Anda di halaman 1dari 33

Referat

RETARDASI MENTAL

Oleh :
Desi Hardiyanti 1210313076
Dwi Asrini 1210312024
Wulan Octaviani 1210312065
Fikri Fulkiadi 1210312109
Juwi Aguarti 1010311004
Mila Permata Sari 1210313008
Seruni Allisa Aslim 1210311017
Syahria Susanti 1010312068

Preseptor :
dr. Eva Chundrayetti, SpA(K)
dr. Asrawati, Sp.A

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita ucapkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan

rahmat dan karunia-Nya, sehingga karya tulis ilmiah berupa referatdengan judul

Retardasi Mental dapat penulis selesaikan.

Terima kasih penulis ucapakan kepada staf pengajar yang telah membimbing

penulis selama menjalani kepaniteraan klinik senior di bagian Ilmu Kesehatan

Anak, serta dr. Eva Chundrayetti, SpA(K) dan dr. Asrawati, Sp.A sebagai

pembimbing dalam penulisan karya tulis ilmiah ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan segala kritik dan

saran yang membangun demi perbaikan di masa yang akan datang.

Akhir kata penulis berharap semoga karya tulis ilmiah ini dapat memberi

manfaat bagi kita semua di masa mendatang.

Padang, 27 Agustus

2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB 1. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan Penulisan 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1 Defenisi
2.2 Epidemiologi
2.3 Etiologi dan Faktor Resiko Retardasi Mental
2.3.1 Faktor Biologis
2.3.2 Faktor Prenatal
2.3.4 Faktor Psikososial Fungsi
2.4 Patogenesis 13
2.5 Diagnosis
2.5.1 Anamnesis 13
2.5.2 Pemeriksaan Fisik 11
2.5.3 Pemeriksaan Penunjang 15
2.5.4 Kriteria Diagnosis 17
2.6 Pengobatan 18
2.7 Prognosa
BAB III. KESIMPULAN 34
DAFTAR PUSTAKA 35

ii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1: Faktor-faktor potensial yang berperan menyebabkan
patogenesis retardasi mental 35
Tabel 2.2: Manifestasi yang umum tampak pada anak dengan
gangguan intelektual menurut usia 35

iii
iv
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Istilah intellectual disability (ID) saat ini sering digunakan daripada istilah

retardasi mental. Intellectual disability atau retardasi mental merupakan suatu

kondisi dari tidak sempurnanya perkembangan pikiran, dengan karakteristik

utama terdapatnya gangguan keterampilan saat periode pertumbuhan, yang

berkontribusi pada keseluruhan kemampuan intelegensi, seperti kognitif, bahasa,

motorik, dan sosial. American association on intellectual and developmental

disabilities (AAIDD) yang sebelumnya bernama American Association on Mental

Retardation (AAMD) menggambarkan karakteristik ID dengan keterbatasan

signifikan baik pada fungsi intelektual dan kemampuan adaptasi. Gangguan ini

terjadi sebelum usia 18 tahun, dan menekankan bahwa definisi ID sama dengan

MR.1,2

WHO mendefinisikan disabilitas sebagai kondisi terdapatnya gangguan antara

hubungan seseorang dengan lingkungannya, dimana disabilitas digolongkan

kedalam seseorang yang mengalami kelainan pada tubuh atau mental. 3 Sekitar 80

dari penyandang disabilitas berada di kalangangan negara berkembang, dan anak-

anak berjumlah 1/3 dari jumlah penyandang disabilitas.3,4

WHO memperkirakan jumlah anak dengan disabilitas di Indonesia sekitar 7-

10% dari keseluruhan total populasi anak. Sedangkan, berdasarakan Badan Pusat

Statistik Nasional melaporkan pada tahun 2007 terdapat 8,3 juta jiwa anak dengan

disabilitas dari total populasi anak (82.840.600 jiwa) di Indonesia. Badan Pusat

1
Statistik Nasional juga melaporakan bahwa dari 8,3 juta jiwa anak dengan

disabilitas, terdapat 30.460 jiwa anak dengan gangguan disabilitas retardasi

mental.4 Permasalahan anak dengan disabilitas merupakan masalah yang sangat

kompleks. Setiap anak dengan disabilitas memiliki permasalahan yang spesifik

sesuai dengan jenis dan derajat disabilitasnya.3,4 Berdasarkan latar belakang

tersebut, kami tertarik untuk membahas mengenai retardasi mental.

1.2. Tujuan Penulisan

Penulisan ini bertujuan untuk menambah pengetahuan mengenai retardasi

mental.

1.3. Metode Penulisan

Penulisan makalah referat ini menggunakan metode penulisan yang merujuk

dari berbagai litelatur, seperti textbook, jurnal, dan makalah kesehatan.

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Intellectual disability adalah istilah umum yang digunakan untuk hal yang
sebelumnya telah dikenal sebagai mental retardation. Pada saat ini, terminologi
yang digunakan sehubungan dengan intellectual disability (ID) (mental
retardation [MR]) sedang bergeser. Istilah intellectual disability semakin banyak
digunakan, namun belum diadopsi secara universal. Sedangkan istilah mental
retardation masih digunakan di banyak tempat, termasuk oleh beberapa dokter.1,5

Definisi intellectual disability oleh the World Health Organization


International Classification of Diseases, Individuals with Disabilities Education
Act (IDEA), the American Psychiatric Association (Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorders, Fifth Edition [DSM-5]) dan the American
Association on Intellectual and Developmental Disabilities (AAIDD), semuanya
mencakup penurunan fungsi intelektual, keterampilan sosial, dan perilaku adaptif
secara signifikan yang diamati selama pertumbuhan dan perkembangan. Hal yang
penting dari seluruh definisi ini adalah onset gejala sebelum usia 18 tahun atau
dewasa atau masa kanak-kanak, walaupun diagnosis dibuat di kemudian hari dan
bertahan seumur hidup.5,6,7

Kelainan signifikan pada fungsi intelektual umum mengacu pada kinerja


pada tes kecerdasan yang diberikan secara individu yang kira-kira 2 SD di bawah
rata-rata. Kelainan fungsi adaptif yang signifikan mencerminkan tingkat disfungsi
kognitif yang mengganggu fungsi harian. Perilaku adaptif mengacu pada
keterampilan yang dibutuhkan orang untuk berfungsi dalam kehidupan sehari-hari
mereka. Klasifikasi AAIDD dan DSM-5 tentang perilaku adaptif membahas 3
rangkaian keterampilan yang luas: konseptual, sosial, dan praktis. Keterampilan
konseptual meliputi bahasa, membaca dan menulis, konsep uang, dan pengarahan
diri sendiri. Keterampilan sosial meliputi keterampilan interpersonal, tanggung
jawab pribadi, harga diri, mudah tertipu, kenaifan, dan kemampuan untuk
mengikuti peraturan, mematuhi hukum, dan menghindari pengorbanan.

3
Keterampilan praktis representatif adalah kinerja kegiatan kehidupan sehari-hari
(berpakaian, makan, buang air kecil dan mandi, mobilitas), aktivitas instrumental
kehidupan sehari-hari (misalnya pekerjaan rumah tangga, pengelolaan uang,
minum obat, belanja, menyiapkan makanan, menggunakan telepon), keterampilan
kerja, dan pemeliharaan lingkungan yang aman.1,5

2.2 Epidemiologi

Prevalensi penyandang ID secara keseluruhan belum diketahui dengan


pasti, tetapi angkanya diperkirakan sebesar 1-3% dari seluruh populasi manusia.
Berdasarkan angka populasi saat ini dan menggunakan prevalensi 1%, saat ini
terdapat lebih dari 6 juta anak Amerika dan lebih dari 600.000 anak-anak Kanada
dengan ID. Secara global, prevalensi kecacatan intelektual diperkirakan sekitar
16,41 / 1.000 orang di negara berpenghasilan rendah, sekitar 15,94 / 1.000 untuk
negara berpenghasilan menengah, dan sekitar 9,21 / 1.000 di negara-negara
berpenghasilan tinggi. Secara keseluruhan, kecacatan intelektual lebih banyak
terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan 2:1 dalam kecacatan
intelektual ringan dan 1,5:1 pada kecacatan intelektual yang parah. Dalam
beberapa kasus, fenotip ID bisa menjadi bagian dari sindrom (bentuk sindrom
seperti Down Syndrome) atau memang berdiri sendiri, yang didefinisikan sebagai
ID non-sindromik. Studi genetik mengungkapkan ID terkait pada kromosom X,
ini menjelaskan alasan bahwa ID lebih banyak pada laki-laki. 1,5,8,9

Di India, ID diperkirakan sebesar 2-3% dari populasi. Di Australia,


Leonard, et al pada tahun 2003 melaporkan prevalensi ID sebanyak 14,3 per 1000
orang. Di China, prevalensi retardasi mental sebesar 9,3 per 1000 orang, seperti
dilaporkan oleh Xie, et al pada tahun 2008, sedangkan di Irlandia angkanya
mencapai 6,3 per 1000 dalam populasi. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun
2010 menurut Biro Pusat Statistik (BPS), sebesar 238,5 juta. Apabila diasumsikan
angka kejadian retardasi mental di Indonesia kurang lebih 3% dari populasi, maka
diperkirakan jumlah penderita retardasi mental di Indonesia sebanyak 7,15 juta.
Diperkirakan sekitar (3%) anak usia sekolah memiliki cacat intelektual. 6,8

4
2.1. Etiologi dan Faktor Resiko Retardasi Mental

2.1.1. Faktor Biologis

a. Pengaruh Genetik

Penyebab retardasi mental sangat heterogen , dapat disebabkan faktor genetik

dan non genetik. Faktor genetik adalah kelainan kromosom dan kelainan gen

tunggal penyebab pasti retardasi mental hanya diketahui pada 50 % kaus retardasi

mental sedang hingga berat, sedangkan pada retardasi mental ringan angka ini

lebih kecil lagi.12 Salah satu gangguan gen dominan yang disebut tuberous

sclerosis, yang relatif jarang, muncul pada 1 diantara 30.000 kelahiran. Sekitar

60% penderita gangguan ini memiliki retardasi mental. 13 Phenyltokeltonuria

(PKU) merupakan gangguan genetis yang terjadi pada 1 diantara 10.000 kelahiran

Gangguan ini disebabkan metabolisme asam amino Phenylalanine yang terdapat

pada banyak makanan. Asam Phenylpyruvic, menumpuk dalam tubuh

menyebabkan kerusakan pada sistem saraf pusat yang mengakibatkan retardasi

mental dan gangguan emosional.14

b. Pengaruh Kromosomal

Jumlah kromosom dalam sel-sel manusia yang berjumlah 46 baru diketahui 50

tahun yang lalu.13 Tiga tahun berikutnya, para peneliti menemukan bahwa

penderita Sindroma Down memiliki sebuah kromosom kecil tambahan. Semenjak

itu sejumlah penyimpangan kromosom lain menimbulkan retardasi mental telah

teridentifikasi yaitu Down syndrome dan Fragile X syndrome.

1) Down Syndrome

5
Sindroma down, merupakan bentuk retardasi mental kromosomal yang paling

sering dijumpai, di identifikasi untuk pertama kalinya oleh Langdon Down pada

tahun 1866. Gangguan ini disebabkan oleh adanya sebuah kromosom ke 21 ekstra

dan oleh karenanya sering disebut dengan trisomi 21.13 Anak retardasi mental

yang lahir disebabkan oleh faktor ini pada umumnya adalah Sindroma Down atau

Sindroma mongol (mongolism) dengan IQ antar 20 60, dan rata-rata mereka

memliki IQ 30 50.14 Menyatakan abnormalitas kromosom yang paling umum

menyebabkan retardasi mental adalah sindrom down yang ditandai oleh adanya

kelebihan kromosom atau kromosom ketiga pada pasangan kromosom ke 21,

sehingga mengakibatkan jumlah kromosom menjadi 47.

Anak dengan sindrom down dapat dikenali berdasarkan ciri-ciri fisik tertentu,

seperti wajah bulat, lebar, hidung datar, dan adanya lipatan kecil yang mengarah

ke bawah pada kulit dibagian ujung mata yang memberikan kesan sipit. Lidah

yang menonjol, tangan yang kecil, dan berbentuk segi empat dengan jari-jari

pendek, jari kelima yang melengkung, dan ukuran tangan dan kaki yang kecil

serta tidak proporsional dibandingkan keseluruhan tubuh juga merupakan ciri-ciri

anak dengan sindrom down. Hampir semua anak ini mengalami retardasi mental

dan banyak diantara mereka mengalami masalah fisik seperti gangguan pada

pembentukan jantung dan kesulitan pernafasan.14

2) Fragile X syndrome.

Fragile X syndrome merupakan tipe umum dari retardasi mental yang

diwariskan. Gangguan ini merupakan bentuk retardasi mental paling sering

muncul setelah sindrom down.14 Gen yang rusak berada pada area kromosom yang

tampak rapuh, sehingga disebut Fragile X syndrome. Sindrom ini mempengaruhi

6
laki-laki karena mereka tidak memiliki kromosom X kedua dengan sebuah gen

normal untuk mengimbangi mutasinya. Laki-laki dengan sindrom ini biasanya

memperlihatkan retardasi mental sedang sampai berat dan memiliki angka

hiperaktifitas yang tinggi. Estimasinya adalah 1 dari setiap 2.000 laki-laki lahir

dengan sindrom ini.13

2.1.2. Faktor Prenatal

Kebiasaan mengonsumsi alkohol pada wanita hamil dapat menimbulkan

gangguan pada anak yang dilahirkan atau disebut dengan fetal alcohol syndrome.

Faktor-faktor prenatal lain yang memproduksi retardasi mental adalah ibu hamil

yang menggunakan bahan-bahan kimia, dan nutrisi yang buruk.13 Penyakit ibu

juga dapat menyebabkan anak dengan retardasi mental yaitu penyakit sifilis,

cytomegalovirus, dan herpes genital. Komplikasi kelahiran, seperti kekurangan

oksigen dan cidera kepala, menjadi faktor yang lebih besar bagi anak dengan

gangguan retardasi mental. Kelahiran prematur juga menimbulkan resiko retardasi

mental dan gangguan perkembangan lainnya. Infeksi otak, seperti encephalitis dan

meningitis juga dapat menyebabkan retardasi mental. Anak-anak yang terkena

racun, seperti cat yang mengandung timah juga dapat terkena retardasi mental.14

2.1.3. Faktor Psikososial

Lingkungan rumah atau sosial yang miskin, yaitu yang tidak memberikan

stimulasi intelektual, penelantaran, atau kekerasan dari orang tua dapat menjadi

penyebab atau memberi kontribusi dalam perkembangan retardasi mental.14 Anak-

anak dalam keluarga yang miskin mungkin kekurangan mainan, buku, atau

kesempatan untuk berinteraksi dengan orang dewasa melalui cara-cara yang

7
menstimulasi secara intelektual akibatnya mereka gagal mengembangkan

keterampilan bahasa yang tepat atau menjadi tidak termotivasi untuk belajar

keterampilan-keterampilan yang penting dalam masyarakat kontemporer. Beban-

beban ekonomi seperti keharusan memiliki lebih dari satu pekerjaan dapat

menghambat orang tua untuk meluangkan waktu membacakan buku anak-anak,

mengobrol panjang lebar, dan memperkenalkan mereka pada permainan kreatif.

Lingkaran kemiskinan dan buruknya perkembangan intelektual dapat berulang

dari generasi ke generasi.14

Kasus yang berhubungan dengan aspek psikososial disebut sebagai retardasi

budaya-keluarga (cultural-familial retardation). Pengaruh cultural yang mungkin

memberikan kontribusi terhadap gangguan ini termasuk penganiayaan,

penelantaran, dan deprivasi sosial.13

2.2. Patogenesis

Kemampuan setiap individu merupakan sesuatu yang kompleks dan

dipengaruhi oleh banyak faktor. Tanpa memandang tingkat kemampuannya,

kemampuan setiap anak dipengaruhi oleh status integritas (maturasi sistem saraf)

dan oleh sifat serta kualitas hidupnya. Beberapa anak terus-menerus mengalami

gangguan neurologis yang berarti tetapi kemampuannya berkembang normal.

Beberapa yang lainnya menunjukkan gangguan kognitif berat meskipun tidak ada

tanda-tanda neurologis yang dapat dikenali atau adanya riwayat faktor risiko

disfungsi sistem saraf pusat yang bermakna.15

Retardasi mental merupakan manifestasi dari kelaninan fungsional sistem saraf

pusat (SSP). Disfungsi terjadi terutama pada struktur kortikal, termasuk

hipokampus dan korteks temporal medial. Kebanyakan penderita dengan

8
gangguan kognitif yang signifikan tidak mempunyai kelainan struktural yang jelas

pada otak. Malformasi sistem saraf pusat yang terlihat secara visual ditemukan

pada 10-15% kasus, malformasi yang sering ditemukan antara lain defek neural

tube, hidranensefal dan mikrosefal. Kadang-kadang ditemui malformasi SSP

berupa migrasi dan agenesis korpus kalosum. Penderita retardasi mental pada

umumnya berasal dari kalangan ekonomi lemah, iq rendah dan berpendidikan

lemah.2Beberapa faktor lain yang dapat menjadi penyebab retardasi mentalseperti

malformasi struktural otak, kelainan metabolik, dan defisit sistem saraf pusat yang

terkait dengan infeksi, malnutrisi atau jejas hipoksik-iskemik. Tanda-tanda

retardasi mental dapat dikenali dengan adanya riwayat psikopatologi orang tua,

disorganisasi keluarga, atau kesulitan ekonomi. Anak yang hidup dalam

kemiskinan biasanya rentan terhadap stres sosialmaupun kerentanan biologis yang

lebih besar terkait dengan faktor-faktor risikoseperti komplikasi perinatal dan

defisiensi nutrisi.15,16

9
Tabel 2.1 Faktor-faktor potensial yang berperan menyebabkan pathogenesis
retardasi mental.1,15,16,
Gangguan prakonsepsi
- Kelainan gena tunggal (misalnya : kesalahan metabolisme bawaan,
gangguan neurokutan)
- Gangguan kromosom (misalnya : gangguan terkait-X, translokasi, X
fragile)
- Sindrom poligenik familial
Gangguan embrio awal
- Gangguan kromosom (misalnya : trisomi, mosaiks)
- Infeksi (misalnya : sitomegalo virus, rubella, toksoplasmosis, virus
imunodefisiensi manusia)
- Teratogens (misalnya : alkohol, radiasi)
- Disfungsi plasenta
- Malformasi sistem saraf sentral kongenital (idiopatik)
Gangguan otak janin
- Infeksi (misalnya : virus imunodefisiensi manusia, toksoplasmosis,
sitomegalo virus, herpes simpleks)
- Toksin (misalnya : alkohol, kokain, timah hitam, fenilketonuria pada ibu)
- Insufisiensi plasenta / malnutrisi intrauteri
Kesukaran perinatal
- Prematuritan ekstrim
- Jejas hipoksik iskemik
- Perdarahan intrakranium
- Gangguan metabolik (misalnya : hipoglikemia, hiperbilirubinemia)
- Infeksi (misalnya : herpes simpleks, meningitis bakteria)
Gangguan otak pasca lahir
- Infeksi (misalnya : ensefalitis, meningitis)
- Trauma (misalnya : jejas kepala berat)
- Asfiksia (misalnya : hampir tenggelam, apnea lama, tercekik)
- Gangguan metabolisme (misalnya : hipoglikemia, hipernatremia)
- Toksin (misalnya : timah hitam)
- Perdarahan intrakranium
- Malnutrisi
Gangguan berdasarkan pengalaman pasca lahir
- Kemiskinan dan disorganisasi keluarga
- Disfungsi interaksi penyedia perawatan
- Psikopatologi orangtua
- Orangtua yang menyalahgunakan obat
Pengaruh-pengaruh yang belum diketahui

2.3. Manifestasi Klinis

Diagnosis awal bertujuan untuk mengidentifikasi kemampuan anak,

mengurangi kecemasan orang tua, dan penerimaan anak yang lebih baik di

10
masyarakat. Sebagian besar anak-anak dengan intellectual disability pertama kali

datang ke dokter spesialis anak pada masa kanak-kanak karena dismorfisme, cacat

perkembangan tertentu, atau kegagalan untuk memenuhi perkembangan yang

sesuai dengan usia. Tidak ada kelainan fisik spesifik dari gangguan intelektual,

tetapi dismorfisme mungkin merupakan tanda paling awal yang menjadi perhatian

pada anak. Sedangkan cacat perkembangan meliputi kejang, cerebral palsy,

hipotonia, dan autisme; Kondisi seperti ini terlihat lebih umum terjadi bersamaan

dengan intellectual disability daripada populasi umum. Obesitas, perawakan

pendek, abnormalitas neurokutaneus, abnormalitas kranial dan abnormalitas fasies

merupakan temuan klinis lain yang mungkin ditemukan pada intellectual

disability.8

Tabel 2.3 Manifestasi yang umum tampak pada anak dengan gangguan intelektual
menurut usia dapat dilihat pada tabel berikut8 :
Umur Gejala klinis yang umum terjadi
Newborn Sindrom disformik (Anomali kongenital
multiple), mikrosefal, disfungsi system
organ (kesulitan makan dan bernafas)
2 4 bulan Gagal berinteraksi dengan lingkungan,
gangguan pendengaran dan penglihatan.
6 18 bulan Keterlambatan motorik.
2 3 tahun Kesulitan atau keterlambatan
berbahasa.
3 5 tahun Kesulitan atau keterlambatan
berbahasa, gangguan sikap,
keterlambatan motoric seperti
mewarnai, menggambar, menggunting.
> 5 tahun Prestasi akademik dibawah rata-rata,
gangguan tingkah laku (perhatian,
kecemasan, mood, dll.)

2.4. Diagnosis

11
2.1.4. Anamnesis

Pada retardasi mental anamnesis yang baik sangat diperlukan yaitu untuk

mengetahui penyebab kelainan organik atau non organik, apakah kelainanya dapat

diobati/tidak, dan apakah ada faktor genetik/tidak. Anamnesis yang baik dari

orang tua, pengasuh, ataupun gurunya sangat membantu diagnosis kelainan ini.17

Anamnesis yang dilakukan mencakup faktor risiko bagi retardasi mental

diantaranya :

1. Faktor ibu : usia ibu melahirkan (kurang dari 16 tahun atau lebih dari 40

tahun), adanya konsanguinitas (hubungan darah/keluarga) yang dekat antara

suami-istri, abnormalitas pada serviks, panggul sempit, ibu malnutrisi,

penyakit atau gangguan lain (ketagihan obat, nefritis, hipertensi, penyakit

tiroid, dll), riwayat abortus sebelumnya, serta riwayat komplikasi

kehamilan.16

2. Faktor perinatal : sectio caesarea setelah percobaan pervaginam

sebelumnya, keadaan waktu lahir (sianosis, asfiksia, depresi pernapasan,

prematuritas, ensefalopati hipoksik-iskemik, hipoksia intra-uterin, prolaps

tali pusat, abruptio plasenta, dan toksemia kehamilan), lahir sungsang atau

dengan tindakan vakum. 16

3. Faktor neonatal : cara menghisap, minum, atau menangis yang abnormal,

anomali muka, ekstremitas yang tidak simetris, hiperbilirubinemia,

hipotonia, jejas, membutuhkan inkubator atau oksigen, berat badan kurang

maju, malnutrisi, kejang, muntah, ataupun demam. 16

Bila dicurigai retardasi mental, perlu dievaluasi keadaan motorik, presepsi, dan

kemampuan kognitif. Evaluasi neuropsikologik mencakup kemampuan anak

12
memecahkan masalah verbal dan non-verbal, adaptasi sosial, dan evaluasi

motorik. Anak dengan kelemahan di satu atau dua bidang perlu dibedakan dari

anak yang lemah di semua bidang (global retardasi mental). Fungsi yang normal

di satu atau lebih bidang perlu diwaspadai bahwa mungkin anak tersebut bukan

penderita retardasi mental.16

Tes pada usia pra-sekolah terutama digunakan untuk rencana edukasi intervensi

jangka pendek dan bukan untuk meramalkan prognosis atau tatalaksana jangka

panjang. Skrining secara rutin menggunakan Denver Developmental Screening

Test maka diagnosis dini dapat segera dibuat. Test IQ dapat dilakukan setelah

anak berumur 6 tahun.1 Retardasi mental sering disertai dengan kerusakan otak

fokal atau luas, dan kelainan susunan saraf pusat lainnya. Serebral palsi, epilepsi,

gangguan visus, dan pendengaran lebih sering dijumpai pada penyandang

retardasi mental dibandingkan populasi umum.16

Anak dengan retardasi mental lebih banyak menunjukkan abnormalitas

psikiatri sedang dan berat, termasuk autisme serta gangguan sosial berat lainnya.

Gangguan tingkah laku yang sering dijumpai pada retardasi mental antara lain

gerak motorik stereotip serta hiperaktivitas berat.16

2.1.5. Pemeriksaan Fisik

a. Pemeriksaan neurologik :

Lingkar kepala, tonus, kekuatan dan koordinasi otot, refleks-reflkes

tendon dalam, refleks-refleks primitif, ataksia serta adanya gerakan-

gerakan abnormal seperti distonia atau atetosis. 16

b. Pemeriksaan sensorik :

13
Visual : refraksi, strabismus, ambliopa, katarak, pigmentasi abnormal

retina dan kebutaan kortikal

Pendengaran

c. Penilaian perkembangan :

Pemeriksaan neurologik lengkap, termasuk penilaian kognitif dan uji

psikologis.

Uji psikologis seperti uji Denver II, Capute Scales, Slosson

Intelligance Test, Bayley scales for infant development, Stanfort-Binet

Intellegence Scale, Wechsler Preschool and Primary Scale of

Intelligence-Revised (WPPSI-R), Wechsler Intelligence Scale for

Children-III dan Vineland Adaptive Behaviour Scales. 16



Observasi perlu dilakukan dengan fokus pada kemampuan komunikasi

anak, kemampuan sosial, kontak mata, komplians, lama atensi,

impulsivitas dan cara bermain.



Pengukuran semua parameter pertumbuhan.

Beberapa kelainan fisik dan gejala yang sering disertai dengan retardasi

mental :17

1. Kelainan pada mata :

a. Katarak yang terjadi pada sindrom lowe, sindrom cockayne, sindrom

down, rubela pranatal, kretin, dll.

b. Bintik cherry-merah pada daerah makula : mukolipidosis, penyakit

tay-sachs, penyakit niemann-pick

c. Korioretinitis : lues kongenital, penyakit sitomegali virus, rubela

prantal

14
d. Kornea keruh : lues kongenital, sindrom hunter, sindrom hurler,

sindrom lowe, dll

2. Kejang :

a. Kejang umum tonik klonik : defisiensi glikogen sinthetase,

hiperlisinemia, hipoglikemia terutama yang disertai glycogen storage

disease I, III, IV, dan VI, phenyl ketonuria, sindrom malabsorpsi

methionin, dll

b. Kejang pada masa neonatal

3. Kelainan kulit : bintik cafe-au-lait pada ataksia telengiektasia, sindrom

bloom, neurofibromatosis, tubero sclerosis

4. Kelainan rambut : rambut rontok pada familial laktik asidosis dengan

necrotizing ensefalopati, rambut cepat memutih pada ataksia

telengiektasia, sindrom malabsorpsi methionin, atrofi progresif serebral

hemisfer, dan rambut halus pada hipotiroid dan malnutrisi

5. Kepala : mikrosefali, makrosefali pada hidrosefalus

6. Perawakan pendek pada kretin dan sindrom prader-willi

7. Distonia pada sindrom halloervorden-spaz

Sedangkan gejala dari retardasi mental tergantung dari tipenya adalah :17

1. Retardasi mental ringan

Kelompok terbanyak dari RM, termasuk dalam tipe sosial budaya,

dan diagnosis setelah anak beberapa kali tidak naik kelas. RM ringan

termasuk masih mampu didik artinya selain dapat diajar baca tulis bahkan

bisa sampai kelas 4-6 SD, juga bisa dilatih keterampilan tertentu dan

mampu mandiri seperti orang dewasa normal. Tetapi pada umumnya RM

15
ringan kurang mampu menghadapi stresor sehingga tetap membutuhkan

bimbingan dari keluarganya.

2. Retardasi mental sedang

Kelompok ini kira-kira 12% dari seluruh penderita RM, mampu dilatih

tetapi tidak mampu didik. Taraf kemampuan intelektualnya hanya dapat

sampai kelas SD, tetapi dapat menguasai suatu keterampilan tertentu dan

apabila bekerja nanti mereka perlu pengawasan. Mereka juga perlu dilatih

untuk bagaimana mengurus diri sendiri. Kelompok ini juga kurang mampu

menghadapi stresor dan kurang dapat mandiri sehingga memerlukan

bimbingan dan pengawasan.

3. Retardasi mental berat

Sekitar 7% dari seluruh penderita retardasi mental masuk kelompok ini

dan termasuk tipe klinik. Diagnosis mudah ditegakkan secara dini, karena

selain adanya gejala fisik yang menyertai juga berdasarkan keluhan dari

orang tua dimana sejak awal sudah terdapat keterlambatan perkembangan

motorik dan bahasa. Mereka dapat dilatih higine dasar dan kemampuan

berbicara sederhana, tidak dapat dilatih keterampilan kerja, dan

memerlukan pengawasan dan bimbingan sepanjang hidupnya.

4. Retardasi mental sangat berat

Kelompok ini sekitar 1% dan termasuk dalam tipe klinik. Diagnosis dini

mudah dibuat karena gejala baik mental dan fisik sangat jelas.

Kemampuan berbahasanya sangat minimal. Penderita akan seluruh

hidupnya tergantung pada orang sekitarnya.

2.1.6. Pemeriksaan Penunjang

16
Pemeriksaan lain yang perlu dilakukan tergantung dari penyebab seperti

pemeriksaan kromosom, EEG, CT-Scan, MRI, titer virus untuk infeksi kongenital,

asam urat serum, laktat dan piruvat darah, zink serum, logam berat, asam amino,

dll. 16,17

2.1.7. Kriteria Diagnosis

Kriteria diagnosis retardasi mental menurut Pedoman Pelayanan Medis

tahun 2011 sebagai berikut : 16

Terdapat kendala perilaku adaptif sosial (kemampuan untuk mandiri)

Gejala timbul pada umur yang kurang dari 18 tahun

Fungsi intelektual kurang dari normal (IQ<70)

2.5. Tatalaksana

2.5.1 Pencegahan

Intelligent disability (ID) merupakan suatu kondisi yang akan dialami

seumur hidup, yang tidk dapat disembuhkan, sehingga pencegahan merupakan

suatu hal yang penting. Terdapat tiga tingkatan pencegahan ID yaitu primer,

sekunder dan tersier2,19

2.5.2 Pencegahan Primer

Melakukan konseling genetik, pasangan yang memiliki riwayat keluarga

dengan ID dapat melakukan pemeriksaan mengenai resiko mereka mendapatkan

anak dengan ID. Namun pemeriksaan ini umumnya mahal.2,19

2.5.3. Pencegahan Sekunder

Beberapa kondisi kesehatan yang berhubungan dengan ID biasanya dapat

dideteksi saat kelahiran. Beberapa resiko yang berhubungan adalah lahir preterm,

17
berat badan lahir rendah, adanya riwayat asfiksia saat kelahiran, atau terdapat

gangguan kesehatan selama masa neonatus. Untuk bayi dengan riwayat ini, perlu

dilakukan monitoring dari awal.2,19

2.5.4. Pencegahan Tersier

Keluarga merupakan kebutuhan untama anak-anak dengan ID ini untuk

mensuport kehidupan mereka, sehingga dibutuhkan keluarga yang dapat

beradaptasi dengan kondisi anak dengan tidak dibawah tekanan. Masyarakat juga

perlu untuk diberikan edukasi mengenai hak-hak pasien ID untuk respek terhadap

mereka tanpa adanya diskriminasi. Sehingga individu dengan ID ini dapat

menjadi bagian integral ditengah-tengah kehidupannya bermasyarakat, tidak

terisolasi. Untuk hal ini pemerintahbertanggung jawab untuk memberikan

pelayanan optimal kepada individu dengan ID ini dengan cara peningkatan

pelayanan di berbagai sektor baik kesehatan, pendidikan dan lain lain.2,19

Meskipun retardasi mental tidak dapat diobati, namun hal ini dapat menerima

intervensi dan oleh karena itu ada baiknya untuk melakukan identifikasi dini.

Sebagian besar anak-anak dengan cacat intelektual tidak memiliki kelainan

perilaku atau emosional sebagai gangguan terkait, namun perilaku menantang

(agresi, cedera diri, perilaku melawan oposisi) dan penyakit jiwa (gangguan mood

dan kecemasan) terjadi dengan frekuensi yang lebih besar pada populasi ini

daripada di antara anak-anak dengan kecerdasan. Kelainan perilaku dan emosi ini

adalah penyebab utama penempatan di luar rumah, mengurangi prospek

pekerjaan, dan penurunan kesempatan untuk integrasi sosial.

Beberapa gangguan perilaku dan emosional sulit didiagnosis pada anak-anak

dengan retardasi mental yang lebih berat karena kemampuan anak terbatas untuk

18
memahami, berkomunikasi, menafsirkan, atau menggeneralisasi. Gangguan

lainnya tertutupi oleh cacat intelektual. Deteksi ADHD diikuti denganretardasi

mental sedang sampai parah mungkin sulit, karena dapat membedakan gangguan

pemikiran (psikosis) pada seseorang dengan cacat autis dan intelektual.

a. Perawatan dan Manajemen Pendidikan

Setiap anak dengan retardasi mental membutuhkan perawatan medis dengan

dokter anak yang mudah dijangkau keluarga untuk menjawab pertanyaan,

membantu mengkoordinasikan perawatan, dan mendiskusikan masalah. Dokter

anak dapat memiliki efek pada pasien dan keluarga mereka yang masih dirasakan

beberapa dekade kemudian. Peran dokter anak mencakup keterlibatan dalam

upaya pencegahan, diagnosis dini, identifikasi defisit terkait, rujukan untuk

layanan diagnostik dan terapeutik yang sesuai, manajemen interdisipliner,

penyediaan perawatan primer, dan advokasi untuk anak dan keluarga. Strategi

manajemen untuk anak-anak dengan retardasi mental harus multimodal, dengan

upaya yang diarahkan pada semua aspek kehidupan anak: kesehatan, pendidikan,

aktivitas sosial dan rekreasi, masalah perilaku, dan gangguan terkait. Dukungan

untuk orang tua dan saudara kandung juga harus disediakan.2,19

b. Perawatan utama

Bagi anak-anak dengan retardasi mental, perawatan primer memiliki sejumlah

komponen penting:

Penyediaan perawatan primer yang sama yang diterima oleh semua anak

dengan usia kronologis yang serupa

19
Petunjuk antisipatif yang relevan dengan tingkat fungsi anak: pemberian

makan, toilet, sekolah, pencegahan kecelakaan, pendidikan seksualitas

Penilaian masalah yang relevan dengan kelainan anak tersebut: misalnya,

pemeriksaan gigi pada anak-anak yang menunjukkan bruxism, fungsi

tiroid pada anak-anak dengan sindrom Down, fungsi jantung pada sindrom

Williams

American Academy of Pediatrics telah menerbitkan serangkaian panduan untuk

anak-anak dengan kelainan genetik spesifik yang terkait dengan retardasi mental

(sindrom Down, sindrom X rapuh, dan sindrom Williams). Tujuan dan program

harus dipertimbangkan serta disesuaikan, sesuai kebutuhan selama kunjungan

perawatan primer. Keputusan juga harus dibuat tentang informasi tambahan apa

yang diperlukan untuk perencanaan masa depan atau untuk menjelaskan mengapa

anak tersebut tidak memenuhi harapan. Evaluasi lainnya, seperti tes psikologi atau

pendidikan formal, mungkin perlu dijadwalkan.2,5,18,19

c. Manajemen Interdisipliner

Dokter anak memiliki tanggung jawab untuk berkonsultasi dengan disiplin lain

untuk membuat diagnosis retardasi mental dan mengkoordinasikan layanan

pengobatan. Layanan konsultan meliputi psikologi, patologi bahasa, terapi fisik,

terapi okupasi, audiologi, nutrisi, perawatan, dan/atau pekerjaan sosial, serta

spesialisasi medis seperti ketidakmampuan perkembangan saraf, neurologi,

genetika, psikiatri, perilaku perkembangan, dan/atau spesialisasi bedah. Kontak

dengan intervensi awal dan personil sekolah sama pentingnya untuk membantu

menyiapkan Rencana Pelayanan Keluarga Individu / Rencana Pendidikan

20
Individu. Keluarga harus menjadi bagian integral dari perencanaan dan arahan

proses ini. Perhatian harus berpusat pada keluarga dan sensitif secara

kultural.2,5,18,19

d. Reevaluasi berkala

Kemampuan anak dan kebutuhan keluarga berubah seiring berjalannya

waktu. Seiring pertumbuhan anak, lebih banyak informasi harus diberikan kepada

anak dan keluarga, tujuan terapi harus dinilai ulang, dan kebutuhan harus

disesuaikan. Sebuah tinjauan berkala harus mencakup informasi tentang status

kesehatan anak serta fungsi anak di rumah, di sekolah, dan di lingkungan

masyarakat lainnya. Informasi lain, seperti tes psikologi atau pendidikan formal,

mungkin bisa membantu. Evaluasi ulang harus dilakukan pada interval rutin (6-12

bulan pada masa kanak-kanak), kapanpun ketika anak tidak memenuhi harapan,

atau saat anak berpindah dari satu layanan ke layanan lain. Hal ini terutama terjadi

selama masa transisi sampai dewasa, dimulai pada usia 14 tahun sebagaimana

diamanatkan oleh Amandemen IDEA tahun 2004. Transisi ini harus mencakup

transfer perawatan ke sistem perawatan kesehatan orang dewasa pada usia 21

tahun.2,5,18,19

e. Jasa Pendidikan

Pendidikan adalah disiplin tunggal yang paling penting yang terlibat dalam

perawatan anak-anak dengan retardasi mental. Program pendidikan harus sesuai

dengan kebutuhan anak dan memperhatikan kekuatan dan kelemahan masing-

masing anak. Tingkat perkembangan anak, persyaratan dukungan anak, dan tujuan

21
untuk kebebasan memberikan dasar untuk menetapkan Program Pendidikan

Individu untuk anak usia sekolah.2,5,18,19

f. Kegaitan Kenyamanan Rekreasi

Kebutuhan sosial dan rekreasi anak harus dipenuhi. Meskipun kegiatan anak-

anak dengan retardasi mental umumnya termasuk kegiatan bermain dengan anak-

anak yang memiliki perkembangan khas, remaja dengan retardasi mental

seringkali tidak memiliki kesempatan untuk berinteraksi sosial yang tepat.

Partisipasi dalam olahraga harus didorong, meski anak tidak kompetitif, karena

memiliki banyak manfaat, termasuk manajemen berat badan, pengembangan

koordinasi fisik, pemeliharaan kebugaran kardiovaskular, dan peningkatan citra

diri. Kegiatan sosial sama pentingnya, termasuk tarian, perjalanan, kencan, dan

acara sosial dan rekreasi khas lainnya.2,5,18,19

g. Konseling Keluarga

Banyak keluarga beradaptasi dengan baik dengan anak dengan retardasi

mental, namun beberapa mengalami kesulitan emosional dan sosial. Risiko

depresi pada orang tua dan pelecehan anak dan kelalaian lebih tinggi pada

kelompok anak ini daripada pada populasi umum. Di antara faktor-faktor yang

terkait dengan kemampuan keluarga dalam mengasuh yang baik, stabilitas

pernikahan, harga diri orang tua yang baik, jumlah saudara yang terbatas, status

sosioekonomi yang lebih tinggi, tingkat kecacatan yang lebih rendah atau

gangguan terkait, harapan dan penerimaan orang tua terhadap diagnosis, anggota

keluarga besar yang mendukung, dan tersedianya program masyarakat dan

layanan perawatan. Dalam keluarga yang memiliki beban emosional memiliki

22
anak dengan retardasi mental sangat besar, konseling keluarga, kelompok

pendukung orang tua, perawatan, dan layanan kesehatan rumah harus menjadi

bagian integral dari rencana perawatan.2,5,18,19

2.6 Prognosa

Pada anak-anak dengan retardasi mental yang berat, prognosisnya sering

terlihat pada anak usia dini. Retardasi mental ringan mungkin tidak selalu menjadi

gangguan seumur hidup. Anak-anak mungkin memenuhi kriteria retardasi mental

sejak usia dini, namun kelak dapat berkembang menjadi gangguan perkembangan

yang lebih spesifik (gangguan komunikasi, autisme, pelajar lambat, atau

kecerdasan normal batas). Anak-anak dengan diagnosis retardasi mental ringan

selama bertahun-tahun selama masa sekolah mereka mengembangkan

keterampilan perilaku adaptif yang memadai sehingga mereka tidak lagi dapat

menyesuaikan diagnosis sebagai remaja, atau efek pematangan dan plastisitas

dapat menyebabkan anak-anak beralih dari satu kategori diagnostik ke kategori

lainnya (dari yang moderat sampai keterbelakangan ringan). Beberapa anak yang

memiliki diagnosis ketidakmampuan belajar tertentu atau gangguan komunikasi

mungkin tidak mempertahankan tingkat perkembangan kognitif mereka dan jatuh

ke dalam rentang retardasi mental dari waktu ke waktu. Pada masa remaja,

diagnosis pada umumnya stabil.2,5,15

Prevalensi retardasi mental yang jelas lebih tinggi di negara-negara

berpenghasilan rendah dan menengah mendapat perhatian mengingat keterbatasan

sumber daya yang ada. Sementara rehabilitasi berbasis masyarakat sedang

dilaksanakan di lebih dari 90 negara, kemanjuran program semacam itu belum

dilakukan.15

23
Hasil jangka panjang dari orang-orang dengan retardasi mental bergantung

pada penyebab yang mendasarinya, tingkat defisit kognitif dan adaptif, adanya

gangguan medis dan perkembangan terkait, kemampuan keluarga, dan dukungan,

layanan, dan pelatihan sekolah dan masyarakat. diberikan kepada anak dan

keluarga. Sebagai orang dewasa, banyak orang dengan retardasi mentalringan

mampu memperoleh kemandirian ekonomi dan sosial dengan kemampuan

membaca fungsional. Mereka mungkin memerlukan pengawasan berkala,

terutama bila berada di bawah tekanan sosial atau ekonomi. Sebagian besar hidup

dengan sukses di masyarakat, baik secara mandiri maupun dalam pengaturan yang

diawasi. Harapan hidup tidak terpengaruh oleh retardasi mental itu sendiri.2,5,15

Bagi orang-orang dengan retardasi mental moderat, tujuan pendidikan adalah

untuk meningkatkan kemampuan adaptif dan keterampilan akademis dan kejuruan

yang bertahan hidup sehingga mereka dapat hidup lebih baik di dunia orang

dewasa. Konsep pekerjaan yang didukung sangat bermanfaat bagi individu-

individu ini; Orang tersebut dilatih oleh pelatih untuk melakukan pekerjaan

tertentu dalam situasi di mana orang tersebut bekerja. Orang-orang ini umumnya

tinggal di rumah atau di lingkungan yang diawasi di masyarakat.15

Sebagai orang dewasa, orang dengan retardasi mental yang berat sampai yang

serius biasanya memerlukan dukungan menyeluruh yang luas. Individu ini

mungkin memiliki gangguan terkait, seperti cerebral palsy, gangguan perilaku,

epilepsi, atau gangguan sensorik, yang membatasi fungsi adaptif mereka. Mereka

bisa melakukan tugas sederhana yang diawasi. Kebanyakan orang dengan tingkat

retardasi mental ini bisa hidup di masyarakat dengan dukungan yang tepat.Tingkat

keparahan cacat intelektual dan umur dewasa.15

24
BAB 3

KESIMPULAN

1. Intellectual disability adalah istilah umum untuk mental retardation.

2. Onset gejala sebelum usia 18 tahun meskipun diagnosis dibuat di kemudian

hari.

3. Angka kejadian intellectual disability di Indonesia diperkirakan sebanyak

7,15 juta.

4. Faktor resiko terjadinya intelectual disability terdiri dari faktor biologis,

faktor prenatal dan faktor psikososial.

5. Anamnesa intellectual disability mencakup seperti faktor ibu, faktor

perinatal, dan faktor neonatal.

6. Pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan yaitu pemeriksaan neurologis,

sensorik, penilaian perkembangan anak dan kelainan fisik maupaun gejala

yang umum terjadi pada anak dengan intellectual disability.

7. Pemeriksaan penunjang tergantung dari penyebab seperti pemeriksaan

kromosom, EEG, CT-Scan, MRI, titer virus untuk infeksi kongenital, asam

urat serum, laktat dan piruvat darah, zink serum, logam berat, asam amino,

dan lain-lain.

8. Prognosis dari orang-orang dengan ID bergantung pada penyebab yang

mendasarinya, tingkat defisit kognitif dan adaptif, adanya gangguan medis

dan perkembangan terkait, kemampuan keluarga, dan dukungan, layanan,

dan pelatihan sekolah dan masyarakat. diberikan kepada anak dan keluarga.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Shea SE. Intellectual Disability (Mental Retardation). Pediatrics in Review,

2012;33(3):110-21.

2. Ke X and Liu J. Intellectual Disability. IACAPAP Textbook of Child and

Adolescent Mental Health,2012:1-25.

3. Kementerian Kesehatan RI. Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementerian

Kesehatan RI: Penyandang Disabilitas pada Anak. Departemen Kesehatan

Indonesia, 2014.

4. Kementerian Keseahtan RI. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan:

Situasi Penyandang Disabilitas. Departemen Kesehatan Indonesia, 2014.

5. Shapiro BK, Batshaw ML. Intellectual disability. In: Kliegman RM, Stanton

BF, Schor NF, Geme JW, Behrman RE. Nelson textbook of pediatrics. 19thed.

Philadelphia: Elsevier, 2011. p.216-22.

6. Foroutan M. Mental retardation (MR) etiology in children referred to care

services. Patient Staf Qual Improv, 2014;2(4):165-7.

7. Young C, Shankar R, Palmer J, et.al. Does intellectual disability increase

sudden unexpected death in epilepsy (SUDEP) risk?. Seizure 25, 2015;112-6.

8. Dwi RW, Diah ES, Oky PAT. Identifikasi penyebab retardasi mental siswa

SLB melalui analisis sitogenetik dan PCR. Jurnal Kedokteran Brwijaya,

2016;29(1):79-82.

9. More L, Kunnecke B, Yekhlef L, et.al. Altered fronto-striatal function inthe

GNI1-null mouse model of x-linked intellectual disability. Neuroscience,

2017;344:346-59.

26
10. Shapiro BK, Batshaw ML. Intellectual disability. In: Kliegman RM, Stanton

BF, Schor NF, Geme JW, Behrman RE. Nelson textbook of pediatrics. 19thed.

Philadelphia: Elsevier, 2011. p.216-22.

11. Dwi RW, Diah ES, Oky PAT. Identifikasi penyebab retardasi mental siswa

SLB melalui analisis sitogenetik dan PCR. Jurnal Kedokteran Brwijaya,

2016;29(1):79-82

12. Chelly J, Khelfaoui M, Francis F, Cherif B and Bienvenu T. Genetics and

Pathophysiology of mental Retardation. European Journal of Human

Genetics. 2006;14

13. Durand Mark & Barlow David, H. (2007). Essensial of abnormal. Ameriks:

Thomson Wadsworth

14. Nevid, Jeffrey S dkk. (2003). Psikologi Abnormal Edisi kelima jilid 1.

Erlangga: Jakarta.

15. Nelson, Behrman, Kliegman, dkk, 2012, Ilmu Kesehatan Anak Nelson edisi

15 vol 1, Jakarta, EGC.

16. IDAI, 2011, Pedoman Pelayanan Medis jilid II, Jakarta, IDAI.

17. Soetjiningsih. 1995.Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC 109, hal 194-199

18. American Academy of Pediatrics, Committee on Children with Disabilities:

Provision of Educationally-Related Services for Children and Adolescents

With Chronic Diseases and Disabling Conditions 105 : 448-50. 2000

19. Silverman W. Prevention of intellectual and developmental disabilities.

American Association on Intellectual and Developmental Disabilities.

47(4):320-2. 2009.

27
28

Anda mungkin juga menyukai