Anda di halaman 1dari 34

Referat

CARPAL TUNNEL SYNDROME


Oleh:
Pertiwi Permata Putri
1718012055

Pembimbing:
dr. Fitria Saftarina, M.Sc.

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
PUSKESMAS NATAR
2019
LATAR BELAKANG
Carpal tunnel syndrome (CTS) merupakan salah satu penyakit yang sering
dijumpai di kalangan pekerja

Prevalensi CTS sekitar 1% dan semakin meningkat  masalah besar dalam


dunia okupasi.

Beberapa faktor risiko dari CTS dapat berupa faktor terkait kerja dan faktor di
luar pekerjaan.

Status kesehatan masyarakat pekerja bukan hanya dipengaruhi pekerja itu


sendiri.

Lingkungan kerja dan keluarga juga berperan dan menentukan hasil terapi
TUJUAN
Menerapkan pelayanan dokter keluarga berbasis
EBM pada pasien

dengan mengidentifikasi faktor risiko, masalah klinis,


serta penatalaksanaan pasien

berdasarkan kerangka penyelesaian masalah pasien

melalui pendekatan patient centered dan family


approach.
IDENTITAS PASIEN
• Nama : Ny. S
• Jenis Kelamin : Perempuan
• Usia : 56 tahun
• Agama : Islam
• Pekerjaan : Buruh cuci
• Suku Bangsa : Jawa
• Alamat : Dusun Citerep, RT 015,
Desa Merak Batin,
Kecamatan Natar,
Lampung Selatan
DATA KELUARGA
Bentuk keluarga pada pasien ini adalah extended family yang terdiri
nenek, anak perempuan, dan menantu.
Genogram Keluarga Family Map
DATA LINGKUNGAN RUMAH
Peta Rumah Ny. S ke FKTP Keterangan singkat:

• Lingkungan padat penduduk,


jarak antar rumah sempit,
terkesan kumuh.
• Jarak rumah pasien ke
puskesmas adalah sekitar 1,4
km  tidak jauh.
• Akses menuju tempat umum
dan jalan raya mudah.
DATA LINGKUNGAN RUMAH
Denah Rumah Ny. S Keterangan singkat:

• Dihuni 3 orang.
• Lantai semen, dinding kayu dan
geribik.
• Penerangan dan ventilasi kurang.
• Rumah dialiri listrik kepemilikan
pribadi.
• Tempat MCK pasien menjadi satu.
• Jenis jamban leher angsa, septic tank
milik bersama.
• Sumber air berasal dari sumur.
• Rumah tampak kotor, banyak sampah
kemasan plastik yang diletakkan di
dapur dan kamar tidur.
DATA OKUPASI DAN LINGKUNGAN KERJA
Pasien adalah seorang buruh cuci menggunakan tangan yang telah
bekerja selama 15 tahun

Pasien bekerja selama 2-4 jam sehari, 6 hari dalam 1 minggu

Saat mencuci, pasien sering melakukan gerakan cepat dan


berulang yang melibatkan pergelangan tangan, seperti menyikat,
mengucek, dan memeras pakaian
Keluhan pernah muncul saat bekerja, terutama jika waktunya lebih
lama dan cucian lebih banyak

Pasien meredakan keluhan saat bekerja dengan cara mengibaskan


tangannya
KELUHAN UTAMA
Pasien datang dengan keluhan kesemutan pada jari-jari
tangan kanan sejak 2 minggu yang lalu.

Keluhan Penyerta:
Rasa baal pada jari-jari tangan dan rasa nyeri pada
pergelangan tangan.
RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT
Kesemutan pada jari-jari tangan, sering terasa baal,
dan nyeri pada pergelangan tangan berulang
Keluhan muncul di malam hari, setelah pasien
bekerja berat di pagi harinya  mereda saat
pasien mengibaskan tangannya
Keluhan sering berulang sejak beberapa tahun
yang lalu  didiamkan karena reda dengan obat
warung, istirahat, mengibaskan tangan
2 minggu terakhir keluhan memberat  tidak
membaik  pasien ke Puskesmas

Keluhan mengganggu pekerjaan pasien  pasien


berhenti bekerja sudah 1 minggu
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
• Keluhan serupa sering berulang sejak beberapa tahun yang
lalu
• Keluhan lainnya disangkal

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


• Riwayat stroke (-)
• Riwayat DM (-)
• Riwayat hipertensi (+) pada suami pasien
• Riwayat asma (-)
• Riwayat jantung (-), gout (-), ginjal (-)
PEMERIKSAAN FISIK
Status Present Status Gizi
Keadaan umum : Tampak sakit sedang IMT : 21,7 (ideal)
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 128/70 mmHg
Nadi : 70x/menit
Status Generalis
Respirasi : 16x/menit Kelainan mukosa kulit / subkutan yang
menyeluruh tidak ada
Suhu : 36,6oC
Berat badan : 45 kg Pembesaran KGB generalisata : tidak teraba
Tinggi badan : 144 cm
PEMERIKSAAN FISIK
PEMERIKSAAN FISIK
DIAGNOSTIK HOLISTIK AWAL
Aspek 1. Aspek personal :

• Alasan kedatangan: pasien sering merasa kesemutan, rasa baal,


dan nyeri pada jari-jari tangan serta pergelangan tangan.
• Kekhawatiran: takut keluhannya tidak membaik sehingga tidak bisa
bekerja maksimal seperti semula.
• Harapan: keluhan berkurang dan dapat bekerja tanpa hambatan
seperti sebelumnya.

Aspek 2. Diagnosis klinis awal:

• Carpal Tunnel Syndrome (ICD10-G56.01)


Aspek 3. Risiko Internal
• Pasien tidak memiliki pengetahuan yang cukup terhadap penyakit yang
dideritanya.
• Pasien tidak mengetahui posisi kerja yang tepat untuk mengurangi keluhannya.
• Pasien jarang mengikuti kegiatan kesehatan yang dilaksakan di lingkungan rumah.
• Pasien memiliki kebiasaan membeli obat warung dibandingkan pergi ke
puskesmas jika ada keluhan.
• Perilaku berobat kuratif.

Aspek 4. Psikososial Keluarga


• Kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh keluarga mengenai penyakit yang
diderita pasien.
• Kurangnya dorongan keluarga dalam memotivasi pasien untuk berobat ke
puskesmas jika ada keluhan.
• Kurangnya perilaku hidup sehat dalam keluarga.

Aspek 5. Derajat Fungsional:


• Derajat fungsional yaitu 2 mampu melakukan aktivitas ringan teteapi tidak sama
seperti sebelum sakit.
PENATALAKSANAAN
Konservatif
• Medikamentosa:
• Natrium diclofenac 50 mg, 3x1 tab
• Omeprazole 20 mg, 2x1 caps
• Vitamin B6 10 mg, 3x1 tab
• Dexamethasone 4 mg, injeksi intra-tunnel atau
dexamethasone oral 0,5 mg 2x1 tab
PENATALAKSANAAN
Konservatif
• Non Medikamentosa:
• Segera istirahatkan tangan yang sakit
• Kompres air hangat pada bagian yang sakit, dapat diulang
beberapa kali
• Lakukan nerve gliding exercise saat atau setelah bekerja,
pasien diajarkan beberapa langkah peregangan tangan
untuk mengurangi keluhan dan melatih kekuatan motorik,
agar lebih mudah diingat pada intervensi ini disebut
dengan istilah “Senam Tangan”
• Pemasangan bidai dalam posisi netral pada malam hari
selama 2-3 minggu
• Fisioterapi
Nerve gliding test
yang diberi istilah
“Senam Tangan” agar
lebih mudah dipahami
dan diingat oleh pasien
PENATALAKSANAAN
Operatif
• Indikasi:
• Terapi konservatif tidak menunjukkan
perbaikan (jika setelah 3 kali
penyuntikkan steroid, keluhan tidak
membaik)
• Atrofi otot-otot thenar
• Terjadi gangguan sensorik berat
• Hilangnya sensibilitas persisten
DIAGNOSTIK HOLISTIK AKHIR
Aspek 1. Aspek personal :

• Alasan kedatangan: Pasien mengatakan keluhannya sudah


berkurang, dalam 2 minggu terakhir pasien sudah bisa beraktivitas
seperti biasa tanpa muncul kekambuhan
• Kekhawatiran: kekhawatiran pasien sudah berkurang, namun masih
takut jika keluhan berulang dan mengganggu pekerjaan
• Harapan: sebagaian besar harapan pasien sudah tercapai

Aspek 2. Diagnosis klinis awal:

• Carpal Tunnel Syndrome (ICD10-G56.01)


Aspek 3. Risiko Internal

• Pengetahuan mengenai penyakit CTS bertambah


• Pasien mengerti penanganan yang tepat untuk penyakitnya
• Pasien mulai mau memeriksakan diri ke puskesmas jika muncul keluhan dan
tidak langsung membeli obat warung lagi

Aspek 4. Psikososial Keluarga

• Meningkatnya kesadaran keluarga untuk hidup sehat


• Keluarga memotivasi pasien agar mengatur pola makan dan rutin minum
obat.
• Keluarga sudah mengerti tentang penyakit yang diderita oleh pasien dan
mulai menerapkan perawatan lansia yang baik

Aspek 5. Derajat Fungsional:

• Derajat fungsional yaitu 2 mampu melakukan aktivitas ringan teteapi tidak


sama seperti sebelum sakit.
PEMBAHASAN: Penegakkan Diagnosis
• Keluhan kesemutan, baal, nyeri pada daerah
Anamnesis
yang khas dipersarafi nervus medianus  jari
I, II, III, sebagian lateral IV
• Riwayat pekerjaan melibatkan pergelangan
tangan, gerakan cepat berlang, dalam waktu
CTS yang lama

Pem.
Pem. Fisik • Pemeriksaan sensoris gangguan diskriminasi 2
Penunjang
titik
• Pemeriksaan motoris dan neurologis lain,
kesan normal
• Pemeriksaan khusus:
Pemeriksaan di Puskesmas  kadar asam • Phalen test (+)
urat darah untuk menyingkirkan diagnosis • Tinel sign (+)
banding  4,8 mg/dL, kesan normal. • Flick sign (+)
PEMBAHASAN: Penatalaksanaan
Konservatif
• Medikamentosa:
• Natrium diclofenac 50 mg, 3x1 tab
• Omeprazole 20 mg, 2x1 caps
• Vitamin B6 10 mg, 3x1 tab
• Dexamethasone 4 mg, injeksi intra-tunnel atau dexamethasone oral 0,5
mg 2x1 tab
Pemberian terapi medikamentosa sebagian besar sudah sesuai kepustakaan,
namun pilihan sediaan kortikosteroid yang dianjurkan adalah injeksi.
• Di Puskesmas tempat pasien berobat, sediaan injeksi tidak selalu tersedia,
sehingga beberapa kali diberikan kortikosteroid oral sebagai pengganti
• Pemberian ini masih diperbolehkan sesuai kepustakaan, tetapi
efektivitasnya kurang baik dalam mengatasi gejala.
• Dosis kortikosteroid sudah sesuai.
PEMBAHASAN: Penatalaksanaan
Konservatif
• Non Medikamentosa:
• Istirahat dan kompres air hangat  meredakan reaksi inflamasi
dan mengurangi kompresi di bagian tunnel
• Pembidaian merupakan tatalaksana paling awal yang
dianjurkan untuk CTS  sepanjang hari atau saat malam saja
jika mengganggu aktivitas
• Nerve gliding exercise  memperpanjang jarak
antarkekambuhan  kombinasi dengan pembidaian 
mengurangi gejala, dibandingkan dengan plasebo
• Fisioterapi  dilakukan oleh fisioterapis, bisa dipertimbangkan
jika dengan pilihan di atas tidak didapatkan perbaikan gejala
PEMBAHASAN: Penatalaksanaan
Konservatif
• Non Medikamentosa:
• Istirahat dan kompres air hangat  meredakan reaksi inflamasi
dan mengurangi kompresi di bagian tunnel
• Pembidaian merupakan tatalaksana paling awal yang
dianjurkan untuk CTS  sepanjang hari atau saat malam saja
jika mengganggu aktivitas
• Nerve gliding exercise  memperpanjang jarak
antarkekambuhan  kombinasi dengan pembidaian 
mengurangi gejala, dibandingkan dengan plasebo
• Fisioterapi  dilakukan oleh fisioterapis, bisa dipertimbangkan
jika dengan pilihan di atas tidak didapatkan perbaikan gejala
KUNJUNGAN PERTAMA
Kunjungan Pertama

• Pendekatan dan perkenalan terhadap pasien serta menerangkan maksud dan


tujuan kedatangan, diikuti dengan anamnesis tentang keluarga dan perihal
penyakit yang telah diderita.

Mandala of Health

• Perilaku kesehatan pasien masih mengutamakan kuratif daripada preventif dan


memiliki pengetahuan yang kurang tentang penyakit-penyakit yang ia derita.

Human Biology

• Pasien merasakan penyakit pada pasien menimbulkan keluhan-keluhan yang


mengganggu aktivitas dan pekerjaannya.
• Pasien mengetahui penyakitnya baru saat mengunjungi puskesmas, pasien ingin
sembuh agar bisa bekerja seperti semula.
Lingkungan Psikososial

• Pasien merasa bahagia dengan keadaan keluarganya saat ini, hubungan antar anggota
keluarga sudah baik satu sama lain dan jarang mengalami suatu masalah.

Ekonomi

• Keuangan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga bergantung pada penghasilan


pasien saja
• Pasien dan keluarga memiliki asuransi BPJS kesehatan.

Lingkungan

• Pasien sering keluar rumah untuk bersosialisasi dengan tetangga sekitar rumah.
• Lingkungan fisik, pemukiman sekitar sangat padat penduduk dan kurang bersih.
• Akses ke pelayanan kesehatan cukup dekat.

Life Style

• Pola makan kurang sehat


• Kebiasaan berolahraga tidak pernah
• Kebersihan rumah kurang baik
KUNJUNGAN KEDUA
Intervensi: meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga
tentang penyakitnya, edukasi pola hidup bersih dan sehat pada
pasien dan keluarga, edukasi tatalaksana nonmedikamentosa
yang dapat dilakukan di rumah untuk mengurangi keluhan

Media Intervensi : poster dan leaflet

Edukasi : rutin berolahraga, makanan gizi seimbang, pola


hidup bersih dan sehat rumah tangga, rutin kontrol kesehatan,
promosi preventif lebih baik daripada kuratif
KUNJUNGAN KETIGA
Pasien dinilai mengenai pengetahuan dan keluhan terkait penyakit CTS menggunakan kuisioner
yang sama

Hasil: terdapat peningkatan pengetahuan pasien mengenai penyakit CTS serta keluhan mulai
berkurang sehingga pasien sudah mulai bekerja kembali

Pasien juga mengatakan bahwa pasien telah mencoba menerapkan edukasi nonmedikamentosa
yang dijelaskan

Pasien juga mengatakan akan berusaha mengikuti program posyandu lansia yang telah
diselenggarakan seperti senam bersama untuk meningkatkan kebugaran fisik
KESIMPULAN
• Diagnosis CTS pada kasus ini sudah sesuai dengan beberapa teori dan
telaah kritis dari penelitian terkini.
• Penatalaksanaan yang diberikan beberapa masih belum sesuai dengan
Guideline Carpal Tunnel Sydnrome menurut American Academy of Family
Physician (AAFP) dan American Academy of Orthopaedic Surgeon (AAOS),
karena tidak tersedianya sarana prasarana.
• Telah terjadi perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku pada Ny. S dan
keluarga terkait penyakitnya.
• Dalam melakukan intervensi terhadap pasien tidak hanya memandang
dalam hal klinis tetapi juga terhadap psikososialnya, oleh karenanya
diperlukan pemeriksaan dan penanganan yang holistik, komprehensif dan
berkesinambungan.
SARAN
• Bagi Pasien
Pasien disarankan mengikuti dan mematuhi manajemen pendekatan dokter keluarga mengenai pola
hidup sehat dan pengetahuan tentang penangan awal penyakitnya yang telah dijelaskan saat
intervensi.
• Bagi Keluarga:
Memberikan dukungan penuh, semangat, dan berperan aktif dalam pengendalian tekanan darah
pasien maupun pengendalian faktor biopsikososialnya.
• Bagi Pembina Selanjutnya
Pemantauan dan re-evaluasi kondisi pasien serta pembinaan lebih lanjut pada pasien dan keluarga
mengenai modifikasi gaya hidup, meliputi aktivitas fisik serta penerapan pola hidup bersih dan sehat di
rumah tangga agar pasien dan keluarga memiliki kesadaran untuk dapat menerapkannya.
• Bagi Pelaksana Pelayanan Kesehatan
Tidak hanya fokus terhadap faktor internal namun juga faktor eksternal dalam mengatasi masalah
pasien dan memberikan pelayanan kesehatan yang holistik dan komprehensif, yang berbasis EBM
sesuai dengan panduan terbaru.
DAFTAR PUSTAKA
1. Jagga, V. Lehri A. Occupation and its association with Carpal Tunnel syndrome - A Review. J Exerc Sci Physiother. 2011;7(2):68–78.

2. Rosenbaum, Ochoa. Carpal tunnel syndrome and other disorders of the median nerve. 1993;35–56, 127–61, 251–62, 233–50.

3. O’Connor D, Marshall S MW. Non surgical treatment (other than steroid injection) for carpal tunnel syndrome (Review). Cochrane Collab. 2007;1:85.

4. Tana L. Carpal Tunnel Syndrome pada Pekerja Garmen di Jakarta. Bul Peneliti Kesehat. 2004;32(2):73–82.

5. Kurniawan B. Faktor Risiko Kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada Wanita Pemetik Melati di Desa Karangcengis, Purbalingga. J Promosi Kesehat
Indones. 2008;3(1).

6. Katz J, Barry P, Simmons. Carpal tunnel syndrome. N Engl J Med. 2002;346(23):1807–12.

7. Efendi H. Manajemen Sumber Daya Manusia Pengadaan, Pengembangan, Pengkompensasian dan Peningkatan Produktivitas Pegawai. Jakarta:
Grasindo; 2002.

8. RI P. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2019 tentang Penyakit Akibat Kerja. 2019.

9. Depkes RI. Undang Undang Kesehatan Republik Indonesia Tentang Kesehatan. 2009.

10. Huisstede BM, Hoogvliet P, Randsdorp MS GS, van Middelkoop M KB. Carpal tunnel syndrome. Part I: effectiveness of nonsurgical treatments—a
systematic review. Arch Phys Med Rehabil Jour. 2010;91(7):981–1004.

11. Wipperman J, Goerl K, Christi V, Medicine F. Diagnosis and Management of Carpal Tunnel Syndrome. 2016;

12. Notoatmojo. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2003.

13. Page M, Massy-Westropp N, O’Connor D, Pitt V. Splinting for carpal tunnel syndrome. . 2012; Cochrane Database Syst Rev. 2012;7(CD010003).

14. Page M, O’Connor D, Pitt V, Massy-Westropp N. Exercise and mobilisation interventions for carpal tunnel syndrome. Cochrane Database Syst Rev.
2012;6(CD009899).
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai