KELOMPOK B.1
1
DAFTAR ISI
Skenario.................................................................................................................................................3
Kata sulit...............................................................................................................................................4
Hipotesis................................................................................................................................................5
Sasaran Belajar......................................................................................................................................6
Penjelasan..............................................................................................................................................7
1. Memahami dan Menjelaskan tentang Penghantaran Fisiologis Nyeri............................................7
2. Memahami dan Menjelaskan Nyeri Kepala.................................................................................16
2.1 Definisi......................................................................................................................................16
2.2 Epidemiologi.............................................................................................................................16
2.3 Etiologi......................................................................................................................................17
2.4 Klasifikasi..................................................................................................................................18
2.5 Patofisiologi...............................................................................................................................23
2.6 Manifestasi................................................................................................................................25
2.7 Diagnosis dan Diagnosis banding..............................................................................................27
2.9 Komplikasi................................................................................................................................30
2.10 Pencegahan..........................................................................................................................30
2.11 Prognosis.............................................................................................................................30
3. Memahami dan Menjelaskan Nyeri Somatoform............................................................................30
3.1 Definisi......................................................................................................................................30
3.2 Etiologi......................................................................................................................................31
3.3 Klasifikasi..................................................................................................................................32
3.4 Manifestasi................................................................................................................................35
3.5 Diagnosis dan Diagnosis banding..............................................................................................37
3.6 Tata Laksana..............................................................................................................................42
3.7 Komplikasi..........................................................................................................................47
3.8 Pencegahan..........................................................................................................................47
3.9 Prognosis.............................................................................................................................47
4. Memahami dan Menjelaskan terapi nyeri kepala.........................................................................47
5.Memahami dan Menjelaskan keluarga sakkinah,mawaddah,warrahmah..........................................49
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................53
2
Skenario
Sakit Kepala Menahun
Perempuan 35 tahun berkonsultasi dengan dokter keluarga dengan keluhan sakit kepala
berulang sejak 2 tahun yang lalu. Sakit kepala seperti tertimpa beban berat dan nyeri
pada tengkuknya. Sakit kepala ini disertai dengan insomnia. Sakit kepala berawal sejak
pasien diceraikan oleh suaminya 2 tahun yang lalu dan harus berpisah dari kedua orang
anaknya. Oleh dokter pasien disarankan untuk berkonsultasi lebih lanjut ke neurolog
dan psikiater. Neurolog mengatakan bahwa pasien mengalami nyeri kepala tipe tegang,
sedangkan psikiater menyimpulkan bahwa pasien mengalami nyeri somatoform
( psikogenik). Walaupun ia sudah bercerai, ia tetep bertanggung jawab untuk
membimbing anaknya sesuai dengan prinsip keluarga sakinah, mawaddah, warahmah.
3
Kata sulit
1. Somatoform : rasa sakit dalam waktu lama namun dalam medis tidak terjadi kelainan.
2. Insomnia : gejala kelainan dalam tubuh berupa kesulitan untuk tidur.
3. Nyeri kepala tiepe tegang : serangan kepala berulang yang berlangsung dalam beberapa
menit sampai hari tertekan bilateral dan tidak dipicu aktivitas fisik.
Pertanyaan
1. Apa hubungan perceraian dengan penyakit yang dialami?
2. Mengapa terdapat keluhan sakit kepala berulang?
3. Mengapa pasien nyeri pada tengkuk?
4. Mengapa pasien mengalami insomnia?
5. Mengapa pasien dianjurkan ke bagian neurology dan psikiater?
6. Mengapa hasil diagnosis dari neurology dan psikiater berbeda?
7. Apa hubungannya nyeri kepala tipe tegang dengan somatoform?
8. Apa saja yang dapat menimbulkan sakit kepala?
9. Faktor apa saja yang dapat memperberat dan memperingan sakit kepala?
10. Bagaimana tatalaksana awal pada kasus ini?
11. Apa diagnosis kasus ini?
12. Bagaimana prinsip keluarga sakinah, mawaddah dan warrahmah?
Jawaban
1. Stress →hormon kortisol ↑ →takikardi → vasodilatasi →ekstremitas → bagian otak
kurang suplai darah→ sakit kepala.
2. Factor pemicu atau stress yang tidak terselesaikan.
3. Adanya gangguan saraf.
4. Factor pemicu, stes dan beban pikiran.
5. Neurolog : nyeri tengkuk gangguan saraf sedangkan dari psikolog: insomnia, cemas.
6. Berbeda pandangan dilihat dari neurolog : melihat dari simtom, gangguan saraf
sedangkan dari psikolog: dari sudut pandang psikis.
7. Sakit kepala karena stress, insomnia, nyeri kepala tegang.
8. Anemia, hipertensi, stress dan juga sensitive terhadap makanan.
9. Memperberat: stress, cemas, makanan. Yang memperingan: istirahat dan mengurangi
factor pemicu.
10. Analgesic dan obat anti depresi.
11. Nyeri kepala tipe tegang.
12. Sakinah: damai, mawaddah: cinta, warrahmah: kasih sayang.
4
Hipotesis
Stressor psikososial dapat menyebabkan sakit kepala yang dilihat dari sisi neurolog
berupa TTH (Tension Type Headache) yang bisa ditangani dengan analgesik sedangkan dari
sisi psikiatri berupa somatoform ditangani dengan anti depresan, sedative dan terapi suportif.
Penyakit ini dapat dicegah yaitu slah satunya menghindari pemicu stress dan membangun
keluarga yang sakinah, mawaddah, warrahmah.
5
Sasaran Belajar
1. Memahami dan Menjelaskan tentang Penghantaran Fisiologis Nyeri
6
Penjelasan
1. Memahami dan Menjelaskan tentang Penghantaran Fisiologis Nyeri
Jaras spesifik Nyeri
Traktus spinotalamikus Lateralis
o Axon dari neiron orde pertama (ganglion spinalis) memasuki ujung cornu
posterius substantia grissea medulla spinalis dan segera bercabang menjadi
serabut yang naik dan yang turun
o Sesudah memasuiki satu atau dua segmen medulla spinalis membentuk
tractus posterolateral (lissaueri) , serabut ini segera bersinapsis dengan
neuron orde kedua yang terletak pada kelompok sel substantia gelatinosa
cornu posterius
o Axon dari neuron orde kedua berjalan menyilang garis tengah pada
comissura anterior substantia grissea dam substantia alba kemudian naik
keatas pada sisi kontra lateral sebagai anterius. Sewaktu berjalan keatas,
serabut saraf baru terus bertambah sesuai dengan banyaknya segmen
medulla spinalis, demikian rupa sehingga pada bagian atas cervical
terdapat
a) Serabut sraf yang datang dari sacral terletak posterolateral
b) Serabut saraf yang datang dari cervical terletak anteromedial
(serebut saraf yang menghantarkan rasa sakit terletak didepan yang
menghantarkan sensasi suhu)
o Pada Medulla oblongata tractus tersebut terletak pada dataran lateral antara
nucleus olivarius inferius dengan nucleus tractus spinalis N.Trigeminus.
disini ia bergabung dengan
a) Tractus spinothalamicus anterius
b) Tractus spinotectalis
Yang kemudian gabungan dari ketiganya disebut lemniscus
spinalis
o Pada pons kemudian naik keatas dibagian belakang pons
o Pada mesencephalon kemudian lemniscus medialis berjalan pada
tegmentum , lateralis dari lemniscus medialis
o Pada diencephalon serabut saraf dari tractus spinothalamicus lateralis akan
bersinapsis dengan neuron orde ketiga yaitu nucleus posterolateral dari
keolompok ventral thalamus (bagian dari nucleus lateralis thalamus),
dimana disini akan terjadi penilaian kasar sensasi sakit dan suhu dan reaksi
emosi mulai timbul.
o Axon dari neuron orde ketiga jalan memasuki crus posterior capsula
interna dan corona radiata untuk berakhi pada gyrus postcentralis
(brodmann 3 2 1) . dari sini informasi rasa sakit dan suhu akan diteruskan
ke area motorik dan area asosiasi di cortex lobus parietalis.
o Cortex cerevri gyrus psotcentralis berfungsi untuk menafsirkan suhu dan
sakit sehingga akan muncul kesadaran terkait sensasi tersbut.
7
o Pembagian secara fisiologis
Sewaktu memasuki medulla spinalis , sinyal rasa nyeri9 melewati dua jalur
ke otak yaitu:
a) Traktus neospinotalamikus
Traktus neospinotalamisu bergfungsi utnuk menyalurkan
nyeri secara cepat. Terutama terdiri atas serabut A-Delta
yang tyerutama dilalui oleh rasa nyeri mekanik dan nyeri
suhu akut. Serabut perifer jalur ini berakhir pada lamina I
kornu dorsalis. Dan dari sini akan merangsang neuron orde
dua dari tractus neospinotalamicus. Neuron ini akan
mengirimkan sinyal ke serabut panjang yang terletak di
dekat sisi lain medulla spinalis dalam komisura anterior dan
selanjutnya berbelok naik ke otak dalam kolumna
anterolateralis.
Hanya sebagian kecil saja serabut neopinotalamikus
berakhir di daerah retikularis batang otak, sisaya melewati
batang otak dan langsung berakir di kompleks ventrobasal
thalami.
8
Nyeri cepat dapat dilokalisasi dengan mudah di dalam
tubuh
Neurotransmiter A delta umumnya adalah glutamat
b) Traktus paleospinotalamikus
Jalur ini befungsi untuk menjalarkan nyeri lambat-kronik ,
sebagian serabutnya adalah tipe C, sebagian kecil A-delta.
Dalam jaras ini, serabut-serabut perifer berakhri pada
lamina II dan II kornu dorsalis yang secara bersama-sama
disebut substansi gelatinosa, serabut C terletak lebih lateral
dari A-delta. Setelah itu akan berlanjut ke lamina V dan
neuron-neuronnya merangsang akson-akson panjang (yang
juga menjadi penghantar nyeri cepat) yang mula-mula
melewati komisura anterior ke sisi berlawanan dari medulla
spinalis ,kemudian naik ke otak melalui jaras anterolateral
Neotransmiter nya adalah glutamat dan Substansi P,
substansi P bersifat lebih lambat dari Glutamat yang
memungkinkan glutamat untuk sampai terlebih dahulu.
Yang menjelaskan suatu fenomena rasa sakit “ganda”
Jaras paleospinotalamikus berakhir kebanyakan di
o Mucleus retikularis medula, pons dan mesensefalon
o Area tektal mesensefalon sampai kolukulus usperior
dan inferior
o Daerah periakuaduktus substansia grisea yang
mengelilingi aquaductus sylvii
Kemampuan lokalisasi rasa nyeri pada jalur lambat
sangatlah buruk dan kebanyakan hanya dapat dilokalisasi di
bagian tubuh yang luas
Formasio retikularis berfungsi untuk menimbulkan
persepsio nyeri yang disadari.
Jalur Nyeri Di System Saraf Pusat
1. Jalur Nyeri Cepat
Traktus neospinotalamikus
Serat Að yang mentransmisikan nyeri akibat stimulus mekanik maupun termal
lamina I (lamina marginalis) kornu dorsalis eksitasi second-order
neurons dari traktus spinotalamikus serabut saraf panjang yang menyilang
menuju otak melalui comisura anterior kolumn anterolatera l serat dari
neospinotalamikus akan berakhir pada: (1) area retikular dari batang otak
(sebagian kecil), (2) nukleustalamus bagian posterior (sebagian kecil), (3)
kompleks ventrobasal (sebagian besar). Traktus lemniskus medial bagian
kolumn dorsalis untuk sensasi taktil juga berakhirpada daerah ventrobasal.
Adanya sensori taktil dan nyeri yang diterima akanmemungkinkan otak untuk
menyadari lokasi tepat dimana rangsangan tersebut diberikan.
2. Jalur Nyeri Lambat
Traktus Paleospinotalamikus
Mentransmisikan sinyal dari serat C + sedikit sinyal dari serat Að lamina II
dan III (substansia gelatinosa) (+) beberapa neuron pendek yang area
lamina V columna anterolateral Kebanyakan sinyal akan berakhir pada
salah satu tiga areayaitu : (1) nukleus retikularis dari medulla, pons, dan
mesensefalon, (2) area tektum dari mesensefalon, (3) regio abu ± abu dari
9
peraquaductus yang mengelilingiaquaductus Silvii dan sepersepuluh ataupun
seperempat sinyal yang akan langsungditeruskan ke talamus. Ketiga bagian ini
penting untuk rasa tidak nyaman dari tipe nyeri.Dari area batang otak ini,
multipel serat pendek neuron akan meneruskan sinyal kearah atas melalui
intralaminar dan nukleus ventrolateral dari talamus dan ke area tertentu dari
hipotalamus dan bagian basal otak.
Teori nyeri
1.
Teori spesifisitas
2 prinsipnya yang masih sah adalah
reseptor somatosensorik adalah reseptor yang mengalami spesialisasi untuk
berespons secara optimal terhadap satu atau lebih tipe stimulus tertentu
Tujuan perjalanan neuron aferen primer dan jalu ascendens merupakan factor
kritis dalam membedakan sifat stimulus di perifer.
2. Teori, Pola, atau penjumlahan
Nyeri dihasilkan oleh stimulasi intens dari reseptor-reseptor nonspesifik, dan
bahwa penjumlahan impuls-impuls itulah yang dirasakan sebagai nyeri.
3. Teori Kontrol Gerbang
Prinsip dasar pada teori kontrol gerbang adalah sebagai berikut :
a. Baik serat sensorik bermielin besar (L) yang membawa informasi mengenai rasa
raba dan propiosepsi dari perifer (serat A-a dan A-b) maupun serat kecil (S)
yang membawa informasi mengenai nyeri (serat A-d dan C) menyatu di kornu
dorsalis medulla spinalis
b. Transmisi impuls saraf dari serat-serat aferen ke sel-sel transmisi (T) medulla
spinalis di kornu dorsalis dimodifikasi oleh suatu mekanisme gerbang di selsel
substansia gelatinosa.
c. Mekanisme gerbang spinal dipengaruhi oleh jumlah relatif aktivitas di serat
aferen primer berdiameter besar (L) dan berdiameter kecil (S). Aktivitas di sera
besar cenderung menghambat transmisi nyeri (menutup gerbang), sedangkan
aktivitas di serat kecil cenderung mempermuah transmisi nyeri (membuka
gerbang)
d. Mekanisme gerbang spinal dipengaruhi oleh impuls saraf yang turun dari otak.
e. Apabila keluaran dari sel-sel T medulla spinalis melebihi suatu ambang kritis,
terjadi pengaktivan “system aksi” untuk perasaan dan respons nyeri.
10
4. Teori Endorfin-Enkefalin
Kemajuan terpenting dalam pemahaman mengenai mekanisme nyeri adalah
ditemukannya reseptor opiat di membran sinaps. Reseptor opiat terutama
terdapat di daerah PAG, nucleus rafe medial, dan kornu dorsalis medulla
spinalis. Obat narkotik eksogen dan antagonis narkoba mengikat reseptor-
reseptor ini. Opiat dan opioid menghambat nyeri (narkotik). Nalokson
menghambat inhibisi sehingga meningkatkan nyeri (antagonis narkotik).
11
posterior medula spinalis. Proses acendern ini di kontrol oleh otak. Sistem
analgesik endogen ini meliputi enkefalin, endorfin, serotonin, dan noradrenalin
memiliki efek yang dapat menekan impuls nyeri pada kornu posterior medulla
spinalis. Kornu posterior ini dapat diibaratkan sebagai pintu yang dapat tertutup
atau terbukanya pintu nyeri tersebut diperankan oleh sistem analgesik endogen
tersebut di atas. Proses modulasi inilah yang menyebabkan persepsi nyeri
menjadi sangat subyektif pada setiap orang. . Suatu jaras tertentu telah
diternukan di sistem saran pusat yang secara selektif menghambat transmisi
nyeri di medulla spinalis. Jaras ini diaktifkan oleh stress atau obat analgetika
seperti morfin (Dewanto).
4. Persepsi
Persepsi merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri. Pada saat
individu menjadi sadar akan nyeri, maka akan terjadi reaksi yang kompleks.
a. Korteks somatosensori: Ini adalah terlibat dengan persepsi dan interpretasi dari
sensasi. Ini mengidentifikasi intensitas, jenis dan lokasi sensasi rasa sakit dan
sensasi yang berkaitan dengan pengalaman masa lalu, memori dan aktivitas
kognitif. Ini mengidentifikasi sifat stimulus sebelum memicu respons, misalnya,
di mana rasa sakit itu, seberapa kuat itu dan bagaimana rasanya.
b. Sistem limbik: Hal ini bertanggung jawab untuk respon emosi dan perilaku
terhadap rasa sakit misalnya, perhatian, suasana hati, dan motivasi, dan juga
dengan pengolahan rasa sakit,dan pengalaman masa lalu rasa sakit.
RESEPTOR NYERI
Aferen primer mencakup serat A-alfa dan A-beta yang besar dan bermielen
serta membawa impuls yang besar dan tidak bermielin ( tidak diperlihatkan )
serta membawa impuls yang memperantarai sentuhan, tekanan, dan propriosepsi
dan serat A-delta yang kecil bermielin dan serat C yang tidak bermielin, yang
membawa impuls nyeri. Aferen-aferen primer ini menyatu di sel-sel kornu
dorsalis medulla spinalis, masuk ke zona lissauer, serat pascaganglion simpatis
adalah serat eferen dan terdiri dari serat-serat C tidak bermielin.
12
SENSITISASI NOSISEPTOR DI DAERAH CEDERA JARINGAN
13
f) Peningkatan kekuatan/tegangan otot
g) Dilatasi pupil
h) Penurunan motilitas GI
Wajah pucat,
14
Nyeri diawali sebagai pesan yang diterima oleh saraf-saraf perifer, Zat
kimia (substansi P, bradikinin, prostaglandin) dilepaskan, kemudian
menstimulasi saraf perifer, membantu mengantarkan pesan nyeri dari daerah
yang terluka ke otak. Sinyal nyeri dari daerah yang terluka berjalan sebagai
impuls elektrokimia di sepanjang nervus ke bagian dorsal spinal cord (daerah
pada spinal yang menerima sinyal dari seluruh tubuh).
Pesan kemudian dihantarkan ke thalamus, pusat sensoris di otak di mana
sensasi seperti panas, dingin, nyeri, dan sentuhan pertama kali dipersepsikan.
Pesan lalu dihantarkan ke cortex, di mana intensitas dan lokasi nyeri
dipersepsikan.
Di dalam spinal cord, ada gerbang yang dapat terbuka atau tertutup. Saat
gerbang terbuka, impuls nyeri lewat dan dikirim ke otak. Gerbang juga bisa
ditutup. Stimulasi saraf sensoris dengan menggaruk secara perlahan di dekat
daerah nyeri dapat menutup gerbang sehingga mencegah transmisi impuls nyeri.
Impuls dari pusat juga dapat menutup gerbang, misalnya perasaan sembuh dapat
mengurangi dampak atau beratnya nyeri yang dirasakan (Patricia & Walker).
Termal, rasa nyeri yang ditimbulkan oleh suhu yang tinggi tidak
berkorelasi dengan jumlah kerusakan yang telah terjadi melainkan berkorelasi
dengan kecepatan kerusakan jaringan yang timbul. Hal ini juga berlaku untuk
penyebab nyeri lainnya yang bukan termal seperti infeksi, iskemia jaringan,
memar jaringan, dll. Pada suhu 45 C, jaringan – jaringan dalam tubuh akan
mengalami kerusakan yang didapati pada sebagian besar populasi.
Kimia, ada beberapa zat kimia yang dapat merangsang nyeri seperti bradikinin,
serotonin, histamin, ion kalium, asam, asetilkolin, dan enzim proteolitik. Dua
zat lainnya yang diidentifikasi adalah prostaglandin dan substansi P yang
bekerja dengan meningkatkan sensitivitas dari free nerve endings. Prostaglandin
dan substansi P tidak langsung merangsang nyeri tersebut. Dari berbagai zat
yang telah dikemukakan, bradikinin telah dikenal sebagai penyebab utama yang
menimbulkan nyeri yang hebat dibandingkan dengan zat lain. Kadar ion kalium
yang meningkat dan enzim proteolitik lokal yang meningkat sebanding dengan
intensitas nyeri yang sirasakan karena kedua zat ini dapat mengakibatkan
membran plasma lebih permeabel terhadap ion. Iskemia jaringan juga termasuk
stimulus kimia karena pada keadaan iskemia terdapat penumpukan asam laktat,
bradikinin, dan enzim proteolitik.
Reseptor nyeri banyak tersebar pada lapisan superfisial kulit dan juga
pada jaringan internal tertentu, seperti periosteum, dinding arteri, permukaan
sendi, falx, dan tentorium. Kebanyakan jaringan internal lainnya hanya
diinervasi oleh free nerve endings yang letaknya berjauhan sehingga nyeri pada
organ internal umumnya timbul akibat penjumlahan perangsangan berbagai
nerve endings dan dirasakan sebagai slow – chronic- aching type pain.
Nyeri dapat dibagi atas dua yaitu fast pain dan slow pain. Fast pain,
nyeri akut, merupakan nyeri yang dirasakan dalam waktu 0,1 s setelah stimulus
diberikan. Nyeri ini disebabkan oleh adanya stimulus mekanik dan termal.
Signal nyeri ini ditransmisikan dari saraf perifer menuju korda spinalis melalui
serat Aδ dengan kecepatan mencapai 6 – 30 m/s. Neurotransmitter yang
mungkin digunakan adalah glutamat yang juga merupakan neurotransmitter
eksitatorik yang banyak digunakan pada CNS.
Slow pain, nyeri kronik, merupakan nyeri yang dirasakan dalam waktu
lebih dari 1 detik setelah stimulus diberikan. Nyeri ini dapat disebabkan oleh
adanya stimulus mekanik, kimia dan termal tetapi stimulus yang paling sering
15
adalah stimulus kimia. Signal nyeri ini ditransmisikan dari saraf perifer menuju
korda spinalis melalui serat C dengan kecepatan mencapai 0,5 – 2 m/s.
Neurotransmitter yang digunakan adalah substansi P.
Jalur yang ditempuh dapat dibagi menjadi dua pathway yaitu fast-sharp
pain pathway dan slow- chronic pain pathway. Setelah mencapai korda spinalis
melalui dorsal spinalis, serat nyeri ini akan berakhir pada relay neuron pada
kornu dorsalis dan selanjutnya akan dibagi menjadi dua traktus yang
selanjutnya akan menuju ke otak. Traktus itu adalah neospinotalamikus untuk
fast pain dan paleospinotalamikus untuk slow pain.
Traktus neospinotalamikus untuk fast pain, pada traktus ini, serat Aδ
yang mentransmisikan nyeri akibat stimulus mekanik maupun termal akan
berakhir pada lamina I (lamina marginalis) dari kornu dorsalis dan mengeksitasi
second-order neurons dari traktus spinotalamikus. Neuron ini memiliki serabut
saraf panjang yang menyilang menuju otak melalui kolumn anterolateral. Serat
dari neospinotalamikus akan berakhir pada: (1) area retikular dari batang otak
(sebagian kecil), (2) nukleus talamus bagian posterior (sebagian kecil), (3)
kompleks ventrobasal (sebagian besar). Traktus lemniskus medial bagian
kolumn dorsalis untuk sensasi taktil juga berakhir pada daerah ventrobasal.
Adanya sensori taktil dan nyeri yang diterima akan memungkinkan otak untuk
menyadari lokasi tepat dimana rangsangan tersebut diberikan.
Traktus paleospinotalamikus untuk slow pain, traktus ini selain
mentransmisikan sinyal dai serat C, traktus ini juga mentransmisikan sedikit
sinyal dari serat Aδ. Pada traktus ini , saraf perifer akan hampir seluruhnya
nerakhir pada lamina II dan III yang apabila keduanya digabungkan, sering
disebut dengan substansia gelatinosa. Kebanyakan sinyal kemudian akan
melalui sebuah atau beberapa neuron pendek yang menghubungkannya dengan
area lamina V lalu kemudian kebanyakan serabut saraf ini akan bergabung
dengan serabut saraf dari fast-sharp pain pathway. Setelah itu, neuron terakhir
yang panjang akan menghubungkan sinyal ini ke otak pada jaras anterolateral.
Ujung dari traktus paleospinotalamikus kebanyakan berakhir pada
batang otak dan hanya sepersepuluh ataupun seperempat sinyal yang akan
langsung diteruskan ke talamus. Kebanyakan sinyal akan berakhir pada salah
satu tiga area yaitu : (1) nukleus retikularis dari medulla, pons, dan
mesensefalon, (2) area tektum dari mesensefalon, (3) regio abu – abu dari
peraquaductus yang mengelilingi aquaductus Silvii. Ketiga bagian ini penting
untuk rasa tidak nyaman dari tipe nyeri. Dari area batang otak ini, multipel serat
pendek neuron akan meneruskan sinyal ke arah atas melalui intralaminar dan
nukleus ventrolateral dari talamus dan ke area tertentu dari hipotalamus dan
bagian basal otak.
16
Apabila nyeri kepala melibatkan struktur-struktur di daerah infratentorium, nyeri tersebut dari
daerah oksipitalis kepala dan leher oleh akar saraf cervical atas. Nyeri supratentorium
dirasakan di bagian anterior kepala (daerah oksipital, temporalis, dan parietalis) dan terutama
diperantai oleh nervus trigeminus.
2.2 Epidemiologi
CLUSTER HEADACHE
Prevalensi pasti CH di Amerika Serikat tidak diketahui; Kudrow memperkirakan itu menjadi
0,4% pada pria dan 0,08% pada wanita. Dibandingkan dengan migren klasik, CH relatif tidak
umum, dengan kejadian setara dengan hanya 2-9% dari migrain. Prevalensi pada laki-laki
adalah 0,4-1%. Dalam penelitian yang luas terhadap 100.000 penduduk republik San Marino,
prevalensinya adalah 0,07%. Insiden CH di Inggris setara dengan sklerosis ganda.
CH biasanya dimulai pada usia dewasa menengah (misalnya, di usia 30-an); Namun, telah
dilaporkan pada pasien termuda 1 tahun dan tertua 79 tahun. CH lebih sering terjadi pada
laki-laki daripada perempuan; rasio pria-wanita adalah 6: 1 pada tahun 1960 tetapi sekarang
lebih dekat ke 2: 1. Presentasi pada wanita dapat berbeda dari pada pria, menurut data dari
Survei Headache Cluster Amerika Serikat. Sebagai contoh, wanita cenderung
mengembangkan CH pada usia yang lebih dini dan juga lebih mungkin menunjukkan puncak
insidensi kedua CH setelah usia 50 tahun. Perbedaan ras dan etnis belum diteliti dengan baik,
tetapi CH mungkin sedikit lebih umum di Afrika Amerika dan mungkin kurang terdiagnosis
pada wanita kulit hitam..
MIGRAINE HEADACHE
World Health Organization (WHO) memperkirakan prevalensi migrain saat ini di seluruh
dunia menjadi 10% dan prevalensi seumur hidup menjadi 14%. Prevalensi yang disesuaikan
dari migrain tertinggi di Amerika Utara, diikuti oleh Amerika Selatan dan Tengah, Eropa,
Asia, dan Afrika.
Sekitar 3000 serangan migrain per juta orang di seluruh dunia terjadi setiap hari. Menurut
WHO, migren adalah ke-19 di antara semua penyebab tahun hidup dengan kecacatan.
Di Amerika Serikat, prevalensi migrain berbanding terbalik dengan pendapatan rumah tangga
dan tingkat pendidikan. Secara internasional, bagaimanapun, hubungan antara migrain dan
status sosial ekonomi tidak hadir.
TTH
Sakit kepala terhitung 1-4% dari semua kunjungan IGD dan merupakan alasan paling umum
bagi seorang pasien untuk berkonsultasi dengan dokter. Sakit kepala tipe ketegangan (TTH)
17
adalah umum, dengan prevalensi seumur hidup di populasi umum berkisar antara 30% dan
78% dalam studi yang berbeda. Mereka mempengaruhi sekitar 1,4 miliar orang atau 20,8%
dari populasi.
Onset TTH sering terjadi selama masa remaja dan mempengaruhi tiga wanita untuk setiap
dua pria. Penelitian sebelumnya di Amerika Serikat menunjukkan bahwa sakit kepala tipe
tegang memuncak pada dekade keempat. Namun, studi Eropa menunjukkan bahwa sakit
kepala ini terus terjadi bahkan hingga dekade keenam kehidupan.
2.3 Etiologi
Sebagian besar nyeri kepala terjadi karena tegangan (kontraksi otot) dapat disebabkan
oleh:
Stress emosional, kelelahan, menstruasi, rangsangan dari lingkungan (bunyi berisik,
kerumunan banyak orang, cahaya yang terang).
Keadaan lain yang dapat menjadi penyebab: glaukoma, inflamasi pada mata atau
mukosa nasal atau sinus paranasal, penyakit pada kulit kepala, gigi, arteri
ekstrakranial, pemakaian obat-obat vasodilator (nitrat, alkohol dan histamin),
penyakit sistemik, hipertensi, peningkatan tekanan intracranial, trauma/tumor
kepala, perdarahan, abses atau aneurisma intrakranial.
Nyeri kepala dapat dibagi kepada tiga kelompok berdasarkan onsetnya yaitu :
Nyeri kepala akut ini biasanya disebabkan oleh subarachnoid haemorrhage,
penyakit-penyakit serebrovaskular, meningitis atau encephalitis dan juga ocular
disease. Selain itu, nyeri kepala ini juga bisa timbul disebabkan kejang, lumbar
punksi dan karena hipertensi ensefalopati.
Bagi nyeri kepala subakut, nyerinya biasa timbul karena giant cell arteritis, massa
intrakranial, neuralgia trigeminal, neuralgia glossofaringeal dan hipertensi.
Nyeri kronik timbul karena migren, nyeri kepala klaster, nyeri kepala tipetegang,
cervical spine disease, sinusitis dan dental disease.
Dalam buku Disease of the Nervous System , dinyatakan bahwa nyeri kepala juga
disebabkan oleh penyakit pada tulang kranium, neuritis dan neuralgia, irritasi meningeal,
lesi di intracranial, trauma dan penurunan tekanan intracranial.
Sakit kepala bisa disebabkan oleh kelainan: (1) vaskular, (2) jaringan saraf, (3) gigi -
geligi, (4) orbita, (5) hidung dan (6) sinus paranasal, (7) jaringan lunak dikepala, kulit,
jaringan subkutan, otot, dan periosteum kepala. Selain kelainan yang telah disebutkan
diatas, sakit kepala dapat disebabkan oleh stress dan perubahanlokasi (cuaca, tekanan,
dll.).
a. Intrakranial
1.Inflamasi
- Meningismus
- Meningitis
- Ensefalitis
- Poliomielitis
18
- Malaria
- Abses Serebral
- ArtritisKrania
2.Non-Inflamasi
- Migrain
- Nyeri Kepala Kluster
- Gegar Otak
- Perdarahan Ekstra Dural
- Perdarahan Subdural
- Perdarahan Subarakhnoid
- Stroke
- Neoplasma
- Hipertensi Benigna Intrakranial
2.4 Klasifikasi
Berdasarkan klassifikasi Internasional Nyeri Kepala Edisi 2 dari Internasional Headache
Society (IHS) :
A. Primary headache disorders :
1. Migraine
2. Tension-type headache
3. Cluster headache and other trigeminal autonomic cephalalgias
4. Other primary headaches
19
Migraine adalah headache primer yang sering menyebabkan disabilitas.
Menurut WHO, migraine adalah penyakit ke-19 yang menyebabkan
disabilitas. Migraine dibagi menjadi 2 subtipe yaitu:
o Migraine tanpa aura
Nama lain : common migraine/hemicrania simplex
Kriteria diagnosis :
Minimal 5 serangan
Serangan headache berlangsung 4-72 jam (tidak diterapi atau gagal
diterapi)
Headache dengan minimal 2 karakteristik berikut .
1. Lokasi unilateral,
2. Kualitas pulsating,
3. Intensitas moderate atau severe,
4. Memberat dengan atau menyebabkan menghindari aktivitas
fisik (e.g. berjalan, naik tangga)
Selama headache minimal ada 1 tanda berikut.
1. Nausea dan/atau vomiting,
2. Photophobia dan phonophobia
Tidak masuk kategori lain.
20
b. Tension-type headache (TTH)
Nama lain : tension headache, muscle contraction headache,
psychomyogenic headache, stress headache, ordinary headache, essential
headache, idiopathic headache, psychogenic headache
Kriteria diagnosis :
Minimal 10 episode terjadi dengan frekuensi tergantung sub sub-tipe
masing-masing dan memenuhi criteria B-D
Headache berlangsung dari 30 menit sampai 7 hari
Headache dengan 2 ciri berikut :
1. Lokasi bilateral
2. Kualitasnya pressing/thinghting (non-pulsating)
3. Intensitas tergantung sub-subtipe
4. Tidak diperparah oleh aktivitas fisik rutin seperti jalan atau naik
tangga
Ada 2 ciri berikut
1. Tidak ada nausea atau vomiting (bisa ada anorexia)
2. Tidak >1 photophobia atau phonophobia
21
Ada minimal 1 tanda berikut:
1. Injeksi konjungtiva ipsilateral dan atau lakrimasi
2. Kongesti nasal ipsilateral dan atau rhinorrhea
3. Edema kelopak mata ipsilateral
4. Keringat facial & dahi ipsilateral
5. Miosis dan atau ptosis ipsilateral
6. Rasa restlessness atau agitasi
Serangan berfrekuensi dari 1 perhari sampai 8 kali/hari
Disebut episodic kalau minimal periode antara 2 headache
berlangsung dalam 7-365 hari dan ada periode remisi bebas nyeri
antara serangan >1 bulan. Kalau rekurensi >1 tahun tanpa periode
remisi atau periode remisi <1 bulan maka disebut kronis.
22
Klasifikasi Nyeri
Nyeri dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria antara lain :
Klasifikasi nyeri berdasarkan waktu, dibagi menjadi nyeri akut dan nyeri kronis
1. Nyeri Akut adalah Nyeri yang terjadi secara tiba-tiba dan terjadinya
singkat contoh nyeri trauma
2. Nyeri Kronis adalah nyeri yang terjadi atau dialami sudah lama contoh
kanker
Klasifikasi nyeri berdasarkan Tempat terjadinya nyeri
1. Nyeri Somatik adalah Nyeri yang dirasakan hanya pada tempat terjadinya
kerusakan atau gangguan, bersifat tajam, mudah dilihat dan mudah
ditangani, contoh Nyeri karena tertusuk
2. Nyeri Visceral adalah nyeri yang terkait kerusakan organ dalam, contoh
nyeri karena trauma di hati atau paru-paru.
3. Nyeri Reperred : nyeri yang dirasakan jauh dari lokasi nyeri, contoh nyeri
angina.
Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Persepsi Nyeri
1. Nyeri Nosiseptis adalah Nyeri yang kerusakan jaringannya jelas
2. Nyeri neuropatik adalah nyeri yang kerusakan jaringan tidak jelas.
2.5 Patofisiologi
Nyeri adalah sensasi subjektif, rasa yang tidak nyaman biasanya berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau potensial (Corwin J.E. ). Ketika suatu jaringan mengalami
cedera, atau kerusakan mengakibatkan dilepasnya bahan – bahan yang dapat menstimulus
reseptor nyeri seperti serotonin, histamin, ion kalium, bradikinin, prostaglandin, dan substansi
P yang akan mengakibatkan respon nyeri (Kozier dkk). Nyeri juga dapat disebabkan stimulus
mekanik seperti pembengkakan jaringan yang menekan pada reseptor nyeri. (Taylor C. dkk).
23
kranial medial. V3, mandibularis, menginervasi daerah duramater bagian fossa cranial
medial, rahang bawah dan gigi, telinga, sendi temporomandibular dan otot menguyah.
Selain saraf trigeminus terdapat saraf kranial VII, IX, X yang innervasi meatus
auditorius eksterna dan membran timfani. Saraf kranial IX menginnervasi rongga telinga
tengah, selain itu saraf kranial IX dan X innervasi faring dan laring.
Servikalis yang terlibat dalam sakit kepala adalah C1, C2, dan C3. Ramus dorsalis dari
C1 menginnervasi otot suboccipital triangle - obliquus superior, obliquus inferior dan rectus
capitis posterior major dan minor. Ramus dorsalis dari C2 memiliki cabang lateral yang
masuk ke otot leher superfisial posterior, longissimus capitis dan splenius sedangkan cabang
besarnya bagian medial menjadi greater occipital nerve. Saraf ini mengelilingi pinggiran
bagian bawah dari obliquus inferior, dan balik ke bagian atas serta ke bagian belakang
melalui semispinalis capitis, yang mana saraf ini di suplai dan masuk ke kulit kepala melalui
lengkungan yang dikelilingi oleh superior nuchal line dan the aponeurosis of trapezius.
Melalui oksiput, saraf ini akan bergabung dengan saraf lesser occipital yang mana
merupakan cabang dari pleksus servikalis dan mencapai kulit kepala melalui pinggiran
posterior dari sternokleidomastoid. Ramus dorsalis dari C3 memberi cabang lateral ke
longissimus capitis dan splenius. Ramus ini membentuk 2 cabang medial. Cabang superfisial
medial adalah nervus oksipitalis ketiga yang mengelilingi sendi C2-3 zygapophysial bagian
lateral dan posterior.
Daerah sensitif terhadap nyeri kepala dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu intrakranial
dan ekstrakranial. Intrakranial yaitu sinus venosus, vena korteks serebrum, arteri basal,
duramater bagian anterior, dan fossa tengah serta fossa posterior. Ektrakranial yaitu
pembuluh darah dan otot dari kulit kepala, bagian dari orbita, membran mukosa dari rongga
nasal dan paranasal, telinga tengah dan luar, gigi, dan gusi. Sedangkan daerah yang tidak
sensitif terhadap nyeri adalah parenkim otak, ventrikular ependima, dan pleksus koroideus.
Beberapa mekanisme umum yang tampaknya bertanggung jawab memicu nyeri kepala
adalah sebagai berikut (Lance, 2000) : (1) peregangan atau pergeseran pembuluh darah;
intrakranium atau ekstrakranium, (2) traksi pembuluh darah, (3) kontraksi otot kepala dan
leher ( kerja berlebihan otot), (3) peregangan periosteum (nyeri lokal), (4) degenerasi spina
servikalis atas disertai kompresi pada akar nervus servikalis (misalnya, arteritis vertebra
servikalis), defisiensi enkefalin (peptida otak mirip- opiat, bahan aktif pada endorfin).
24
2.6 Manifestasi
25
kekakuan menyeluruh. penilaian factor psikis
dan kepribadian.
Migraine Nyeri dimulai di dalam di sekitar mata Jika diagnosisnya masih
atau pelipis, menyebar ke satu atau meragukan dan sakit
kedua sisi kepala, biasanya mengenai kepala baru terjadi,
seluruh kepala, berdenyut dan disertai dilakukan CT Scan atau
dengan hilangnya nafsu makan, mual MRI atau diberikan
dan muntah. obat migraine untuk
melihat efeknya.
Nyeri kepala cluster Serangannya singkat (1jam), dirasakan Obat migraine
disatu sisi kepala, serangan terjadi diberikan untuk melihat
secara periodic, menyerang pria yang efeknya (sumatriptan,
disertai dengan pembengkakan mata, metisergid/obat
hidung meler dan mata berari pada sisi vasokonstriktor,
yang sama dengan nyeri. kortikosteroid,
indometasin) atau
menghirup O2.
Hipertensi Nyerinya berdenyut dan dirasakan Analisa kimia darah
dikepala bagian belakang atau dipuncak dan pemeriksaan ginajl.
kepala.
Kelainan mata Nyeri dirasakan di kepala bagian depan Pemeriksaan mata
(iritis, glaucoma) atau di dalam dan di seluruh mata,
bersifat sedang sampai berat dan
seringkali memburuk jika mata dalam
keadaan lelah.
Kelainan sinus Nyeri bersifat akut atau subakut, Rontgen sinus
dirasakan di kepala bagian depan,
bersifat tumpul atau berat, biasanya
memburuk di pagi hari, membaik di
siang hari dan memburuk dalam
keadaan dingin atau lembab.
Tumor otak Nyeri hilang timbul, ringan sampai MRI atau CT Scan
berat, dirasakan di satu titik atau
diseluruh kepala. Kelemahan di salah
satu sisi tubuh semakin meningkat,
kejang, gangguan penglihatan,
kemampuan berbicara hilang, muntah
dan perubahan mental.
Infeksi otak Nyeri hilang timbul, ringan sampai MRI atau CT Scan
berat, dirasakan disatu titik atau
diseluruh kepala. Sebelumnya penderita
pernah mengalami infeksi telinga, sinus
atau paru-paru, penyakit jantung
rematik atau jantung bawaan.
Meningitis Nyeri baru dirasakan, menetap, berat Pemeriksaan darah,
26
dan dirasakan di seluruh kepala serta pungsi lumbal.
menjalar ke leher. Sakit disertai demam,
muntah dan sebelumnya mengalami
nyeri tenggorokan atau infeksi
pernafasan dan leher ditekuk.
Hematoma subdural Nyeri hilang timbul atau terus-menerus, MRI atau CT Scan
ringan sampai berat, bisa dirasakan di
satu titik atau diseluruh kepala, menjalar
ke leher. Biasanya sebelumnya telah
terjadi cedera pada penderita yang
disertai penurunan kesadaran.
Perdarahan Nyeri baru dirasakan, menyebar, hebat MRI atau CT Scan, jika
subarachnoid dan menetap, kadang dirasakan di hasilnya (-) maka
dalam dan di sekitar mata, kelopak mata dilakukan pungsi
turun. lumbal.
Sifilis, tuberculosis, Nyeri bersifat tumpul sampai berat dan
criptococcus, dirasakan diseluruh kepala atau di
kanker, puncak kepala, menderita demam meski
tidak terlalu tinggi dan terdapat riwayat Pungsi lumbal
sifilis, tuberculosis, kriptokosis,
sarkoidosis atau kanker pada pasien.
27
sudah mereda.
Migrain arteri basilaris
Terjadi pada wanita muda periode Gejala prodromal yang meliputi gangguan
haid penglihatan parsial dengan keluhan
vertigo, ataksia, tinnitus, kesemutan jari-
jari tangan serta kaki.
Nyeri kepala yang berupa nyeri berdenyut
di daerah oksipital dn vomitus.
28
PF dan PP
Pemeriksaan Penunjang Tension Type Headache (TTH) Tidak ada uji spesifik untuk
mendiagnosis TTH dan pada saat dilakukan pemeriksaa neurologik tidak ditemukan kelainan
apapun. TTH biasanya tidak memerlukan pemeriksaan darah, rontgen, CT scan kepala
maupun MRI.
2. Migren
Anamnesis
Migren dengan aura 3 dr 4 kriteria berikut:
(1) migren dengan satu atau lebih aura reversibel yang mengindikasikan disfungsi
serebral korteks dan atau tanpa disfungsi batang otak
(2) paling tidak ada satu aura yang terbentuk berangsur ± angsur lebih dari 4 menit
(3) aura tidak bertahan lebih dari 60 menit
(4) sakit kepala mengikuti aura dalam interval bebas waktu tidak mencapai 60 menit.
Migren tanpa aura sedikit lima kali serangan nyeri kepala seumur hidup yang memenuhi
kriteria berikut :
(a) berlangsung 4 - 72 jam dan paling sedikit memenuhi dua dari syarat berikut:
(1) unilateral
(2) sensasi berdenyut
(3) intensitas sedang berat
(4) diperburuk oleh aktifitas
(5) bisa terjadi mual muntah, fotofobia dan fonofobia.
PF dan PP
Pemeriksaan Penunjang Migren Pemeriksaan untuk menyingkirkan penyakit lain
( jika ada indikasi) adalah pencitraan ( CT scan dan MRI) dan punksi lumbal.
DIAGNOSIS BANDING
29
Riwayat + - -
keluarga
Jenis kelamin Perempuan Tak berbeda Pria
Nyeri berdenyut ++ - -
Fotofobia + - -
Fonofobia + - -
Mata - - +++
merem/merah
Hidung keluar - - +++
air
Leher kaku - ++ -
Kelumpuhan + - -
badan
2.9 Komplikasi
Komplikasi TTH adalah rebound headache yaitu nyeri kepala yang disebabkan oleh
penggunaan obat - obatan analgesia seperti aspirin, asetaminofen, dllyang berlebihan.
Tension type headache episodik dapat berkembang menjadi tipe kronik, dan depresi akibat
gejalanya dapat terjadi sebagai suatu komplikasi pada pasien. Komplikasi Migren adalah
30
rebound headache, nyeri kepala yang disebabkan oleh penggunaan obat-obatan analgesia
seperti aspirin, asetaminofen, dll yang berlebihan.
2.10 Pencegahan
Terapi Perilaku merupakan pencegahan yang baik pada pasien, mengingat ini adalah suatu
kelainan psikogenik, diharapkan,d engan adanya suatu terapi psikologis, pasien dapat
mengenali jika sakit kepalanya mulai timbul dan mulai melakukan perubahan-perubahan
sikap agar sakit kepalanya mereda.
2.11 Prognosis
Prognosis nyeri kepala bergantung pada jenis sakit kepalanya sedangkan indikasi
merujuk keadaan :
1. Sakit kepala yang tiba-tiba dan timbul kekakuan di leher,
2. Sakit kepala dengan demam dan kehilangan kesadaran,
3. Sakit kepala setelah terkena trauma mekanik pada kepala,
4. Sakit kepala disertai sakit pada bagian mata dan telinga,
5. Sakit kepala yang menetap pada pasien yang sebelumnya tidak pernah mengalami
serangan,
6. Sakit kepala yang rekuren pada anak.
Kelainan tipe episodik jauh lebih mudah ditangani daripada tipe kronik.
Gambaran yang penting dari gangguan somatoform adalah adanya gejala fisik, dimana
tidak ada kelainan organik atau mekanisme fisiologik. Dan untuk hal tersebut terdapat bukti
positif atau perkiraan yang kuat bahwa gejala tersebut terkait dengan adanya faktor psikologis
atau konflik. Karena gejala tak spesifik dari beberapa sistem organ dapat terjadi pada
penderita anxietas maupun penderita somatoform disorder, diagnosis anxietas sering disalah
diagnosiskan menjadi somatoform disorder, begitu pula sebaliknya. Adanya somatoform
disorder, tidak menyebabkan diagnosis anxietas menjadi hilang.
Pada DSM-IV ada 4 kategori penting dari somatoform disorder, yaitu hipokhondriasis,
gangguan somatisasi, gangguan konversi dan gangguan nyeri somatoform (Iskandar Y,
2009).
Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian (histrionik),
terutama pada pasien yang kesal karena tidak berhasil membujuk dokternya untuk menerima
31
bahwa keluhannya memang penyakit fisik dan bahwa perlu adanya pemeriksaan fisik yang
lebih lanjut.
3.2 Etiologi
Gangguan Somatisasi : Substitusi instiktual yang direpresi, pengajaran parental, kondisi
rumah tidak stabil, penyiksaan fisik, penurunan metabolisme lobus frontalis dan hemisfer
nondominan, genetika, regulasi abnormal sitokin.
Gangguan Konversi : Represi konflik intrapsikis bawah sadar dan konversi kecemasan ke
dalam suatu gejala psikis, hipometabolisme hemisfer dominan, hipermetabolisme hemisfer
nondominan, gangguan komunikasi hemisferik.
Gangguan Nyeri : Ekspresi simbolik intrapsikis melalui tubuh (aleksitimia), perilaku sakit,
manipulasi untuk mendapat keuntungan hubungan interpersonal, melibatkan serotonin,
defisiensi endorfin.Terdapat faktor psikososial berupa konflik psikologis di bawah sadar yang
mempunyai tujuan tertentu. Pada beberapa kasus ditemukan faktor genetik dalam transmisi
gangguan ini. Selain itu, dihubungkan pula dengan adanya penurunan metabolism
(hipometabolisme) suatu zat tertentu di lobus frontalis dan hemisfer non dominan.
Secara garis besar, faktor-faktor penyebab dikelompokkan sebagai berikut (Nevid dkk,
2005) :
a. Faktor-faktor Biologis
Faktor ini berhubungan dengan kemungkinan pengaruh genetis (biasanya pada
gangguan somatisasi).
b. Faktor Lingkungan Sosial
Sosialisasi terhadap wanita pada peran yang lebih bergantung, seperti “peran sakit”
yang dapat diekspresikan dalam bentuk gangguan somatoform.
c. Faktor Perilaku
Pada faktor perilaku ini, penyebab ganda yang terlibat adalah:
i. Terbebas dari tanggung jawab yang biasa atau lari atau menghindar dari situasi
yang tidak nyaman atau menyebabkan kecemasan (keuntungan sekunder).
ii. Adanya perhatian untuk menampilkan “peran sakit”
iii. Perilaku kompulsif yang diasosiasikan dengan hipokondriasis atau gangguan
dismorfik tubuh dapat secara sebagian membebaskan kecemasan yang
diasosiasikan dengan keterpakuan pada kekhawatiran akan kesehatan atau
kerusakan fisik yang dipersepsikan.
32
ii. Dalam teori Freudian tradisional, energi psikis yang terpotong dari
impulsimpuls yang tidak dapat diterima dikonversikan ke dalam simtom fisik
(gangguan konversi).
iii. Menyalahkan kinerja buruk dari kesehatan yang menurun mungkin merupakan
suatu strategi self-handicaping (hipokondriasis).
3.3 Klasifikasi
Gangguan Somatoform berdasarkan PPDGJ III dibagi menjadi :
gangguan somatisasi
gangguan somatoform tak terperinci
gangguan hipokondrias
disfungsi otonomik somatoform
gangguan nyeri somatoform menetap
gangguan somatoform lainnya
gangguan somatoform yang tidak tergolongkan
DSM-IV, ada tujuh kelompok, lima sama dengan klasifikasi awal dari PPDGJ ditambah
dengan gangguan konversi, dan gangguan dismorfik tubuh.
Pada bagian psikiatri, gangguan yang sering ditemukan di klinik adalah gangguan somatisasi
dan hipokondriasis.
Gangguan Somatisasi
Definisi
Gangguan somatisasi (somatization disorder) dicirikan dengan keluhan somatik
yang beragam dan berulang yang bermula sebelum usia 30 tahun (namun biasanya pada
usia remaja), bertahan paling tidak selama beberapa tahun, dan berakibat antara
menuntut perhatian medis atau mengalami hendaya yang berarti dalam memenuhi peran
sosial atau pekerjaan.
Keluhan-keluhan yang diutarakan biasanya mencakup sistim-sistim organ yang
berbeda seperti nyeri yang samar dan tidak dapat didefinisikan, problem
menstruasi/seksual, orgasme terhambat, penyakit-penyakit neurologik, gastrointestinal,
genitourinaria, kardiopulmonar, pergantian status kesadaran yang sulit ditandai dan lain
sebagainya. Jarang dalam setahun berlalu tanpa munculnya beberapa keluhan fisik yang
mengawali kunjungan ke dokter. Orang dengan gangguan somatisasi adalah orang yang
sangat sering memanfaatkan pelayanan medis. Keluhan-keluhannya tidak dapat
dijelaskan oleh penyebab fisik atau melebihi apa yang dapat diharapkan dari suatu
masalah fisik yang diketahui. Keluhan tersebut juga tampak meragukan atau dibesar-
besarkan, dan orang itu sering kali menerima perawatan medis dari sejumlah dokter,
terkadang pada saat yang sama.
Etiologi
Belum diketahui. Teori yang ada yaitu teori belajar, terjadi karena individu belajar
untuk mensomatisasikan dirinya untuk mengekspresikan keinginan dan kebutuhan akan
perhatian dari keluarga dan orang lain
Epidemiologi
- Wanita : pria = 10 :1, bermula pada masa remaja atau dewasa muda
- Rasio tertinggi usia 20- 30 tahun
33
- Pasien dengan riwayat keluarga pernah menderita gangguan somatoform (berisiko 10-20
kali lebih besar dibanding yang tidak ada riwayat)
Epidemiologi
Bervariasi, di USA 10%-12% terjadi pada usia dewasa dan 20 % menyerang wanita.
Gangguan Hipokondrik
Definisi
Hipokondriasis adalah keterpakuan (preokupasi) pada ketakutan menderita, atau
keyakinan bahwa seseorang memiliki penyakit medis yang serius, meski tidak ada dasar
medis untuk keluhan yang dapat ditemukan. Berbeda dengan gangguan somatisasi
dimana pasien biasanya meminta pengobatan terhadap penyakitnya yang seringkali
menyebabkan terjadinya penyalahgunaan obat, maka pada gangguan hipokondrik pasien
malah takut untuk makan obat karena dikira dapat menambah keparahan dari sakitnya.
Ciri utama dari hipokondriasis adalah fokus atau ketakutan bahwa simptom fisik
yang dialami seseorang merupakan akibat dari suatu penyakit serius yang mendasarinya,
seperti kanker atau masalah jantung. Rasa takut tetap ada meskipun telah diyakinkan
secara medis bahwa ketakutan itu tidak berdasar. Gangguan ini paling sering muncul
antara usia 20 dan 30 tahun, meski dapat terjadi di usia berapapun.
Orang dengan hipokondriasis tidak secara sadar berpura-pura akan simptom
fisiknya. Mereka umumnya mengalami ketidaknyamanan fisik, seringkali melibatkan
sistem pencernaan atau campuran antara rasa sakit dan nyeri. Berbeda dengan gangguan
konversi yang biasanya ditemukan sikap ketidakpedulian terhadap simptom yang
muncul, orang dengan hipokondriasis sangat peduli, bahkan benar-benar terlalu peduli
pada simptom dan hal-hal yang mungkin mewakili apa yang ia takutkan.
Pada gangguan ini, orang menjadi sangat sensitif terhadap perubahan ringan dalam
sensasi fisik, seperti sedikit perubahan dalam detak jantung dan sedikit sakit serta nyeri.
Padahal kecemasan akan simptom fisik dapat menimbulkan sensasi fisik itu sendiri,
misalnya keringat berlebihan dan pusing, bahkan pingsan. Mereka memiliki lebih lanjut
kekhawatiran akan kesehatan, lebih banyak simptom psikiatrik, dan mempersepsikan
kesehatan yang lebih buruk daripada orang lain. Sebagian besar juga memiliki gangguan
psikologis lain, terutama depresi mayor dan gangguan kecemasan.
Etiologi
Masih belum jelas
Epidemiologi
Biasanya terjadi pada usia dewasa, rasio antara wanita dan pria sama
34
hari atau berlangsung bertahun-tahun. Biasanya disertai penyakit organik yang walaupun
demikian tidak dapat menerangkan secara adekuat keparahan nyerinya (Tomb, 2004).
Individu yang merasakan nyeri akibat gangguan fisik, menunjukkan lokasi rasa nyeri
yang dialaminya dengan lebih spesifik, lebih detail dalam memberikan gambaran
sensoris dari rasa nyeri yang dialaminya, dan menjelaskan situasi dimana rasa nyeri yang
dirasakan menjadi lebih sakit atau lebih berkurang (Adler et al., dalam Davidson, Neale,
Kring, 2004). Sedangkan pada nyeri somatoform, pasien malah bertindak sebaliknya.
Etiologi
Tidak diketahui
Epidemiologi
Terjadi pada semua tingkatan usia, di USA 10-15% pasien datang dengan keluhan nyeri
punggung.
Gangguan Konvensi
Definisi
Adalah suatu tipe gangguan somatoform yang ditandai oleh kehilangan atau
kendala dalam fungsi fisik, namun tidak ada penyebab organis yang jelas. Gangguan ini
dinamakan konversi karena adanya keyakinan psikodinamika bahwa gangguan tersebut
mencerminkan penyaluran, atau konversi, dari energi seksual atau agresif yang
direpresikan ke simptom fisik. Simptom-simptom itu tidak dibuat secara sengaja atau
yang disebut malingering. Simptom fisik biasanya muncul tiba-tiba dalam situasi yang
penuh tekanan. Tangan seorang tentara dapat menjadi “lumpuh” saat pertempuran yang
hebat, misalnya.
Dinamakan gangguan konversi karena adanya keyakinan psikodinamika bahwa
gangguan tersebut mencerminkan penyaluran, atau konversi, dari energi seksual atau
agresif yang direpresikan ke simptom fisik. Gangguan ini sebelumnya disebut neurosis
histerikal atau histeria dan memainkan peranan penting dalam perkembangan
psikoanalisis Freud.
Menurut DSM, simptom konversi menyerupai kondisi neurologis atau medis
umum yang melibatkan masalah dengan fungsi motorik (gerakan) yang volunter atau
fungsi sensoris. Beberapa pola simptom yang klasik melibatkan kelumpuhan, epilepsi,
masalah dalam koordinasi, kebutaan, dan tunnel vision (hanya bisa melihat apa yang
berada tepat di depan mata), kehilangan indra pendengaran atau penciuman, atau
kehilangan rasa pada anggota badan (anastesi).
Simptom-simptom tubuh yang ditemukan dalam gangguan konversi sering kali
tidak sesuai dengan kondisi medis yang mengacu. Misalnya konversi epilepsi, tidak
seperti pasien epilepsi yang sebenarnya, dapat mempertahankan kontrol pembuangan
saat kambuh; konversi kebutaan, orang yang penglihatannya seharusnya mengalami
hendaya dapat berjalan ke kantor dokter tanpa membentur mebel; orang yang menjadi
“tidak mampu” berdiri atau berjalan di lain pihak dapat melakukan gerakan kaki lainnya
secara normal.
Etiologi
- Teori psikoanalisis, (1895/1982), Breuer dan freud: disebabkan ketika seseorang
mengalami peristiwa yang menimbulkan peningkatan emosi yang besar, namun afeknya
35
tidak dapat diekspresikan dan ingatan tentang peristiwa tersebut dihilangkan dari
kesadaran.
- Teori behavioral, Ullman & Krasner (dalam Davidson, Neale, Kring, 2004), terjadi
karena individu mengadopsi simptom untuk mencapai suatu tujuan. Individu berusaha
untuk berperilaku sesuai dengan pandangan mereka mengenai bagaimana seseorang
dengan penyakit yang mempengaruhi kemampuan motorik atau sensorik, akan bereaksi.
Epidemiologi
Terjadi pada 11-500 per 100.000 penduduk. Biasanya terjadi pada usia anak-anak (akhir)
hingga dewasa (awal). Jarang terjadi sebelum usia 10 tahun dan setelah 35 tahun
Etiologi
Tidak Diketahui
Epidemiologi
Muncul kebanyakan pada wanita, biasanya dimulai pada akhir masa remaja, dan
biasanya berkaitan dengan depresi, fobia sosial, gangguan kepribadian (Phillips &
McElroy, 2000; Veale et al.,1996 dalam Davidson, Neale, Kring, 2004).
3.4 Manifestasi
Manifestasi klinis gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang
berulang disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti
hasilnya negatif dan juga telah dijelaskan dokternya bahwa tidak ada kelainan yang
mendasari keluhannya (Kapita Selekta, 2001). Beberapa orang biasanya mengeluhkan
masalah dalam bernafas atau menelan, atau ada yang “menekan di dalam tenggorokan”.
Masalah-masalah seperti ini dapat merefleksikan aktivitas yang berlebihan dari cabang
simpatis sistem saraf otonomik, yang dapat dihubungkan dengan kecemasan. Kadang kala,
sejumlah simtom muncul dalam bentuk yang lebih tidak biasa, seperti “kelumpuhan” pada
tangan atau kaki yang tidak konsisten dengan kerja sistem saraf. Dalam kasus-kasus lain, juga
dapat ditemukan manifestasi di mana seseorang berfokus pada keyakinan bahwa mereka
36
menderita penyakit yang serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat
ditemukan (Nevid, dkk, 2005).
Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian (histrionik),
terutama pada pasien yang kesal karena tidak berhasil membujuk dokternya untuk menerima
bahwa keluhannya memang penyakit fisik dan bahwa perlu adanya pemeriksaan fisik yang
lebih lanjut (PPDGJ III, 1993). Dalam kasus-kasus lain, orang berfokus pada keyakinan
bahwa mereka menderita penyakit serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang
dapat ditemukan.
Beberapa tipe utama dari gangguan somatoform adalah gangguan konversi,
hipokondriasis, gangguan dismorfik tubuh, dan gangguan somatisasi.
Gangguan somatisasi
1. Adanya beberapa keluhan fisik (multiple symptom) yang berulang, dimana ketika
diperiksa secara fisik/medis, tidak ditemukan adanya kelainan tetapi ia tetap kontinyu
memeriksakan diri. Gangguan tidak muncul karena penggunaan obat. Keluhan yang
umumnya, misalnya sakit kepala, sakit perut, sakit dada, mestruasi tidak teratur, dll
2. Pasien menunjukkan keluhan dengan cara histrionik, berlebihan, seakan tersiksa/merana.
3. Berulang memeriksa diri ke dokter, kadang menggunakan berbagai obat, dirawat di RS
bahkan dilakukan operasi.
4. Sering ditemukan masalah perilaku atau hubungan personal seperti kesulitan dalam
pernikahan.
Gangguan konversi
1. Kondisi dimana panca indera atau otot-otot tidak berfungsi walaupun secara fisiologis,
pada sistem saraf atau organ-organ tubuh tersebut tidak terdapat gangguan/kelainan.
2. Secara fisiologis, orang normal dapat mengalami sebagian atau kelumpuhan total pada
tangan, lengan, atau gangguan koordinasi, kulit rasanya gatal atau seperti ditusuk-tusuk,
ketidak pekaan terhadap nyeri atau hilangnya kemampuan untuk merasakan sensasi
(anastesi), kelumpuhan, kebutaan, tidak dapat mendengar, tidak dapat membau, suara
hanya berbisik, dll.
3. Biasanya muncul tiba-tiba dalam keadaan stres, adanya usaha individu untuk menghindari
beberapa aktivitas atau tanggungjawab.
4. Konsep Freud : energi dari insting yang di repres berbalik menyerang dan menghambat
fungsi saluran sensorimotor.
5. Kecemasan dan konflik psikologik diyakini diubah dalam bentuk simptom fisik.
Hipokondriasis
1. Meyakini/ketakutan atau pikiran yang berlebihan dan menetap bahwa dirinya memiliki
suatu penyakit fisik yang serius
2. Adanya reaksi fisik yang berlebihan terhadap sensasi fisik/tubuh (salah interpretasi
terhadap gejala fisik yang dialaminya), misalnya otot kaku, pusing/sakit kepala, berdebar-
debar, kelelahan.
3. Melakukan banyak tes lab, menggunakan banyak obat, memeriksakan diri ke banyak
dokter atau RS
4. Keyakinan ini terus berlanjut, tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dokter,
walaupun hasil pemeriksaan medis tidak menunjukkan adanya penyakit dan sudah
diyakinkan.
5. Keyakinan ini menyebabkan adanya distress atau hambatan dalam fungsi sosial,
pekerjaan atau aspek penting lainnya.
37
Gangguan dimorfik tubuh
1. Keyakinan akan adanya masalah dengan penampilan atau melebih-lebihkan kekurangan
dalam hal penampilan (misalnya : keriput di wajah, bentuk atau ukuran tubuh)
2. Keyakinan/perhatian berlebihan ini meyebabkan stress, menghabiskan banyak waktu,
menjadi mal-adaptive atau menimbulkan hambatan dalam fungsi sosial, pekerjaan atau
aspek penting lainnya (menghindar/tidak mau bertemu orang lain, keluar sekolah atau
pekerjaan), juga menyebabkan dirinya sering harus konsultasi untuk operasi plastik
3. Bagian tubuh yang diperhatikan sering bervariasi, kadang dipengaruhi budaya.
Gangguan nyeri
1. Gangguan dimana individu mengeluhkan adanya rasa nyeri yang sangat dan
berkepanjangan, namun tidak dapat dijelaskan secara medis (bahkan setelah pemeriksaan
yang intensif)
2. Rasa nyeri ini bersifat subyektif, tidak dapat dijelaskan, bersifat kronis, muncul di satu
atau beberapa bagian tubuh.
3. Rasa nyeri ini menyebabkan stress atau hambatan dalam fungsi sosial, pekerjaan dan
aspek penting lainnya.
4. Faktor-faktor psikologis sering memainkan peranan penting dalam memunculkan,
memperburuk rasa nyeri.
38
2. Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan
yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yangdiperkirakan dan riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium.
D. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti gangguan buatan atau
pura-pura).
secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting Kriteria
diagnostik untuk Gangguan Konversi
A. Satu atau lebih gejala atau defisit yang mengenai fungsi motorik volunter atau sensorik
yang mengarahkan pada kondisi neurologis atau kondisi medis lain.
B. Faktor psikologis dipertimbangkan berhubungan dengan gejala atau defisit karena awal
atau eksaserbasi gejala atau defisit adalah didahului oleh konflik atau stresor lain.
C. Gejala atau defisit tidak ditimbulkkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada
gangguan buatan atau berpura-pura).
D. Gejala atau defisit tidak dapat, setelah penelitian yang diperlukan, dijelaskan sepenuhnya
oleh kondisi medis umum, atau oleh efek langsung suatu zat, atau sebagai perilaku atau
pengalaman yang diterima secara kultural.
E. Gejala atau defisit menyebabkan penderitaan yang bermakna lain atau memerlukan
pemeriksaan medis.
F. Gejala atau defisit tidak terbatas pada nyeri atau disfungsi seksual, tidak terjadi semata-
mata selama perjalanan gangguan somatisasi, dan tidak dapat diterangkan dengan lebih
baik oleh gangguan mental lain.
Sebutkan tipe gejala atau defisit:
Dengan gejata atau defisit motorik
Dengan gejala atau defisit sensorik
Dengan kejang atau konvulsi
Dengan gambaran campuran
Sebutkan jika:
Dengan tilikan buruk: jika untuk sebagian besar waktu selama episode berakhir, orang
tidak menyadari bahwa kekhawatirannya tentang menderita penyakit serius adalah
berlebihan atau tidak beralasan.
39
A. Preokupasi dengan bayangan cacat dalam penampilan. Jika ditemukan sedikit anomali
tubuh, kekhawatiran orang tersebut adalah berlebihan dengan nyata.
B. Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam
fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
C. Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya,
ketidakpuasan dengan bentuk dan ukuran tubuh pada anorexia nervosa).
40
F. Gejala tidak ditimbulkan dengan sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan buatan
atau berpura-pura).
41
Gangguan Somatoform Tak Terinci
Pedoman diagnostik
Keluhan-keluhan fisik bersifat multipel, bervariasi dan menetap, akan tetapi gambaran
klinis yang khas dan lengkap dari gangguan somatisasi tidak terpenuhi
Kemungkinan ada ataupun tidaknya faktor penyebab psikologis belum jelas, akan tetapi
tidak boleh ada penyebab fisik dan keluhan-keluhannya
Gangguan Hipokondrik
Pedoman diagnostik
Untuk diagnostik pasti, kedua hal ini harus ada :
Keyakinan yang menetap adanya sekurang0kurangnya satu penyakit fisik yang serius
yang dilandasi keluhan-keluhannya, meskipun pemeriksaan yang berulang-ulang tidak
menunjang adanya alasan fisik yang memadai, ataupun adanya preokupasi yang menetap
kemungkinan deformitas atau perubahan bentuk penampakan fisik
Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari beberapa dokter bahwa
tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yang melandasi keluhannya.
42
Pada gangguan ini keluhan-keluhannya tidak sistem saraf otonom dan terbatas secara
spesifik pada bagian tubuh atau sistem tertentu
Tidak ada kaitannya dengan kerusakan jaringan
43
1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan pemikiran/meyakinkan
bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan nyata
2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment,
dan obat-obatan yang tidak perlu
3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi)
Gangguan Hipokondrik
Tujuan pengobatan
1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan pemikiran/meyakinkan
bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan nyata
2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment,
dan obat-obatan yang tidak perlu
3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi)
44
Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik
1. Diberikan hanya bila indikasinya jelas
2. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi
3. Akut: acetaminophen dan NSAIDS (tidak dicampur) atau sebagai tambahan pada opioid
4. Kronik: Trisiklik anti depresan, acetaminophen dan NSAID
5. Pertimbangkan akupunktur
Gangguan Konvensi
Tujuan pengobatan
1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan pemikiran/meyakinkan
bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan nyata
2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment,
dan obat-obatan yang tidak perlu
3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi)
45
PENATALAKSANAAN
Pendekatan terapi
a) Berhubungan dengan primary care practitioner → memonitoring gejala yang dialami
pasien, apakah ada gejala baru, dan pengobatan yang diberikan. Diperlukan juga untuk
berkonsultasi dengan psikiatri.
b) Medikamentosa
c) Pasien dengan somatoform disorder terkadang diperlukan obat anti-anxietas atau obat
antidepresan jika ada mood atai anxietas disorder. Tricyclic antidepresant dan selective
serotonin reuptake inhibitors (SSRI) mungkin bisa membantu.
d) Psikoterapi.
Cognitif-behavioural therapy
Terapis behavioral dapat mengajarkan anggota keluarga untuk menghargai usaha
memenuhi tanggung jawab dan mengabaikan tuntutan dan keluhan. Teknik kognitif
behavioral, paling sering pemaparan terhadap pencegahan respons dan restrukturisasi
kognitif, juga mencapai hasil yang memberikan harapan dalam menangani gangguan
dismorfik tubuh (BDD). Pencegahan respons berfokus pada pemutusan ritual kompulsif
seperti memeriksa di depan cermin (dengan menutup semua cermin) dan berdandan
berlebihan. Dalam restrukturisasi kognitif, terapis menantang keyakinan pasien dengan
cara menyemangati mereka untuk mengevaluasi keyakinan mereka dengan bukti yang
jelas.
Perhatian akhir-akhir ini beralih pada penggunaan anti depressan terutama fluoxetine
(Prozac) dalam menangani beberapa tipe gangguan somatoform. Meski kita kekurangan
terapi obat yang spesifik untuk gangguan konversi, sebuah penelitian terhadap 16 pasien
hipokondriasis menunjukkan penurunan yang berarti terhadap keluhan-keluhan
hipokondrial setelah percobaan selama 12 minggu dengan Prozac.
Hipnosis
Tujuan terapi medis adalah membangun keadaan fisik pasien sehingga pasien dapat
berperan dengan berhasil, serta psikoterapi untuk kesembuhan totalnya. Tujuan akhirnya
adalah kesembuhan, yang berarti resolusi gangguan struktural dan reorganisasi
kepribadian. Psikoterapi kelompok dan terapi keluarga. Terapi keluarga menawarkan
harapan suatu perubahan dalam hubungan keluarga dan anak, mengingat kepentingan
psikopatologis dari hubungan ibu-anak dalam perkembangan gangguan psikosomatik.
Keluarga dan anak, mengingat kepentingan psikopatologis dari hubungan ibu-anak
dalam perkembangan gangguan psikosomatik.
motivasi: perlu motivasi dari orang lain, karena pasien sering kali berpikir bahwa mereka
tidak memerlukan terapi.
konfrontasi: merespon dengan cara mendukung melalui konfrontasi terhadap akibat dari
pemikiran dan pola perilaku. Lebih efektif bila dilakukan oleh teman sebaya,
psikoterapis.
peran keluarga dan kelompok.
dorongan dan partisipasi sangat efektif bagi pasien.
bila terdapat cemas dan depresi maka berikan anti-depresan namun terkadang tidak
efektif.
46
Terapi jangka panjang
Terapi wicara: psikoterapi yang dimaksudkan untuk membantu pasien mengerti apa
penyebab kecemasan dan mengenal perilakunya yang tidak pantas, sebagai landasan
untuk pengobatan lainnya. Psikoanalisis: bila ditemukan gangguan kepribadian seperti,
narsis/obsesif kompulsif.
Medikamentosa
Dosis
Depresi ringan sampai dengan sedang 25 mg 1-3 x sehari atau 25-75 mg 1 x sehari
tergantung dari beratnya gejala.
Depresi berat 25 mg 3 x sehari atau 75 mg 1 x sehari. Maksimal: 150 mg/hari dalam
dosis tunggal atau terbagi.
Lansia Awal 10 mg 3 x sehari atau 25 mg 1 x sehari. Bila perlu tingkatkan bertahap
sampai 25 mg 3 x sehari atau 75 mg 1 x sehari.
Efek Samping
Reaksi SSP, antikolinergik ringan, sinus takikardi, hipotensi pustural, reaksi alergi pada
kulit, kejang, aritmia, gangguan hantaran jantung, alveolitis alergi, hepatitis.
Kontraindikasi
epilepsi atau ambang rangsang lebih rendah, intoksikasi akut oleh alkohol, gangguan
hantaran jantung, glaukoma sudut sempit, retensi urin, hepatitis berat, gangguan
ginjal.
47
pengguanaan bersama obat analgesik, hipnotik, atau psikotropik.
Insufisiensi hati & ginjal, retensi urin, riwayat peningkatan tekanan intra okular, hamil,
laktasi, skizofrenia,gangguan afektik siklik,dapat mengganggu kemampuan
mengemudi/menjalankan mesin.
Rujukan: penanganan pada kasus ini juga membutuhkan dukungan dari berbagai bidang
ilmu misalnya psikiatri, ahli penyakit dalam, keluarga, serta para ulama (bila perlu).
3.7 Komplikasi
3.8 Pencegahan
Pertama, mulai berolah raga dengan baik dan teratur serta menjaga pola makan dengan
asupan gizi yang seimbang. Hal ini berguna untuk menjaga metabolism tubuh. Sehingga
menjadi prima.
Kedua, Apabila gangguan serangan cemas akan rasa sakit menyerang, katakan pada diri anda
stop, lalu lakukan relaksi dengan cara mengatur aliran nafas anda.
Ketiga, Lakukan lah medical check up 1 tahun 1 kali, secara rutin. Dengan harapan dapat
mengetahui kondisi fisikyang sebenarnya (membuat anda tenang), dan melakukan langkah
pencegahan jika ditemukan penyakit dalam diri.
Self talk “Tubuh saya sehat, dan saya baik-baik saja” (katakan pada diri anda, setiap hari saat
anda bercermin setiap saat, dan katakan juga “indahnya hari ini, saya bersyukur karena tuhan
masih mengijinkan saya menikmati setiap karuniaNya”.
3.9 Prognosis
Prognosis pada gangguan somatoform sangat bervariasi, tergantung umur pasien dan
sifat gangguannya (kronik atau episodik). Umumnya, gangguan somatoform
prognosisnya baik, dapatditangani secara sempurna. Sangat sedikit sekali yang
mengalami eksarsebasi, dapat bervariasi dari mild-severe dan kronis. Pengobatan yang
lebih awal dan menjadikan prognosis menjadilebih baik. Secara independen tidak
meningkatkan risiko kematian. Kematian lebih disebabkan karena upaya bunuh diri.
(Kaplan, 1999)
48
diberikan intravena dengan dosis 1 mg dihidroergotaminmetan sulfat atau ergotamin 0,5 mg.
Preparat Cafergot ( mengandung kafein 100 mg dan 1 mg ergotamin) diberikan 2 tablet pada
saat timbul serangan dan diulangi ½ jam berikutnya.
Pada pasien yang terlalu sering mengalami serangan dapat diberikan preparat Bellergal
(ergot 0,5 mg; atropin 0,3 mg; dan fenobarbital 15mg) diberikan 2 – 3 kali sehari selama
beberapa minggu. Bagi mereka yang refrakter dapat ditambahkan pemberian ACTH (40
u/hari) atau prednison (1mg/Kg BB/hari) selama 3 – 4 minggu.
Preparat penyekat beta,seperti propanolol dan timolol dilaporkan dapat mencegah
timbulnya serangan migren karena mempunyai efek mencegah vasodilatasi kranial. Tetapi
penyekat beta lainnya seperti pindolol, praktolol, dan aprenolol tidak mempunyai efek
teraupetik untuk migren, sehingga mekanisme kerjanya disangka bukan semata – mata
penyekat beta saja. Preparat yang efektif adalah penyekat beta yang tidak memiliki efek ISA (
Intrinsic Sympathomimetic Activity).
Cluster headache umunya membaik dengan pemberian preparat ergot. Untuk varian
Cluster headache umumnya membaik dengan indometasin. Tension type headache dapat
diterapi dengan analgesik dan/atau terapi biofeedback yang dapat digunakan sebagai
pencegahan timbulnya serangan.
Terapi preventif yang bertujuan untuk menurunkan frekuensi, keparahan, dan durasi
sakit kepala. Terapi ini diresepkan kepada pasien yang menderita 4 hari atau lebih serangan
dalam sebulan atau jika pengobatan di atas tidak efektif. Terapi ini harus digunakan setiap
hari. Terapi preventif tersebut adalah pemberian beta bloker, botox, kalsium channel blokers,
dopamine reuptake inhibitors, SSRIs, serotonin atau dopamin spesifik, dan TCA.
Farmakologis
o Terapi farmakologis yang ada adalah NSAID berupa
Acetaminophen
Aspirin
Ibuprofen
Naproxen
Ketoprofen
Ketorolac
Obat-obat ini tidak boleh dikonsumsi melebihi 9 hari karena akan menyebabkan timbulnya
komplikasi berupa progresi ke tipe kronik.
o Kegagalan terapi dengan Over the counter medicine menandakan perlunya obat preskripsi
o Dapat juga ditambahakan butalbital dan codeine pada regimen NSAID
o Terapi profilaksis dapat diberikan pada pasien yang bertipe kronik dengan serangan lebih
dari dua kali dalam satu minggu dengan durasi selama 3-4 jam.
49
o Tricyclic Anti Depressant dapat diberikan pada pasien untuk mencegah terjadinya suatu
depresi.
Perlu diingat bahwa dengan adanya resiko substance abuse, maka terapi hanya digunakan
untuk membantu pasien-pasien yang mengalami kesulitan dengan hanya menggunakan
behavioural therapy, bukan sebagai suatu lini pertama.
Dalam Al Qur’an pun dikatakan bahwa suatu saat, akan banyak orang yang saling
berkasih sayang di dunia, tetapi di akhirat kelak mereka akan bermusuhan,
menyalahkan dan saling melempar tanggung jawab. Kecuali orang-orang yang
berkasih sayang dilandasi dengan cinta kepada Allah SWT.
Kata adalah mawaddah. Mawaddah itu berupa kasih sayang. Setiap mahluk Allah
kiranya diberikan sifat ini, mulai dari hewan sampai manusia. Dalam konteks
pernikahan, contoh mawaddah itu berupa “kejutan” suami untuk istrinya, begitu pun
sebaliknya. Misalnya suatu waktu si suami bangun pagi-pagi sekali, membereskan
rumah, menyiapkan sarapan untuk anak-anaknya. Dan ketika si istri bangun, hal
tersebut merupakan kejutan yang luar biasa.
50
syahwatnya tanpa aturan, sehingga menimbulkan berbagai penyakit moral dalam
masyarakat.
هDDفان, تزوجDاءة فليDDتطع منكم البDباب من اسDر الشD يا معش: عن ابن مسعود قال رسوهلل صلى هللا عليه و سلم
ق عليهDDDD متف.اءDDDDه وجDDDDه لDDDDوم فانDDDDه بالصDDDDتطع فعليDDDDومن لم يس, رجDDDDن للفDDDDر و احصDDDDاغض للبص.
Dari Ibnu Mas'ud RA telah bersabda Rosulullah SAW : "Wahai para pemuda
barang siapa diantara kalian yang sudah mampu maka segeralah menikah, karena
hal ini dapat menundukan pandangan dan menjaga kemaluan, barangsiapa yang
belum mampu, maka hendaklah dia berpuasa karena hal ini dapat menjadi tameng
baginya. " (Muttafaqun 'alaihi).
51
6. Untuk mendatangkan ketenangan dalam hidupnya.
Merupakan salah satu tujuan dalam pernikahan, yakni membentuk keluarga yang
sakinah, mawaddah warohmah.
Firman Allah ta'ala dalam Al Qur'an surat Ar Rum ayat 2:
غيرهمDDر صDD و وق, فقههم في الدين, اذا اراد هللا باهل بيت خيرا: عن انس قال رسول هلل صلى هللا عليه و سلم
و اذا اراد.اDDوا منهDDوبهم فيتوبDDرهم عيDD و بص,اتهمDD و القصد في نفق, و رزقهم هللا الرفق في معيشتهم,كبيرهم
دارقطنيDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDD رواه ال .ركهم همالDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDك تDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDير ذلDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDهللا غ
Dari Anas RA, telah bersabda Rosulullah SAW : "Apabila Allah SWT ingin
menghendaki kebaikan pada sebuah rumah tangga, maka Allah akan
mengkaruniakan keluarga tersebut kepahaman terhadap agamanya, orang yang
kecil dikeluarga akan menghormati yang besar, Allah akan mengkaruniakan kepada
mereka kemudahan dalam penghidupan mereka dan kecukupan dalam nafkahnya,
dan Allah akan menampakkan aib dan keburukan keluarga tersebut kemudian
mereka semua bertaubat dari keburukan tersebut. Jika Allah tidak menginginkan
kebaikan pada sebuah keluarga, maka Allah akan biarkan begitu saja keluarga
tersebut (tanpa bimbingan Nya). (HR Ad Daruquthni).
Sakinah merupakan pondasi dari bangunan rumah tangga yang sangat penting.
Tanpanya, tiada mawaddah dan warahmah. Sakinah itu meliputi kejujuran, pondasi
iman dan taqwa kepada Allah SWT.
Dalam hadits yang mulia ini ada beberapa indikator keluarga sakinah, yakni :
At tafaqquh fid diin : Indikasinya adalah, anggota keluarga tersebut rajin dan penuh
semangat dalam menuntut ilmu agama, menjadikan rumah sebagai tempat ibadah
dan majelis ilmu, cinta kepada orang-orang sholeh dan pejuang Islam serta mereka
berupaya menerapkan nilai-nilai Islam itu pada seluruh anggota keluarganya.
Al ihtiroom al mutabaadil lilhuquuq baina ash shighoor wal kibaar (ada
penghormatan yang timbal balik dalam kewajiban antara orang tua dan anak-
anak) : Indikasinya anak-anak berbakti kepada orang tuanya dan mereka pun
mendapatkan pendidikan dan kebutuhan dari kedua orang tuanya, serta lingkungan
keluarga yang kondusif dan Islami.
Ar rifqu fil ma'iisyah (Allah SWT mudahkan penghidupannya) : Indikasinya
selalu berusaha mencari nafkah dengan jalan yang halal, berinfak dan membantu
yatim piatu serta orang-orang yang membutuhkan bantuan.
Al qoshdu fin nafaqoot (merasa cukup dengan rezeki yang Allah SWT
karuniakan) : Indikasinya anggota keluarga tersebut mempunyai sikap qona'ah dan
hatinya tidak tergantung dan terbuai dengan kehidupan dunia.
52
Tabshiirul 'uyuub at taubah 'anhaa (Allah SWT tampakkan aibnya dan mereka
bertaubat dari aib tersebut) : Indikasinya mereka selalu muhasabah dalam hidup,
menghindarkan hal-hal yang dapat merugikan anggota keluarga, menjaga
kehormatan keluarga dan tidak menyebarkan rahasia-rahasia keluarga.
Mawaddah adalah berupa cinta dan harapan. Setiap mahluk Allah SWT kiranya
diberikan sifat ini, mulai dari hewan sampai manusia. Dalam konteks pernikahan,
contoh mawaddah itu berupa “kejutan” suami untuk istrinya, begitu pun sebaliknya.
Misalnya suatu waktu si suami bangun pagi-pagi sekali, membereskan rumah,
menyiapkan sarapan untuk anak-anaknya. Dan ketika si istri bangun, hal tersebut
merupakan kejutan yang luar biasa.
Warahmah merupakan kasih sayang yang merupakan suatu kewajiban.
Kewajiban seorang suami menafkahi istri dan anak-anaknya, mendidik, dan
memberikan contoh yang baik. Kewajiban seorang istri untuk menaati suaminya.
Intinya warahmah ini kaitannya dengan segala kewajiban.
53
DAFTAR PUSTAKA
Anurogo, Dito. (2014). Tension Type Headache. CDK-214, Vol. 41, No. 3.
Blanda, Michelle. (2017). Cluster Headache. Medscape. Diakses 18 Desember, 2018
Blanda, Michelle. (2017). Tension Headache. Medscape. Diakses 18 Desember, 2018
Chawla, Jasvinder. (2018). Migraine Headache. Medscape. Diakses 18 Desember, 2018
Kaplan, H.I., Sadock B.J. (1997). Sinopsis Psikiatri Jilid II Edisi ke-7. Jakarta. Binarupa
Aksara.
Mansjoer, A.A.,etc. (2004). Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta. Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Maslim, R. (2001). Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ III.
Jakarta.
Kowalak, Jennifer P., William Welsh. (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta. Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Uddin, Jurnalis. (2009). Anatomi Susunan Saraf Manusia. Jakarta. Fakultas Kedokteran
Universitas Yarsi.
Sherwood, Lauralee. (2004). Fisiologi Manusia dari sel ke sistem Edisi 2. Jakarta. EGC.
Gunawan , Sulistis Gan et all. (2007). Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta. FKUI.
Maramis, W.F. (1997). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi VI. Surabaya. Airlangga
University Press.
Yutzy SH. (2006). Somatization. In: Blumenfield M, Strain JJ, penyunting. Psychosomatic
Medicine. 1st ed. New York: Lippincott Williams & Wilkins.
54