Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN MANAJEMEN September 2015

PROGRAM PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS PARU


(P2TB PARU)

DISUSUN OLEH:

NAMA : RANGGA DUO RAMADAN

STAMBUK : N 111 13 003

PEMBIMBING : dr. ROCHMAT JASIN M

drg. ELLI YANE B., M. Kes

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2015

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penyakit tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat. TB adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan bakteri
berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis dan
ditularkan melalui perantara droplet udara.1
Mycobacterium tuberculosis telah menginfeksis sepertiga penduduk dunia. Pada Tahun
1993, WHO mencanangkan kedaruratan global penyakit TB karena pada sebagian besar
negara di dunia. Penyakit TB tidak terkendali, ini disebabkan banyaknya penderita yang tidak
berhasil disembuhkan, terutama penderita menular /BTA (+). Jumlah penderita TB
diperkirakan akan meningkat seiring dengan munculnya epidemi HIV/AIDS di dunia.2,3
Laporan World Health Organization (WHO) tahun 2012, mendeskripsikan bahwa
untuk wilayah regional Asia Tenggara merupakan regional dengan kasus TB paru tertinggi
yaitu sebesar 40%, diikuti regional Afrika 26%, Pasifik Barat 19%, dan terendah pada
regional Eropa 3%. Pada regional Asia Tenggara, negara tertinggi prevalensi TB Paru adalah
Myanmar yaitu 525 per 100.000 penduduk, diikuti Bangladesh sebesar 411 per 100.000
penduduk, dan Indonesia menempati urutan ke lima yaitu dengan prevalensi sebesar 289 per
100.000 penduduk.2
Laporan Riset Kesehatan Daerah (Riskesda) tahun 2010, memberikan gambaran bahwa
terdapat (5) lima provinsi yang memiliki angka prevalensi tertinggi adalah (1) Papua 1.441
per 100.000 peduduk, (2) Banten 1.282 per 100.000 penduduk), (3) Sulawesi Utara 1.221 per
100.000 penduduk, (4) Gorontalo 1.200 per 100.000 penduduk, dan (5) DKI Jakarta 1.032
per 100.000 penduduk. Berdasarkan komposisi penduduk, diketahui prevalensi TB paru
paling banyak terdapat pada jenis kelamin laki-laki 819 per 100.000 penduduk, penduduk
yang bertempat tinggal di desa 750 per 100.000 penduduk, kelompok pendidikan yang tidak
sekolah 1.041 per 100.000 penduduk), petani/nelayan/buruh 858 per 100.000 penduduk dan
pada penduduk dengan tingkat pengeluaran kuintil 4 sebesar 607 per 100.000 penduduk.2
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia, (2012), diketahui peningkatan angka penjaringan
suspek mempunyai range 8-123 per 100.000 penduduk. Provinsi dengan peningkatan angka
penjaringan suspek tertinggi adalah Provinsi Maluku (123 per 100.000 penduduk) dan Provinsi
Sumatera Utara (8 per 100.000 penduduk).3

2
Di Sulawesi Tengah sendiri berdasarkan jumlah penduduk diperkirakan kasus TB BTA
positif dimasyarakat pada tahun 2011 sekitar 4.856 orang. Pada tahun 2011 ditemukan 2.807
kasus yang menandakan CDR hanya 57,80%. Angka CDR Propinsi masih dibawah 70%.
Berbagai upaya-upaya yang dilakukan, salah satunya promosi secara aktif, pendekatan
pelayanan terhadap pelayanan kesehatan yaitu memaksimalkan Puskesmas Pembantu dan
Bidan Desa untuk mendekatkan pelayanan TB di masyarakat terpencil.

1.2. Identifikasi Masalah


Pada laporan manajemen ini, permasalahan terkait program P2 (Program
Penanggulanagan) TB Paru yang akan dibahas antara lain :
1. Bagaimana pelaksanaan P2TB Paru di Pukesmas Talise?

2. Bagaimana prosedur P2TB Paru di Pukesmas Talise ?

3. Bagaimana pencapaian target cakupan P2TB Paru di Puskesmas Talise?

4. Apa saja permasalahan yang menjadi kendala dalam mencapai target cakupan P2TB Paru

di Puskesmas Talise?

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Gambaran Umum UPTD Urusan Puskesmas Talise


Puskesmas Talise berada di wilayah kecamatan Palu Timur yang memiliki luas wilayah
82.53 km2 dan secara administratif pemerintahan terdiri atas 3 kelurahan, 29 RW serta
102 RT.
Wilayah kerja Puskesmas Talise mencakup tiga kelurahan yaitu :
- Kelurahan Talise
- Kelurahan Tondo
- Kelurahan Layana
Gambar. II.1 Peta Wilayah Kerja UPTD Urusan Puskesmas Talise

a. Keadaan Iklim
Suhu udara di wilayah Puskesmas Talise sesuai dengan suhu udara rata-rata di Kota Palu,
yaitu musim panas dan musim hujan sebagaimana daerah-daerah lain di Indonesia.
Musim panas terjadi pada bulan April – September, sedangkan musim hujan terjadi pada
bulan Oktober – Maret yang rata-rata suhu terendah mencapai 22,10C, dengan
kelembaban udara rata-rata berkisar antara 72-82 %.
Curah hujan tertinggi sering terjadi pada bulan September dan curah hujan terendah
terjadi pada bulan Juni. Kecepatan angin rata-rata berkisar antara 5–6 knots dan
kecepatan angin maksimum mencapai 16-20 knots. Arah angin pada Tahun 2004 masih
berada pada posisi 3150 sampai dengan 3600.
b. Kependudukan

4
Berdasarkan data BPS Kota Palu Tahun 2014, jumlah penduduk di wilayah kerja
Puskesmas Talise adalah 37.910 jiwa yang tersebar di tiga Kelurahan antara lain
Kelurahan Talise sekitar 21.312 jiwa, Kelurahan Tondo sekitar 12.742 jiwa dan
Kelurahan Layana Indah sekitar 3.856 jiwa. Dengan membandingkan jumlah
penduduk tahun sebelumnya maka pertambahan penduduk dari tahun 2013 ke 2014
adalah sebanyak 319 atau 0,84%
Komposisi penduduk di wilayah Puskesmas Talise berdasarkan kelompok umur dapat
dilihat pada tabel berikut :

Grafik II.1 Distibusi Penduduk di Wilayah UPTD UrusanPuskesmas Talise

4,221
Menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2014
3,941

3,925
4500
3,688
3,436

3,342
4000
3,184

3500

2,788
2,432
3000
2,106
2,088
2115
Jumlah penduduk

1,976
1949
1905

1,836
1,835

2500
1853
1,783

Laki-laki
1,707
1729

1,646
1696
1665
1,519

1,442

2000

1,294
1346

1,223
1209

1,113
Perempua
1500
959
942
893

877

875
n
650
644

573
540
1000
464
411
LK+P
500
0
> 65
15 - 19

35 - 39
20 - 24
25 - 29
30 - 34

40 - 44
45 - 49
50 - 54
55 - 59
60 - 64
0-4
5-9
10-14

Kelompok Umur

Berdasarkan data tahun 2014 kepadatan hunian rumah/kk wilayah kerja


PuskesmasTalise adalah sebagai berikut :
Table II.3 Jumlah Jiwa Per KK di Wilayah
UPTD Urusan Puskesmas Talise Tahun 2014
No Kelurahan Jumlah Jumlah Jiwa/KK
Penduduk
KK
1 Talise 21.312 5.857 4
2 Tondo 12.742 3.464 4
3 Layana Indah 3.856 1.046 4
Puskesmas 37.910 10.367 12

Kepadatan penduduk berdasarkan hunian rumah (Jumlaj jiwa per KK) yang terpadat
penduduknya adalah Kelurahan Talise, yang kedua Kelurahan Tondo dan ketiga

5
adalah Kelurahan Layana Indah. Berikut ini adalah data kepadatan penduduk
berdasarkan luas wilayah di wilayah Puskesmas Talise tahun 2014.

Table II.4 Kepadatan Penduduk di Wilayah


UPTD Urusan Puskesmas Talise Tahun 2014
No Kelurahan Jumlah Luas Kepadatan
Penduduk Wilayah Pendududuk
(Km²) (Jiwa/Km²)

1 Talise 21.312 12,37 1.722


2 Tondo 12.742 55,16 231
3 Layana 3.856 15,00 257
Indah
Puskesmas 37.910 82.53 2.210

Wilayah kelurahan yang terluas secara berurutan adalah Kelurahan Talise, Keluran
Tondo dan yang terkecil adalah Kelurahan Layana.
c. Sosial Ekonomi
Jumlah sekolah dan perguruan tinggi yang ada di wilayah Puskesmas Talise dapat
dilihat pada tabel berikut ini :
Table II.5 Jumlah Sekolah dan Sarana Pendidkan di Wilayah UPTD Urusan
Puskesmas Talise Tahun 2014

No. Tingkat Pendidikan Jumlah

1 SD 15

2 SMP 4

3 SMA 5

4 AKADEMI 1

5 UNIVERSITAS/PT 3

Jumlah 28

6
2.2.Penyakit TB Paru
Penyakit TB Paru merupakan salah satu masalah kesehatan kelompok usia kerja
produktif, kelompok ekonomi lemah dan berpendidikan rendah. Kegiatan pemberantasan
penyakit TB Paru seperti tahun sebelumnya mengacu pada program DOTS (Directly
Observed Treatment Short Course), yang artinya pengobatan jangka pendek dengan
pengawasan langsung. Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Talise 37.910 jiwa,
dengan rincian sebagai berikut : Kelurahan Talise : 21.312 jiwa, Kelurah Tondo :
12.742 jiwa dan Kelurahan Layana : 3.856 jiwa. Pada tahun 2014 terdapat 20 kasus
BTA positif, BTA negatif 234 yang mana pada tahun 2013 terdapat 20 kasus BTA
positif, BTA negatif 176 kasus.
Tabel.III.5 Jumlah Kasus TB Paru Menurut Kelurahan UPTD Urusan
Puskesmas Talise Tahun 2014

NO KELURAHAN KLINIS BTA (+)

1 Talise 73 8

2 Tondo 144 9

3 Layana 17 3

Puskesmas 234 20

Grafik III. 5. Kasus TB Paru Menurut Perkelurahan UPTD Urusan


Puskesmas Talise Tahun 2014

144
160
140
120
Jumlah Kasus

100 73 Klinis
80
Positif
60
40 17
8 9 3
20
0
Talise Tondo Layana

Berdasarkan Grafik di atas, bahwa kasus tertinggi terjadi di Kelurahan Talise, kemudian
disusul oleh Kelurahan Tondo dan Kelurahan Layana Indah.

7
JUMLAH KASUS DAN ANGKA PENEMUAN KASUS TB PARU BTA+ MENURUT JENIS KELAMIN,
KECAMATAN, DAN KELURAHAN
KABUPATEN/KOTA PALU
TAHUN 2014

TB PARU
SUSPEK
NO KECAMATAN KELURAHAN % BTA (+)
BTA (+)
TERHADAP SUSPEK

L P L+P L P L+P L P L+P


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Mantikulore Talise 39 34 73 3 5 8 3,30 3,50 3,42

Tondo 43 101 144 5 4 9 5,49 2,80 3,85

Layana 9 8 17 1 2 3 1,10 1,40 1,28


JUMLAH
91 143 234 9 11 20 9,89 7,69 8,55
(KAB/KOTA)

2.3.Tujuan Program Penanggulangan TB paru


Adapun tujuan program penanggulangan TB Paru meliputi tujuan jangka panjang dan
tujuan jangka pendek. Tujuan jangka panjang adalah menurunkan angka kesakitan dan angka
kematian yang diakibatkan penyakit TB paru dengan cara memutuskan rantai
penularan,sehingga penyakit TB paru tidak lagi merupakan masalah kesehatan masyarakat
Indonesia, sedangkan tujuan jangka pendek adalah :
1) Tercapainya angka kesembuhan minimal 88% dari semua penderita baru BTA positif
yang ditemukan.
2) Tercapainya cakupan penemuan penderita secara bertahap sehingga pada tahun 2015
dapat mencapai 90% dari perkiraan semua penderita baru BTA positif, serta target ini
diharapkan dapat menurunkan tingkat prevalensi dan kematian akibat TB hingga dan
mencapai tujuan millenium development goal (MDG) pada tahun 2015.

2.4.Strategi Program Penanggulangan TB paru

8
1) Peningkatan komitmen politis yang berkesinambungan untuk menjamin ketersediaan
sumberdaya dan menjadikan penanggulangan TB suatu prioritas.
2) Pelaksanaan dan pengembangan strategi DOTS yang bermutu dilaksanakan secara
bertahap dan sistematis.
3) Peningkatan kerjasama dan kemitraan dengan pihak terkait melalui kegiatan advokasi,
komunikasi dan mobilisasi sosial.
4) Kerjasama dengan mitra internasional untuk mendapatkan komitmen dan bantuan
sumber daya.
5) Peningkatan kinerja program melalui kegiatan pelatihan dan supervisi, pemantauan
dan evaluasi yang berkesinambungan.

2.5.Kegiatan Program Penanggulangan TB paru


Kegiatan pada Program Penanggulangan (P2) TB Paru yaitu kegiatan pokok dan
kegiatan pendukung. Kegiatan pokok mencakup kegiatan penemuan penderita (case finding)
pengamatan dan monitoring penemuan penderita didahului dengan penemuan tersangka TB
paru dengan gejala klinis adalah batuk-batuk terus menerus selama tiga minggu atau lebih.
Kegiatan pendukung mencakup kegiatan penanganan logistik yaitu penanganan tersedianya
OAT (Obat Anti Tuberkulosis) dan penanganan tersedianya reagensia di laboratorium.
Setiap orang yang datang ke unit pelayanan kesehatan dengan gejala utama ini harus
dianggap suspek tuberkulosis atau tersangka TB Paru dengan pasive promotive case finding
(penemuan penderita secara pasif dengan promosi yang aktif) (Depkes RI, 2009).
Kegiatan-kegiatan penanggulangan TB Paru tersebut merupakan jenis kegiatan yang
termasuk dalam upaya kesehatan wajib Puskesmas, artinya puskesmas sebagai sarana
kesehatan terdepan bertanggung jawab terhadap keseluruhan upaya penanggulangan TB paru.
Petugas kesehatan yang terlibat langsung sebagai petugas pelaksana program TB paru di
Puskesmas adalah seluruh petugas yang sudah dilatih tentang program penanggulangan TB
Paru yaitu dokter, perawat dan tenaga laboratorium untuk petugas di Puskesmas satelit
dibutuhkan tenaga yang telah dilatih terdiri dari dokter dan perawat dan bagi Puskesmas
pembantu cukup 1 orang perawat sebagai petugas pengelola TB. Keseluruhan petugas
tersebut mempunyai tugas masing-masing sesuai uraian tugas pokoknya dalam
penanggulangan kasus TB. Tanpa penemuan suspek maka program pemberantasan TB paru
dari penemuan sampai pengobatan tidak akan berhasil, sehingga proses penemuan suspek TB
paru oleh petugas sangat menentukan keberhasilan program. Proses ini akan berhasil apabila
kompetensi yang mencakup pengetahuan, sikap petugas dan keterampilan petugas baik.

9
Pengobatan TB Paru dilakukan dalam dua tahap/ kriteria, yaitu tahap awal (intensif, 2
bulan) dan tahap lanjutan. Lama pengobatan 6-8 bulan, tergantung berat ringannya penyakit.
Penderita harus minum obat secara lengkap dan teratur sesuai jadwal berobat sampai
dinyatakan sembuh. Dilakukan tiga kali pemeriksaan ulang dahak untuk mengetahui
perkembangan kemajuan pengobatan, yaitu pada akhir pengobatan tahap awal, sebulan
sebelum akhir pengobatan dan pada akhir pengobatan (Biyanti, 2002)
Pengobatan TB Paru Kriteria I (Tidak pernah terinfeksi, ada riwayat kontak, tidak
menderita TB) dan II (Terinfeksi TB/test tuberkulin (+), tetapi tidak menderita TB (gejala TB
tidak ada, radiologi tidak mendukung dan bakteriologi negatif) memerlukan pencegahan
dengan pemberian INH 5–10 mg/kgbb/hari.
Pengobatan TB Paru dengan menggunakan strategi DOTS atau Directly Observed
Treatment Short-course adalah strategi penyembuhan TB jangka pendek dengan pengawasan
secara langsung. Dengan menggunakan strategi DOTS, maka proses penyembuhan TB dapat
secara tepat. DOTS menekankan pentingnya pengawasan terhadap penderita TB agar
menelan obatnya secara teratur sesuai ketentuan sampai dinyatakan sembuh (WHO, 2006)
Strategi DOTS memberikan angka kesembuhan yang tinggi, bisa sampai 95%. Strategi
DOTS direkomendasikan oleh WHO secara global untuk menanggulangi TB. Strategi DOTS
terdiri dari 5 komponen, yaitu, (a) komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk
dukungan dana, (b) diagnosa penyakit TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis,
(c), kesinambungan persediaan OAT jangka pendek untuk penderita, dan (d) Pengobatan TB
dengan paduan obat anti-TB jangka pendek, diawasi secara langsung oleh PMO (Pengawas
Menelan Obat) (WHO, 2000).
WHO telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai upaya pendekatan yang paling
tepat saat ini untuk menanggulangi masalah TB di Indonesia. Pengobatan TB tanpa didukung
oleh kualitas dan persediaan OAT yang baik akan menyebabkan kegagalan pengobatan dan
Multi Drug Resistance yang dapat memperparah keadaan penderita TB. OAT yang tersedia
saat ini harus dikonsumsi penderita dalam jumlah tablet yang cukup banyak dan dapat
menyebabkan kelalaian pada penderita, oleh sebab itu banyak ahli berusaha untuk
mengembangkan OAT-Fixed Dose Combination (FDC), yaitu kombinasi OAT dalam jumlah
tablet yang lebih sedikit dimana jumlah kandungan masing-masing komponen sudah
disesuaikan dengan dosis yang diperlukan. Diharapkan dengan penggunaan OAT-FDC dapat
menyederhanakan proses pengobatan, meminimalkan kesalahan pemberian obat, dan
mengurangi efek samping (WHO, 2003).

10
2.6.Indikator Keberhasilan Program Penanggulangan TB Paru
Berdasarkan serangkaian kegiatan penanggulangan Tuberkulosis Paru yang meliputi
pencegahan, penemuan kasus dan pengobatan, maka berikut dapat dijabarkan indikator
keberhasilan Program TB paru, pada tabel berikut:
Tabel 2.4.1. Indikator Keberhasilan Program Penanggulangan TB Paru
No Indikator Sumber Waktu Pemanfaat Indikator
Data
UPK Kab/ Propinsi Pusat
Kota
1. Angka Daftar suspek Triwulan    
Penjaringan Data
Suspek Kependudukan
2. Proporsi Daftar suspek Triwulan    
pasien TB Register TB
paru BTA Kab/Kota
positif Laporan
diantara Penemuan
suspek yang
diperiksa
dahaknya
3. Proporsi Kartu Triwulan    
pasien TB Pengobatan
paru BTA Register TB
positif Kab/Kota
diantara Laporan
seluruh Penemuan
pasien TB
paru
4. Proporsi Kartu Triwulan    
pasien TB Pengobatan
Anak Register TB
diantara Kab/Kota
seluruh Laporan
pasien Penemuan
5. Angka Kartu Triwulan    
Konversi Pengobatan

11
Register TB
Kab/Kota
Laporan
Konversi
6. Angka Kartu Triwulan    
Kesembuhan Pengobatan
Register TB
Kab/Kota
Laporan Hasil
Pengobatan
7. Kesalahan Laporan Hasil Triwulan  - - -
laboratorium Uji Silang
8. Angka Laporan Tahunan    
Notifikasi Penemuan
Kasus Data
Kependudukan
9. Angka Laporan Tahunan -   
Penemuan Penemuan data
Kasus perkiraan
jumlah pasien
baru BTA
positif
10. Angka Kartu Tahunan    
Keberhasilan Pengobatan
Pengobatan Register TB
Kab/Kota
Laporan hasil
Pengobatan

2.7.Evaluasi program penanggulangan TB paru


Pemantauan dan evaluasi merupakan salah satu fungsi manajemen untuk menilai
keberhasilan pelaksanaan program. Pemantaun dilaksanakan secara berkala dan terus
menerus, untuk dapat segera mendeteksi bila ada masalah dalam pelaksanaan kegiatan yang
telah direncanakan, supaya dapat dilakukan tindakan perbaikan segera. Evaluasi dilakukan
setelah suatu jarak-waktu (interval) lebih lama, biasanya setiap 6 bulan s/d 1 tahun. Dengan
evaluasi dapat dinilai sejauhmana tujuan dan target yang telah ditetapkan sebelumnya

12
dicapai. Dalam mengukur keberhasilan tersebut diperlukan indikator. Hasil evaluasi sangat
berguna untuk kepentingan perencanaan program. Masing-masing tingkat pelaksana program
(UPK, Kabupaten/Kota, Propinsi, dan Pusat) bertanggung jawab melaksanakan pemantauan
kegiatan pada wilayahnya masing-masing. Seluruh kegiatan harus dimonitor baik dari aspek
masukan (input), proses, maupun keluaran (output). Cara pemantauan dilakukan dengan
menelaah laporan, pengamatan langsung dan wawancara dengan petugas pelaksana maupun
dengan masyarakat sasaran.
Dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi, diperlukan suatu sistem pencatatan dan
pelaporan baku yang dilaksanakan dengan baik dan benar. Evaluasi hasil kegiatan
penanggulangan TB didasarkan pada indikator–indikator program penanggulangan TB yang
dilakukan pada tahap akhir program dilakukan. Indikator merupakan alat yang paling efektif
untuk melakukan evaluasi dan merupakan variabel yang menunjukkan keadaan dan dapat
digunakan untuk mengukur terjadinya perubahan. Indikator yang baik harus memenuhi syarat
– syarat tertentu antara lain : valid, sensitive dan specific, dapat dimengerti, dapat diukur dan
dapat dicapai.
Indikator program Penanggulangan TB Paru dapat dianalisa dengan cara :
1) Membandingkan data antara satu dengan yang lain untuk melihat besarnya perbedaan.
2) Menganalisis kecenderungan (trend) dari waktu ke waktu. Untuk mempermudah
analisis data diperlukan indikator sebagai alat ukur kemajuan’ (marker of progress).
Indikator yang baik harus memenuhi syarat-syarat tertentu seperti: Sahih (valid),
Sensitif dan Spesifik (sensitive and specific), Dapat dipercaya (realiable), Dapat
diukur (measureable), Dapat dicapai (achievable).

2.8.Uraian Tugas Pengelola Program Penanggulangan TB Paru


Petugas pengelola program TB paru adalah petugas yang bertangungjawab dan
mengkoordinir seluruh kegiatan dari mulai perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dalam
program TB di Puskesmas. Adapun Tugas Pokok dan Fungsi Petugas Program TB paru di
Puskesmas yaitu : (Depkes RI, 2009)
a. Menemukan Penderita
Adapun tugas pokok petugas pengelola program penanggulangan TB paru, antara
lain
1) Memberikan penyuluhan tentang TBC kepada masyarakat umum
2) Menjaring suspek (penderita tersangka) TBC

13
3) Mengumpul dahak dan mengisi buku daftar suspek
4) Membuat sediaan hapus dahak
5) Mengirim sediaan hapus dahak ke laboratorium
6) Menegakkan diagnosis TB sesuai protap
7) Membuat klasifikasi penderita
8) Mengisi kartu penderita
9) Memeriksa kontak terutama kontak dengan penderita TB BTA (+)
10) Memantau jumlah suspek yang diperiksa dan jumlah penderita TBC yang
ditemukan.
b. Memberikan Pengobatan
1) Menetapkan jenis paduan obat
2) Memberi obat tahap intensip dan tahap lanjutan
3) Mencatat pemberian obat tersebut dalam kartu penderita
4) Menentukan PMO (bersama penderita)
5) Memberi KIE (penyuluhan) kepada penderita, keluarga dan PMO
6) Memantau keteraturan berobat
7) Melakukan pemeriksaan dahak ulang untuk follow-up pengobatan
8) Mengenal efek samping obat dan komplikasi lainnya serta cara
penanganannya
9) Menentukan hasil pengobatan dan mencatatnya di kartu penderita
c. Penanganan Logistik
1) Menjamin ketersediaan OAT di puskesmas
2) Menjamin tersedianya bahan pelengkap lainnya (formolir, reagens, dll)
3) Jaga mutu pelaksanaan semua kegiatan a s/d c

14
BAB III
PEMBAHASAN

Program Penanggulangan (P2) TB Paru di puskesmas Talise dikelola oleh seorang


perawat yang bekerjasama dengan dokter. Kegiatan awalnya berupa penemuan kasus yang
bersifat pasif yaitu penemuan kasus berdasarkan pasien yang datang berobat ke puskesmas
yang memiliki gejala utama seperti batuk lebih dari 3 minggu. Pasien yang memiliki gejala
tersebut akan berstatus suspek yang selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan sputum.
Pemeriksaan sputum dilakuan untuk menjaring pasien yang BTA positif terhadap pasien
suspek. Pemeriksaan sputum dilakukan selama 2 hari berturut-turut yaitu sewaktu/spot
(dahak sewaktu saat kunjungan)-dahak pagi (keesokan harinya)-sewaktu (pada saat
mengantarkan dahak pagi (SPS).
Untuk pemeriksaan sputum di puskesmas Talise hanya sebatas pembuatan spesimen,
karena puskesmas Talise belum memiliki laboratorium sendiri. Spesimen akan di periksa di
laboratorium puskesmas Kamonji karena puskesmas ini yang memiliki laboratorium khusus
TB. Hasil dari pemeriksaan spesimen dapat diperoleh paling lambat 2 hari. Pasien dengan
hasil pemeriksaan sputum BTA positif akan dilakukan pengobatan sesuai kategori
Berdasarkan data rekapitulasi kegiatan penemuan penderita TB Paru di Wilayah kerja
puskesmas Talise. Jumlah penduduk yang termasuk dalam wilayah kerja puskesmas Talise
berjumlah 37.910 orang. Berdasarkan data dari puskesmas talise tahun 2014 kita dapat
menghitung dan menganalisis indikator keberhasilan program sebagai berikut.
1. Angka penjaringan subjek
Adalah jumlah suspek yang diperiksa dahaknya diantara 100.000 penduduk pada suatu
wilayah tertentu dalam 1 tahun. Angka ini digunakan untuk mengetahui upaya penemuan
pasien dalam suatu waktu tertentu.

Bedasarkan rumus diatas ditemukan angka penjaringan subjek 617 per 100.000 penduduk
2. Proporsi pasien TB BTA positiif diantara subjek
Adalah prosentase pasien BTA positif yang ditemukan diantara seluruh suspek yang
diperiksa dahaknya. Angka ini menggambarkan mutu dari proses penemuan sampai
diagnosis pasien, serta kepekaan menetapkan kriteria suspek.

15
Berdasarkan rumus diatas ditemukan proporsi pasien TB BTA positif diantara subjek
adalah 8,55%. Target angka ini sekitar 5-15 %. Sehingga pada puskesmas talise sudah
memenuhi target. Bila angka ini terlalu kecil ( < 5 % ) kemungkinan disebabkan
- Penjaringan suspek terlalu longgar. Banyak orang yang tidak memenuhi kriteria
suspek, atau
- Ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium ( negatif palsu )
Bila angka ini terlalu besar ( > 15 % ) kemungkinan disebabkan :
- Penjaringan terlalu ketat atau
- Ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium ( positif palsu).
3. Proporsi pasien TB paru BTA postitf diantara semua pasien TB paru tercatat/diobati
Adalah prosentase pasien Tuberkulosis paru BTA positif diantara semua pasien
Tuberkulosis paru tercatat. Indikator ini menggambarkan prioritas penemuan pasien
Tuberkulosis yang menular diantara seluruh pasien Tuberkulosis paru yang diobati.

Proporsi pasien TB paru BTA positif deantara semua pasien TB Paru tercatat diobati
adalah 19%. Angka ini tidak mencapai target (< 65%). Ini berarti mutu diagnosis rendah,
dan kurang memberikan prioritas untuk menemukan pasien yang menular (pasien BTA
Positif).
4. Angka kesembuhan (cure rate)
Angka kesembuhan adalah angka yang menunjukkan prosentase pasien baru TB paru BTA
positif yang sembuh setelah selesai masa pengobatan, diantara pasien baru TB paru BTA
positif yang tercatat. Angka kesembuhan dihitung juga untuk pasien BTA positif
pengobatan ulang dengan tujuan:
- Untuk mengetahui seberapa besar kemungkinan kekebalan terhadap obat terjadi di
komunitas, hal ini harus dipastikan dengan surveilans kekebalan obat.
- Untuk mengambil keputusan program pada pengobatan menggunakan obat baris
kedua (second-line drugs).
- Menunjukan prevalens HIV, karena biasanya kasus pengobatan ulang terjadi pada
pasien dengan HIV.

16
Dari rumus diatas didapatkan angka kesembuhan tahun 2014 adalah 75%. Hal ini tidak
mencapai target minimal yaitu > 85%. Hal ini kemungkinan telah terjadi kekebalan
terhadap obat di komunitas yang harus dipastikan dengan surveilans kekebalan obat.
5. Angka keberhasilan pengobatan
Angka kesembuhan adalah angka yang menunjukkan prosentase pasien baru TB paru BTA
positif yang menyelesaikan pengobatan (baik yang sembuh maupun pengobatan lengkap)
diantara pasien baru TB paru BTA positif yang tercatat.

Berdasarkan rumus diatas didapatkan angka keberhasilan pengobatan yaitu 16%. Angka
ini sangat rendah kemungkinan dikarenakan kurangnya pengetahuan masyrakat tentang
pengobatan TB harus tuntas dan kemungkinan karena pasien sudah merasa membaik
keadaannya sehingga menghentikan sendiri pengobatannya.

17
BAB IV
PENUTUP

4.1.Kesimpulan
1. Manajemen program penanggulangan TB mempunyai tiga fungsi pokok yaitu
perencanaan, penggerakan, evaluasi, pengawasan dan pelatihan.
2. Perencanaan digunakan untuk memastikan bahwa sumber daya yang ada saat ini dan
masa yang akan datang dialokasikan dengan efektif dan efisien untuk mencapai
tujuan P2TB.
3. Penggerakan merupakan suatu aktivitas untuk membuat semua petugas TB mau
bekerja sama dan bekerja secara ikhlas serta bergerak untuk mencapai tujuan.
4. Diperlukanpengamatan terus menerus terhadap masukan, waktu pelaksanaan
kegiatan P2 TB dan masalah – masalah yang timbul serta upaya mengatasinya.

4.1.Saran
1. Penyuluhan kesehatan mengenai TB Paru harus lebih sering dilakukan untuk
meningkatkan kunjungan masyarakat ke puskesmas sehingga angka penemuan kasus
bisa dideteksi lebih cepat.
2. Monitoring dan evaluasi pemeriksaan maupun pengobatan TB Paru harus lebih ketat
sehingga penjaringan pasien suspek TB Paru akan lebih baik.
3. Jumlah SDM dalam hal ini petugas P2TB harus ditambah untuk memaksimalkan
program kerja yang telah ditargetkan.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Hiswani, 2004, ‘Tuberkulosis Merupakan Penyakit Infeksi Yang Masih Menjadi Masalah
Kesehatan Masyarakat’, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatra Utara,
Medan.
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002, ‘Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis, Cetakan ke-8’, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit
Dan Penyehatan Lingkungan, 2011, ‘Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis’,
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
4. Girsang, M., 2002, Pengobatan Standar Penderita TBC’, Cermin Dunia Kedokteran 137,
6-8.
5. Permatasari, A., 2005, ‘Pemberantasan Penyakit TB Paru Dan Strategi DOTS’, Bagian
Paru, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatra Utara, Medan.
6. Tim Penyusun. 2011. Profil Kesehatan Puskesmas Labuan Tahun 2011. Dinas Kesehatan
Kabupaten Donggala.

19

Anda mungkin juga menyukai