Anda di halaman 1dari 77

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi masih menjadi permasalahan di berbagai negara berkembang di dunia dan

penyebab kematiandan kecacatan dengan jumlah kasus yang selalu bertambah setiap

tahunnya.Heatlhcare Associated Infections (HAIs)adalah infeksi yang didapat oleh

pasien dan petugas kesehatan saat melakukan tindakan perawatan pasien di pelayanan

kesehatan.1Prevalensi HAIs di dunia adalah 8,7%. Studi dari 55 rumah sakit di 14

negara di dunia didapatkan prevalensi tertinggi adalah di Mediterania Timur dan Asia

Tenggara dengan masing-masing prevalensi 11,8% dan 10%, sedangkan di Eropa dan

Pasifik sebesar 7,75% dan 9%. Prevelansi di negara-negara berpendapatan menengah

dan rendah tahun 1995-2010 berkisar antara 5,7-19,1% termasuk di Indonesia

7,1%.2Peningkatan kejadian HAIs ini berhubungan dengan beberapa tindakan petugas

kesehatan yang berpotensi menularkan penyakit.

Petugas kesehatan di Puskesmas Pauh memiliki peran dalam pelaksanaan

tindakan invasif dan non invasif.Tindakan tersebut dapat ditemukan di beberapa bagian

di Puskesmas Pauh seperti di Poliklinik TB, laboratorium, konseling dan tes HIV

sukarela (KTS/VCT), IGD, dan bagian kesehatan gigi dan mulut.Pada tahun 2016,

mulai dari bulan Januari-September tercatat ada 4 kasus yang mendapat tindakan invasif

dan 318 untuk non invasif di Poliklinik TB Puskesmas Pauh.Sedangkan, di laboratorium

tercatat 280 kali pemeriksaan HIV dengan hasil 3 kasus positif HIV. Semakin banyak

tindakan invasif maka risiko penularan infeksi semakin tinggi dari pasien ke petugas

atau sebaliknya.3

1
Tingginya angka kejadian HAIs dapat meningkatkan biaya perawatan karena

pemanjangan hari rawat.Angka resistensi mulai meningkat karena penggunaan

antibiotik akibat terjadinya infeksi sehingga meningkatkan morbiditas dan

mortalitas.Infeksi yang ada di pusat kesehatan dapat ditularkan melalui petugas

kesehatan, orang sakit, pengunjung yang berstatus carrier, atau karena kondisi tempat

pelayanan kesehatan.4

Dibutuhkan suatu upaya pengendalian infeksi di tempat-tempat pelayanan

kesehatan. Upaya tersebut disebut dengan kewaspadaan universal.Kewaspadaan

universal adalah bagian dari upaya pengendalian infeksi di sarana pelayanan

kesehatan.Upaya ini dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan untuk mengurangi risiko

penyebaran infeksi dan didasarkan pada prinsip bahwa darah dan cairan tubuh dapat

berpotensi menularkan penyakit, baik berasal dari pasien maupun petugas

kesehatan.Kegiatan pokok kewaspadaan universal mencakup cuci tangan, alat pelindung

diri (APD), pengelolaan alat-alat kesehatan bekas pakai, pengelolaan jarum dan alat

tajam untuk mencegah perlukaan dan pengolahan limbah dan sanitasi ruangan.5

Penerapan kewaspadaan universal merupakan bagian pengendalian infeksi yang

harus diterapkan oleh setiap petugas kesehatan di berbagai sarana pelayanan kesehatan,

termasuk puskesmas. Berdasarkan hasil pengamatan di Puskesmas Pauh selama 2

minggu mulai dari tanggal 19 September-1Oktober 2016, kewaspadaan universal masih

belum diterapkan secara optimal oleh petugas kesehatan. Hal ini terlihat dari masih

adanya beberapa petugas yang belum menerapkan prinsip cuci tangan seperti momen

untuk mencuci tangan dan langkah-langkah cuci tangan yang benar.Selain itu, masih

minimnya kesadaran penggunaan alat pelindung diri seperti handscoon, masker, dan

2
kacamata pelindung ketika melakukan tindakan yang berpotensi menularkan infeksi.

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas maka penulis tertarik melakukan

upaya peningkatan kewaspadaan universal untuk mecegah risiko penularan infeksi di

Puskesmas Pauh Padang tahun 2016.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja permasalahan pelaksanaan program di Puskesmas Pauh tahun 2015?

2. Bagaimana penentuan prioritas masalah pelaksanaan program di Puskesmas

Pauh tahun 2015?

3. Apa penyebab permasalahan pelaksanaan program yang menjadi prioritas di

Puskesmas Pauh tahun 2015?

4. Bagaimana intervensi yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan

yang menjadi prioritas di Puskesmas Pauh tahun 2015?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di Puskesmas Pauh.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasipermasalahan pelaksanaan program di Puskesmas Pauh tahun

2015

2. Mendeskripsikan penentuan prioritas masalah dalam pelaksanaan program di

Puskesmas Pauh tahun 2015

3. Mendeskripsikan penyebab permasalahan pelaksanaan program yang menjadi

prioritas di Puskesmas Pauh tahun 2015

3
4. Menentukan intervensi yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan

yang menjadi prioritas di Puskesmas Pauh tahun 2015

1.4 Manfaat

Penulisan Plan, Do, Check, and Action (PDCA)ini diharapkan dapat memberikan

kontribusi kepada pihak Puskesmas Pauh dalam melaksanakan upaya peningkatan

kewaspadaan universal untuk mencegah risiko penularan infeksi di Puskesmas Pauh

Padang tahun 2016. Selain itu, proses penulisan PDCA ini dapat menjadi bahan

pembelajaran dan menambah pengetahuan penulis dalam menganalisis permasalahan

serta memberikan solusi pada permasalahan pencegahan risiko penularan infeksi di

Puskesmas Pauh.

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tindakan Petugas Kesehatan Dalam Menggunakan Kewaspadaan Universal

2.1.1 Kewaspadaan Universal

Kewaspadaan universal adalah tindakan pengendalian infeksi yang dilakukan

oleh seluruh tenaga kesehatan untuk mengurangi risiko penyebaran infeksi dan

didasarkan pada prinsip bahwa darah dan cairan tubuh dapat berpotensi menularkan

penyakit, baik berasal dari pasien maupun petugas kesehatan.6

Dasar kewaspadaan universal ini meliputi pengelolaan alat kesehatan, cuci

tangan untuk mencegah infeksi silang, pemakaian alat pelindung diantaranya sarung

tangan untuk mencegah kontak dengan darah serta cairan infeksius yang lain,

pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan, pengelolaan limbah.

Dalam menggunakan kewaspadaan universal petugas kesehatan memberlakukan semua

pasien sama dengan menggunakan prinsip ini, tanpa memandang penyakit atau

diagnosanya dengan asumsi bahwa risiko atau infeksi berbahaya.7

Prinsip kewaspadaan universal (universal precaution) di pelayanan kesehatan

adalah menjaga kebersihan sanitasi individu, kebersihan sanitasi ruangan, serta

sterilisasi peralatan. Hal ini penting mengingat sebagian besar yang terinfeksi virus

lewat darah seperti HIV dan Hepatitis B tidak menunjukan gejala fisik. Kewaspadaan

universal diterapkan untuk melindungi setiap orang (pasien dan petugas kesehatan)

yang terinfeksi atau tidak terinfeksi. Kewaspadaan universal berlaku untuk darah,

sekresi ekskresi (kecuali keringat), luka pada kulit, dan selaput lendir. Penerapan

5
standar ini penting untuk mengurangi risiko penularan mikroorganisme yang berasal

dari sumber infeksi yang diketahui atau tidak diketahui (misalnya pasien, benda

terkontaminasi, jarum suntik bekas pakai, dan spuit) di dalam system pelayanan

kesehatan. Ketiga prinsip tersebut di jabarkan menjadi lima kegiatan pokok yaitu

mencuci tangan guna mencegah infeksi silang, pemakaian alat pelindung diantaranya

pemakaian sarung tangan guna mencegah kontak dengan darah serta cairan infeksius

lain, pengelolaan alat kesehatan, pengelolaan alat tajam untuk mencegah perlukaan, dan

pengelolaan limbah.5

2.1.1.1 Kebersihan Tangan (Hand Hygiene)

Praktek membersihkan tangan adalah upaya mencegah infeksi yang disebarkan

melalui tangan dengan menghilangkan semua kotoran dan debris serta menghambat dan

membunuh mikroorganisme pada kulit. Menjaga kebersihan tangan ini dilakukan segera

setelah sampai di tempat kerja, sebelum kontak dengan pasien atau melakukan tindakan

untuk pasien, selama melakukan tindakan (jika secara tidak sengaja terkontaminasi),

dan setelah kontak atau melakukan tindakan untuk pasien.6

Tujuan membersihkan tangan adalah untuk menghilangkan semua kotoran dan

debris serta menghambat atau membunuh mikroorganisme pada kulit.Mikroorganisme

di tangan ini diperoleh dari kontak dengan pasien dan lingkungan.Sejumlah

mikroorganisme juga tinggal dilapisan terdalam permukaan kulit yaitu Staphylococcus

aureus. Selain memahami panduan dan rekomendasi untuk kebersihan tangan, para

petugas kesehatan perlu memahami indikasi dan keuntungan dari kebersihan tangan

terutama keterbatasan pemakaian sarung tangan.8

6
Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir bila tangan terlihat kotor atau

terkontaminasi dengan bahan-bahan protein. Gunakan handrub berbasis alkohol secara

rutin untuk dekontaminasi tangan, jika tangan tidak terlihat ternoda atau kotor. Handrub

berbasis alkohol tidak dapat digunakan jika tangan terlihat kotor. Produk berbasis

alkohol tidak dapat digunakan setelah menyentuh kulit yang tidak utuh, darah, atau

cairan tubuh. Pada kondisi tersebut cuci tangan dengan sabun dan air mengalir

selanjutnya keringkan dengan lap/handuk tisu sekali pakai.5

Tiga cara cuci tangan yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan yaitu :

1. Cuci tangan hiegenik atau rutin yaitu mengurangi kotoran dan flora yang ada di

tangan dengan menggunakan sabun atau deterjen.

2. Cuci tangan aseptikyaitu sebelum tindakan aseptic pada pasien dengan

menggunakan aseptik

3. Cuci tangan bedah (surgical handscrub) yaitu sebelum melakukan tindakan

bedah cara aseptic dengan antiseptic dan sikat steril.5

Hal-hal yang perlu diingat saat membersihkan tangan :

1. Bila jelas terlihat kotor atau terkontaminasi oleh bahan yang mengandung

protein, tangan harus dicuci dengan sabun dan air mengalir.

2. Bila tangan tidak jelas terlihat kotor atau terkontaminasi, harus digunakan

antiseptik berbasis alkohol untuk dekontaminasi tangan rutin.

3. Pastikan tangan kering sebelum memulai kegiatan.8

Indikasi cuci tangan yaitu :

1. Segera : setelah tiba di tempat kerja

7
2. Sebelum :

a. kontak langsung dengan pasien

b. Memakai sarung tangan sebelum pemeriksaan klinis dan tindakan invasif

(pemberian suntikan intra vaskuler)

c. Menyediakan / mempersiapkan obat-obatan

d. Mempersiapkan makanan

e. Memberi makan pasien

f. Meninggalkan rumah sakit.

3. Diantara : Prosedur tertentu pada pasien yang sama dimana tangan terkontaminasi,

untuk menghindari kontaminasi silang.

4. Setelah :

a. Kontak dengan pasien

b. Melepas sarung tangan

c. Melepas alat pelindung diri

d. Kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi, eksudat luka dan

peralatan yang diketahui atau kemungkinan terkontaminasi dengan darah,

cairan tubuh, ekskresi (bedpen, urinal) apakahmenggunakan atau tidak

menggunakan sarung tangan.

e. Menggunakan toilet, menyentuh/melap hidung dengan tangan.9,6

Menurut WHO (2009) ada 5 Momen Hand Hygiene :


Momen 1 : sebelum kontak dengan pasien
Momen 2 : sebelum tindakan asepsis
Momen 3 : setelah terkena cairan tubuh pasien
Momen 4 : setelah kontak dengan pasien

8
Momen 5: setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien
Persiapan Cuci Tangan

1. Air mengalir

Sarana utama untuk cuci tangan adalah air mengalir dengan saluran pembuangan

atau bak penampung yang memadai. Air mengalir tersebut dapatmelepas

mikroorganisme karena gesekan mekanis atau kimiawi saat cuci tangan akan terhalau

dan tidak menempel lagi dipermukaan kulit. Air mengalir tersebut dapat berupa kran

atau dengan cara mengguyur dengan gayung, namun cara mengguyur dengan gayung

memiliki risiko cukup besar untuk terjadinya pencemaran, baik melalui gagang gayung

ataupun percikan air bekas cucian kembali ke bak penampung air bersih. Air kran bukan

berarti harus dari PAM, namun dapat diupayakan secara sederhana dengan tangki

berkran di ruang pelayanan/perawatan kesehatan agar mudah dijangkau oleh para

petugas kesehatan yang memerlukannya. Selain air mengalir, ada dua jenis bahan

pencuci tangan yang dibutuhkan yaitu sabun dan larutan antiseptik.10

2. Sabun

Bahan tersebut tidak membunuh mikroorganisme tetapi menghambat dan

mengurangi jumlah mikroorganisme dengan jalan mengurangi tegangan permukaan

sehingga mikroorganisme terlepas dari permukaan kulit dan mudah terbawa oleh air.

Jumlah mikroorganisme semakin berkurang dengan meningkatnya frekuensi cuci

tangan, namun dilain pihak dengan seringnya menggunakan sabun atau detergen maka

lapisan lemak kulit akan hilang dan membuat kulit menjadi kering dan pecah-pecah.8

3. Larutan Antiseptik

Larutan antiseptik atau disebut juga antimikroba topikal, dipakai pada kulit atau

jaringan hidup lainnya untuk menghambat aktivitas atau membunuh mikroorganisme

9
pada kulit. Antiseptik memiliki bahan kimia yang memungkinkan untuk digunakan pada

kulit dan selaput mukosa. Antiseptik memiliki keragaman dalam hal efektivitas,

aktivitas, akibat dan rasa pada kulit setelah dipakai sesuai dengan keragaman jenis

antiseptik tersebut dan reaksi kulit masing-masing individu. Kulit manusia tidak dapat

disterilkan. Tujuan yang ingin dicapai adalah penurunan jumlah mikroorganisme pada

kulit secara maksimal terutama kuman transien. Kriteria memilih antiseptik adalah

sebagai berikut:

a. Memiliki efek yang luas, menghambat atau merusak mikroorganisme secara

luas(gram positif dan gram negatif, virus lipofilik, bacillus dan tuberkulosis,

fungi, dan endospora).

b. Efektivitas

c. Kecepatan aktivitas awal

d. Efek residu, aksi yang lama setelah pemakaian untuk meredam pertumbuhan

e. Tidak mengakibatkan iritasi kulit

f. Tidak menyebabkan alergi

g. Efektif sekali pakai, tidak perlu diulang-ulang

h. Dapat diterima secara visual maupun estetik.8

4. Lap tangan yang bersih dan kering

Prosedur Standar Mencuci Tangan

Teknik Membersihkan Tangan dengan Sabun dan Air harus dilakukan seperti :

1 : Basahi tangan dengan air mengalir yang bersih.

2 : Tuangkan 3 - 5 cc sabun cair utk menyabuni seluruh permukaan tangan.

3 : Ratakan dengan kedua telapak tangan.

10
4 : Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan

sebaliknya.

5 : Gosok kedua telapak dan sela-sela jari.

6 : Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci.

7 : Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan

sebaliknya.

8 : Gosok dengan memutar ujung jari-jari di telapak tangan kiri dan sebaliknya.

9 : Bilas kedua tangan dengan air mengalir.

10 : Keringkan dengan handuk sekali pakai atau tissue towel sampai benar-benar

kering.

11 : Gunakan handuk sekali pakai atau tissue towel untuk menutup kran.

Karena mikroorganisme tumbuh dan berkembang biak pada keadaan lembab dan air

yang tidak mengalir, maka :

a. Tempat isi ulang sabun harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum pengisian

ulang.

b. Jangan menambahkan sabun cair kedalam tempatnya bila masih ada isinya,

penambahan ini dapat menyebabkan kontaminasi bakteri pada sabun yang

dimasukkan.

c. Jangan menggunakan baskom yang berisi air. Meskipun memakai tambahan

antiseptik (seperti: Dettol atau Savlon), mikroorganisme dapat bertahan dan

berkembang biak dalam larutan ini.

11
d. Jika air mengalir tidak tersedia, gunakan wadah air dengan kran atau gunakan

ember dan gayung, tampung air yang telah digunakan dalam sebuah ember dan

buanglah di toilet. 5

Gambar 2.1 Cara Mencuci Tangan dengan Sabun dan Air

(Sumber : Depkes RI, 2008)1

Penggunaan handrub antiseptik untuk tangan yang bersih lebih efektif untuk

membunuh flora residen dan flora transien daripada mencuci tangan dengan sabun

antiseptic atau dengan sabun biasa dan air. Antiseptik ini cepat dan mudah digunakan

serta menghasilkan penurunan jumlah flora tangtan awal yang lebih besar . Handrub

12
antiseptic juga bersisi emolien seperti gliserun, glisol propelin, atau sorbitol yang

melindungi dan melembutkan air.

Teknik untuk menggosok tangan dengan antiseptik :

a. Langkah 1 : Tuangkan handrub berbasis alkohol untuk dapat mencakup seluruh

permukaan tangan dan jari (kira-kira satu sendok teh).

b. Langkah 2 : Gosokkan larutan dengan teliti dan benar pada kedua belah tangan,

khususnya diantara jari-jari jemari dan dibawah kuku hingga kering.

Handrub antiseptik tidak menghilangkan kotoran atau zat organik, sehingga jika

tangan sangat kotor atau terkontaminasi oleh darah atau cairan tubuh , harus

mencuci tangan dengan sabun dan air telebih dahulu. Selain itu, untuk

mengurangi penumpukan emolien pada tangan setelah pemakaian handrub

antiseptic berulang, tetap dilakukan mencuci tangan dengan sabun dan air setiap

kali setelah 5-10 aplikasi handrub. Terakhir, handrub yang hanya berisi alcohol

sebagai bahan aktifnya, memiliki efek residual yang terbatas dibandingkan

dengan handrub yang berisi campuran alkohol dan antiseptik seperti

klorheksidin.

13
Gambar 2.2 Cara Mencuci Tangan dengan Antiseptik Berbasis Alkohol

(Sumber : Depkes RI, 2008) 1

2.1.1.2Alat Pelindung Diri

Alat pelindung diri (APD) digunakan untuk melindungi kulit dan selaput lender

petugas dari risiko pajanan darah, semua jenis cairan tubuh, sekret atau ekskreta,kulit

yang tidak utuh dan selaput lendir pasien. APD telah lama digunakan untuk melindungi

pasien dari mikroorganisme yang ada pada petugas kesehatan. Namun, dengan

munculnya Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) dan Hepatitis C, serta

meningkatnya kembali kasus Tuberculosis (TB), pemakaian APD juga menjadi sangat

penting dalam melindungi petugas. Alat pelindung diri mencakup sarung tangan,

14
masker, alat pelindung mata, topi, gaun, apron, pelindung kaki, dan alat pelindung

lainnya.7

Pedoman Umum Alat Pelindung Diri yaitu :

1. Tangan harus selalu dibersihkan meskipun menggunakan APD.

2. Lepas dan ganti bila perlu segala perlengkapan APD yang dapat digunakan

kembali yang sudah rusak atau sobek segera setelah Anda mengetahui APD tersebut

tidak berfungsi optimal.

3. Lepaskan semua APD sesegera mungkin setelah selesai memberikan pelayanan

dan hindari kontaminasi:

a. lingkungan di luar ruang isolasi

b. para pasien atau pekerja lain, dan

c. diri Anda sendiri.

4. Buang semua perlengkapan APD dengan hati-hati dan segera membersihkan

tangan.

5. Perkirakan risiko terpajan cairan tubuh atau area terkontaminasi sebelum

melakukan kegiatan perawatan kesehatan.

6. Pilih APD sesuai dengan perkiraan risiko terjadi pajanan.

7. Menyediakan sarana APD bila emergensi dibutuhkan untuk dipakai.8

Jenis-jenis Alat Pelindung Diri

1. Sarung Tangan

Sarung tangan atau istilahnya handscoon merupakan salah satu kunci

dalammeminimalisasi penularan penyakit, merupakan alat yang mutlak

harusdipergunakan oleh petugas kesehatan termasuk perawat. Pemakaian sarungtangan

15
bertujuan untuk melindungi tangan dari kontak dengan darah, semuajenis cairan tubuh,

sekret, kulit yang tidak utuh, selaput lendir pasien dan bendayang terkontaminasi.6

Sebelum memakai sarung tangan dan setelah melepas sarung tangan lakukan

kebersihan tangan menggunakan antiseptik cair atau handrub berbasis alkohol.

Tergantung keadaan, sarung tangan periksa atau serbaguna bersih harus digunakan oleh

semua petugas ketika :

a. Ada kemungkinan kontak tangan dengan darah atau cairan tubuh lain,

membranmukosa atau kulit yang terlepas.

b. Melakukan prosedur medis yang bersifat invasif misalnya menusukkan sesuatu

kedalam pembuluh darah, seperti memasang infus.

c. Menangani bahan-bahan bekas pakai yang telah terkontaminasi atau menyentuh

permukaan yang tercemar.

d. Menerapkan kewaspadaan transmisi kontak mengharuskan petugas kesehatan

menggunakan sarung tangan bersih, tidaksteril ketika memasuki ruangan pasien.

Petugas kesehatan harus melepas sarung tangan tersebut sebelum meninggalkan

ruangan pasien dan mencuci tangan dengan air dan sabun atau dengan handrub

berbasis alkohol. Satu pasang sarung tangan harus digunakan untuk setiap

pasien, sebagai upaya menghindari kontaminasi silang. Pemakaian sepasang

sarung tangan yang sama ketika berpindah dari satu pasien ke pasien lain atau

ketika melakukan perawatan di bagian tubuh yang kotor kemudian berpindah ke

bagian tubuh yang bersih, bukan merupakan praktek yang aman.8

16
2. Masker

Masker berguna untuk melindungi alat pernapasan terhadap udara

yangterkontaminasi di tempat kerja atau di rumah sakit yang bertujuan

untukmelindungi dan mengurangi risiko tertular penyakit melalui udara. Masker

harus cukup besar untuk menutupi hidung, mulut, bagian bawah dagu, dan

rambut pada wajah (jenggot). Masker dipakai untuk menahan cipratan yang

keluar sewaktu petugas kesehatan atau petugas bedah berbicara, batuk atau

bersin serta untuk mencegah percikan darah atau cairan tubuh lainnya memasuki

hidung atau mulut petugas kesehatan.6

Bila masker tidak terbuat dari bahan tahan cairan, maka masker tersebut tidak

efektif untuk mencegah kedua hal tersebut. Masker yang ada, terbuat dari berbagai

bahan seperti katun ringan, kain kasa, kertas dan bahan sintetik yang beberapa di

antaranya tahan cairan. Masker yang dibuat dari katun atau kertas sangat nyaman tetapi

tidak dapat menahan cairan atau efektif sebagai filter. Masker yang dibuat dari bahan

sintetik dapat memberikan perlindungan dari tetesan partikel berukuran besar (>5 m)

yang tersebar melalui batuk atu bersin ke orang yang berada di dekat pasien (<1 meter).

Pada perawatan pasien yang telah diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular

melalui udara atau droplet, masker yang digunakan harus dapat mencegah partikel

mencapai membran mukosa dari petugas kesehatan.8

3. Topi

Topi digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga serpihan kulit

dan rmabut tidak masuk kedalam luka selama pembedahan, Topi harus cukup besar

untuk menutup semua rambut. Meskipun topi dapat memberikan sejumlah perlindungan

17
pada pasien, tetapi tujuan utamanya adalah untuk melindungi pemakainya dari darah

atau cairan tubuh yang terpercik atau menyemprot.10

4. Gaun Pelindung

Gaun pelindung digunakan untuk menutupi atau mengganti pakaian biasa atau

seragam lain, pada saat merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita

penyakit menular melalui droplet/airborne.Pemakaian gaun pelindung terutama

terutama adalah untuk leindungi baju dan kulit petugas kesehatan dari sekresi respirasi.6

5. Apron

Apron yang terbuat dari karet atau plastic merupakan penghalang tahan air untuk

sepanjang bagian depan tubuh petugas kesehatan. Petugas kesehatan harus

menggunakan apron dibawah gaun penutup ketika melakukan perawatan langsung pada

pasien, membersihkan pasien atau melakukan prosedur dimana ada risiko tumpahan

darah, cairan tubuh, atau sekresi. Hal ini penting jika gaun pelindung tidak tahan air.

Apron mencegah cairan tubuh pasien mengenai baju dan kulit petugas kesehatan. 10

6. Pelindung Kaki

Pelindung kaki digunakan untuk melindungi kaki dari cedera akibat benda tajam

atau benda berat yang mungkin jatuh secara tidak sengaja ke atas kaki. Oleh karena itu,

sandal, sandal jepit atau sepatu yang terbuat dari bahan lunak (kain) tidak boleh

dikenakan. Sepatu boot karet atau sepatu kulit tertutup memberikan lebih banyak

perlindungan, tetapi harus dijaga tetap bersih dan bebas kontaminasi darah atau

tumpahan cairan tubuh lain. Penutup sepatu tidak diperlukan jika sepatu bersih. Sepatu

yang tahan terhadap benda tajam atau kedap air harus tersedia di kamar bedah. Sebuah

penelitian menyatakan bahwa penutup sepatu dari kain atau kertas dapat meningkatkan

18
kontaminasi karena memungkinkan darah merembes melalui sepatu dan seringkali

digunakan sampai di luar ruang operasi. Kemudian dilepas tanpa sarung tangan

sehingga terjadi pencemaran.8

2.1.1.3 Pengelolaan Alat Kesehatan

Pengelolaan alat kesehatan bertujuan untuk mencegah penularan infeksi melalui

alat kesehatan, atau untuk menjamin alat tersebut dalam kondisi steril dan siap pakai.

Semua alat, bahan dan obat yang dimasukkan ke dalam tubuh pasien harus dalam

keadaan steril. Proses penatalaksanaan peralatan dilakukan melalui 4 tahap kegiatan,

yaitu dekontaminasi, pencucian, desinfeksi tingkat tinggi (DTT) atau sterilisasi dan

penyimpanan.

1. Dekontaminasi

Pengertian dekontaminasi menurut Depkes (2010) adalah menghilangkan

kotoran dan mikroorganisme patogen dari suatu benda sehingga aman untuk

pengelolaan selanjutnya. Tujuan dekontaminasi yaitu untuk mencegah penularan

infeksi melalui alat kesehatan atau suatu permukaan benda, misalnya hepatitis B,

HIV dan kotoran lain yang tidak tampak. Bahan yang digunakan dalam

melakukan dekontaminasi disebut dengan desinfektan, merupakan bahan atau

larutan kimia yang berguna untuk membunuh mikroorganisme pada benda mati,

dan tidak dapat digunakan pada kulit dan membran mukosa, contohnya larutan

klorin 0,5%. Dalam memilih cara dekontaminasi perlu dipertimbangkan

keamanan, efektifitas dan efisiensi.5

19
Prosedur standar dekontaminasi alat kesehatan menurut Depkes RI, 2010 adalah

sebagai berikut :5

a. Cuci tangan

b. Pakai sarung tangan untuk menangani peralatan bekas pakai

c. Rendam alat-alat kesehatan setelah dipakai dalam larutan klorin atau bayclyn

0,5% selama 10 menit. Larutan klorin hanya bertahan selama 24 jam, karena

itu buatlah larutan segar setiap hari.

d. Jika ada bahaya terkena percikan, pakai kacamata atau pelindung mata,

masker atau pelindung wajah.

e. Buang kotoran yang melekat lalu bilas dengan air mengalir sampai bersih

kemudian lanjutkan dengan tahap berikutnya yaitu pencucian.

f. Bersihkan sarung tangan ketika masih terpasang di tangan dengan larutan

klorin, kemudian lepaskan dari tangan secara terbalik kemudian selanjutnya

direndam dalam larutan klorin. Petugas cuci tangan.

2. Pencucian

Setelah proses dekontaminasi langkah selanjutnya adalah pencucian

dengan sabun atau deterjen, air mengalir dan sikat. Dengan pencucian, jumlah

mikroorganisme yang potensial menjadi penyebab infeksi dapat diturunkan atau

diminimalkan. Apabila tidak dilakukan pencucian terlebih dahulu maka proses

DTT maupun sterilisasi menjadi tidak efektif. Prosedur pencucian alat kesehatan

menurut Depkes RI (2010) adalah sebagai berikut :5

a. Pakai sarung tangan ketika mencuci alat

20
b. Perlatan yang sudah didekontaminasi dibuka satu persatu lalu disikat

perlahan-lahan dengan sikat lembut dan deterjen, agar bagian luar dan bagian

dalam bersih. Untuk jarum dan alat suntik, bilas tiga kali dengan air dan

deterjen sebelum dibilas dengan air bila sudah bersih.

3. Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT) atau Sterilisasi

1) Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT)

Desinfeksi adalah menghilangkan sebagian atau semua mikroorganisme dari

alat kesehatan kecuali endospora bakteri (Depkes, 2010). Desinfeksi

biasanya dilakukan dengan menggunakan bahan kimia, pasteurisasi atau

perebusan. Banyak faktor yang mempengaruhi efektifitas dari desinfeksi ini

antara lain proses yang dilakukan yang dilakukan sebelumnya (seperti

pencucian, pengeringan), adanya zat organik, tingkat pencemaran, jenis

mikroorganisme pada alat kesehatan, sifat dan bentuk alat, lama paparan

desinfektan, suhu dan ph saat proses berlangsung. Desinfeksi tingkat tinggi

(DTT) adalah merupakan alternatif penatalaksanaan alat kesehatan apabila

sterilisator tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan.5

Untuk melakukan desinfeksi tingkat tinggi dengan perebusan,

prosedurnya adalah sebagai berikut (Depkes RI, 2010) :

a. Masukkan benda atau alat yang akan didesinfeksi ke dalam wadah

perebusan dan beri air sampai seluruh permukaan alat terendam.

b. Tutup wadah dan panaskan sampai air mendidih, biarkan selama 20

menit setelah air mendidih.

21
c. Angkat wadah dari atas api, angkat peralatan dari wadah menggunakan

penjepit yang steril. Dan tempatkan di dalam suatu wadah yang steril.

d. Keringkan peralatan dengan mengangin-anginkannya.

e. Sesudah peralatan kering wadah ditutup dengan tutup yang sudah

didesinfeksi pula. Wadah perlatan didesinfeksi dengan merebusnya

selama 20 menit, kemudian dibilas dengan air yang sudah dididihkan.

Keringkan dengan diangin-anginkan atau dijemur, dan kemudian ditutup

dengan tutup yang sudah didesinfeksi pula.5

2) Sterilisasi

Sterilisasi adalah suatu proses untuk menghilangkan seluruh

mikroorganisme dari peralatan kesehatan termasuk endospora bakteri

dan merupakan cara yang paling aman dan paling efektif untuk

pengelolaan alat kesehatan yang berhubungan dengan darah atau jaringan

di bawah kulit (Depkes, 2010).5

Sterilisasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara fisik

(seperti pemanasan atau radiasi dan filtrasi) dan secara kimiawi

(menggunakan bahan kimia dengan cara direndam menggunakan larutan

glutaraldehide dan dapat pula dengan cara menguapi dengan gas kimia

seperti gas etilen oksida).

Sterilisasi dengan cara pemanasan dibedakan menjadi 2 menurut

Depkes (2010) yaitu :5

a. Pemanasan basah yaitu menggunakan uap panas bertekanan tinggi

(otoklaf), sterilisasi terjadi melalui koagulasi dan denaturasi protein.

22
Otoklaf digunakan untuk sterilisasi alat-alat yang dapat digunakan

ulang. Otoklaf dipasang pada suhu 121-134oC selama 20 menit, bila

terbungkus maka diperlukan waktu 30 menit dihitung sejak tercapai

suhu 121oC.

b. Pemanasan kering (dry heat) menggunakan oven, sinar infra merah.

Sterilisasi terjadi melalui proses oksidasi dan denaturasi protein.

Pada dry heat memerlukan pemanasan dengan suhu 150-170oC

selama 2 jam. Untuk membunuh spora diperlukan suhu 180oC

dengan waktu 2 jam.

4. Penyimpanan

Proses penyimpanan alat juga sama pentingnya dengan proses sterilisasi

atau desinfeksi. Menurut Depkes (2010), ada 2 jenis alat apabila dibedakan

berdasarkan cara penyimpanannya, yaitu alat yang dibungkus dan alat yang tidak

dibungkus. Alat yang dibungkus, masa sterilnya adalah selama alat tersebut

masih dalam keadaan terbungkus secara utuh serta masih tetap kering, dan

tergantung pula pada ada atau tidaknya kontaminasi.5

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi umur steril suatu alat yaitu

jenis material yang digunakan untuk membungkus alat, berapakali bungkus

ditangani; jumlah petugas yang menangani bungkusan, kebersihan, kelembaban

dan suhu tempat penyimpanan, serta apakah bungkusan tahan debu. Alat yang

dianggap tercemar harus disterilkan kembali sebelum pemakaian. Alat yang

tidak dibungkus harus digunakan segera setelah dikeluarkan. Alat yang

23
tersimpan dalam wadah steril dan tertutup apabila yakin tetap steril maka lama

waktu steril adalah 1 minggu.5

2.1.1.4 Pengelolaan Limbah

Pengelolaan limbah merupakan salah satu upaya kegiatan pencegahan

pengendalian infeksidi rumah sakit atau di fasilitas pelayanan kesehatan. Limbah dari

rumah sakit atau pelayanankesehatan lainnya dapat berupa yang telah terkontaminasi

(secara potensial sangat berbahaya)atau tidak terkontaminasi. Sekitar 85% limbah

umum yang dihasilkan dari rumah sakit atau fasilitaskesehatan lainnya tidak

terkontaminasi dan tidak berbahaya bagi petugas yang menangani,namun demikian

penanganan limbah ini harus dikelola dengan baik dan benar.8

Limbah dari sarana kesehatan secara umum dibedakan atas :

1) Limbah rumah tangga atau limbah non medis, yaitu limbah yang tidak kontak

dengandarah atau cairan tubuh lainnya disebut sebagai risiko rendah. yakni sampah-

sampah yang dihasilkan dari kegiatan ruang tunggu pasien, administrasi.

2) Limbah medis bagian dari sampah rumah sakit yang berasal dari bahan yang

mengalamikontak dengan darah atau cairan tubuh lainnya disebut sebagai limbah

berisiko tinggi. Beberapa limbah medis dapat berupa: limbah klinis, limbah

laboratorium, darah atau cairan tubuh yang lainnya, material yang mengandung darah

seperti perban, kassa dan benda-benda dari kamar bedah, sampah organik, misalnya

potongan tubuh, plasenta, benda-benda tajam bekas pakai misal jarum suntik.7

Tujuan pengelolaan limbah ialah:

1. melindungi petugas pembuangan limbah dari perlukaan

2. melindungi penyebaran infeksi terhadap para petugas kesehatan

24
3. mencegah penularan infeksi pada masyarakat sekitarnya

4. membuang bahan-bahan berbahaya (bahan toksik dan radioaktif ) dengan aman.

5. Tumpukan limbah terbuka harus dihindari, karena:

a. menjadi objek pemulung yang akan memanfaatkan limbah yang

terkontaminasi

b. dapat menyebabkan perlukaan

c. menimbulkan bau busuk

d. mengundang lalat dan hewan penyebar penyakit lainnya.8

Pengelolaan Limbah dapat dilakukan mulai dari sebagai berikut :1

1. Identifikasi Limbah

Limbah dikelompokkan berdasarkan jenisnya yaitu padat, cair, tajam, infeksius,

dan non infeksius.

2. Pemisahan

a. Pemisahan dimulai dari awal penghasil limbah

b. Pisahkan limbah sesuai dengan jenis limbah

c. Tempatkan limbah sesuai dengan jenisnya

d. Limbah cair segera dibuang ke wastafel di spoelhoek

3. Labeling

a. Limbah padat infeksius: plastik kantong kuning dan kantong warna lain tapi

diikat tali warna kuning

b. Limbah padat non infeksius: plastik kantong warna hitam

c. Limbah benda tajam: wadah tahan tusuk dan air

4. Kantong pembuangan diberi label biohazard atau sesuai jenis limbah

25
5. Packing

a. Tempatkan dalam wadah limbah tertutup

b. Tutup mudah dibuka, sebaiknya bisa dengan menggunakan kaki

c. Kontainer dalam keadaan bersih

d. Kontainer terbuat dari bahan yang kuat, ringan dan tidak berkarat

e. Tempatkan setiap kontainer limbah pada jarak 10 20 meter

f. Ikat limbah jika sudah terisi 3/4 penuh

g. Kontainer limbah harus dicuci setiap hari.

6. Penyimpanan

a. Simpan limbah di tempat penampungan sementara khusus

b. Tempatkan limbah dalam kantong plastik dan ikat dengan kuat

c. Beri label pada kantong plastik limbah

d. Setiap hari limbah diangkat dari tempat penampungan sementara

e. Mengangkut limbah harus menggunakan kereta dorong khusus

f. Kereta dorong harus kuat, mudah dibersihkan, tertutup

g. Tidak boleh ada yang tercecer

h. Sebaiknya lift pengangkut limbah berbeda dengan lift pasien

i. Gunakan alat pelindung diri ketika menangani limbah

j. Tempat penampungan sementara harus di area terbuka, terjangkau (oleh

kendaraan), aman dan selalu dijaga kebersihannya dan kondisi kering.

7. Pengangkutan

a. Mengangkut limbah harus menggunakan kereta dorong khusus

b. Kereta dorong harus kuat, mudah dibersihkan, tertutup

26
c. Tidak boleh ada yang tercecer

d. Sebaiknya lift pengangkut limbah berbeda dengan lift pasien

e. Gunakan alat pelindung diri ketika menangani limbah.

8. Treatment

a. Limbah infeksius di masukkan dalam incenerator

b. Limbah non infeksius dibawa ke tempat pembuangan limbah umum

c. Limbah benda tajam dimasukkan dalam incenerator

d. Limbah cair dalam wastafel di ruang spoelhok

e. Limbah feses, urin kedalam WC.

2.1.1.5 Pengelolaan Benda Tajam

Benda tajam sangat berisiko menyebabkan perlukaan sehingga dapat pula

meningkatkan risiko penularan penyakit melalui kontak darah. Penularan HIV, hepatitis

B dan hepatitis C di sarana pelayanan kesehatan sebagian besar disebabkan karena

kecelakaan yang dapat dicegah yaitu tertusuk jarum suntik dan perlukaan oleh benda

tajam lainnya.5

Benda tajam harus digunakan sekali pakai, seperti jarum suntuk, pisau bedah,

dan lain-lain. Alat kesehatan dan benda tajam seperti jarum suntik yang menembus

mukosa atau kulit harus terjamin sterililitasnya. Kecelakaan yang sering terjadi pada

prosedur penyuntikan menurut Depkes (2010) adalah pada saat menutup kembali jarum

suntik melainkan langsung di buang ke tempat penampungan sementara tanpa

menyentuh atau memanipulasi bagian tajamnya seperti membengkokkan atau

mematahkan. Jika jarum terpaksa ditutup kembali maka gunakanlah cara penutupan

dengan satu tangan untuk nmencegah jari tertusuk jarum.5

27
Menurut Depkes (2010), benda tajam sebelum dimusnahkan dalam incinerator

atay dikubur atau dikaporitisasi bersama limbah lain, perlu ditampung terlebih dahulu

dalam wadah penampungan sementara. Wadah tersebut harus bersifat kedap air, tidak

mudah bocor, tahan tusukan, tertutup, tidak mudah tumpah (misalnya botol infus atau

botol plastik air mineral, kotak karton yang tebal, kaleng atau wadah yang terbuat dari

logam). Wadah diganti setelah berisi bagian. Benda tajam ditangani bersama dengan

limbah medis.5

2.1.1.6 Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja yang memungkinkan terjadinya pajanan darah atau cairan

tubuh dapat terjadi melalui tusukan, luka, percikan pada mukosa mata, hidung atau

mulut, dan percikan pada kulit yang tidak utuh. Kejadian seperti tersebut harus dicegah

dan keselamatan petugas harus diutamakan. Apabila kecelakaan terjadi harus harus

didokumentasikan dan dilaporkan kepada atasan, kepada panitia keselamatan dan

kesehatan kerja (K3) dan panitia infeksi nosokomial secepatnya, sehingga dapat

dilakukan tindakan selanjutnya.11 Prosedur tatalaksana pajanan darah di sarana

pelayanan kesehatan disesuaikan dengan sarana dan kebijakan institusi setempat.

Penatalaksanaan pajanan darah di temoat kerja terdiri dari beberapa langkah

(Depkes, 2010), diantaranya yaitu : 5

a. Langkah 1

Tindakan pertama pada setiap pajanan yaitu cuci dengan air mengalir dan sbun

antiseptik, mencatat dan melaporkan kejadian pajanan darah kepada panitia K3

atau panitia pengendalian infeksi nosokomial dalam waktu 24 jam.

28
b. Langkah 2

Menelaah pajanan mulai dari jenis dan alur pajanan, bahan pajanan, status

infeksi, sumber pajanan, dan kerentanan orang yang terpajan.

c. Langkah 3

Memberikan profilaksis paska pajanan (PPP) kepada pekerja yang memiliki

risiko tinggi terinfeksi (HBV dan HIV). Untuk pekerja yang berisiko tinggi

terinfeksi HIV, pemberian PPP dilakukan dalam beberapa jam setelah pajanan

berupa pemberian ARV jangka pendek untuk menurunkan risiko infeksi HIV

setelah pajanan.

d. Langkah 4

Melakukan tes lanjutan (laboratorium) dan memberikan konseling. Pekerja yang

terpajan dianjurkan untuk segera memeriksakan dirinya jika ditemukan tanda

atau gejala dari suatu penyakit.

2.1.1.7 Kewaspadaan Khusus

Upaya pencegahan infeksi di pelayanan kesehatan terdiri dari penerapan 2

tingkat kewaspadaan, yaitu kewaspadaan universal dan kewaspadaan khusus.

Kewaspadaan khusus tersebut merupakan tambahan pada kewaspadaan universal, yang

terdiri dari tiga jenis kewaspadaan, yaitu: kewasapadaan terhadap penularan melalui

udara (airborne), kewaspadaan terhadap penularan melalui percikan (droplet),

kewaspadaan terhadap penularan melalui kontak.5

29
1) Kewaspadaan Terhadap Penularan Melalui Udara

Kewaspadaan terhadap penularan melalui udara digunakan untuk pasien yang

diketahui atau diduga menderita penyakit serius dengan penularan melalui

percikan halus diudara seperti campak, varisela, dan TB. Kewaspadaan ini

bertujuan untuk menurunkan penularan penyakit melalui udara, baik yang

berupa bintik percikan di udara (airborne droplet nuclei) atau partikel debu yang

berisi agen infeksi.

1. Penempatan pasien

Tempatkan pasien pada tempat yang tekanan negatif yang terpantau,

minimal pergantian udara enam kali setiap jam, pembuangan udara keluar

yang memadai atau bila tidak terpasang pada ruang isolasi, gunakan filter

udara tingkat tinggi termonitor sebelum udara beredar ke seluruh rumah

sakit. Jagalah agar pintu tetap tertutup dan pasien tetap dalam ruangan.

2. Proteksi respirasi

Gunakan pelindung pernapasan waktu masuk ke ruang pasien yang diketahui

atau diduga mengidap tuberkulosis. Jangan masuk ruangan pasien yang

diketahui atau diduga menderita campak atau varsisela bagi orang yang

rentan terhadap infeksi tersebut.

3. Pengangkutan pasien

Batasi pemindahan atau pengangkutan pasien hanya utnuk hal-hal yang

penting saja. Bila pemindahan atau pengangkutan pasien memang

diperlukan, hindari penyebaran droplet nukleus dengan memberi masker

bedah.5

30
2) Kewaspadaan Terhadap Penularan Melalui Percikan

Kewaspadaan terhadap penularan melalui percikan ditujukan untuk pasien yang

diketahui atau diduga menderita penyakit serius dengan penularan melalui

percikan partikel besar. Transmisi percikan terjadi bila partikel percikan yang

besar (diameter> 5m) dari orang yang terinfeksi mengenai lapisan mukosa

hidung, mulut atau konjungtiva mata orang yang rentan. Percikan dapat terjadi

waktu seseorang berbicara, batuk, bersin, ataupun pada waktu pemeriksaan jalan

napas seperti intubasi atau bronkoskopi. Transmisi melalui percikan besar

berbeda dengan transmisi penularan melalui udara karena pada transmisi

percikan memerlukan kontak yang dekat antara sumber dan penerima, karena

percikan besar tidak dapat bertahan lama diudara dan hanya dapat berpindah dari

dan ke tempat yang dekat.

1. Penempatan pasien

Tempatkan pada ruang tersendiri atau bersama pasien lain dengan infeksi

aktif organisme yang sama dan tidak ada infeksi lain. Bila tidak ada kamar

tersendiri, tempatkan dalam ruangan kohort, dan bila ruang untuk kohort

tidak memungkinkan, buatlah jarak pemisah minimal 1m antara pasien

terinfeksi dengan pasien lain dan pengunjung.

2. Pemakaian masker

Pakailah masker N95 bila berada/bekerja dengan jarak kurang dari 1m dari

pasien.

31
3. Transport Pasien

Batasi pemindahan dan tranport pasien hanya untuk keperluan mendesak.

Bila terpaksa memindahkan pasien, gunakan masker bedah untuk pasien.5

3) Kewaspadaan Terhadap Penularan Melalui Kontak

Kewaspadaan terhadap penularan melalui kontak digunakan untuk pasien yang

diketahui atau diduga menderita penyakit yang ditularkan melalui kontak

langsung (misalnya kontak tangan atau kulit ke kulit) yang terjadi selama

perawatan rutin, atau kontak tak langsung (persinggungan) dengan benda

dilingkungan pasien. Pasien harus ditempatkan di ruang tersendiri bila mungkin.

Bila tidak tersedia, dapat dibangsal umum dengan pasien sejenis.5

Sarung tangan harus dipakai sebagai pencegahan, sebagaimana pada

kewaspadaan universal terhdap kontak dengan darah dan bahan tubuh. Pada

kewaspadaan terhadap penularan melalui kontak ini sarung tangan harus diganti setelah

menyentuh bahan yang mengandung mikroorganisme dengan konsentrasi tinggi

(misalnya tinja atau cairan luka). Sarung tangan harus dibuka sebelum meninggalkan

ruangan dan kemudian harus cuci tangan dengan bahan pencuci antiseptik. Gaun

pelindung yang bersih dan nonsteril harus dipakai bila diduga terjadi kontak yang cukup

rapat dengan pasien, bila pasien tidak dapat menahan buang air besar (inkontinensia)

atau bila ada luka basah yang tidak dapat ditahan dengan pembalut. Gaun pelindung

harus dilepas sebelum meninggalkan ruangan.5

32
2.2Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Tenaga Kesehatan dalam Tindakan

Kewaspadaan Universal

2.2.1 Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu obyek. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia,

yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan

manusia diperoleh melalui mata dan telinga.17

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya

tindakanseseorang, dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang

didasari olehpengetahuan akan langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh

pengetahuan. Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan yang tercakup dalam

domainkognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu tahu, memahami, aplikasi, analisis,

sintesis,evaluasi. (1) Tahu, dapat diartikan sebagai kemampuan tenaga kesehatan untuk

mengingatkembali suatu materi yang telah dipelajari berkaitan dengan tindakan

kewaspadaanuniversal. Tingkatan ini merupakan tingkatan pengetahuan yang paling

rendah tetapidigunakan sebagai prasyarat untuk menguasai selanjutnya. (2) Memahami,

dapatdiartikan sebagai suatu kemampuan tenaga kesehatan untuk menjelaskan secara

benar tentangtindakan kewaspadaan universal yang diketahui, dan dapat

menginterpretasikanmateri tersebut dengan benar. (3) Aplikasi, diartikan sebagai

kemampuan untukmenggunakan materi yang telah dipelajari mengenai tindakan

kewaspadaan universalpada situasi atau kondisi sebenarnya. (4) Analisis, adalah suatu

kemampuan tenaga kesehatan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek kedalam

komponen-komponen tetapimasih dalam suatu organisasi, dan masih ada kaitannya satu

33
sama lain. (5) Sintesis,adalah kemampuan tenaga kesehatan untuk meletakkan atau

menghubungkan kembali bagianbagiantentang tindakan kewaspadaan universal di

dalam suatu bentuk keseluruhanyang baru. (6) Evaluasi, adalah kemampuan untuk

melakukan justifikasi ataupenilaian terhadap suatu materi tentang tindakan

kewaspadaan universal.17

2.2.2 Sikap

Sikap adalah reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap

suatu stimulus/objek (Notoatmodjo, 2003).17 Sikap seseorang terhadap suatu objek

adalah perasaan mendukung atau memihak (favorabel) maupun perasaan tidak

mendukung atau tidak memihak (unfavorabel). Struktur sikap terdiri dari tiga

komponen yang saling menunjang (Azwar, 2003) yaitu :18

1) Komponen kognitif

Komponen kognitif ini berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang

berlakuatau apa yang benar bagi obyek sikap. Kepercayaan seseorang itu

merupakanstreotype atau sesuatu yang terpola dalam pikirannya. Berdasarkan

apa yang telahdilihat, terbentuk suatu ide atau gagasan mengenai sifat atau

karakteristik umumsuatu objek. Bila kepercayaan sudah terbentuk, maka akan

menjadi dasarpengetahuan seseorang mengenai apa yang diharapkan dari objek

tersebut.Kepercayaan itu terbentuk justru dikarenakan kurang atau tiadanya

informasi yangmengenai objekyang dihadapi.

2) Komponen afektif

Komponen ini mencakup masalah emosional subjektif seseorang terhadapsuatu

objek. Secara umum komponen ini disamakan dengan perasaan yang

34
dimilikiterhadap sesuatu. Pengertian perasaan sendiri seringkali sangat

berbedaperwujudannya bila dikaitkan dengan sikap.

3) Komponen konatif

Komponen konatif dalam struktur sikap menunjukan bagaimana perilaku

ataukecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan

objeksikap yang dihadapinya. Kaitan ini didasari asumsi bahwa kepercayaan

danperasaan banyak mempengaruhi perilaku. Artinya, bagaimana orang

berperilakudalam situasi tertentu dan terhadap stimulus tertentu akan banyak

ditentukan olehbagaimana kepercayaan dan perasaan terhadap stimulus tersebut.

Interaksi ketiga komponen tersebut menurut para ahli sangat selaras dan

konsisten, dikarenakan apabila dihadapkan dengan satu objek sikap yang sama

ketigakomponen tersebut harus membuat satu sikap yang seragam (Azwar, 2003).

Apabila salah satu komponen tersebut tidak konsisten dengan yang lain, maka akan

terjadi ketidak selarasan yang menyebabkan timbulnya mekanisme perubahan sikap

sedemikian rupa sehingga konsistensi itu tercapai kembali.

Menurut Notoatmodjo (2003), sikap memiliki empat tingkat dari yang terendah

hingga yang tertinggi yaitu:17

1) Menerima (receiving)

Pada tingkat ini individu ingin dan memperhatikan rangsangan (stimulus)

yangdiberikan.

2) Merespons (responding)

35
Pada tingkat ini sikap individu dapat memberikan jawaban apabila

ditanya,mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan.

3) Menghargai (valuing)

Pada tingkat ini, sikap individu mengajak orang lain untuk mengerjakan

ataumendiskusikan suatu masalah.

4) Bertanggung jawab (responsible)

Pada tingkat ini, sikap individu akan bertanggung jawab dan siap

menanggungsegala risiko atas segala sesuatu yang telah dipilihnya.

Sikap yang mendukung dari tenaga kesehatan dalam melakukan

tindakankewaspadaan universal berkaitan dengan risiko tertularnya infeksi melalui

darah dan cairan tubuh baik bagi pasien maupun tenaga kesehatan. Seperti penyakit

HIV/AIDS yang menjadi ancaman global dan penyebarannya menjadi lebih tinggi

karena pengidap HIV tidak menampakan gejala. Kejadian ini merupakan hal yang

sangat penting dilakukan oleh tenaga kesehatan untuk mengurangi risiko infeksi dengan

cara malaksanakan kegiatan pokok kewaspadaan universalyang meliputi : mencuci

tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien, mencuci tangan dengan air

mengalir, mencuci tangan dengan antiseptik setelah menyentuh benda yang

terkontaminasi, memakai alat perlindungan diri seperti sarung tangan, masker celemek

saat melakukan tindakan yang menyebabkan percikan darah atau cairan tubuh;

pengelolaan alat kesehatan seperti dekontaminasi alat dengan klorin 0,5% selama 10

menit dan sterilisasi, linen tercemar darah disimpan pada kantung anti bocor dan

menanganinya menggunakan sarung tangan ; pengelolaan jarum dan alat tajam seperti

alat tajam di buang ketempatkhusus, tidak menutup, mematahkan, membengkokan

36
jarum suntik bekas; pengelolaan limbah seperti limbah padat medis dan non medis

dipisakan.+

Adapun menurut Notoatmodjo (2003) menjelaskan bahwa struktur sikap itu

mempunyai tiga komponen pokok, yaitu:17

1) Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek

2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek

3) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Sikap tenaga kesehatan yang positif berupa keyakinan, kemampuan,

dankecenderungan untuk melaksanakan tindakan kewaspadaan universal pada semua

pasien tidak memandang penyakit atau diagnosanya untuk mencegah penularan infeksi

melalui darah dan cairan tubuh.

2.2.3 Perilaku

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup)yang

bersangkutan (Notoatmodjo, 2003).17 Perilaku adalah satu kegiatan atauaktivitas dari

manusia itu sendiri yang memiliki bentang sangat luas, mencakup : berjalan, berbicara,

berkerja, berpakaian dan sebagainya. Skiner, 1938 (dalam Notoatmodjo, 2003),

merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap

stimulus (rangsangan dari luar).17

Dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dibedakan menjadi dua :

1) Perilaku tertutup (covert behavior)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau

tertutup.Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian,

37
persepsi,pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang

menerima stimulustersebut, dan belum dapat diamati jelas oleh orang lain.

2) Perilaku terbuka (overt behavior)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atauterbuka.

Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan

ataupraktek (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat orang lain.

2.2.3.1 Perubahan perilaku

Hal yang penting dalam perilaku kesehatan adalah masalah pembentukan

danperubahan perilaku merupakan tujuan dari pendidikan atau penyuluhan

kesehatansebagai penunjang program-program kesehatan lainnya.

2.2.3.2 Domain Perilaku

Meskipun perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus

ataurangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons

sangattergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang

bersangkutan.Perilaku mempunyai ruang lingkup yang sangat luas dan

komplek,menurut Benyamin Bloom, 1980 (dalam Notoatmodjo, 2003), perilaku

manusia dibagi ke dalam tiga domain yaitu: 1) Kognitive (cognitive), 2) Afektif

(affective), 3)Psikomotor (psychomotor). Dalam perkembangannya, teori Bloom ini

dimodifikasimenjadi pengetahuan (knowledge), sikap(attitude), dan praktek atau

tindakan(practice).17

L. Green dalam teori perilaku yang dibuatnya menyatakan bahwa perilaku

akan terbentuk dari tiga faktor yaitu :17

38
1. Faktor predisposisi (predisposising factor), yang terwujud dalam pengetahuan,

sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya.

2. Faktor pendukung (enabling fakcor), yang terwujud dalam lingkungan fisik,

tersedia atau tidaknya fasilitas atau sarana kesehatan misalnya, alat-alat habis

pakai, alat sterilisasi, alat perlindungan diri dan lainnya.

3. Faktor pendorong (reinforcing faktor) yang terwujud dalam sikap dan

perilakupetugas kesehatan dan lain-lain.

Penerapan pengetahuan digunakan pada situasi tertentu setelah diolahmenjadi sikap

dan perilaku. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada

pengetahuan yang tidak didasari pengetahuan (Notoatmodjo, 2003). Dalam hal ini

perilaku perawat tentunya diharapkan akan lebih baik dengan adanya pengetahuan yang

dimiliki sehingga perawat melaksanakan tindakan kewaspadaan universal dengan

sempurna (keseluruhan) sesuai kegiatan pokoknyameliputi cuci tangan dengan benar,

memakai alat perlindungan diri, pengelolaan alat kesehatan , pengelolaan jarum dan alat

tajam, dan pengelolaan limbah.17

Perilaku tenaga kesehatan yang berisiko tinggi tertular penyakit infeksi melalui

darah dan cairan tubuh Seperti HIV/AIDS dan Hepatitis B, maka diharapkan dengan

pengetahuan dan sikap yang cukup dan benar tentang tindakan kewaspadaan universal

akan membentuk perilaku perawat yang dapat mengurangi risiko penularan infeksi

terhadap dirinya sendiri dan orang lain.17

39
2.3 Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Melalui Penerapan Kewaspadaan

Universal di Puskesmas

Sarana kesehatan untuk masyarakat umum adalah tempat untuk memelihara

kesehatan dan masyarakat akan mempercayakan sepenuhnya kesehatan dirinya di

tangan petugas kesehatan. Pelaksanaan kewaspadaan universal merupakaan langkah

yang penting dalam menjaga sarana kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas, Dll) sebagai

tempat penyembuhan dan bukan sebagai tempat penularan infeksi dari pasien ke

petugas ataupun sebaliknya. Menurut Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun

2007, prevalensi nasional berprilaku dalam mencuci tangan adalah 23,2%.

2.3.1 Kebijakan Departemen Kesehatan Indonesia

Departemen Kesehatan Indonesia telah mengembangkan upaya pengendalian

infeksi di tempat pelayanan kesejatan sejak tahun 1980 yaitu dengan penerapan

kewaspadaan universal melalui program di Sub Direktorat Isolasi dibawah Direktoran

Epidemiologi dan Imunisasi Ditjen P3M. Saat ini kewaspadaan universal menjadi tolak

ukur akreditasi Rumah sakit.5

2.3.2Kewaspadaan Universal Sebagai Bagian dari Upaya Pengendalian Infeksi di

Puskesmas

Penerapan kewaspadaan universal merupakan bagian dari pencegahan dan

pengendalian infeksi yang tidak terlepas oleh peran masing-masing pihak, yaitu :9

1. Pimpinan

a. Perlindungan terhadap tenaga kesehatan

b. Penyusunan kebijakan mengenai kewaspadaan universal

40
c. Bertanggung jawab untuk penganggaran dan ketersediaan sarana untuk

menunjang pelaksanaan kewaspadaan universal

2. Tenaga kesehatan

a. Bertanggung jawab melaksanakan dan menjaga keselamatan kerja

dilingkungannya dan mematuhi intruksi

b. Pengetahui kebijakan dan menerapkan prosedur kerja dan pencegahan infeksi

c. Bagi tenaga yang terkena HIV berkewajiban membritahu hasil serologi bila

dalan pelaksanaan pekerjaan terdapat risiko.

3. Pasien dan keluarga

a. Memberikan informasi jika sedang mengidap suatu penyakit yang menular

jika mengetahui secara pasti penyakitnya

b. Keluarga wajib melindungi diri dari infeksi

Penerapan Kewaspadaan universal diharapkan dapat menurunkan risiko

penularan patogen melalui darah dan cairan tubuh lain dari sumber yang diketahui

maupun yang tidak diketahui. Penerapan ini merupakan pencegahan dan pengendalian

infeksi yang harus rutin dilaksanakan terhadap semua pasien dan di semua fasilitas

pelayanan kesehatan.9Survei yang dilakukan tentang upaya untuk pencegahan infeksi di

puskesmas menunjukan masih ditemukannya beberapa tindakan petugas yang potensial

meningkatkan penularan penyakit, yaitu:5

1. Cuci tangan yang tidak benar

2. Penggunaan sarung tangan yang tidak tepat

3. Penutupan kembali jarum suntik secara tidak aman

4. Teknik dekontaminasi dan sterilisasi peralatan tidak tepat

41
5. Praktek kebersihan ruangan yang belum memadai

Menurut hasil survey Bachroen tahun 2000 mengenai pencegahan infeksi di

puskesmas, ditemukan beberapa hal yang menyebabkan terjadinya penularan penyakit

pada petugas yang dapat meningkatkan penularan penyakit pada diri petugas tersebut,

pasien yang sedang dilayani dan masyarakat luas, diantaranya yaitu cuci tangan yang

dilakukan tidak benar, penggunaan sarung tangan yang tidak tepat, penutupan jarum

suntik yang tidak aman, pembuangan peralatan tajam yang tidak aman, tidak tepat cara

dekontaminasi dan sterilisasi peralatan, dan kebersihan ruangan yang belum memadai.18

Kebersihan tangan merupakan komponen terpenting dari kewaspadaan universal

dan merupakan salah satu metode yang paling efektif dalam mencegah penularan

patogen yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan. Selain kebersihan tangan,

pemilihan APDakan dipakai harus didahului dengan penilaian risiko pajanan dan sejauh

mana antisipasi kontak dengan patogen dalam darah dan cairan tubuh. Untuk

mendukung praktik yang dilaksanakan oleh petugas kesehatan saat memberikan

pelayanan perawatan, semua individu (termasuk pasien dan pengunjung) harus

mematuhi program pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan

kesehatan.9

Berdasarkan penelitian Fergina tahun 2012 di Puskesmas Paniki Bawah,

ditemukan bahwa terdapat 6,67% petugas kesehatan yang tidak mencuci tangan

sebelum berkontak dengan pasien, 3,33% petugas kesehatan yang tidak memakai sarung

tangan saat melakukan kontak dengan darah/ cairan tubuh pasien, dan 10% petugas

kesehatan yang tidak menggunakan masker saat menangani pasien terduga tuberculosis

atau penyakit lainnya yang penularannya melalui udara.18 Berdasarkan penelitian

42
Chenko tahun 2012 di Puskesmas Tanawangko, ditemukan bahwa 45,45% petugas

kesehatan tidak menggunakan masker saat menangani pasien, dan terdapat 13,64%

petugas kesehatan yang tidak menggunakan sarung tangan saat membersihkan alat

kesehatan yang kemungkinan terkontaminasi pathogen penyakit.19

Pengendalian penyebaran patogen dari sumber yang infeksius merupakan kunci

program pengendalian sumber penularan infeksi. Salah satu langkah pengendalian

sumber penularan infeksi adalah kebersihan pernapasan dan etika batuk yang

dikembangkan saat munculnya severe acute respiratory syndrome (SARS), kini

termasuk dalam kewaspadaan universal. Peningkatan penerapan Kewaspadaan Standar

ini di seluruh dunia akan secara signifikan menurunkan risiko yang tidak perlu dalam

pelayanan kesehatan. Peningkatan lingkungan kerja yang aman sesuai dengan langkah

yang dianjurkan dapat menurunkan risiko transmisi. Dibutuhkan kebijakan dan

dukungan pimpinan untuk pengadaan sarana, pelatihan untuk petugas kesehatan, dan

penyuluhan untuk pasien serta pengunjung. Hal tersebut penting dalam meningkatkan

lingkungan kerja yang aman di tempat pelayanan kesehatan.9

43
BAB 3
ANALISIS SITUASI

3.1. Gambaran Umum Puskesmas Pauh

Puskesmas Pauh terletak di kelurahan Cupak Tangah dengan wilayah kerja

meliputi 9 kelurahan dengan luas 146,2 Km2. Puskesmas pauh memiliki batas

wilayah sebagai berikut :

1. Sebelah Timur berbatas dengan Kabupaten Solok Sebelah Barat berbatas

dengan Wilayah kerja Puskesmas Andalas (Padang Timur).

2. Sebelah Utara berbatas dengan Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Koto

Tangah

3. Sebelah Selatan berbatas dengan sebagian Wilayah kerja Puskesmas Lubuk

Kilangan.

Jumlah distribusi sasaran penduduk di Puskesmas Pauh pada tahun 2015 yaitu

sebanyak 65.515 penduduk dengan 1.234 bayi, 5.966 balita, 1.344 ibu hamil, dan 6.346

lansia.

44
Gambar 3.1 Peta Batas-batas Wilayah Kerja Puskesmas Pauh Tahun 2015
(Sumber : Profil Puskesmas Pauh Tahun 2015)
Keterangan:

Puskesmas pembatu

Puskeskel

3.2 Sarana dan Prasarana

Pembangunan kesehatan diarahkan untuk makin meningkatkan kualitas dan

pemerataan jangkauan pelayanan kesehatan. Dalam upaya mencapai tujuan tersebut

penyediaan sarana dan prasarana kesehatan yang bermutu merupakan hal yang penting.

Wilayah Kerja Puskesmas Pauh sangat luas, oleh karena itu untuk melayani

masyarakat, Puskesmas Pauh memiliki 1 buah Puskesmas induk, dan 5 buah Puskesmas

pembantu dan 4 buah Poskeskel yang tersebar di wilayah kerja PuskesmasPauh, yaitu :

a. Puskesmas Pembantu Jawa Gadut

b. Puskesmas Pembantu Pisang

45
c. Puskesmas Pembantu Ulo Gadut

d. Puskesmas Pembantu Batu Busuk

e. Puskesmas Pembantu Piai Tangah

f. Poskeskel Limau Manis Selatan

g. Poskeskel Cupak Tangah

h. Poskeskel Kapalo Koto

i. PoskeskelKoto Lua

Untuk kelancaran tugas pelayanan terhadap masyarakat, Puskesmas Pauh

mempunyai 1 kendaraan roda empat (Puskel) dan 7 buah kendaraan roda dua.

Daftar sarana dan tenaga kesehatan lain yang ada di wilayah kerja Puskesmas

Pauh adalah:

1. Rumah Sakit Pemerintah : 1 buah

2. Rumah Sakit Swasta : 1 buah

3. Klinik Bersalin : 5 buah

4. Dokter Praktek Umum : 5 orang

5. Dokter Praktek Spesialis : 3 orang

6. Bidan Praktek Swasta (BPS) : 5 buah

7. Posyandu Balita : 70 buah

8. Posyandu Lansia : 13 buah

9. Praktek Swasta Dokter Gigi : 2 orang

3.3 Ketenagaan dan Struktur Organisasi

Jumlah keseluruhan sumber daya kesehatan pada Puskesmas Pauh sampai

dengan 31 Desember 2015 adalah 73 orang, 6 orang tenaga medis yang terdiri dari 3

46
orang dokter umum, 3 orang tenaga medis dokter gigi. Dokter umum memiliki tugas

tambahan sebagai kepala puskesmas, sedangakan tenaga paramedis berjumlah 63 orang

dan 4 orang tenaga non medis.

Daftar tenaga kesehatan di Puskesmas Pauhdapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.1 Distribusi Tenaga kesehatan di Puskesmas Pauh Tahun 2015


No Jenis Ketenagaan Jumlah Status Kepegawaian
1 Dokter 3 PNS
2 Dokter Gigi 3 PNS
3 Sarjana Kesmas 2 PNS
4 Sarjana Keperawatan 1 PNS
5 Rekam Medik 2 PNS
6 D3 Keperawatan 14 10 PNS, 4 Volunter
7 D3 Kebidanan 21 15 PNS, 6 PTT
8 D3 Gizi 4 2 PNS, 6 PTT
9 D3 Teknisi Gigi 2 PNS
10 D3 Kesling 3 PNS
11 Bidan D1 3 2 PNS, 1 PTT
12 Perawat (SPK) 4 PNS
13 Analisi Kimia 2 PNS
14 Ass. Apoteker 3 PNS
15 Apoteker 1 PNS
16 LCPK 1 PNS
17 SMA 4 PNS
(Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Pauh Tahun 2015)

3.4.Jenis Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Pauh

Tabel 3.2Distribusi Kunjungan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Pauh


1 Januari-30 September Tahun 2016

No Jenis Pelayanan Jumlah


1 Laboratorium 4745
2 Gigi 3211
3 IGD 1024
4 KB 346
5 TB 318
6 VCT dan IMS 280
7 Persalinan 68
8 UKK -
(Sumber : Laporan Puskesmas Pauh 1 Januari-30 September Tahun 2016)

47
3.5 Jenis Tindakan di Puskesmas Pauh
Tabel 3.3Jenis tindakan yang dilakukan di Puskesmas Pauh pada1 Januari30
SeptemberTahun 2016

No Poliklinik Jenis Tindakan Jumlah


1 Laboratorium Pemeriksaan darah rutin 1457
Pemeriksaan kimia klinik 2514
Pemeriksaan serologi 81
Urinalisa 413
Pemeriksaan BTA 275
Pemeriksaan HIV 280
Pemeriksaan malaria 3

2 VCT dan IMS Pengambilan duh vagina 12


Pengambilan duh uretra 5

3 TB Mantouk test 4
Rapid test 0

4 Gigi Pembersihan karang gigi 33


Ordontectomy 0
Prothesa 14
Tumpatan sementara 172
Tumpatan tetap 226
Perawatan saluran akar 0
Pencabutan 642

5 Persalinan Persalinan normal 68

6 IGD Tindakan Non Invasif 565


Tindakan Invasif 559

7 KB Pencabutan IUD 8
Pencabutan implant 21
Pemasangan IUD 12
Pemasangan Implant 9
PIL 39
Suntik 248
Kondom 9
(Sumber : Laporan Puskesmas Pauh 1 Januari-30 September Tahun 2016)

48
BAB 4

PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Masalah

Proses identifikasi masalah dilakukan melalui kegiatan observasi dan wawancara

dengan pimpinan puskesmas, pemegang program, petugas yang menjalankan

program,dan analisis laporan tahunan Puskesmas Pauh. Proses ini dilakukan dengan

melihat data sekunder berupa laporan tahunan Puskesmas Pauh pada tahun 2015.

Beberapa potensi masalah yang berhasil diidentifikasi di Puskesmas Pauh adalah :

Tabel 4.1 Daftar Masalah di wilayah kerja Puskesmas Pauh


Target/ Pencapaian/
No. Program Permasalahan Jumlah GAP
Indikator Kasus

1. Jamban Sehat Kriteria jamban


78,9% 43,9% -35%
sehat tidak tercapai

2. Penemuan Penemuan suspek


80,3% 40,3% -40%
Suspek TB TB masih rendah

3. Penemuan Penemuan kasus


Kasus Pneumonia masih 100% 50% -50%
Pneumonia rendah

4. Posyandu Jumlah Posyandu 1 posyandu/ Tercapai -85,7%


Lansia Lansia tidak 50-100 org 14,3%
mencukupi lansia
dibandingkan
sasaran lansia

5. Upaya SOP Kewaspadaan Terbentuk 0% -100%


Kesehatan Universal dan Komite dan
Kerja Internal Komite Pelaksana SOP
Puskesmas belum terbentuk Kewaspadaan
Universal

49
4.2.Penentuan Prioritas Masalah

Berdasarkan proses identifikasi masalah, ditemukan beberapa masalah yang

memerlukan penyelesaian. Akan tetapi, tidak semua masalah dalam program puskesmas

dapat diselesaikan sekaligus, sehingga perlu dilakukan penentuan prioritas masalah

yang merupakan masalah terbesar dan mungkin untuk diselesaikan. Metode yang kami

gunakan untuk menentukan prioritas masalah adalah metode Hanlon. Setelah itu,kami

akan membuatPlan of Action untuk mengatasi masalah yang telah ditetapkan.

Kriteria skoring yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Urgensi : Merupakan masalah yang penting untuk dilaksanakan

a. Nilai 1 = Tidak penting

b. Nilai 2 = Kurang penting

c. Nilai 3 = Cukup penting

d. Nilai 4 = Penting

e. Nilai 5 = Sangat penting

2. Kemungkinan intervensi

a. Nilai 1 = Tidak mudah

b. Nilai 2 = Kurang mudah

c. Nilai 3 = Cukup mudah

d. Nilai 4 = Mudah

e. Nilai 5 = Sangat mudah

3. Biaya

a. Nilai 1 = Sangat mahal

50
b. Nilai 2 = Mahal

c. Nilai 3 = Cukup mahal

d. Nilai 4 = Murah

e. Nilai 5 = Sangat murah

4. Kemungkinan meningkatkan mutu

a. Nilai 1 = Sangat rendah

b. Nilai 2 = Rendah

c. Nilai 3 = Sedang

d. Nilai 4 = Tinggi

e. Nilai 5 = Sangat tinggi

Tabel 4.2 Penilaian Prioritas Masalah di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh

No Masalah Urgensi Intervensi Biaya Mutu Total Ranking

1 Kriteria jamban
sehat tidak 4 2 1 4 11 V
tercapai
2 Penemuan suspek
TB masih rendah 4 2 4 4 14 IV

3 Penemuan kasus
Pneumonia masih 4 3 4 4 15 III
rendah
4 Jumlah Posyandu
Lansia tidak
mencukupi 4 3 4 4 15 II
dibandingkan
sasaran lansia

5 SOP
Kewaspadaan
Universal dan 5 4 3 4 16 I
Komite Pelaksana
belum terbentuk

51
Keterangan:

1. Jamban Sehat

Urgensi : 4 (penting)

Pengawasan jamban keluarga merupakan hal yang penting terkait dengan

adanya water borne disease. Apabila masyarakat tidak menggunakan jamban sehat

sesuai dengan kriterianya, maka akan memudahkan penularan penyakit seperti

diare dan dapat menimbulkan kejadian luar biasa atau bahkan wabah.Daerah

Kapalo Koto termasuk kelurahan yang tidak memiliki jamban sehat. Bahkan

banyak masyarakat di sana melakukan kegiatan Mandi Cuci Kakus (MCK) di

sepanjang saluran irigasi sehingga menyebabkan angka kejadian diare cukup tinggi

di daerah tersebut.

Intervensi : 2 ( kurang mudah)

Intervensi yang dapat dilakukan berupa penyuluhan kepada masyarakat untuk

berperilaku hidup sehat dan menggunakan sumber air bersih untuk kegiatan mandi,

cuci, dan kakus.Hal ini tidak mudah dilakukan karena kebiasaan yang sudah

dilakukan secara turun temurun sulit untuk dirubah.

Biaya :1 (sangat mahal)

Dalam melakukan intervensi pengadaan jamban sehat, diperlukan biaya yang

sangat mahal untuk pengadaan peralatan seperti jamban, septik tank, dan semen.

Pemberian jamban gratis dari Kuramil pun pada tahun 2015 hanya 6 buah untuk

Pauh. Pemberian itu pun hanya berupa jamban dan 3 sak semen.Sedangkan upah

tukang dan septik tank ditanggunag masyarakat.

52
Mutu : 4 (tinggi)

Penggunaan jamban dalam kehidupan sehari- hari dan menghentikan

kebiasaan buang air besar, mandi, dan cucidi sungai dapat mencegah pencemaran

air serta angka penyakit fekal oral dapat ditekan. Apabila hal ini dapat dicegah

maka akan meningkatkan derajat kesehatan nasional.

2. Penemuan Kasus Suspek TB

Urgensi : 4 (penting)

Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai gejala penyakit TB dan

penularannya mengakibatkan angka suspek TB masih rendah di wilayah kerja

Puskesmas Pauh. Hal ini mengakibatkan masih banyaknya penderita yang tidak

terjaring sehingga risiko penularan semakin meningkat, ditambah dengan wilayah

kerja Puskesmas Pauh yang padat penduduk. Rendahnya angka cakupan penemuan

suspek TB menyebabkan tingginya kasus Penyakit TB di kecamatan Pauh..

Intervensi : 2 (sulit)

Adanya program pemerintah dalam pengobatan TB seperti pemberian obat TB

gratis (OAT) dan DOTS/ PMO akan lebih mendukung upaya untuk meningkatkan

partisipasi masyarakat sehingga penemuan suspek TB harus digencarkan.Namun

hal ini sulit dilakukan karena membutuhkan kader yang harus aktif.Selain itu, kader

yang ada juga kurang berpartisipasi untuk penemuan kasus suspek TB ini.

Biaya : 4 (murah)

Penemuan kasus suspek TB ini termasuk murah karena tidak membutuhkan

biaya besar.Hal ini cukup dilakukan dengan wawancara kepada orang yang

dicurigai menderita TB.

53
Mutu : 4 (tinggi)

Penyakit TB dapat menurunkan produktivitas dan kinerja penderitanya, maka

dengan penemuan penderita TB diharapkan mereka dapat segera diobati dan dapat

kembali beraktivitas sehingga derajat kesehatan masyarakat wilayah kerja

Puskesmas Pauh dapat juga meningkat.

3. Penemuan Kasus Penumonia

Urgensi: 4 ( penting)

Pneumonia merupakan penyakit infeksi saluran nafas yang sering terjadi pada

balita. Orang tua sering terlambat membawa anaknya berobat karena kurangnya

pengetahuan akan gejala dari pneumonia. DI kecamatan pauh, terdapat 2 bayi yang

meninggal akibat menderita pneumonia.Hal ini tentu menjadi perhatian karena

Angka Kematian Bayi termasuk salah satu indikator dalam MDGs.

Intervensi: 3 ( cukup mudah)

Masalah yang ada di Puskesmas Pauh terletak pada pelaporan dari

jejaringnya.Intervensi yang dapat dilakukan berupa pengoptimalan pencatatan dan

pelaporan dari Pustu maupun Puskeskel.Selain itu, pemberdayaan kader dalam

penemuan kasus pneumonia dapat dilakukan.

Biaya: 4 (murah)

Tidak banyak dana yang dibutuhkan untuk masalah pneumonia ini, hanya saja

pemberdayaan sumber daya manusianya yang cukup sulit.

54
Mutu: 4 (tinggi)

Berkurangnya kasus pneumonia, angka kesakitan dan kematian balita akibat

pneumonia akan berkurang, sehingga derajat kesehatan masyarakat kecamatan Pauh

akan meningkat.

4. Pengadan Posyandu Lansia

Urgensi : 4 (penting)

Jumlah lansia dalam wilayah kerja Puskesmas Pauh cukup besar dibandingkan

jumlah masyarakat secara menyeluruh. Akan tetapi jumlah pelayanan lansia berupa

posyandu lansia hanya ada 11 pos. Hal ini tidak efektif mengingat pos lansia

berperan sebagai tempat pencegahan, pengontrolan, dan pengobatan penyakit

degeneratif yang sering diderita lansia. Akibatnya, banyak lansia yang berkunjung

ke Puskesmas Pauh dengan keluhan penyakit hipertensi karena kurang terkontrol.

Intervensi : 3 (cukup mudah)

Untuk tindakan intervensi yang dilakukan cukup mudah.Intervensi dilakukan

dengan memberdayakan kader, melakukan pendekatan persuasive pada masyarakat

dengan mengadakan penyuluhan, leaflet, maupun poster. Namun hal ini sedikit

terhambat karena keterbatasan fisik lansia karena pengaruh usia ataupun penyakit

tertentu untuk mencapai lokasi pos lansia.

Biaya : 4 (murah)

Biaya untuk melakukan intervensi cukup murah dengan melakukan

penyuluhan, memperbanyak pamflet tentang penyakit degenerative.Sedangkan

pengobatan lansia terhadap penyakit degeneratifnya didapatkan secara gratis.

55
Mutu : 4 ( tinggi)

Mutu pemecahan masalah ini tinggi karena apabila kegiatan posyandu lansia

ini dapat tercapai dengan optimal maka akan tercipta pengontrolan penyakit

degenratif. Selain itu, masyarakat akan lebih mudah mencapai lokasi posyandu

karena jumlahnya yang mencukupi. Hal ini dapat meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat dan kualitas hidup lansia di wilayah kerja Puskesmas Pauh.

5. Penerapan Kewaspadaan Universal

Urgensi : 5 (sangat penting)

Penerapan kewaspadaan universal ini sangat penting dan harus segera dilakukan

karena jika dibiarkan maka rantai penularan infeksi terus terjadi.Apalagi di fasilitas

kesehatan termasuk Puskesmas Pauh memiliki banyak tindakan invasif. Jika

higiene dan pasien safety tidak diterapkan maka akan memudahkan infeksi

berpindah dari petugas ke pasien atau sebaliknya. Selain itu, Puskesamas Pauh juga

memiliki klinik VCT, Poli TB yang memiliki risiko tinggi penularan

penyakit.Kewaspadaan universal ini juga merupakan standar pelayanan dan kriteria

paling penting dalam penilaian akreditasi.

Intervensi : 4 (mudah)

Untuk tindakan intervensi yang dilakukan cukup mudah.Intervensi dilakukan

dengan sosialisasi pada petugas kesehatan.Selain itu, ruang lingkup untuk

mengerjakan program ini lebih kecil hanya di Puskesmas Pauh saja dan targetnya

juga termasuk orang yang berpendidikan.Diharapkan hal ini lebih mudah untuk

meningkatkan kewaspadaan universal.

56
Biaya : 3 (cukup murah)

Biaya untuk melakukan intervensi cukup murah seperti biaya melakukan

seminar, pembuatan x-banner, reminder note, dan penyediaan alat seperti

handscrub.Alat pelindung diri lainnya seperti handscoen, masker, dan penutup

kepala sudah ada dalam anggaran Puskesmas Pauh.

Mutu : 4 ( tinggi)

Mutu pemecahan masalah ini tinggi karena apabila kegiatan ini dapat berjalan

optimal, rantai penularan infeksi dapat dihentikan.Pasien dan petugas kesehatan

dapat terlingudng dari sumber infeksi dan mencegahnya.

4.3 Analisis Sebab Masalah

Berdasarkan penilaian prioritas, yang menjadi prioritas masalah adalah belum

optimalnya pelaksanaan kewaspadaan universal ditandai dengan masih ada beberapa

prinsip yang belum terjalankan dengan baik untuk pencegahan infeksi di Puskesmas

Pauh seperti cuci tangan dan pemakaian APD. Dari hasil analisis data sekunder yaitu

observasi, pengisian kuisoner kepada tenaga kesehatan Puskesmas Pauh, dan diskusi

dengan kepala Puskesmas, maka didapatkan beberapa sebab dari masalah yang terjadi

adalah sebagai berikut ini :

1. Manusia

PetugasPuskesmas Pauh

a. Kesadaran petugas Puskesmas Pauh masih kurang dalam pelaksanaan kewaspadaan

universal.

b. Pengetahuan petugas Puskesmas Pauh masih cukup kurang dalam pelaksanaan

kewaspadaan universal untuk pencegahan infeksi baik yang ditularkan dari pasien

57
ke petugas maupun sebaliknya dari petugas ke pasien. Hal ini dinilai melalui

pengisian kuesioner kepada seluruh petugas kesehatan Puskesmas Pauh.

Hasil yang didapatkan :

Kesadaran dan pengetahuan petugas kesehatan Puskesmas Pauh dinilai secara

observasi saat petugas kesehatan memberikan pelayanan kepada pasien. Berdasarkan

hasil kuesioner yang telah dibagikan didapat sebanyak 36 responden, pengetahuan dan

tindakan cuci tangan serta penggunaan APD baik, sikap APD 12 responden cukup

(33%) dan 24 responden baik (67%), sikap cuci tangan 5 cukup (13%) dan 31 baik

(87%). Namun, pada tindakan tidak sesuai dengan hasil observasi (Lampiran 1) yang

memperlihatkan bahwa banyak tindakan di puskesmas yang tidak melakukan cuci

tangan dan menggunakan APD dengan baik.

2. Metode

a. Belum adanya Standar Operasional Prosedur (SOP) mengenai pelaksanaan

kewaspadaan universal di Puskesmas Pauh.

b. Belum adanya komite atau tim pencegahan dan pengendalian infeksi yang akan

memonitoring dan mengevaluasi dari pelaksaanaan kewaspadaan universal di

Puskesmas Pauh.

3. Material

a. Kurangnya sarana dan prasarana yang mendukung untuk pelaksanaan kebersihan

tangan dan alat pelindung diri dalam penerapan kewaspadaan universal di

Puskesmas Pauh.

b. Kurangnya media promosi seperti stand banner dan reminder note6 langkah dan 5

momen cuci tangan dalam penerapan kewaspadaan universal di Puskesma Pauh.

58
4. Lingkungan

a. Kebiasaan-kebiasaan buruk yang dipertahankan secara berkelanjutan sehingga

penerapan kewaspadaan universal tidak optimal.

59
Dari hasil analisis sebab akibat masalah tersebut, maka dapat disimpulkan dalam diagram Ischikawa (diagram tulang ikan/fishbone)

sebagai berikut: METODE MANUSIA

Belum adanya
Fakta: Belum ada SOP Kesadaran tenaga kesehatan Fakta: Hasil
Standar Operasional
mengenai kewaspadaan masih kurang dalam wawancara dengan
(SOP) mengenai
universal pelaksanaan kewaspadaan beberapa petugas
pelaksanaan
universal kesehatan, dalam
kewaspadaan
universal mempraktekkan 6
kewaspadaan universal Pengetahuan tenaga langkah dan 5
Belum adanya komite kesehatan masih cukup moment cuci tangan
Fakta: Belum ada
pencegahan dan pengendalian kurang dalam pelaksanaan juga didapatkan tidak
komite atau tim PPI di
infeksi yang akan memonitoring kewaspadaan universal ada petugas yang
Puskesmas Pauh
dan mengevaluasi dari benar. Kurang
pelaksaanaan kewaspadaan diterapkannya
universal kewaspadaan
Kurangnya sarana dan universal di
prasarana yang mendukung Fakta: Belum adahandrub dan Puskesmas Pauh
Kebiasaan-kebiasaan buruk yang
untuk pelaksanaan juga westafel ada yang rusak,
dipertahankan secara berkelanjutan
kebersihan tangan dan alat tidak semua ruangan disediakan
sehingga penerapan kewaspadaan
pelindung diri tisu, lap tangan, dan masker universal tidak optimal.

Kurangnya media Fakta: Belum ada media FaktaHasil observasi, petugas kesehatan
promosi tentang 6 promosi tentang cuci tangan saat melakukan tindakan invasif langsung
langkah dan 5 momen di lingkungan Puskesmas memasang handscoon tanpa cuci tangan
cuci tangan Pauh terlebih dahulu
MATERIAL Hasil wawancara dengan beberapa petugas
LINGKUNGAN
kesehatan, dalam mempraktekkan 6
langkah cuci tangan dan 5 moment cuci
tangan juga didapatkan tidak ada petugas
60
yang benar
tidak ada petugas yang benar.
4.4 Alternatif pemecahan masalah

4.4.1 Manusia

1. Mini Workshop dan bekerjasama dengan Komite PPI RSUP DR M

Djamil Padang

Masalah : Kesadaran dan pengetahuan petugas Puskesmas Pauh

masih cukup kurang dalam pelaksanaan kewaspadaan

universal

Solusi : Mini Workshop

Rencana : Mengadakan mini workshop dengan mendatangkan

mendatangkan narasumberyaituKetua Komite PPI RSUP

DRM DjamilPadang.

Pelaksana : Dokter muda Puskesmas Pauh berjumlah 12 orang dan

Komite PPI RSUP DR M Djamil Padang berjumlah 1

orang sebagai pemateri.

Sasaran : Petugas kesehatan Puskesmas Pauh berjumlah 76 orang.

Waktu : Minggu ke 2 (10-15 Oktober 2016)

Tempat : Puskesmas Pauh

Target : 1. Terlaksananya acara Mini Workshop bekerjasama

dengan Ketua Komite PPI RSUP DRM Djamil Padang

di Puskesmas Pauh.

2. Petugas keseahatan Puskesmas Pauh dapat mengerti,

memahami, dan dapat menerapkan ilmu yang didapat

didalam Mini Workshop ini setiap tindakan dalam praktek

pelayanan kesehatan sehari-hari nya di Puskesmas Pauh.

61
2. Pengulangan 6 Langkah Cuci Tangan dan 5 momen cuci tangan di Apel

Pagi dan Senam Pagi

Masalah : Kesadaran dan pengetahuan petugas Puskesmas Pauh

masih cukup kurang dalam pelaksanaan kewaspadaan

universal

Solusi :Pengulangan 6 langkah cuci tangan dan 5 momen cuci

tangan di apel pagi dan senam pagi

Rencana : Setiap apel dan senam pagi yang dipimpin oleh pembina

Apel atau pimpinan Puskesmas dan bila terbentuk Komite

PPI maka selanjutnya dipimpin oleh tim PPI Puskesmas

Pauh.

Pelaksana : Pembina apel atau pimpinan puskesmas atau tim PPI

Sasaran : Petugas kesehatan Puskesmas Pauh berjumlah 76 orang.

Waktu : Setiap apel pagi dan senam pagi (Sabtu,07.00-08.30 WIB)

setelah terlaksananya Mini Workshop

Tempat : Puskesmas Pauh

Target : 1. Terlaksananya pengulangan 6 langkah cuci tangan dan

5 momen cuci tangan setiap apel pagi dan senam pagi

yang diadakan di Puskesmas Pauh.

2. Diharapkan dengan terbiasanya setiap minggu diadakan

pengulangan secara bersama-sama menjadi kebiasaan

baru untuk petugas kesehatan Puskesmas Pauh.

3. Diharapkan menjadi saling mengingatkan antar sesama

petugas kesehatan dalam praktek mencuci tangan yang

62
benar sehingga risiko penularan infeksi petugas dan

pasien dapat diminimalisirkan.

4.4.2 Metode

1. Pembuatan Standar Operasional Prosedur (SOP) cuci tangan dan penggunaan

APD di Puskesmas Pauh.

Masalah : Belum adanya SOP mengenai pelaksanaan kewaspadaan

universal di Puskesmas Pauh.

Solusi : Pembuatan SOP cuci tangan dan penggunaan APD di

Puskesmas Pauh.

Rencana : Pertemuan pimpinan Puskesmas Pauh untuk rapat

membahas SOP mengenai pelaksanaan kewaspadaan

universal di Puskesmas Pauh.

Pelaksana : Dokter muda berjumlah 12 orang dan pimpinan

Puskesmas Pauh yaitu kepala puskesmas, kepala TU, dan

beberapa pemegang program.

Sasaran : Petugas kesehatan Puskesmas Pauh berjumlah 76 orang.

Waktu : Minggu ke 3 (17-22 Oktober 2016)

Tempat : Puskesmas Pauh

Target : 1. Terlaksananya rapat pimpinan puskesmas membahas

SOP mengenai pelaksanaan kewaspadaan universal.

2. Diterapkannya SOP oleh setiap petugas kesehatan

Puskesmas Pauh.

3. SOP dapat menjadi landasan petugas kesehatan

puskesmas pauh dalam menerapkan 6 langkah cuci

63
tangan yang tepat dan 5 momen cuci tangan

2. Pembentukan Komite Pencegahan dan Pengendalaian Infeksi (PPI) Puskesmas

Pauh

Masalah : Belum adanya komite PPI yang akan menetapkan

kebijakan, memonitoring dan mengevaluasi dari

pelaksaanaan SOP di Puskesmas Pauh.

Rencana : Pertemuan pimpinan Puskesmas Pauh untuk rapat

membahas pembentukan struktur Komite PPI.

Pelaksana : Dokter muda berjumlah 12 orang dan pimpinan

Puskesmas Pauh yaitu kepala puskesmas, kepala TU, dan

beberapa pemegang program.

Sasaran : Petugas kesehatan Puskesmas Pauh berjumlah 76 orang.

Waktu : Minggu ke 3 (17-22 Oktober 2016)

Tempat : Puskesmas Pauh

Target : 1. Terlaksananya rapat pimpinan puskesmas membahas

pembentukan struktur Komite PPI.

4.4.3 Material

1. Pengadaan sarana dan prasarana yang menunjangberupa handrub, sarung

tangan, tisu, dan masker.

Masalah : Kurangnya sarana dan prasarana yang mendukung untuk

pelaksanaan kebersihan tangan dan alat pelindung diri

dalam penerapan kewaspadaan universal di Puskesmas

Pauh.

Solusi :Pengadaan sarana dan prasarana yang menunjangberupa

64
Handrub.

Rencana : Awal untuk pengadaan handrubbersumber dana oleh

Dokter Muda Puskesmas Pauh. Selanjutnya, pendanaan

pengadaan handrub akan masuk ke dalam RAK

Puskesmas Pauh tahun 2017.

Pelaksana : Dokter muda berjumlah 12 orang dan pimpinan

Puskesmas Pauh

Sasaran : Pimpinan Puskesmas Pauh dan pihak terkait.

Waktu : Minggu ke 3 Oktober (17 Oktober-22 Oktober 2016)

Tempat : Puskesmas Pauh dan Puskesmas Pembantu

Target : 1. Terlaksananya pengadaaan handrubdi setiap ruangan

yang melakukan tindakan.

2. Pengadaan stand bannerdan reminder note tentang 6 langkah cuci tangan dan

5 momen cuci tangan

Masalah : Kurangnya media promosi seperti stand banner dan

reminder note6 langkah dan 5 momen cuci tangan dalam

penerapan kewaspadaan universal di Puskesma Pauh.

Solusi :Pengadaan stand bannerdan reminder note tentang 6

langkah cuci tangan dan5 momen cuci tangan

Rencana : Pembuatan stand banner sejumlah 2 buah ditempatkan di

ruang tunggu pasien dan reminder note ditempatkan di

setiap ruangan yang memiliki westafel

Pelaksana : Dokter muda Puskesmas Pauh berjumlah 12 orang

Sasaran : Petugas kesehatan Puskesmas Pauh berjumlah 76 orang.

65
Waktu : Minggu ke-2 (10-15 Oktober 2016)

Tempat : Puskesmas Pauh dan Puskesmas Pembantu

Target : 1. Terlaksananya pemasagan stand bannerdengan tema 6

langkah cuci tangan dan 5 momen cuci tangan di tempat

yang strategis dalam lingkungan Puskesmas Pauh serta

pemasangan reminder notedi handrub dan westafel.

4.4.4 Lingkungan

1. Penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) cuci tangan dan penggunaan

APD di Puskesmas Pauh

Masalah : Kebiasaan-kebiasaan buruk yang dipertahankan secara

berkelanjutan sehingga penerapan kewaspadaan universal

tidak optimal.

Solusi : Penerapan SOP cuci tangan dan penggunaan APD di

Puskesmas Pauh

Rencana : Mewajibkan pelaksanaan SOP sehingga hal tersebut bisa

jadi kebiasaan yang baru

Pelaksana : Petugas kesehatan Puskesmas Pauh berjumlah 76 orang

Sasaran : Petugas kesehatan Puskesmas Pauh berjumlah 76 orang

Waktu : Minggu ke 2 (10-15 Oktober 2016)

Tempat : Puskesmas Pauh dan Puskesmas Pembantu

Target :Terlaksananya penerapan SOP pada pelayanan puskesmas

dalam hal kewaspadaan universal.

66
BAB 5

RENCANA PELAKSANAAN PROGRAM

5.1 Plan (Tahap Persiapan)

Hasil diskusi yang dilakukan oleh Dokter Muda bersama dengan Pimpinan

Puskesmas dan dosen pembimbing terdapat 5 hal yang akan dilaksanakan yaitu:

1. Pelaksanaan Mini Workshop.

Persiapan yang dilakukan dalam pelaksanaan mini workshop adalah

menghubungi dr. Roslaili Rasyid sebagai ketua Komite PPI RSUP Dr. M.

Djamil untuk dapat memberikan materi mengenai kewaspadaan universal

dan cara penggunaan APD yang benar. Dokter muda juga

mempersiapkan undangan untuk seluruh petugas Puskesmas, Komite PPI

RSUP Dr. M. Djamil dan staf beserta dosen pembimbing.Selain itu

mempersiapkan alat-alat yang dibutuhkan selama acara mini workshop

berlangsung.

2. Pemasangan X-Banner di tempat yang strategis di lingkungan Puskesmas

Pauh dan reminder note di setiap westafel dan di handrub.

Beberapa persiapan yang dilakukan untuk kegiatan ini adalah

mencari materi untuk dimasukkan dalam desain x-banner. Setelah

mendapatkan materi yang sesuai, x-banner akan didesain oleh Dokter

Muda. Persiapan dalam pembuatan reminder note hanya pemilihan

desain untuk dicetak oleh Dokter Muda

67
3. Pembentukan Komite PPI Puskesmas Pauh.

Setelah berdiskusi dengan Pimpinan Puskesmas, diketahui bahwa

Puskesmas Pauh memiliki tim UKK dalam gedung. Hasil diskusi juga

didapatkan keputusan bahwa tidak perlu dibentuk suatu keanggotan baru

untuk Komite PPI, namun mengenai kewaspadaan universal ini menjadi

tanggung jawab tim UKK dalam gedung.

Persiapan yang dilaksanakan setelah berdiskusi dengan Pimpinan

Puskesmas adalah mengadakan rapat dengan Pimpinan Puskesmas

dengan anggota UKK dalam gedung atas instruksi Pimpinan Puskesmas.

Hasil rapat sekaligus membicarakan mengenai penambahan jobdesk tim

UKK dalam gedung.

4. Pembuatan SOP cuci tangan dan penggunaan APD.

Dalam hal pembuatan SOP, tahap persiapan yang dilakukan oleh

Dokter Muda adalah mencari contoh SOP mengenai cuci tangan dan

penggunaan APD yang benar terutama pada Komite PPI RSUP Dr. M.

Djamil.Setelah itu Dokter Muda melakukan diskusi dengan Pimpinan

Puskesmas untuk memilah poin-poin yang terdapat dalam contoh-contoh

SOP agar dapat dijadikan SOP Puskesmas Pauh.

5. Pengulangan 6 langkah cuci tangan setiap hari pada kegiatan apel pagi dan

senam pagi.

Tahap persiapan yang dilakukan adalah membuat daftar

penanggung jawab untuk dapat memimpin kegiatan pengulangan 6

langkah cuci tangan pada kegiatan apel pagi dan senam pagi.

68
6. Pengadaan sarana dan prasarana berupa handrub, masker, sarung tangan,

dan tisu.

Dalam hal pengadaan sarana dan prasarana, persiapan yang

dilakukan oleh Dokter Muda adalah menghitung jumlah biaya yang akan

dikeluarkan. Jumlah biaya untuk sarana dan prasarana ini akan dibagi

sama rata diantara Dokter Muda Puskesmas Pauh.

5.2 Do (Tahap Pelaksanaan)

1. Mini Workshop

Mini Workshop akan dilaksanakan pada tanggal 22 Oktober 2016.

Dimulai pada pukul 10.30 WIB untuk melakukan registrasi hingga pukul

11.00 WIB. Terdapat beberapa tamu undangan yang diharapkan hadir

yaitu staf Komite PPI RSUP Dr. M. Djamil serta dosen pembimbing, dr.

Hardisman. Mini Workshop akan dilaksanakan di Puskesmas Pauh.

Pada pukul 11.00 WIB acara dimulai dengan pembukaan oleh MC

dan diikuti oleh pelaporan penyelenggaraan oleh DM Rizki Dwayana

serta sambutan dari Pimpinan Puskesmas, dr. Desy Susanty. Pimpinan

Puskesmas diharapkan dapat sekaligus membuka acara mini workshop.

Kegiatan dilanjutkan dengan pemberian materi mengenai kewaspadaan

universal serta penggunaan APD yang baik dan benar oleh Ketua Komite

PPI RSUP Dr. M. Djamil yaitu dr. Roslaili Rasyid. Setelah itu

diharapkan ada diskusi kelompok yang akan dilaksanakan oleh petugas

Puskesmas Pauh berdasarkan materi yang diberikan sebelumnya. Hasil

69
diskusi kelompok akan ditampilkan dan narasumber akan memberikan

feedback mengenai hasil diskusi kelompok.

2. X-banner dan reminder note

Sebelum dipasang, x-banner dan reminder note akan dilaksanakan

launching pada kegiatan mini workshop. Tujuan launching x-banner agar

seluruh petugas puskesmas mengetahui x-banner yang dibuat oleh Dokter

Muda dan mengetahui dimana x-banner dan reminder note akan

dipasang. Setelah launching, x-banner dan reminder note segera dipasang

pada tempat yang telah ditentukan sebelumnya.

3. Pembentukan Komite PPI

Berdasarkan instruksi Pimpinan Puskesmas, dilakukan rapat pada

tanggal 11 Oktober 2016 dan didapatkan struktur kepengurusan Komite

PPI Puskesmas Pauh (dalam lampiran). Struktur kepengurusan ini akan

dilaksanakan sosialisasinya saat kegiatan mini workshop.

4. SOP cuci tangan dan penggunaan APD

Pada hari yang bersamaan dengan pembentukan Komite PPI,

dilakukan juga pembahasan mengenai konten-konten yang harus ada

pada SOP. SOP yang sudah ada akanlaunching pada saat workshop.

5. Pengulangan 6 langkah cuci tangan dan 5 momen cuci tangan

Kegiatan ini tepatnya akan dilaksanakan setelah mini workshop

terlaksana. Dilaksanakan setiap pagi hari saat apel pagi dan senam pagi.

Kegiatan akan dipimpin oleh komandan apel atau komite PPI Puskesmas

Pauh.

70
6. Pengadaan sarana dan prasarana

Pembelian barang-barang yang dibutuhkan oleh Puskesmas Pauh.

5.3 Check (Tahap Evaluasi)

Tahap evaluasi ini menilai pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan oleh

Dokter Muda.

1. Diharapkan pada tanggal 22 Oktober 2016 telah terlaksana mini

workshop dengan jumlah peserta 70% petugas puskesmas hadir.

2. Pada acara mini workshop terdapat sosialisasi atau launching x-banner

dan reminder note, struktur kepengurusan Komite PPI Puskesmas

Pauh, serta SOP cuci tangan dan penggunaan APD.

3. Pada tanggal 24 Oktober 2016, diharapkan x-banner dan reminder

note telah terpasang di lingkungan Puskesmas Pauh

4. Pada tanggal 24 Oktober 2016 juga diharapkan mulai terlaksananya

pengulangan 6 langkah cuci tangan dan 5 momen cuci tangan pada

apel pagi.

5. Pada tanggal 24 Oktober diharapkan telah tersedia sarana dan

prasarana dari Dokter Muda

5.4 Action (Rencana Berkelanjutan)

1. Laporan Komite PPI RSUP Dr. M. Djamil setiap lokakarya mini bulanan.

2. Penggantian x-banner dan reminder note satu kali setahun yang dananya

diambilkan dari dana BPJS.

3. Pengadaan sarana dan prasarana yang sudah habis. Sumber dana akan

diambil dari dana BPJS

71
5.5 Matriks Kegiatan

Tabel 5.1 Plan of Action Upaya Peningkatan Kewaspadaan Universal 2016

Tolak Ukur
No Kegiatan Tujuan Sasaran Pelaksana Waktu Lokasi Pendanaan Metode
Proses Hasil

1 Pelaksanaan Memberikan Seluruh Dokter 22 Puskesmas Dokter Mini Penyajian Terlaksananya

Mini edukasi petugas Muda Oktober Pauh Muda Workshop materi oleh kegiatan Mini

Workshop mengenai Puskesmas berkoordina 2016 komite PPI Workshop

pentingnya Pauh si dengan RSUP Dr. M. minimal 1x

mempertimban pimpinan Djamil dan dengan target

gkan Puskesmas diskusi peserta 70%

kewaspadaan dengan interaktif petugas

universal dalam mengundang antara komite Puskesmas

setiap tindakan Komite PPI PPI RSUP Pauh hadir

yang dilakukan RS Dr. M.

72
terutama M.Djamil Djamil

tindakan dengan

invasif petugas

puskesmas

2 Pemasangan Sebagai media Seluruh Dokter Launchin Puskesmas Dokter Meletakka Pembuatan Terpasangnya

standbannerd promosi di petugas Muda g: 22 Pauh Muda n pada desain hingga 2 stand

an reminder lingkungan Puskesmas Oktober tempat pencetakan bannerdan

note Puskesmas Pauh 2016, yang telah stand banner reminder note

Pauh pemasan ditentukan dan reminder di semua

gan: 24 note westafel dan

Oktober handrub

2016

3 Pembentukan Membentuk Tim UKK Dokter Pengesah Puskesmas Dokter Rapat Melaksanaka Jobdesk komite

komite PPI badan yang dalam muda an: 22 Pauh Muda dan n rapat PPI akan

akan gedung, Oktober pimpinan dengan dimasukkan

73
melakukan Dokter 2016 Puskesmas pimpinan dalam jobdesk

monitoring dan muda puskesmas tim UKK

evaluasi serta Tim dalam gedung

penerapan UKK dalam

kewaspadaan gedung

universal pada

petugas

Puskesmas

4 Pembuatan Sebagai suatu Seluruh Dokter Launchin Puskesmas Dokter Rapat Melaksanaka Terbentuk SOP

SOP standarisasi petugas Muda, g: 22 Pauh Muda n rapat dan yang sudah

kewaspadaan petugas Puskesmas Kepala Oktober diskusi disosialisasikan

universal, Pauh Puskesmas, 2016 dengan kepada seluruh

cuci tangan, Komite PPI Pimpinan petugas

penggunaan Puskesmas Puskesmas

APD mengenai Pauh

74
poin-poin

yang harus

terdapat

dalam SOP

5 Pengulangan Petugas Seluruh Komite PPI, Dimulai Puskesmas Tidak Recallsetia Komandan Terlaksana

6 langkah Puskesmas petugas komandan pada Pauh dibutuhka p apel pagi apel recall setiap

cuci tangan selalu ingat Puskesmas apel tanggal n dana dan senam menyediakan apel pagi dan

dan 5 momen langkah cuci Pauh 24 pagi sesi untuk senam pagi

cuci tangan tangan dan Oktober recall

saat apel pagi waktu yang 2016 langkah cuci

dan senam diharuskan tangan dan

pagi untuk cuci momen cuci

tangan tangan

6 Pengadaan Mendukung Seluruh Dokter 24 Puskesmas Dokter Pembelian Pengumpulan Tersedianya

sarana dan berjalannya petugas Muda, Oktober Pauh Muda sarana dan dana dan handrub,

75
prasarana pelaksanaan puskesmas pimpinan 2016 prasarana pembelian masker, sarung

proyek Puskesmas, handrub, tangan, dan tisu

dan seluruh masker,

pihak terkait sarung

tangan, dan

tisu

Tabel 5.2 Matriks Kegiatan

No Kegiatan September Oktober November


I II III IV I II III IV I II III IV
PERSIAPAN
Mini Workshop
1 Menghubungi dr. Roslaili Rasyid untuk
dapat menjadi narasumber
2 Mempersiapkan undangan untuk petugas
puskesmas, staf komite PPI RSUP Dr. M.
Djamil, dan dosen pembimbing
3 Mempersiapkan alat-alat yang dibutuhkan
Pemasangan x-banner dan reminder note
1 Mencari materi yang dibutuhkan
2 Desain x-banner dan reminder note oleh

76
Dokter Muda
Pembntukan Komite PPI
1 Rapat dengan Pimpinan Puskesmas dan tim
UKK dalam gedung
Pembuatan SOP
1 Diskusi dengan Pimpinan Puskesmas
Pengulangan 6 langkah cuci tangan
1 Membuat daftar penanggung jawab untuk
memimpin kegiatan ini di apel pagi dan
senam pagi
Pengadaan Sarana dan Prasarana
1 Dokter Muda mendiskusikan jumlah biaya
yang akan dikeluarkan
2 Mengumpulkan uang sesuai dengan jumlah
yang telah didiskusikan
PELAKSANAAN
1 Pelaksanaan Mini Workshop
2 Launching dan pemasangan Stand
Bannerdan reminder note
3 Pembentukan Komite PPI
4 Pembuatan SOP
5 Sosialisasi cuci tangan saat apel dan senam
pagi
6 Pengadaan sarana dan prasarana
MONITORING DAN EVALUASI
1 Pemberian kuesioner evaluasi SOP
2 Pelaporan hasil monev oleh Komite PPI

77

Anda mungkin juga menyukai