Anda di halaman 1dari 20

Case Report Session

Fraktur tibia fibula dextra segmental displaced


terbuka grade 3A

OLEH
Poppy Permata Putri
1210312013

PRESEPTOR
dr. Delsi Hidayat, Sp.BO

BAGIAN ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUD DR. ACHMAD MUCHTAR BUKITTINGGI
2016

BAB 1
PENDAHULUAN
Fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan yang
terstandar untuk mengurangi resiko infeksi. Selain mencegah infeksi juga diharapkan terjadi
penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak. Beberapa hal yang penting untuk
dilakukan dalam penanggulangan fraktur terbuka yaitu operasi yang dilakukan dengan
segera, secara hati-hati, debridemen yang berulang-ulang, stabilisasi fraktur, penutupan kulit
dan bone grafting yang dini serta pemberian antibiotik yang adekuat. Sepertiga dari pasien
fraktur terbuka biasanya mengalami cidera multipel.1
Fraktur terbuka terjadi dalam banyak cara, dan lokasi serta tingkat keparahan
cideranya berhubungan langsung dengan lokasi dan besarnya gaya yang mengenai tubuh.
Fraktur terbuka dapat disebabkan oleh luka tembak, trauma kecelakaan lalu lintas, ataupun
kecelakaan kerja yang berhubungan dengan himpitan pada jaringan lunak dan devitalisasi.2
Fraktur terbuka sering membutuhkan pembedahan segera untuk membersihkan area
mengalami cidera. Karena diskontinuitas pada kulit, debris dan infeksi dapat masuk ke lokasi
fraktur dan mengakibatkan infeksi pada tulang. Infeksi pada tulang dapat menjadi masalah
yang sulit ditangani. Gustilo dan Anderson melaporkan bahwa 50,7 % dari pasien mereka
memiliki hasil kultur yang positif pada luka mereka pada evaluasi awal. Sementara 31%
pasien yang memiliki hasil kultur negatif pada awalnya, menjadi positif pada saat penutupan
definitf. Oleh karena itu, setiap upaya dilakukan untuk mencegah masalah potensial tersebut
dengan penanganan dini. 2,3,4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Tibia merupakan tulang medial tungkai bawah yang besar dan berfungsi menyanggah
berat badan. Tibia bersendi di atas dengan condylus femoris dan caputfibulae, di bawah
dengan talus dan ujung distal fibula. Tibia mempunyai ujung atas yang melebar dan ujung
bawah yang lebih kecil, serta sebuah corpus. Pada ujung atas terdapat condyli lateralis dan
medialis (kadang-kadang disebutplateau tibia lateral dan medial), yang bersendi dengan
condyli lateralis dan medialis femoris, dan dipisahkan oleh menisci lateralis dan medialis.
Permukaan atas facies articulares condylorum tibiae terbagi atas area intercondylus anterior
dan posterior; di antara kedua area ini terdapat eminentia intercondylus.
Pada aspek lateral condylus lateralis terdapat facies articularis fibularis circularis yang
kecil, dan bersendi dengan caput fibulae. Pada aspek posterior condylus medialis terdapat
insertio m.semimembranosus.
Corpus tibiae berbentuk segitiga pada potongan melintangnya, dan mempunyai tiga
margines dan tiga facies. Margines anterior dan medial, serta facies medialis diantaranya
terletak subkutan. Margo anterior menonjol dan membentuk tulang kering. Pada pertemuan
antara margo anterior dan ujung atas tibia terdapat tuberositas, yang merupakan tempat lekat
ligamentum patellae. Margo anterior di bawah membulat, dan melanjutkan diri sebagai
malleolus medialis. Margo lateral atau margo interosseus memberikan tempat perlekatan
untuk membrane interossea. Facies posterior dan corpus tibiae menunjukkan linea oblique,
yang disebut linea musculi solei, untuk tempatnya m.soleus.
Ujung bawah tibia sedikit melebar dan pada aspek inferiornya terdapat permukaan
sendi berbentuk pelana untuk os.talus. ujung bawah memanjang ke bawah dan medial untuk
membentuk malleolus medialis. Facies lateralis dari malleolus medialis bersendi dengan
talus. Pada facies lateral ujung bawahtibia terdapat lekukan yang lebar dan kasar untuk
bersendi dengan fibula. Musculi dan ligamenta penting yang melekat pada tibia.5

Gambar 1. Anatomi cruris.


2.2 Fraktur Terbuka
2.2.1 Pengertian
Fraktur terbuka adalah fraktur dimana terdapat hubungan fragmen fraktur dengan dunia
luar, baik ujung fragmen fraktur tersebut yang menembus dari dalam hingga ke permukaan
kulit atau kulit dipermukaan yang mengalami penetrasi suatu objek yang tajam dari luar
hingga kedalam. Fraktur terbuka sering timbul komplikasi berupa infeksi. Infeksi bisa berasal
dari flora normal di kulit ataupun bakteri pathogen khususnya bakteri gram (-). Golongan
flora normal kulit, seperti Staphylococus, Propionibacterium acne , Micrococus dan dapat
juga Corynebacterium. Selain dari flora normal kulit, hasil juga menunjukan gambaran
bakteri yang bersifat pathogen, tergantung dari paparan (kontaminasi) lingkungan pada saat
terjadinya fraktur.7
Karena energi yang dibutuhkan untuk menyebabkan jenis patah tulang, pasien sering
memiliki luka tambahan, beberapa berpotensi mengancam nyawa, yang memerlukan
pengobatan. Terdapat 40-70% dari trauma berada di tempat lain dalam tubuh bila ada fraktur

terbuka. Fraktur terbuka mewakili spektrum cedera: Pertama, masalah mendasar dasar patah
tulang; kedua, pemaparan dari patah tulang terhadap lingkungan; dan kontaminasi dari situs
fraktur. 4
2.2.2 Klasifikasi
Menurut Gustilo dan Anderson, fraktur terbuka dibagi menjadi 3 kelompok :

Grade I : kulit terbuka < 1 cm, bersih, biasanya dari luar ke dalam; kontusio otot

minimal; fraktur simple transverse atar short oblique.


Grade II : laserasi > 1 cm, dengan kerusakan jaringan lunak yang luas, kerusakan
komponen minimal hingga sedang; fraktur simple transverse atau short oblique dengan

kominutif yang minimal


Grade III : kerusakan jaringan lunak yang luas, termasuk otot, kulit, struktur
neurovaskularl seringkali merupakan cidera oleh energy yang besar dengan kerusakan
komponen yang berat.
III A : laserasi jaringan lunak yang luas, tulang tertutup secara adekuat; fraktur segmental,
luka tembak, periosteal stripping yang minimal
III B : cidera jaringan lunak yang luas dengan periosteal stirpping dan tulang terekspos,
membutuhkan penutupan flap jaringan lunak; sering berhubungan dengan kontaminasi
yang massif
III C : cidera vaskuler yang membutuhkan perbaikan1

Gambar 2. Klasifikasi Fraktur Terbuka Berdasarkan Gustilo dan Anderson

2.2.3 Etiologi
Fraktur terbuka disebabkan oleh energi tinggi trauma, paling sering dari pukulan
langsung, seperti dari jatuh atau tabrakan kendaraan bermotor. Dapat juga disebabkan oleh
luka tembak, maupun kecelakaan kerja. Tingkat keparahan cidera fraktur terbuka
berhubungan langsung dengan lokasi dan besarnya gaya yang mengenai tubuh. Ukuran luka
bisa hanya beberapa milimeter hingga terhitung diameter. Tulang mungkin terlihat atau tidak
terlihat pada luka. Fraktur terbuka lainnya dapat mengekspos banyak tulang dan otot, dan
dapat merusak saraf dan pembuluh darah sekitarnya. Fraktur terbuka ini juga bisa terjadi
secara tidak langsung, seperti cidera tipe energi tinggi yang memutar.2,4
2.2.4 Diagnosis4,5
1. Anamnesis
Biasanya penderita datang dengan suatu trauma (traumatik, fraktur), baik yang hebat
maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan anggota
gerak. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat karena fraktur tidak selamanya terjadi di
daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi pada daerah lain.
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya:
a. Syok, anemia atau perdarahan.
b. Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau organorgan dalam rongga toraks, panggul dan abdomen.
c. Fraktur predisposisi, misalnya pada fraktur patologis.
3. Pemeriksaan lokal
a. Inspeksi (Look)
Bandingkan dengan bagian yang sehat.
Perhatikan posisi anggota gerak.
Keadaan umum penderita secara keseluruhan.
Ekspresi wajah karena nyeri.
Lidah kering atau basah.
Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan.
Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan fraktur
tertutup atau fraktur terbuka.
Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai beberapa hari.
Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan kependekan.
Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-organ lain.
Perhatikan kondisi mental penderita.
Keadaan vaskularisasi.
b. Palpasi (Feel)

Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangat
nyeri.

Temperatur setempat yang meningkat.


Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh kerusakan

jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang.


Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hati-hati.
Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis, arteri

dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang terkena.
Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal daerah trauma ,

temperatur kulit.
Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya

perbedaan panjang tungkai.


c. Pergerakan (Move)
Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif dan pasif
sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada pederita dengan fraktur,
setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan
secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti
pembuluh darah dan saraf.
4. Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris serta
gradasi kelelahan neurologis, yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau neurotmesis. Kelaianan
saraf yang didapatkan harus dicatat dengan baik karena dapat menimbulkan masalah asuransi
dan tuntutan (klaim) penderita serta merupakan patokan untuk pengobatan selanjutnya.
5. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur.
Untuk menghindarkan nyeri serta kerusakan jaringan lunak selanjutnya, maka sebaliknya kita
mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi sementara sebelum
dilakukan pemeriksaan radiologis.
2.2.5 Tatalaksana4,7
Prinsip penanganan fraktur terbuka :
a. Semua fraktur terbuka dikelola secara emergensi.
b. Lakukan penilaian awal akan adanya cedera lain yang dapat mengancam jiwa.
c. Pemberian antibiotik.

d.
e.
f.
g.

Lakukan debridement dan irigasi luka.


Lakukan stabilisasi fraktur.
Pencegahan tetanus.
Lakukan rehabilitasi ektremitas yang mengalami fraktur.

Debridement adalah pengangkatan jaringan yang rusak dan mati sehingga luka menjadi
bersih. Untuk melakukan debridement yang adekuat, luka lama dapat diperluas, jika
diperlukan dapat membentuk irisan yang berbentuk elips untuk mengangkat kulit, fasia serta
tendon ataupun jaringan yang sudah mati. Debridement yang adekuat merupakan tahapan
yang penting untuk pengelolaan. Debridement harus dilakukan sistematis, komplit serta
berulang. Diperlukan cairan yang cukup untuk fraktur terbuka. Grade I diperlukan cairan
yang bejumlah 1-2 liter, sedangkan grade II dan grade III diperlukan cairan sebanyak 5-10
liter, menggunakan cairan normal saline.
Pemberian antibiotika adalah efektif mencegah terjadinya infeksi pada pada fraktur
terbuka. Antibiotika yang diberikan sebaiknya dengan dosis yang besar. Untuk fraktur
terbuka antibiotika yang dianjurkan adalah golongan cephalosporin dan dikombinasi dengan
golongan aminoglikosida.
Perawatan lanjutan dan rehabilitasi fraktur terbuka :
1.
2.
3.
4.

Hilangkan nyeri.
Mendapatkan dan mempertahankan posisi yang memadai dan flagmen patah tulang.
Mengusahakan terjadinya union.
Mengembalikan fungsi secara optimal dengan mempertahankan fungsi otot dan sendi

dan pencegahan komplikasi.


5. Mengembalikan fungsi secara maksimal dengan fisioterapi.

Tindakan Pembedahan4
Hal ini penting untuk menstabilkan patah tulang sesegera mungkin untuk mencegah
kerusakan jaringan yang lebih lunak. Tulang patah dalam fraktur terbuka biasanya digunakan
metode fiksasi eksternal atau internal. Metode ini memerlukan operasi.
1. Fiksasi Internal
Selama operasi, fragmen tulang yang pertama direposisi (dikurangi) ke posisi normal
kemudian diikat dengan sekrup khusus atau dengan melampirkan pelat logam ke permukaan
luar tulang. Fragmen juga dapat diselenggarakan bersama-sama dengan memasukkan batang
bawah melalui ruang sumsum di tengah tulang. Karena fraktur terbuka mungkin termasuk

kerusakan jaringan dan disertai dengan cedera tambahan, mungkin diperlukan waktu sebelum
operasi fiksasi internal dapat dilakukan dengan aman.
2. Fiksasi Eksternal
Fiksasi eksternal tergantung pada cedera yang terjadi. Fiksasi ini digunakan untuk
menahan tulang tetap dalam garis lurus. Dalam fiksasi eksternal, pin atau sekrup ditempatkan
ke dalam tulang yang patah di atas dan di bawah tempat fraktur. Kemudian fragmen tulang
direposisi. Pin atau sekrup dihubungkan ke sebuah lempengan logam di luar kulit. Perangkat
ini merupakan suatu kerangka stabilisasi yang menyangga tulang dalam posisi yang tepat.
Luka Kompleks (Complex Wounds)
Berdasarkan jumlah jaringan lunak yang hilang, luka-luka kompleks dapat ditutupi
dengan menggunakan metode yang berbeda, yakni :
1. Lokal Flap
Jaringan otot dari ekstremitas yang terlibat diputar untuk menutupi fraktur. Kemudian
diambil sebagian kulit dari daerah lain dari tubuh (graft) dan ditempatkan di atas luka.
2. Free Flap
Beberapa luka mungkin memerlukan transfer lengkap jaringan. Jaringan ini sering
diambil dari bagian punggung atau perut. Prosedur free flap membutuhkan bantuan dari
seorang ahli bedah mikrovaskuler untuk memastikan pembuluh darah terhubung dan sirkulasi
tetap berjalan.

2.2.6

Komplikasi

a. Infeksi
Infeksi dapat terjadi karena penolakan tubuh terhadap implant berupa internal fiksasi
yang dipasang pada tubuh pasien. Infeksi juga dapat terjadi karena luka yang tidak steril.
b. Delayed union
Delayed union adalah suatu kondisi dimana terjadi penyambungan tulang tetapi
terhambat yang disebabkan oleh adanya infeksi dan tidak tercukupinya peredaran darah
ke fragmen.
c. Non union

Non union merupakan kegagalan suatu fraktur untuk menyatu setelah 5 bulan
mungkin disebabkan oleh faktor seperti usia, kesehatan umum dan pergerakan pada
tempat fraktur.
d. Avaskuler nekrosis
Avaskuler nekrosis adalah kerusakan tulang yang diakibatkan adanya defisiensi suplai
darah.
e. Kompartemen Sindrom
Kompartemen sindrom merupakan suatu kondisi dimana terjadi penekanan terhadap
syaraf, pembuluh darah dan otot didalam kompatement osteofasial yang tertutup. Hal ini
mengawali terjadinya peningkatan tekanan interstisial, kurangnya oksigen dari penekanan
pembuluh darah, dan diikuti dengan kematian jaringan.
f. Mal union
Terjadi penyambungan tulang tetapi menyambung dengan tidak benar seperti adanya
angulasi, pemendekan, deformitas atau kecacatan.
g. Trauma saraf terutama pada nervus peroneal komunis.
h. Gangguan pergerakan sendi pergelangan kaki.
Gangguan ini biasanya disebakan karena adanya adhesi pada otot-otot tungkai bawah.
2.3 Klasifikasi Fraktur Tibia Fibula
Fraktur tibia dapat terjadi pada bagian proksimal (kondiler), diafisis atau persendian
pergelangan kaki.
2.3.1 Fraktur Kondiler Tibia
Fraktur kondiler tibia lebih sering mengenai kondiler lateralis daripada medialis serta
fraktur kedua kondiler. Banyak fraktur kondiler tibia terjadi akibat kecelakaan antara mobil
dan pejalan kaki di mana bemper mobil menabrak kaki bagial lateral dengan gaya kearah
medial (valgus). Ini menghasilkan fraktur depresi atau fraktur split dari kondiler lateralis tibia
apabila kondiler femur didorong kearah tersebut. Kondiler medial memiliki kekuatan yang
lebih besar, jadi fraktur pada daerah ini biasanya terjadi akibat gaya dengan tenaga yang lebih
besar (varus). Jatuh dari ketinggian akan menimbulkan kompresi aksial sehingga bisa
menyebabkan fraktur pada proksimal tibia.
2.3.2 Fraktur Diafisis Tibia
Fraktur diafisis tibia terjadi karena adanya trauma angulasi yang akan menimbulkan
fraktur tipe transversal atau oblik pendek, sedangkan trauma rotasi akan menimbulkan fraktur
tipe spiral. Fraktur tibia biasanya terjadi pada batas antara 1/3 bagian tengah dan 1/3 bagian
distal.Tungkai bawah bagian depan sangat sedikit ditutupi otot sehingga fraktur pada daerah
tibia sering bersifat terbuka. Penyebab utama terjadinya fraktur adalah kecelakaan lalu lintas.

Fraktur diafisis tibia.

2.3.3 Fraktur Distal Tibia


Pergelangan kaki merupakan sendi yang kompleks dan penopang badan dimana talus
duduk dan dilindungi oleh maleolus lateralis dan medialis yang diikat dengan ligament.
Dahulu, fraktur disekitar pergelangan kaki disebut fraktur Pott.
Fraktur maleolus dengan atau tanpa subluksasi dari talus, dapat terjadi dalam
beberapa macam trauma.8
1. Trauma abduksi
Trauma abduksi akan menimbulkan fraktur pada maleolus lateralis yang bersifat oblik,
fraktur pada maleolus medialis bersifat avulsi atau robekan pada ligamen bagian medial.
2. Trauma adduksi
Trauma adduksi akan menimbulkan fraktur maleolus medialis yang bersifat oblik atau
avulsi maleolus lateralis atau keduanya. Trauma adduksi juga bisa hanya menyebabkan
strain atau robekan pada ligamen lateral, tergantung dari beratnya trauma.
3. Trauma rotasi eksterna
Trauma rotasi eksterna biasanya disertai dengan trauma abduksi dan terjadi fraktur pada
fibula di atas sindesmosis yang disertai dengan robekan ligamen medial atau fraktur
avulsi pada maleolus medialis. Apabila trauma lebih hebat dapat disertai dengan dislokasi
talus.
4. Trauma kompresi vertikal
Pada kompresi vertikal dapat terjadi fraktur tibia distal bagian depan disertai dengan
dislokasi talus ke depan atau terjadi fraktur kominutif disertai dengan robekan diastesis.

BAB 3
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama

: Aulia Rahmat

Umur

: 14 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki


Agama

: Islam

Pekerjaan

: Pelajar

Alamat

: Balai Gurah, Agam

Tanggal MRS : 16 Oktober 2016


RM

: 455731

Anamnesis
Seorang pasien laki-laki usia 14 tahun datang ke IGD RSAM dengan keluhan utama nyeri
dan luka pada tungkai kanan bawah sejak 2 jam sebelum masuk Rumah Sakit

Primary Survey
Airway

: Clear, stridor (-), gargling (-)

Breathing

: Spontan, grakan dada simetris kiri dan kanan, RR 20x/menit

Circulation

: Tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 84x/menit, reguler, isian cukup, akral
hangat, Capillary Refill Time <2 detik

Disability

: GCS 15 (E4M6V5), pupil isokor, diameter 2mm/2mm, reflek cahaya +/+

Exposure

: Pakaian dibuka

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluh nyeri dan luka pada tungkai kanan bawah sejak 2 jam sebelum
masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan setelah pasien mengalami kecelakaan lalu lintas.
Pasien mengaku saat itu sedang mengendarai sepeda motor kemudian ditabrak oleh
motor lain dari arah berlawanan. Pasien kemudian terjatuh dan tungkai bawah kanan
pasien tertimpa badan motor. Nyeri hanya dirasakan pada tungkai kanan bawah yang

dirasakan terus menerus.


Pasien mengaku tungkai kanan bawah membengkak dan terasa sangat nyeri juga

semakin nyeri jika digerakkan


Pasien mengaku tungkai kanan lebih pendek dibanding tungkai kiri
Pasien dalam kondisi tersadar saat terjatuh
Pasien tidak ada mual muntah setelah kejadian
Keluar darah dari hidung, telinga, mulut tidak ada
Luka lecet di lengan (+)
Tidak ada trauma ditempat lain

Riwayat Penyakit Dahulu


Tidak ada yang berkaitan
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada yang berkaitan
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan umum

: tampak sakit sedang

Kesadaran

: GCS 15 (E4M6V5)

Tekanan darah

:120/80 mmHg

Nadi

: 84 x/menit

Nafas

: 20 x/menit

Suhu

: 36,6 oC

Kulit

: Tidak ada kelainan

Kepala

: Udem (-)

Mata

: Konjungtiva anemis (-/-), udem palpebra (-/-), sklera ikterik (-/-),


pupil isokor, reflek cahaya (+/+)

Hidung

: Deformitas (-), rinorrhea (-), septum deviasi (-)

Leher

: JVP 5-2 cmH2O

KGB

: Tidak ada pembesaran

Paru

: Inspeksi: Simetris kiri dan kanan, jejas (-)


Palpasi : Fremitus kiiri=kanan
Perkusi : Sonor diseluruh lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

Jantung

: Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat


Palpasi : Iktus kordis teraba 2 jari linea midclavicularis sinistra RIC V
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi: Bunyi jantung I-II reguler murni, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

: Inspeksi : distensi (-), scar (-)


Auskultasi: Bising usus (+) normal
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-),hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani

Ekstremitas

: Status lokalis

Status lokalis
Regio Cruris Dextra
Look :

Deformitas (+) (bengkak, bengkok, pendek)


Pada bagian medial cruris tampak luka terbuka berukuran 2x1x1 cm, dasar

tulang, tepi tidak rata


Pada bagian distal cruris tampak luka lecet berukuran 15 x 2 cm

Feel

:
Tenderness (+), sensibilitas baik, pulsasi arteri tibialis posterior dan arteri
dorsalis pedis teraba kuat, CRT <2 detik, akral hangat

Move : Pergerakan aktif dan pasif terbatas karena nyeri, pergerakan sendi jari-jari (+)

True lenght:
Dextra

: 80 cm

Sinistra

: 83 cm

Appearance Length:
Dextra

: 82 cm

Sinistra

: 85 cm

Diagnosa Kerja
Fraktur terbuka tibia fibula dextra 1/3 medial

Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin

Hb
: 14,5 gr/dl
Ht
: 39,8%
Leukosit : 17.530/l
Trombosit: 259.000/l

Pemeriksaan Radiologi
Rontgen tibia fibula proteksi AP dan lateral

Kesan:

Tampak diskontinuitas tulang pada 1/3 medial dan 1/3 distal tibia fibula dextra dengan
garis fraktur segmental displaced

Diagnosa Akhir
Fraktur tibia fibula dextra segmental displaced terbuka grade 3A
Tatalaksana

Cuci luka + jahit situasi


Imobilisasi fraktur tibia fibula
Cefepime 2x1 gr iv
Ketorolac 2x1 amp iv
Ranitidin 2x1 amp iv
IVFD RL 20 tpm
Anti tetanus serum

Rencana
Debridemant dan ORIF

BAB 4
DISKUSI
Seorang laki-laki usia 14 tahun datang dengan keluhan nyeri dan luka post kecelakaan
lalu lintas 2 jam sebelum masuk rumah sakit. Os mengendarai sepeda motor kemudian
ditabrak oleh motor lain dari arah berlawanan. Os kemudian terjatuh dan tungkai kanan
bawah tertimpa badan motor. Os mengaku tungkai kanan bawah membengkak dan terasa
sangat nyeri juga semakin nyeri jika digerakkan. Os dalam kondisi tersadar saat terjatuh,
tidak ada mual muntah setelah kejadian. Keluar darah dari hidung, telinga, mulut tidak ada.
Terdapat luka lecet di lengan. Tidak ada trauma ditempat lain.
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan luka terbuka pada tungkai kanan bawah berukuran
2x1x1 cm, dasar tulang, tepi tidak rata, luka lecet berukuran 15 x 2 cm, deformitas (+),
nyeri tekan (+), sensibilitas baik, pulsasi arteri tibialis posterior dan arteri dorsalis pedis
teraba kuat, CRT <2 detik, akral hangat, pergerakan aktif dan pasif terbatas karena nyeri,
pergerakan sendi jari-jari (+). Dilakukan pemeriksaan penunjang laboratorium darah dengan

kesan leukositosis. Kemudian dilakukan pemeriksaan rontgen dengan hasil tampak


diskontinuitas tulang pada 1/3 medial dan 1/3 distal tibia fibula dextra dengan garis fraktur
segmental displaced. Menurut klasifikasi luka terbuka oleh Gustilo dan Anderson, luka
terbuka dengan garis fraktur yang tidak simpel (fraktur segmental /fraktur komunitif) dan
periosteal stripping minimal digolongkan pada grade 3A.
Trauma pada tulang terjadi saat tekanan eksternal lebih besar dari yang diserap tulang
sehingga terjadi kerusakan atau terputusnya kontinuitas tulang. Fraktur terbuka disebabkan
oleh energi tinggi trauma, paling sering dari pukulan langsung, seperti dari jatuh atau
tabrakan kendaraan bermotor, sehingga diskontinuitas tulang terjadi, menyebabkan rusaknya
integritas kulit atau laserasi kulit.
Fraktur diafisis tibia terjadi karena adanya trauma angulasi yang akan menimbulkan
fraktur tipe transversal atau oblik pendek, sedangkan trauma rotasi akan menimbulkan fraktur
tipe spiral. Fraktur tibia biasanya terjadi pada batas antara 1/3 bagian tengah dan 1/3 bagian
distal. Tungkai bawah bagian depan sangat sedikit ditutupi otot sehingga fraktur pada daerah
tibia sering bersifat terbuka.
Pada pasien terjadi hematom yang menyebabkan dilatasi kapiler otot, sehingga
tekanan kapiler meningkat, terjadi eksudasi plasma dan infiltrasisel darah putih. Dilatasi
kapiler plasma menyebabkan histamin terstimulasi, protein plasma hilang dan masuk ke
interstisial. Hal ini menyebabkan timbulnya swelling. Infiltrasi sel darah putih menyebabkan
jumlah leukosit meningkat saat dilakukan pemeriksaan laboratorium darah.
Pasien didiagnosa dengan fraktur tibia fibula dextra segmental displaced terbuka
grade 3A. Saat pasien tiba di IGD dilakukan primary survey untuk menilai keadaan pasien,
dilakukan pembersihan luka dan imobilisasi untuk mengurangi nyeri, dan dipasang cairan
infus RL. Obat-obatan yang diberikan adalah antitetanus serum untuk mencegah tetanus
akibat adanya luka terbuka, cefepime sebagai antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi
pada pada fraktur terbuka, ketorolac untuk mengurangi nyeri, dan ranitidin. Os dirawat
dibangsal bedah untuk direncanakan tindakan debridemant dan pemasangan ORIF.
Debridement dilakukan untuk mengangkat jaringan yang rusak dan mati sehingga
luka menjadi bersih. Tindakan pemasangan ORIF penting untuk menstabilkan patah tulang
sesegera mungkin untuk mencegah kerusakan jaringan yang lebih lunak. Metode ini
memerlukan operasi. Selama operasi, fragmen tulang yang pertama direposisi (dikurangi) ke
posisi normal kemudian diikat dengan sekrup khusus atau dengan melampirkan pelat logam
ke permukaan luar tulang. Fragmen juga dapat diselenggarakan bersama-sama dengan
memasukkan batang bawah melalui ruang sumsum di tengah tulang.

DAFTAR PUSTAKA
1. Kenneth J.K., Joseph D.Z. Handbook of Fractures, 3rd Edition. Pennsylvania. 2006.
2. Thomas M. S., Jason H.C. Open Fractures. Mescape Reference (update 2012, May
21).

Available

from

http://emedicine.medscape.com/article/1269242-

overview#aw2aab6b3. Accessed January 30, 2013.


3. Jonathan C. Open Fracture. Orthopedics (update 2012, May 27). Available from
http://orthopedics.about.com/cs/ brokenbones/g/openfracture.htm. Accessed January
30, 2013.
4. American Academy of Orthopaedics Surgeons. 2011. Open Fractures. Available from
http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=A00582.
5. Bucholz RW, Heckman JD, Court-Brown C, et al., eds. Rockwood and Green.
Fractures in adults. 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2006. p.
2081-93.
6. Jon C. Thompson. Netters concise orthopaedic anatomy. 2nd edition. Philadelphia:
Saunders; 2010. p. 293-4.

7. Sugiarso. Pola Kuman Penderita Fraktur Terbuka. Universitas Sumatera Utara. 2010.
Available from http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27630/6/Cover.pdf.
Accessed January 30, 2013.
8. Rasjad C.Trauma. Dalam pengantar Ilmu Bedah Ortopedi Edisi 2. Makassar :
Bintang Lamumpatue, 2003.hal370-1;455-62

Anda mungkin juga menyukai