DISUSUN OLEH:
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
Di Sulawesi Tengah sendiri berdasarkan jumlah penduduk diperkirakan kasus TB BTA
positif dimasyarakat pada tahun 2011 sekitar 4.856 orang. Pada tahun 2011 ditemukan 2.807
kasus yang menandakan CDR hanya 57,80%. Angka CDR Propinsi masih dibawah 70%.
Berbagai upaya-upaya yang dilakukan, salah satunya promosi secara aktif, pendekatan
pelayanan terhadap pelayanan kesehatan yaitu memaksimalkan Puskesmas Pembantu dan
Bidan Desa untuk mendekatkan pelayanan TB di masyarakat terpencil.
4. Apa saja permasalahan yang menjadi kendala dalam mencapai target cakupan P2TB Paru
di Puskesmas Talise?
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a. Keadaan Iklim
Suhu udara di wilayah Puskesmas Talise sesuai dengan suhu udara rata-rata di Kota Palu,
yaitu musim panas dan musim hujan sebagaimana daerah-daerah lain di Indonesia.
Musim panas terjadi pada bulan April – September, sedangkan musim hujan terjadi pada
bulan Oktober – Maret yang rata-rata suhu terendah mencapai 22,10C, dengan
kelembaban udara rata-rata berkisar antara 72-82 %.
Curah hujan tertinggi sering terjadi pada bulan September dan curah hujan terendah
terjadi pada bulan Juni. Kecepatan angin rata-rata berkisar antara 5–6 knots dan
kecepatan angin maksimum mencapai 16-20 knots. Arah angin pada Tahun 2004 masih
berada pada posisi 3150 sampai dengan 3600.
b. Kependudukan
4
Berdasarkan data BPS Kota Palu Tahun 2014, jumlah penduduk di wilayah kerja
Puskesmas Talise adalah 37.910 jiwa yang tersebar di tiga Kelurahan antara lain
Kelurahan Talise sekitar 21.312 jiwa, Kelurahan Tondo sekitar 12.742 jiwa dan
Kelurahan Layana Indah sekitar 3.856 jiwa. Dengan membandingkan jumlah
penduduk tahun sebelumnya maka pertambahan penduduk dari tahun 2013 ke 2014
adalah sebanyak 319 atau 0,84%
Komposisi penduduk di wilayah Puskesmas Talise berdasarkan kelompok umur dapat
dilihat pada tabel berikut :
4,221
Menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2014
3,941
3,925
4500
3,688
3,436
3,342
4000
3,184
3500
2,788
2,432
3000
2,106
2,088
2115
Jumlah penduduk
1,976
1949
1905
1,836
1,835
2500
1853
1,783
Laki-laki
1,707
1729
1,646
1696
1665
1,519
1,442
2000
1,294
1346
1,223
1209
1,113
Perempua
1500
959
942
893
877
875
n
650
644
573
540
1000
464
411
LK+P
500
0
> 65
15 - 19
35 - 39
20 - 24
25 - 29
30 - 34
40 - 44
45 - 49
50 - 54
55 - 59
60 - 64
0-4
5-9
10-14
Kelompok Umur
Kepadatan penduduk berdasarkan hunian rumah (Jumlaj jiwa per KK) yang terpadat
penduduknya adalah Kelurahan Talise, yang kedua Kelurahan Tondo dan ketiga
5
adalah Kelurahan Layana Indah. Berikut ini adalah data kepadatan penduduk
berdasarkan luas wilayah di wilayah Puskesmas Talise tahun 2014.
Wilayah kelurahan yang terluas secara berurutan adalah Kelurahan Talise, Keluran
Tondo dan yang terkecil adalah Kelurahan Layana.
c. Sosial Ekonomi
Jumlah sekolah dan perguruan tinggi yang ada di wilayah Puskesmas Talise dapat
dilihat pada tabel berikut ini :
Table II.5 Jumlah Sekolah dan Sarana Pendidkan di Wilayah UPTD Urusan
Puskesmas Talise Tahun 2014
1 SD 15
2 SMP 4
3 SMA 5
4 AKADEMI 1
5 UNIVERSITAS/PT 3
Jumlah 28
6
2.2.Penyakit TB Paru
Penyakit TB Paru merupakan salah satu masalah kesehatan kelompok usia kerja
produktif, kelompok ekonomi lemah dan berpendidikan rendah. Kegiatan pemberantasan
penyakit TB Paru seperti tahun sebelumnya mengacu pada program DOTS (Directly
Observed Treatment Short Course), yang artinya pengobatan jangka pendek dengan
pengawasan langsung. Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Talise 37.910 jiwa,
dengan rincian sebagai berikut : Kelurahan Talise : 21.312 jiwa, Kelurah Tondo :
12.742 jiwa dan Kelurahan Layana : 3.856 jiwa. Pada tahun 2014 terdapat 20 kasus
BTA positif, BTA negatif 234 yang mana pada tahun 2013 terdapat 20 kasus BTA
positif, BTA negatif 176 kasus.
Tabel.III.5 Jumlah Kasus TB Paru Menurut Kelurahan UPTD Urusan
Puskesmas Talise Tahun 2014
1 Talise 73 8
2 Tondo 144 9
3 Layana 17 3
Puskesmas 234 20
144
160
140
120
Jumlah Kasus
100 73 Klinis
80
Positif
60
40 17
8 9 3
20
0
Talise Tondo Layana
Berdasarkan Grafik di atas, bahwa kasus tertinggi terjadi di Kelurahan Talise, kemudian
disusul oleh Kelurahan Tondo dan Kelurahan Layana Indah.
7
JUMLAH KASUS DAN ANGKA PENEMUAN KASUS TB PARU BTA+ MENURUT JENIS KELAMIN,
KECAMATAN, DAN KELURAHAN
KABUPATEN/KOTA PALU
TAHUN 2014
TB PARU
SUSPEK
NO KECAMATAN KELURAHAN % BTA (+)
BTA (+)
TERHADAP SUSPEK
8
1) Peningkatan komitmen politis yang berkesinambungan untuk menjamin ketersediaan
sumberdaya dan menjadikan penanggulangan TB suatu prioritas.
2) Pelaksanaan dan pengembangan strategi DOTS yang bermutu dilaksanakan secara
bertahap dan sistematis.
3) Peningkatan kerjasama dan kemitraan dengan pihak terkait melalui kegiatan advokasi,
komunikasi dan mobilisasi sosial.
4) Kerjasama dengan mitra internasional untuk mendapatkan komitmen dan bantuan
sumber daya.
5) Peningkatan kinerja program melalui kegiatan pelatihan dan supervisi, pemantauan
dan evaluasi yang berkesinambungan.
9
Pengobatan TB Paru dilakukan dalam dua tahap/ kriteria, yaitu tahap awal (intensif, 2
bulan) dan tahap lanjutan. Lama pengobatan 6-8 bulan, tergantung berat ringannya penyakit.
Penderita harus minum obat secara lengkap dan teratur sesuai jadwal berobat sampai
dinyatakan sembuh. Dilakukan tiga kali pemeriksaan ulang dahak untuk mengetahui
perkembangan kemajuan pengobatan, yaitu pada akhir pengobatan tahap awal, sebulan
sebelum akhir pengobatan dan pada akhir pengobatan (Biyanti, 2002)
Pengobatan TB Paru Kriteria I (Tidak pernah terinfeksi, ada riwayat kontak, tidak
menderita TB) dan II (Terinfeksi TB/test tuberkulin (+), tetapi tidak menderita TB (gejala TB
tidak ada, radiologi tidak mendukung dan bakteriologi negatif) memerlukan pencegahan
dengan pemberian INH 5–10 mg/kgbb/hari.
Pengobatan TB Paru dengan menggunakan strategi DOTS atau Directly Observed
Treatment Short-course adalah strategi penyembuhan TB jangka pendek dengan pengawasan
secara langsung. Dengan menggunakan strategi DOTS, maka proses penyembuhan TB dapat
secara tepat. DOTS menekankan pentingnya pengawasan terhadap penderita TB agar
menelan obatnya secara teratur sesuai ketentuan sampai dinyatakan sembuh (WHO, 2006)
Strategi DOTS memberikan angka kesembuhan yang tinggi, bisa sampai 95%. Strategi
DOTS direkomendasikan oleh WHO secara global untuk menanggulangi TB. Strategi DOTS
terdiri dari 5 komponen, yaitu, (a) komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk
dukungan dana, (b) diagnosa penyakit TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis,
(c), kesinambungan persediaan OAT jangka pendek untuk penderita, dan (d) Pengobatan TB
dengan paduan obat anti-TB jangka pendek, diawasi secara langsung oleh PMO (Pengawas
Menelan Obat) (WHO, 2000).
WHO telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai upaya pendekatan yang paling
tepat saat ini untuk menanggulangi masalah TB di Indonesia. Pengobatan TB tanpa didukung
oleh kualitas dan persediaan OAT yang baik akan menyebabkan kegagalan pengobatan dan
Multi Drug Resistance yang dapat memperparah keadaan penderita TB. OAT yang tersedia
saat ini harus dikonsumsi penderita dalam jumlah tablet yang cukup banyak dan dapat
menyebabkan kelalaian pada penderita, oleh sebab itu banyak ahli berusaha untuk
mengembangkan OAT-Fixed Dose Combination (FDC), yaitu kombinasi OAT dalam jumlah
tablet yang lebih sedikit dimana jumlah kandungan masing-masing komponen sudah
disesuaikan dengan dosis yang diperlukan. Diharapkan dengan penggunaan OAT-FDC dapat
menyederhanakan proses pengobatan, meminimalkan kesalahan pemberian obat, dan
mengurangi efek samping (WHO, 2003).
10
2.6.Indikator Keberhasilan Program Penanggulangan TB Paru
Berdasarkan serangkaian kegiatan penanggulangan Tuberkulosis Paru yang meliputi
pencegahan, penemuan kasus dan pengobatan, maka berikut dapat dijabarkan indikator
keberhasilan Program TB paru, pada tabel berikut:
Tabel 2.4.1. Indikator Keberhasilan Program Penanggulangan TB Paru
No Indikator Sumber Waktu Pemanfaat Indikator
Data
UPK Kab/ Propinsi Pusat
Kota
1. Angka Daftar suspek Triwulan
Penjaringan Data
Suspek Kependudukan
2. Proporsi Daftar suspek Triwulan
pasien TB Register TB
paru BTA Kab/Kota
positif Laporan
diantara Penemuan
suspek yang
diperiksa
dahaknya
3. Proporsi Kartu Triwulan
pasien TB Pengobatan
paru BTA Register TB
positif Kab/Kota
diantara Laporan
seluruh Penemuan
pasien TB
paru
4. Proporsi Kartu Triwulan
pasien TB Pengobatan
Anak Register TB
diantara Kab/Kota
seluruh Laporan
pasien Penemuan
5. Angka Kartu Triwulan
Konversi Pengobatan
11
Register TB
Kab/Kota
Laporan
Konversi
6. Angka Kartu Triwulan
Kesembuhan Pengobatan
Register TB
Kab/Kota
Laporan Hasil
Pengobatan
7. Kesalahan Laporan Hasil Triwulan - - -
laboratorium Uji Silang
8. Angka Laporan Tahunan
Notifikasi Penemuan
Kasus Data
Kependudukan
9. Angka Laporan Tahunan -
Penemuan Penemuan data
Kasus perkiraan
jumlah pasien
baru BTA
positif
10. Angka Kartu Tahunan
Keberhasilan Pengobatan
Pengobatan Register TB
Kab/Kota
Laporan hasil
Pengobatan
12
dicapai. Dalam mengukur keberhasilan tersebut diperlukan indikator. Hasil evaluasi sangat
berguna untuk kepentingan perencanaan program. Masing-masing tingkat pelaksana program
(UPK, Kabupaten/Kota, Propinsi, dan Pusat) bertanggung jawab melaksanakan pemantauan
kegiatan pada wilayahnya masing-masing. Seluruh kegiatan harus dimonitor baik dari aspek
masukan (input), proses, maupun keluaran (output). Cara pemantauan dilakukan dengan
menelaah laporan, pengamatan langsung dan wawancara dengan petugas pelaksana maupun
dengan masyarakat sasaran.
Dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi, diperlukan suatu sistem pencatatan dan
pelaporan baku yang dilaksanakan dengan baik dan benar. Evaluasi hasil kegiatan
penanggulangan TB didasarkan pada indikator–indikator program penanggulangan TB yang
dilakukan pada tahap akhir program dilakukan. Indikator merupakan alat yang paling efektif
untuk melakukan evaluasi dan merupakan variabel yang menunjukkan keadaan dan dapat
digunakan untuk mengukur terjadinya perubahan. Indikator yang baik harus memenuhi syarat
– syarat tertentu antara lain : valid, sensitive dan specific, dapat dimengerti, dapat diukur dan
dapat dicapai.
Indikator program Penanggulangan TB Paru dapat dianalisa dengan cara :
1) Membandingkan data antara satu dengan yang lain untuk melihat besarnya perbedaan.
2) Menganalisis kecenderungan (trend) dari waktu ke waktu. Untuk mempermudah
analisis data diperlukan indikator sebagai alat ukur kemajuan’ (marker of progress).
Indikator yang baik harus memenuhi syarat-syarat tertentu seperti: Sahih (valid),
Sensitif dan Spesifik (sensitive and specific), Dapat dipercaya (realiable), Dapat
diukur (measureable), Dapat dicapai (achievable).
13
3) Mengumpul dahak dan mengisi buku daftar suspek
4) Membuat sediaan hapus dahak
5) Mengirim sediaan hapus dahak ke laboratorium
6) Menegakkan diagnosis TB sesuai protap
7) Membuat klasifikasi penderita
8) Mengisi kartu penderita
9) Memeriksa kontak terutama kontak dengan penderita TB BTA (+)
10) Memantau jumlah suspek yang diperiksa dan jumlah penderita TBC yang
ditemukan.
b. Memberikan Pengobatan
1) Menetapkan jenis paduan obat
2) Memberi obat tahap intensip dan tahap lanjutan
3) Mencatat pemberian obat tersebut dalam kartu penderita
4) Menentukan PMO (bersama penderita)
5) Memberi KIE (penyuluhan) kepada penderita, keluarga dan PMO
6) Memantau keteraturan berobat
7) Melakukan pemeriksaan dahak ulang untuk follow-up pengobatan
8) Mengenal efek samping obat dan komplikasi lainnya serta cara
penanganannya
9) Menentukan hasil pengobatan dan mencatatnya di kartu penderita
c. Penanganan Logistik
1) Menjamin ketersediaan OAT di puskesmas
2) Menjamin tersedianya bahan pelengkap lainnya (formolir, reagens, dll)
3) Jaga mutu pelaksanaan semua kegiatan a s/d c
14
BAB III
PEMBAHASAN
Bedasarkan rumus diatas ditemukan angka penjaringan subjek 617 per 100.000 penduduk
2. Proporsi pasien TB BTA positiif diantara subjek
Adalah prosentase pasien BTA positif yang ditemukan diantara seluruh suspek yang
diperiksa dahaknya. Angka ini menggambarkan mutu dari proses penemuan sampai
diagnosis pasien, serta kepekaan menetapkan kriteria suspek.
15
Berdasarkan rumus diatas ditemukan proporsi pasien TB BTA positif diantara subjek
adalah 8,55%. Target angka ini sekitar 5-15 %. Sehingga pada puskesmas talise sudah
memenuhi target. Bila angka ini terlalu kecil ( < 5 % ) kemungkinan disebabkan
- Penjaringan suspek terlalu longgar. Banyak orang yang tidak memenuhi kriteria
suspek, atau
- Ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium ( negatif palsu )
Bila angka ini terlalu besar ( > 15 % ) kemungkinan disebabkan :
- Penjaringan terlalu ketat atau
- Ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium ( positif palsu).
3. Proporsi pasien TB paru BTA postitf diantara semua pasien TB paru tercatat/diobati
Adalah prosentase pasien Tuberkulosis paru BTA positif diantara semua pasien
Tuberkulosis paru tercatat. Indikator ini menggambarkan prioritas penemuan pasien
Tuberkulosis yang menular diantara seluruh pasien Tuberkulosis paru yang diobati.
Proporsi pasien TB paru BTA positif deantara semua pasien TB Paru tercatat diobati
adalah 19%. Angka ini tidak mencapai target (< 65%). Ini berarti mutu diagnosis rendah,
dan kurang memberikan prioritas untuk menemukan pasien yang menular (pasien BTA
Positif).
4. Angka kesembuhan (cure rate)
Angka kesembuhan adalah angka yang menunjukkan prosentase pasien baru TB paru BTA
positif yang sembuh setelah selesai masa pengobatan, diantara pasien baru TB paru BTA
positif yang tercatat. Angka kesembuhan dihitung juga untuk pasien BTA positif
pengobatan ulang dengan tujuan:
- Untuk mengetahui seberapa besar kemungkinan kekebalan terhadap obat terjadi di
komunitas, hal ini harus dipastikan dengan surveilans kekebalan obat.
- Untuk mengambil keputusan program pada pengobatan menggunakan obat baris
kedua (second-line drugs).
- Menunjukan prevalens HIV, karena biasanya kasus pengobatan ulang terjadi pada
pasien dengan HIV.
16
Dari rumus diatas didapatkan angka kesembuhan tahun 2014 adalah 75%. Hal ini tidak
mencapai target minimal yaitu > 85%. Hal ini kemungkinan telah terjadi kekebalan
terhadap obat di komunitas yang harus dipastikan dengan surveilans kekebalan obat.
5. Angka keberhasilan pengobatan
Angka kesembuhan adalah angka yang menunjukkan prosentase pasien baru TB paru BTA
positif yang menyelesaikan pengobatan (baik yang sembuh maupun pengobatan lengkap)
diantara pasien baru TB paru BTA positif yang tercatat.
Berdasarkan rumus diatas didapatkan angka keberhasilan pengobatan yaitu 16%. Angka
ini sangat rendah kemungkinan dikarenakan kurangnya pengetahuan masyrakat tentang
pengobatan TB harus tuntas dan kemungkinan karena pasien sudah merasa membaik
keadaannya sehingga menghentikan sendiri pengobatannya.
17
BAB IV
PENUTUP
4.1.Kesimpulan
1. Manajemen program penanggulangan TB mempunyai tiga fungsi pokok yaitu
perencanaan, penggerakan, evaluasi, pengawasan dan pelatihan.
2. Perencanaan digunakan untuk memastikan bahwa sumber daya yang ada saat ini dan
masa yang akan datang dialokasikan dengan efektif dan efisien untuk mencapai
tujuan P2TB.
3. Penggerakan merupakan suatu aktivitas untuk membuat semua petugas TB mau
bekerja sama dan bekerja secara ikhlas serta bergerak untuk mencapai tujuan.
4. Diperlukanpengamatan terus menerus terhadap masukan, waktu pelaksanaan
kegiatan P2 TB dan masalah – masalah yang timbul serta upaya mengatasinya.
4.1.Saran
1. Penyuluhan kesehatan mengenai TB Paru harus lebih sering dilakukan untuk
meningkatkan kunjungan masyarakat ke puskesmas sehingga angka penemuan kasus
bisa dideteksi lebih cepat.
2. Monitoring dan evaluasi pemeriksaan maupun pengobatan TB Paru harus lebih ketat
sehingga penjaringan pasien suspek TB Paru akan lebih baik.
3. Jumlah SDM dalam hal ini petugas P2TB harus ditambah untuk memaksimalkan
program kerja yang telah ditargetkan.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Hiswani, 2004, ‘Tuberkulosis Merupakan Penyakit Infeksi Yang Masih Menjadi Masalah
Kesehatan Masyarakat’, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatra Utara,
Medan.
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002, ‘Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis, Cetakan ke-8’, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit
Dan Penyehatan Lingkungan, 2011, ‘Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis’,
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
4. Girsang, M., 2002, Pengobatan Standar Penderita TBC’, Cermin Dunia Kedokteran 137,
6-8.
5. Permatasari, A., 2005, ‘Pemberantasan Penyakit TB Paru Dan Strategi DOTS’, Bagian
Paru, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatra Utara, Medan.
6. Tim Penyusun. 2011. Profil Kesehatan Puskesmas Labuan Tahun 2011. Dinas Kesehatan
Kabupaten Donggala.
19