Anda di halaman 1dari 35

Laporan Kasus Ujian

Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat multipel dan

penggunaan zat psikoaktif lainnya, sindroma ketergantungan (F.19.2),

Gangguan tingkah laku berkelompok (F.91.2) dan Gangguan emosional

masa kanak lainnya (F.93.8)

Oleh :
Gusti Rivanty Sukma Iskandar Putri, S.Ked
1730912320050

Pembimbing
dr. Sherly Limantara, Sp.KJ

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
RSJ SAMBANG LIHUM BANJARMASIN
JANUARI, 2019
LAPORAN PEMERIKSAAN PSIKIATRI

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. M. A

Usia : 13 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat, Tanggal lahir : Samarinda, 5 Agustus 2005

Alamat : Jl. Purna Sakti, Banjarmasin

Pendidikan : Kelas 4 SD

Pekerjaan : Belum bekerja

Agama : Islam

Suku : Banjar

Bangsa : Indonesia

Status Perkawinan : Belum menikah

Berobat Tanggal : 24 Januari 2019

II. RIWAYAT PSIKIATRIK

Diperoleh dari autoanamnesis dengan pasien, heteroanamnesis dengan kedua

orang tua pasien pada hari Kamis tanggal 24 Januari 2019 pukul 16.00 WITA.

A. KELUHAN UTAMA

Ingin berhenti menggunakan obat terlarang

B. KELUHAN TAMBAHAN

Kadang emosional dan sering keluyuran hingga tidak pulang seminggu

1
C. RIWAYAT GANGGUAN SEKARANG

Autoanamnesis

Pasien laki-laki berumur 13 tahun datang ke IGD RSJD Sambang Lihum

bersama kedua orang tua dan adiknya, dengan menggunakan mobil pribadi dan

dalam keadaan terawat. Pasien mengenakan kaos berwarna abu-abu, celana jeans

berwarna hitam dan sandal jepit berwarna merah. Perawakan pasien berkulit sawo

matang, kurus, tidak terlalu tinggi dengan rambut pendek berwarna hitam. Saat

dianamnesis pasien kooperatif. Ketika ditanya alasan yang membuatnya datang

adalah karena ia ingin berhenti menggunakan obat terlarang.

Saat ditanya, pasien datang kesini bersama siapa pasien menjawab diantar

oleh kedua orang tua dan adiknya. Begitu pula saat ditanyakan mengenai nama,

umur, alamat, sekarang sedang di mana, siang atau malam pasien menjawab dengan

benar. Pasien merasa dirinya sedang butuh pengobatan untuk dapat berhenti

menggunakan obat terlarang. Saat ditanya apakah pasien ada mengamuk dan

melukai orang orang lain, pasien menjawab tidak ada.

Saat diminta untuk mengutarakan keluhan, pasien mengatakan bahwa

awalnya ia mulai merokok sejak kelas 4 SD; sekitar 4 tahun yang lalu karena ajakan

teman. Merokok ia lakukan setiap hari dengan jumlah tak menentu, terakhir sekitar

1 minggu yang lalu. Kemudian ia menggunakan lem Fox karena ajakan teman pada

pertengahan tahun 2017. Awalnya lem dimasukkan ke dalam plastik yang

kemudian dihirup bersamaan dengan teman-temannya yang berdomisili di daerah

Teluk Tiram. Satu bulan kemudian, karena merasa tidak cukup, akhirnya ia

menghirup lem tersebut sendirian menggunakan kaleng. Semenjak saat itu, ia rutin

2
menggunakannya setiap hari sebanyak 3-4 kaleng pada tahun 2018 dan mulai

berkurang menjadi 1-2 kaleng per hari. Pasien rutin melakukannya hingga terakhir

4 hari yang lalu. Pasien mengatakan ia mendapatkan rasa nyaman setelah

menghirup lem, sehingga ia rutin melakukannya di dekat jembatan berlima

bersama teman-temannya.

Selain menghirup lem Fox, ia juga mengaku mengonsumsi obat Zenith.

Zenith digunakan saat sebelum bulan puasa tahun 2018; sekitar 8 bulan yang lalu

karena diberi orang dengan iming-iming mencoba. Pasien mengonsumsi 2-3 butir

sekali konsumsi saja, yang kemudian tidak ia lanjutkan lagi. Satu bulan setelahnya,

ia mulai mengonsumsi obat Seledryl dan Samcodin (SS) sebanyak 3 kali dalam

seminggu yang ia campur dengan Zenith. Pasien terakhir mengonsumsinya 1 bulan

yang lalu.

Pasien juga mulai mengonsumsi Sabu 5 ½ bulan yang lalu sebanyak 1-2 kali

sehari selama 5 kali pemakaian. Sabu ia beli sendiri di Teluk Tiram jika ada uang.

Menurut pengakuannya, ia mendapatkan uang dari temannya hasil mencuri yang

kemudian mereka membeli Sabu bersama dengan kisaran harga sekitar 150 – 200

ribu. Saat pemakaian pertama, ia merasa nyaman dan bersemangat. Pasien terakhir

mengonsumsi Sabu 1 bulan yang lalu. Bersamaan atau setelah mengonsumsi Sabu,

ia juga mengonsumsi alkohol 45% yang dijual di warung. Pasien biasanya

mengonsumsi 1 botol alkohol yang dibagi untuk 3-5 orang sebanyak 1 kali sehari.

Terakhir mengonsumsi alkohol 3 minggu yang lalu. Semuanya ia konsumsi secara

berkelanjutan dengan pemakaian yang cendering meningkat.

3
Belakangan ini, pasien mengeluhkan lehernya tegang, dada berdebar,

gelisah terutama saat tidak sedang mengonsumsi obat-obatan. Pasien juga

mengeluhkan sulit tidur sejak 2 hari belakangan, sehingga ia mengonsumsi Antimo

1 keping atau 5 butir untuk tidur. Keluhan tidak disertai dengan mata merah,

pengelihatan kabur, sesak napas, kejang, mual muntah, rasa kebas maupun

kelemahan anggota gerak. Belakangan ini pasien juga sering marah saat ditegur

dalam bentuk ingin menampar tetapi tidak sampai mengamuk. Ia merasa sulit

mengendalikan dirinya.

Pada sekitar tahun 2015 yang lalu, saat pasien masih duduk di kelas 4 SD,

ia menyaksikan ibunya berkelahi dengan salah seorang guru di kelas adiknya.

Perkelahian cukup hebat, yang akhirnya ibu ditahan di dalam penjara selama 6

bulan. Setelah kejadian tersebut, pasien tidak ingin lagi bersekolah dan kemudian

diasuh oleh nenek. Pasien mengemukakan bahwa alasan yang mendasarinya

melakukan hal-hal tersebut adalah kurangnya asuhan ibu yang diiringi dengan

peristiwa perceraian orang tuanya. Dengan melakukan hal-hal tersebut, ia merasa

tenang dan beban pikirannya hilang setelahnya.

Sejak tahun 2017 hingga 2018, ia sudah 5 kali terjerat kasus kriminal yang

berakhir di dalam jeruji besi; 3 kali karena mencuri dan 2 kali lainnya karena

ketahuan ngelem. Pasien tidak ingat bulan pasti ia ditangkap. Pasien pernah bekerja

tetapi kemudian berhenti. Pasien tidak pernah mendengar bisikan dan melihat

bayangan. Saat ditanyakan mengenai motivasi hidup, pasien menjawab tidak tahu.

Kemudian saat ditanya apakah ia ingin melanjutkan sekolah, ia menjawab bahwa

ia sudah tidak memiliki cita-cita sehingga tidak ingin melanjutkannya kembali.

4
Sejauh ini tidak ada niatan maupun ancaman bunuh diri oleh pasien. Pasien

mengonsumsi obat-obatan tersebut sebagai pelarian agar dirinya dapat merasa

senang dan bebas dari tekanan yang selama ini ada. Pasien senang mengonsumsinya

bersama teman-temannya, tidak ada perasaan murung yang berlebihan dan

keinginan mengurung serta bunuh diri.

Heteroanamnesis dengan kedua orang tua pasien (Tn. S dan Ny. M)

Pasien dibawa ke RSJ Sambang Lihum dengan alasan ingin anaknya

berhenti menggunakan obat terlarang. Ibu pasien baru mengetahui bahwa anaknya

kerap menghirup Lem Fox sejak 8 bulan yang lalu. Ia diberitahu oleh teman

anaknya. Ia juga baru mengetahui bahwa anaknya mengonsumsi alkohol 3 bulan

yang lalu. Sebelumnyapun ia tidak tahu bahwa anaknya mengonsumsi obat-obatan

terlarang lainnya seperti Zenith, SS dan Sabu. Menurut pengakuan sang ibu,

anaknya dulunya adalah anak yang baik, rajin sholat dan mengaji serta pintar.

Karenanya ia pernah mendapatkan beasiswa. Namun, setelah ia keluar dari penjara

selama 6 bulan, ia melihat perubahan pada anaknya. Anak kemudian menjadi nakal.

Anaknya tidak pernah mengamuk atau mengganggu warga sekitar, hanya saja

terkadang mengancam ingin memukul saat ditegur.

Menurut orang tua pasien, pasien menjalani hari-harinya seperti orang pada

umumnya. Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri seperti

makan, mandi dan buang air. Sebelumnya, pasien tidak memiliki kebiasan dan

keluhan serupa serta riwayat gangguan kejiwaan lainnya. Namun, anaknya pernah

mengalami sakit kejang demam saat berusia 2 bulan 30 hari. Menurut pengakuan

ibu, anaknya adalah sosok anak yang pendiam dan cukup tertutup, terlebih bahwa

5
ia adalah anak laki-laki yang jarang berkomunikasi dengan orang tuanya, terutama

setelah kedua orang tuanya cerai dan tinggal terpisah. Anak tampak tidak memiliki

tujuan. Selain itu, anak juga diakui merupakan anak yang tidak nurut perkataan

orang tua. Ia sering melawan saat diberi nasihat oleh orang tuanya, terutama oleh

ibu.

Saat ditanya lebih lanjut mengenai perceraian, ibu mengungkapkan bahwa

perceraian terjadi tidak lama setelah ibu dipenjara akibat perkelahian dengan guru

di kelas adik pasien sekitar 3 tahun yang lalu. Ibu tidak menjelaskan alasan utama

mengapa ia bercerai dengan suaminya. Saat ini, ibu sudah menikah lagi dan sedang

mengandung anak dari suami barunya, yang tidak lain adalah ayah tiri pasien yang

menikahinya 1 tahun ½ yang lalu. Ibu tidak bekerja, ayah tiri saat ini bekerja

sebagai buruh bangunan. Penghasilan mereka sangat minim jika harus menghidupi

ketujuh anaknya, sehingga ekonomi mereka tergolong menengah ke bawah. Ayah

tiri tidak memiliki anak dengan riwayat bercerai karena istrinya meninggal karena

sakit.

Saat ibu ditanya mengenai kondisi pasien saat dititpkan kepada neneknya,

ibu menjawab dengan nada rendah seperti layaknya orang kecewa. Ia menjelaskan

bahwa sejak saat itu, anaknya tampak tidak terurus dengan baik, ia dan adik-

adiknya tampak terbengkalai, terlebih saat anak tidak ingin bersekolah lagi. Ia juga

tidak pernah menjenguk ibu di penjara. Selama masa sulit tersebut, ayah kandung

pasien sama sekali hilang tanpa ada kontak sedikitpun. Ibu mengatakan bahwa ayah

kandung bekerja di kapal dan sesaat setelah bercerai, ia pindah ke kota lain.

D. RIWAYAT GANGGUAN SEBELUMNYA

6
a) Riwayat psikiatrik

Pasien menyangkal pernah sakit dan dirawat di RS dengan penyakit tertentu

terutama keluhan mengenai kejiwaan maupun penggunaan obat terlarang.

b) Riwayat penggunaan zat psikoaktif

Adapun riwayat penggunaan obat oleh pasien adalah dengan rincian sebagai

berikut:

Tabel 1.1 Rincian penggunaan zat psikoaktif

Jenis Zat
No Seledryl +
Samcodin
Zenith (SS) Sabu Alkohol Rokok Lem Fox
Pernah Ya
1 pakai Ya Ya Ya Ya Ya
8 bulan 5 ½ bulan 5 ½
yll yll (tahun bulan yll
Pertama kali (tahun 7 bulan yll 2018) (tahun tahun Pertengahan
2 pakai 2018) (tahun 2018) 2018) 2015 tahun 2017
Pakai dalam
1 tahun
3 terakhir Ya Ya Ya Ya ya Ya
Pakai dalam
1 bulan
4 terakhir Tidak Tidak Ya Ya Ya Ya
5 Cara pakai Ditelan Ditelan Ditelan Diminum Dihisap Dihirup
1 bulan yll 1
Pemakaian 1 bulan 3 mnggu minggu
6 terakhir yll 1 bulan yll yll yll 4 hari yll
Dosis 1-2 butir/ 3-4 kaleng
pertama kali 2-3 hari 1 botol Tidak 1-2 kaleng/
7 pakai butir/hari Tidak ingat dibagi 2 tahu hari
Cukup 5 kali
sering; pemakaian
dicampur saja 1 kali Tiap
8 Frekuensi dengan Cukup Tiap hari
sehari hari
SS sering;
3x/ minggu

c) Riwayat penyakit dahulu (medis)

7
Menurut ibu pasien, pasien pernah kejang yang didahului demam tinggi saat

berusia 2 bulan 30 hari. Muntah-muntah hebat bahkan trauma kepala

disangkal.

d) Riwayat kepribadian sebelumnya

Sebelumnya, pasien menurut ibu pasien merupakan anak yang baik, pintar,

rajin beribadah dan mengaji. Pasien diakui keluarga sebagai pribadi yang

cukup tertutup jarang menceritakan mengenai masalah dirinya ataupun

keluarganya kepada orang lain. Namun terkadang, pasien juga dapat

melawan perkataan orang tua, terutama saat ditegur oleh ibunya dan saat

diolok-olok oleh teman sebayanya.

E. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI

a) Riwayat Prenatal

Pasien lahir normal, cukup bulan, dan langsung menangis dengan dibantu

oleh bidan. Selama hamil, ibu tidak memiliki riwayat penyakit dan pasien

merupakan anak yang diinginkan.

b) Riwayat Infanticy/Masa Bayi (0-1,5 tahun) Basic Trust vs Mistrust

Pasien diberi ASI sejak pertama kali sampai berumur 1 tahun. Menurut ibu

pasien, pertumbuhan dan perkembangan pasien sesuai dengan usia pasien.

Pasien mendapatkan kasih sayang dari ibu dan ayah pasien.

c) Riwayat Early Childhood/ Masa kanak (1,5-3 tahun) Autonomy vs

shame and doubt

Menurut ibu pasien, pasien perkembangannya terlihat seperti anak yang

lainnya, pasien aktif, dan diasuh sendiri oleh kedua orang tuanya. Pasien

8
diberi kebebasan dalam bermain namun masih dalam pengawasan orang

tua.

d) Riwayat Pre School Age/ Masa Prasekolah (3-6 Tahun) Initiative Vs

Guilt

Menurut ibu pasien, pasien mulai berteman dengan teman sebaya dan

pertumbuhan serta perkembangan pasien sesuai usia.

e) Riwayat School Age/masa sekolah (6-12 tahun) Industry vs Inferiority

Pasien mulai memasuki masa sekolah. Di sekolah, pasien dapat belajar

dengan baik dan menjalani sekolahnya seperti anak-anak normal lainnya.

Pasien sempat mendapatkan beasiswa. Ibu pasien mengatakan bahwa

pasien berhenti sekolah saat kelas 4 SD dan akhirnya pasien tinggal

bersama nenek.

f) Riwayat Adolescence (12-20 tahun) Identity vs Role diffusion/Identity

Confusion

Menurut ibu pasien, pasien bersekolah sampai kelas 4 SD, pasien adalah

anak yang pintar dan rajin, sehingga ia tidak pernah tinggal kelas. Sejak usia

12 tahun, tepatnya setelah ibu keluar dari penjara, anak terlihat sangat

berubah. Selain karena anak sudah tidak bersekolah, kelakuan serta

pergaualannya pun berubah. Dimulai dari kebiasaan merokok, ngelem

hingga mengonsumsi obat-obatan terlarang lainnya. Pasien juga pernah

mencuri hingga ditangkap oleh pihak kepolisian.

F. RIWAYAT MASA DEWASA

9
1. Riwayat pendidikan : menurut pasien, pasien bersekolah sampai kelas 4 SD

yang kemudian berhenti karena ada masalah.

2. Riwayat pekerjaan : Pasien sebelumnya pernah bekerja di perusahaan plastik

selama 1 minggu yang kemudian berhenti.

3. Riwayat perkawinan : Pasien belum menikah

4. Riwayat keagamaan : Dulunya, pasien rajin beribadah dan mengaji. Namun

sekarang, pasien menjadi jarang sholat dan tidak pernah mengaji.

5. Riwayat psikoseksual : Tidak terdapat perilaku psikoseksual yang

menyimpang.

6. Riwayat aktivitas sosial : Sebelum pasien terkena gangguan, pasien bisa

bersosialisasi baik dengan teman sebaya, orang yang lebih tua maupun

tetangga. Namun, sekarang pasien terlihat hanya berkumpul dengan teman-

temannya saja

7. Riwayat hukum : Pasien pernah terlibat dalam kasus hukum; sebanyak 5 kali

ditangkap polisi karena kasus seputar mencuri dan menhirup lem Fox.

8. Riwayat penggunaan waktu luang : Menurut pasien pada saat ini, pasien

mengisi waktu luang dengan berjalan bersama teman-temannya dan terkadang

menginap di rumah salah satu teman di daerah Teluk Tiram hingga satu minggu

tidak pulang.

9. Riwayat kehidupan sekarang : Sekarang pasien tinggal satu rumah bersama

ibu pasien, ayah tiri pasien, dan keenam orang adik pasien yang terakhir. Pasien

jarang berada di rumah karena mengaku bosan dan tidak cocok dengan

keluarga terutama ayah tiri pasien dan keadaan ekonomi keluarganya.

10
10. Riwayat keluarga :

Pasien tinggal di rumah bersama ibu dan ayah tiri. Pasien merupakan anak

pertama dari 7 bersaudara dengan 6 orang adik laki-laki. Menurut pasien,

ibunya adalah orang yang baik dengan perhatian yang cukup kepada kedua

anaknya, begitu pula ayah tirinya yang merupakan sosok yang baik dan cukup

perhatian. Namun, pasien mengaku kurang cocok dengan ayah tiri karena

sebab yang tidak bisa dijelaskan. Keluarga lainnya tidak mempunyai keluhan

dan kebiasaan yang serupa dengan pasien.

11. Persepsi pasien tentang kehidupannya : Pasien merasa dirinya sakit dan

sedang membutuhkan pengobatan agar dapat berhenti menggunakan obat-obat

yang sudah disebutkan. Pasien memiliki cita-cita untuk menjadi orang yang

sukses, keinginan untuk membahagiakan kedua orang tuanya. Pasien memiliki

beberapa hal yang membuatnya jengkel; seperti kenyataan bahwa orang tuanya

berpisah dan kemudian sang ibu menikah lagi dengan laki-laki lain yang ia

tidak begitu cocok, lalu saat dimana ia merasa banyak diolok-olok oleh orang

lain tentang kehidupan dan status edukasinya. Oleh karena itu, caranya

mengatasi atau melarikan diri dari hal-hal tersebut adalah dengan

menggunakan obat-obat terlarang seperti yang sudah disebutkan.

12. Impian, fantasi dan nilai-nilai : Pasien tidak memiliki impian yang berlebih,

hanya saja pasien ingin benar-benar bebas dari penggunaan obat-obatan

terlarang seperti yang saat ini sedang ia gunakan.

11
Genogram

Keterangan :

: laki-laki : pasien : tinggal serumah

: perempuan : cerai

III. STATUS MENTAL

A. Deskripsi Umum

1. Penampilan:

Saat datang ke IGD RSJ Sambang Lihum pasien datang bersama kedua orang

tua serta adik pasien dengan keadaan terawat menggunakan kaos berwarna abu-abu,

celana jeans berwarna hitam dan sandal jepit berwarna merah. Pasien tampak

terawat.

2. Perilaku dan aktivitas psikomotorik : Normoaktif, riwayat agresivitas

verbal

3. Sikap terhadap pemeriksa : Kooperatif

B. Keadaan Emosi

1. Mood : Stabil, adekuat

2. Afek : Luas, adekuat (sedih)

12
3. Keserasian : Serasi

C. Gangguan Persepsi

1. Halusinasi A/V/H/G/T/O : -/-/-/-/-/-

2. Ilusi A/V/G/T/O : -/-/-/-/-

3. Depersonalisasi : tidak ada

4. Derealisasi : tidak ada

D. Pembicaraan

 Kualitatif : spontan, relevan, artikulasi jelas, dan intonasi cukup

 Kuantitatif : cukup, logore (-), blocking (-)

E. Proses pikir

 Bentuk pikir : Realistik

 Arus pikir : Koheren

 Isi pikir : Waham (-), Obsesi (-), Fobia (-), Preokupasi

masalah NAPZA, rasa putus asa (+), tak berdaya (-), ide bunuh diri (-)

G. Sensorium dan kognitif

1. Kesadaran : Jernih, Composmentis

2. Orientasi

a. Waktu : baik

b. Tempat : baik

c. Orang : baik

3. Daya ingat

a. Jangka segera : baik

b. Jangka pendek : baik

13
c. Jangka menengah : baik

d. Jangka panjang : baik

4. Konsentrasi : baik

5. Perhatian : baik

6. Kemampuan membaca dan menulis : baik

7. Kemampuan visuospasial : baik

8. Pikiran abstrak : Kurang baik

9. Kapasitas intelegensia : Kurang baik; Sesuai dengan tingkat

pendidikan (hanya sampai kelas 4 SD)

10. Bakat kreatif : Tidak ada

11. Kemampuan menolong diri sendiri : Baik

G. Kemampuan Pengendalian Impuls : Pasien kurang bisa mengendalikan

emosi karena pasien sering mengancam ingin memukul apabila keinginannya tidak

dituruti dan apabila ada yang menegur pasien.

H. Daya Nilai

Daya norma sosial : baik

Uji daya nilai : baik

Penilaian realita : baik

Tilikan :5

I. Taraf Dapat Dipercaya : Dapat dipercaya

IV. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT

1. Status Interna :

14
Tekanan darah : 110/80 mmHg

Nadi : 80 kali /menit, reguler, kuat angkat

Respirasi : 18 kali/menit

Suhu : 36,8 oC

SpO2 : 99% tanpa oksigen

 Kulit

Inspeksi : tidak terdapat anemis, purpura, ikterik, hiperpigmentasi

Palpasi : nodul (-), sklerosis (-), atrofi (-)

 Kepala dan Leher

Inspeksi : normosefali

Palpasi : tidak terdapat pembesaran KGB, tidak ada peningkatan

JVP

Auskultasi : tidak ada bruit

 Mata

Inspeksi : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), perdarahan

(-/-), mata berair (-/-), ptosis(-/-), pandangan kabur (-/-),

pupil isokor kiri dan kanan.

Funduskopi : tidak dilakukan

 Telinga

Inspeksi : serumen minimal, sekret (-/-)

Palpasi : nyeri mastoid (-/-)

 Hidung

Inspeksi : epistaksis (-/-)

15
Palpasi : nyeri (-/-)

 Mulut

Inspeksi : hipersalivasi (-), perdarahan gusi (-), pucat (-), sianosis

(-), stomatitis (-), leukoplakia (-)

 Toraks

Inspeksi : gerak dada simetris antara kanan dan kiri

Palpasi : fremitus vokal simetris

Perkusi : sonor

Auskultasi : suara napas vesikuler, wheezing (-/-), ronki (-/-)

 Jantung

Inspeksi : iktus tidak tampak

Palpasi : iktus teraba pada ICS V midclavicula sinistra

Perkusi : batas kanan ICS IV linea sternalis dekstra

batas kiri ICS V linea midklavikula sinistra

Auskultasi : S1S2 tunggal, irama regular, murmur (-), gallop (-)

 Abdomen

Inspeksi : bentuk permukaan abdomen cembung

Auskultasi : peristaltik usus (+) normal 5x/menit

Perkusi : timpani

Palpasi : shifting dullness (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)

massa (-), nyeri tekan (-)

 Punggung

16
Inspeksi : skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-)

Palpasi : nyeri (-), nyeri ketok ginjal (-)

 Ekstremitas

Inspeksi : Gerak sendi normal, deformitas (-), kemerahan (-),

varises (-)

Palpasi : panas (-), nyeri (-), massa (-), edema (-)

2. Status Neurologis

Nervus I-XII : Tidak terdapat defisit neurologis

Rangsang meningeal : tidak ada

Gejala peningkatan TIK : tidak ada

Refleks fisiologis : dalam batas normal

Refleks patologis : tidak ada

3. Pemeriksaan Penunjang

Tabel 1.2 Hasil pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan


HEMATOLOGI
Hemoglobin 12.9 14.00 - 22.00 g/dl
Leukosit 10.2 4.00-10.5 ribu/ul
Eritrosit 4.55 3.40-5.50 juta/ul
Hematokrit 35.2 35.00-50.00 vol%
Trombosit 313 150-450 ribu/ul
RDW-CV 16.6 12.1-14.0 %
MCV, MCH, MCHC
MCV 77.5 75.0-96.0 Fl
MCH 27.0 28.0-32.0 Pg
MCHC 39 33.0-37.0 %
HITUNG JENIS
Gran% 35 50.0 - 81.0 %
Limfosit% 45 20.0 - 40.0 %
Monosit% 9.1 2.0 - 40.0 %

17
KIMIA
GULA DARAH
Glukosa darah sewaktu 103 < 200 mg/dl
SGOT 33 0-46 u/l
SGPT 30 0-45 u/l
Ureum 15 10 - 50 mg/dl
Creatinin 0,6 0.7-1.4 mg/dl

V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA

Anamnesis :

 Berdasarkan pengakuan pasien, ia sadar betul bahwa ia sedang butuh

pengobatan untuk dapat berhenti menggunakan obat-obatan terlarang.

 Awalnya, pasien merupakan anak yang baik, rajin belajar, sholat dan mengaji.

Pergaulannya pun masih tergolong baik sampai ia kelas 4 SD.

 Pada awal tahun 2016, tepatnya pada saat pasien duduk di kelas 4 SD, ia

menyaksikan keributan yang terjadi antara ibunya dengan salah seorang guru

di kelas adiknya. Kejadian tersebut berakhir bahwa sang ibu harus dipernjara

selama 6 bulan dan membuat trauma yang cukup besar bagi pasien. Oleh

karena itu, pasien memutuskan untuk tidak melanjutkan sekolah dan tinggal

bersama neneknya.

 Selama pasien jauh dari asuhan ibu, dan dibarengi oleh keaadaan keluarga yang

pecah akibat perceraian kedua orang tuanya, pasien mulai mencari lingkungan

tempat ia menghabiskan waktu sehari-hari. Sejak pertengahan tahun 2017,

pasien diajak oleh teman-temannya untuk mulai menghirup lem Fox bersamaan.

Awalnya ia hanya menhirup dari lem yang dimasukkan ke dalam plastik.

Namun, kemudian konsumsinya berangsur ia tingkatkan menjadi 3-4 kaleng

18
dalam sehari untuknya sendiri. Dalam satu minggu belakangan, konsumsi ia

turunkan menjadi 1-2 kaleng per hari untuknya sendiri. Terakhir konsumsi

adalah 4 hari yang lalu.

 Pasien mengonsumsi Zenith sejak sekitar 8 bulan yang lalu sebanyak 2-3 butir

per hari yang penggunannya ia campur dengan Seledryl dan Samcodin (SS).

Penggunaan SS sejak sekitar 7 bulan yang lalu yang ia lupa sebanyak apa

pemakaiannya. Pengonsumsian terakhir keduanya adalah 1 bulan yang lalu.

 Selain itu, pasien juga mengonsumsi sabu dan alkohol secara bersamaan sejak

sekitar 5 ½ bulan yang lalu. Sabu dikonsumsi sebanyak 1-2 butir per hari yang

hanya ia konsumsi sebanyak 5 kali. Alkohol 45% ia beli di warung bersama

teman-temannya, satu botol ia bagi berdua dengan temannya.

Pengonsumsiannya adalah sebanyak 1 kali sehari. Sabu dan alkohol terakhir ia

konsumsi adalah berturut-turut 1 bulan dan 3 minggu yang lalu.

 Setelah ibu keluar dari penjara, ia mulai menyadari bahwa anaknya mulai

menunjukkan perubahan, seperti menjadi lebih emosional terutama saat ditegur

dan dinasihati serta diolok-olok oleh teman sebayanya, sering melawan orang

tua, sering keluar rumah, keluyuran hingga tidak pulang selama satu minggu.

Selama tahun 2017 hingga 2018, pasien pernah sebanyak 5 kali tertangkap

polisi; 3 kali karena mencuri, 2x karena ngelem selama sekitar 3-5 hari setiap

kalinya.

 Satu minggu belakangan, pasien mengeluhkan leher tegang, dada berdebar dan

sulit tidur, terutama dalam 2 hari belakangan. Sehingga ia mengonsumsi

Antimo 1 keping atau 5 butir sekaligus agar dapat tidur. Keluhan lainnya

19
disangkal. Selain itu, ia juga ingin mendapatkan pengobatan dan perawatan

yang lebih ketat agar dapat terbebas dari penggunaan obat-obatan terlarang.

Atas niat tersebut, ia bersama kedua orang tuanya datang ke ke RSJ Sambang

Lihum dan mulai di rawat inap pada bulan Januari 2019.

VI. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL

1. Aksis I : F.19.2; Gangguan mental dan perilaku akibat

penggunaan zat multipel dan penggunaan zat psikoaktif lainnya, sindroma

ketergantungan + F.91.2; Gangguan tingkah laku berkelompok + F.93.8;

Gangguan emosional masa kanak lainnya.

2. Aksis II : Z 03.2 Tidak ada diagnosis pada aksis II

3. Aksis III : None. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan neurologis

tidak ditemukan kelainan sehingga aksis III tidak ada diagnosis

4. Aksis IV : Masalah psikososial dan lingkungan lain, riwayat

masalah hukum

5. Aksis V : GAF Scale 60-51. Gejala sedang (moderate), disabilitas

sedang.

VII. DAFTAR MASALAH

1. Organobiologik

Pasien tidak memiliki masalah terkait fisik

2. Psikologik

Perilaku dan aktivitas psikomotor dalam batas normal, ekspresi afektif datar,

kontak ada dan wajar, empati dapat dirabarasakan, tidak ada halusinasi audio

20
dan visual, tidak ada waham diancam dan kebesaran, taraf dapat dipercaya dan

tilikan derajat 5.

3. Sosiologik

Sering mengancam ingin memukul saat pasien ditegur oleh orang tua,

khusunya ibu dan pada saat ada yang mengolok-olok dirinya. Belakangan ini

pasien juga sering keluyuran bersama teman-temannya yang berdomisili di

Teluk Tiram hingga tidak pulang selama satu minggu. Teman-teman ini

bukanlah yang ia kenal langsung, melainkan teman-teman yang dikenalkan

oleh teman yang lain. Pendidikan bervariasi, beberapa tidak melanjutkan

sekolah setelah tamat SD, beberapa duduk di bangku SMP dan beberapa ada

yang masih duduk di kelas 5 SD. Lingkungan rumah tempat tinggal teman-

temanya merupakan lingkungan yang agak kumuh, jauh dari jalan raya. Ia

tinggal bersama orang tua yang bekerja di pasar subuh sehingga membuat

mereka lebih leluasa ketika orang tua sudah berangkat.

VIII. PROGNOSIS

Diagnosis penyakit : dubia ad bonam

Ciri kepribadian : dubia ad bonam

Stressor : dubia ad malam

Gangguan sistemik : dubia ad bonam

Perjalan penyakit : dubia ad malam

Usia saat menderita : dubia ad malam

Pendidikan : dubia ad malam

Lingkungan sosial : dubia ad malam

21
Pengobatan psikiatri : dubia ad bonam

Ekonomi : dubia ad malam

Kesimpulan : dubia ad malam

IX. RENCANA TERAPI

1. Psikofarmaka

P.O Clozapine 25 mg 2 x ½ tablet ( ½ - 0 - ½)

P.O Paracetamol 500 mg (1 - 0 – 0)

2. Psikoterapi

a. Psikoterapi suportif, untuk memperkuat mekanisme defens (pertahanan) pasien

terhadap stress.

b. Psikoterapi reedukatif, untuk meningkatkan pengetahuan pasien terhadap

penyakitnya, meningkatkan pengetahuan keluarga untuk mendukung

kesembuhan pasien, dan mengembangkan kemampuan pasien untuk

menunjang kesembuhan.

c. Psikoterapi rekonstruktif, untuk dicapainya tilikan akan konflik-konflik

nirsadar dengan usaha untuk mencapai perubahan struktur luas kepribadian.

3. Rehabilitasi : Sesuai bakat dan minat pasien

4. Sosioterapi

Memberikan penjelasan kepada pasien, keluarga pasien dan orang-orang di

sekitarnya. Sehingga dapat menerima dan menciptakan suasana lingkungan yang

membantu.

22
X. DISKUSI

Laporan kasus ini mengangkat sebuah kasus An. MA, 13 tahun yang datang

ke IGD RSJ Sambang Lihum tanggal 24 Januari 2019 dengan keluhan ingin

berhenti mengonsumsi obat-obatan terlarang. Kebiasaan ini bearawal sejak tahun

2015 silam saat pasien memulai dengan rokok yang ia hisap setiap hari hingga

terakhir satu minggu yang lalu, kemudian di pertengahan tahun 2017 pasien mulai

mengikuti ajakan temannya untuk menghirup Lem Fox yang awalnya hanya ia

hirup dengan menggunakan plastik, lama-kelamaan meningkat hingga ia hirup

sebanyak 3-4 kaleng sehari untuknya sendiri. Pengonsumsian terakhir adalah 4 hari

yang lalu. Di pertengahan tahun 2018, tepatnya sekitar 8 bulan yang lalu, ia mulai

mengonsumsi Zenith sebanyak 2-3 butir per harinya yang ia barengi dengan

mengonsumsi Seledryl dan Samcodin (SS) setiap harinya. Satu bulan kemudian, ia

mulai mengonsumsi Sabu dan alkohol. Sabu ia konsumsi 1-2 butir per harinya dan

alkohol ia konsumsi bersama temannya. Diakui oleh pasien bahwa keinginannya

untuk terus mengonsumsi beberapa atau bahkan seluruh obat tersebut adalah sangat

besar. Dilihat dari keinginannya untuk selalu mendapatkannya, seperti halnya Sabu.

Ia harus rela mencuri untuk dapat mendapatkan uang agar dapat tetap mengonsumsi

Sabu. Jika ia tidak mengonsumsinya, ia merasa gelisah dan lebih emosional

sehingga sulit untuk mengontrol dirinya. Pasien terjerat kasus criminal selama 5

kali. Berdasarkan hasil anamnesis serta pemeriksaan status mental, dan merujuk

pada kriteria diagnostik dari PPDGJ III, penderita dalam kasus ini dapat didiagnosa

sebagai gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat dengan keadaan

sindrom ketergantungan (F.19.2).1,2

23
Pada pasien ditemukan 3 gejala menurut pedoman diagnostik PPDGJ III

yang secara umum telah terpenuhi yaitu:3

 Adanya keinginan yang kuat atau dorongan yang memaksa (kompulsi)

untuk menggunakan zat psikoaktif.

 Kesulitan dalam mengendalikan perilaku menggunakan zat seperti usaha

penghentian dalam menggunakan zat terlarang.

 Adanya keadaan putus zat secara fisiologis ketika penghentian

penggunaan zat atau pengurangan, terbukti dengan adanya gejala putus

zat yang khas.

Penyalahgunaan zat adalah suatu perilaku mengonsumsi atau menggunakan

zat-zat tertentu yang dapat mengakibatkan bahaya pada diri sendiri maupun orang

lain. Menurut DSM, penyalahgunaan zat melibatkan pola penggunaan berulang

yang menghasilkan konsekuensi yang merusak. Konsekuensi yang merusak bisa

termasuk kegagalan untuk memenuhi tanggung jawab utama seseorang, seperti

sebagai pelajar, sebagai pekerja, atau sebagai orang tua, menempatkan diri dalam

situasi di mana penggunaan zat secara fisik berbahaya, seperti mencampur

minuman dan penggunaan obat. Berhadapan dengan masalah hukum berulang kali

yang meningkat karena penggunaan obat. Memiliki masalah sosial atau

interpersonal yang kerap muncul karena penggunaan zat, seperti berkelahi karena

mabuk.1,2

Dalam DSM-IV-TR ketergantungan dan penyalahgunaan merupakan

manifestasi fisik dan psikologis dari penyakit akibat penggunaan obat-obatan yang

menyebabkan ketergantungan atau disalahgunakan. Kedua hal tersebut merupakan

24
masalah perilaku. Dengan kata lain, masalahnya bukan terletak pada obat-obatan

tersebut, tapi pada cara orang yang memakai obat-obatan tersebut.3,4

Santrock (1999) menyebutkan jenis ketergantungan menjadi 2 jenis,

meliputi:

a. Ketergantungan psikologis adalah kondisi ketergantungan yang

ditandai dengan stimulasi kognitif dan afektif yang mendorong konatif

(perilaku). Stimulasi kognitif tampak pada individu yang selalu

membayangkan, memikirkan, dan merencanakan untuk dapat

menikmati zat tertentu. Stimulasi afektif adalah rangsangan emosi yang

mengarahkankan individu untuk merasakan kepuasan yang pernah

dialami sebelumnya. Kondisi konatif merupakan hasil kombinasi dari

stimulasi kognitif dan afektif. Dengan demikian, ketergantungan

psikologis ditandai dengan ketergantungan pada aspek-aspek kognitif

dan afektif.

b. Ketergantungan fisiologis adalah kondisi ketergantungan yang ditandai

dengan kecenderungan putus zat. Kondisi ini seringkali tidak mampu

dihambat atau dihalangi pecandu mau tidak mau harus memenuhinya.

Dengan demikian orang yang mengalami ketergantungan secara

fisiologis akan sulit dihentikan atau dilarang untuk mengonsumsinya.

Penyalahgunaan zat terbagi menjadi coba-coba (eksperimental),

rekreasional, situasional, abuse hingga akhirnya ketergantungan. Pada awalnya

pasien masuk ke dalam kategori coba-coba saat ia diajak oleh teman-temannya.

Kemudian naik ke tingkatan penggunaan situasional, di mana penggunaan ini

25
sebagai cara melarikan diri dari masalah, konflik, stress karena kehilangan sosok

motivator hidup yaitu ayahnya. Namun, sayangnya pada pasien ini tidak dapat

digali lebih lanjut apakah dirinya sampai di tingkatan ketergantungan fisik maupun

psikis, di mana ketergantungan fisik ditandai dengan adanya toleransi dan sindroma

putus zat.5

NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah

bahan/zat/obat yang bila masuk kedalam tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh

terutama otak/susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan

fisik, psikis, dan fungsi sosialnya karena terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta

ketergantungan (dependensi) terhadap NAPZA. Istilah NAPZA umumnya

digunakan oleh sektor pelayanan kesehatan, yang menitik beratkan pada upaya

penanggulangan dari sudut kesehatan fisik, psikis, dan sosial. NAPZA sering

disebut juga sebagai zat psikoaktif, yaitu zat yang bekerja pada otak, sehingga

menimbulkan perubahan perilaku, perasaan, dan pikiran.2,5,6

Jenis NAPZA yang sering disalahgunakan:

1. Narkotika (Menurut Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 1997 tentang

Narkotika).

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan

tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan

penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai

menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan yang

dibedakan ke dalam golongan-golongan:

26
 Narkotika Golongan I: Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk

tujuan ilmu pengetahuan, dan tidak ditujukan untuk terapi serta

mempunyai potensi sangat tinggi menimbulkan ketergantungan,

(Contoh : heroin/putauw, kokain, ganja).

 Narkotika Golongan II: Narkotika yang berkhasiat pengobatan

digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi

atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi

tinggi mengakibatkan ketergantungan (Contoh : morfin, petidin)

 Narkotika Golongan III: Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan

banyak digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu

pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan

ketergantungan (Contoh : kodein)

Narkotika yang sering disalahgunakan adalah Narkotika Golongan I :

- Opiat : morfin, herion (putau), petidin, candu, dan lain-lain

- Ganja atau kanabis, marihuana, hashis

- Kokain, yaitu serbuk kokain, pasta kokain, daun koka.

2. Psikotropika (Menurut Undang-undang RI No.5 tahun 1997 tentang

Psikotropika).

Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan

Narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada

susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas

mental dan perilaku. Psikotropika dibedakan dalam golongan-golongan

sebagai berikut.

27
 Psikotropika Golongan I: Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk

kepentingan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta

mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.

(Contoh : ekstasi, shabu, LSD)

 Psikotropika Golongan II: Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan

dapat digunakan dalam terapi, dan/atau tujuan ilmu pengetahuan serta

menpunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. (Contoh

amfetamin, metilfenidat atau ritalin)

 Psikotropika Golongan III : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan

banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan

serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan

(Contoh: pentobarbital, Flunitrazepam).

 Psikotropika Golongan IV : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan

sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan

serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindrom ketergantungan

(Contoh: diazepam, bromazepam, Fenobarbital, klonazepam,

klordiazepoxide, nitrazepam, pil Koplo). Psikotropika yang sering

disalahgunakan antara lain :

- Psikostimulansia : amfetamin, ekstasi, shabu - Sedatif & Hipnotika (obat

penenang, obat tidur):

- Halusinogenika: Iysergic acid dyethylamide (LSD), mushroom.

3. Zat Adiktif Lain

28
Yang dimaksud disini adalah bahan/zat yang berpengaruh psikoaktif diluar

yang disebut Narkotika dan Psikotropika, meliputi :

 Minuman berakohol, Mengandung etanol etil alkohol, yang berpengaruh

menekan susunan syaraf pusat, dan sering menjadi bagian dari kehidupan

manusia sehari-hari dalam kebudayaan tertentu. Jika digunakan sebagai

campuran dengan narkotika atau psikotropika, memperkuat pengaruh

obat/zat itu dalam tubuh manusia. Ada 3 golongan minuman berakohol,

yaitu :

- Golongan A : kadar etanol 1-5%, (Bir)

- Golongan B : kadar etanol 5-20%, (Berbagai jenis minuman anggur)

- Golongan C : kadar etanol 20-45 %, (Whiskey, Vodca, TKW, Manson

House, Johny Walker, Kamput.)

 Inhalansia (gas yang dihirup) dan solven (zat pelarut) mudah menguap

berupa senyawa organik, yang terdapat pada berbagai barang keperluan

rumah tangga, kantor dan sebagai pelumas mesin. Yang sering disalah

gunakan, antara lain: Lem, thinner, penghapus cat kuku, bensin.

 Tembakau: Pemakaian tembakau yang mengandung nikotin sangat luas di

masyarakat. Pada upaya penanggulangan NAPZA di masyarakat,

pemakaian rokok dan alkohol terutama pada remaja, harus menjadi bagian

dari upaya pencegahan, karena rokok dan alkohol sering menjadi pintu

masuk penyalahgunaan.4,5,6

Pada pasien ini, obat yang digunakan adalah Zenith (di mana mengandung

Paracetamol 160 mg, Karisoprodol 200 mg dan Cafein 32 mg), Sabu, alkohol,

29
rokok dan lem Fox (polivinil asetat). Karisoprodol yang terkandung di dalam obat

zenith memiliki efek farmakologis sebagai muscle relaxan yang bekerja singkat dan

di dalam tubuh akan segera dimetabolisme menjadi metabolit berupa senyawa

meprobramat yang dapat menimbulkan efek sedatif. Meprobramat merupakan

depresan system saraf pusat dan digunakan untuk menangani gejala ganggua cemas.

Selain karisoprodol, paracetamol yang terkandung memiliki efek analgetik ringan

sehingga digunakan dengan harapan dapat mengatasi nyeri-nyeri badan dan badan

menjadi bugar.5

Pasien juga mengakui sering menggunakan zat terlarang berupa Sabu atau

dalam istilah medis disebut dengan metamphetamine. Sabu atau methamphetamine

adalah obat atau senyawa stimulansia sistem saraf pusat. Obat ini merupakan

golongan stimulant berupa metilferidat yang sering digunakan pada penderita

ADHD (attention deficit hyperactivity disorder) pada anak anak dan dewasa.

Seperti halnya amphetamine, methamphetamine dalam menyebabkan peningkatan

aktivitas dan stimulasi otak, nafsu makan berkurang, serta efek menyenangkan atau

yang disebut dengan euphoria. Oleh karena itu, penggunaan obat ini seringkali

disalahgunakan.6,7

Efek jangka pendek penggunaan obat methamphetamine secara berlebihan

ialah peningkatan rasa waspada, peningkatan aktivitas fisik, nafsu makan

berkurang, penurunan rasa lelah, euphoria, peningkatan tekanan darah dan

frekuensi detak jantung. Sedangkan efek jangka panjang dapat berakibat sindrom

ketergantungan, adanya defisit pada fungsi sensorik dan motorik, hilang ingatan,

ansietas, kebingungan, insomnia, gangguan mood, dan gangguan tingkah laku.

30
Sering kali juga didapatkan gejala psikotik diantaranya paranoia, halusinasi

auditorik dan visual, dan adanya delusi. Gejala psikotik ini kadang-kadang dapat

terjadi dalam jangka waktu berbulan-bulan hingga tahun saat pasien menghentikan

penggunaan obat methamphetamine.

Diagnosis Gangguan Berkaitan dengan Penggunaan Zat7,8

Berikut beberapa keadaan gangguan akibat penggunaan zat:

1. Intoksikasi akut – Keracunan zat akibat masuknya suatu zat ke dalam

tubuh yang mempengaruhi system saraf pusat dan menimbulkan berbagai

efek kognitif dan perilaku maladaptif.

2. Penggunaan yang merugikan (harmful use)

3. Sindrom ketergantungan – menggunakan zat/ oba dalam dosis yang cukup

besar dan berlangsung terus-menerus

4. Keadaan putus zat

5. Keadaan putus zat dengan delirium – setelah putus zat terjadi gangguan

mental yang ditandai dengan ilusi, halusinasi, ketegangan otak,

kegelisahan fisik.

6. Gangguan psikotik – gangguan yang disertai dengan disintegrasi

kepribadian dan gangguan kontak dengan kenyataan

7. Sindrom amnestik – hilangnya memori yang parah atas berbagai peristiwa

yang belum lama berselang maupun yang sudah lama terjadi

8. Gangguan psikotik residual atau onset lambat.

Gejala-gejala yang ditimbulkan oleh penggunaan zat Alkohol7,8

31
 Intoksikasi idiosinkratik – terjadi perubahan tingkah laku akibat

pemakaian alkohol yang jumlahnya relative kecil, timbul dalam beberapa

jam setelah pemakaian

 Lepas alkohol – terjadi pada orang yang telah meminum alkohol setiap

hari selama beberapa bulan, kemudian berhenti. Kejadiannya antara 12-72

jam dari saat minum terakhir. Gejalanya gemetar, halusinasi, kejang serta

delirium tremens dengan gejala confuse, ilusi, delusi, agitasi, insomnia,

nafas pendek, artimia hingga kematian.

Psikofarmaka dan Psikoterapi8

Pada kasus dengan intoksikasi NAPZA, hal pertama adalah bertujuan

menangani kondisi akut termasuk gaduh gelisah. Pasien yang telah menunjukkan

perbaikan setelah ditangani dapat dilanjutkan dengan perawatan rawat inap atau

detoksifikasi. Detoksifikasi bertujuan menghilangkan gejala putus zat. Lama fase

ini adalah sekitar 1-3 minggu tergantung jenis zat dan gejala pasien.

Pasien ini dianjurkan untuk mendapat terapi farmakologis berupa obat

Clozapine 25 mg 2x½ tablet ( ½ -0- ½) untuk mengatasi gejala yang muncul akibat

ketergantungan dengan zat methamphetamine, dalam hal ini adalah untuk

memunculkan efek sedasi dan tidak memberikan efek samping EPS. Serta

dianjurkan juga mendapatkan terapi non farmakologi psikoterapi berupa terapi

keluarga dan masyarakat agar dapat menerima keadaan penderita dengan tidak

menimbulkan stressor baru yang berkepanjangan, melainkan dapat menciptakan

suasana yang kondusif untuk kesembuhan pasien.4,8,9

32
Detoksifikasi8,9

Detoksifikasi merupakan langkah pertama dalam upaya menolong

seorang penyalahguna obat dengan tujuan membuatnya mampu berfungsi tanpa

obat-obatan. Terdapat berbagai macam pendektan bagi tugas tersebut, termasuk

penganganan biologis dan psikologis.

Penanganan Psikologis (Rehabilitasi)8,9

Jenis penanganan psikologis yang diterapkan pada gangguan penggunaan

obat yang sring kali dikombinasikan dengan penanganan biologis yang bertujuan

untuk mengurangi ketergantugnan fisik. Berikut ciri idealnya sebuah tempat

rehabilitasi:

 Pemisahan pecandu dari kontak sosial sebelumnya, dengan asumsi

bahwa kontak tersebut berperan penting dalam menumbuhkan gaya

hidup pecandu

 Lingkungan komprehensif dengan dukungan berkesinambungan

 Keberadaan orang-orang karismatik yang menjadi panutan

 Konfrontasi langsung, bahkan sering kali brutal dalam terapi kelompok.

Psikoterapi dan rehabilitasi merupakan penatalaksanaan gangguan jiwa

lanjutan yang sudah tenang bertujuan untuk menguatkan daya tahan mental,

mempertahankan kontrol diri dn mengembalikan keseimbangan adaptatif.

Psikoterapi ataupun rehabilitasi pada penderita ini sebaiknya ditunjang dengan

pemeriksaan psikologi terlebih dahulu, sehingga bisa dipilih metode yang cocok

untuk menunjang kesembuhan pasien.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Maramis, W.S. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi 2. Airlangga University


Presss : Surabaya. 2009.

2. Elvira S, Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri. Badan Penerbit Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia; 2010. Jakarta.

3. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa. Pedoman Penggolongan dan


Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia. Edisi III. Jakarta: Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya. 2003.

4. Kaplan, I.H. and Sadock, J.B. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2. EGC.
Jakarta. 2010.

5. Maslim, R: Panduan Praktis Penggunaan Obat Psikotropika, edisi II,


Jakarta, 2001.

6. American Association. Diagnostic and statistical manual of mental


disorders DSM-IV-TR. New York: American Psychiatric Pub, 2002.

7. Allen K.M. Clinical Care of the Addicted Client, Review Article on:
American Psychiatriy Journal, 2010 October 20.

8. The Indonesian Florence Nightingale Foundation. Kiat Penanggulangan dan


Penyalahgunaan Ketergantungan NAPZA. 2011.

9. Psychopharmacology Institute. First Generation of Antipsychotic. 2014.

34

Anda mungkin juga menyukai