Anda di halaman 1dari 64

LAPORAN KEGIATAN DIAGNOSIS KOMUNITAS: FAKTOR YANG

MEMENGARUHI TERJADINYA PENYAKIT DIARE DI KELURAHAN


SRENGSEM PUSKESMAS RAWAT INAP PANJANG

Oleh:
Amalia Rasydini, S.Ked
Bisart Benedicto Ginting, S.Ked
Bunga Ulama Nisya Tantri, S.Ked
Nidya Tiaz Putri Azhari, S.Ked

Pembimbing:

dr. TA Larasati, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2018
LEMBAR PERSETUJUAN
MAKALAH DIAGNOSIS KOMUNITAS

Judul Makalah : LAPORAN KEGIATAN DIAGNOSIS KOMUNITAS:


FAKTOR YANG MEMENGARUHI TERJADINYA
PENYAKIT DIARE DI KELURAHAN SRENGSEM
PUSKESMAS RAWAT INAP PANJANG

Disusun Oleh : Amalia Rasydini, S.Ked


Bisart Benedicto Ginting, S.Ked
Bunga Ulama Nisya Tantri, S.Ked
Nidya Tiaz Putri Azhari, S.Ked

Bandar Lampung, Juli 2018

Mengetahui dan Menyetujui

Dosen Pembimbing,

dr. TA Larasati, M.Kes

ii
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penyusun haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat
dan karuniaNya sehingga tugas diagnosis komunitas ini dapat diselesaikan. Penyusun
juga ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. TA. Larasati, M.Kes sebagai
pembimbing yang telah membantu dalam penyusunan diagnosis komunitas ini.

Penyusunan Diagnosis Komunitas ini disusun sebagai sarana diskusi dan


pembelajaran serta diajukan guna memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu
Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Dalam tulisan ini
penulis membahas “Laporan Kegiatan Diagnosis Komunitas: Faktor yang
Memengaruhi Penyebaran Diare di Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Panjang”.
Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca sehingga dapat memberi
informasi kepada para pembaca.

Penulis menyadari dalam penulisan ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu,
penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak
sehingga lebih baik pada penyusunan makalah diagnosis komunitas berikutnya.
Terima kasih.

Bandar Lampung, Juli 2018

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN.........................................................................ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................iii
DAFTAR ISI................................................................................................iv
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..................................................................................1
1.2 Tujuan Kegiatan................................................................................2

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi Diare....................................................................................3
2.2 Epidemiologi.....................................................................................3
2.3 Etiologi..............................................................................................4
2.4 Patofisiologi......................................................................................5
2.5 Manifestasi Klinis.............................................................................6
2.6 Penatalaksanaan................................................................................7

III. METODE KEGIATAN


3.1 Analisis Situasi.................................................................................15
3.2 Pengumpulan Data Primer dan Sekunder........................................16
3.3 Identifikasi Masalah.........................................................................16
3.4 Menentukan Prioritas Masalah........................................................17
3.5 Alternatif Pemecahan Masalah........................................................17

IV. HASIL
4.1Profil Komunitas…...........................................................................18

iv
4.1.1 Data Geografis….....................................................................18
4.1.2 Data Demografik….................................................................20
4.2Sarana Komunitas….........................................................................21
4.2.1 Data kesehatan masyarakat......................................................21

V. ANALISA KEGIATAN
5.1 Analisis Situasi.................................................................................23
5.2 Pengumpulan Data Primer dan Sekunder........................................26
5.3 Identifikasi Masalah.........................................................................34
5.4 Menentukan Prioritas Masalah........................................................36
5.5 Alternatif Pemecahan Masalah........................................................39

VI. SIMPULAN DAN SARAN


6.1Simpulan..........................................................................................41
6.2Saran................................................................................................41

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penyakit diare adalah salah satu penyakit menular yang masih menjadi
masalah utama di negara-negara berkembang. Di Indonesia penyakit ini masih
menjadi masalah kesehatan masyarakat. Hal ini disebabkan tingginya angka
morbiditas dan masih banyak menimbulkan kematian, terutama apabila
penanganan penderitanya terlambat dilakukan. (Amaliah, 2008)
Berdasarkan survei Subdit Diare Departemen Kesehatan dari tahun 2000
sampai dengan 2010, angka morbiditas terlihat cenderung mengalami kenaikan.
Pada tahun 2000 IR (Insiden Rate) penyakit diare 301/1000 penduduk dan tahun
2003 mengalami kenaikan menjadi 314/1000 penduduk. Tahun 2006 IR
mencapai 423/1000 penduduk, dan tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk.
Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih sering terjadi, dengan CFR (Case
Fatality Rate) yang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB di 69 kecamatan
dengan jumlah kasus 8.133 orang, kematian 239 orang (CFR 2,94%). Tahun
2009 terjadi KLB di 29 kecamatan dengan jumlah kasus 5.756 orang, dengan
kematian 100 orang (CFR 1,74%), sedangkan pada tahun 2010 terjadi KLB diare
di 33 kecamatan dengan jumlah penderita 4.204 dengan kematian 73 orang (CFR
1,74%). (Buletin Jendela Data Informasi Kemenkes RI, 2011).
Angka morbiditas (Insidens Rate) di Provinsi Lampung terhadap kejadian
diare untuk semua kelompok umur dari tahun 2005 sampai dengan 2012 juga
cenderung meningkat, yaitu dari 9,8 per 1000 penduduk menjadi 18,24 per 1000
penduduk tahun 2012. Angka ini masih jauh dibandingkan angka nasional, yaitu
374 per 1000 penduduk. Walaupun angka morbiditas meningkat namun angka
mortalitas atau CFR diare masih di bawah 1% (Profil Kesehatan Provinsi
Lampung, 2012).
Salah satu langkah dalam pencapaian target MDG’s (goal ke-4) adalah
menurunkan kematian anak menjadi 2/3 bagian dari tahun 1990 sampai pada
2015. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Studi Mortalitas
dan Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun telah diketahui bahwa diare masih
menjadi salah satu penyebab utama kematian balita di Indonesia. Dan merupakan
salah satu penyakit yang berpotensial menjadi KLB. Untuk itu perlu penanganan
yang serius, baik penanganan yang dilakukan secara kuratif, maupun preventif.
Pada wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Panjang, tercatat angka kejadian
penyakit diare yang di rawat inap di Puskesmas Panjang tahun 2018 pada bulan
Januari sampai Juni sebanyak 58 kasus. Kasus ini merupakan kasus terbanyak
dibandingkan dengan kasus penyakit lain yang memerlukan perawatan lebih
lanjut di ruang rawat inap Puskesmas Panjang. Oleh karena itu, penting untuk
diketahui faktor resiko yang menyebabkan tingginya angka kejadian diare di
Kelurahan Panjang.

1.2. Tujuan Kegiatan


1.2.1. Tujuan umum
Melakukan diagnosis komunitas penyakit diare di wilayah kerja Puskesmas
Rawat Inap Panjang.
1.2.2. Tujuan khusus
a. Menganalisis situasi permasalahan kesehatan komunitas di sekitar
Puskesmas Rawat Inap Panjang
b. Mengumpulkan data primer dan sekunder yang menunjang diagnosis
komunitas di Puskesmas Rawat Inap Panjang
c. Mengidentifikasi masalah yang mempengaruhi angka kejadian diare di
wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Panjang.
d. Menetapkan prioritas dan penyebab masalah yang mempengaruhi angka
kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Panjang.
e. Menetapkan alternatif penyelesaian penyebab masalah yang
mempengaruhi angka kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Rawat
Inap Panjang.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Diare


Diare akut menurut Cohen adalah keluarnya buang air besar sekali atau
lebih yang berbentuk cair dalam satu hari dan berlangsung kurang 14 hari
(Cohen MB, 1998). Menurut Noerasid diare akut adalah diare yang terjadi
secara mendadak pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat (Irwanto dkk,
2002). Sedangkan American Academy of Paediatrics (AAP) mendefinisikan
diare dengan karakteristik peningkatan frekuensi dan/atau perubahan
konsistensi, dapat disertai atau tanpa gejala dan tanda seperti mual, muntah,
demam atau sakit perut yang berlangsung selama 3 – 7 hari (Barnes GL, 1998).

2.2 Epidemiologi
Setiap tahun diperikirakan lebih dari satu milyar kasus diare di dunia
dengan 3,3 juta kasus kematian sebagai akibatnya (Departemen Kesehatan RI,
2002). Diperkirakan angka kejadian di negara berkembang berkisar 3,5 – 7
episode per anak per tahun dalam 2 tahun pertama kehidupan dan 2 – 5 episode
per anak per tahun dalam 5 tahun pertama kehidupan (Lung E, 2003). Hasil
survei oleh Departemen Kesehatan diperoleh angka kesakitan diare tahun 2000
sebesar 301 per 1000 penduduk angka ini meningkat bila dibanding survei
pada tahun 1996 sebesar 280 per 1000 penduduk. Diare masih merupakan
penyebab utama kematian bayi dan balita. Hasil Surkesnas 2001 didapat
proporsi kematian bayi 9,4% dengan peringkat 3 dan proporsi kematian balita
13,2% dengan peringkat 2 (Firmansyah A, 2001). Diare pada anak merupakan
penyakit yang mahal yang berhubungan secara langsung atau tidak terdapat
pembiayaan dalam masyarakat. Biaya untuk infeksi rotavirus ditaksir lebih dari
6,3 juta poundsterling setiap tahunnya di Inggris dan 352 juta dollar di
Amerika Serikat.
2.3 Etiologi
Penyebab diare akut pada anak secara garis besar dapat disebabkan oleh
gastroenteritis, keracunan makanan karena antibiotika, dan infeksi sistemik.
Etiologi diare pada 25 tahun yang lalu sebagian besar belum diketahui. Akan
tetapi, sekarang telah lebih dari 80% penyebabnya diketahui. Pada saat ini
telah dapat diidentifikasi tidak kurang dari 25 jenis mikroorganisme yang dapat
menyebabkan diare pada anak dan bayi (Departemen Kesehatan RI, 2002).
Penyebab utama oleh virus yang terutama ialah Rotavirus (40 – 60%)
sedangkan virus lainya ialah virus Norwalk, Astrovirus, Cacivirus,
Coronavirus, Minirotavirus.
Bakteri yang dapat menyebabkan diare adalah Aeromonas hydrophilia,
Bacillus cereus, Compylobacter jejuni, Clostridium defficile, Clostridium
perfringens, E. coli, Pleisiomonas, Shigelloides, Salmonella spp.,
Staphylococus aureus, Vibrio cholera, dan Yersinia enterocolitica. Sedangkan
penyebab diare oleh parasit adalah Balantidium coli, Capillaria
phiplippinensis, Cryptosporodium, Entamoba hystolitica, Giardia lambdia,
Isospora billi, Fasiolopsis buski, Sarcocystis suihominis, Strongiloides
stercorlis, dan Trichuris trichiura (Cohen MB, 1998; Departemen Kesehatan
RI, 2002; Dwipoerwantoro PG, 2003; Ditjen PPM dan PLP, 1999).
Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan virus yaitu virus yang
masuk melalui makanan dan minuman sampai ke enterosit, akan menyebabkan
infeksi dan kerusakan villi usus halus. Enterosit yang rusak diganti dengan
yang baru yang fungsinya belum matang, villi mengalami atrofi dan tidak
dapat mengabsorpsi cairan dan makanan dengan baik, akan meningkatkan
tekanan koloid osmotik usus dan meningkatkan motilitasnya sehingga timbul
diare (Cohen MB, 1998; Departemen Kesehatan RI, 2002).
Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang
berhubungan dengan pengaturan transpor ion dalam sel-sel usus cAMP, cGMP,
dan Ca dependent. Patogenesis terjadinya diare oleh Salmonella, Shigella, E.
coli agak berbeda dengan patogenesis diare oleh virus, tetapi prinsipnya
hampir sama. Bedanya bekteri ini dapat menembus (invasi) sel mukosa usus

4
halus sehingga depat menyebakan reaksi sistemik. Toksin Shigella juga dapat
masuk ke dalam serabut saraf otak sehingga menimbulkan kejang. Diare oleh
kedua bakteri ini dapat menyebabkan adanya darah dalam tinja yang disebut
disentri (Irwanto dkk, 2002; Departemen Kesehatan RI, 2002).
Sebuah studi tentang maslah diare akut yang terjadi karena infeksi pada
anak di bawah 3 tahun di China, India, Mexico, Myanmar, Burma, dan
Pakistan, hanya tiga agen infektif yang secara konsisten atau secara pokok
ditemukan meningkat pada anak penderita diare. Agen ini adalah Rotavirus,
Shigella spp., dan E. Coli. Enterotoksigenik Rotavirus jelas merupakan
penyebab diare akut yang paling sering diidentifikasi pada anak dalam
komunitas tropis dan iklim sedang (Sinuhaji AB, 2003).
Diare dapat disebabkan oleh alergi atau intoleransi makanan tertentu
seperti susu, produk susu, makanan asing terdapat individu tertentu yang pedas
atau tidak sesuai kondisi usus dapat pula disebabkan oleh keracunan makanan
dan bahan-bahan kimia. Beberapa macam obat, terutama antibiotika dapat juga
menjadi penyebab diare. Antibiotika akan menekan flora normal usus sehingga
organisme yang tidak biasa atau yang kebal antibiotika akan berkembang bebas
(Departemen Kesehatan RI, 2002; Rohim A dkk, 2002). Di samping itu sifat
farmakokinetik dari obat itu sendiri juga memegang peranan penting. Diare
juga berhubungan dengan penyakit lain misalnya malaria, schistosomiasis,
campak atau pada infeksi sistemik lainnya misalnya, pneumonia, radang
tenggorokan, dan otitis media (Cohen MB, 1998; Departemen Kesehatan RI,
2002).

2.4 Patofisiologi
Menurut patofisiologinya diare dibedakan dalam beberapa kategori yaitu
diare osmotik, sekretorik, dan diare karena gangguan motilitas usus. Diare
osmotik terjadi karena terdapatnya bahan yang tidak dapat diabsorpsi oleh usus
akan difermentasi oleh bahteri usus sehingga tekanan osmotik di lumen usus
meningkat yang akan menarik cairan. Diare sekretorik terjadi karena toksin
dari bakteri akan menstimulasi cAMP dan cGMP yang akan menstimulasi
sekresi cairan dan elektrolit. Sedangkan diare karena gangguan motilitas usus

5
terjadi akibat adanya gangguan pada kontrol otonomik,misal pada diabetik
neuropati, post vagotomi, post reseksi usus serta hipertiroid (Departemen
Kesehatan RI, 2002).

2.5 Manifestasi Klinis


Diare menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit dan
sering disertai dengan asidosis metabolik karena kehilangan basa. Dehidrasi
dapat diklasifikasikan berdasarkan defisit air dan atau keseimbangan elektrolit.
Dehidrasi ringan bila penurunan berat badan kurang dari 5%, dehidrasi sedang
bila penurunan berat badan antara 5% - 10% dan dehidrasi berat bila penurunan
lebih dari 10 % (Departemen Kesehatan RI, 2002; Suharyono, 1994).

Tabel 1. Derajat Dehidrasi (Irwanto dkk, 2002)


Gejala & Keadaan Mata Mulut/Lidah Rasa Kulit BB % Estimasi
Tanda Umum Haus defisiensi
cairan

Tanpa Baik, Normal Basah Minum Turgor <5 50%


Dehidrasi sadar normal, baik
tidak
haus

Dehidrasi Gelisah, Cekung Kering Tampak Turgor 5 – 10 50 –


Ringan - rewel kehausan lambat 100%
Sedang

Dehidrasi Letargik, Sangat Sangat Tidak Turgor >10 > 100%


Berat kesadaran cekung kering bisa sangat
menurun dan minum lambat
kering

Berdasarkan konsentrasi natrium plasma tipe dehidrasi dibagi 3 yaitu:


dehidrasi hiponatremia (< 130 mEq/L), dehidrasi isonatremia (130 – 150
mEq/L), dan dehidrasi hipernatremia ( > 150 mEq/L ). Pada umunya dehidrasi
yang terjadi adalah tipe isonatremia (80%) tanpa disertai gangguan osmolalitas
cairan tubuh, sisanya 15% adalah diare hipernatremia dan 5% adalah diare
hiponatremia.

6
Kehilangan bikarbonat bersama dengan diare dapat menimbulkan
asidosis metabolik dengan anion gap yang normal (8 - 16 mEq/L), biasanya
disertai hiperkloremia. Selain penurunan bikarbonat serum terdapat pula
penurunan pH darah kenaikan pCO2. Hal ini akan merangsang pusat
pernapasan untuk meningkatkan kecepatan pernapasan sebagai upaya
meningkatkan eksresi CO2 melalui paru (pernapasan kussmaul). Untuk
pemenuhan kebutuhan kalori terjadi pemecahan protein dan lemak yang
mengakibatkan meningkatnya produksi asam sehingga menyebabkan turunnya
nafsu makan bayi. Keadaan dehidrasi berat dengan hipoperfusi ginjal serta
eksresi asam yang menurun dan akumulasi anion asam secara bersamaan
menyebabkan berlanjutnya keadaan asidosis (Notoatmodjo S, 2010).
Kadar kalium plasma dipengaruhi oleh keseimbangan asam basa,
sehingga pada keadaan asidosis metebolik dapat terjadi hipokalemia.
Kehilangan kalium juga melalui cairan tinja dan perpindahan K+ ke dalam sel
pada saat koreksi asidosis dapat pula menimbulkan hipokalemia. Kelemahan
otot merupakan manifestasi awal dari hipokalemia, pertama kali pada otot
anggota badan dan otot pernapasan. Dapat terjadi arefleks, paralisis dan
kematian karena kegagalan pernapasan. Disfungsi otot harus menimbulkan
ileus paralitik, dan dilatasi lambung. EKG menunjukkan gelombang T yang
mendatar atau menurun dengan munculnya gelombang U. Pada ginjal
kekurangan K+ mengakibatkan perubahan vakuola dan epitel tubulus dan
menimbulkan sklerosis ginjal yang berlanjut menjadi oliguria dan gagal ginjal
(Firmansyah A, 2001).

2.6 Penatalaksanaan
Pengantian cairan dan elektrolit merupakan elemen yang penting dalam
terapi efektif diare akut (Barnes GL dkk, 1993). Beratnya dehidrasi secara
akurat dinilai berdasarkan berat badan yang hilang sebagai persentasi
kehilangan total berat badan dibandingkan berat badan sebelumnya sebagai
baku emas (Depkes RI, 2010).
Pemberian terapi cairan dapat dilakukan secara oral atau parateral.

7
Pemberian secara oral dapat dilakukan untuk dehidrasi ringan sampai sedang
dapat menggunakan pipa nasogastrik, walaupun pada dehidrasi ringan dan
sedang. Bila diare profus dengan pengeluaran air tinja yang banyak (> 100
mL/kgBB/hari) atau muntah hebat (severe vomiting) sehingga penderita tak
dapat minum sama sekali, atau kembung yang sangat hebat (violent meteorism)
sehingga upaya rehidrasi oral tetap akan terjadi defisit maka dapat dilakukan
rehidrasi parenteral walaupun sebenarnya rehidrasi parenteral dilakukan hanya
untuk dehidrasi berat dengan gangguan sirkulasi (Suharyono, 1994).
Keuntungan upaya terapi oral karena murah dan dapat diberikan dimana-mana.
AAP merekomendasikan cairan rehidrasi oral untuk rehidrasi dengan kadar
natrium berkisar antara 75 - 90 mEq/L dan untuk pencegahan dan pemeliharaan
dengan natrium antara 40 - 60 mEq/L (Dwipoerwantoro PG, 2003). Anak yang
diare dan tidak lagi dehidrasi harus dilanjutkan segera pemberian makanannya
sesuai umur (Barnes GL dkk, 1993).
2.6.1 Dehidrasi Ringan – Sedang
Rehidrasi pada dehidrasi ringan dan sedang dapat dilakukan
dengan pemberian oral sesuai dengan defisit yang terjadi namun jika
gagal dapat diberikan secara intravena sebanyak: 75
mL/KgBB/3jam. Pemberian cairan oral dapat dilakukan setelah anak
dapat minum sebanyak 5 mL/KgBB/jam. Biasanya dapat dilakukan
setelah 3 - 4 jam pada bayi dan 1 - 2 jam pada anak. Penggantian
cairan bila masih ada diare atau muntah dapat diberikan sebanyak 10
mL/KgBB setiap diare atau muntah (Firmansyah A, 2001).
Secara ringkas kelompok ahli gastroenterologi dunia
memberikan 9 pilar yang perlu diperhatikan dalam penatalaksanaan
diare akut dehidrasi ringan sedang pada anak, yaitu (Ditjen PPM dan
PLP, 1999):
1. Menggunakan CRO (Cairan rehidrasi oral)
2. Cairan hipotonik
3. Rehidrasi oral cepat 3 – 4 jam
4. Realiminasi cepat dengan makanan normal

8
5. Tidak dibenarkan memberikan susu formula khusus
6. Tidak dibenarkan memberikan susu yang diencerkan
7. ASI diteruskan
8. Suplemen dengan CRO (CRO rumatan)
9. Anti diare tidak diperlukan

2.6.2. Dehidrasi Berat


Penderita dengan dehidrasi berat, yaitu dehidrasi lebih dari
10% untuk bayi dan anak dan menunjukkan gangguan tanda-tanda
vital tubuh (somnolen-koma, pernafasan kussmaul, gangguan
dinamik sirkulasi) memerlukan pemberian cairan elektrolit
parenteral. Penggantian cairan parenteral menurut panduan WHO
diberikan sebagai berikut (Firmansyah A, 2001; Ditjen PPM dan
PLP, 1999; Suharyono, 1994; Notoatmodjo S, 2010):

Usia <12 bln : 30 mL/KgBB/1jam, selanjutnya 70 mL/KgBB/5jam


Usia >12 bln : 30mL/KgBB/ ½ - 1jam, selanjutnya 70 mL/KgBB/2 - 2½ jam

Walaupun pada diare terapi cairan parenteral tidak cukup bagi


kebutuhan penderita akan kalori, namun hal ini tidaklah menjadi
masalah besar karena hanya menyangkut waktu yang pendek.
Apabila penderita telah kembali diberikan diet sebagaimana
biasanya. Segala kekurangan tubuh akan karbohidrat, lemak dan
protein akan segera dapat dipenuhi. Itulah sebabnya mengapa pada
pemberian terapi cairan diusahakan agar penderita bila
memungkinkan cepat mendapatkan makanan/minuman sebagai
biasanya bahkan pada dehidrasi ringan sedang yang tidak
memerlukan terapi cairan parenteral makan dan minum tetap dapat
dilanjutkan (Suharyono, 1994).

2.6.3 Terapi Diare Berdasarkan Etiologi


Tidak ada bukti klinis dari antidiare dan antimotilitis dari beberapa

9
uji klinis (Suharyono, 1994). Obat antidiare hanya simtomatis bukan
spesifik untuk mengobati kausa, tidak memperbaiki kehilangan air dan
elektrolit serta menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan.
Antibiotik yang tidak diserap usus seperti streptomisin, neomisin,
hidroksikuinolon dan sulfonamid dapat memperberat yang resisten dan
menyebabkan malabsorpsi (Gupte S, 2004). Sebagian besar kasus diare
tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotika oleh karena pada
umumnya sembuh sendiri (self limiting) (Ditjen PPM dan PLP, 1999).
Antibiotik hanya diperlukan pada sebagian kecil penderita diare
misalnya cholera, shigella karena penyebab terbesar dari diare pada
anak adalah virus (Rotavirus). Kecuali pada bayi berusia di bawah 2
bulan karena potensi terjadinya sepsis oleh karena bakteri mudah
mengadakan translokasi ke dalam sirkulasi, atau pada anak/bayi yang
menunjukkan secara klinis gajala yang berat serta berulang atau
menunjukkan gejala diare dengan darah dan lendir yang jelas atau
segala sepsis (Suharyono, 1994). Antimotilitis seperti difenosilat dan
loperamid dapat menimbulkan paralisis obstruksi sehingga terjadi
bacterial overgrowth, gangguan absorpsi dan sirkulasi (Gupte S, 2004).
Beberapa antimikroba yang sering menjadi etiologi diare pada anak
(Suharyono, 1994; Depkes RI, 2011):
1. Cholera
a) Tetrasiklin 50 mg/KgBB/hari dibagi 4 dosis (2 hari)
b) Furasolidon 5 mg/KgBB/hari dibagi 4 dosis (3 hari)
2. Shigella
a) Trimetroprim 5 - 10 mg/KgBB/hari
b) Sulfametoksasol 25 mg/KgBB/hari dibagi 2 dosis (5 hari)
c) Asam Nalidiksat 55 mg/KgBB/hari dibagi 4 (5 hari)

3. Amoebiasis
a) Metronidasol 30 mg/KgBB/hari dibagi 4 dosis (5 - 10 hari)
b) Untuk kasus berat: Dehidroemetin hidrokhlorida 1 - 1,5 mg/KgBB
(max 90 mg) IM s/d 5 hari tergantung reaksi (untuk semua umur)
4. Giardiasis
Metronidasol 30 mg/KgBB/hari dibagi 4 dosis (5 hari)

10
Adapun pengobatan untuk menanggulangi penyakit diare yakni:
1. Antisekretorik - Antidiare
Salazer–lindo E dkk dari Department of Pedittrics, Hospital Nacional
Cayetano Heredia, Lima, Peru, melaporkan bahwa pemakaian Racecadotril
(acetorphan) yang merupakan enkephalinace inhibitor dengan efek
antisekretorik serta anti diare ternyata cukup efektif dan aman bila diberikan
pada anak dengan diare akut oleh karena tidak mengganggu motilitas usus
sehingga penderita tidak kembung (Strohl WA dkk, 2001 ). Bila diberikan
bersamaan dengan cairan rehidrasi oral akan memberikan hasil yang lebih baik
bila dibandingkan dengan hanya memberikan cairan rehidrasi oral saja. Hasil
yang sama juga didapatkan oleh Cojocaru dkk. dan Cejard dkk. untuk
pemakaian yang lebih luas masih memerlukan penelitian lebih lanjut yang
bersifat multisenter dan melibatkan sampel yang lebih besar (English TJJ,
2003).

2. Probiotik
Probiotik merupakan bakteri hidup yang mempunyai efek yang
menguntungkan pada host dengan cara meningkatkan kolonisasi bakteri
probiotik di dalam lumen saluran cerna sehingga seluruh epitel mukosa usus
telah diduduki oleh bakteri probiotik melalui reseptor dalam sel epitel usus.
Dengan mencermati fenomena tersebut bakteri probiotik dapat dipakai dengan
cara untuk pencegahan dan pengobatan diare baik yang disebabkan oleh
Rotavirus maupun mikroorganisme lain, pseudomembrane colitis maupun
diare yang disebabkan oleh karena pemakaian antibiotika yang tidak rasional
rasional (antibiotic associated diarrhea) dan travellers’s diarrhea (Rohim A
dkk, 2002; Suharyono, 1994; Notoatmodjo S, 2010; English TJJ, 2003).
Terdapat banyak laporan tentang penggunaan probiotik dalam
tatalaksana diare akut pada anak. Hasil metaanalisa Van Niel dkk menyatakan
lactobacillus aman dan efektif dalam pengobatan diare akut infeksi pada anak,
menurunkan lamanya diare kira-kira 2/3 lamanya diare, dan menurunkan
frekuensi diare pada hari ke dua pemberian sebanyak 1 – 2 kali (Kushartanti

11
dan Roro, 2012). Kemungkinan mekanisme efek probiotik dalam pengobatan
diare adalah perubahan lingkungan mikro lumen usus, produksi bahan
antimikroba terhadap beberapa patogen, kompetisi nutrien, mencegah adhesi
patogen pada anterosit, modifikasi toksin atau reseptor toksin, efektrofik pada
mukosa usus dan imunno modulasi (Rohim A dkk, 2002; Kushartanti dan
Roro, 2012).

3. Mikronutrien
Dasar pemikiran pengunaan mikronutrien dalam pengobatan diare akut
didasarkan kepada efeknya terhadap fungsi imun atau terhadap struktur dan
fungsi saluran cerna dan terhadap proses perbaikan epitel seluran cerna selama
diare. Seng telah dikenali berperan di dalam metalloenzymes, polyribosomes,
selaput sel, dan fungsi sel, juga berperan penting di dalam pertumbuhan sel dan
fungsi kekebalan (Suharyono, 1994). Sazawal S dkk melaporkan pada bayi dan
anak lebih kecil dengan diare akut, suplementasi seng secara klinis penting
dalam menurunkan lama dan beratnya diare (Suharyono, 1994). Strand
menyatakan efek pemberian seng tidak dipengaruhi atau meningkat bila
diberikan bersama dengan vitamin A. Pengobatan diare akut dengan vitamin A
tidak memperlihatkan perbaikan baik terhadap lamanya diare maupun
frekuensi diare. Bhandari dkk mendapatkan pemberian vitamin A 60 mg
dibanding dengan plasebo selama diare akut dapat menurunkan beratnya
episode dan risiko menjadi diare persisten pada anak yang tidak mendapatkan
ASI tapi tidak demikian pada yang mendapat ASI (Barnes GL dkk, 1993).

4. Mencegah/menanggulangi gangguan gizi


Amatlah penting untuk tetap memberikan nutrisi yang cukup selama
diare, terutama pada anak dengan gizi yang kurang. Minuman dan makanan
jangan dihentikan lebih dari 24 jam, karena pulihnya mukosa usus tergantung
dari nutrisi yang cukup. Bila tidak maka ini akan menjadi faktor yang
memudahkan terjadinya diare kronik (Notoatmodjo S, 2010). Pemberian
kembali makanan atau minuman (refeeding) secara cepat sangatlah penting
bagi anak dengan gizi kurang yang mengalami diare akut dan hal ini akan

12
mencegah berkurangnya berat badan lebih lanjut dan mempercepat
kesembuhan. Air susu ibu dan susu formula serta makanan pada umumnya
harus dilanjutkan pemberiannya selama diare. Penelitian yang dilakukan oleh
Lama More RA dkk menunjukkan bahwa suplemen nucleotide pada susu
formula secara signifikan mengurangi lama dan beratnya diare pada anak oleh
karena nucleotide adalah bahan yang sangat diperlukan untuk replikasi sel
termasuk sel epitel usus dan sel imunokompeten. Pada anak lebih besar
makanan yang direkomendasikan meliputi tajin (beras, kentang, mie, dan
pisang) dan gandum (beras, gandum, dan sereal). Makanan yang harus
dihindarkan adalah makanan dengan kandungan tinggi gula sederhana yang
dapat memperburuk diare seperti minuman kaleng dan sari buah apel, juga
makanan tinggi lemak yang sulit ditoleransi karena karena menyebabkan
lambatnya pengosongan lambung (Rohim A dkk, 2002; English TJJ, 2003).
Pemberian susu rendah laktosa atau bebas laktosa diberikan pada
penderita yang menunjukkan gejala klinik dan laboratorium intoleransi laktosa.
Intoleransi laktosa berspektrum dari yang ringan sampai yang berat dan
kebanyakan adalah tipe yang ringan sehingga cukup memberikan formula susu
biasanya diminum dengan pengenceran oleh karena intoleransi laktosa ringan
bersifat sementara dan dalam waktu 2 – 3 hari akan sembuh terutama pada
anak gizi yang baik. Namun bila terdapat intoleransi laktosa yang berat dan
berkepanjangan tetap diperlukan susu formula bebas laktosa untuk waktu yang
lebih lama. Untuk intoleransi laktosa ringan dan sedang sebaiknya diberikan
formula susu rendah laktosa. Sabagaimana halnya intoleransi laktosa, maka
intoleransi lemak pada diare akut sifatnya sementara dan biasanya tidak terlalu
berat sehingga tidak memerlukan formula khusus. Pada situasi yang
memerlukan banyak energi seperti pada fase penyembuhan diare, diet rendah
lemak justru dapat memperburuk keadaan malnutrisi dan dapat menimbulkan
diare kronik (English TJJ, 2003).

13
BAB III
METODE KEGIATAN

3.1 Analisis Situasi


Pada tahapan ini, kelompok mahasiswa kepaniteraan klinik IKAKOM di Puskesmas
Rawat Inap Panjang melakukan identifikasi keadaan didalam puskesmas ataupun di
luar puskesmas untuk menentukan diagnosis komunitas. Menurut epidemiologi,
penentuan masalah (medis dan non medis) di komunitas harus memakai indikator
yang merepresentasikan permasalahan komunitas/ masyarakat. Berikut adalah
indikator status kesehatan yang biasa dipakai untuk menggambarkan masalah
kesehatan di komunitas:
1. Angka Kematian (Mortality rate): AKK, AKI, AKB, Angka Kematian akibat
penyakit tertentu, dll
2. Angka Kesakitan (Morbidity rate): Insiden, prevalen (menyangkut berbagai
penyakit)
3. Angka Ke-cacatan (Disability rate): Angka absensi, dll
Selain indikator diatas terdapat indikator lain yang sering dipergunakan misalnya:
1. Indikator jangkauan pelayanan kesehatan, misalnya cakupan ibu hamil yang
mendapat pelayanan ANC.
2. Rasio petugas kesehatan-penduduk, misalnya rasio dokter : penduduk
3. Indikator kesehatan lingkungan, misalnya persentase penduduk yang mendapat
air bersih
4. Indikator sosio-demografi (komposisi/struktur/distribusi, income per capita,
angka buta huruf, dll)
Pada diagnosis komunitas di Puskesmas Rawat Inap Panjang, kami menentukan
area permasalahan dari angka kesakitan diare di bagian rawat inap puskesmas
Panjang.
3.2 Pengumpulan Data Primer dan Sekunder
Tergantung data apa yang akan dikumpulkan, maka diperlukan metode
pengumpulan data (instrumen) yang sesuai. Data primer yang dikumpulkan dalam
kegiatan diagnosis komunitas di Puskesmas Rawat Inap Panjang yaitu data
wawancara dengan pemegang program Kesehatan Lingkungan, Program Promosi
Kesehatan, Program P2PM Diare serta FGD dengan kader promkes di wilayah
kelurahan Srengsem.

Selain itu, ini kami mengumpulkan data mengenai pengetahuan, sikap dan perilaku
masyarakat dengan menyebarkan kuesioner. Kuesioner ini diisi oleh 20 responden.
Responden yang mengisi kuesioner yaitu responden yang ada di posyandu Mawar
Merah Kelurahan Srengsem dan bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi
kuesioner. Kuesioner lalu dikategorikan menjadi kategori tinggi bila jumlah nilai
401-600, sedang bila jumlah nilai 201-400, dan rendah bila jumlah nilai<200.

Untuk data sekunder kami mendapatkan data dari rekam medis pasien, dan data
pencapaian program yang berhubungan dengan Diare yaitu program Kesehatan
Lingkungan, Promosi Kesehatan, dan P2PM Diare.

3.3 Identifikasi Masalah


Setelah melakukan analisis situasi dan mengumpulkan data maka dilakukan
identifikasi masalah. Identifikasi masalah dilakukan dengan mencari faktor resiko
yang menyebabkan banyaknya kasus rawat inap akibat penyakit diare. Faktor-faktor
resiko tersebut dicari dari ada-tidaknya kesenjangan dalam pencapaian dan target
pada program yang berhubungan dengan diare serta pengetahuan, sikap, dan
perilaku masyarakat terhadap penyakit diare. Masalah-masalah tersebut disusun
dengan menggunakan fishbone, yang dibagi dalam Man, Material, Machine, dan
Methode.

15
3.4 Menentukan Prioritas Masalah
Menilai dan meninjau kapasitas dari masyarakat di Lingkungan Puskesmas Panjang
perlu dilakukan pengukuran priotitas masalah. Selain itu adanya kemungkinan
masalah-masalah tersebut berkaitan satu dengan yang lainnya dan bila diselesaikan
salah satu masalah yang dianggap paling penting, maka masalah lainnya dapat
teratasi pula. Metode yang digunakan untuk menentukan prioritas masalah
kesehatan dalam hal ini peneliti memili USG (Urgency, Growth, Seriousness).

3.5 Alternatif Pemecahan Masalah


Setelah diketahui semua penyebab masalah, dicari dan dibuat beberapa alternatif
pemecahan masalah. Alternatif-alternatif pemecahan masalah tersebut dibuat untuk
mengatasi penyebab-penyebab masalah yang telah ditentukan. Alternatif pemecahan
masalah ini dibuat dengan meninjau kapasitas dari masyarakat di Lingkungan
Puskesmas Panjang. Penentuan alternatif pemecahan masalah dengan menggunakan
MIV/C.

16
BAB IV
HASIL

4.1 Profil Komunitas

4.1.1 Data Geografis

Puskesmas Rawat Inap Panjang terletak di Kelurahan Panjang Selatan

Kecamatan Panjang, Kota Bandar Lampung terdiri dari 8 kelurahan yaitu

Panjang Utara, Panjang Selatan, Karang Maritim, Srengsem, Pidada, Way

Lunik, Ketapang, dan Kuala.

- Kelurahan Panjang Selatan dengan luas 111 Ha

- Kelurahan Panjang Utara dengan luas 225 Ha

- Kelurahan Karang Maritim dengan Luas 556 Ha

- Kelurahan Srengsem dengan luas wilayah 556 Ha

- Kelurahan Pidada dengan laus wilayah 256 Ha

- Kelurahan Way Lunik dengan luas 144 Ha

- Kelurahan Ketapang dengan luas wilayah 224 Ha

- Kelurahan Kuala dengan luas wilayah 115 Ha

Adapun batas-batas wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Panjang adalah:


- Sebelah utara : Kelurahan Sukaraja
- Sebelah Selatan : Lampung Selatan
- Sebelah Timur : Kecamatan Ketibung
- Sebelah Barat : Teluk Lampung
Secara topografi Puskesmas Rawat Inap Panjang mempunyai wilayah kerja

yang terdiri dari tanah berbukitan dan landai serta sebagian kecil pantai.

Gambar 1. Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Panjang

4.1.2 Data Demografis

18
Pada tahun 2017 penduduk di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Panjang

berjumlah 75.707 jiwa. Distribusi penduduk dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2. Distribusi Penduduk Puskesmas Panjang

Jumlah
No Data Penduduk Pria dan Wanita WUS
1. Panjang Utara 14.320 3.168
2. Panjang Selatan 13.699 3.030
3. Karang Maritim 10.353 2.290
4. Srengsem 9.569 2.117
5. Pidada 12.295 2.290
6. Way Lunik 9.586 2.120
7. Ketapang 3.514 777
8. Kuala 2.371 524
Jumlah 75.707 16.316

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa jumlah penduduk pria adalah

38.419 jiwa dan penduduk wanita adalah 37.278 jiwa. Berdasarkan tabel diatas,

diketahui pula bahwa keluharan Panjang Utara memiliki jumlah penduduk

paling tinggi yaitu 14.320 jiwa dan kelurahan Kuala memiliki jumlah penduduk

paling sedikit yaitu 2.371 jiwa. Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui pula

jumlah wanita usia subur adalah 16.316 jiwa. Jumlah wanita usia subuh

terbanyak terdapat pada kelurahan Panjang Utara yaitu sebanyak 3.168 jiwa,

sementara kelurahan dengan jumlah wanita subur paling sedikit adalah

kelurahan Kuala dengan jumlah 524 jiwa.

4.2 Sarana Komunitas

19
4.2.1 Data Kesehatan Masyarakat

Pada tahun 2017 penduduk di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap

Panjang berjumlah 75.707 jiwa. Pada lingkungan kecamatan Panjang

masih minim sekali penduduk yang memenuhi syarat rumah sehat (9,2%).

Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar rumah penduduk banyak yang

belum memenuhi syarat rumah sehat, kondisi lingkungan rumah yang

padat dan jarangnya dilakukan pengecekan terhadap sarana air bersih

mengenai kualitas air dan bakteriologisnya pada tiap rumah sehingga

menyebabkan keadaan air yang tidak diketahui apakah memiliki kualitas

yang baik atau tidak. Apabila kualitas sumber air yang digunakan tidak

baik maka akan mendukung bakteri penyebab diare menjadi berkembang

biak dengan baik, hal ini merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya

peningkatan kasus diare pada Ruang Rawat Inap Puskesmas Panjang

sebanyak 58 kasus pada periode Juli 2017 sampai Juni 2018.

Dari beberapa kasus yang sering ditemukan di Puskesmas Panjang, salah

satu kasus terbanyak yang perlu perhatian khusus yakni diare. Selain itu,

kelurahan dengan penyumbang jumlah kasus tertinggi yaitu dari Kelurahan

Srengsem. Peningkatan jumlah kasus diare pada Kelurahan Srengsem

menyebabkan Kelurahan ini menjadi urutan pertama yang memiliki kasus

diare terbanyak di Kecamatan Panjang yang dimana jumlah keseluruhan

kasus pada Kelurahan Srengsem sebesar 26 kasus diare dengan mayoritas

penderita yakni usia balita dengan jumlah 16 kasus. Adapun data jumlah

20
kasus penyakit paling banyak yang memerlukan perawatan dan

pengawasan lebih lanjut di Ruang Rawat Inap Puskesmas Panjang dapat

dilihat pada grafik berikut.

Gambar 2. Daftar penyakit rawat inap periode Januari-Juni 2018 di Puskesmas Panjang

21
BAB V
ANALISIS KEGIATAN

5.1. Analisis Situasi


Kegiatan dimulai dengan melakukan analisis situasi pada rawat inap Puskesmas
Panjang. Ruang rawat inap di Puskesmas Panjang terdiri dari ruang pria dengan
kapasitas 6 bed, ruang wanita dengan kapasitas 6 bed, ruang anak dengan kapasitas
10 bed, dan ruang pasca bersalin dengan kapasitas 3 bed. Berdasarkan analisis data
pasien rawat inap di Puskesmas Panjang periode Januari-Juni 2018 didapatkan
beberapa penyakit paling banyak yang memerlukan perawatan dan pengawasan
lebih lanjut di Puskesmas Panjang. Lima penyakit terbanyak yang memerlukan
perawatan dan pengawasan lebih lanjut adalah demam tifoid, febris, diare, vomitus,
dan hipertensi. Diare merupakan penyebab terbanyak pasien harus dirawat inap di
Puskesmas Panjang pada periode Januari-Juni 2018. Hal ini tentu menjadi tanda
bahwa diare masih menjadi masalah yang belum terselesaikan di wilayah Panjang.
Sehingga diperlukan pemantauan lebih lanjut mengenai masalah-masalah yang
menjadi penyebab masih tingginya angka penyakit diare yang memerlukan
perawatan di komunitas Panjang. Berikut merupakan data rawat inap Puskesmas
Panjang periode Januari-Juni 2018.

Tabel 3. Daftar penyakit rawat inap periode Januari-Juni 2018 di Puskesmas Panjang
Diagnosa Jumlah pasien rawat inap
Demam tifoid 46 kasus
DBD 33 kasus
Diare 58 kasus
Malaria 4 kasus
Gastritis 21 kasus
Febris 38 kasus
Vomitus 28 kasus
TB 8 kasus
Hipertensi 36 kasus
ISPA 12 kasus
Kecelakaan 5 kasus

22
Tabel 4. Data pasien rawat inap akibat diare periode Januari-Juni 2018 di Puskesmas Panjang
No. Nama Umur Jenis Kelamin Tempat Tinggal
1 Tn. A 66 tahun Laki-laki Panjang Utara
2 An. R 12 bulan Laki-laki Srengsem
3 Nn. M 55 tahun Perempuan Panjang Selatan
4 Ny. H 37 tahun Perempuan Karang Maritim
5 An. T 29 bulan Perempuan Pidada
6 Ny. M 42 tahun Perempuan Srengsem
7 An. F 3 tahun Perempuan Way Lunik
8 An. Ru 4 tahun Perempuan Pidada
9 Nn. L 14 tahun Perempuan Panjang Utara
10 Ny. Ki 35 tahun Perempuan Way Lunik
11 An. L 11 bulan Perempuan Srengsem
12 An. K 4,5 tahun Perempuan Kuala
13 An. S 2 tahun Laki-laki Panjang Selatan
14 Tn. J 72 tahun Laki-laki Kuala
15 Tn. Mu 66 tahun Laki-laki Panjang Utara
16 An. J 15 bulan Perempuan Pidada
17 Ny. Li 27 tahun Perempuan Panjang Utara
18 Nn. S 17 tahun Perempuan Karang Maritim
19 An. Si 7 bulan Perempuan Srengsem
20 Nn. Wu 15 tahun Perempuan Srengsem
21 Ny. P 37 tahun Perempuan Panjang Selatan
22 An. W 9 bulan Perempuan Srengsem
23 Tn. Ri 45 tahun Laki-laki Panjang Selatan
24 Ny. Fa 32 tahun Perempuan Srengsem
25 Ny. Ju 20 tahun Perempuan Pidada
26 An. D 31 bulan Perempuan Panjang Utara
27 An. M 27 bulan Laki-laki Karang Maritim
28 An. V 7 bulan Perempuan Panjang Selatan
29 An. Mu 28 bulan Laki-laki Panjang Utara
30 An. Raf 8 bulan Laki-laki Panjang Selatan
31 Ny. Mi 26 tahun Perempuan Srengsem
32 Tn. Ko 58 tahun Laki-laki Karang Maritim
33 Nn. Di 13 tahun Perempuan Panjang Utara
34 Nn. Er 44 tahun Perempuan Srengsem
35 An. Su 39 bulan Perempuan Pidada
36 An. Di 5 bulan Perempuan Panjang Selatan
37 Ny. Se 33 tahun Perempuan Panjang Utara
38 An. A 8 bulan Laki-laki Srengsem
39 An. P 4 tahun Perempuan Way Lunik
40 Tn. Yu 35 tahun Laki-laki Pidada
41 An. B 28 bulan Laki-laki Panjang Utara
42 Ny. Op 23 tahun Perempuan Ketapang
43 An. Pu 9 bulan Perempuan Srengsem
44 Nn. Rus 16 tahun Perempuan Srengsem
45 An. Riz 5 bulan Laki-laki Karang Maritim
46 Tn. W 57 tahun Laki-laki Panjang Utara

23
47 An. Di 6 bulan Perempuan Kuala
48 Tn. He 46 tahun Laki-laki Way Lunik
49 An. Re 8 bulan Perempuan Karang Maritim
50 An. C 5 tahun Perempuan Srengsem
51 An. N 6 bulan Perempuan Srengsem
52 Ny. Mo 55 tahun Perempuan Ketapang
53 Ny. Rom 32 tahun Perempuan Kuala
54 Nn. Fer 14 tahun Perempuan Srengsem
55 Tn. Ded 37 tahun Laki-laki Karang Maritim
56 Ny. Mel 54 tahun Perempuan Srengsem
57 Nn. Ji 15 tahun Perempuan Ketapang
58 Tn. Ruk 56 tahun Laki-laki Panjang Selatan

Dari tabel 4, didapatkan bahwa penderita penyakit diare terbanyak pada usia balita
yaitu 0-5 tahun dengan jumlah 26 dengan daerah terbanyak berasal dari kelurahan
Srengsem dengan jumlah 16. Hal ini tentu menjadi permasalahan yang memerlukan
analisis lebih lanjut mengenai penyebab tingginya angka kesakitan balita yang dirawat
inap di wilayah Srengsem, sehingga diperlukan data lain untuk mengetahui penyebab
masalah.

5.2. Analisis Data Primer dan Sekunder


5.2.1. Data Primer
Data primer didapatkan dari kuesioner yang digunakan untuk menilai
Pengetahuan, Perilaku, dan Sikap masyarakat Srengsem. Kuesioner diberikan
kepada 20 responden. Responden yang mengisi kuesioner yaitu responden yang
mengunjungi posyandu Mawar Merah Srengsem yang dirinya atau saudaranya
pernah menderita penyakit diare dan bersedia meluangkan waktunya untuk
mengisi kuesioner. Selain dari kuesioner, data primer juga didapatkan dari
hasil indeepth interview dengan penanggung jawab program P2PM Diare,
Promosi Kesehatan, dan Kesehatan Lingkungan serta salah satu kader wilayah
Srengsem.

A. Gambaran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Masyarakat Srengsem


mengenai Diare
Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku masyarakat Srengsem mengenai penyakit
diare dan pencegahannya umumnya masih kurang. Berdasarkan hasil

24
penilaian kuesioner yang telah diberikan pada 20 responden, pengetahuan,
sikap, dan perilaku informan dalam kategori rendah sebanyak 13 orang,
kategori sedang sebanyak 3 orang dan kategori tinggi sebanyak 4 orang.
B. Gambaran Pelaksanaan dan Pencapaian Program P2PM Diare di
Wilayah Panjang
Berdasarkan indeepth interview dengan penanggung jawab P2PM Diare
didapatkan bahwa edukasi mengenai faktor resiko diare oleh pelayanan
kesehatan di BP masih kurang. Hal ini disebutkan pada hasil wawancara
berikut.
“Jadi pencegahan dan penanggulangan faktor resiko itu digabung kerjaan
nya di BP dan poli MTBS, jadi saat melakukan pelayanan di BP itu
seharusnya dokter melakukannya, tetapi biasanya karena pasien yang
ramai dan jumlah dokter yang sedikit dalam kenyataannya jadinya tidak
diterapkan dengan baik gitu dik”
Tidak dilakukannya edukasi pada pasien yang terdiagnosis diare tentu
dapat meningkatkan faktor resiko diare berulang pada pasien.

Selain itu, berdasarkan surveilans epidemiologi pada kelurahan Srengsem


memerlukan perhatian khusus karena kawasan yang padat penduduk dengan
pencemaran sungai yang cukup parah dan sumber air berdasarkan dari sumur
pompa yang tercemar oleh air dari sungai. Berikut merupakan hasil
wawancara yang mendukung.
“Kalau pendataan jumlah kasus diarenya ada, Cuma seinget saya yang
perlu perhatian khusus itu kelurahan Srengsem. Soalnya disana sumber
airnya kebanyakan dari sumur, sedangkan disana rumahnya rapat-rapat,
sungai di daerah sana juga rata-rata banyak sampahnya, ya mungkin dari
situ juga makanya yang kena diare dari Srengsem lebih tinggi ya.. coba
kalian tanya juga sama yang megang program kesling, benar atau tidak
disana keadaan airnya kurang baik, biar lebih jelas juga kenapa kok
disana lebih banyak kasusnya.”

25
C. Gambaran Pelaksanaan dan Pencapaian Program Kesehatan Lingkungan
yang Mendukung Pencegahan Diare di Wilayah Panjang
Berdasarkan hasil wawancara dengan program kesehatan lingkungan yang
mendukung pencegahan diare, terdapat beberapa poin yang dapat
meningkatkan faktor resiko terjadinya diare di wilayah Panjang khususnya
Srengsem. Dari hasil wawancara ditemukan bahwa program pembinaan
sumber air bersih hanya dilakukan melalui edukasi. tanpa ada media promosi
khusus, sehingga hanya masyarakat yang mendapatkan edukasi yang
memahami syarat air bersih dan pentingnya air bersih. Seperti disebutkan
dalam hasil wawancara berikut.
“Kalau pembinaan sanitasi sarana air bersih yang seperti apa pak? Pakai
pamphlet atau poster atau gimana pak?”
“Ya engga sih, biasanya pembinaan kita lakukan bersamaan dengan
inspeksi sumber air bersih sekalian edukasi sama masyarakat dan tokoh
yang ada disana”

Selain tidak adanya media promosi, program pemeriksaan air secara fisik,
kimiawi dan bakteriologis juga tidak dilakukan pada periode Januari-Juni 2018
sehingga tidak diketahui kualitas sumber air masyarakat dan tidak dapat
dilakukan penatalaksanaan lebih lanjut untuk mengkatkan kualitas sumber air
masyarakat. Terlebih lagi sebagian wilayah Srengsem adalah wilayah yang
terletak di daerah pantai dan kebiasaan masyarakat Srengsem yang sering
membuang sampah ke sungai. Berikut hasil wawancara yang mendukung
pernyataan diatas.
“Pemeriksaan bakteriologis ini sebenernya bisa dilakukan sendiri tapi
tidak ada alatnya kita. Kita sudah mengajukan ke kepala puskesmas untuk
tahun depan, sementara ini kita mengajukan kerjasama dengan labkesda,
namun belum ada jawaban”
“Ya, Srengsem itu kan daerahnya dekat pantai ya banyak sungai juga,
kalau dari inspeksi air bersih, masih banyak masyarakat yang membuang
sampah sembarangan ke sungai, jadi ya mencemari sungainya. Dan

26
berdasarkan pengamatan kami di srengsem itu kebanyakan orang-orang
disana masih menggunakan sumur pompa, kaya sumur umum”

Rendahnya capaian rumah yang dilakukan inspeksi sumber air juga


menyebabkan kurangnya data ketersediaan sumber air bersih di masyarakat
Panjang, terutama Srengsem. Sehingga pemerintah dan puskesmas setempat
menganggap bahwa sumber air bersih masih dapat terpenuhi dan tidak
dilakukan penatalaksanaan lebih lanjut di daerah Panjang khusunya Srengsem.
Hal ini disebutkan didalam hasil wawancara berikut.
“Ya kan kita melakukan pemeriksaan inspeksi sumber air bersih itu
kerumah-rumah sekalian pembinaan juga, biasanya kita lakukan saat hari
kerja, tapi ya gitu, masyarakat kan kadang ada yang tidak dirumah saat
mau diperiksa, jadi tidak tercapai yang seharusnya 100%”

D. Gambaran Pelaksanaan dan Pencapaian Program Promosi Kesehatan


yang Mendukung Pencegahan Diare di Wilayah Panjang
Dari hasil wawancara dapat diketahui bahwa seluruh program telah dijalankan
oleh petugas puskesmas dan kader. Seperti disebutkan dalam hasil wawancara
berikut.
“Kalau PBHS rumah tangga itu ada ceklistnya, biasanya kita datang atau
dibantu oleh kader kerumah-rumah, nanti datanya baru diserahkan ke kita.
Kita ada kader yang sebelumnya sudah kita bina dahulu”
“Kalau PBHS sekolah biasanya kami dari petugas puskesmas yang kesana,
menialai langsung”
“Kalau waktunya biasanya kami pertiga bulan sekali, karena kan harus
dievaluasi dan diperbaiki, yang belum terjangkau di jangkau, yang sudah
terjangkau dengan penilaian di pertahankan”

Promosi kesehatan juga telah menggunakan media untuk meningkatkan


pengetahuan masyarakat. Dengan adanya media promosi tentu pemahaman
masyarakat akan lebih baik. Meskipun telah menggunakan media yang baik
untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai diar, cakupan promosi

27
kesehatan belum menyeluruh. Hal ini dapat diketahui dari hasil wawancara
berikut.
“Oh sebentar, kebetulan saya baru selesai buat laporan (megambil laporan
dan menyerahkan ke koas), ini laporannya. Tapi disitu belum semua rumah
kami kunjungi jadi belum bisa mencapai target.”

Tidak tersedianya sarana cuci tangan di sekolah ternyata dapat mempengaruhi


peningkatan angka kejadia diare di wilayah Panjang terutama Srengsem.
Meskipun pemahaman cuci tangan sudah diajarkan pihak sekolah, namun jika
sarana cuci tangan tidak tersedia perilaku dan kebiasaan cuci tangan pada anak
sekolah tidak akan terbentuk. Angka kejadian diare meningkat juga dapat
disebabkan oleh rendahnya kesadaran anak untuk mengkonsumsi makanan
sehat khususnya di wilayah Srengsem. Hal ini sesuai dengan pernyataan
berikut.
“Kalau untuk cuci tangan itu ya, sebenarnya kami sudah menyarankan
untuk disediakan tempat cuci tangan di taman atau didepan kelas, tapi
untuk sekolah sendiri mungkin ada keterbatasan biaya dan lain sebagainya
jadi masih kurang memang. Sedangkan kalau untuk jajan dikantin itu ya
dari anak-anaknya, mereka lebih tertarik dengan jajanan yang ada diluar.
Biasanya gerbang itu sudah ditutup biar anak-anak jajan dikantin yang
sudah terjaga kebersihannya, tapi masih banyak yang lewat pagar sekolah
itu jajan manggil abang jualan yang ada di luar sekolah, jadi agak susah
juga untuk tercapai programnya”

E. Gambaran Peran Masyarakat dalam Mendukung Program Pencegahan


Diare
Berdasarkan pernyataan informan, dapat diketahui bahwa partisipasi
masyarakat Srengsem dalam mendukung pelaksanaan program kesling masih
rendah. Sehingga program yang dilakukan Puskesmas Panjang tidak dapat
berjalan. Hal ini sesuai dengan pernyataan sebagai berikut.
“Ya kan kita melakukan pemeriksaan inspeksi sumber air bersih itu
kerumah-rumah sekalian pembinaan juga, biasanya kita lakukan saat hari

28
kerja, tapi ya gitu, masyarakat kan kadang ada yang tidak dirumah saat
mau diperiksa, jadi tidak tercapai yang seharusnya 100%”
“Sudah, kami biasanya memberitahu ke tokoh masyarakat sekitar, tapi
namanya juga masyarakat kadang mereka lagi kerja, jadi dirumah kosong
tidak ada orang seperti itu”

Pencemaran lingkungan air juga merupakan salah satu faktor resiko


meningkatnya angka kejadia diare di wilayah Srengsem. Masyarakat Srengsem
khususnya, sering sekali mencemari air dengan membuang sampah dan limbah
rumah tangga ataupun limbah hasil produksi ke sungai atau laut yang ada
didekat pemukiman masyarakat. Hal ini dapat diketahui melalui hasil
wawancara berikut.
“Ya, Srengsem itu kan daerahnya dekat pantai ya banyak sungai juga, kalau
dari inspeksi air bersih, masih banyak masyarakat yang membuang sampah
sembarangan ke sungai, jadi ya mencemari sungainya. Dan berdasarkan
pengamatan kami di srengsem itu kebanyakan orang-orang disana masih
menggunakan sumur pompa, kaya sumur umum”
“Kami kan wilayahnya dekat laut dok, rumahnya juga pada deketan padat
dok, juga warga sini seringnya buang sampah sembarangan, banyak
genangan, jadi mencemari air dok. Sebenernya sudah disediakan truk yang
mengambil sampah, tapi karena buang sampahnya tidak pada tempatnya
jadi tercemar semua dok”
“Kalau yang di pinggir itu juga padet dok, malah kalau mau nyari air bersih
disana susah. Karena disana kan banyak pasar ikan sama buat-buat produk
dari ikan, terus sisaan ikan buat produk nya itu di tumpuk-tumpuk di sana
dok, nunggu ada yang ngambil.”

SPAL (Sistem Pembuangan Air Limbah) tidak tersedia di wilayah Srengsem.


Berdasarkan hasil wawancara wilayah Srengsem adalah wilayah dengan hasil
produksi dengan bahan baku ikan terbesar di Wilayah Panjang. Namu,
ketersediaan SPAL di wilayah Srengsem masih kurang sehingga masyarakat

29
limbah yang dihasilkan dari produksi ikan tersebut sering dibuang ke laut. Hal
ini sesuai dengan pernyataan berikut.
“Kalau saluran yang dokter maksud buat buang-buang gitu ga ada, ya
mereka numpukin sisa-sisa nya di pinggir-pinggir, lalu nunggu ada yang
mau ngambil karena tempat pembuangan utama nya jauh dok.”

F. Gambaran Persepsi dan Asumsi Masyarakat Srengsem


Persepsi masyarakat mengenai ASI Eksklusif masih kurang baik juga dapat
meningkatkan angka kejadian diare.Hal ini berhubungan dengan sistem imun
balita yang erat kaitannya dengan kejadian infeksi termasuk diare. Sehingga
diperlukan persepsi yang baik dari masyarakat mengenai ASI Eksklusif.
Namun, wilayah Srengsem memiliki persepsi yang buruk mengenai ASI
Eksklusif. Hal ini terbukti dari hasil wawancara sebagai berikut.
“Biasanya ya kadang dari orang tuanya dok, kalo bayinya kelihatan lapar
terus walaupun udah disusuin jadi mereka menyarankan ibu si bayi untuk
ngasi makanan diluar ASI dok”
“Biasanya kalau ibunya yang tinggal dengan mertuanya atau tinggal
dengan orang tuanya masih suka dianjurkan memberikan makanan lain,
dibilangnya biar kuat anaknya dok hahaha”
“Iya untuk yang ASI eksklusif disini agak sulit, kami sudah kerjasama
dengan bagian KIA juga, sebenarnya sudah baik pengetahuan ibu-ibu
menyusui tentang ASI eksklusif, karena kan sering ada edukasi di
posyandu, tapi kita disini kesulitan dengan ibu-ibu menyusui yang tinggal
dengan mertuanya. Biasanya mereka itu ngikut apa kata mertuanya, kalau
mertuanya bilang anaknya laper tu, kasih buah dilembekin seperti pisang
gitu, ya dikasih sama si ibu karena saking nurutnya sama mertuanya”

5.2.2. Data Sekunder


Data sekunder didapatkan dari rekam medis pasien dan data pencapaian program
yang berhubungan dengan pencegahan diare yaitu program Kesehatan
Lingkungan, Promosi Kesehatan, dan P2PM Diare. Dari data rekam medis telah
didapatkan hasil tabel 3 dan tabel 4. Proses selanjutnya adalah analisis data

30
sekunder berupa pencapaian program yang mendukung pencegahan diare.
Program pertama yang dianalisis adalah subprogram pencegahan diare dari
program P2PM. Berikut merupakan data pencapaian program P2PM Diare.

Tabel 5. Pencapaian program pencegahan diare oleh P2PM


Indikator Target Pencapaian
Penemuan penderita diare yang diobati puskesmas 100% 87%
dan kader
Cakupan pelayanan diare 100% 73%
Angka penggunaan oralit 100% 55%
Angka penggunaan RL 1% 0,7%
Proporsi penderita diare balita yng diberi tablet zinc 100% 100%
Case Fatality Rate KLB diare toleransi <1% 0

Dari tabel 5, didapatkan bahwa terdapat beberapa indikator yang tidak memenuhi
target, yaitu penemuan penderita diare yang diobati puskesmas dan kader,
cakupan pelayanan diare, dan angka penggunaan oralit.

Tabel 6. Indikator program Kesehatan Lingkungan yang mendukung P2PM Diare


Target
Jenis Kegiatan Jumlah Pencapaian
SPM
Inspeksi dan pembinaan sanitasi sarana air
10.066 85% 2.305 (23%)
bersih
Keluarga menggunakan air bersih 2.305 100% 2.002 (86%)
Sarana air bersih diperiksa bakteriologis 0 100% 0
Sarana air bersih memenuhi syarat
0 100% 0
bakteriologis.

Analisis selanjutnya adalah program Kesehatan Lingkungan yang mendukung


program P2PM Diare. Pada tabel 6, didapatkan bahwa seluruh indikator tidak
memenuhi target.

Tabel 7. Indikator PHBS rumah tangga yang mendukung P2PM Diare


Indikator Target Pencapaian
Mencuci Tangan dengan sabun 100% 95%
Menggunakan air bersih 100% 96%
Menggunakan jamban sehat 100% 73%

31
Pemberian ASI Eksklusif 100% 41%

Tabel 8. Indikator Gabungan PHBS


No. Kelurahan Rumah Jumlah RTS (RT % Jumlah
dikunjungi ber-PHBS RTS Rumah
1 Srengsem 600 126 21% 2392
2 Karang Maritim 525 173 33% 2588
3 Panjang Selatan 600 336 56% 3424
4 Panjang Utara 450 184 41% 3580
5 Pidada 462 244 53% 3076
6 Way Lunik 339 105 31% 2396
7 Ketapang 120 27 23% 592
8 Kuala 225 92 41% 878
Jumlah 3321 1287 39% 18926

Tabel 9. Indikator PHBS Sekolah yang mendukung P2PM


Indikator Target Pencapaian
Mencuci Tangan dengan sabun 100% 48%
Jajan di Kantin Sekolah 100% 70%
Menggunakan jamban sehat 100% 91%

Dari tabel 7 dan 9 didapatkan bahwa seluruh indikator PHBS rumah tangga dan
sekolah belum mencapai target. Kesenjangan indikator PHBS rumah tangga
tertinggi terdapat pada pemberian ASI Eksklusif yaitu 41%. Sedangkan
kesenjangan indikator PHBS sekolah tertinggi terdapat pada indikator mencuci
tangan dengan sabun yaitu diatas 50%.

5.3. Identifikasi Masalah


Berdasarkan hasil analisis situasi, analisis data primer dan analisis data sekunder,
didapatkan identifikasi masalah dalam bentuk diagram sebagai berikut.

32
Man Dia Material

Minimnya partisipasi Tingginya pencemaran


SPAL (Sarana
masyarakat dalam lingkungan air oleh masyarakat
mengikuti program yang Pembuangan Air Limbah) Sarana cuci tangan di
diselenggarakan Persepsi masyarakat yang kurang tidak tersedia sekolah yang ada di wilayah
Rendahnya pengetahuan, Panjang tidak tersedia
baik mengenai ASI Eksklusif
sikap, dan perilaku (PSP)
masyarakat mengenai diare
dan pencegahannya
Tidak dilakukannya pemeriksaan
Kurangnya edukasi
bakteriologis sumber air Cakupan promosi kesehatan mengenai pencegahan
belum menyeluruh faktor resiko diare oleh
Kurangnya media informasi
mengenai sumber air yang tenaga kesehatan saat di BP Kerjasama dengan Labkesda
Rendahnya kesadaran anak-anak (Balai Pengobatan) yang tidak berjalan dengan
baik
untuk mengkonsumsi makanan baik terkait pemeriksaan
dari kantin yang sehat
bakteriologis air
Machine

Gambar 3. Diagram fishbone


Methode

33
5.4. Prioritas Masalah Kesehatan Komunitas

Dari fishbone di atas, masih perlu dicari masalah-masalah yang paling

memiliki peranan dalam mencapai keberhasilan program. Dengan

menggunakan model teknik kriteria matriks pemilihan prioritas dapat dipilih

masalah yang paling dominan. Masalah kesehatan utama di Puskesmas

Panjang berupa tingginya kejadian diare dengan penyebab masalah berupa:

1. Minimnya partisipasi masyarakat dalam mengikuti program yang

diselenggarakan
2. Rendahnya pengetahuan, sikap, dan perilaku (PSP) masyarakat

mengenai diare dan pencegahannya


3. Tingginya pencemaran lingkungan air oleh masyarakat
4. Persepsi masyarakat yang kurang baik mengenai ASI Eksklusif
5. SPAL (Sarana Pembuangan Air Limbah) tidak tersedia
6. Sarana cuci tangan di sekolah yang ada di wilayah Panjang tidak

tersedia
7. Tidak dilakukannya pemeriksaan bakteriologis sumber air
8. Kurangnya media informasi mengenai sumber air yang baik
9. Cakupan promosi kesehatan belum menyeluruh
10. Rendahnya kesadaran anak-anak untuk mengkonsumsi makanan dari

kantin yang sehat


11. Kurangnya edukasi mengenai pencegahan faktor resiko diare oleh

tenaga kesehatan saat di BP (Balai Pengobatan)


12. Kerjasama dengan Labkesda yang tidak berjalan dengan baik terkait

pemeriksaan bakteriologis air

Menilai dan meninjau kapasitas dari masyarakat di Lingkungan Puskesmas

Panjang perlu dilakukan pengukuran priotitas masalah. Metode yang

digunakan untuk menentukan prioritas masalah kesehatan dalam hal ini

peneliti memili USG (Urgency, Growth, Seriousness).

34
Tabel 10. Tabel prioritas masalah USG

Masalah Urgency Seriousness Growth Total


Minimnya partisipasi masyarakat
dalam mengikuti program yang 3 4 2 9
diselenggarakan
Rendahnya pengetahuan, sikap, dan
perilaku (PSP) masyarakat 4 5 4 13
mengenai diare dan pencegahannya
Tingginya pencemaran lingkungan
5 5 4 14
air oleh masyarakat
Persepsi masyarakat yang kurang
4 5 3 12
baik mengenai ASI Eksklusif
SPAL (Sarana Pembuangan Air
3 3 3 9
Limbah) tidak tersedia
Sarana cuci tangan di sekolah yang
ada di wilayah Panjang tidak 2 2 1 5
tersedia
Tidak dilakukannya pemeriksaan
3 3 3 9
bakteriologis sumber air
Kurangnya media informasi
3 4 3 10
mengenai sumber air yang baik
Cakupan promosi kesehatan belum
3 3 3 9
menyeluruh
Rendahnya kesadaran anak-anak
untuk mengkonsumsi makanan dari 2 2 1 5
kantin yang sehat
Rendahnya kesadaran anak-anak
untuk mengkonsumsi makanan dari 3 3 3 9
kantin yang sehat
Kerjasama dengan Labkesda yang
tidak berjalan dengan baik terkait 4 4 3 11
pemeriksaan bakteriologis air

Berdasarkan prioritas masalah menggunakan metode USG di atas, didapatkan

prioritas penyebab masalah terbesar yakni tingginya pencemaran lingkungan

35
air oleh masyarakat. Pola pikir masyarakat mengenai penjagaan lingkungan

air belum cukup baik. Dalam tindakan pencegahan dengan inspeksi sumber

air, masyarakat Panjang kurang berpartisipasi dalam mengikuti tindakan

preventif pada program yang sudah disosialisasikan oleh puskesmas.

Ditambah dengan minimnya jumlah petugas kesehatan dalam melakukan

pemeriksaan kualitas sumber air dan sosialisasi mengenai sumber air yang

baik menyebabkan kurangnya pengetahuan mengenai pentingnya pencegahan

dan pengobatan diare dengan menjaga lingkungan.

5.5. Alternatif Pemecahan Masalah

Tabel 11. Upaya perbaikan

Masalah Pemecahan masalah


Edukasi tentang bahaya pencemaran air dan
pencegahannya
Gotong-royong masyarakat untuk membersihkan
Tingginya pencemaran
sampah di sungai wilayah Panjang
lingkungan air oleh
Pembentukan organisasi peduli sampah
masyarakat
Kerjasama lintas sektor untuk menanggulangi
pencemaran air

36
Alternatif pemecahan masalah ini dibuat dengan meninjau kapasitas dari

masyarakat di Lingkungan Puskesmas Panjang. Penentuan alternatif

pemecahan masalah dengan menggunakan MIV/C.

Tabel 12. Cara pemecahan terpilih

Efektivitas Efisiensi Jumlah


Pemecahan masalah
M I V C MIV/C
Edukasi tentang bahaya
pencemaran air dan 3 3 3 1 27
pencegahannya
Gotong-royong
masyarakat untuk
3 2 3 1 18
membersihkan sampah di
sungai wilayah Panjang

Pembentukan organisasi
3 3 2 2 9
peduli sampah

Kerjasama lintas sektor


untuk menanggulangi 3 3 2 2 9
pencemaran air

Dari cara pemecahan terpilih didapatkan perlu dilakukan pemberian edukasi

tentang bahaya pencemaran air dan pencegahannya. Hal ini perlu dilakukan

untuk mencegah bertambahnya kejadian diare yang disebabkan oleh

penggunaan sumber air yang kurang baik dari sumur pompa yang tercemar

oleh karena sungai yang berisi banyak sampah.

37
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
1. Masalah komunitas yang terjadi di Panjang adalah masih tingginya angka
kejadian diare di Rawat Inap khususnya pasien yang berasal dari Keluraan
Srengsem.
2. Prioritas masalah yang paling utama setelah diidentifikasi adalah
Tingginya pencemaran lingkungan air oleh masyarakat.
3. Alternatif pemecahan masalah (jalan keluar) yaitu edukasi tentang bahaya
pencemaran air dan pencegahannya
6.2 Saran
1. Untuk kepaniteraan IKAKOM yang akan melakukan Diagnosis Komunitas
Mengenai diare disarankan untuk melakukan wawancara dengan anak
sekolah sehingga dapat diketahui persepsi anak-anak mengenai diare dan
pencegahannya.
2. Menjadwalkan kegiatan kebersihan secara berkala.
3. Mengadakan kerjasama lintas sektor dalam mengatasi faktor-faktor yang
berperan dalam menyebabkan terjadinya kasus diare.

38
Daftar Pustaka

Anjar PW. Hubungan Antara Faktor Lingkungan dan Faktor Sosiodemografi


Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Desa Blimbing Kecamatan Sambirejo
Kabupaten Sragen. Universitas Muhamadiah Surakarta; 2009.
Barnes GL, Uren E, Stevens KB, Bishop RS. Etiology of Acute Gastroenteritis in
Hospitalized Children in Melbourne, Australia from April 1980 to March
1993. J of Clin Microb. Jan 1998. p. 133 – 138.
Cohen MB. Evaluation of the Child with Acute Diarrhea. In: Rudolp AM,
Hofman JIE, Ed Rudolp’s Paediatrics 20th ed. USA : Prstice Hall
International, Inc. p. 1034-36.
Departemen Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia 2001. Jakarta; 2002.
Depkes RI. Perilaku Mencuci Tangan Pakai Sabun di Indonesia. 2011.
https://www.depkes.go.id .
Ditjen PPM dan PLP. Tatalaksana Kasus Diare Departemen Kesehatan RI. 1999.
h. 24-25.
Dwipoerwantoro PG. Pengembangan Rehidrasi Parenteral pada Tatalaksana Diare
Akut. Dalam: Kumpulan Makalah Kongres Nasional II BKGAI. Juli 2003.
English TJJ. Microbiology and Infection. Philadelphia: Churchill Livingstone.
2003.
Firmansyah A. Terapi Probiotik dan Prebiotik pada Penyakit Saluran Cerna.
Dalam: Sari Pediatric, Vol 2, No. 4, Maret 2001.
Gupte S. Mikrobiologi Dasar. Jakarta: Binarupa Aksara. 2004.
Irwanto, Roim A, Sudarmo SM. Diare Akut Anak. Dalam: Ilmu Penyakit Anak
Diagnosa dan Penatalaksanaan. Edisi ke-1. Jakarta: Salemba Medika; 2002.
h. 73-103.
Kushartanti, Roro. Tesis. Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Cuci
Tangan Pakai Sabun (CTPS) (Studi di Sekolah Dasar Negeri Brebes)
http://Eprints.Undip.ac.id/42527/. Program Pacsa Sarjana Universitas
Dipenogoro: Semarang. 2012.
Lung E. Acute Diarrheal Diseases. In: Current Diagnosis abd Treatment in
Gastroenterology, 2nd ed. New York: McGraw Hill. 2003. p. 131 – 49.

39
Notoatmodjo S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Cetakan VI, Jakarta: PT.
Rineka Cipta. 2010.
Profil Kesehatan Provinsi Lampung Tahun 2015. Tersedia dalam
www.depkes.go.id . diakses pada tanggal 25 Juli 2018.
Rohim A, Soebijanto MS. Probiotik dan Flora Normal Usus. Dalam: Ilmu
Penyakit Anak Diagnosa dan Penatalaksanaan. Ed Soegijanto S. Edisi ke-1.
Jakarta: Salemba Medika; 2002. h. 93 – 103.
Sinuhaji AB. Peranan Obat Antidiare pada Tatalaksana Diare Akut. Dalam:
Kumpulan Makalah Kongres Nasional II BKGAI. Juli 2003.
Strohl WA, Rouse H, Fisher BD. Lippincott’s Illustrated Reviews: Microbiology.
Pennsylvania: Lippincott Williams & Wilkins, 2001.
Suharyono. Terapi Nutrisi Diare Kronik. Dalam: Pendidikan Kedokteran
Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak ke XXXI. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 1994.
World Health Organization. Diare, Penyebab Kematian Kedua di Dunia; 2010.

40
LAMPIRAN

41
Lampiran 1. Wawancara dengan pemegang program Kesehatan Lingkungan
Keterangan:
P: koas IKKOM
K: Pemegang program Kesling

P: Selamat siang pak, kami izin melakukan wawancara untuk program kesling yang
berhubungan dengan diare ya pak?
K: Iya silahkan-silahkan…

P: Untuk kesling sendiri, program apa saja pak yang berhubungan dengan diare?
K: Ada banyak dik, seperti inspeksi sumber air bersih, pemeriksaan bakteriologis
pada sarana air, pembinaan sanitasi sarana air bersih

P: Kalau inspeksi sumber air bersih itu yang seperti apa ya pak?
K: ya seperti, ada jamban atau tidak disekitar sumur, jaraknya berapa, ada genangan
tidak disekitar sumur, itu ada ceklistnya, nanti saya berikan

P: Kalau pembinaan sanitasi sarana air bersih yang seperti apa pak? Pakai pamphlet
atau poster atau gimana pak?
K: ya engga sih, biasanya pembinaan kita lakukan bersamaan dengan inspeksi sumber
air bersih sekalian edukasi sama masyarakat dan tokoh yang ada disana

P: Ooo begitu, kalau untuk pemeriksaan bakteriologis, yang melakukan siapa ya pak?
K: Pemeriksaan bakteriologis ini sebenernya bisa dilakukan sendiri tapi tidak ada
alatnya kita. Kita sudah mengajukan ke kepala puskesmas untuk tahun depan,
sementara ini kita mengajukan kerjasama dengan labkesda, namun belum ada
jawaban

P: kegiatan seperti inspeksi air bersih, dan pembinaan itu biasanya dilakukan kapan
pak?

42
K: Idealnya kita lakukan berkala tiga bulan sekali

P: Ooo begitu, kalau pencapaiannya bagaimana pak untuk program-program tersebut?


Menurut bapak sejauh ini mencapai target atau tidak?
K: sejauh ini untuk program tersebut untuk TW1 dan TW2 masih belum mencapai
target

P: Kalau menurut bapak kira-kira kendala dalam pelaksanaan program ini apa pak?
Yang paling dirasakan gitu pak?
K: Ya kan kita melakukan pemeriksaan inspeksi sumber air bersih itu kerumah-rumah
sekalian pembinaan juga, biasanya kita lakukan saat hari kerja, tapi ya gitu,
masyarakat kan kadang ada yang tidak dirumah saat mau diperiksa, jadi tidak
tercapai yang seharusnya 100%

P: Sebelum pemeriksaan itu sudah diumumkan belum pak ke masyarakat?


K: Sudah, kami biasanya memberitahu ke tokoh masyarakat sekitar, tapi namanya
juga masyarakat kadang mereka lagi kerja, jadi dirumah kosong tidak ada orang
seperti itu

P: Jadi gini pak, kalau dari data rawat inap yang kami dapat di Kelurahan srengsem
itu paling tinggi rawat inap karena diare dibandingkan dengan wilayah lain, kalau
dari program Kesling sendiri ada kendala tidak pak di kelurahan Srengsem?
K: Ya, Srengsem itu kan daerahnya dekat pantai ya banyak sungai juga, kalau dari
inspeksi air bersih, masih banyak masyarakat yang membuang sampah
sembarangan ke sungai, jadi ya mencemari sungainya. Dan berdasarkan
pengamatan kami di srengsem itu kebanyakan orang-orang disana masih
menggunakan sumur pompa, kaya sumur umum
P: maaf pak, untuk di srengsem itu masih menggunakan sumur pompa?
K: iya berdasarkan pengamatan kami penduduk nya cukup ramai dan penyebaran nya
itu seperti mengikuti sungai sehingga kepadatan penduduk nya cukup tinggi

43
disekitar sungai, dimana jarak antar rumah itu tidak luas. Selain itu ya seperti tadi
masih banyak yang menggunakan sumur pompa.

P: Ooo jadi kendala situasi dan dari masyarakatnya juga ya pak? baik pak terima
kasih atas waktunya, nanti kalau ada yang kurang kami izin tanya-tanya lagi ya
pak
K: Iya silahkan-silahkan dik

44
Lampiran 2. Wawancara dengan pemegang program Promosi Kesehatan
Keterangan:
P: Koas IKKOM
B: Pemegang program Promosi Kesehatan

P: Selamat siang ibu, bu kami mau izin tanya-tanya program promkes yang
berhubungan dengan diare untuk tugas di kampus boleh bu?
B: Iya, silahkan masuk dok

P: Kalau untuk promkes sendiri program yang berhubungan dengan diare apa saja
ya bu?
B: ada banyak, kalau untuk PHBS keluarga ada mencuci tangan dengan sabun,
menggunakan air bersih, menggunakan jamban sehat, pemberian ASI eksklusif.
Kalau untuk PBHS sekolah ada mencuci tangan dengan air mengalir dan
sabun, jajan dikantin sekolah, dan jamban sehat

P: Kalau untuk penilaian PHBS itu seperti apa bu? Yang PHBS rumah?
B: Kalau PBHS rumah tangga itu ada ceklistnya, biasanya kita datang atau
dibantu oleh kader kerumah-rumah, nanti datanya baru diserahkan ke kita. Kita
ada kader yang sebelumnya sudah kita bina dahulu

P: Kalau untuk yang PBHS sekolah seperti apa bu?


B: Kalau PBHS sekolah biasanya kami dari petugas puskesmas yang kesana,
menialai langsung

P: kalau untuk waktunya sendiri bu? Penilaiannya ini dilakukan kapan? Secara
berkala atau tidak bu?
B: kalau waktunya biasanya kami pertiga bulan sekali, karena kan harus
dievaluasi dan diperbaiki, yang belum terjangkau di jangkau, yang sudah
terjangkau dengan penilaian di pertahankan
P: Lalu untuk masyarakatnya sendiri ada edukasi tentang PHBS gitu tidak bu:

45
B: Ada, biasanya kami sekalian kunjungan sekalian memberi edukasi, atau bisa
juga saat ada perkumpulan ibu-ibu posyandu atau perkumpulan komunitas
masyarakat tertentu

P: Kalau untuk pencapaian programnya bagaimana bu?


B: Oh sebentar, kebetulan saya baru selesai buat laporan (megambil laporan dan
menyerahkan ke koas), ini laporannya

P: Oh ini untuk yang PHBS rumah tangga, ini masih belum 100% ya bu? Untuk
yang ASI eksklusifnya lumayan jauh ya bu dengan target? Kira-kira
kendalanya apa bu?
B: Iya untuk yang ASI eksklusif disini agak sulit, kami sudah kerjasama dengan
bagian KIA juga, sebenarnya sudah baik pengetahuan ibu-ibu menyusui
tentang ASI eksklusif, karena kan sering ada edukasi di posyandu, tapi kita
disini kesulitan dengan ibu-ibu menyusui yang tinggal dengan mertuanya.
Biasanya mereka itu ngikut apa kata mertuanya, kalau mertuanya bilang
anaknya laper tu, kasih buah dilembekin seperti pisang gitu, ya dikasih sama si
ibu karena saking nurutnya sama mertuanya

P: Ooo begitu bu, kalau untuk pembinaan ke mertuanya ada juga bu?
B: ya sebenarnya sudah, ya tapi masih begitu, masih banyak yang begitu, tetap
memberikan makanan di luar ASI

P: Kalau untuk yang PBHS sekolah, ini yang kurang banyak bagian cuci tangan
dengan sabun dan jajan dikantin sekolah ya bu?
B: Iya benar

P: Itu kira-kira kendalanya dimana bu, untuk cuci tangan dan jajan dikantin?
B: kalau untuk cuci tangan itu ya, sebenarnya kami sudah menyarankan untuk
disediakan tempat cuci tangan di taman atau didepan kelas, tapi untuk sekolah
sendiri mungkin ada keterbatasan biaya dan lain sebagainya jadi masih kurang
memang. Sedangkan kalau untuk jajan dikantin itu ya dari anak-anaknya,

46
mereka lebih tertarik dengan jajanan yang ada diluar. Biasanya gerbang itu
sudah ditutup biar anak-anak jajan dikantin yang sudah terjaga kebersihannya,
tapi masih banyak yang lewat pagar sekolah itu jajan manggil abang jualan
yang ada di luar sekolah, jadi agak susah juga untuk tercapai programnya.

P: Ooo jadi begitu ya bu, oke deh ibu, terima kasih ya bu waktunya untuk
wawancara dengan kami, nanti kalau ada kurang-kurang informasi kami izin
wawancara lagi ya bu?
B: Oh iya silahkan dok

47
Lampiran 3. Wawancara dengan pemegang program P2PM Diare
Keterangan:
P: koas IKKOM
M: Pemegang Program Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Menular

P: Selamat sore bu, maaf sebelumnya karena mengganggu waktu nya bu, apakah
kami dapat wawancara ya bu dengan ibu untuk menggali informasi tentang
Program Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Menular?
M: Boleh boleh ada apa dik?

P: baik bu, jadi kami ingin bertanya, sebelumnya kami sudah bertanya-tanya
sedikit bu dalam rangka kami menegakan diagnosis komunitas ke pemegang
program lain, P2PM untuk diare sendiri, itu bagaimana ya bu keadaan nya, apakah
ada data atau sesuatu yang dapat kami lihat gitu bu untuk memahami kegiatan
P2PM diare ini ?
M: contoh yang mau ditanya itu gimana?

P: jadi gini bu, kegiatan pokok nya P2PM di puskesmas panjang terutama bagian
diare ini ada apa aja ya bu?
M: kalau yang kita jalanin itu secara garis besar ada 3 pokok, yang pertama itu
bagian pencegahan dan penanggulangan faktor resiko, yang kedua itu ada kaya
pendataan epidemiologi surveilans, rawat inap dan penatalaksanaan diare, lalu
yang terakhir kegiatan preventif kayak edukasi, promosi, dan pengendalian
penyakit.

P: Kalau yang pencegahan dan penanggulangan faktor resiko yang di lakukan


puskesmas bagaimana ya bu?
M: jadi pencegahan dan penanggulangan faktor resiko itu digabung kerjaan nya di
BP dan poli MTBS, jadi saat melakukan pelayanan di BP itu seharusnya dokter
melakukannya, tetapi biasanya karena pasien yang ramai dan jumlah dokter
yang sedikit dalam kenyataannya jadinya tidak diterapkan dengan baik gitu dik.

48
P: Ooo begitu ya bu, jadi terkendala di situasi nya ya, kalau untuk edukasi apakah
ada hal khusus yang dilakukan oleh puskesmas ya bu? Karena kami melihat
kondisi di puskesmas dan di lapangan masih minim untuk pengetahuan
masyarakat?
M: seharusnya dalam komunikasi informasi dan edukasi ini, banyak yang
dilakukan contohnya menyiapkan penyusunan rancangan protap program, lalu
ada juga menyiapkan materi dan menyusun perencanaan dan menyediakannya,
lalu ada juga melakukan bimbingan, pemantauan dan evaluasi kegiatan KIE
serta pencegahan dan pengendalian penyakit, Cuma ya kalian lihat kemarin
untuk pemantauan dan evaluasi nya kurang, makanya data nya tidak lengkap,
jadi gabisa dilihat juga kegiatan ini setelah dipantau sudah berjalan dengan baik
atau belum. Gitu dik.

P: jadi selain karena tidak berjalannya pencegahan faktor resiko di BP sama poli
MTBS dengan baik, ternyata di KIE nya agak kurang ya bu? Oiya maaf bu,
kalau dari pendataan secara epidemiologi ada datanya ngga ya bu? Apakah
misalnya ada kelurahan yang mendapat perhatian khusus karena angka diare
nya tinggi bu?
M: kalau pendataan jumlah kasus diarenya ada, Cuma seinget saya yang perlu
perhatian khusus itu kelurahan Srengsem. Soalnya disana sumber airnya
kebanyakan dari sumur, sedangkan disana rumahnya rapat-rapat, sungai di
daerah sana juga rata-rata banyak sampahnya, ya mungkin dari situ juga
makanya yang kena diare dari Srengsem lebih tinggi ya.. coba kalian tanya
juga sama yang megang program kesling, benar atau tidak disana keadaan
airnya kurang baik, biar lebih jelas juga kenapa kok disana lebih banyak
kasusnya.

P: iyaya bu, nanti kami tanyakan bu.. memang sih bu berdasarkan data jumlah
pasien diare di rawat inap juga kalau tidak salah kebanyakan pasien asalnya
dari kelurahan sana sih bu selama beberapa minggu kami disini.. nanti kami
cari tahu lagi bu faktor-faktor lain yang berpengaruh selain dari program P2PM

49
ini. Terima kasih ya bu atas waktunya, nanti kalau ada yang kurang kami izin
tanya-tanya lagi ya bu
M: Iya silahkan-silahkan dik
P: baik lah bu terimakasih banyak bu sebelumnya, selamat sore

50
Lampiran 4. Wawancara dengan Kader promkes kelurahan Srengsem
Keterangan:
P: koas IKKOM
S1: Kader 1
S2: Kader 2
S3: Kader 3

P : Selamat pagi ibu, kami dokter ikakom dari unila, mau izin wawancara terkait
promkes kelurahan Srengsem boleh bu? Ini buat data kami
S1 : Silahkan dokter, ini wawancaranya sama satu orang saja atau semuanya dok?
Soalnya yang lain lagi berhalangan dok

P : Sama kader yang lagi ada saja bu. Kita mulai ya bu, jadi kami di sini lagi
mempelajari kira-kira faktor apa saja yang menyebabkan diare di rawat inap
puskesmas lebih banyak di banding penyakit lainnya. Disini kalau program
promkes yang berhubungan dengan diare itu kan ada mencuci tangan
dengan sabun, menggunakan air bersih, menggunakan jamban sehat dan
pemberian ASI eksklusif ya bu? Lalu kalau data dari puskesmas itu yang
jauh dari angka pencapaian program itu ASI eksklusif bu, kalau di Srengsem
sendiri pencapaiannya gimana bu? Apa yang paling bermasalah?
S1 : Kalau disini ya sama dok, ASI eksklusifnya masih kurang, sama paling
penggunaan air bersihnya dok

P : Kalau untuk ASI eksklusif kendalanya apa bu?


S2 : Biasanya ya kadang dari orang tuanya dok, kalo bayinya kelihatan lapar terus
walaupun udah disusuin jadi mereka menyarankan ibu si bayi untuk ngasi
makanan diluar ASI dok
S3 : Iya dok, ada juga yang ASI nya tidak keluar-keluar dok katanya, jadi ya
dikasih susu formula dok
S1 : Biasanya kalau ibunya yang tinggal dengan mertuanya atau tinggal dengan
orang tuanya masih suka dianjurkan memberikan makanan lain, dibilangnya
biar kuat anaknya dok hahaha

51
P : Jadi dari lingkungan si ibu ya bu? Kalau pemberian pembinaan terhadap
lingkungan si Ibu menyusui sudah berjalan bu? Seperti pembinaan ke suami,
mertua dan orangtua?
S3 : Sudah berjalan dok, namun ya itu dok, kalau ASI nya tidak keluar-luar itu
ibunya kasian lihat anaknya jadi ya di kasih susu formula dok, padahal kata
ibunya sudah minum air banyak tapi tetap tidak keluar-luar dok

P : Kalau untuk pembinaan ke orangtua dan mertua si Ibu berhasil berarti ya bu?
S1 : Ya sebagaian ada yang berhasil dok, sebagian ya masih mengikuti tradisi,
memang susah dok kalau sudah tradisi di ubahnya

P : Ooo begitu, tadi satu lagi air bersih ya bu yang masih bermasalah?
S2 : iya dok

P : kalau air bersih itu kendalanya kenapa ya bu?


S1 : Kami kan wilayahnya dekat laut dok, rumahnya juga pada deketan padat
dok, juga warga sini seringnya buang sampah sembarangan, banyak
genangan, jadi mencemari air dok
S2 : Sebenernya sudah disediakan truk yang mengambil sampah, tapi karena
buang sampahnya tidak pada tempatnya jadi tercemar semua dok

P : Jadi lebih ke kebiasaan membuang sampahnya ya bu?


S1 : Iya dok

P : Bu, kalau yang di tempat ibu kan rumahnya padet-padetan bu, ibu tau ga
kondisi yang deket-deket laut, apakah cukup padat?
S2 : kalau yang di pinggir itu juga padet dok, malah kalau mau nyari air bersih
disana susah. Karena disana kan banyak pasar ikan sama buat-buat produk
dari ikan, terus sisaan ikan buat produk nya itu di tumpuk-tumpuk di sana
dok, nunggu ada yang ngambil.

52
P : jadi kayak limbah bekas cuci-cuci ikan, atau bekas buat-buat olahan ikan nya
tidak ada tempat buang nya atau salurannya gitu bu?
S1 : kalau saluran yang dokter maksud buat buang-buang gitu ga ada, ya mereka
numpukin sisa-sisa nya di pinggir-pinggir, lalu nunggu ada yang mau
ngambil karena tempat pembuangan utama nya jauh dok.

P : biasanya di angkut nya tumpukan sampah nya itu berapa kali sehari ya bu?
S3 : kami kurang tau dok kalau itu

P : bu, kalau sumber airnya sendiri emang warga Srengsem kebanyakan ngambil
darimana ya bu?
S1 : ya kalau kami sih biasanya sumber air pakai pump dari sumur

P : kalau sebelum-sebelumnya emang udah sering ada keluhan yang sama ga sih
bu terkait air disini?
S3 : Iya dok, kami juga bingung sih dok apa emang karena airnya ya dok.. jarang
diperiksa juga sih dok itu airnya bagus apa engga sebenarnya.. karena
kadang pas lagi ada pemeriksaan pas jam kerja jadi banyak yang rumahnya
belum kena diperiksa airnya gitu..

P : oh begitu.. nanti mungkin kami bantu sampaikan ya bu aspirasinya.. terima


kasih ya bu, mohon maaf menggangu waktunya bu
S1 : Iya dokter samasama
S2 : Alaaaah ngga ganggu kok dok, mohon maaf juga ini tidak lengkap kadernya
dok
S3 : Iya dokter, mohon maaf ini dok

P: Iya Bu tidak apa-apa, kami permisi Bu

53
Lampiran 5. Kuesioner

KUESIONER

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT


TERHADAP PENYAKIT DIARE KELURAHAN SRENGSEM WILAYAH
KERJA PUSKESMAS PANJANG KOTA BANDAR LAMPUNG
TAHUN 2018

IDENTITAS RESPONDEN
1. Nama Responden :
2. Alamat Responden :
3. Umur Responden :
a). < 20 tahun
b). 21-30 tahun
c). 31-40 tahun
d). 41-50 tahun
e). > 51 tahun
4. Pendidikan formal terakhir :
a). Tidak sekolah/ tidak tamat SD
b). Sekolah Dasar/ sederajat
c). Sekolah Menengah Pertama/ sederajat
d). Sekolah Menengah Atas/ sederajat
e). Perguruan Tinggi/ Akademi
5. Pekerjaan Responden :
a). Pegawai Negeri/TNI/POLRI
b). Pegawai Swasta
c). Wiraswasta
d). Pedagang

54
e). Petani
f). Buruh
g). Ibu Rumah tangga
h). Tidak bekerja
i). Lain-lain
6. Banyaknya anggota keluarga dalam 1 rumah:
a). 1 orang
b). 2 - 4 orang
c). 5 – 8 orang
d). > 8 orang

PENGETAHUAN

1. Apakah Anda pernah mendengar tentang penyakit diare?


a). Pernah (30)
b). Tidak pernah (0) .
2. Jika pernah apakah Anda tahu apa yang dimaksud dengan penyakit diare?
a). Muntah (30)
b). Mencret (20)
c). Muntah dan mencret (10)
d). Tidak tahu (0)
3. Apakah Anda mengetahui penyebab penyait diare?
a). Ya (30)
b). Tidak (0)
4. Jawaban no.3 Ya, apa saja yang dapat menyebabkan diare?
a). Kuman Penyakit (30)
b). Tidak cuci tangan sebelum makan (20)
c). Air dan atau makanan yang kotor (10)
d). Tidak tahu (0)

58
61
5. Menurut Anda, diare dapat menular melalui apa saja?
a). Air (30)
b). Udara (10)
c). Makanan dan minuman (20)
d). Tidak tahu (0)

6. Menurut Anda berapa kali buang air besar dalam sehari hingga disebut sebagai
penderita diare?
a). 1-3 kali (20)
b). Lebih dari 3 kali (30)
c). Berapa kali asalkan tinjanya encer (10)

d). Tidak tahu (0)

7. Bagaimana cara mencegah diare?


a). Selalu menjaga kebersihan makanan dan minuman (30)

b). Mencuci tangan sebelum makan dan setelah buang air besar (30)
d). Memasak air minum hingga mendidih (30)
e). Tidak tahu (0)
8. Apa yang pertama kali harus diberikan kepada penderita diare?
a). Oralit (30)
b). Pengganti oralit ( larutan gula-garam, air tajin ) (30)
c). Obat anti diare (10)
d). Tidak tahu (0)

59
62
SIKAP
1. Apakah Anda setuju akan pemberian oralit pada penderita diare?
a). Setuju (30)
b). Tidak setuju (0)

2.Apakah Anda setuju bahwa penderita diare balita harus segera dibawa ke dokter?
a). Setuju (30)
b). Tidak setuju (0)

3. Apakah Anda setuju bahwa sebelum makan harus mencuci tangan dengan
sabun?
a). Setuju (30)
b). Tidak setuju (0)

4. Apakah Anda setuju diadakan penyuluhan tentang Diare?


a). Ya (30)
b). Tidak setuju (0)

5. Apakah Anda setuju diadakan kerja bakti di lingkungan tempat tinggal Anda?
a). Setuju (30)
b). Tidak setuju (0)

60
63
PERILAKU

1. Apakah air minum yang Anda minum selalu dimasak sampai mendidih?
a). Ya (30)
b). Tidak (0)
2.Apa jenis sarana air bersih yang digunakan Anda untuk keperluan minum
sehari- hari?
a). PAM (30)
b). Sumur gali (20)
c). . Sumur pompa (10)
d). Air Kemasan (0)

3. Apakah Anda selalu melakukan tindakan untuk mencegah penyakit diare?


a).Ya (30)
b).Tidak (0)

4.Apakah Anda memberikan oralit pada anggota keluarga sewaktu ada yang
menderita diare?
a). Ya (30)
b). Tidak (0)

5. Selain memberi oralit, apa yang Anda lakukan terhadap penderita diare?
a). Ke pengobatan alternatif (10)
b). Ke petugas kesehatan di
posyandu/Puskesmas/RS (30)
c). Mengobati sendiri di rumah (10)

61
64
6. Dimana Anda menyimpan makanan yang telah
dimasak?

a). Di meja dan ditutup (30)


b). Di meja dan tidak ditutup
(10)
c). Di lemari dan tidak
ditutup (20)

7. Apakah Anda bersedia datang sewaktu diadakan penyuluhan


tentang diare? a). Ya (30)
b). Tidak (0)

Kategori:
Tinggi : 401-600
Sedang : 201-400
Rendah : ≤200

62
65

Anda mungkin juga menyukai