Pembimbing:
dr. Fitria Saftarina, M.Sc.
Beberapa faktor risiko dari CTS dapat berupa faktor terkait kerja dan faktor di
luar pekerjaan.
Lingkungan kerja dan keluarga juga berperan dan menentukan hasil terapi
TUJUAN
Menerapkan pelayanan dokter keluarga berbasis
EBM pada pasien
• Dihuni 3 orang.
• Lantai semen, dinding kayu dan
geribik.
• Penerangan dan ventilasi kurang.
• Rumah dialiri listrik kepemilikan
pribadi.
• Tempat MCK pasien menjadi satu.
• Jenis jamban leher angsa, septic tank
milik bersama.
• Sumber air berasal dari sumur.
• Rumah tampak kotor, banyak sampah
kemasan plastik yang diletakkan di
dapur dan kamar tidur.
DATA OKUPASI DAN LINGKUNGAN KERJA
Pasien adalah seorang buruh cuci menggunakan tangan yang telah
bekerja selama 15 tahun
Keluhan Penyerta:
Rasa baal pada jari-jari tangan dan rasa nyeri pada
pergelangan tangan.
RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT
Kesemutan pada jari-jari tangan, sering terasa baal,
dan nyeri pada pergelangan tangan berulang
Keluhan muncul di malam hari, setelah pasien
bekerja berat di pagi harinya mereda saat
pasien mengibaskan tangannya
Keluhan sering berulang sejak beberapa tahun
yang lalu didiamkan karena reda dengan obat
warung, istirahat, mengibaskan tangan
2 minggu terakhir keluhan memberat tidak
membaik pasien ke Puskesmas
Pem.
Pem. Fisik • Pemeriksaan sensoris gangguan diskriminasi 2
Penunjang
titik
• Pemeriksaan motoris dan neurologis lain,
kesan normal
• Pemeriksaan khusus:
Pemeriksaan di Puskesmas kadar asam • Phalen test (+)
urat darah untuk menyingkirkan diagnosis • Tinel sign (+)
banding 4,8 mg/dL, kesan normal. • Flick sign (+)
PEMBAHASAN: Penatalaksanaan
Konservatif
• Medikamentosa:
• Natrium diclofenac 50 mg, 3x1 tab
• Omeprazole 20 mg, 2x1 caps
• Vitamin B6 10 mg, 3x1 tab
• Dexamethasone 4 mg, injeksi intra-tunnel atau dexamethasone oral 0,5
mg 2x1 tab
Pemberian terapi medikamentosa sebagian besar sudah sesuai kepustakaan,
namun pilihan sediaan kortikosteroid yang dianjurkan adalah injeksi.
• Di Puskesmas tempat pasien berobat, sediaan injeksi tidak selalu tersedia,
sehingga beberapa kali diberikan kortikosteroid oral sebagai pengganti
• Pemberian ini masih diperbolehkan sesuai kepustakaan, tetapi
efektivitasnya kurang baik dalam mengatasi gejala.
• Dosis kortikosteroid sudah sesuai.
PEMBAHASAN: Penatalaksanaan
Konservatif
• Non Medikamentosa:
• Istirahat dan kompres air hangat meredakan reaksi inflamasi
dan mengurangi kompresi di bagian tunnel
• Pembidaian merupakan tatalaksana paling awal yang
dianjurkan untuk CTS sepanjang hari atau saat malam saja
jika mengganggu aktivitas
• Nerve gliding exercise memperpanjang jarak
antarkekambuhan kombinasi dengan pembidaian
mengurangi gejala, dibandingkan dengan plasebo
• Fisioterapi dilakukan oleh fisioterapis, bisa dipertimbangkan
jika dengan pilihan di atas tidak didapatkan perbaikan gejala
PEMBAHASAN: Penatalaksanaan
Konservatif
• Non Medikamentosa:
• Istirahat dan kompres air hangat meredakan reaksi inflamasi
dan mengurangi kompresi di bagian tunnel
• Pembidaian merupakan tatalaksana paling awal yang
dianjurkan untuk CTS sepanjang hari atau saat malam saja
jika mengganggu aktivitas
• Nerve gliding exercise memperpanjang jarak
antarkekambuhan kombinasi dengan pembidaian
mengurangi gejala, dibandingkan dengan plasebo
• Fisioterapi dilakukan oleh fisioterapis, bisa dipertimbangkan
jika dengan pilihan di atas tidak didapatkan perbaikan gejala
KUNJUNGAN PERTAMA
Kunjungan Pertama
Mandala of Health
Human Biology
• Pasien merasa bahagia dengan keadaan keluarganya saat ini, hubungan antar anggota
keluarga sudah baik satu sama lain dan jarang mengalami suatu masalah.
Ekonomi
Lingkungan
• Pasien sering keluar rumah untuk bersosialisasi dengan tetangga sekitar rumah.
• Lingkungan fisik, pemukiman sekitar sangat padat penduduk dan kurang bersih.
• Akses ke pelayanan kesehatan cukup dekat.
Life Style
Hasil: terdapat peningkatan pengetahuan pasien mengenai penyakit CTS serta keluhan mulai
berkurang sehingga pasien sudah mulai bekerja kembali
Pasien juga mengatakan bahwa pasien telah mencoba menerapkan edukasi nonmedikamentosa
yang dijelaskan
Pasien juga mengatakan akan berusaha mengikuti program posyandu lansia yang telah
diselenggarakan seperti senam bersama untuk meningkatkan kebugaran fisik
KESIMPULAN
• Diagnosis CTS pada kasus ini sudah sesuai dengan beberapa teori dan
telaah kritis dari penelitian terkini.
• Penatalaksanaan yang diberikan beberapa masih belum sesuai dengan
Guideline Carpal Tunnel Sydnrome menurut American Academy of Family
Physician (AAFP) dan American Academy of Orthopaedic Surgeon (AAOS),
karena tidak tersedianya sarana prasarana.
• Telah terjadi perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku pada Ny. S dan
keluarga terkait penyakitnya.
• Dalam melakukan intervensi terhadap pasien tidak hanya memandang
dalam hal klinis tetapi juga terhadap psikososialnya, oleh karenanya
diperlukan pemeriksaan dan penanganan yang holistik, komprehensif dan
berkesinambungan.
SARAN
• Bagi Pasien
Pasien disarankan mengikuti dan mematuhi manajemen pendekatan dokter keluarga mengenai pola
hidup sehat dan pengetahuan tentang penangan awal penyakitnya yang telah dijelaskan saat
intervensi.
• Bagi Keluarga:
Memberikan dukungan penuh, semangat, dan berperan aktif dalam pengendalian tekanan darah
pasien maupun pengendalian faktor biopsikososialnya.
• Bagi Pembina Selanjutnya
Pemantauan dan re-evaluasi kondisi pasien serta pembinaan lebih lanjut pada pasien dan keluarga
mengenai modifikasi gaya hidup, meliputi aktivitas fisik serta penerapan pola hidup bersih dan sehat di
rumah tangga agar pasien dan keluarga memiliki kesadaran untuk dapat menerapkannya.
• Bagi Pelaksana Pelayanan Kesehatan
Tidak hanya fokus terhadap faktor internal namun juga faktor eksternal dalam mengatasi masalah
pasien dan memberikan pelayanan kesehatan yang holistik dan komprehensif, yang berbasis EBM
sesuai dengan panduan terbaru.
DAFTAR PUSTAKA
1. Jagga, V. Lehri A. Occupation and its association with Carpal Tunnel syndrome - A Review. J Exerc Sci Physiother. 2011;7(2):68–78.
2. Rosenbaum, Ochoa. Carpal tunnel syndrome and other disorders of the median nerve. 1993;35–56, 127–61, 251–62, 233–50.
3. O’Connor D, Marshall S MW. Non surgical treatment (other than steroid injection) for carpal tunnel syndrome (Review). Cochrane Collab. 2007;1:85.
4. Tana L. Carpal Tunnel Syndrome pada Pekerja Garmen di Jakarta. Bul Peneliti Kesehat. 2004;32(2):73–82.
5. Kurniawan B. Faktor Risiko Kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada Wanita Pemetik Melati di Desa Karangcengis, Purbalingga. J Promosi Kesehat
Indones. 2008;3(1).
7. Efendi H. Manajemen Sumber Daya Manusia Pengadaan, Pengembangan, Pengkompensasian dan Peningkatan Produktivitas Pegawai. Jakarta:
Grasindo; 2002.
8. RI P. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2019 tentang Penyakit Akibat Kerja. 2019.
9. Depkes RI. Undang Undang Kesehatan Republik Indonesia Tentang Kesehatan. 2009.
10. Huisstede BM, Hoogvliet P, Randsdorp MS GS, van Middelkoop M KB. Carpal tunnel syndrome. Part I: effectiveness of nonsurgical treatments—a
systematic review. Arch Phys Med Rehabil Jour. 2010;91(7):981–1004.
11. Wipperman J, Goerl K, Christi V, Medicine F. Diagnosis and Management of Carpal Tunnel Syndrome. 2016;
12. Notoatmojo. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2003.
13. Page M, Massy-Westropp N, O’Connor D, Pitt V. Splinting for carpal tunnel syndrome. . 2012; Cochrane Database Syst Rev. 2012;7(CD010003).
14. Page M, O’Connor D, Pitt V, Massy-Westropp N. Exercise and mobilisation interventions for carpal tunnel syndrome. Cochrane Database Syst Rev.
2012;6(CD009899).
TERIMA KASIH