Anda di halaman 1dari 38

HALAMAN PENGESAHAN

Nama : dr. Aditya Febriansyah


Topik : Kasus Bedah
Judul Potofolio : Hemothorax
Pendamping : dr. Hans Tunggadi
dr. Niko, S.Ked

Ampana , September 2019

Pendamping Pendamping

dr. Hans Tunggadi dr. Niko, S.Ked

Internship

dr. Aditya Febriansyah


REFLEKSI KASUS September 2019

“HEMOTHORAX”

Disusun Oleh:
dr. Aditya Febriansyah

Pembimbing: dr. Yusfitaria Alvina Sp.B, MARS


Pendamping: dr.Hans Tunggadi
dr. Niko S.Ked
BAB I
PENDAHULUAN

Hematothoraks atau hemothoraks adalah akumulasi darah pada rongga


intrapleura. Perdarahan dapat berasal dari pembuluh darah sistemik maupun
pembuluh darah paru. Pada trauma, yang tersering perdarahan berasal dari arteri
interkostalis dan arteri mammaria interna 8
Akumulasi darah dalam dada, atau hemothorax adalah masalah yang relatif
umum, paling sering akibat cedera struktur atau dinding dada. Hemothorax yang
tidak berhubungan dengan trauma jarang terjadi dan dapat disebabkan oleh
berbagai penyebab. Identifikasi dan pengobatan traumatik hemothorax adalah
bagian penting dari perawatan pasien yang terluka 1
Hemothorax mengacu pada mengumpulnya darah dalam rongga pleura.
Walaupun beberapa penulis menyatakan bahwa nilai hematokrit setidaknya 50 %
diperlukan untuk mendefinisikan hemothorax ( dibandingkan dengan berdarah
efusi pleura ), sebagian besar tidak setuju pada perbedaan tertentu . Meskipun
etiologi paling umum adalah hemothorax adalah akibat trauma tumpul atau
trauma tembus, itu juga dapat hasil dari sejumlah kasus nontraumatic yang
1,2
menyebabkan atau dapat terjadi secara spontan
Pentingnya evakuasi awal darah melalui luka dada yang ada dan pada saat
yang sama, menyatakan bahwa jika perdarahan dari dada tetap, luka harus ditutup
dengan harapan bahwa adanya tekanan intrathoracic akan menghentikan
perdarahan. Jika efek yang diinginkan tercapai, luka dapat dibuka kembali
beberapa hari kemudian untuk evakuasi darah atau cairan serosa. Mengukur
frekuensi hemothorax dalam populasi umum sulit . Hemothorax yang sangat kecil
dapat dikaitkan dengan satu patahan tulang rusuk dan mungkin tidak terdeteksi
atau tidak memerlukan pengobatan . 1,2,3
Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga dapat menyebabkan terjadinya
hemotoraks. Biasanya perdarahan berhenti spontan dan tidak memerlukan
intervensi operasi. Hematotoraks akut yang cukup banyak yang terlihat pada foto
toraks, sebaiknya diterapi dengan selang dada kaliber besar. Selang dada tersebut
akan mengeluarkan darah dari rongga pleura, mengurangi resiko terbentuknya
bekuan darah di dalam rongga pleura, dan dapat dipakai dalam memonitor
kehilangan darah selanjutnya. Walaupun banyak faktor yang berperan dalam
memutuskan perlunya indikasi operasi pada penderita hematotoraks, status
fisiologi dan volume darah yang keluar dari selang dada merupakan faktor utama.
Sebagai patokan bila darah yang dikeluarkan secara cepat dari selang dada
sebanyak 1.500 ml, atau bila darah yang keluar lebih dari 200 ml tiap jam untuk 2
sampai 4 jam, atau jika membutuhkan transfusi darah terus menerus, eksplorasi
bedah harus dipertimbangkan. 1,2,8
Oleh karena itu,penting bagi kita untuk mengetahui dan memahami tentang
penyebab, penegakan diagnosis, serta penatalaksanaan pasien hemothorax.
BAB II
HEMOTHORAX
2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI
a) Anatomi Toraks
Rongga thorax dibatasi oleh iga-iga, yang bersatu di bagian
belakang pada vertebra thoracalis dan di depan pada sternum. Kerangka
rongga thorax, meruncing pada bagian atas dan berbentuk kerucut terdiri
dari sternum, 12 vertebra thoracalis, 10 pasang iga yang berakhir di
anterior dalam segmen tulang rawan dan 2 pasang yang melayang.
Kartilago dari 6 iga memisahkan articulatio dari sternum, kartilago ketujuh
sampai sepuluh berfungsi membentuk tepi kostal sebelum menyambung
pada tepi bawah sternum. Perluasan rongga pleura di atas clavicula dan di
atas organ dalam abdomen penting untuk dievaluasi pada luka tusuk. 4

Gambar 1 . (a) Anterior view dinding toraks. (b). Posterior view dari
dinding toraks
Musculus pectoralis mayor dan minor merupakan muskulus utama
dinding anterior thorax. Musculus latissimus dorsi, trapezius,
rhomboideus, dan musculus gelang bahu lainnya membentuk lapisan
musculus posterior dinding posterior thorax. Tepi bawah musculus
pectoralis mayor membentuk lipatan/plika axillaris posterior. Dada berisi
organ vital yaitu paru dan jantung. Pernafasan berlangsung dengan
bantuan gerak dinding dada. Inspirasi terjadi karena kontraksi otot
pernafasan yaitu musculus interkostalis dan diafragma, yang menyebabkan
rongga dada membesar sehingga udara akan terhisap melalui trakea dan
bronkus.
Pleura adalah membran aktif yang disertai dengan pembuluh darah
dan limfatik. Disana terdapat pergerakan cairan, fagositosis debris,
menambal kebocoran udara dan kapiler. Pleura visceralis menutupi paru
dan sifatnya sensitif, pleura ini berlanjut sampai ke hilus dan mediastinum
bersama ± sama dengan pleura parietalis, yang melapisi dinding dalam
thorax dan diafragma. Pleura sedikit melebihi tepi paru pada setiap arah
dan sepenuhnya terisi dengan ekspansi paru ± paru normal, hanya ruang
potensial yang ada.
Diafragma bagian muskular perifer berasal dari bagian bawah iga
keenam kartilago kosta, dari vertebra lumbalis, dan dari lengkung
lumbokostal, bagian muskuler melengkung membentuk tendo sentral.
Nervus frenikus mempersarafi motorik dari interkostal bawah
mempersarafi sensorik. Diafragma yang naik setinggi putting susu, turut
berperan dalam ventilasi paru paru selama respirasi biasa / tenang sekitar
75%. 1,5,7,8
Gambar 2 . Skematik anatomi dinding dada.

b) Fisiologi Pernapasan
Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih
tekanan yang terdapat antara atmosfir dan alveolus akibat kerja mekanik
otot-otot. Seperti yang telah diketahui, dinding toraks berfungsi sebagai
penembus. Selama inspirasi, volume toraks bertambah besar karena
diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa otot yaitu
sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas dan otot seratus,
skalenus dan interkostalis eksternus mengangkat iga-iga.
Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif
akibat elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis
eksternus relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke
atas ke dalam rongga toraks, menyebabkan volume toraks berkurang.
Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun
tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir
menjadi terbalik, sehingga udara mengalir keluar dari paru-paru sampai
udara dan tekanan atmosfir menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi.
Tahap kedua dari proses pernapasan mencakup proses difusi gas-
gas melintasi membrane alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari
0,5 μm). Kekuatan pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan
parsial antara darah dan fase gas. Tekanan parsial oksigen dalam atmosfir
pada permukaan laut besarnya sekitar 149 mmHg. Pada waktu oksigen
diinspirasi dan sampai di alveolus maka tekanan parsial ini akan
mengalami penurunan sampai sekiktar 103 mmHg. Penurunan tekanan
parsial ini terjadi berdasarkan fakta bahwa udara inspirasi tercampur
dengan udara dalam ruangan sepi anatomik saluran udara dan dengan uap
air. Perbedaan tekanan karbondioksida antara darah dan alveolus yang
jauh lebih rendah menyebabkan karbondioksida berdifusi kedalam
alveolus. Karbondioksida ini kemudian dikeluarkan ke atmosfir.
Dalam keadaan beristirahat normal, difusi dan keseimbangan
oksigen di kapiler darah paru-paru dan alveolus berlangsung kira-kira 0,25
detik dari total waktu kontak selama 0,75 detik. Hal ini menimbulkan
kesan bahwa paru-paru normal memiliki cukup cadangan waktu difusi.
Pada beberapa penyakit misal; fibosis paru, udara dapat menebal dan
difusi melambat sehingga ekuilibrium mungkin tidak lengkap, terutama
sewaktu berolahraga dimana waktu kontak total berkurang. Jadi, blok
difusi dapat mendukung terjadinya hipoksemia, tetapi tidak diakui sebagai
faktor utama.
Adapun fungsi dari pernapasan adalah :
1. Ventilasi: memasukkan/mengeluarkan udara melalui jalan napas ke
dalam/dari paru dengan cara inspirasi dan ekspirasi. Untuk melakukan
fungsi ventilasi, paru-paru mempunyai beberapa komponen penting,
antara lain :
a. Dinding dada yang terdiri dari tulang, otot, saraf perifer.
b. Parenkim paru yang terdiri dari saluran napas, alveoli, dan
pembuluh darah.
c. Dua lapisan pleura, yakni pleura viseralis yang membungkus erat
jaringan parenkim paru, dan pleura parietalis yang menempel erat
ke dinding toraks bagian dalam. Di antara kedua lapisan pleura
terdapat rongga tipis yang normalnya tidak berisi apapun.
d. Beberapa reseptor yang berada di pembuluh darah arteri utama.
2. Distribusi: menyebarkan/mengalirkan udara tersebut merata ke seluruh
sistem jalan napas sampai alveoli .
3. Difusi: oksigen dan CO2 bertukar melalui membran semipermeabel
pada dinding alveoli (pertukaran gas) .
4. Perfusi: Darah arterial di kapiler-kapiler meratakan pembagian muatan
oksigennya dan darah venous cukup tersedia untuk digantikan isinya
dengan muatan oksigen yang cukup untuk menghidupi jaringan tubuh.

Volume paru-paru dibagi menjadi empat macam, yakni:


a. Volume tidal merupakan volume udara yang diinspirasikan dan
diekspirasikan pada setiap pernapasan normal.
b. Volume cadangan merupakan volume tambahan udara yang dapat
diinspirasikan di atas volume tidal normal.
c. Volume cadangan ekspirasi merupakan jumlah udara yang masih dapat
dikeluarkan dengan ekspirasi kuat setelah akhir suatu ekspirasi.
d.Volume residual adalah volume udara yang masih tersisa di dalam paru-
paru setelah melakukan ekspirasi kuat.

Dalam menguraikan peristiwa-peristiwa pada siklus paru-paru, juga


diperlukan kapasitas paru-paru yaitu:
1. Kapasitas inspirasi.
2. Kapasitas residual fungsional.
3. Kapasitas vital paksa.
4. Kapasitas total paru-paru.

Setiap kegagalan atau hambatan dari rantai mekanisme tersebut


akan menimbulkan gangguan pada fungsi pernapasan, berarti berakibat
kurangnya oksigenasi jaringan tubuh. Hal ini misalnya terdapat pada suatu
trauma pada thoraks. Selain itu maka kelainan-kelainan dari dinding
thoraks menyebabkan terganggunya mekanisme inspirasi/ekspirasi,
kelainan-kelainan dalam rongga thoraks, terutama kelainan jaringan paru,
selain menyebabkan berkurangnya elastisitas paru, juga dapat
menimbulkan gangguan pada salah satu/semua fungsi-fungsi pernapasan
tersebut 1,2,7,8

2.2 DEFINISI
Hemothorax adalah adanya kumpulan darah di dalam ruang antara
dinding dada dan paru-paru (rongga pleura). Sumber darah mungkin dari
dinding dada, parenkim paru–paru, jantung atau pembuluh darah besar.
Kondisi biasanya merupakan akibat dari trauma tumpul atau tajam. Ini juga
mungkin merupakan komplikasi dari beberapa penyakit.
Hemathothoraks (hemotoraks) adalah terakumulasinya darah pada
rongga thoraks akibat trauma tumpul atau tembus pada dada. Hemathothoraks
biasanya terjadi karena cedera di dada. Penyebab lainnya adalah pecahnya
sebuah pembuluh darah atau kebocoran aneurisma aorta yang kemudian
mengalirkan darahnya ke rongga pleura. 1,6,8

2.3 ETIOLOGI
Penyebab utama hematothoraks adalah trauma, seperti luka penetrasi
pada paru, jantung, pembuluh darah besar, atau dinding dada. Trauma tumpul
pada dada juga dapat menyebabkan hematothoraks karena laserasi pembuluh
darah internal
Menurut Magerman (2010) penyebab hematothoraks antara lain :
1. Penetrasi pada dada
2. Trauma tumpul pada dada
3. Laserasi jaringan paru
4. Laserasi otot dan pembuluh darah intercostal
5. Laserasi arteri mammaria interna

Secara umum, penyebab terjadinya Hematotoraks adalah sebagai berikut :


a. Traumatis
- Trauma tumpul.
- Penetrasi trauma (Trauma tembus, termasuk iatrogenik).
b. Non traumatic atau spontan
- Neoplasia (primer atau metastasis).
- Diskrasia darah, termasuk komplikasi antikoagulasi.
- Robek adhesi pleura berkaitan dengan pneumotorax spontan.
- Paru atriovenosa fistula.
- Nekrosis akibat infeksi.
- Telangiektasia hemoragik herediter.
- Kelainan vaskular intratoraks non pulmoner..
- Patologi abdomen.

Hemothoraks massif lebih sering disebabkan oleh luka tembus


yang merusak pembuluh darah sistemik atau pembuluh darah pada hilus
paru. 4,5,6,8

2.4 PATOFISIOLOGI
Hemothoraks adalah adanya darah yang masuk ke areal pleura (antara
pleura viseralis dan pleura parietalis). Biasanya disebabkan oleh trauma tumpul
atau trauma tajam pada dada, yang mengakibatkan robeknya membran serosa
pada dinding dada bagian dalam atau selaput pembungkus paru. Robekan ini akan
mengakibatkan darah mengalir ke dalam rongga pleura, yang akan menyebabkan
penekanan pada paru.
Sumber perdarahan umumnya berasal dari A. interkostalis atau A.
mamaria interna. Rongga hemitoraks dapat menampung 3 liter cairan, sehingga
pasien hematotoraks dapat syok berat (kegagalan sirkulasi) tanpa terlihat adanya
perdarahan yang nyata, oleh karena perdarahan masif yang terjadi terkumpul di
dalam rongga toraks.
Pendarahan di dalam rongga pleura dapat terjadi dengan hampir semua
gangguan dari jaringan dada di dinding dan pleura atau struktur intrathoracic.
Respon fisiologis terhadap perkembangan hemothorax diwujudkan dalam 2 area
utama: hemodinamik dan pernafasan. Tingkat respon hemodinamik ditentukan
oleh jumlah dan kecepatan kehilangan darah.
Perubahan hemodinamik bervariasi tergantung pada jumlah perdarahan
dan kecepatan kehilangan darah. Kehilangan darah hingga 750 mL pada seorang
pria 70-kg seharusnya tidak menyebabkan perubahan hemodinamik yang
signifikan. Hilangnya 750-1500 mL pada individu yang sama akan menyebabkan
gejala awal syok (yaitu, takikardia, takipnea, dan penurunan tekanan darah).
Tanda-tanda signifikan dari shock dengan tanda-tanda perfusi yang buruk
terjadi dengan hilangnya volume darah 30% atau lebih (1500-2000 mL). Karena
rongga pleura seorang pria 70-kg dapat menampung 4 atau lebih liter darah,
perdarahan dapat terjadi tanpa bukti eksternal dari kehilangan darah.
Efek pendesakan dari akumulasi besar darah dalam rongga pleura dapat
menghambat gerakan pernapasan normal. Dalam kasus trauma, kelainan ventilasi
dan oksigenasi bisa terjadi, terutama jika berhubungan dengan luka pada dinding
dada. Sebuah kumpulan yang cukup besar darah menyebabkan pasien mengalami
dyspnea dan dapat menghasilkan temuan klinis takipnea. Volume darah yang
diperlukan untuk memproduksi gejala pada individu tertentu bervariasi tergantung
pada sejumlah faktor, termasuk organ cedera, tingkat keparahan cedera, dan
cadangan paru dan jantung yang mendasari.
Dispnea adalah gejala yang umum dalam kasus-kasus di mana hemothorax
berkembang dengan cara yang membahayakan, seperti yang sekunder untuk
penyakit metastasis. Kehilangan darah dalam kasus tersebut tidak akut untuk
menghasilkan respon hemodinamik terlihat, dan dispnea sering menjadi keluhan
utama.
Darah yang masuk ke rongga pleura terkena gerakan diafragma, paru-paru,
dan struktur intrathoracic lainnya. Hal ini menyebabkan beberapa derajat
defibrination darah sehingga pembekuan tidak lengkap terjadi. Dalam beberapa
jam penghentian perdarahan, lisis bekuan yang sudah ada dengan enzim pleura
dimulai.
Lisis sel darah merah menghasilkan peningkatan konsentrasi protein cairan
pleura dan peningkatan tekanan osmotik dalam rongga pleura. Tekanan osmotik
tinggi intrapleural menghasilkan gradien osmotik antara ruang pleura dan jaringan
sekitarnya yang menyebabkan transudasi cairan ke dalam rongga pleura. Dengan
cara ini, sebuah hemothorax kecil dan tanpa gejala dapat berkembang menjadi
besar dan gejala efusi pleura berdarah.
Dua keadaan patologis yang berhubungan dengan tahap selanjutnya dari
hemothorax adalah empiema dan fibrothorax. Empiema hasil dari kontaminasi
bakteri pada hemothorax. Jika tidak terdeteksi atau tidak ditangani dengan benar,
hal ini dapat mengakibatkan syok bakteremia dan sepsis.
Fibrothorax terjadi ketika deposisi fibrin berkembang dalam hemothorax
yang terorganisir dan melingkupi baik parietal dan permukaan pleura viseral.
Proses adhesive ini menyebkan paru-paru tetap pada posisinya dan mencegah dari
berkembang sepenuhnya. 1,6,7,8

Hemotoraks traumatik
trauma laserasi pembuluh darah atau struktur parenkim paru perdarahan
darah berakumulasi di rongga pleura hemotoraks.

Gambar 3 . Skema Patofisiologi Trauma Toraks


2.5 KLASIFIKASI
Pada orang dewasa secara teoritis hematothoraks dibagi dalam 3 golongan,
yaitu:
a. Hematothoraks ringan
 Jumlah darah kurang dari 400 cc
 Tampak sebagian bayangan kurang dari 15 % pada foto thoraks
 Perkusi pekak sampai iga IX
b. Hematothoraks sedang
 Jumlah darah 500 cc sampai 2000 cc
 15% - 35% tertutup bayangan pada foto thoraks
 Perkusi pekak sampai iga VI

c. Hematothoraks berat
 Jumlah darah lebih dari 2000 cc
 35% tertutup bayangan pada foto thoraks
 Perkusi pekak sampai iga IV 1,2,4

a. b. c.

Gambar 4 . Klasifikasi hemotoraks a. Ringan b. Sedang c. Berat

2.6 GEJALA KLINIS


Hemothorak tidak menimbulkan nyeri selain dari luka yang berdarah di
dinding dada. Luka di pleura viseralis umumnya juga tidak menimbulkan
nyeri. Kadang-kadang anemia dan syok hipovalemik merupakan keluhan dan
gejala yang pertama muncul. Secara klinis pasien menunjukan distress
pernapasan berat, agitasi, sianosis, takipnea berat, takikardia dan peningkatan
awal tekanan darah, di ikuti dengan hipotensi sesuai dengan penurunan curah
jantung (Hudak & Gallo, 1997).
Respon tubuh degan adanya hemothoraks dimanifestasikan dalam 2 area
mayor:
a. Respon hemodinamik
Respon hemodinamik sangat tergantung pada jumlah perdarahan yang
terjadi. Tanda-tanda shock seperti takikardi, takipnea, dan nadi yang
lemah dapat muncul pada pasien yang kehilangan 30% atau lebih volume
darah
b. Respon respiratori
Akumulasi darah pada pleura dapat menggangu pergerakan napas. Pada
kasus trauma, dapat terjadi gangguan ventilasi dan oksigenasi, khususnya
jika terdapat injuri pada dinding dada. Akumulasi darah dalam jumlah
yang besar dapat menimbulkan dispnea. (Mancini, 2011)

Tingkat respon hemodinamik ditentukan oleh jumlah dan kecepatan


hilangnnya darah. Perdarahan hingga 750 mL biasanya belum mengakibatkan
perubahan hemodinamik. Perdarahan 750-1500 mL akan menyebabkan gejala
gejala awal syok (takikardi, takipneu, TD turun). 3,7
Adapun tanda dan gejala adanya hemotoraks dapat bersifat simptomatik
namun dapat juga asimptomatik. Asimptomatik didapatkan pada pasien dengan
hemothoraks yang sangat minimal sedangkan kebanyakan pasien akan
menunjukan symptom, diantaranya:
 Nyeri dada yang berkaitan dengan trauma dinding dada
 Tanda-tanda syok, seperti hipotensi, nadi cepat dan lemah, pucat, dan akral
dingin
- Kehilangan darah volume darah ↓ Cardiac output ↓ TD ↓
- Kehilangan banyak darah vasokonstriksi perifer pewarnaan kulit
oleh darah berkurang
 Tachycardia
- Kehilangan darah volume darah ↓ Cardiac output
↓ hipoksia kompensasi tubuh takikardia
 Dyspnea
- Adanya darah atau akumulasi cairan di dalam rongga
pleura pengembangan paru terhambat pertukaran udara tidak
adekuat sesak napas.
- Darah atau akumulasi cairan di dalam rongga pleura pengembangan
paru terhambat pertukaran udara tidak adekuat kompensasi
tubuh takipneu dan peningkatan usaha bernapas sesak napas.
 Hypoxemia
- Hemotoraks paru sulit mengembang kerja paru
terganggu kadar O2 dalam darah ↓
 Takipneu
- Akumulasi darah pada pleura hambatan pernapasan reaksi tubuh
meningkatkan usaha napas takipneu.
- Kehilangan darah volume darah ↓ Cardiac output
↓ hipoksia kompensasi tubuh takipneu.
 Anemia
 Deviasi trakea ke sisi yang tidak terkena.
- Akumulasi darah yang banyak menekan struktur
sekitar mendorong trakea ke arah kontralateral.
 Gerak dan pengembangan rongga dada tidak sama (paradoxical).
 Penurunan suara napas atau menghilang pada sisi yang terkena
- Suara napas adalah suara yang terdenger akibat udara yang keluar dan
masuk paru saat bernapas. Adanya darah dalam rongga
pleura pertukaran udara tidak berjalan baik suara napas berkurang
atau hilang.
 Dullness pada perkusi (perkusi pekak)
- Akumulasi darah pada rongga pleura suara pekak saat diperkusi
(Suara pekak timbul akibat carian atau massa padat).
 Adanya krepitasi saat palpasi. 5,6

2.7 DIAGNOSA
Penegakkan diagnosis hemothoraks berdasarkan pada data yang
diperoleh dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari
anamnesa didapatkan penderita hemothoraks mengeluh nyeri dada dan sesak
napas. Juga bisa didapatkan keterangan bahwa penderita sebelumnya
mengalami kecelakaan pada dada. Pada pemeriksaan fisik dari inspeksi
biasanya tidak tampak kelainan, mungkin didapatkan gerakan napas tertinggal
atau adanya pucat karena perdarahan. Pada perkusi didapatkan pekak dengan
batas tidak jelas, sedangkan pada auskultasi didapatkan bunyi napas menurun
atau bahkan menghilang.
Pemeriksaan penunjang untuk diagnostik, diantaranya:
 Chest x-ray : adanya gambaran hipodense (menunjukkan akumulasi
cairan) pada rongga pleura di sisi yang terkena dan adanya
mediastinum shift (menunjukkan penyimpangan struktur mediastinal
(jantung)). Chest x-ray sebagi penegak diagnostik yang paling utama
dan lebih sensitif dibandingkan lainnya.

Gambar 5 . Chest xray Hematotoraks Kanan


 CT Scan : diindikasikan untuk pasien dengan hemothoraks minimal,
untuk evaluasi lokasi clotting (bekuan darah) dan untuk menentukan
kuantitas atau jumlah bekuan darah di rongga pleura.

Gambar 6 . CT-scan Hematotoraks

 USG : USG yang digunakan adalah jenis FAST dan diindikasikan


untuk pasien yang tidak stabil dengan hemothoraks minimal.

Gambar 7 . USG toraks pada pasien Hematotoraks

 Nilai AGD : Hipoksemia mungkin disertai hiperkarbia yang


menyebabkan asidosis respiratori. Saturasi O2 arterial mungkin
menurun pada awalnya tetapi biasanya kembali ke normal dalam
waktu 24 jam.
 Cek darah lengkap : menurunnya Hb dan hematokrit menunjukan
jumlah darah yang hilang pada hemothoraks.
 Torakosentesis : Menunjukkan darah/cairan serosanguinosa
(hemothoraks). 4,5,6
Diagnosis banding
KONDISI PENILAIAN
Tension pneumothorax • Deviasi Tracheal
• Distensi vena leher
• Hipersonor
• Bising nafas (-)
Massive hemothorax • ± Deviasi Tracheal
• Vena leher kolaps
• Perkusi : dullness
• Bising nafas (-)
Cardiac tamponade • Distensi vena leher
• Bunyi jantung jauh dan lemah
• EKG abnormal
2.8 PENATALAKSANAAN
Tujuan utama terapi dari hemothoraks adalah untuk menstabilkan
hemodinamik pasien, menghentikan perdarahan dan mengeluarkan darah
serta udara dari rongga pleura. Langkah pertama untuk menstabilkan
hemodinamik adalah dengan resusitasi seperti diberikan oksigenasi, cairan
infus, transfusi darah, dilanjutkan pemberian analgetik dan antibiotik.
Langkah selanjutnya untuk penatalaksanaan pasien dengan
hemothoraks adalah mengeluarkan darah dari rongga pleura yang dapat
dilakukan dengan cara:
 Chest tube (Tube thoracostomy drainage) : tube thoracostomy drainage
merupakan terapi utama untuk pasien dengan hemothoraks. Insersi
chest tube melalui dinding dada untuk drainase darah dan udara.
Pemasangannya selama beberapa hari untuk mengembangkan paru ke
ukuran normal.
 Indikasi untuk pemasangan thoraks tube antara lain:
 Adanya udara pada rongga dada (pneumothorax)

 Perdarahan di rongga dada (hemothorax)


 Post operasi atau trauma pada rongga dada (pneumothorax
or hemothorax)
 abses paru atau pus di rongga dada (empyema).
 Adapun langkah-langkah dalam pemasangan chest tube
thoracostomy adalah sebagai berikut:
 Memposisikan pasien pada posisi trandelenberg
 Disinfeksi daerah yang akan dipasang chest tube dengan
menggunakan alkohol atau povidin iodine pada ICS VI atau
ICS VII posterior Axillary Line
 Kemudian dilakukan anastesi local dengan menggunakn
lidokain
 Selanjutnya insisi sekitar 3-4cm pada Mid Axillary Line
 Pasang curved hemostat diikuti pemasangan tube dan
selanjutnya dihubungkan dengan WSD (Water Sealed
Drainage)
 Lakukan jahitan pada tempat pemasangan tube

Gambar pemasangan chest tube


 Thoracotomy : merupakan prosedur pilihan untuk operasi eksplorasi
rongga dada ketika hemothoraks massif atau terjadi perdarahan persisten.
Thoracotomy juga dilakukan ketika hemothoraks parah dan chest tube
sendiri tidak dapat mengontrol perdarahan sehingga operasi (thoracotomy)
diperlukan untuk menghentikan perdarahan. Perdarahan persisten atau
berkelanjutan yang segera memerlukan tindakan operasi untuk
menghentikan sumber perdarahan di antaranya seperti ruptur aorta pada
trauma berat.
Operasi (Thoracotomy) diindikasikan apabila :
 1 liter atau lebih dievakuasi segera dengan chest tube
 Perdarahan persisten, sebanyak 150-200cc/jam selama 2-4 jam
 Diperlukan transfusi berulang untuk mempertahankan stabilitas
hemodinamik
 Adanya sisa clot sebanyak 500cc atau lebih

Gambar 5 . Prosedur torakotomi


 Trombolitik agent : trombolitik agent digunakan untuk memecahkan
bekuan darah pada chest tube atau ketika bekuan telah membentuk massa
di rongga pleura, tetapi hal ini sangat berisiko karena dapat memicu
terjadinya perdarahan dan perlu tindakan operasi segera. 1,4,6,7,8

2.9 KOMPLIKASI
Komplikasi dapat berupa :
a. Kegagalan pernafasan (Paru-paru kolaps sehingga terjadi gagal napas dan
meninggal).
b. Fibrosis atau skar pada membran pleura.
c. Pneumothorax.
d. Pneumonia.
e. Septisemia.
f. Syok.
Perbedaan tekanan yang didirikan di rongga dada oleh gerakan
diafragma (otot besar di dasar toraks) memungkinkan paru-paru untuk
memperluas dan kontak. Jika tekanan dalam rongga dada berubah tiba-
tiba, paru-paru bisa kolaps. Setiap cairan yang mengumpul di rongga
menempatkan pasien pada risiko infeksi dan mengurangi fungsi paru-paru,
atau bahkan kematian. 4,5,6

2.10 PROGNOSIS
Prognosis berdasarkan pada penyebab dari hemothoraks dan
seberapa cepat penanganan diberikan. Apabila penanganan tidak dilakukan
segera maka kondisi pasien dapat bertambah buruk karena akan terjadi
akumulasi darah di rongga thoraks yang menyebabkan paru-paru kolaps dan
mendorong mediastinum serta trakea ke sisi yang sehat. 6,7
Topik : Hemothorax
Tanggal Kasus : 1 Agustus 2019 Presenter : dr. Aditya Febriansyah
Pendamping : dr. Hans Tunggadi, dr. Niko, S.Ked
Tanggal Presentasi : -
Pembimbing : dr. Yusfitaria alvina Sp,B, MARS
Tempat Presentasi : RSUD Ampana Kab. Tojo Una – Una
Objektif Presentasi
 Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran Tinjauan Pustaka
 Diagnostik  Manajemen  Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja Dewasa Lansia □ Bumil
Pasien laki-laki, usia 41 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri
□ Deskripsi
dada akibat terjatuh dari pohon cengkeh sekitar 20 kaki
□ Tujuan Mendiagnosis dan menangani kasus Hemothorax

Bahan Bahasan □Tinjauan Pustaka □ Riset Kasus □ Audit


Cara
□ Diskusi Presentasi dan Diskusi □ Email □ Pos
Membahas
Data Pasien Nama : Tn. RT No. Registrasi : 12 76 86
Nama RS : Alamat : Terdaftar sejak :
RSUD Ampana Tojo Una – Una Desa Marowo 1 Agustus 2019
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
1. Diagnosis / Gambaran Klinis :
 Hemothorax Sinistra
 Fraktur costae III & IV Sinistra
 Fraktur radius ulna dextra et sinistra

 Pasien laki-laki, usia 41 tahun datang dibawa oleh keluarganya ke IGD RSUD Ampana
dengan keluhan nyeri dada akibat terjatuh dari pohon cengkeh sekitar 20 kaki. Pasien
mengatakan pada saat terjatuh pasien dalam posisi menumpu pada kedua pergelangan tangan,
dan terbentur pada bagian dada. Nyeri dada dirasakan pada kedua dada terutama dada sebelah
kiri, sesak nafas (+), batuk bercampur darah (-), Tidak ada penurunan kesadaran pada saat
setelah pasien terjatuh. Mual (-), muntah (-), penglihatan kabur (-). Pasien juga mengeluh
nyeri pada kedua tangan
2. Riwayat Pengobatan :
Belum pernah berobat untuk keluhan ini

3. Riwayat Kesehatan / Penyakit :


- Belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.
4. Riwayat Keluarga : -

5. Riwayat Pekerjaan :
Pasien sehari-harinya berkebun
6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik :
Pasien tinggal bersama istri dan anaknya.
7. Riwayat Kebiasaan : Pasien merupakan perokok berat
8. Lain – lain :

PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis
Status generalisata : Sakit sedang,
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital :
Tekanan darah : 80/50 mmhg
Nadi : 103 x/menit
Pernafasan : 40 x/ menit
Suhu aksilla : 36,5 C
Primary Survey
Airway : Patent (+), obstruksi jalan napas (-),
Breathing : Retraksi dinding dada (+), Respirasi 40x/menit,
Circulation : TD : 80/50 mmhg, N ;103x/mnt, regular, kuat angkat, CRT < 2 detik
Disability : GCS E4V5M6, Pupil isokor, ukuran +3cm, RCL +/+
Exposure
Secondary Survey

Kepala :
Bentuk : normochepal
Mata : Eksoftalmus (-/-)
Konjungtiva : Anemis (-/-)
Sclera : ikterik (-/-)
Leher :
Pembesaran kelenjar getah bening (-/-)
Pembesaran kelenjar tiroid (+/-)
Deviasi trachea : (+) Sinistra

Thorax :
Paru paru :
- inspeksi : Simetris bilateral (+/+), Jejas hemithorax sinistra
- palpasi : Vocal fremitus kanan = kiri menurun, krepitasi hemithorax sinistra
- perkusi : Redup Pada hemithorax sinistra
- auskultasi : vesikuler (+/↓), rhonki (-/-), whezzing (-/-)
Jantung :
- inspeksi : ictus cordis tidak tampak
- palpasi : ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavivula sinistra
- perkusi : batas jantung normal
- auskultasi : bunyi jantung 1 & 2 murni regular, gallop (-), murmur (-)
Abdomen :
- inspeksi : Jejas (-), kesan datar (+), distensi (-)
- auskultasi :peristaltik usus (+) kesan normal
- perkusi : timpani (+)
- palpasi : nyeri tekan (-), hepatomegaly (-), spleenomegali (-)
Genitalia :
- Tidak ada kelainan
Ekstremitas
- Superior : Regio Manus Dextra et sinistra : Deformitas (+), Nyeri tekan (+), Teraba
Hangat (+), ROM terbatas
- Inferior : akral hangat (+/+), edema (-/-)
Status Neurologis
Kesadaran : GCS 15 (E4V5M6)
Orientasi : Baik

Laboratorium
Pemeriksaan Angka Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 12,3 gr/dl 12,00-16,00
Hematokrit 37,2 % 37,00-48,00
Leukosit 22 103ul 4,0 – 10,0
Trombosit 180 103ul 150 – 400
Eritrosit 4,10 106ul 4,00-6,00

Foto Thorax proyeksi PA ( 1 Agustus 2019 )


Diagnosa akhir
Hemathorax sinistra + Fraktur Costae III & IV Sinistra + fraktur os radius ulna dextra
et sinistra

Penatalaksanaan
- 02 10-15 lpm via NRM
- IVFD Ringer Laktat 500 cc dalam 30 menit + Maintenance 30 tpm
- Inj. Omeprazole 40 mg/24 jam/iv
- Inj.ketorolac 30 mg/8 jam/iv
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam/iv
- Pasang cateter urethra
Follow Up
Hari/ Tanggal Follow Up
2 Agustus 2019 S : Nyeri pada kedua dada (+), sesak
(↓), nyeri pada kedua tangan (+), mual
(-), muntah (-),
O : Keadaan Umum : Sedang
TD 110/80 mmHg S : 37 C
N 90x/menit P : 24x/menit
Thorax : Vocal fremitus kiri menurun,
perkusi Redup Pada hemithorax
sinistra, auskultasi : vesikuler (+/↓),
rhonki (-/-), whezzing (-/-)
A : Hemathorax sinistra + Fraktur
Costae III & IV Sinistra + fraktur os
radius ulna dextra et sinistra

P:
- 02 2-4 lpm via Nasal
canule
- IVFD Ringer Laktat 20
tpm
- Inj. Omeprazole 40
mg/24 jam/iv
- Inj.ketorolac 30 mg/8
jam/iv
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12
jam/iv
- Inj.asam traneksamat
500 mg/8jam/iv
- Rencana foto control
thorax
- Rencana pemasangan
Chest Tube

3 Agustus 2019 S : Nyeri pada kedua dada (↓), sesak


(↓), nyeri pada kedua tangan (+), mual
(-), muntah (-),
O : Keadaan Umum : Sedang
TD 110/80 mmHg S : 37 C
N 86x/menit P : 24x/menit
Thorax : Vocal fremitus kiri menurun,
perkusi Redup Pada hemithorax
sinistra, auskultasi : vesikuler (+/↓),
rhonki (-/-), whezzing (-/-)
Foto Thorax Kontrol

A : Hemathorax sinistra + Fraktur


Costae III & IV Sinistra + fraktur os
radius ulna dextra et sinistra

P:
- 02 2-4 lpm via Nasal
canule
- IVFD Ringer Laktat 20
tpm
- Inj. Omeprazole 40
mg/24 jam/iv
- Inj.Paracetamol 1 gram
/8 jam/iv
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12
jam/iv
- Inj.asam traneksamat
500 mg/8jam/iv
- Rencana pemasangan
Chest Tube

4 Agustus 2019 Nyeri pada kedua dada (↓), sesak (↓),


nyeri pada kedua tangan (+), mual (-),
muntah (-),
O : Keadaan Umum : Sedang
TD 130/90 mmHg S : 3,6 C
N 88x/menit P : 20x/menit
Thorax : Vocal fremitus kiri=kanan
sama,
perkusi sonor , auskultasi :
vesikuler (+/↓), rhonki (-/-), whezzing
(-/-)
produksi wsd : 200 cc warna merah
kehitaman
A : Hemathorax sinistra + Fraktur
Costae III & IV Sinistra + fraktur os
radius ulna dextra et sinistra + post
chest tube H1

P:
- 02 2-4 lpm via Nasal
canule
- IVFD Ringer Laktat 20
tpm
- Inj. Omeprazole 40
mg/24 jam/iv
- Inj.Paracetamol 1 gram
/8 jam/iv
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12
jam/iv
- Inj.asam traneksamat
500 mg/8jam/iv
- Inj.Pelastin 1 gr/12
jam/iv
- Rencana Foto Thorax
Kontrol

5 agustus 2019 Nyeri pada kedua dada (↓), sesak (-),


nyeri pada kedua tangan (+), mual (-),
muntah (-),
O : Keadaan Umum : Sedang
TD 120/80 mmHg S : 3,6 C
N 88x/menit P : 20x/menit
Thorax : Vocal fremitus kiri=kanan
sama,
perkusi sonor , auskultasi :
vesikuler (+/↓), rhonki (-/-), whezzing
(-/-)
produksi wsd : 200 cc warna merah
kehitaman

Foto Thorax Kontrol

A : Hemathorax sinistra + Fraktur


Costae III & IV Sinistra + fraktur os
radius ulna dextra et sinistra + post
chest tube H1

P:
- IVFD Ringer Laktat 20
tpm
- Inj. Omeprazole 40
mg/24 jam/iv
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12
jam/iv
- Inj.asam traneksamat
500 mg/8jam/iv
- Inj.Pelastin 1 gr/12
jam/iv
- Inj.Paracetamol 1 gram
/8 jam/iv

6 agustus 2019 Nyeri pada kedua dada (↓), sesak (-),


nyeri pada kedua tangan (+), mual (-),
muntah (-),
O : Keadaan Umum : Sedang
TD 120/80 mmHg S : 3,6 C
N 88x/menit P : 20x/menit
Thorax : Vocal fremitus kiri=kanan
sama,
perkusi sonor , auskultasi :
vesikuler (+/↓), rhonki (-/-), whezzing
(-/-)
produksi wsd : 200 cc warna merah
kehitaman
A : Hemathorax sinistra + Fraktur
Costae III & IV Sinistra + fraktur os
radius ulna dextra et sinistra + post
chest tube H1

P:
- IVFD Ringer Laktat 20
tpm
- Inj. Omeprazole 40
mg/24 jam/iv
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12
jam/iv
- Inj.asam traneksamat
500 mg/8jam/iv
- Inj.Pelastin 1 gr/12
jam/iv
- -rencana lepas wsd

7 agustus 2019 Nyeri pada kedua dada (↓), sesak (-),


nyeri pada kedua tangan (+), mual (-),
muntah (-),
O : Keadaan Umum : Sedang
TD 120/80 mmHg S : 3,6 C
N 88x/menit P : 20x/menit
Thorax : Vocal fremitus kiri=kanan
sama,
perkusi sonor , auskultasi :
vesikuler (+/↓), rhonki (-/-), whezzing
(-/-)
produksi wsd : - cc warna merah
kehitaman
A : Hemathorax sinistra + Fraktur
Costae III & IV Sinistra + fraktur os
radius ulna dextra et sinistra + post
chest tube H1

P : - Aff WSD
- Cefadroxyl tab 500 mg
2x1
- Livron B.Plex 2x1
- Pasien boleh rawat
Jalan

Hasil Pembelajaran :
1. Mengetahui Cara Diagnosis Hemothorax
2. Mengetahui Cara Penatalaksanaan Hemothorax

RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN

1. Resume
Pasien laki-laki usia 41 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan
nyeri dada akibat terjatuh dari pohon cengkeh sekitar 20 kaki. Pasien
mengatakan pada saat terjatuh pasien dalam posisi menumpu pada kedua
pergelangan tangan, dan terbentur pada bagian dada. Nyeri dada dirasakan
pada kedua dada terutama dada sebelah kiri, sesak nafas (+), batuk
bercampur darah (-), Tidak ada penurunan kesadaran pada saat setelah
pasien terjatuh. Mual (-), muntah (-), penglihatan kabur (-). Pasien juga
mengeluh nyeri pada kedua tangan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan airway Patent (+), obstruksi
jalan napas (-), Respirasi 40x/menit, TD : 80/50 mmhg, N ;103x/mnt,
CRT < 2 detik, :GCS E4V5M6, Pupil isokor, ukuran +3cm, RCL +/+,
pada pemeriksaan thorax terdapat jejas hemithorax sinistra, Vocal
fremitus kiri menurun, krepitasi pada hemithorax sinistra, perkusi Redup
Pada hemithorax sinistra , suara pernapasan vesikuler (+/↓), rhonki (-/-),
whezzing (-/-)

2. PEMBAHASAN

Penegakan diagnosa pada pasien ini meliputi anamnesis, pemeriksaan


fisik, gambaran secara klinis serta pemeriksaan penunjang yang telah
dilakukan. Berdasarkan patofisiologi terjadinya hemotoraks, dapat terjadi
karena trauma tumpul dan trauma tajam pada dada. Pada pasien ini terjadi
trauma tumpul dada yang diakibatkan karena terjatuh dari pohon cengkeh
dengan ketinggian ± 20 kaki dan posisi jatuh dada terlebih dahulu.
Gejala subyektif pada kasus hemotoraks meliputi nyeri dada yang
berkaitan dengan trauma dinding dada dan gejala obyektif yang meliputi
gerakan serta pengembangan rongga dada yang tidak sama, penurunan suara
nafas atau menghilang pada sisi yang trauma, dullness saat perkusi, krepitasi
saat dilakukan palpasi, cyanosis, anemia, hypoxemia, anxiety, tanda-tanda
syok seperti hipotensi, nadi cepat dan akral dingin. Pada pasien ini gejala
yang timbul berupa nyeri dada sebelah kiri terutama saat menarik nafas yang
disertai dengan sesak, sedangkan dari pemeriksaan fisik didapatkan jejas pada
dada kiri, krepitasi, perkusi redup, , auskultasi didapatkan suara nafas yang
menjauh pada dinding dada sebelah kiri. Pada pasien ini hemodinamik stabil
setelah dilakukan resusitasi di IGD Rsud Ampana
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosis hemotoraks antara lain chest xray, pada chest xray didapatkan
gambatan radioopaque, air fluid lavel pada rongga pleura sisi yang terkena
dan adanya mediastinum shift. Pada pasien ini didapatkan gambaran
radioopaque pada paru sinistra, air fluid level serta mediatinum shift.
Prinsip penatalaksanaan hemotoraks adalah stabilisasi hemodinamik
pasien, menghentikan sumber perdarahan dan mengeluarkan darah serta udara
dari rongga pleura. Langkah pertama stabilisasi hemodinamik adalah dengan
melakukan resusitasi yaitu dengan pemberian oksigenasi, rehidrasi cairan,
transfuse darah serta dapat dilanjutkan dengan pemberian analgesik serta
antibiotik. Pada pasien ini hemodinamik telah stabil karena telah dilakukan
resusitasi.
Setelah hemodinamik pasien stabil dapat direncanakan untuk
pengeluaran cairan (darah) dari rongga pleura dengan pemasangan chest tube
Pada pasien ini dilakukan pemasangan chestube yang dihubungakan dengan
water shield drainage dan didapatkan cairan (darah) dengan jumlah ± 200 cc.
Penggunaan trombolitik agen diberikan untuk memcah pembekuan darah
pada pemasangan chest tube atau bekuan darah yang telah membentuk masa
pada rongga pleura. Pada paien ini ditambahkan trombolitik agen berupa
asam tranexamat 3x 500 mg. Kemudian, pasein dapat dipindahkan keruangan
untuk dilakukan observasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dave Lloyd, MD. Thoracic Trauma.
www.doh.wa.gov/hsqa/emstrauma/OTEP/thoracictrauma.ppt
2. Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.
EGC : Jakarta.
3. Gopinath N, Invited Arcticle “Thoracic Trauma”, Indian Journal of
Thoracic and Cardiovascular Surgery Vol. 20, Number 3, 144-148.
4. Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
5. Mary C Mancini.2011.Hemothorax.
http://emedicine.medscape.com/article/2047916-overview#a0156.
Mosby Inc. Elsevier Chapter 26. Thoracic Trauma. 2007
6. Setiawan, I., Tengadi K.A, Santoso, A. 1997. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi 9. EGC. Jakarta.
7. Stanford Trauma Service Housestaff Manual Available from :
http://scalpel.stanford.edu/ICU/Stanford%20Trauma%20Service%20re
v%204-05.pdf
8. Syamsu Hidayat,R Dan Wim De Jong, Buku Ajar Bedah, Penerbit
Buku Kedokteran, EGC, Jakarta,tahun 1995

Anda mungkin juga menyukai