Oleh:
Amalia Rasydini, S.Ked
Bisart Benedicto Ginting, S.Ked
Bunga Ulama Nisya Tantri, S.Ked
Nidya Tiaz Putri Azhari, S.Ked
Pembimbing:
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2018
LEMBAR PERSETUJUAN
MAKALAH DIAGNOSIS KOMUNITAS
Dosen Pembimbing,
ii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penyusun haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat
dan karuniaNya sehingga tugas diagnosis komunitas ini dapat diselesaikan. Penyusun
juga ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. TA. Larasati, M.Kes sebagai
pembimbing yang telah membantu dalam penyusunan diagnosis komunitas ini.
Penulis menyadari dalam penulisan ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu,
penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak
sehingga lebih baik pada penyusunan makalah diagnosis komunitas berikutnya.
Terima kasih.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN.........................................................................ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................iii
DAFTAR ISI................................................................................................iv
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..................................................................................1
1.2 Tujuan Kegiatan................................................................................2
IV. HASIL
4.1Profil Komunitas…...........................................................................18
iv
4.1.1 Data Geografis….....................................................................18
4.1.2 Data Demografik….................................................................20
4.2Sarana Komunitas….........................................................................21
4.2.1 Data kesehatan masyarakat......................................................21
V. ANALISA KEGIATAN
5.1 Analisis Situasi.................................................................................23
5.2 Pengumpulan Data Primer dan Sekunder........................................26
5.3 Identifikasi Masalah.........................................................................34
5.4 Menentukan Prioritas Masalah........................................................36
5.5 Alternatif Pemecahan Masalah........................................................39
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
v
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Epidemiologi
Setiap tahun diperikirakan lebih dari satu milyar kasus diare di dunia
dengan 3,3 juta kasus kematian sebagai akibatnya (Departemen Kesehatan RI,
2002). Diperkirakan angka kejadian di negara berkembang berkisar 3,5 – 7
episode per anak per tahun dalam 2 tahun pertama kehidupan dan 2 – 5 episode
per anak per tahun dalam 5 tahun pertama kehidupan (Lung E, 2003). Hasil
survei oleh Departemen Kesehatan diperoleh angka kesakitan diare tahun 2000
sebesar 301 per 1000 penduduk angka ini meningkat bila dibanding survei
pada tahun 1996 sebesar 280 per 1000 penduduk. Diare masih merupakan
penyebab utama kematian bayi dan balita. Hasil Surkesnas 2001 didapat
proporsi kematian bayi 9,4% dengan peringkat 3 dan proporsi kematian balita
13,2% dengan peringkat 2 (Firmansyah A, 2001). Diare pada anak merupakan
penyakit yang mahal yang berhubungan secara langsung atau tidak terdapat
pembiayaan dalam masyarakat. Biaya untuk infeksi rotavirus ditaksir lebih dari
6,3 juta poundsterling setiap tahunnya di Inggris dan 352 juta dollar di
Amerika Serikat.
2.3 Etiologi
Penyebab diare akut pada anak secara garis besar dapat disebabkan oleh
gastroenteritis, keracunan makanan karena antibiotika, dan infeksi sistemik.
Etiologi diare pada 25 tahun yang lalu sebagian besar belum diketahui. Akan
tetapi, sekarang telah lebih dari 80% penyebabnya diketahui. Pada saat ini
telah dapat diidentifikasi tidak kurang dari 25 jenis mikroorganisme yang dapat
menyebabkan diare pada anak dan bayi (Departemen Kesehatan RI, 2002).
Penyebab utama oleh virus yang terutama ialah Rotavirus (40 – 60%)
sedangkan virus lainya ialah virus Norwalk, Astrovirus, Cacivirus,
Coronavirus, Minirotavirus.
Bakteri yang dapat menyebabkan diare adalah Aeromonas hydrophilia,
Bacillus cereus, Compylobacter jejuni, Clostridium defficile, Clostridium
perfringens, E. coli, Pleisiomonas, Shigelloides, Salmonella spp.,
Staphylococus aureus, Vibrio cholera, dan Yersinia enterocolitica. Sedangkan
penyebab diare oleh parasit adalah Balantidium coli, Capillaria
phiplippinensis, Cryptosporodium, Entamoba hystolitica, Giardia lambdia,
Isospora billi, Fasiolopsis buski, Sarcocystis suihominis, Strongiloides
stercorlis, dan Trichuris trichiura (Cohen MB, 1998; Departemen Kesehatan
RI, 2002; Dwipoerwantoro PG, 2003; Ditjen PPM dan PLP, 1999).
Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan virus yaitu virus yang
masuk melalui makanan dan minuman sampai ke enterosit, akan menyebabkan
infeksi dan kerusakan villi usus halus. Enterosit yang rusak diganti dengan
yang baru yang fungsinya belum matang, villi mengalami atrofi dan tidak
dapat mengabsorpsi cairan dan makanan dengan baik, akan meningkatkan
tekanan koloid osmotik usus dan meningkatkan motilitasnya sehingga timbul
diare (Cohen MB, 1998; Departemen Kesehatan RI, 2002).
Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang
berhubungan dengan pengaturan transpor ion dalam sel-sel usus cAMP, cGMP,
dan Ca dependent. Patogenesis terjadinya diare oleh Salmonella, Shigella, E.
coli agak berbeda dengan patogenesis diare oleh virus, tetapi prinsipnya
hampir sama. Bedanya bekteri ini dapat menembus (invasi) sel mukosa usus
4
halus sehingga depat menyebakan reaksi sistemik. Toksin Shigella juga dapat
masuk ke dalam serabut saraf otak sehingga menimbulkan kejang. Diare oleh
kedua bakteri ini dapat menyebabkan adanya darah dalam tinja yang disebut
disentri (Irwanto dkk, 2002; Departemen Kesehatan RI, 2002).
Sebuah studi tentang maslah diare akut yang terjadi karena infeksi pada
anak di bawah 3 tahun di China, India, Mexico, Myanmar, Burma, dan
Pakistan, hanya tiga agen infektif yang secara konsisten atau secara pokok
ditemukan meningkat pada anak penderita diare. Agen ini adalah Rotavirus,
Shigella spp., dan E. Coli. Enterotoksigenik Rotavirus jelas merupakan
penyebab diare akut yang paling sering diidentifikasi pada anak dalam
komunitas tropis dan iklim sedang (Sinuhaji AB, 2003).
Diare dapat disebabkan oleh alergi atau intoleransi makanan tertentu
seperti susu, produk susu, makanan asing terdapat individu tertentu yang pedas
atau tidak sesuai kondisi usus dapat pula disebabkan oleh keracunan makanan
dan bahan-bahan kimia. Beberapa macam obat, terutama antibiotika dapat juga
menjadi penyebab diare. Antibiotika akan menekan flora normal usus sehingga
organisme yang tidak biasa atau yang kebal antibiotika akan berkembang bebas
(Departemen Kesehatan RI, 2002; Rohim A dkk, 2002). Di samping itu sifat
farmakokinetik dari obat itu sendiri juga memegang peranan penting. Diare
juga berhubungan dengan penyakit lain misalnya malaria, schistosomiasis,
campak atau pada infeksi sistemik lainnya misalnya, pneumonia, radang
tenggorokan, dan otitis media (Cohen MB, 1998; Departemen Kesehatan RI,
2002).
2.4 Patofisiologi
Menurut patofisiologinya diare dibedakan dalam beberapa kategori yaitu
diare osmotik, sekretorik, dan diare karena gangguan motilitas usus. Diare
osmotik terjadi karena terdapatnya bahan yang tidak dapat diabsorpsi oleh usus
akan difermentasi oleh bahteri usus sehingga tekanan osmotik di lumen usus
meningkat yang akan menarik cairan. Diare sekretorik terjadi karena toksin
dari bakteri akan menstimulasi cAMP dan cGMP yang akan menstimulasi
sekresi cairan dan elektrolit. Sedangkan diare karena gangguan motilitas usus
5
terjadi akibat adanya gangguan pada kontrol otonomik,misal pada diabetik
neuropati, post vagotomi, post reseksi usus serta hipertiroid (Departemen
Kesehatan RI, 2002).
6
Kehilangan bikarbonat bersama dengan diare dapat menimbulkan
asidosis metabolik dengan anion gap yang normal (8 - 16 mEq/L), biasanya
disertai hiperkloremia. Selain penurunan bikarbonat serum terdapat pula
penurunan pH darah kenaikan pCO2. Hal ini akan merangsang pusat
pernapasan untuk meningkatkan kecepatan pernapasan sebagai upaya
meningkatkan eksresi CO2 melalui paru (pernapasan kussmaul). Untuk
pemenuhan kebutuhan kalori terjadi pemecahan protein dan lemak yang
mengakibatkan meningkatnya produksi asam sehingga menyebabkan turunnya
nafsu makan bayi. Keadaan dehidrasi berat dengan hipoperfusi ginjal serta
eksresi asam yang menurun dan akumulasi anion asam secara bersamaan
menyebabkan berlanjutnya keadaan asidosis (Notoatmodjo S, 2010).
Kadar kalium plasma dipengaruhi oleh keseimbangan asam basa,
sehingga pada keadaan asidosis metebolik dapat terjadi hipokalemia.
Kehilangan kalium juga melalui cairan tinja dan perpindahan K+ ke dalam sel
pada saat koreksi asidosis dapat pula menimbulkan hipokalemia. Kelemahan
otot merupakan manifestasi awal dari hipokalemia, pertama kali pada otot
anggota badan dan otot pernapasan. Dapat terjadi arefleks, paralisis dan
kematian karena kegagalan pernapasan. Disfungsi otot harus menimbulkan
ileus paralitik, dan dilatasi lambung. EKG menunjukkan gelombang T yang
mendatar atau menurun dengan munculnya gelombang U. Pada ginjal
kekurangan K+ mengakibatkan perubahan vakuola dan epitel tubulus dan
menimbulkan sklerosis ginjal yang berlanjut menjadi oliguria dan gagal ginjal
(Firmansyah A, 2001).
2.6 Penatalaksanaan
Pengantian cairan dan elektrolit merupakan elemen yang penting dalam
terapi efektif diare akut (Barnes GL dkk, 1993). Beratnya dehidrasi secara
akurat dinilai berdasarkan berat badan yang hilang sebagai persentasi
kehilangan total berat badan dibandingkan berat badan sebelumnya sebagai
baku emas (Depkes RI, 2010).
Pemberian terapi cairan dapat dilakukan secara oral atau parateral.
7
Pemberian secara oral dapat dilakukan untuk dehidrasi ringan sampai sedang
dapat menggunakan pipa nasogastrik, walaupun pada dehidrasi ringan dan
sedang. Bila diare profus dengan pengeluaran air tinja yang banyak (> 100
mL/kgBB/hari) atau muntah hebat (severe vomiting) sehingga penderita tak
dapat minum sama sekali, atau kembung yang sangat hebat (violent meteorism)
sehingga upaya rehidrasi oral tetap akan terjadi defisit maka dapat dilakukan
rehidrasi parenteral walaupun sebenarnya rehidrasi parenteral dilakukan hanya
untuk dehidrasi berat dengan gangguan sirkulasi (Suharyono, 1994).
Keuntungan upaya terapi oral karena murah dan dapat diberikan dimana-mana.
AAP merekomendasikan cairan rehidrasi oral untuk rehidrasi dengan kadar
natrium berkisar antara 75 - 90 mEq/L dan untuk pencegahan dan pemeliharaan
dengan natrium antara 40 - 60 mEq/L (Dwipoerwantoro PG, 2003). Anak yang
diare dan tidak lagi dehidrasi harus dilanjutkan segera pemberian makanannya
sesuai umur (Barnes GL dkk, 1993).
2.6.1 Dehidrasi Ringan – Sedang
Rehidrasi pada dehidrasi ringan dan sedang dapat dilakukan
dengan pemberian oral sesuai dengan defisit yang terjadi namun jika
gagal dapat diberikan secara intravena sebanyak: 75
mL/KgBB/3jam. Pemberian cairan oral dapat dilakukan setelah anak
dapat minum sebanyak 5 mL/KgBB/jam. Biasanya dapat dilakukan
setelah 3 - 4 jam pada bayi dan 1 - 2 jam pada anak. Penggantian
cairan bila masih ada diare atau muntah dapat diberikan sebanyak 10
mL/KgBB setiap diare atau muntah (Firmansyah A, 2001).
Secara ringkas kelompok ahli gastroenterologi dunia
memberikan 9 pilar yang perlu diperhatikan dalam penatalaksanaan
diare akut dehidrasi ringan sedang pada anak, yaitu (Ditjen PPM dan
PLP, 1999):
1. Menggunakan CRO (Cairan rehidrasi oral)
2. Cairan hipotonik
3. Rehidrasi oral cepat 3 – 4 jam
4. Realiminasi cepat dengan makanan normal
8
5. Tidak dibenarkan memberikan susu formula khusus
6. Tidak dibenarkan memberikan susu yang diencerkan
7. ASI diteruskan
8. Suplemen dengan CRO (CRO rumatan)
9. Anti diare tidak diperlukan
9
uji klinis (Suharyono, 1994). Obat antidiare hanya simtomatis bukan
spesifik untuk mengobati kausa, tidak memperbaiki kehilangan air dan
elektrolit serta menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan.
Antibiotik yang tidak diserap usus seperti streptomisin, neomisin,
hidroksikuinolon dan sulfonamid dapat memperberat yang resisten dan
menyebabkan malabsorpsi (Gupte S, 2004). Sebagian besar kasus diare
tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotika oleh karena pada
umumnya sembuh sendiri (self limiting) (Ditjen PPM dan PLP, 1999).
Antibiotik hanya diperlukan pada sebagian kecil penderita diare
misalnya cholera, shigella karena penyebab terbesar dari diare pada
anak adalah virus (Rotavirus). Kecuali pada bayi berusia di bawah 2
bulan karena potensi terjadinya sepsis oleh karena bakteri mudah
mengadakan translokasi ke dalam sirkulasi, atau pada anak/bayi yang
menunjukkan secara klinis gajala yang berat serta berulang atau
menunjukkan gejala diare dengan darah dan lendir yang jelas atau
segala sepsis (Suharyono, 1994). Antimotilitis seperti difenosilat dan
loperamid dapat menimbulkan paralisis obstruksi sehingga terjadi
bacterial overgrowth, gangguan absorpsi dan sirkulasi (Gupte S, 2004).
Beberapa antimikroba yang sering menjadi etiologi diare pada anak
(Suharyono, 1994; Depkes RI, 2011):
1. Cholera
a) Tetrasiklin 50 mg/KgBB/hari dibagi 4 dosis (2 hari)
b) Furasolidon 5 mg/KgBB/hari dibagi 4 dosis (3 hari)
2. Shigella
a) Trimetroprim 5 - 10 mg/KgBB/hari
b) Sulfametoksasol 25 mg/KgBB/hari dibagi 2 dosis (5 hari)
c) Asam Nalidiksat 55 mg/KgBB/hari dibagi 4 (5 hari)
3. Amoebiasis
a) Metronidasol 30 mg/KgBB/hari dibagi 4 dosis (5 - 10 hari)
b) Untuk kasus berat: Dehidroemetin hidrokhlorida 1 - 1,5 mg/KgBB
(max 90 mg) IM s/d 5 hari tergantung reaksi (untuk semua umur)
4. Giardiasis
Metronidasol 30 mg/KgBB/hari dibagi 4 dosis (5 hari)
10
Adapun pengobatan untuk menanggulangi penyakit diare yakni:
1. Antisekretorik - Antidiare
Salazer–lindo E dkk dari Department of Pedittrics, Hospital Nacional
Cayetano Heredia, Lima, Peru, melaporkan bahwa pemakaian Racecadotril
(acetorphan) yang merupakan enkephalinace inhibitor dengan efek
antisekretorik serta anti diare ternyata cukup efektif dan aman bila diberikan
pada anak dengan diare akut oleh karena tidak mengganggu motilitas usus
sehingga penderita tidak kembung (Strohl WA dkk, 2001 ). Bila diberikan
bersamaan dengan cairan rehidrasi oral akan memberikan hasil yang lebih baik
bila dibandingkan dengan hanya memberikan cairan rehidrasi oral saja. Hasil
yang sama juga didapatkan oleh Cojocaru dkk. dan Cejard dkk. untuk
pemakaian yang lebih luas masih memerlukan penelitian lebih lanjut yang
bersifat multisenter dan melibatkan sampel yang lebih besar (English TJJ,
2003).
2. Probiotik
Probiotik merupakan bakteri hidup yang mempunyai efek yang
menguntungkan pada host dengan cara meningkatkan kolonisasi bakteri
probiotik di dalam lumen saluran cerna sehingga seluruh epitel mukosa usus
telah diduduki oleh bakteri probiotik melalui reseptor dalam sel epitel usus.
Dengan mencermati fenomena tersebut bakteri probiotik dapat dipakai dengan
cara untuk pencegahan dan pengobatan diare baik yang disebabkan oleh
Rotavirus maupun mikroorganisme lain, pseudomembrane colitis maupun
diare yang disebabkan oleh karena pemakaian antibiotika yang tidak rasional
rasional (antibiotic associated diarrhea) dan travellers’s diarrhea (Rohim A
dkk, 2002; Suharyono, 1994; Notoatmodjo S, 2010; English TJJ, 2003).
Terdapat banyak laporan tentang penggunaan probiotik dalam
tatalaksana diare akut pada anak. Hasil metaanalisa Van Niel dkk menyatakan
lactobacillus aman dan efektif dalam pengobatan diare akut infeksi pada anak,
menurunkan lamanya diare kira-kira 2/3 lamanya diare, dan menurunkan
frekuensi diare pada hari ke dua pemberian sebanyak 1 – 2 kali (Kushartanti
11
dan Roro, 2012). Kemungkinan mekanisme efek probiotik dalam pengobatan
diare adalah perubahan lingkungan mikro lumen usus, produksi bahan
antimikroba terhadap beberapa patogen, kompetisi nutrien, mencegah adhesi
patogen pada anterosit, modifikasi toksin atau reseptor toksin, efektrofik pada
mukosa usus dan imunno modulasi (Rohim A dkk, 2002; Kushartanti dan
Roro, 2012).
3. Mikronutrien
Dasar pemikiran pengunaan mikronutrien dalam pengobatan diare akut
didasarkan kepada efeknya terhadap fungsi imun atau terhadap struktur dan
fungsi saluran cerna dan terhadap proses perbaikan epitel seluran cerna selama
diare. Seng telah dikenali berperan di dalam metalloenzymes, polyribosomes,
selaput sel, dan fungsi sel, juga berperan penting di dalam pertumbuhan sel dan
fungsi kekebalan (Suharyono, 1994). Sazawal S dkk melaporkan pada bayi dan
anak lebih kecil dengan diare akut, suplementasi seng secara klinis penting
dalam menurunkan lama dan beratnya diare (Suharyono, 1994). Strand
menyatakan efek pemberian seng tidak dipengaruhi atau meningkat bila
diberikan bersama dengan vitamin A. Pengobatan diare akut dengan vitamin A
tidak memperlihatkan perbaikan baik terhadap lamanya diare maupun
frekuensi diare. Bhandari dkk mendapatkan pemberian vitamin A 60 mg
dibanding dengan plasebo selama diare akut dapat menurunkan beratnya
episode dan risiko menjadi diare persisten pada anak yang tidak mendapatkan
ASI tapi tidak demikian pada yang mendapat ASI (Barnes GL dkk, 1993).
12
mencegah berkurangnya berat badan lebih lanjut dan mempercepat
kesembuhan. Air susu ibu dan susu formula serta makanan pada umumnya
harus dilanjutkan pemberiannya selama diare. Penelitian yang dilakukan oleh
Lama More RA dkk menunjukkan bahwa suplemen nucleotide pada susu
formula secara signifikan mengurangi lama dan beratnya diare pada anak oleh
karena nucleotide adalah bahan yang sangat diperlukan untuk replikasi sel
termasuk sel epitel usus dan sel imunokompeten. Pada anak lebih besar
makanan yang direkomendasikan meliputi tajin (beras, kentang, mie, dan
pisang) dan gandum (beras, gandum, dan sereal). Makanan yang harus
dihindarkan adalah makanan dengan kandungan tinggi gula sederhana yang
dapat memperburuk diare seperti minuman kaleng dan sari buah apel, juga
makanan tinggi lemak yang sulit ditoleransi karena karena menyebabkan
lambatnya pengosongan lambung (Rohim A dkk, 2002; English TJJ, 2003).
Pemberian susu rendah laktosa atau bebas laktosa diberikan pada
penderita yang menunjukkan gejala klinik dan laboratorium intoleransi laktosa.
Intoleransi laktosa berspektrum dari yang ringan sampai yang berat dan
kebanyakan adalah tipe yang ringan sehingga cukup memberikan formula susu
biasanya diminum dengan pengenceran oleh karena intoleransi laktosa ringan
bersifat sementara dan dalam waktu 2 – 3 hari akan sembuh terutama pada
anak gizi yang baik. Namun bila terdapat intoleransi laktosa yang berat dan
berkepanjangan tetap diperlukan susu formula bebas laktosa untuk waktu yang
lebih lama. Untuk intoleransi laktosa ringan dan sedang sebaiknya diberikan
formula susu rendah laktosa. Sabagaimana halnya intoleransi laktosa, maka
intoleransi lemak pada diare akut sifatnya sementara dan biasanya tidak terlalu
berat sehingga tidak memerlukan formula khusus. Pada situasi yang
memerlukan banyak energi seperti pada fase penyembuhan diare, diet rendah
lemak justru dapat memperburuk keadaan malnutrisi dan dapat menimbulkan
diare kronik (English TJJ, 2003).
13
BAB III
METODE KEGIATAN
Selain itu, ini kami mengumpulkan data mengenai pengetahuan, sikap dan perilaku
masyarakat dengan menyebarkan kuesioner. Kuesioner ini diisi oleh 20 responden.
Responden yang mengisi kuesioner yaitu responden yang ada di posyandu Mawar
Merah Kelurahan Srengsem dan bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi
kuesioner. Kuesioner lalu dikategorikan menjadi kategori tinggi bila jumlah nilai
401-600, sedang bila jumlah nilai 201-400, dan rendah bila jumlah nilai<200.
Untuk data sekunder kami mendapatkan data dari rekam medis pasien, dan data
pencapaian program yang berhubungan dengan Diare yaitu program Kesehatan
Lingkungan, Promosi Kesehatan, dan P2PM Diare.
15
3.4 Menentukan Prioritas Masalah
Menilai dan meninjau kapasitas dari masyarakat di Lingkungan Puskesmas Panjang
perlu dilakukan pengukuran priotitas masalah. Selain itu adanya kemungkinan
masalah-masalah tersebut berkaitan satu dengan yang lainnya dan bila diselesaikan
salah satu masalah yang dianggap paling penting, maka masalah lainnya dapat
teratasi pula. Metode yang digunakan untuk menentukan prioritas masalah
kesehatan dalam hal ini peneliti memili USG (Urgency, Growth, Seriousness).
16
BAB IV
HASIL
yang terdiri dari tanah berbukitan dan landai serta sebagian kecil pantai.
18
Pada tahun 2017 penduduk di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Panjang
berjumlah 75.707 jiwa. Distribusi penduduk dapat dilihat pada tabel berikut:
Jumlah
No Data Penduduk Pria dan Wanita WUS
1. Panjang Utara 14.320 3.168
2. Panjang Selatan 13.699 3.030
3. Karang Maritim 10.353 2.290
4. Srengsem 9.569 2.117
5. Pidada 12.295 2.290
6. Way Lunik 9.586 2.120
7. Ketapang 3.514 777
8. Kuala 2.371 524
Jumlah 75.707 16.316
Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa jumlah penduduk pria adalah
38.419 jiwa dan penduduk wanita adalah 37.278 jiwa. Berdasarkan tabel diatas,
paling tinggi yaitu 14.320 jiwa dan kelurahan Kuala memiliki jumlah penduduk
paling sedikit yaitu 2.371 jiwa. Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui pula
jumlah wanita usia subur adalah 16.316 jiwa. Jumlah wanita usia subuh
terbanyak terdapat pada kelurahan Panjang Utara yaitu sebanyak 3.168 jiwa,
19
4.2.1 Data Kesehatan Masyarakat
masih minim sekali penduduk yang memenuhi syarat rumah sehat (9,2%).
Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar rumah penduduk banyak yang
yang baik atau tidak. Apabila kualitas sumber air yang digunakan tidak
biak dengan baik, hal ini merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya
satu kasus terbanyak yang perlu perhatian khusus yakni diare. Selain itu,
penderita yakni usia balita dengan jumlah 16 kasus. Adapun data jumlah
20
kasus penyakit paling banyak yang memerlukan perawatan dan
Gambar 2. Daftar penyakit rawat inap periode Januari-Juni 2018 di Puskesmas Panjang
21
BAB V
ANALISIS KEGIATAN
Tabel 3. Daftar penyakit rawat inap periode Januari-Juni 2018 di Puskesmas Panjang
Diagnosa Jumlah pasien rawat inap
Demam tifoid 46 kasus
DBD 33 kasus
Diare 58 kasus
Malaria 4 kasus
Gastritis 21 kasus
Febris 38 kasus
Vomitus 28 kasus
TB 8 kasus
Hipertensi 36 kasus
ISPA 12 kasus
Kecelakaan 5 kasus
22
Tabel 4. Data pasien rawat inap akibat diare periode Januari-Juni 2018 di Puskesmas Panjang
No. Nama Umur Jenis Kelamin Tempat Tinggal
1 Tn. A 66 tahun Laki-laki Panjang Utara
2 An. R 12 bulan Laki-laki Srengsem
3 Nn. M 55 tahun Perempuan Panjang Selatan
4 Ny. H 37 tahun Perempuan Karang Maritim
5 An. T 29 bulan Perempuan Pidada
6 Ny. M 42 tahun Perempuan Srengsem
7 An. F 3 tahun Perempuan Way Lunik
8 An. Ru 4 tahun Perempuan Pidada
9 Nn. L 14 tahun Perempuan Panjang Utara
10 Ny. Ki 35 tahun Perempuan Way Lunik
11 An. L 11 bulan Perempuan Srengsem
12 An. K 4,5 tahun Perempuan Kuala
13 An. S 2 tahun Laki-laki Panjang Selatan
14 Tn. J 72 tahun Laki-laki Kuala
15 Tn. Mu 66 tahun Laki-laki Panjang Utara
16 An. J 15 bulan Perempuan Pidada
17 Ny. Li 27 tahun Perempuan Panjang Utara
18 Nn. S 17 tahun Perempuan Karang Maritim
19 An. Si 7 bulan Perempuan Srengsem
20 Nn. Wu 15 tahun Perempuan Srengsem
21 Ny. P 37 tahun Perempuan Panjang Selatan
22 An. W 9 bulan Perempuan Srengsem
23 Tn. Ri 45 tahun Laki-laki Panjang Selatan
24 Ny. Fa 32 tahun Perempuan Srengsem
25 Ny. Ju 20 tahun Perempuan Pidada
26 An. D 31 bulan Perempuan Panjang Utara
27 An. M 27 bulan Laki-laki Karang Maritim
28 An. V 7 bulan Perempuan Panjang Selatan
29 An. Mu 28 bulan Laki-laki Panjang Utara
30 An. Raf 8 bulan Laki-laki Panjang Selatan
31 Ny. Mi 26 tahun Perempuan Srengsem
32 Tn. Ko 58 tahun Laki-laki Karang Maritim
33 Nn. Di 13 tahun Perempuan Panjang Utara
34 Nn. Er 44 tahun Perempuan Srengsem
35 An. Su 39 bulan Perempuan Pidada
36 An. Di 5 bulan Perempuan Panjang Selatan
37 Ny. Se 33 tahun Perempuan Panjang Utara
38 An. A 8 bulan Laki-laki Srengsem
39 An. P 4 tahun Perempuan Way Lunik
40 Tn. Yu 35 tahun Laki-laki Pidada
41 An. B 28 bulan Laki-laki Panjang Utara
42 Ny. Op 23 tahun Perempuan Ketapang
43 An. Pu 9 bulan Perempuan Srengsem
44 Nn. Rus 16 tahun Perempuan Srengsem
45 An. Riz 5 bulan Laki-laki Karang Maritim
46 Tn. W 57 tahun Laki-laki Panjang Utara
23
47 An. Di 6 bulan Perempuan Kuala
48 Tn. He 46 tahun Laki-laki Way Lunik
49 An. Re 8 bulan Perempuan Karang Maritim
50 An. C 5 tahun Perempuan Srengsem
51 An. N 6 bulan Perempuan Srengsem
52 Ny. Mo 55 tahun Perempuan Ketapang
53 Ny. Rom 32 tahun Perempuan Kuala
54 Nn. Fer 14 tahun Perempuan Srengsem
55 Tn. Ded 37 tahun Laki-laki Karang Maritim
56 Ny. Mel 54 tahun Perempuan Srengsem
57 Nn. Ji 15 tahun Perempuan Ketapang
58 Tn. Ruk 56 tahun Laki-laki Panjang Selatan
Dari tabel 4, didapatkan bahwa penderita penyakit diare terbanyak pada usia balita
yaitu 0-5 tahun dengan jumlah 26 dengan daerah terbanyak berasal dari kelurahan
Srengsem dengan jumlah 16. Hal ini tentu menjadi permasalahan yang memerlukan
analisis lebih lanjut mengenai penyebab tingginya angka kesakitan balita yang dirawat
inap di wilayah Srengsem, sehingga diperlukan data lain untuk mengetahui penyebab
masalah.
24
penilaian kuesioner yang telah diberikan pada 20 responden, pengetahuan,
sikap, dan perilaku informan dalam kategori rendah sebanyak 13 orang,
kategori sedang sebanyak 3 orang dan kategori tinggi sebanyak 4 orang.
B. Gambaran Pelaksanaan dan Pencapaian Program P2PM Diare di
Wilayah Panjang
Berdasarkan indeepth interview dengan penanggung jawab P2PM Diare
didapatkan bahwa edukasi mengenai faktor resiko diare oleh pelayanan
kesehatan di BP masih kurang. Hal ini disebutkan pada hasil wawancara
berikut.
“Jadi pencegahan dan penanggulangan faktor resiko itu digabung kerjaan
nya di BP dan poli MTBS, jadi saat melakukan pelayanan di BP itu
seharusnya dokter melakukannya, tetapi biasanya karena pasien yang
ramai dan jumlah dokter yang sedikit dalam kenyataannya jadinya tidak
diterapkan dengan baik gitu dik”
Tidak dilakukannya edukasi pada pasien yang terdiagnosis diare tentu
dapat meningkatkan faktor resiko diare berulang pada pasien.
25
C. Gambaran Pelaksanaan dan Pencapaian Program Kesehatan Lingkungan
yang Mendukung Pencegahan Diare di Wilayah Panjang
Berdasarkan hasil wawancara dengan program kesehatan lingkungan yang
mendukung pencegahan diare, terdapat beberapa poin yang dapat
meningkatkan faktor resiko terjadinya diare di wilayah Panjang khususnya
Srengsem. Dari hasil wawancara ditemukan bahwa program pembinaan
sumber air bersih hanya dilakukan melalui edukasi. tanpa ada media promosi
khusus, sehingga hanya masyarakat yang mendapatkan edukasi yang
memahami syarat air bersih dan pentingnya air bersih. Seperti disebutkan
dalam hasil wawancara berikut.
“Kalau pembinaan sanitasi sarana air bersih yang seperti apa pak? Pakai
pamphlet atau poster atau gimana pak?”
“Ya engga sih, biasanya pembinaan kita lakukan bersamaan dengan
inspeksi sumber air bersih sekalian edukasi sama masyarakat dan tokoh
yang ada disana”
Selain tidak adanya media promosi, program pemeriksaan air secara fisik,
kimiawi dan bakteriologis juga tidak dilakukan pada periode Januari-Juni 2018
sehingga tidak diketahui kualitas sumber air masyarakat dan tidak dapat
dilakukan penatalaksanaan lebih lanjut untuk mengkatkan kualitas sumber air
masyarakat. Terlebih lagi sebagian wilayah Srengsem adalah wilayah yang
terletak di daerah pantai dan kebiasaan masyarakat Srengsem yang sering
membuang sampah ke sungai. Berikut hasil wawancara yang mendukung
pernyataan diatas.
“Pemeriksaan bakteriologis ini sebenernya bisa dilakukan sendiri tapi
tidak ada alatnya kita. Kita sudah mengajukan ke kepala puskesmas untuk
tahun depan, sementara ini kita mengajukan kerjasama dengan labkesda,
namun belum ada jawaban”
“Ya, Srengsem itu kan daerahnya dekat pantai ya banyak sungai juga,
kalau dari inspeksi air bersih, masih banyak masyarakat yang membuang
sampah sembarangan ke sungai, jadi ya mencemari sungainya. Dan
26
berdasarkan pengamatan kami di srengsem itu kebanyakan orang-orang
disana masih menggunakan sumur pompa, kaya sumur umum”
27
kesehatan belum menyeluruh. Hal ini dapat diketahui dari hasil wawancara
berikut.
“Oh sebentar, kebetulan saya baru selesai buat laporan (megambil laporan
dan menyerahkan ke koas), ini laporannya. Tapi disitu belum semua rumah
kami kunjungi jadi belum bisa mencapai target.”
28
kerja, tapi ya gitu, masyarakat kan kadang ada yang tidak dirumah saat
mau diperiksa, jadi tidak tercapai yang seharusnya 100%”
“Sudah, kami biasanya memberitahu ke tokoh masyarakat sekitar, tapi
namanya juga masyarakat kadang mereka lagi kerja, jadi dirumah kosong
tidak ada orang seperti itu”
29
limbah yang dihasilkan dari produksi ikan tersebut sering dibuang ke laut. Hal
ini sesuai dengan pernyataan berikut.
“Kalau saluran yang dokter maksud buat buang-buang gitu ga ada, ya
mereka numpukin sisa-sisa nya di pinggir-pinggir, lalu nunggu ada yang
mau ngambil karena tempat pembuangan utama nya jauh dok.”
30
sekunder berupa pencapaian program yang mendukung pencegahan diare.
Program pertama yang dianalisis adalah subprogram pencegahan diare dari
program P2PM. Berikut merupakan data pencapaian program P2PM Diare.
Dari tabel 5, didapatkan bahwa terdapat beberapa indikator yang tidak memenuhi
target, yaitu penemuan penderita diare yang diobati puskesmas dan kader,
cakupan pelayanan diare, dan angka penggunaan oralit.
31
Pemberian ASI Eksklusif 100% 41%
Dari tabel 7 dan 9 didapatkan bahwa seluruh indikator PHBS rumah tangga dan
sekolah belum mencapai target. Kesenjangan indikator PHBS rumah tangga
tertinggi terdapat pada pemberian ASI Eksklusif yaitu 41%. Sedangkan
kesenjangan indikator PHBS sekolah tertinggi terdapat pada indikator mencuci
tangan dengan sabun yaitu diatas 50%.
32
Man Dia Material
33
5.4. Prioritas Masalah Kesehatan Komunitas
diselenggarakan
2. Rendahnya pengetahuan, sikap, dan perilaku (PSP) masyarakat
tersedia
7. Tidak dilakukannya pemeriksaan bakteriologis sumber air
8. Kurangnya media informasi mengenai sumber air yang baik
9. Cakupan promosi kesehatan belum menyeluruh
10. Rendahnya kesadaran anak-anak untuk mengkonsumsi makanan dari
34
Tabel 10. Tabel prioritas masalah USG
35
air oleh masyarakat. Pola pikir masyarakat mengenai penjagaan lingkungan
air belum cukup baik. Dalam tindakan pencegahan dengan inspeksi sumber
pemeriksaan kualitas sumber air dan sosialisasi mengenai sumber air yang
36
Alternatif pemecahan masalah ini dibuat dengan meninjau kapasitas dari
Pembentukan organisasi
3 3 2 2 9
peduli sampah
tentang bahaya pencemaran air dan pencegahannya. Hal ini perlu dilakukan
penggunaan sumber air yang kurang baik dari sumur pompa yang tercemar
37
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Masalah komunitas yang terjadi di Panjang adalah masih tingginya angka
kejadian diare di Rawat Inap khususnya pasien yang berasal dari Keluraan
Srengsem.
2. Prioritas masalah yang paling utama setelah diidentifikasi adalah
Tingginya pencemaran lingkungan air oleh masyarakat.
3. Alternatif pemecahan masalah (jalan keluar) yaitu edukasi tentang bahaya
pencemaran air dan pencegahannya
6.2 Saran
1. Untuk kepaniteraan IKAKOM yang akan melakukan Diagnosis Komunitas
Mengenai diare disarankan untuk melakukan wawancara dengan anak
sekolah sehingga dapat diketahui persepsi anak-anak mengenai diare dan
pencegahannya.
2. Menjadwalkan kegiatan kebersihan secara berkala.
3. Mengadakan kerjasama lintas sektor dalam mengatasi faktor-faktor yang
berperan dalam menyebabkan terjadinya kasus diare.
38
Daftar Pustaka
39
Notoatmodjo S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Cetakan VI, Jakarta: PT.
Rineka Cipta. 2010.
Profil Kesehatan Provinsi Lampung Tahun 2015. Tersedia dalam
www.depkes.go.id . diakses pada tanggal 25 Juli 2018.
Rohim A, Soebijanto MS. Probiotik dan Flora Normal Usus. Dalam: Ilmu
Penyakit Anak Diagnosa dan Penatalaksanaan. Ed Soegijanto S. Edisi ke-1.
Jakarta: Salemba Medika; 2002. h. 93 – 103.
Sinuhaji AB. Peranan Obat Antidiare pada Tatalaksana Diare Akut. Dalam:
Kumpulan Makalah Kongres Nasional II BKGAI. Juli 2003.
Strohl WA, Rouse H, Fisher BD. Lippincott’s Illustrated Reviews: Microbiology.
Pennsylvania: Lippincott Williams & Wilkins, 2001.
Suharyono. Terapi Nutrisi Diare Kronik. Dalam: Pendidikan Kedokteran
Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak ke XXXI. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 1994.
World Health Organization. Diare, Penyebab Kematian Kedua di Dunia; 2010.
40
LAMPIRAN
41
Lampiran 1. Wawancara dengan pemegang program Kesehatan Lingkungan
Keterangan:
P: koas IKKOM
K: Pemegang program Kesling
P: Selamat siang pak, kami izin melakukan wawancara untuk program kesling yang
berhubungan dengan diare ya pak?
K: Iya silahkan-silahkan…
P: Untuk kesling sendiri, program apa saja pak yang berhubungan dengan diare?
K: Ada banyak dik, seperti inspeksi sumber air bersih, pemeriksaan bakteriologis
pada sarana air, pembinaan sanitasi sarana air bersih
P: Kalau inspeksi sumber air bersih itu yang seperti apa ya pak?
K: ya seperti, ada jamban atau tidak disekitar sumur, jaraknya berapa, ada genangan
tidak disekitar sumur, itu ada ceklistnya, nanti saya berikan
P: Kalau pembinaan sanitasi sarana air bersih yang seperti apa pak? Pakai pamphlet
atau poster atau gimana pak?
K: ya engga sih, biasanya pembinaan kita lakukan bersamaan dengan inspeksi sumber
air bersih sekalian edukasi sama masyarakat dan tokoh yang ada disana
P: Ooo begitu, kalau untuk pemeriksaan bakteriologis, yang melakukan siapa ya pak?
K: Pemeriksaan bakteriologis ini sebenernya bisa dilakukan sendiri tapi tidak ada
alatnya kita. Kita sudah mengajukan ke kepala puskesmas untuk tahun depan,
sementara ini kita mengajukan kerjasama dengan labkesda, namun belum ada
jawaban
P: kegiatan seperti inspeksi air bersih, dan pembinaan itu biasanya dilakukan kapan
pak?
42
K: Idealnya kita lakukan berkala tiga bulan sekali
P: Kalau menurut bapak kira-kira kendala dalam pelaksanaan program ini apa pak?
Yang paling dirasakan gitu pak?
K: Ya kan kita melakukan pemeriksaan inspeksi sumber air bersih itu kerumah-rumah
sekalian pembinaan juga, biasanya kita lakukan saat hari kerja, tapi ya gitu,
masyarakat kan kadang ada yang tidak dirumah saat mau diperiksa, jadi tidak
tercapai yang seharusnya 100%
P: Jadi gini pak, kalau dari data rawat inap yang kami dapat di Kelurahan srengsem
itu paling tinggi rawat inap karena diare dibandingkan dengan wilayah lain, kalau
dari program Kesling sendiri ada kendala tidak pak di kelurahan Srengsem?
K: Ya, Srengsem itu kan daerahnya dekat pantai ya banyak sungai juga, kalau dari
inspeksi air bersih, masih banyak masyarakat yang membuang sampah
sembarangan ke sungai, jadi ya mencemari sungainya. Dan berdasarkan
pengamatan kami di srengsem itu kebanyakan orang-orang disana masih
menggunakan sumur pompa, kaya sumur umum
P: maaf pak, untuk di srengsem itu masih menggunakan sumur pompa?
K: iya berdasarkan pengamatan kami penduduk nya cukup ramai dan penyebaran nya
itu seperti mengikuti sungai sehingga kepadatan penduduk nya cukup tinggi
43
disekitar sungai, dimana jarak antar rumah itu tidak luas. Selain itu ya seperti tadi
masih banyak yang menggunakan sumur pompa.
P: Ooo jadi kendala situasi dan dari masyarakatnya juga ya pak? baik pak terima
kasih atas waktunya, nanti kalau ada yang kurang kami izin tanya-tanya lagi ya
pak
K: Iya silahkan-silahkan dik
44
Lampiran 2. Wawancara dengan pemegang program Promosi Kesehatan
Keterangan:
P: Koas IKKOM
B: Pemegang program Promosi Kesehatan
P: Selamat siang ibu, bu kami mau izin tanya-tanya program promkes yang
berhubungan dengan diare untuk tugas di kampus boleh bu?
B: Iya, silahkan masuk dok
P: Kalau untuk promkes sendiri program yang berhubungan dengan diare apa saja
ya bu?
B: ada banyak, kalau untuk PHBS keluarga ada mencuci tangan dengan sabun,
menggunakan air bersih, menggunakan jamban sehat, pemberian ASI eksklusif.
Kalau untuk PBHS sekolah ada mencuci tangan dengan air mengalir dan
sabun, jajan dikantin sekolah, dan jamban sehat
P: Kalau untuk penilaian PHBS itu seperti apa bu? Yang PHBS rumah?
B: Kalau PBHS rumah tangga itu ada ceklistnya, biasanya kita datang atau
dibantu oleh kader kerumah-rumah, nanti datanya baru diserahkan ke kita. Kita
ada kader yang sebelumnya sudah kita bina dahulu
P: kalau untuk waktunya sendiri bu? Penilaiannya ini dilakukan kapan? Secara
berkala atau tidak bu?
B: kalau waktunya biasanya kami pertiga bulan sekali, karena kan harus
dievaluasi dan diperbaiki, yang belum terjangkau di jangkau, yang sudah
terjangkau dengan penilaian di pertahankan
P: Lalu untuk masyarakatnya sendiri ada edukasi tentang PHBS gitu tidak bu:
45
B: Ada, biasanya kami sekalian kunjungan sekalian memberi edukasi, atau bisa
juga saat ada perkumpulan ibu-ibu posyandu atau perkumpulan komunitas
masyarakat tertentu
P: Oh ini untuk yang PHBS rumah tangga, ini masih belum 100% ya bu? Untuk
yang ASI eksklusifnya lumayan jauh ya bu dengan target? Kira-kira
kendalanya apa bu?
B: Iya untuk yang ASI eksklusif disini agak sulit, kami sudah kerjasama dengan
bagian KIA juga, sebenarnya sudah baik pengetahuan ibu-ibu menyusui
tentang ASI eksklusif, karena kan sering ada edukasi di posyandu, tapi kita
disini kesulitan dengan ibu-ibu menyusui yang tinggal dengan mertuanya.
Biasanya mereka itu ngikut apa kata mertuanya, kalau mertuanya bilang
anaknya laper tu, kasih buah dilembekin seperti pisang gitu, ya dikasih sama si
ibu karena saking nurutnya sama mertuanya
P: Ooo begitu bu, kalau untuk pembinaan ke mertuanya ada juga bu?
B: ya sebenarnya sudah, ya tapi masih begitu, masih banyak yang begitu, tetap
memberikan makanan di luar ASI
P: Kalau untuk yang PBHS sekolah, ini yang kurang banyak bagian cuci tangan
dengan sabun dan jajan dikantin sekolah ya bu?
B: Iya benar
P: Itu kira-kira kendalanya dimana bu, untuk cuci tangan dan jajan dikantin?
B: kalau untuk cuci tangan itu ya, sebenarnya kami sudah menyarankan untuk
disediakan tempat cuci tangan di taman atau didepan kelas, tapi untuk sekolah
sendiri mungkin ada keterbatasan biaya dan lain sebagainya jadi masih kurang
memang. Sedangkan kalau untuk jajan dikantin itu ya dari anak-anaknya,
46
mereka lebih tertarik dengan jajanan yang ada diluar. Biasanya gerbang itu
sudah ditutup biar anak-anak jajan dikantin yang sudah terjaga kebersihannya,
tapi masih banyak yang lewat pagar sekolah itu jajan manggil abang jualan
yang ada di luar sekolah, jadi agak susah juga untuk tercapai programnya.
P: Ooo jadi begitu ya bu, oke deh ibu, terima kasih ya bu waktunya untuk
wawancara dengan kami, nanti kalau ada kurang-kurang informasi kami izin
wawancara lagi ya bu?
B: Oh iya silahkan dok
47
Lampiran 3. Wawancara dengan pemegang program P2PM Diare
Keterangan:
P: koas IKKOM
M: Pemegang Program Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Menular
P: Selamat sore bu, maaf sebelumnya karena mengganggu waktu nya bu, apakah
kami dapat wawancara ya bu dengan ibu untuk menggali informasi tentang
Program Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Menular?
M: Boleh boleh ada apa dik?
P: baik bu, jadi kami ingin bertanya, sebelumnya kami sudah bertanya-tanya
sedikit bu dalam rangka kami menegakan diagnosis komunitas ke pemegang
program lain, P2PM untuk diare sendiri, itu bagaimana ya bu keadaan nya, apakah
ada data atau sesuatu yang dapat kami lihat gitu bu untuk memahami kegiatan
P2PM diare ini ?
M: contoh yang mau ditanya itu gimana?
P: jadi gini bu, kegiatan pokok nya P2PM di puskesmas panjang terutama bagian
diare ini ada apa aja ya bu?
M: kalau yang kita jalanin itu secara garis besar ada 3 pokok, yang pertama itu
bagian pencegahan dan penanggulangan faktor resiko, yang kedua itu ada kaya
pendataan epidemiologi surveilans, rawat inap dan penatalaksanaan diare, lalu
yang terakhir kegiatan preventif kayak edukasi, promosi, dan pengendalian
penyakit.
48
P: Ooo begitu ya bu, jadi terkendala di situasi nya ya, kalau untuk edukasi apakah
ada hal khusus yang dilakukan oleh puskesmas ya bu? Karena kami melihat
kondisi di puskesmas dan di lapangan masih minim untuk pengetahuan
masyarakat?
M: seharusnya dalam komunikasi informasi dan edukasi ini, banyak yang
dilakukan contohnya menyiapkan penyusunan rancangan protap program, lalu
ada juga menyiapkan materi dan menyusun perencanaan dan menyediakannya,
lalu ada juga melakukan bimbingan, pemantauan dan evaluasi kegiatan KIE
serta pencegahan dan pengendalian penyakit, Cuma ya kalian lihat kemarin
untuk pemantauan dan evaluasi nya kurang, makanya data nya tidak lengkap,
jadi gabisa dilihat juga kegiatan ini setelah dipantau sudah berjalan dengan baik
atau belum. Gitu dik.
P: jadi selain karena tidak berjalannya pencegahan faktor resiko di BP sama poli
MTBS dengan baik, ternyata di KIE nya agak kurang ya bu? Oiya maaf bu,
kalau dari pendataan secara epidemiologi ada datanya ngga ya bu? Apakah
misalnya ada kelurahan yang mendapat perhatian khusus karena angka diare
nya tinggi bu?
M: kalau pendataan jumlah kasus diarenya ada, Cuma seinget saya yang perlu
perhatian khusus itu kelurahan Srengsem. Soalnya disana sumber airnya
kebanyakan dari sumur, sedangkan disana rumahnya rapat-rapat, sungai di
daerah sana juga rata-rata banyak sampahnya, ya mungkin dari situ juga
makanya yang kena diare dari Srengsem lebih tinggi ya.. coba kalian tanya
juga sama yang megang program kesling, benar atau tidak disana keadaan
airnya kurang baik, biar lebih jelas juga kenapa kok disana lebih banyak
kasusnya.
P: iyaya bu, nanti kami tanyakan bu.. memang sih bu berdasarkan data jumlah
pasien diare di rawat inap juga kalau tidak salah kebanyakan pasien asalnya
dari kelurahan sana sih bu selama beberapa minggu kami disini.. nanti kami
cari tahu lagi bu faktor-faktor lain yang berpengaruh selain dari program P2PM
49
ini. Terima kasih ya bu atas waktunya, nanti kalau ada yang kurang kami izin
tanya-tanya lagi ya bu
M: Iya silahkan-silahkan dik
P: baik lah bu terimakasih banyak bu sebelumnya, selamat sore
50
Lampiran 4. Wawancara dengan Kader promkes kelurahan Srengsem
Keterangan:
P: koas IKKOM
S1: Kader 1
S2: Kader 2
S3: Kader 3
P : Selamat pagi ibu, kami dokter ikakom dari unila, mau izin wawancara terkait
promkes kelurahan Srengsem boleh bu? Ini buat data kami
S1 : Silahkan dokter, ini wawancaranya sama satu orang saja atau semuanya dok?
Soalnya yang lain lagi berhalangan dok
P : Sama kader yang lagi ada saja bu. Kita mulai ya bu, jadi kami di sini lagi
mempelajari kira-kira faktor apa saja yang menyebabkan diare di rawat inap
puskesmas lebih banyak di banding penyakit lainnya. Disini kalau program
promkes yang berhubungan dengan diare itu kan ada mencuci tangan
dengan sabun, menggunakan air bersih, menggunakan jamban sehat dan
pemberian ASI eksklusif ya bu? Lalu kalau data dari puskesmas itu yang
jauh dari angka pencapaian program itu ASI eksklusif bu, kalau di Srengsem
sendiri pencapaiannya gimana bu? Apa yang paling bermasalah?
S1 : Kalau disini ya sama dok, ASI eksklusifnya masih kurang, sama paling
penggunaan air bersihnya dok
51
P : Jadi dari lingkungan si ibu ya bu? Kalau pemberian pembinaan terhadap
lingkungan si Ibu menyusui sudah berjalan bu? Seperti pembinaan ke suami,
mertua dan orangtua?
S3 : Sudah berjalan dok, namun ya itu dok, kalau ASI nya tidak keluar-luar itu
ibunya kasian lihat anaknya jadi ya di kasih susu formula dok, padahal kata
ibunya sudah minum air banyak tapi tetap tidak keluar-luar dok
P : Kalau untuk pembinaan ke orangtua dan mertua si Ibu berhasil berarti ya bu?
S1 : Ya sebagaian ada yang berhasil dok, sebagian ya masih mengikuti tradisi,
memang susah dok kalau sudah tradisi di ubahnya
P : Ooo begitu, tadi satu lagi air bersih ya bu yang masih bermasalah?
S2 : iya dok
P : Bu, kalau yang di tempat ibu kan rumahnya padet-padetan bu, ibu tau ga
kondisi yang deket-deket laut, apakah cukup padat?
S2 : kalau yang di pinggir itu juga padet dok, malah kalau mau nyari air bersih
disana susah. Karena disana kan banyak pasar ikan sama buat-buat produk
dari ikan, terus sisaan ikan buat produk nya itu di tumpuk-tumpuk di sana
dok, nunggu ada yang ngambil.
52
P : jadi kayak limbah bekas cuci-cuci ikan, atau bekas buat-buat olahan ikan nya
tidak ada tempat buang nya atau salurannya gitu bu?
S1 : kalau saluran yang dokter maksud buat buang-buang gitu ga ada, ya mereka
numpukin sisa-sisa nya di pinggir-pinggir, lalu nunggu ada yang mau
ngambil karena tempat pembuangan utama nya jauh dok.
P : biasanya di angkut nya tumpukan sampah nya itu berapa kali sehari ya bu?
S3 : kami kurang tau dok kalau itu
P : bu, kalau sumber airnya sendiri emang warga Srengsem kebanyakan ngambil
darimana ya bu?
S1 : ya kalau kami sih biasanya sumber air pakai pump dari sumur
P : kalau sebelum-sebelumnya emang udah sering ada keluhan yang sama ga sih
bu terkait air disini?
S3 : Iya dok, kami juga bingung sih dok apa emang karena airnya ya dok.. jarang
diperiksa juga sih dok itu airnya bagus apa engga sebenarnya.. karena
kadang pas lagi ada pemeriksaan pas jam kerja jadi banyak yang rumahnya
belum kena diperiksa airnya gitu..
53
Lampiran 5. Kuesioner
KUESIONER
IDENTITAS RESPONDEN
1. Nama Responden :
2. Alamat Responden :
3. Umur Responden :
a). < 20 tahun
b). 21-30 tahun
c). 31-40 tahun
d). 41-50 tahun
e). > 51 tahun
4. Pendidikan formal terakhir :
a). Tidak sekolah/ tidak tamat SD
b). Sekolah Dasar/ sederajat
c). Sekolah Menengah Pertama/ sederajat
d). Sekolah Menengah Atas/ sederajat
e). Perguruan Tinggi/ Akademi
5. Pekerjaan Responden :
a). Pegawai Negeri/TNI/POLRI
b). Pegawai Swasta
c). Wiraswasta
d). Pedagang
54
e). Petani
f). Buruh
g). Ibu Rumah tangga
h). Tidak bekerja
i). Lain-lain
6. Banyaknya anggota keluarga dalam 1 rumah:
a). 1 orang
b). 2 - 4 orang
c). 5 – 8 orang
d). > 8 orang
PENGETAHUAN
58
61
5. Menurut Anda, diare dapat menular melalui apa saja?
a). Air (30)
b). Udara (10)
c). Makanan dan minuman (20)
d). Tidak tahu (0)
6. Menurut Anda berapa kali buang air besar dalam sehari hingga disebut sebagai
penderita diare?
a). 1-3 kali (20)
b). Lebih dari 3 kali (30)
c). Berapa kali asalkan tinjanya encer (10)
b). Mencuci tangan sebelum makan dan setelah buang air besar (30)
d). Memasak air minum hingga mendidih (30)
e). Tidak tahu (0)
8. Apa yang pertama kali harus diberikan kepada penderita diare?
a). Oralit (30)
b). Pengganti oralit ( larutan gula-garam, air tajin ) (30)
c). Obat anti diare (10)
d). Tidak tahu (0)
59
62
SIKAP
1. Apakah Anda setuju akan pemberian oralit pada penderita diare?
a). Setuju (30)
b). Tidak setuju (0)
2.Apakah Anda setuju bahwa penderita diare balita harus segera dibawa ke dokter?
a). Setuju (30)
b). Tidak setuju (0)
3. Apakah Anda setuju bahwa sebelum makan harus mencuci tangan dengan
sabun?
a). Setuju (30)
b). Tidak setuju (0)
5. Apakah Anda setuju diadakan kerja bakti di lingkungan tempat tinggal Anda?
a). Setuju (30)
b). Tidak setuju (0)
60
63
PERILAKU
1. Apakah air minum yang Anda minum selalu dimasak sampai mendidih?
a). Ya (30)
b). Tidak (0)
2.Apa jenis sarana air bersih yang digunakan Anda untuk keperluan minum
sehari- hari?
a). PAM (30)
b). Sumur gali (20)
c). . Sumur pompa (10)
d). Air Kemasan (0)
4.Apakah Anda memberikan oralit pada anggota keluarga sewaktu ada yang
menderita diare?
a). Ya (30)
b). Tidak (0)
5. Selain memberi oralit, apa yang Anda lakukan terhadap penderita diare?
a). Ke pengobatan alternatif (10)
b). Ke petugas kesehatan di
posyandu/Puskesmas/RS (30)
c). Mengobati sendiri di rumah (10)
61
64
6. Dimana Anda menyimpan makanan yang telah
dimasak?
Kategori:
Tinggi : 401-600
Sedang : 201-400
Rendah : ≤200
62
65