka diperlukan konsultasi ke ortopedi untuk kebaikan pasien dan pencegahan
malpraktik bagi dokter.

38
Gambar Struktural Dan Nonstruktural Kelengkungan Pada
Perempuan 14 Tahun Dengan Skoliosis.

Pada gambar a merupakan posisi AP berdiri tegak pada radiografi yang terlihat
dextroscoliosis pada upper thoracic level (segmen spinal antara garis putus-putus

; sudut Cobb 58,8o) dan levoskoliosis pada level thorakolumbal (segmen spinal
antara garis yang tidak putus-putus; sudut Cobb, 32,6°).
Pada gambar b merupakan posisi membungkuk ke kanan yang

memperlihatkan sudut Cobb adalah 32o (>25o) dengan kelengkungan ke arah


kanan pada upper thoracic level, mengindikasikan merupakan kelengkungan yang
structural.
Pada gambar c merupakan posisi membungkuk ke kiri memperlihatkan sudut

Cobb 15o(<25o) dengan kelengkungan ke arah kiri pada level thorakolumbal


mengindikasikan merupakan kelengkungan yang nonstruktural.

39
Gambar Pengukuran Pada Garis Koronal Dan Sagital Dari Vertebra
Pada Berdiri Lurus Pada Radiografi Perempuan Usia 11
Tahun.

Pada gambar a terlihat radiografi yang memperlihatkan jarak (panah) 1,8cm


dari garis tegak lurus (garis putus-putus) menggambarkan penurunan dari bagian
tengah vertebral body cervikal 7 berhubungan dengan ujung lateral radiografi dan
CSVL (garis tidak putus-putus). Adanya sedikit jarak menandakan ketidakseimbangan
bagian atas (≥ 2cm).

Pada gambar b didapatkan radiografi dengan jarak yang memendek (panah) antara
garis tegak lurus (garis putus-putus) dan bagian posterosuperiot dari vertebral body
sakral 1 (panah atas) adalah 1,7cm kurang dari ketidakseimbangan sagital.

TATA LAKSANA
Jenis terapi yang dibutuhkan untuk skoliosis tergantung pada banyak faktor. Sebelum
menentukan jenis terapi yang digunakan, dilakukan observasi terlebih dahulu. Terapi
40
disesuaikan dengan etiologi,umur skeletal, besarnya lengkungan, dan ada tidaknya
progresivitas dari deformitas. keberhasilan terapi sebagian tergantung pada deteksi dini
dari skoliosis.
a. Obat
Tujuan pemberian obat adalah untuk mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri
dan kemungkinan infeksi baik dari alat ataupun pembedahan, bukan untuk
mengobati skoliosis.
Obat yang digunakan antara lain :
1. Analgesik : Asam Asetil Salisilat 3 x 500 mg ; paracetamol 3 x 500 mg;
Indometacin 3 x 25 mg.
2. NSAID (Non Steroid Anti Inflamation Drug)
b. Fisioterapi
1. Terapi panas dengan cara mengompres
2. Alat penyangga, digunakan untuk scoliosis dengan kurva 25 – 40 derajat
dengan skeletal yang tidak matang (immature). Alat penyangga tersebut
antara lain :
a. Penyangga Milwaukee
Alat ini tidak hanya mempertahankan tulang belakang dalam posisi lurus
tetapi alat ini juga mendorong pasien agar menggunakan otot-ototnya
sendri untuk menyokong dan mempertahankan proses perbaikan
tersebut. Penyangga harus diapakai 23 jam sehari. Alat penyangga ini
harus terus digunakan sampai ada bukti objektif yang nyata akan adanya
kematangan rangka dan berhentinya pertumbuhan tulang belakang
selanjutnya.

41
Gambar Alat Penyangga Milwaukee untuk meluruskan tulang belakang
pada anak yang bertumbuh.
b. Penyangga Boston
Suatu penyangga ketiak sempit yang memberikan sokongan lumbal atau
torakolumbal yang rendah. Penyangga ini digunakan selama 16-23 jam
sehari sampai skeletalnya matur. Terapi ini bertujuan untuk mencegah
dan memperbaiki deformitas yang tidak dikehendaki pasien.

Gambar Alat Penyangga Boston dapat digunakan pada scoliosis bagian


lumbal atau torakolumbal
c. Terapi Stimulasi Otot-Otot Skoliosis

42
Kunci dari terapi ini adalah rehabilitasi dari otot dan ligament yang
menyangga tulang belakang. Rehabilitasi otot harus melalui sistem saraf
pusat dengan tujuan agar pasien dapat meningkatkan kekuatan otot
sehingga otot dapat menyangga tulang belakang dengan posisi yang
benar tanpa bantuan alat penyangga.

3. Tindakan Pembedahan
Umumnya jika kelengkungan lebih dari 40 derajat dan pasien skeletalnya
immature, operasi di rekomendasikan. Lengkung dengan sudut besar
tersebut, progresivitasnya meningkat secara bertahap, bahkan pada masa
dewasa. Tujuan terapi bedah dari scoliosis adalah memperbaiki deformitas
dan mempertahankan perbaikan tersebut sampai terjadi fusi vertebrata.
Beberapa tindakan pembedahan untuk terapi scoliosis antara lain :
a. Penanaman Harrington Rods (batangan Harrington)
Batangan Harrington adalah bentuk peralatan spiral yang dipasang
melalui pembedahan yang terdiri dari satu atau sepasang batangan
logam untuk meluruskan atau menstabilkan tulang belakang dengan
fiksasi internal. Peralatan yang kaku ini terdiri dari pengait yang terpasang
pada daerah mendatar pada kedua sisi tulang vertebrata yang letaknya
ditas dan dibawah lengkungan tulang belakang.

43
Keuntungan utama dari penggunaan Harrington adalah dapat
mengurangi kelengkungan tulang belakang kearah samping (lateral),
pemasangannya relative sederhana dan komplikasinya rendah. Kerugian
utamanya adalah setelah pembedahan memerlukan pemasangan gips
yang lama. Seperti pemasangan pada spinal lainnya, batangan
Harrington tidak dapat dipasang pada penderita osteoporosis yang
signifikan.

b. Pemasangan peralatan Cotrell – Dubousset


Peralatan Cotrel Dubouseet meliputi pemasangan beberapa batangnan
dan pengait untuk menarik, menekan, menderotasi tulang belakang. Alat
yang dipasang melintang antara kedua batangan untuk menjaga tulang
belakang lebih stabil. Pemasangan alat ini harus dilakukan oleh dokter
ahli bedah yang berpengalaman.

44
PROGNOSIS
Prognosis tergantung kepada penyebab, lokasi dan beratnya kelengkungan.
Semakin besar kelengkungan skoliosis, semakin tinggi resiko terjadinya progresivitas
sesudah masa pertumbuhan anak berlalu.
Skoliosis ringan yang hanya diatasi dengan brace memiliki prognosis yang baik
dan cenderung tidak menimbulkan masalah jangka panjang selain kemungkinan
timbulnya sakit punggung pada saat usia penderita semakin bertambah.
Penderita skoliosis idiopatik yang menjalani pembedahan juga memiliki
prognosis yang baik dan bisa hidup secara aktif dan sehat.
Penderita skoliosis neuromuskuler selalu memiliki penyakit lainnya yang serius
(misalnya cerebral palsy atau distrofi otot). Karena itu tujuan dari pembedahan biasanya
adalah memungkinkan anak bisa duduk tegak pada kursi roda.
Bayi yang menderita skoliosis kongenital memiliki sejumlah kelainan bentuk yang
mendasarinya, sehingga penanganannyapun tidak mudah dan perlu dilakukan
beberapa kali pembedahan.

45
46
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Skoliosis merupakan kelainan yang sering ditemukan pada anak-anak dan remaja yang
menyebabkan disabilitas baik secara fungsional maupun kosmetik. Pena- talaksanaan
pada kasus skoliosis meliputi observasi, pemberian modalitas, penggu- naan orthosis,
latihan, dan operasi. Dengan deteksi dini pada pasien yang dicurigai menderita
skoliosis dan penatalaksanaan yang tepat, prognosis pasien skoliosis dapat
ditingkatkan.
3.2 Saran
a. Perlunya pemahaman mengenai gejala klinis dan kriteria diagnosis agar tidak
terjadi kesalahan dalam penegakan diagnosis sehingga penangannya menjadi
lebih tepat dan adekuat.
b. Perlunya pemahaman mengenai penatalaksanaan sehingga dapat menurunkan
angka mortalitas dan morbiditaas.
c. Perlunya informasi mengenai scoliosis kepada masyarakat

47
DAFTAR PUSTAKA

Cucurullo SJ, editor. Physical Medicine and Rehabilitation Board Review. New York: Demos
Medical Publishing, 2004; p.281-3.
Lau K. Scoliosis: Literature review of current treatment modalities and exercise
therapy [serial online]. [cited 2012 Feb 5]. Available from:
http://spinal.com.sg/articles/ThesisScolio
sisAndExercise.pdf
Rossi R, Alexander M. Pediatric Rehabilitation. In: Cucurullo SJ, editor. Physical
Medicine and Rehabilitation Board Review. New York: Demos Medical Publishing,
2004; p.665-7.
Murphy K, Wunderlich CA, Pico EL, Driscoll SW, Moberg-Wolff E, Rak M, et al.
Orthopaedic and musculoskeletal condition. In: Alexander MA, Matthews DJ (editors).
Pediatic Rehabilitation Principles and Practice (Fourth Edition). New York: Demos Medical
Publishing, 2010; p. 397-405.
5. Iunes DH, Cecilio MBB, Dozza MA, Almeida PR. Quantitative photogrammetric
analysis of the Klapp method for treating idiopathic scoliosis. Rev Bras Fisioter.
2010;14(2):133-40.
6. Lyon Brace [homepage on the Internet].
2008 [cited 2012 Feb 5]. Available from: http://bracingscoliosis.com/ lyon.aspx
7. LaRusso L. Scoliosis [homepage on the Internet]. Nodate [cited 2012 Feb 5]. Available
from: http://doctors-hospital. net/util/documents/Scoliosis.pdf
8. Texas Health Resources. Scoliosis [homepage on the Internet]. Nodate [cited
2012 Feb 17]. Available from: http://www.texashealth.org/body.cfm?i d=3576
9. Machida M. Causes of idiopathic scoliosis.
Spine 1999;24:2576-83.
10. Kuester V. Idiopathic Scoliosis [homepage on the Internet]. Nodate [cited 2012 Jan
17]. Available from: http://w3.cns. org/university/pediatrics/Scoliosis.html
11. Wong YC, Yau AC, Low WD, Chin NK, Lisowski FP. Ultrastructural changes of the back
muscles of idiopathic scoliosis. Spine. 1977;2:251-60.

48
12. Nachemson AL, Sahlstrand A. Etiologic factors in adolescent idiopathic scoliosis. Spine.
1977;2:176-84.
13. Reuber M, Schultz A, McNiell T, Spencer D. Trunk muscle myoelectric activities in
idiopathic scoliosis. Spine.
1983;8:447-56.
14. Romano M, Minozzi S, Bettany-Saltikov J, Zaina F, Chockalingam N, Kotwicki T, et al.
Exercises for adolescent idiopathic scoliosis (Protocol). The Cochrane Library. Issue
4. New Jersey: JohnWiley & Sons, Ltd.; 2012.
15. Paul SM. Scoliosis and other spinal
deformities. In: DeLisa JA, Frontera FW, Gans BM, Walsh NE, Robinson LR, editors.
Physical Medicine and Rehabilitation: Principles and Practice (Fourth Edition). Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins, 2005; p. 679-97.
16. Scoliosis Australia. About scoliosis –
causes, symptoms, treatment information for patients and parents [homepage on the
Internet]. Nodate [cited 2012 Feb 17]. Available from: http://www.scoliosisaustralia.org/scolio
sis/about_scoliosis.html
17. Judarwanto W. Gangguan bentuk tulang punggung: Skoliosis [homepage on the
Internet]. Nodate [cited 2012 Feb 5]. Avaiable from: www.korananak
indonesia.wordpress.com
18. Schwend, RM, Hennrikus W, Hall JE, Emans JB. Childhood scoliosis: Clinical
indications for magnetic

resonance imaging. J Bone Joint Surg


Am. 1995;77(1):46-53.
19. Cailiet R. Scoliosis. Philadelphia: F.A.
Davis Company; 1975.
20. Emans JB, Hedequist D, Miller R, Cassella M, Hresko MT, Karin L, et al. Reference
Manual for the Boston Scoliosis Brace. Boston Brace International, Inc. 2003
21. Rivard CH, Coillard C. SpineCor System
[monograph online]. Nodate [cited
2012 Feb 27]. Available from: http://www.srs.org/professionals/educat
ion_materials/SRS_bracing_manual/sec tion13.pdf

49
22. Negrini S, Antonini G, Carabalona R, Minozzi S. Physical exercises as a treatment for
adolescent idiopathic scoliosis. A systematic review. Pediatric Rehabilitation. 2003;6(3-4):
227-35.
23. Thamrinsyam H. Terapi latihan skoliosis pola “X”. Simposium Gangguan Tulang
Belakang. Manado, 2001.
24. Robinson CM, McMaster MJ: Juvenile IS: Curve pattern and prognosis in 109 patients.
J Bone Jt Surg. 1996;78-
A:1140-48.
25. Moore DP, Tilley E, Sugg P. Spinal orthoses. In: Braddom RL, editor. Physical
Medicine & Rehabilitation
(Fourth Edition). Philadelphia: Saunders; 2011; p.359-71.
26. Rinsky LA, Gamble JG. Adolescent
idiopathic scoliosis. West J Med.
1988;148:182-91.

50

Anda mungkin juga menyukai