Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat
Kesehatan Masyarakat, disebutkan bahwa Puskesmas mempunyai tugas
melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan
kesehatan diwilayah kerjanya dan berfungsi menyelenggarakan UKM dan UKP
tingkat pertama diwilayah kerjanya. Puskesmas dalam Sistem Kesehatan Daerah
Kabupaten/Kota, merupakan bagian dari dinas kesehatan kabupaten/kota sebagai
UPTD dinas kesehatan kabupaten/kota. Oleh sebab itu, Puskesmas melaksanakan
tugas dinas kesehatan kabupaten/kota yang dilimpahkan kepadanya, antara lain
kegiatan dalam Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan
Kabupaten/kota dan upaya kesehatan yang secara spesifik dibutuhkan masyarakat
setempat (local specific). [1]

Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban TB


tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 660,000
(WHO, 2010) dan estimasi insidensi berjumlah 430,000 kasus baru per tahun.
Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61,000 kematian per tahunnya.[2]

Meskipun memiliki beban penyakit TB yang tinggi, Indonesia merupakan


negara pertama diantara High Burden Country (HBC) di wilayah WHO South-
East Asian yang mampu mencapai target global TB untuk deteksi kasus dan
keberhasilan pengobatan pada tahun 2006. Pada tahun 2009, tercatat sejumlah
sejumlah 294.732 kasus TB telah ditemukan dan diobati (data awal Mei 2010) dan
lebih dari 169.213 diantaranya terdeteksi BTA+. Dengan demikian, Case
Notification Rate untuk TB BTA+ adalah 73 per 100.000 (Case Detection Rate
73%). Rerata pencapaian angka keberhasilan pengobatan selama 4 tahun terakhir
adalah sekitar 90% dan pada kohort tahun 2008 mencapai 91%. Pencapaian target

1
global tersebut merupakan tonggak pencapaian program pengendalian TB
nasional yang utama.[2]

Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Puskesmas tersebut, Puskesmas harus


melaksanakan manajemen Puskesmas secara efektif dan efisien. Siklus
manajemen Puskesmas yang berkualitas merupakan rangkaian kegiatan rutin
berkesinambungan, yang dilaksanakan dalam penyelenggaraan berbagai upaya
kesehatan secara bermutu, yang harus selalu dipantau secara berkala dan teratur,
diawasi dan dikendalikan sepanjang waktu, agar kinerjanya dapat diperbaiki dan
ditingkatkan dalam satu siklus Plan-Do-Check-Action (P-D-C-A).[1]

Berikut akan dibahas mengenai program pencegahan dan pemberantasan TB


yang berada di puskesmas Kinovaro.

1.2. Tujuan
Tujuan pada penulisan laporan manajemen ini, terkait pelayanan apotik
antara lain :
1. Sebagai pemenuhan syarat dalam menyelesaikan kepaniteraan klinik
bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat.
2. Untuk mengetahui gambaran pelaksanaan program pencegahan dan
pemberantasan TB di puskesmas Kinovaro.

1.3. Manfaat
Pada laporan manajemen ini, diharapkan nantinya dapat memberikan
manfaat berupa:
1. Meningkatkan minat dan kelimuan pembaca mengenai pencegahan dan
pemberantasan TB di Indonesia.
2. Menunjukkan pelaksanaan program pencegahan dan pemberantasan TB
di puskesmas Kinovaro.

2
BAB II

PERMASALAHAN

2.1. Puskesmas
Pusat Kesehatan Masyarakat yang dikenal dengan sebutan Puskesmas
adalah Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang bertanggung jawab
atas kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya pada satu atau bagian wilayah
kecamatan. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014
tentang Pusat Kesehatan Masyarakat dinyatakan bahwa Puskesmas berfungsi
menyelenggarakan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya
Kesehatan Perseorangan (UKP) tingkat pertama. Puskesmas merupakan Unit
Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) dinas kesehatan kabupaten/kota, sehingga
dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, akan mengacu pada kebijakan
pembangunan kesehatan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota bersangkutan,
yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) dan Rencana Lima Tahunan dinas kesehatan kabupaten/kota.[1]

Pemahaman akan pentingnya manajemen Puskesmas, telah


diperkenalkan sejak tahun 1980, dengan disusunnya buku-buku pedoman
manajemen Puskesmas, yang terdiri atas Paket Lokakarya Mini Puskesmas
(tahun 1982), Pedoman Stratifikasi Puskesmas (tahun 1984) dan Pedoman
Microplanning Puskesmas (tahun 1986). Paket Lokakarya Mini Puskesmas
menjadi pedoman Puskesmas dalam melaksanakan lokakarya Puskesmas dan
rapat bulanan Puskesmas. Pada tahun 1988, Paket Lokakarya Mini
Puskesmas direvisi menjadi Pedoman Lokakarya Mini Puskesmas dengan
penambahan materi penggalangan kerjasama tim Puskesmas dan lintas sektor,
serta rapat bulanan Puskesmas dan triwulanan lintas sektor. Pada tahun 1993,
Pedoman Lokakarya Mini dilengkapi cara pemantauan pelaksanaan dan hasil-
hasil kegiatan dengan menggunakan instrument Pemantauan Wilayah
Setempat (PWS). Pedoman Stratifikasi Puskesmas (tahun 1984), digunakan
sebagai acuan Puskesmas dan dinas kesehatan kabupaten/kota, untuk dapat

3
meningkatan peran dan fungsinya dalam pembangunan kesehatan di wilayah
kerjanya.[1]

Dengan adanya perubahan kebijakan dalam penyelenggaraan


pembangunan kesehatan, diantaranya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75
Tahun 2014, Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga yang
berbasis siklus kehidupan, Sustainable Development Goals (SDGs), dan
dinamika permasalahan kesehatan yang dihadapi masyarakat, maka pedoman
manajemen Puskesmas perlu disesuaikan dengan perubahan yang ada.
Melalui pola penerapan manajemen Puskesmas yang baik dan benar oleh
seluruh Puskesmas di Indonesia, maka tujuan akhir pembangunan jangka
panjang bidang kesehatan yaitu masyarakat Indonesia yang sehat mandiri
secara berkeadilan, dipastikan akan dapat diwujudkan.[1]

Pedoman Manajemen Puskesmas diharapkan dapat memberikan


pemahaman kepada kepala, penanggungjawab upaya kesehatan dan staf
Puskesmas di dalam pengelolaan sumber daya dan upaya Puskesmas agar
dapat terlaksana secara maksimal. Pedoman Manajemen Puskesmas ini juga
dapat dimanfaatkan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota, dalam rangka
pelaksanaan pembinaan dan bimbingan teknis manajemen kepada Puskesmas
secara berjenjang.[1]

Untuk menjamin bahwa siklus manajemen Puskesmas yang berkualitas


berjalan secara efektif dan efisien, ditetapkan Tim Manajemen Puskesmas
yang juga dapat berfungsi sebagai penanggungjawab manajemen mutu di
Puskesmas. Tim terdiri atas penanggung jawab upaya kesehatan di
Puskesmas dan didukung sepenuhnya oleh jajaran pelaksananya masing-
masing. Tim ini bertanggung jawab terhadap tercapainya target kinerja
Puskesmas, melalui pelaksanaan upaya kesehatan yang bermutu.[1]

4
2.2.Puskesmas Kinovaro
Puskesmas Kinovaro merupakan pemekaran dari Puskesmas Marawola
dan Puskesmas Tinggede. Sebelum Puskesmas Kinovaro dibuka masyarakat
pada umumnya banyak yang berobat ke Puskesmas Marawola, akan tetapi
jaraknya sangat jauh sehingga banyak masyarakat yang mengeluhkan dengan
jarak Puskesmas yang jauh.[3]

Untuk meningkatkan mutu Pelayanan Kesehatan kepada masyarakat


pada umumnya, dengan seiringnya waktu maka pada bulan januari 2013
berdirilah Puskesmas Kinovaro. Dengan berdirinya Puskesmas Kinovaro
maka Pelayanan Kesehatan dapat terjangkau.[3]

Sehingga pada bulan maret 2013 Puskesmas Kinovaro resmi membuka


pelayanan kepada masyarakat pada umumnya baik yang Jamkesmas, Askes
dan lain-lainnya.walaupun Puskesmas Kinovaro masih dalam keterbatasan
sarana dan prasarana tapi tetap memberikan pelayanan dan pengobatan
kepada masyarakat khususnya KIA, KB, Gakin dan sebagainya.[3]

Upaya pembangunan Kesehatan dapat berdaya guna dan berhasil guna


bila kebutuhan Sumber Daya Kesehatan dapat terpenuhi. Sumber daya
Kesehatan mencakup Sumber daya Tenaga, Sarana, dan Pembiayaan.[3]

Tenaga

Dalam pembangunan Kesehatan diperlukan berbagai jenis tenaga


kesehatan yang memiliki kemampuan melaksanakan upaya kesehatan dengan
Paradigma Sehat yang mengutamakan upaya peningkatan, pemeliharaan
kesehatan dan pencegahan penyakit.[3]

a. Distribusi Tenaga Kesehatan Menurut Jenis Tenaga.

Jumlah Tenaga Kesehatan di Puskesmas Kinovaro sebanyak 38


Orang. Jumlah tenaga yang berada di Puskesmas Induk sebanyak 20
Orang, Tenaga Pengabdi 5 Orang, jumlah seluruhnya 25 Orang,

5
selebihnya berada tersebar di Desa Kecamatan Kinovaro yaitu Bidan
Desa dan Perawat Desa sebanyak 13 Orang.[3]

b. Penyebaran Tenaga Menurut Unit Kerja.

Dalam penyajian data ketenagaan ini, tenaga Kesehatan


dikelompokan menjadi beberapa Unit kerja. Jumlah dan proporsi Tenaga
Kesehatan menurut Unit Kerja Puskesmas yaitu Tenaga Medis 2 Orang,
Tenaga Perawat 8 Orang, Bidan 20 Orang, Farmasi 4 Orang, Sanitasi 1
Orang, Tenaga Kesehatan Masyarakat 1 Orang, Perawat Gigi 1 Orang
dan Informatika 1 Orang.[3]

Daftar Tabel 1 Tenaga Kesehatan Puskesmas Kinovaro[3]:

No. Tenaga Kesehatan Jumlah Keterangan

1 2 3 4

1 Medis 2 Kapus & Dokter Umum

2 Bidan 20 Staf PKM dan Bides

3 Perawat 8 Staf PKM dan Perawat Desa

4 Farmasi 4 Staf PKM

5 Sanitasi 1 Staf PKM

6 Kes Mas 1 Staf PKM

7 Perawat Gigi 1 Staf PKM

8 Informatika 1 Staf PKM

Jumlah 38 Orang

6
Sarana

Pengadaan Sarana Kesehatan yang diselenggarakan oleh Pemerintah


harus memperhatikan faktor efisiensi dan ketercapaiannya oleh penduduk
miskin dan kelompok khusus.[3]

Jumlah Penduduk

Berdasarkan data yang ada, jumlah penduduk di wilayah kerja


Puskesmas Kinovaro pada Tahun 2013/2014 adalah 9.472 Jiwa yang tersebar
di sembilan Desa. Distribusi Penduduk berdasarkan jenis kelamin dapat
dilihat pada tabel dibawa ini.[3]

Tabel 2 Distribusi Penduduk Menurut Jenis Kelamin[3]:

Jenis Kelamin Jumlah Persen


No. Nama Desa
Laki-Laki Perempuan Penduduk %

1 Porame 784 770 1554

2 Balane 592 564 1156

3 Uwemanje 578 602 1180

4 Rondingo 249 274 523

5 Pobolobia 136 117 253

6 Kalora 799 737 1536

7 Kanuna 536 536 1072

8 Doda 685 679 1364

9 Daenggune 432 402 834

10 Jumlah 4791 4681 9472

7
Berdasarkan Data diatas terlihat bahwa jumlah penduduk yang paling
banyak berada di Desa Porame.[3]

Derajat Kesehatan

Indikator yang memberikan informasi tentang derajat kesehatan


dinyatakan dengan angka kematian bayi, angka kematian balita, angka
kematian ibu melahirkan, angka kematian kasar, angka kesakitan, status gizi
serta upaya kesehatan lainnya.[3]

1. Kematian (Mortality)

a. Angka Kematian Kasar (CDR)

Angka kematian kasar atau Crude Death Rate (CDR) di


Puskesmas Kinovaro pada tahun 2014 disebabkan oleh penyakit
hipertensi, jantung dan Diabetes Melitus, asthma, hepatitis, dan stroke,
kelainan ginjal, kecelakaan dan diare, radang hati menahun, karena
aspirasi, kelaianan bekuan darah, bronchitis, haematemesis, kejiwaan
dan karena karena ketuaan.[3]

b. Angka Kematian Bayi (IMR)

Untuk mengetahui gambaran terhadap permasalahan kesehatan


masyarakat, salah satu indikatornya adalah angka kematian bayi atau
infant mortality rate (IMR). Faktor penyebab kematian antara lain
tingkat pelayanan antenatal, status gizi ibu hamil, keberhasilan
program KIA-KB serta kondisi lingkungan dan sosial ekonomi.[3]

c. Angka Kematian Ibu Melahirkan (MMR)

Angka kematian ibu melahirkan merupakan indikator


kesehatan yang menggambarkan resiko yang dihadapi oleh ibu selama
kehamilan dan melahirkan. Faktor yang mempengaruhi hal ini adalah
keadaan sosial ekonomi, status kesehatan ibu selama masa kehamilan

8
serta ketersediaan dan penggunaan pelayanan kesehatan termasuk
pelayanan perinatal dan obstetric. Pada tahun 2014 tidak ada kematian
ibu maternal.[3]

2. Kesakitan (Morbidity)

a. Pola Penyakit Rawat Jalan

Pada Tahun 2014, secara umum pola penyakit rawat jalan di


Puskesmas Kinovaro masih sama,dimana Ispa masih menduduki
peringkat pertama.[3]

b. Penyakit Menular Bersumber Binatang

1). Malaria

Upaya penanggulangan malaria dilakukan secara


komprehensif dengan upaya promotif, preventif dan kuratif yang
bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian serta
KLB. Salah satu upaya yang dilakukan adalah distribusi kelambu
bagi bayi/balita, dan ibu hamil. Pada tahun 2014 tidak ditemukan
positif malaria sehingga SPR nol.[3]

2). Demam Berdarah Dengue

Penyakit DBD ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor


diantaranya masih kurangnya kepedulian masyarakat untuk
melakukan pemberantasan tempat perindukan nyamukAedes
Aegypty misalnya dengan melakukan 3M.[3]

3). Rabies

Penyakit rabies merupakan penyakit yang ditularkan


melalui gigitan anjing. Pada tahun 2014 kasus rabies tidak ada
namun tahun 2013 penyakit gigitan anjing sebanyak 1 orang,
namun masih dikatakan susp. Rabies.[3]

9
c. Penyakit Menular Langsung

1). ISPA

Penyakit ISPA perlu diperhatikan lebih serius karena


penyakit ini selalu menempati urutan pertama pola penyakit rawat
jalan.[3]

2). Pnemonia

Jumlah penderita Pnemonia tahun 2008 sebanyak 27 orang,


Tahun 2009 sebanyak 7 penderita,6 orang adalah Balita dan 1
orang di atas 5 tahun.Tahun 2010 jumlah penderita pneumonia
sebanyak 81 orang, balita sebanyak 79 orang dan umur diatas 5
tahun sebanyak 2 orang. Pada tahun 2012 penderita pneumonia
balita sebanyak 56 orang dan untuk diatas 5 tahun tidak ada
kasus.[3]

3). TB Paru

Pada tahun 2012 dari 100 orang suspek TB Paru yang


ditemukan terdapat 9 orang BTA positif terjadi peningkatan
dibandingkan dengan tahun 2010 ditemukan suspek TB paru
sebanyak 82 orang(BTA positif 5 orang dan BTA negatif 77
orang). Bila dibandingkan dengan kasus yang terjadi pada tahun
2009 terjadi peningkatan suspek namunpenurunan BTA (+). Tahun
2009 suspek 49 orang dan BTA (+) 9 orang.[3]

5). Diare

Jumlah penderita diare di Puskesmas Kawatuna tahun 2014


sebanyak 469 orang. Angka kasus diare fluktuasi hal ini
dipengaruhi oleh tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya
hygiene perseorangan, dan cuci tangan dengan sabun sebelum
makan.[3]

10
2.3. Program Pencegahan Dan Pemberantasan TB
Dasar Hukum

Sejak tahun 1993, WHO menyatakan bahwa TB merupakan kedaruratan


global bagi kemanusiaan. Walaupun strategi DOTS telah terbukti sangat
efektif untuk pengendalian TB, tetapi beban penyakit TB di masyarakat
masih sangat tinggi. Dengan berbagai kemajuan yang dicapai sejak tahun
2003, diperkirakan masih terdapat sekitar 9,5 juta kasus baru TB, dan sekitar
0,5 juta orang meninggal akibat TB di seluruh dunia (WHO, 2009). Selain
itu, pengendalian TB mendapat tantangan baru seperti ko-infeksi TB/HIV,
TB yang resisten obat dan tantangan lainnya dengan tingkat kompleksitas
yang makin tinggi. Dokumen Strategi Nasional Pengendalian TB di
Indonesia 2011-2014 ini disusun dengan konsultasi yang intensif dengan para
pemangku kepentingan di tingkat nasional dan provinsi serta mengacu pada:
(1) kebijakan pembangunan nasional 2010-2014; (2) dokumen strategi dan
rencana global dan regional; dan (3) evaluasi perkembangan program TB di
Indonesia.[2]

A. Kebijakan pembangunan nasional

1. Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2010-2014

Arah pembangunan nasional periode 2010-2014 tertuang dalam Rencana


Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014. Dalam
RPJMN, misi pemerintah adalah: (1) Melanjutkan pembangunan menuju
Indonesia yang sejahtera; (2) Memperkuat pilar-pilar demokrasi; dan (3)
Memperkuat dimensi keadilan di semua bidang. Misi tersebut selanjutnya
dikembangkan menjadi lima agenda utama pembangunan nasional 2010-
2014, meliputi: (1) Pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan
rakyat; (2) Perbaikan tata kelola pemerintahan; (3) Penegakan pilar
demokrasi; (4) Penegakan hukum dan pemberantasan korupsi; dan (5)
Pembangunan yang inklusif dan berkeadilan.[2]

11
Pembangunan kesehatan merupakan bagian utama dari misi pemerintah
pertama mengenai pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan
rakyat serta misi kelima untuk mencapai pembangunan kesehatan yang
berkeadilan. Lebih lanjut, RPJMN mencantumkan pula empat sasaran
pembangunan kesehatan sebagai berikut[2]:

1. Menurunnya disparitas status kesehatan dan gizi masyarakat antar


wilayah dan antar tingkat sosial ekonomi serta gender;
2. Meningkatnya penyediaan anggaran publik untuk kesehatan dalam
rangka mengurangi risiko finansial akibat gangguan kesehatan bagi
seluruh penduduk terutama penduduk miskin;
3. Meningkatnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada tingkat
rumah tangga dari 50 persen menjadi 70 persen; dan
4. Terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan strategis di daerah
terpencil, tertinggal, perbatasan dan kepulauan. Status kesehatan dan
gizi masyarakat sebagai sasaran pembangunan kesehatan yang
pertama menggambarkan prioritas yang akan dicapai dalam
pembangunan kesehatan.

2. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2010-2014

Mengacu pada RPJMN, Kementerian Kesehatan menetapkan empat misi


dalam rencana stratejik 2010-2014 sebagai berikut[2]:

1. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan


masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani;
2. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya
upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan;
3. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan;
serta
4. Menciptakan tata kelola pemerintah yang baik.

Selain strategi utama tersebut, Kementerian Kesehatan juga


menggarisbawahi perlunya upaya reformasi kesehatan yang dielaborasi lebih

12
lanjut dalam dokumen roadmap reformasi kesehatan masyarakat. Tujuh
tujuan khusus dalam roadmap ini mempertegas strategi pembiayaan, sumber
daya kesehatan (termasuk ketersediaan obat/alat kesehatan untuk program
TB), dan manajemen kesehatan yang tercantum dalam strategi utama rencana
strategis Kementerian Kesehatan 2010-2014.[2]

B. Kebijakan Global Dan Regional

1. Rencana Strategis Global Pengendalian TB 2006-2015 dan Rencana


Strategis Global Pengendalian TB 2011-2015

Di tingkat global, Stop TB Partnership sebagai bentuk kemitraan global,


mendukung negara-negara untuk meningkatkan upaya pemberantasan TB,
mempercepat penurunan angka kematian dan kesakitan akibat TB serta
penyebaran TB di seluruh dunia. Stop TB Partnership telah mengembangkan
rencana global pengendalian TB Tahun 2011-2015 dan menetapkan target
dalam pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium untuk TB.[2]

Visi Stop TB Partnership adalah dunia bebas TB, yang akan dicapai
melalui empat misi sebagai berikut[2]:

1. Menjamin akses terhadap diagnosis, pengobatan yang efektif dan


kesembuhan bagi setiap pasien TB.
2. Menghentikan penularan TB.
3. Mengurangi ketidakadilan dalam beban sosial dan ekonomi akibat
TB.
4. Mengembangkan dan menerapkan berbagai strategi preventif, upaya
diagnosis dan pengobatan baru lainnya untuk menghentikan TB.

Target yang ditetapkan Stop TB Partnership sebagai tonggak pencapaian


utama adalah[2]:

Pada tahun 2015, beban global penyakit TB (prevalensi dan


mortalitas) akan relatif berkurang sebesar 50% dibandingkan tahun

13
1990, dan setidaknya 70% orang yang terinfeksi TB dapat dideteksi
dengan strategi DOTS dan 85% diantaranya dinyatakan sembuh.
Pada tahun 2050 TB bukan lagi merupakan masalah kesehatan
masyarakat global. Selain itu, Stop TB Partnership juga mempunyai
komitmen untuk mencapai target dalam Tujuan Pembangunan
Milenium, seperti yang disebutkan pada tujuan 6, target 8 (to have
halted and begun to reverse the incidence of TB) pada tahun 2015.

Tujuan tersebut akan dicapai dengan strategi ganda yang akan


dikembangkan dalam waktu 10 tahun ke depan, yaitu akselerasi
pengembangan dan penggunaan metode yang lebih baik untuk implementasi
rekomendasi Stop TB yang baru berdasarkan strategi DOTS dengan standar
pelayanan mengacu pada International Standard for TB Care (ISTC).[2]

Tujuan yang ingin dicapai dalam Rencana Global 2006-2015 adalah


untuk[2]:

1. Meningkatkan dan memperluas pemanfaatan strategi untuk


menghentikan penularan TB dengan cara meningkatkan akses
terhadap diagnosis yang akurat dan pengobatan yang efektif dengan
akselerasi pelaksanaan DOTS untuk mencapai target global dalam
pengendalian TB; dan meningkatkan ketersediaan, keterjangkauan
dan kualitas obat anti TB;
2. Menyusun strategi untuk menghadapi berbagai tantangan dengan
cara mengadaptasi DOTS untuk mencegah, menangani TB dengan
resistensi OAT (MDR-TB) dan menurunkan dampak TB/HIV; dan
3. Mempercepat upaya eliminasi TB dengan cara meningkatkan
penelitian dan pengembangan untuk berbagai alat diagnostik, obat
dan vaksin baru; serta meningkatkan penerapan metode baru dan
menjamin pemanfaatan, akses dan keterjangkauannya.

14
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Input
Sarana sumber daya masyarakat yang ada di puskesmas Kinovaro
dapat dilihat pada tabel berikut:

No. Tenaga Kesehatan Jumlah Keterangan

1 2 3 4

1 Medis 2 Kapus & Dokter Umum

2 Bidan 20 Staf PKM dan Bides

3 Perawat 8 Staf PKM dan Perawat Desa

4 Farmasi 4 Staf PKM

5 Sanitasi 1 Staf PKM

6 Kes Mas 1 Staf PKM

7 Perawat Gigi 1 Staf PKM

8 Informatika 1 Staf PKM

Jumlah 38 Orang

Berdasarkan dari data profil puskesmas tahun 2014 tersebut dapat


dilihat bahwa jumlah tenaga kerja yang ada di puskesmas Kinovaro sejumlah
38 orang tenaga kerja yang ditempatkan pada bidang nya masing-masing.
Sejumlah tenaga kerja tersebut bekerja dengan memegang masing-masing
program yang telah ada dan menjalankannya sebaik mungkin. pencegahan
dan pemberantasan TB masuk dalam bidang penyakit menular yang langsung
antara manusia ke manusia. Bidang tersebut dipegang oleh seorang pemegang
program untuk semua wilayah kerja dari puskesmas Kinovaro.

15
Sarana dan prasarana untuk menunjang keberhasilan program
pencegahan dan pemberantasan TB pada puskesmas Kinovaro masih belu
memadai secara menyeluruh seperti ketersediaan laboratorium penunjang
untuk pemeriksaan sputum S.P.S, pemeriksaan TB yang masuk dalam
kategori suspek MDR (Multi Drug Resistant) dan pemeriksaan laboratorium
lainnya. Ketersediaan sarana laboratorium sangat penting dalam menunjang
proses diagnosis TB yang tepat. Pada puskesmas Kinovaro sangat penting
selain untuk penunjang diagnosis, juga dipakai untuk memudahkan akses
setiap penderita untuk berobat. Kekurangan sarana tersebut membuat pihak
pengelola harus mengumpulkan semua sputum kemudian dibawa ke sarana
pemeriksaan yang berada di puskesmas terdekat yang memiliki sarana
pemerikaan yang lebih lengkap seperti pada puskesmas Marawola, Dolo,
Biromaru dan Kulawi. Puskesmas yang tersering dilakukan pengantaran
sputum pemeriksaan adalah pada puskesmas Marawola yang berada dekat
dari puskesmas Kinovaro. Pemilihan tempat pengantaran sputum tersebut
sangat berpengaruh dalam kualitas hasil pemeriksaan. Masyarakat yang dari
puskesmas Kinovaro akan mengalami kesulitan akses menuju ke puskesmas
lain untuk pemeriksaan, selain terkendala biaya, juga akses yang cukup jauh
dari rumah pasien itu sendiri. Apabila di puskesmas terdekat tidak bisa
melakukan pemeriksaan, barulah dilakukan rujukan ke Rumah Sakit yaitu
rumah sakit Torabelo Sigi yang merupakan pusat rujukan Rumah Sakit yang
berada di Kabupaten Sigi.

Akses terhadap penderita TB yang berada disekitar wilayah kerja


puskesmas dinilai sudah cukup memadai, dengan setiap wilayah kerja yang
dapat dijangkau dengan kendaraan bermotor oleh petugas begitupun wilayah
puskesmas yang dapat dijangkau oleh pasien sendiri.

Dana yang digunakan dalam pelaksanaan program pencegahan dan


pemberantasan TB di puskesmas Kinovaro bersumber dari dana dinas
kesehatan yang diturunkan kepada puskesmas untuk dipakai dalam
pengelolaan biayanya. Semua biaya dinilai cukup untuk melakukan proses

16
screening hingga proses pengobatan. Proses tersebut juga bekerja sama
dengan Pemerintah Republik Indonesia dalam pemberantasan penyakit TB
dengan pengadaan obat-obatan bagi penderita dari awal pengobatan hingga
selesai pengobatan.

3.2. Proses
Manajemen adalah serangkaian proses yang terdiri atas perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan kontrol (Planning, Organizing, Actuating,
Controling) untuk mencapai sasaran/tujuan secara efektif dan efesien. Efektif
berarti bahwa tujuan yang diharapkan dapat dicapai melalui proses
penyelenggaraan yang dilaksanakan dengan baik dan benar serta bermutu,
berdasarkan atas hasil analisis situasi yang didukung dengan data dan
informasi yang akurat (Evidence Based). Sedangkan efisien berarti bagaimana
Puskesmas memanfaatkan sumber daya yang tersedia untuk dapat
melaksanaan upaya kesehatan sesuai standar dengan baik dan benar, sehingga
dapat mewujudkan target kinerja yang telah ditetapkan.[1]

Berdasarkan dari peraturan pemerintah no 44 tahun 2016 tersebut,


maka puskesmas dalam proses pelaksanaan program pencegahan dan
pemberantasan TB melakukannya secara terstruktur.

Secara Planning dan Organizing, puskesmas melakukan pendataan


perkiraan jumlah penduduk yang menderita TB di wilayah kerja puskesmas.
Pendataan tersebut didasarkan atas sejumlah kasus-kasus baru maupun lama
yang sementara berobat maupun putus obat. Semua data kemudian
dikumpulkan kemudian dilakukan evaluasi dalam setiap kasus yang
didapatkan.

Secara Actuating, dimulai dari screening pasien-pasien yang dicurigai


menderita TB, setelah discreening pasien kemudian dipisahkan antara pasien
yang positif menderita dan yang tidak positif menderita TB kemudian bagi
pasien yang positif dilakukan terapi awal oleh pihak puskesmas, kemudian
dilakukan pemeriksaan dalam pengobatan fase intensif (jangka waktu 2 bulan

17
pertama). Pemeriksaan berupa pemeriksaan sputum untuk melihat
pertumbuhan kuman setelah itu dilanjutkan dengan pengobatan fase lanjutan
selama 4 bulan dan di evaluasi pada akhir fase pengobatan. Setiap pasien
yang berobat memiliki paket obat-obatan TB sendiri yang disediakan dari
Dinas Kesehatan Sigi dalam bentuk paket pengobatan. Setiap pasien tidak
akan tertukar dalam paket obat, maupun kekurangan dalam setiap paketnya
karena semua telah disesuaikan dengan dosis dan terapi pengobatan TB pada
setiap pasien.

Proses Controlling, dilakukan dengan melihat setiap pasien yang


dilakukan terapi. Kontrol pengobatan dilakukan dengan sistim pemberian
obat atau DOTS yang merupakan strategi yang dikeluarkan dari WHO untuk
mengontrol pengobatan setiap pasien.

3.3. Output
Pencapaian dari program pencegahan dan pemberantasan TB yang
dilakukan di puskesmas Kinovaro sudah berjalan dengan baik, terutama untuk
puskesmas yang baru saja berdiri dalam waktu 3 tahun terakhir. Semua
penemuan dan kesembuhan harus merupakan suatu kesatuan dimana setiap
penemuan harus diobati hingga tuntas dan mendapat kesembuhan terapi.
Semua dilakukan pemantauan kembali sebanyak 3 kali pemantauan dan
semuanya harus dilakukan paling lambat dari 6 bulan setelah tes terakhir yang
dilakukan untuk pasien. hasil dari setiap tahun pemantauan akan dilaporkan
ke Dinas Kesehatan Kabupaten Sigi untuk dilakukan pencatatan dan
pelaporan berkala.

Setiap data harus dilengkapi dari semua aspek, seperti nama, usia,
jenis, kelamin, alamat, riwayat berobat, riwayat kontak, maupun status
ekonomi dan berbagai kelengkapan data. Berikut merupakan kasus di tahun
2016 yang terjadi di wilayah kerja puskesmas Kinovaro sepanjang bulan
januari hingga desember:

18
No. Kasus Jumlah

1. Lari/Tidak Lanjut 5 orang

2. Meninggal 1 orang

3. Sembuh 11 orang

4. Tidak Mau Diobati 2 orang

Total 19 orang

19
BAB IV

PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Berdasarkan atas pengamatan dan pemantauan dari puskesmas
Kinovaro, dapat ditarik kesimpulan, antara lain:

1. Program pencegahan dan pemberantasan TB di puskesmas


Kinovaro dinilai berjalan dengan baik untuk puskesmas yang
baru saja berdiri.
2. Terdapat kekurangan sarana laboratorium pada puskesmas
sehingga mengurangi efektifitas dalam melaksanakan program
dengan tepat.

1.2 Saran
Berdasarkan atas pengamatan dan pemantauan dari puskesmas
Kinovaro, dapat diberikan saran, antara lain:

1. Dilakukan peningkatan sarana laboratorium puskesmas untuk


memudahkan proses diagnosis dan pengobatan pasien terduga
suspek TB di puskesmas Kinovaro.
2. Dibutuhkan kerjasama yang baik antara pihak puskesmas dan
masyarakat guna menyukseskan program pencegahan dan
pemberantasan TB di puskesmas Kinovaro.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Permenkes RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 44


Tahun 2016 Tentang Pedoman Manajemen Puskesmas. Departemen
Kesehatan RI: Jakarta. 2016.
2. Kementerian Kesehatan RI. Strategi Nasional Pengendalian TB Di Indonesia
2010-2014. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta. 2011.
3. Puskesmas Kinovaro. Profil Puskesmas Kinovaro Tahun 2014. Puskesmas
Kinovaro: Sigi. 2014.

21
LAMPIRAN

(Gambar 1. Format Pemeriksaan terduga TB)

22
(Gambar 2. Data pasien yang melakukan pengobatan TB)

23

Anda mungkin juga menyukai