Anda di halaman 1dari 24

Laporan Kasus Internsip

OPEN FRACTURE TIBIA FIBULA DEXTRA

Oleh:

dr. Nadia Fiany

Pembimbing:
dr. Irsan Abubakar, Sp.OT

RSUD TK II ISKANDAR MUDA


BANDA ACEH
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini.
Shalawat beserta salam kita haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah
membawa kita dari jaman kebodohan ke jaman yang penuh dengan ilmu
pengetahuan seperti sekarang ini.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dr. Zulkarnaini, Sp. OT
yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam
penyusunan laporan kasus yang berjudul “Close Fraktur Collum Sinistra”, serta
para dokter di bagian /SMF Ilmu Bedah yang telah memberikan arahan serta
bimbingan hingga terselesaikannya laporan kasus ini.
Penulis menyadari laporan kasus ini masih jauh dari kata sempurna dan
banyak kekurangan serta keterbatasan. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan saran yang bersifat membangun terhadap laporan kasus ini demi
perbaikan di masa yang akan datang.

Banda Aceh, Agustus 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................ 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 8
2.1 Definisi...................................................................................... 2
2.2 Etiologi dan Epidemiologi ........................................................ 3
. 2.3 Klasifikasi................................................................................... 3
2.4. Penegakkan Diagnosis............................................................... 6
2.5. Tatalaksana................................................................................ 8
2.6. Prognosis.................................................................................... 11
BAB 3 LAPORAN KASUS........................................................................ 12
3.1 Identitas Pasien........................................................................... 12
3.2 Anamnesis.................................................................................. 12
3.3 Pemeriksaan Fisik...................................................................... 13
3.4 Pemeriksaan Penunjang.............................................................. 14
3.5 Diagnosa..................................................................................... 15
3.6 Tatalaksana................................................................................. 15
3.7 Prognosis.................................................................................... 15
BAB 4 PEMBAHASAN............................................................................. 16
BAB 5 KESIMPULAN............................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 20

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang


yang ditentukan sesuai dengan jenis dan luasnya yang biasanya disebabkan oleh
ruda paksa atau tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap
oleh tulang.1 Open fracture atau fraktur terbuka merupakan fraktur tulang dan atau
fraktur hematoma terekspos ke lingkungan luar melalui kulit dan jaringan lunak
yang mengalami trauma. Fraktur terbuka terjadi sekunder akibat trauma.
Penyebab tersering fraktur terbuka adalah cedera dengan energi tinggi dan
menimbulkan risiko cedera neurovascular, kerusakan jaringan lunak, kontaminasi
luka dan skin degloving yang menyebabkan lebih berisiko mengalami
komplikasi.2
Berdasarkan tinjauan epidemiologi selama 15 tahun, dilaporkan insidensi
fraktur terbuka adalah 30,7 per 100.000 orang per tahun. Kecelakaan sepeda
motor merupakan penyebab tersering fraktur terbuka pada ekstremitas bawah.
Rata-rata usia penderita adalah 45,5 tahun, namun secara general insidensi
menurun pada pria dan meningkat pada wanita seiring bertambahnya usia.
Insidensi tertinggi fraktur terbuka pada laki-laki pada usia 15 hingga 19 tahun
dengan insidensi 54,5 per 100.000 orang pertahun. Sedangkan pada wanita
insidensi tertinggi yaitu 53 per 100.000 orang per tahun terjadi pada usia 80
hingga 89 tahun. Fraktur tulang panjang tersering adalah fraktur tibia dan fibula
sebanyak 11,2 %.2
Pripsip dalam manajemen fraktur terbuka termasuk assessment pasien,
klasifikasi cedera, pencegahan infeksi, manajemen luka dan stabilisasi fraktur.
Manajemen fraktur terbuka dapat menjadi tantangan, bahkan membutuhkan
prosedur operasi yang berulang untuk mencapai tujuan penyembuhan jaringan
lunak dan fraktur yang union.3

BAB II

iv
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
yang ditentukan sesuai dengan jenis dan luasnya yang biasanya disebabkan oleh
rudapaksa atau tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap
oleh tulang.1 Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan
tekanan membengkok, memutar dan tarikan akibat trauma yang bersifat langsung
maupun tidak langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada
tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. 4
Fraktuk terbuka merupakan cedera kompleks yang mempengaruhi tulang
dan jaringan lunak sekitarnya. Penyebab tersering fraktur terbuka adalah cedera
dengan energi tinggi dan dikategorikan berdasarkan derajat cedera tulang dan
jaringan lunak, yang menyebabkan kerusakan vaskular jaringan setempat. Fraktur
terbuka menyebabkan tereksposnya luka dengan lingkungan luar dan
meningkatkan risiko infeksi akibat kontaminasi mikroorganisme pada luka.3

Gambar 1. Anatomi Tibia Fibula5


Tulang tibia merupakan tulang medial tungkai bawah yang besar dan
berfungsi menyanggah berat badan. Di proksimal, tibia bersendi dengan condylus

v
femoris dan caput fibulae dan di distal dengan talus dan ujung distal fibula. Tibia
mempunyai ujung atas yang melebar dan ujung bawah yang lebih kecil serta
sebuah corpus. Corpus tibia berbentuk segitiga pada potongan melintangnya, dan
mempunyai tiga margo dan tiga facies. Margo anterior dan medial, serta facies
medialis di antaranya terletak subkutan. Margo anterior menonjol dan membentuk
tulang kering. Pada pertemuan antara margo anterior dan ujung atas tibia terdapat
tuberositas yang merupakan tempat lekat ligamentum patella. Margo anterior
dibawah membulat, melanjutkan diri sebagai malleolus medialis. Margo lateral
memberikan tempat perlekatan untuk membrane interroseus.5
Fibula adalah tulang lateral tungkai bawah yang ramping. Tulang ini tidak
ikut bersendi pada articulation genu, tetapi dibawah tulang ini membentuk
malleulus lateralis sendi pergelangan kaki. Tulang ini tidak berperan dalam
menyalurkan berat badan, tetapi merupakan tempat perlekatan otot-otot. Fibula
memeliki ujung atas yang melebar, corpus dan ujung bawah.5

2.2. Etiologi dan Epidemiologi


Fraktur tulang panjang tersering adalah fraktur batang tibia, hal ini
dipengaruhi oleh jaringan subkutaneus dan kulit sangat tipis pada anterior dan
medial tibia. Secara umum, fraktur pada tibia diikuti oleh fraktur pada fibula , hal
ini disebabkan oleh tekanan eksternal ditransmisikan melalui membran
interosseous ke fibula. Fraktur disebabkan oleh trauma dengan mekanisme cedera
energi rendah dan energi tinggi. Pada fraktur terbuka penyebab tersering adalah
cedera dengan energi tinggi, namun fraktur terbuka juga dapat disebabkan oleh
trauma dengan kecepatan rendah apabila bagian ujung fraktur yang runcing
menembus kulit dan jaringan lunak.2
Tulang dan jaringan lunak menyerap energi eksternal ketika trauma
terjadi. Absorpsi berlebih energi eksternal tersebut menyebabkan terputusnya
kontinuitas tulang dan dekstruksi jaringan lunak. Fragment tulang yang hancur
dan tidak melekat pada suatu struktur memungkinkan perubahan posisi yang dapat
merusak struktur neurovascular. Kerusakan kulit pada fraktur terbuka

vi
menimbulkan efek vakum yang menarik debris, benda asing dan kotoran kedalam
luka dan berdeposit didalam otot dan korteks tulang.2
Berdasarkan tinjauan epidemiologi selama 15 tahun, dilaporkan insidensi
fraktur terbuka adalah 30,7 per 100.000 orang per tahun. Kecelakaan sepeda
motor merupakan penyebab tersering fraktur terbuka pada ekstremitas bawah.
Rata-rata usia penderita adalah 45,5 tahun, namun secara general insidensi
menurun pada pria dan meningkat pada wanita seiring bertambahnya usia.
Insidensi tertinggi fraktur terbuka pada laki-laki pada usia 15 hingga 19 tahun
dengan insidensi 54,5 per 100.000 orang pertahun. Sedangkan pada wanita
insidensi tertinggi yaitu 53 per 100.000 orang per tahun terjadi pada usia 80
hingga 89 tahun. Fraktur tulang panjang tersering adalah fraktur tibia dan fibula
sebanyak 11,2 %.2
Di Indonesia, berdasarkan RISKESDAS 2018 anggota gerak bawah
merupakan proporsi bagian tubuh yang terkena cedera paling banyak dengan
prevalensi 67,9%. Penyebab cedera akibat kecelakaan lalu lintas 72,7% adalah
mengendarai sepeda motor. Sebanyak 80,9% penderita kecelakaan lalu lintas
ketika sedang mengendarai sepeda motor adalah laki-laki dengan prevalensi usia
terbesar 82,5% adalah 25-34%.7
2.3.Klasifikasi
Klasifikasi fraktur tertutup berdasarkan Oestern and Tscherne adalah :
Grade 0 : Cedera berasal dari tekanan tidak langsung dengan
kerusakan jaringan lunak minimal
Grade 1 : Kontusi/ abrasi superficial, fraktur sederhana
Grade II : Abrasi dalam, kontusi otot/kulit, trauma langsung,
impending compartement syndrome
Grade IV : Kontusi kulit luas, destruksi kulit atau otot, degloving
subkutaneus, kompartemen sindrom akut, dan ruptur pembuluh darah
besar atau saraf.8
Klasifikasi fraktur terbuka yang sudah diterima secara luas dan familiar digunakan sebagai klasifikasi primer fraktur terbuka

adalah klasifikasi Gustilo Anderson. Berikut adalah klasifikasi Gustilo Anderson :2

Tipe Definisi

vii
I Fraktur terbuka, luka bersih, panjang luka <1 cm
II Fraktur terbuka, panjang luka >1 cm, tanpa laserasi jaringan lunak, flaps dan
avulsi yang ekstensif
III Fraktur terbuka dengan laserasi jarigan lunak yang ekstensif, fraktur yang
membutuhkan perbaikan vaskular
III A Fraktur tipe III dengan laserasi jaringan lunak luas namun periosteal pada
fraktur tulang masih adekuat.
III B Fraktur tipe III dengan kehilangan jaringan lunak luas dan periosteal stripping
dan kerusakan tulang. Biasanya disertai dengan kontaminasi masif.
III C Fraktur tipe III dengan cedera arteri yang membutuhkan perbaikan.

Gambar 2 Fraktur Tibia Fibula

2.4. Penegakkan Diagnosis


Pasien dengan fraktur terbuka harus ditanyakan detail riwayat trauma
untuk menentukan mekanisme cedera dan kemungkinan terjadinya cedera lain.
Pemeriksaan fisik diawali dengan evaluasi sesuai dengan protokol advance
trauma life support (ACLS). Fokus awal untuk mengevaluasi status jalan napas,
pernapasan, sirkulasi dan resusitasi bila dibutuhkan. Setelah stabilisasi pasien,
manajemen fraktur terbuka segera dilakukan, lakukan penilaian untuk menilai
adakah kemungkinan cedera neurovaskular. Fraktur terbuka diklasifikasikan
berdasarkan klasifikasi Gustilo Anderson.2
Pasien dengan fraktur batang tibia akan mengeluhkan nyeri berat pada
lokasi cedera. Pasien tidak dapat menahan beban tubuh, inspeksi akan
menunjukkan pembengkakan dan deformitas pada kaki. Status neurovascular
segera dinilai meliputi warna kulit, waktu pengisian kapiler, dan pulsasi dorsalis
pedis distal dan tibial posterior. Fungsi motorik saraf deep peroneal dinilai dengan
menggerakkan pergelangan kaki dan dorsifleksi jari kaki kaki. Fungsi motorik

viii
saraf superficial peroneal dinilai dengan eversi kaki (menggerakkan kaki ke arah
luar). Diagnosis fraktur tibia fibula ditegakkan dengan anamnesis yang lengkap
mengenai kejadian trauma meliputi waktu, tempat, dan mekanisme trauma;
pemeriksaan fisik yang lengkap dan menyeluruh, serta pemeriksaan imaging
menggunakan foto polos sinar-x.6

Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda yang harus diperhatian seperti syok, anemia atau pendarahan,
kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau
organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan abdomen. Resusitasi harus
dilakukan apabila terdapat kondisi yang mengancam jiwa pasien. Setelah kondisi
pasien stabil, perlu diperhatikan faktor predisposisi lain, misalnya pada fraktur
patologissebagai salah satu penyebab terjadinya fraktur.Pemeriksaan status lokalis
dilakukan setelah pemeriksaan skrining awal dilakukan. Berikut adalah langkah
pemeriksaan status lokalis:

a. Inspeksi (Look)
1. Bandingkan dengan bagian yang sehat
2. Perhatikan posisi anggota gerak
3. Keadaan umum penderita secara keseluruhan
4. Ekspresi wajah karena nyeri
5. Lidah kering atau basah
6. Adanya tanda-tanda anemia karena pendarahan, Lakukan survei
pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-organ lain
7. Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk
membedakan fraktur tertutup atau terbuka
8. Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan
kependekan
9. Perhatikan kondisi mental penderita
10. Keadaan vaskularisasi.9

b. Palpasi/Raba (Feel)

ix
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya
mengeluh sangat nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan
palpasi adalah sebagai berikut:
1. Temperatur setempat yang meningkat
2. Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya
disebabkan oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat
fraktur pada tulang
3. Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan
secara hati-hati
4. Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi,
Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian
distal daerah trauma, temperatur kulit.
5. Pengukuran panjang tungkai untuk mengetahui adanya
perbedaan panjang tungkai.9

c. Pergerakan (Move)
Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan
secara aktif dan pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang
mengalami trauma. Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan
menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan
secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada
jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.9

Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan
motoris serta gradasi kelainan neurologis yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau
neurotmesis.9

Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologis diperlukan sebagai konfirmasi adanya fraktur,
menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur, untuk melihat adakah
kecurigaan keadaan patologis pada tulang, untuk melihat benda asing seperti

x
peluru, dan tentunya untuk menentukan teknik pengobatan atau terapi yang
tepat.Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip rule of two,
yaitu: dua posisi proyeksi, dilakukan sekurang-kurangnya yaitu pada antero-
posterior dan lateral; dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di
atas dan di bawah sendi yang mengalami fraktur; dua anggota gerak. Pada anak-
anak sebaiknya dilakukan foto pada ke dua anggota gerak terutama pada fraktur
epifisis; dua kali dilakukan foto, sebelum dan sesudah reposisi.9

2.5. Tatalaksana
Penatalaksanaan umum fraktur meliputi menghilangkan rasa nyeri,
mengembalikan posisi patahan tulang ke posisi semual (reposisi) dan
mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan patah tulang (imobilisasi).
Untuk mengurangi nyeri tersebut, dapat dilakukan dengan  imobilisasi, (tidak 
menggerakkan daerah fraktur) dan pemberian obat penghilang nyeri. Teknik 
imobilisasi dapat dilakukan dengan pembidaian atau gips. Bidai dan gips tidak
dapat pempertahankan posisi dalam waktu yang lama. Untuk itu diperlukan teknik
seperti pemasangan traksi kontinu, fiksasi eksteral, atau fiksasi internal.6
Prinsip manajemen fraktur terbuka adalah mencegah infeksi. Adanya luka
menyebabkan kontaminasi, kunci tatalaksana adalah mencegah kontaminasi
tersebut menjadi infeksi. Multiplikasi bakteri akan menyebabkan infeksi, faktor
yang membuat progresi infeksi termasuk syok, hematoma lokal, dead space,
fraktur yang tidak stabil, jaringan yang tidak viable, dan komorbid seperti
diabetes, iskemia, dan imunoresisten.10

Prinsip manajemen klinis termasuk aplikasi manajemen fraktur bedah


dasar untuk mencegah infeksi, yaitu penilaian awal yang baik, manajemen luka,
reduksi dan splintage fraktur kasar, pemberian dini antibiotic dan tetanus diikuti
dengan menagemen bedah awal yang efektif. Prinsip bedah perawatan fraktur
terbuka adalah debridema luka untuk menghilangkan jaringan mati, bilas luka
untuk mengurangi inokulum, stabilisasi fraktur agar memungkinkan
pemyembuhan jaringan lunak dan rekonstruksi jaringan lunak untuk melindungi
daerah cedera dari infeksi.10

xi
1. Penilaian dan manajemen awal

Semua pasien yang mengalami trauma mayor harus dilakukan


penilaian klinis awal yang komprehensif. Nilai gejala fraktur dan
derajat keparahan luka secara visual pada kaki. Kontaminasi kasar
dapat dihilangkan, debridema pada unit emegensi dan penutupan
partial tidak boleh dilakukan, luka harus ditutup dengan dressing
steril. Fraktur harus diluruskan secara kasar dan pemakaian bidai
pada kaki. Pemberian antibiotik diberikan segera, untuk luka minor
dapat diberikan sefalosporin sedangkan untuk luka mayor dengan
cedera berat dapat diberikan penicillin dan antibiotic gram negative
seperti gentamicin dan metronidazole.10

2. Managemen bedah
A. Debridema dan bilas luka

Pasien harus segera dibawa ke ruang operasi untuk


penilaian luka yang adekuat, debridema dan bilas. Kesalahan yang
paling umum adalah debridema yang tidak memadai. Waktu yang
paling sesuai untuk dilakukan debridema masih kontroversial dan
memerlukan penelitian lanjutan. Sejak studi Freidrich 1898 yang
menyatakan hasil observasi replikasi bakteri meningkat setelah 6
jam, bedah tulang telah menetapkan peraturan 6 jam untuk
debridema dan irigasi. Secara klinis, melalui penelitian retrospektif
oleh klindsfater dkk, fraktur tipe II dan III berdasarkan klasifikasi
gustilo Anderson menunjukkan penurunan angka infeksi ketika
debridema dilakukan sebelum 6 jam.10

Pemberian antibiotik dini, melakukan debridema dengan


baik dengan tim bedah yang sesuai merupakan faktor yang lebih
penting dalam pengendalian infeksi daripada debridema kurang
dari 6 jam. Berdasarkan survei pada anggota OTA (orthopaedic
Trauma Association) 99,7% responden menyatakan debridema

xii
sebelum 12 jam masih dapat diterima pada pasien dengan fraktur
tipe III A. 11

Irigasi menggunakan normal saline dengan tekanan ( aliran


gravitasi) rendah direkomendasikan dengan volume pada faktur
tipe 1 sebanyak 3 liter, fraktur tipe II sebanyak 6 liter dan fraktur
tipe III sebanyak 9 liter. Namun belum ada penelitian klinis yang
mendukung rekomendasi tersebut.11

B. Stabilisasi Fraktur

Stabilisasi dini pada tulang esensial pada manajemen


fraktur terbuka. Stabilisasi yang adekuat akan melindungi jaringan
lunak dari cedera yand disebabkan oleh fragment fraktur. Fiksasi
yang stabil meningkatkan mobilisasi yang berguna pada
rehabilitasi. Pemilihan fiksasi fraktur dipengaruhi oleh tulang yang
patah, lokasi fraktur, dan derajat cedera jaringan lunak. Teknik
untuk stabilisasi fraktur diantaranya adalah intramedullary nailing,
external fixation dan plate and screw fixation.10

Intramedullary nailing merupakan metode yang efektif


untuk stabilisasi fraktur diafisis tulang ekstremitas bawah. Metode
ini menguntungkan secara biomekanik karena tidak menganggu
manajemen jaringan lunak. Fiksasi statis interloking
memepertahankan panjang dan keselarasan tulang yang mengalami
fraktur dan memperluas pemakaian paku untuk faktur tidak stabil
kominutif. Namun pemakaian teknik ini dapat menganggu sirkulasi
endosteum tulang. Teknik intramedullary nailing
direkomendasikan untuk fraktur terbuka femur.3

Fiksasi eksternal merupakan metode stabilisasi sementara


yang digunakan pada cedera jaringan lunak dan kontaminasi berat.
Pada fiksasi eksternal, pin metal dan baut dilekatkan pada tulang
melalui insisi kecil pada kulit dan otot. Pin dan baut kemudian

xiii
dilekatkan ke sebuah batangan diluar kulit yang menjadi tumpuan.
Fiksasi eksternal mudah diaplikasikan, umumnya digunakan pada
pasien dengan cedera multiple dan tidak memungkinkan menjalani
operasi dalam waktu yang lama. Beberapa indikasi fiksasi
eksternal adalah fraktur kominutif tulang panjang, fraktur dengan
kehilangan tulang yang signifikan, fraktur terbuka dengan
kehilangan jaringan lunak, fraktur kominutif periartikular seperti
fraktur tibia plateu, elbow, distal femur, dan fraktur distal radius.
Osteomyelitis dengan kehilangan tulang, nonunion, malunion, dan
infeksi.3

Plate and screw fixation digunakan pada fraktur


intraartikular dan metafisis karena dapat menstabilkan dan restorasi
yang akurat pada keselarasan sendi. Pada fraktur diafisis
ekstremitas atas, plate fixation sering kali menjadi pilihan. Plate
seperti bidai internal yang menyatukan patahan tulang. Plate
dilekatkan pada tulang dengan baut. Setelah penyembuhan tulang,
plate dapat ditinggalkan bersama tulang atau dilepaskan kembali.
Screws berfungsi untuk stabilisasi fragmen tulang dan
mengamankan plate tulang. Screws tersedia dalam beberapa
ukuran, tipe dan panjang. Srews dimasukkan melalui lubang
setelah dilakukan pengukuran panjang srews yang dibutuhkan.3

C. Antibiotik

Langkah yang paling kritis dalam manajemen fraktur


terbuka adalah pemberian antibiotik intravena berdasarkan derajat
kontaminasi segera setelah cedera. Rekomendasi  American
College of Surgeons Trauma Quality Improvement Program untuk
fraktur terbuka adalah pemberian antibiotik intravena dalam waktu
60 menit setelah pasien masuk rumah sakit dan dilanjutkan tidak
lebih dari 24 jam setelah pembedahan, kecuali fraktur dengan
kontaminasi berat dilanjutkan antibiotik hingga 72 jam.11

xiv
Berdasarkan guideline manajemen fraktur terbuka oleh
Eastern Association for the Surgery of Trauma (EAST) pemilihan
antibiotik profilaksis sistemik direkomendasikan sesuai dengan
klasifikasi fraktur. Sefalosporin generasi satu direkomendasikan
untuk fraktur tipe 1 dan II. Sefalosporin generasi satu ditambah
dengan aminoglikosid direkomendasikan untuk fraktur tipe III dan
ditambahkan dengan penisilin apabila terdapat kemungkinan
kontaminasi clostridium.3

Pada fraktur tipe III, antibiotik dilanjutkan Hinggan 72 jam


setelah cedera atau 34 jam setelah penutupan jaringan lunak. Pada
fraktur terbuka tipe III, piperacillin / tazobactam dapat digunakan
sebagai pengganti cefazolin ditambah gentamisin karena memiliki
profil yang lebih aman, distribusi tulang yang lebih optimal dan
sama efektif dengan cefazolin  ditambah gentamisin.3

2.6. Prognosis
Prognosis pada fraktur terbuka tergantung dari tingkat keparahan cedera,
semakin tinggi derajat keparahan cedera semakin tinggi risiko infeksi dan
komplikasi lain. Penundaan operasi juga akan meningkatkan risiko infeksi dan
memperburuk prognosis pasien. Risiko infeksi juga tergantung pada derajat
fraktur terbuka dimana pada fraktur terbuka derajat I, memiliki risiko infeksi 0-
2%, derajat II 2-10%, dan derajat III 10-50%.12
Komplikasi pada fraktur terbuka adalah infeksi, cedera neurovascular,
sindrom kompartemen, non-union, emboli lemak, deep vein thrombosis, dan
emboli paru. Infeksi adalah komplikasi fraktur terbuka yang paling sering terjadi.
Infeksi juga dapat terjadi selama proses penyembuhan atau setelah luka dan
fraktur sembuh (osteomielitis). Penundaan antibiotik, merokok, dan sindroma
kompartemen juga dapat meningkatkan risiko infeksi.12

xv
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien


Nama : Tn. Sulaiman Mahmud
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 43 tahun
Alamat : Trienggadeng
Agama : Islam

3.2. Anamnesis
1) Keluhan Utama :
Nyeri dan sulit menggerakkan kaki kanan

xvi
2) Riwayat Penyakit Sekarang :
3) Pasien rujukan RSUD Pidie Jaya datang dengan keluhan luka robek pada
kaki kanan setelah mengalami kecelakaan lalu lintas 7 jam sebelum masuk
Rumah Sakit. Pasien sedang mengendarai becak dan menabrak mobil
kemudian pasien terjatuh ke sebelah kanan saat kecelakaan terjadi. Pasien
juga mengeluhkan nyeri pada daerah luka dan tidak dapat berjalan.
Riwayat penurunan kesadaran, muntah, nyeri kepala, penglihatan kabur
disangkal.
4) Riwayat Fungsional :
a. Mobilitas : Terganggu
b. Aktifitas sehari-hari : Terganggu.
c. Kognisi : Baik
d. Komunikasi : Baik
5) Riwayat Psikososial :
a. Dukungan keluarga : Baik
b. Situasi lingkungan : Baik
c. Riwayat psikiatri : Tidak ada gangguan mental

6) Riwayat Pengobatan Dan Alergi :


a. Pasien tidak memiliki alergi pada makanan maupun obat- obatan.
7) Riwayat Penyakit Dahulu:
a. Riwayat penyakit serupa : Disangkal
b. Riwayat hipertensi : Disangkal
c. Riwayat kencing manis : (+) namum berobat tidak teratur
d. Riwayat TB : Disangkal
e. Riwayat kelemahan anggota gerak : Disangkal
f. Riwayat penyakit jantung : Disangkal
g. Riwayat stroke : Disangkal

3.3. Pemeriksaan Fisik


1) Status Generalis :

xvii
a. Keadaan umum: Cukup, kesadaran compos mentis
b. Vital sign:
a. TD : 120/70mmHg
b. RR : 18 x/menit
c. N : 96 x/menit
d. T : 36,7 C
c. Kepala : Conjungtiva anemis (-)/(-), sklera ikterik (-)/(-),
d. Leher : Pembesaran lymphono dileher (-), JVP tidak
meningkat,
e. Paru- paru : vesikuler murni, wheezing (-)/(-), rhonki (-)/(-),
f. Jantung : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-),
g. Abdomen : Peristaltik usus (+) normal, hati dan limpha tidak
teraba membesar,
h. Ekstremitas : kulit warna sawo matang, oedem ekstremitas (+),
sianosis (-)

2) Status Lokalis
 Regio Cruris dextra
a. Look
Luka terbuka (+), deformitas (-), shortening (-), bengkak (+)
b. Feel
Nyeri tekan : (+)
Akral hangat
c. Move
Kekuatan Otot : tidak valid dinilai
ROM : tidak bisa dinilai

3.4. Pemeriksaan Penunjang

xviii
A. Pemeriksaan Darah Rutin dan Kimia Darah
Parameter Hasil Nilai Normal
Leukosit 11,67. 103 4.0 – 10.0 103 /µL
Hb 12,7 11,5-16,0 gr/dL
Hct 39,7 % 37-47 %
Eri 4,74. 103 3,8-4,8. 103/ µL
Trombosit 260.103 150-500. 103
CT 8’15” 4-12 menit
APTT 3’05” 17 menit
GDS 244 <120
Ureum 17,3 13-43
Kreatinin 1.01 0,6-1,1

B. Foto polos tibia fibula

xix
Kesan: Fraktur Tibia et fibula dextra

3.5. Diagnosis
Diagnosis Klinik :
Open Fraktur Tibia et fibula dextra

3.6. Tatalaksana
Medikamentosa
 IVFD RL 20 gtm
 Inj. Ceftriaxon 1 gr/ 12 jam
 Inj. Ranitidin 1 amp/ 12 jam
 Inj. Ketorolac 1 amp/ 12 jam

Non-Medikamentosa
- Tirah baring

xx
- Rencana ORIF (1/10/2021)

3.7. Prognosis
a. Quo ad vitam : dubia ad bonam
b. Quo ad sanationam : dubia ad bonam
c. Quo ad funcionam : dubia ad bonam

xxi
BAB IV
PEMBAHASAN

Laki-laki 43 tahun di rujuk dari RS Pidie Jaya dengan keluhan nyeri dan
sulit mengerakkan kaki kanan. Pasien dirujuk dengan diagnose open fracture tibia
et fibula dextra. Pasien mengalami kecelakaan lalu lintas 7 jam sebelum masuk
Rumah Sakit. Pasien sedang mengendarai becak dan menabrak mobil kemudian
pasien terjatuh ke sebelah kanan saat kecelakaan terjadi. Riwayat tidak sadar (-),
muntah (-). Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien dengan keadaan umum baik
dan hemodinamik stabil, dari status generalis tidak ditemukan kelainan. Pada
pemeriksaan status lokalis region 1/3 proksimal cruris dextra didapatkan luka
terbuka, deformitas (-), angulasi (-), nyeri tekan (+), CRT < 2 CRT, sensori
normal ROM ankle terbatas karena nyeri.
Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas jaringan tulang akibat ruda
paksa atau tekanan eksternal yang diserap oleh tulang. Apabila tidak ada luka
yang menghubungkan fraktur dengan udara luar atau permukaan kulit atau kulit
diatasnya masih utuh ini disebut fraktur tertutup (atau sederhana), sedangkan bila
terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur dengan udara luar atau
permukaan kulit yang cenderung untuk mengalami kontaminasi dan infeksi ini
disebut fraktur terbuka. Fraktur terbuka tulang panjang tersering adalah fraktur
tibia dan fibula dengan insidensi 11,2 %. Tibia merupakan tulang yang
menompang tubuh dan memiliki jaringan subkutaneus dan kulit sangat tipis pada
anterior dan medial tibia. Secara umum, fraktur pada tibia diikuti oleh fraktur
pada fibula , hal ini disebabkan oleh tekanan eksternal ditransmisikan melalui
membran interosseous ke fibula.
Kecelakaan sepeda motor merupakan penyebab tersering fraktur terbuka
pada ekstremitas bawah. Rata-rata usia penderita adalah 45,5 tahun, namun secara
general insidensi menurun pada pria dan meningkat pada wanita seiring
bertambahnya usia. Insidensi tertinggi fraktur terbuka pada laki-laki pada usia 15
hingga 19 tahun dengan insidensi 54,5 per 100.000 orang pertahun. Di Indonesia,

xxii
penderita kecelakaan lalu lintas ketika mengendarai sepeda motor pada usia 25-34
tahun memiliki prevalensi tertinggi yaitu 82,5%.2,7
Pasien dengan fraktur batang tibia akan mengeluhkan nyeri berat pada
lokasi cedera. Inspeksi akan menunjukkan pembengkakan dan deformitas pada
kaki. Tibia merupakan tulang yang berfungsi menahan beban tubuh, cedera akan
menyebabkan pasien mengeluhkan tidak dapat menompang tubuh.
Penatalaksanaan umum fraktur meliputi menghilangkan rasa nyeri,
mengembalikan posisi patahan tulang ke posisi semual (reposisi) dan
mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan patah tulang (imobilisasi).
Untuk mengurangi nyeri tersebut, dapat dilakukan dengan  imobilisasi, (tidak 
menggerakkan daerah fraktur) dan pemberian obat penghilang nyeri. Teknik 
imobilisasi dapat dilakukan dengan pembidaian atau gips. Bidai dan gips tidak
dapat pempertahankan posisi dalam waktu yang lama. Untuk itu diperlukan teknik
seperti pemasangan traksi kontinu, fiksasi eksteral, atau fiksasi internal.
Prinsip dalam tatalaksana fraktur terbuka adalah mencegah infeksi dengan
melakukan penilaian awal yang baik, manajemen luka, reduksi dan splintage
fraktur kasar, pemberian dini antibioti dan tetanus diikuti dengan menagemen
bedah awal yang efektif.  Prinsip bedah perawatan fraktur terbuka adalah
debridema luka untuk menghilangkan jaringan mati, bilas luka untuk mengurangi
inokulum, stabilisasi fraktur agar memungkinkan pemyembuhan jaringan lunak
dan rekonstruksi jaringan lunak untuk melindungi daerah cedera dari infeksi.
Stabilisasi fraktur dapat dilakukan dengan menggunakan teknik
intramedullary nailing, external fixation dan plate and screw fixation. Pasien
dilakukan tindakan ORIF ( open reduction Internal Fixation)  menggunakan plate
and screw. Pemasangan ORIF dilakukan pada fraktur tidak stabil dan cenderung
displaced setelah reposisi, fraktur yang berlawanan posisi dengan gerak otot,
fraktur yang memiliki waktu penyatuan lama, fraktur patologis, fraktur multipel,
dan fraktur pada penderita dengan asuhan keperawatan sulit (pasien geriatri dan
paraplegia).

xxiii
DAFTAR PUSTAKA
1. A. C. o. S. C. o. Trauma, Advanced Trauma Life Support for Docto, Chicago:
ATLS Student Course Manual, 2013.
2. Sop JL, Sop A. Open Fracture Management. [Updated 2021 Aug 14]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-.
3. Zalavras, Charalampos G. MD; Patzakis, Michael J. MD Open Fractures:
Evaluation and Management, Journal of the American Academy of Orthopaedic
Surgeons: May 2003 - Volume 11 - Issue 3 - p 212-219
4. M. V. Hoppenfeld S, Treatment & Rehabilitation of Fractures, Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins, 2010.
5. Snell RS. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta, 2012.
6.Kelly, A., Cameron, P., Jelinek, G., Murray, L., Brown, A. F. T. (2011). Textbo
ok of Adult Emergency Medicine E-Book. Britania Raya: Elsevier Health
Sciences.
7. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2018). Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian RI tahun 2018.
8. Thompson JH, Jahangir A. Tibia Fractures Overview. National Institutes of
Health. 2021.
9. Apley GA. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur system APley. 7 ed. Jakarta :
Widya Medika.
10. Diwan A, Eberlin KR, Smith RM. The principles and practice of Open
Fracture Care. Chinese Journal of Traumatology. 2018
11.Daniel Z, Schneider P. Surgical Timing for Open Fractures middle of the night
or the light of day which fractures, what time?. Orthopaedic Trauma Association.
2020
12. Penn JG, Murray CK, Wenke JC. Early Antibiotics and Debridement
Independently Reduce Infection in Open Fracture Model. The Journal of Bone
and Joint Surgey. 2012

xxiv

Anda mungkin juga menyukai