Anda di halaman 1dari 11

BAB 1

PENDAHULUAN

Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang

disebabkan virus dengue melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dengan manifestasi

klinis demam, nyeri otot, dan/ nyeri sendi yang disertai keukopenia, limfadenopati,

trombositopenia, dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang

ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan

di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam

berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.1,2

DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat selama 41 tahun terakhir

di Indonesia. Sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatan penyebaran jumlah provinsi

dan kabupaten/kota yang endemis DBD, dari 2 provinsi dan 2 kota, menjadi 32 (97%)

dan 382 (77%) kabupaten/kota pada tahun 2009. Provinsi Maluku, dari tahun 2002

sampai tahun 2009 tidak ada laporan kasus DBD. Selain itu terjadi juga peningkatan

jumlah kasus DBD, pada tahun 1968 hanya 58 kasus menjadi 158.912 kasus pada

tahun 2009. 3

Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam

genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-

2, DEN-3, DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam

berdarah dengue. Keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3


1
merupakan serotype terbanyak. Mekanisme terjadinya demam berdarah dengue
hingga saat ini masih diperdebatkan. Nyamuk Aedes spp yang sudah terinfeksi virus

dengue, akan tetap infektif sepanjang hidupnya dan terus menularkan kepada individu

yang rentan pada saat menggigit dan menghisap darah. Setelah masuk ke dalam tubuh

manusia, virus dengue akan menuju organ sasaran yaitu sel kuffer hepar, endotel

pembuluh darah, nodus limpatikus, sumsum tulang serta paru-paru. Infeksi virus

dengue menyebabkan aktivasi T-helper dan T-sitotoksik sehingga diproduksi limfokin

dan interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit sehingga

disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF alfa, IL-1, PAF (platelet activating

factor), IL-6 dan histamin yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan

terjadi kebocoran plasma. Peningkatan C3a, dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh

kompleks virus antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma.1,4

Demam berdarah dicurigai apabila ditemukan gejala sebagai berikut demam

tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas (40 derjat Celsius) terus menerus, diikuti

dengan gejala seperti, nyeri kepala berat, nyeri otot, dan/ seluruh persendian, mual,

muntah, pembesaran kelenjar, dan adanya ruam (manifestasi perdarahan. Gejala

biasanya selama 2-7 hari dan terjadi setelah masa inkubasi 4-10 hari. Kondisi yang

berat berpotensi menyebabkan kematian karena kebocoran plasma, akumulasi cairan,

distress pernapasan, perdarahan hebat atau kegagalan organ. Tanda bahaya terjadi 3-7

hari setelah gejala awal yang ditandai dengan penurunan suhu tubuh (di bawah 38

derjat Celsius) disertai dengan nyeri perut hebat, muntah persisten, nafas cepat,

perdarahan gusi, lemah, gelisah, dan muntah darah. 24-48 jam berikutnya fase kritis

bisa menjadi letal, penatalaksanaan medis yang adekuat diperlukan untuk mencegah
komplikasi dan risiko kematian. 5

Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menegakkan DHF dengan

pemantauan hematokrit dan jumlah sel darah lengkap. Pemeriksaan hematokrit

dilakukan untuk memantau perjalanan penyakit dan respon pengobatan. Peningkatan

hematokrit disertai dengan penurunan trombosit yang cepat (kecil sama dengan

100000/mm3) merupakan tanda bahaya DHF. Pada kasus ketidakstabilan

hemodinamik atau tanda-tanda syok: peningkatan hematocrit yang persisten (> 50%

pada laki-laki atau peningkatan relatif hematokrit sebelumnya pada wanita dan anak)

mengindikasikan kebocoran plasma yang berat. Penurunan HCT (40-45% pada laki-

laki, < 35-40% pada perempuan dan anak umur 1 tahun dan lebih, < 30-35% pada

anak di bawah 1 tahun) mengindikasikan suatu perdarahan. Pemeriksaan lain yang

dilakukan adalah tes IgM dan IgG selama fase kritis dan fase recovery. 2

Penatalaksanaan DHF dibagi menjadi 3 kelompok. Pada kelompok pasien tanpa

tanda bahaya, perawatan dapat dilakukan dirumah, pasien tirah baring dan pastikan

hidrasi baik. Jika pasien demam, bisa diberikan parasetamol 3 x 500 mg. Jika

followup tidak memungkinkan dilakukan di rumah (pasien tinggal jauh dari layanan

kesehatan) lebih baik pasien dirawat inap. 2

Pada kelompok kedua dengan tanda bahaya atau adanya komorbid (diabetes

mellitus, hipertensi, gagal jantung atau ginjal, anemia sel sabit) atau pada populasi

berisiko (ibu hamil, bayi baru lahir, lansia, pasien dengan kesulitan minum),

dilakukan perawatan di rumah sakit. Pada semua kasus, hindari prosedur invasif
untuk mengurangi risiko perdarahan, pantau hematokrit dan trombosit, bila demam

berikan parasetamol 3 x 500 mg. Pada kasus hepatitis turunkan dosis parasetamol

menjadi 30 mg/kg/hari pada anak dibagi 3 dosis, 1,5 g/hari pada dewasa dibagi 3

dosis. Jika ada tanda bahaya atau dehidrasi lakukan pemasangan IV line dan mulai

hidrasi dengan ringer laktat, pantau hematokrit setiap 4-6 jam sampai kondisi pasien

stabil, dan followup balance cairan. 2

Pada kelompok ketiga dengan gejala berat perlu perawatan emergensi antara

lain rawat di intensive care, pasang O2 untuk mempertahankan SaO2 antara 94-98%

jika terjadi desaturasi O2. Sebelum pemberian cairan, diukur dulu hematokrit,

trombosit dan darah lengkap, kemudian pantau hematokrit setiap 1-4 jam sampai

pasien stabil. Awasi tanda-tanda syok berupa nadi cepat dan halus, hipotensi, akral
2
dingin, CRT > 2 detik. DHF dapat dicegah melalui proteksi individual berupa

penggunaan pakaian lengan panjang, repellent, kelambu untuk mencegah gigitan

nyamuk.2

BAB 2
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien

Nama : Tn. FR

No. MR : 968668

Umur : 20 tahun

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Pekerjaan : Belum bekerja

Alamat : Parak Karakah, Padang

Agama : Islam

Status Menikah : Belum Menikah

Tanggal Masuk RS : 26 Januari 2017

Jam Masuk RS : 13.24 WIB

Anamnesis

Seorang pasien laki-laki umur 20 tahun kiriman IGD RSUP Dr. M. Djamil
Padang tanggal 26 Januari 2017 pukul 13.24 WIB rujukan RS Semen Padang dengan
diagnosis DHF.

Keluhan Utama

Pasien mengeluh demam sejak 6 hari SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang

Demam sejak 6 hari SMRS. Demam tinggi, disertai menggigil, dan keringat
banyak.
Nyeri pada seluruh persendian sejak 5 hari SMRS
Nyeri kepala ada sejak 5 hari SMRS.
Mual dan muntah ada sejak 3 hari SMRS, frekuensi 2-3 kali/hari, volume - 1/2
gelas aqua setiap kali muntah, isi apa yang dimakan.
Hidung berdarah sejak 2 hari SMRS.
BAK dan BAK biasa.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat DHF sebelumnya tidak ada


Riwayat malaria sebelumnya tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit DHF, dan malaria

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi, Kejiwaan & Kebiasaan

Pasien tidak bekerja

B. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : CMC

Tinggi Badan : 152 cm

Berat Badan : 41 kg

IMT : 17,75 kg/m2

Tekanan Darah : 110/80 mmHg

Nadi : 84 x/menit

Nafas : 20 x/menit

Suhu : 34,8 C

Sianosis : tidak ada

Edema : tidak ada

Anemis : (-/-)

Ikterik : (-/-)
STATUS GENERALISATA

Kulit : turgor kulit baik

KGB : tidak tampak dan tidak teraba pembesaran KGB

Kepala : normocepali

Rambut : tidak mudah rontok

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Telinga: tidak ada kelainan

Hidung : tidak ada kelainan

Tenggorokan : tidak ada kelainan

Gigi dan mulut: caries dentis (-)

Leher : JVP 5-2 cmH2O, pembesaran KGB tidak ada

Dada

Paru :

Inspeksi : simetris kiri dan kanan saat statis dan dinamis

Palpasi : fremitus kiri = kanan

Perkusi : sonor kanan dan kiri

Auskultasi : vesikuler, rhonki-/-, wheezing -/-

Jantung:
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : iktus kordis teraba 1 jari medial linea midclavicula sinistra RIC V

Perkusi : batas jantung atas: RIC II

Batas jantung kanan linea sternalis dekstra

Batas jantung kiri 1 jari medial linea midclavicula sinistra RIC V

Auskultasi : irama teratur, bising tidak ada, gallop tidak ada

Abdomen :

Inspeksi : tidak tampak membuncit

Auskultasi : bising usus (+) normal

Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : timpani

Punggung : tidak ada kelainan

Genitalia : tidak diperiksa

Anus : tidak diperiksa

Ekstremitas : akral dingin, oedem (-/-), refleks fisiologis (+/+), refleks patologis

(-/-)

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium (26 Januari 2017)

Hb : 15,6 gr/dl

Leukosit : 13960/mm3

Trombosit : 29000/mm3

Ht : 43%

GDS : 113 mg/dl

Ur/Cr : 57/1,0 mg/dl

Na/K/Cl : 135/4,3/104 mmol/l

SGOT/SGPT : 531/488 u/l

Kesan: Leukositosis, trombositopenia, uremia, SGOT dan SGPT meningkat.

D. DIAGNOSIS

DHF grade 2
Hepatitis Viral Akut
Susp. Malaria

E. DIAGNOSIS BANDING

Gangguan faal hepar ec. malaria

F. TATALAKSANA

- Makanan Lunak Diet Hepar II

- IVFD Ringer Laktat 6 jam/kolf

- Inj. Ceftriakson 1 x 2 g (IV)

- Paracetamol tablet 3 x 500 mg (PO)


- Domperidon tablet 3 x 1 (PO)

- NTR 2 x 1 tab (PO)

Follow up

Tanggal Follow up
27/1/17 S/ demam hari ke-6, menggigil (-), mual (+), nyeri perut (-)
07.00 WIB O/
KU Kes TD Nd Nfs T
Sdg CMC 110/700 90 20 Af
Mata: konjuntiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Abdomen : supel, hepar dan lien tidak teraba, BU (+) N
A/ DHF grade II, hepatitis viral akut DD/ hepatitis dengue.
P/ ML TKTP
IVFD RL 6 jam/kolf
Paracetamol tab 3x500 mg (PO)
N asetyl sistein 3 x 500 mg (PO)
Domperidon tab 3 x 1 (K/P)
NTR aff
29/1/2017 S/ nyeri perut (-), mual (-), muntah (-)
07.00 WIB O/
KU Kes TD Nd Nfs T
Sdg CMC 110/70 90 20 Af
Mata: konjuntiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Abdomen : supel, hepar dan lien tidak teraba, BU (+) N
A/ DHF grade II, hepatitis viral akut DD/ hepatitis dengue.
P/ DH II
Curcuma 3x1 tab (PO)
Cek faal hepar, hepatitis marker
Cek ulang faal hepar/ 5 hari
Acc pulang

Anda mungkin juga menyukai