Kelompok A – 4
Ketua :Arya Nugraha Karya 1102014040
Fakultas Kedokteran
Universitas Yarsi
1
SKENARIO 3
2
Kata Sulit
3
Pertanyaan
Jawaban
4
Hipotesis
Nyeri kepala dibagi menjadi dua tipe, yaitu primer dan sekunder, nyeri kepala yang
disertai nyeri tengkuk salah satunya TTH yang dapat disebabkan oleh Stres psikologis, anxietas,
depresi, stres otot, drug over use dan karena ada kontraksi otot pericranial berkepanjangan,
vasodilatasi pembuluh darah yang menekan saraf. Dapat ditatalaksana dengan Antidepressant
(trisiklik), psikoterapi, managemen stres, mendekatkan diri pada Allah SWT. Untuk membina
keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah, sebaiknya pasangan suami istri berpedoman pada
Al-qur’an dan Hadits, saling percaya, saling menghargai, dan mengingatkan.
5
SASARAN BELAJAR
6
1. Memahami dan Menjelaskan tentang tentang Penghantaran fisiologis nyeri
Nyeri adalah sensasi subjektif, rasa yang tidak nyaman biasanya berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau potensial (Corwin J.E. ). Ketika suatu jaringan mengalami
cedera, atau kerusakan mengakibatkan dilepasnya bahan – bahan yang dapat menstimulus
reseptor nyeri seperti serotonin, histamin, ion kalium, bradikinin, prostaglandin, dan
substansi P yang akan mengakibatkan respon nyeri (Kozier dkk). Nyeri juga dapat
disebabkan stimulus mekanik seperti pembengkakan jaringan yang menekan pada
reseptor nyeri. (Taylor C. dkk).
Mekanisme nyeri secara sederhana dimulai dari transduksi stimuli akibat kerusakan
jaringan dalam saraf sensorik menjadi aktivitas listrik kemudian ditransmisikan melalui
serabut saraf bermielin A delta dan saraf tidak bermielin C ke kornu dorsalis medula
spinalis, talamus, dan korteks serebri. Impuls listrik tersebut dipersepsikan dan
didiskriminasikan sebagai kualitas dan kuantitas nyeri setelah mengalami modulasi
sepanjang saraf perifer dan disusun saraf pusat. Rangsangan yang dapat membangkitkan
nyeri dapat berupa rangsangan mekanik, suhu (panas atau dingin) dan agen kimiawi yang
dilepaskan karena trauma/inflamasi.
Fenomena nyeri timbul karena adanya kemampuan system saraf untuk mengubah
berbagai stimuli mekanik, kimia, termal, elektris menjadi potensial aksi yang dijalarkan
ke system saraf pusat.
Berdasarkan patofisiologinya nyeri terbagi dalam:
a. Nyeri nosiseptif atau nyeri inflamasi, yaitu nyeri yang timbul akibat adanya stimulus
mekanis terhadap nosiseptor.
b. Nyeri neuropatik, yaitu nyeri yang timbul akibat disfungsi primer pada system saraf (
neliola, et at, 2000 ).
c. Nyeri idiopatik, nyeri di mana kelainan patologik tidak dapat ditemukan.
d. Nyeri spikologik
Berdasarkan factor penyebab rasa nyeri ada yang sering dipakai dalam istilah nyeri
osteoneuromuskuler, yaitu :
1) Nociceptor mechanism.
2) Nerve or root compression.
3) Trauma ( deafferentation pain ).
4) Inappropiate function in the control of muscle contraction.
5) Psychosomatic mechanism.
7
Apabila elektroterapi ditujukan untuk menghambat mekanisme aktivasi nosiseptor
baik pada tingkat perifer maupun tingkat supra spinal. TENS sebagai salah satu
cara/upaya dalam aplikasi elektroterapi terhadap nyeri.
Nociceptor:
Sensor elemen yang dapat mengirim signal ke CNS akan hal–hal yang berpotensial
membahayakan. Sangat banyak dalam tubuh kita, serabut-serabut afferentnya terdiri dari:
A delta fibres, yaitu serabut saraf dengan selaput myelin yang tipis.C fibres, serabut saraf
tanpa myelin.
Tidak semua serabut-serabut tadi berfungsi sebagai nosiseptor, ada juga yang bereaksi
terhadap rangsang panas atau stimulasi mekanik. Sebaliknya nosiseptor tidak dijumpai
pada serabut-serabut sensory besar seperti A Alpha, A Beta atau group I, II. Serabut-
serabut sensor besar ini berfungsi pada “propioception” dan “motor control”.
Nociceptor sangat peka tehadap rangsang kimia (chemical stimuli). Pada tubuh kita
terdapat “algesic chemical” substance seperti: Bradykinine, potassium ion, sorotonin,
prostaglandin dan lain-lain.
Subtansi P, suatu neuropeptide yang dilepas dan ujung-ujung saraf tepi nosiseptif tipe C,
mengakibatkan peningkatan mikrosirkulasi local, ekstravasasi plasma. Phenomena ini
disebut sebagai “neurogenic inflammation” yang pada keadaan lajut menghasilkan
noxious/chemical stimuli, sehingga menimbulkan rasa sakit. Deregulasi Sistem Motorik
yang Menyebabkan Rasa Sakit.
Kita ketahui hypertonus otot dapat menyebabkan rasa sakit. Pada umumnya otot-otot
yang terlibat adalah “postural system”. Nosiseptif stimulus diterima oleh serabut-serabut
afferent ke spinal cord, menghasilkan kontraksi beberapa otot akibat “spinal motor
reflexes”. Nosiseptif stimuli ini dapat dijumpai di beberapa tempat seperti kulit visceral
organ, bahkan otot sendiri. Reflek ini sendiri sebenarnya bermanfaat bagi tubuh kita,
misalnya “withdrawal reflex” merupakan mekanisme survival dari organisme.
Disamping berfungsi tersebut, kita juga sadari bahwa kontraksi-kontraksi tadi dapat
meningkatkan rasa sakit, melalui nosiseptor di dalam otot dan tendon. Makin sering dan
kuat nosiseptor tersebut terstimulasi, makin kuat reflek aktifitas terhadap otot-otot
tersebut. Hal ini akan meningkatkan rasa sakit, sehingga menimbulkan keadaan “vicious
circle”, kondisi ini akan diperburuk lagi dengan adanya ischemia local, sebagai akibat
dari kontrksi otot yang kuat dan terus menerus atau mikrosirkulasi yang tidak adekuat
sebagai akibat dari disregulasi system simpatik.
Input serabut afferent dan organ visceral, kulit, sendi, tendons, otot-otot atau impuls
dan otak yang turun ke spinal dapat mempengaruhi rangsangan (exitability) dan alpha dan
gamma motorneurons yang berakibat kontraksi otot (muscle stiffness), misalnya
meningkatkan input nosiseptif dari viscus abdominalis akan meningkatkan tonus otot-otot
abdomen. Atau input nosiseptif dari sendi kapsul dapat meningkatkan “reflex
excitability” dan beberapa otot-otot antagonis yang bersangkutan dengan pergerakan
sendi tersebut sehingga hal ini dapat memblok sendi tersebut, disebut juga sebagai
8
“neurogenic block”. Pengaruh yang paling besar berasal dari otak, stress dan emosi dapat
mengakibatkan “descending excitatory pathways”, sehingga merangsang peningkatan
reflek dari otot-otot postural.
Perasaan nyeri tergantung pada pengaktifan serangkaian sel-sel saraf, yang meliputi
reseptor nyeri afferent primer, sel-sel saraf penghubung (inter neuron) di medulla spinalis
dan batang otak, sel-sel di traktus ascenden, sel-sel saraf di thalamus dan sel-sel saraf di
kortek serebri. Bermacam-macam reseptor nyeri primer ditemukan dan memberikan
persarafan di kulit, sendi-sendi, otot-otot dan alat-alat dalam pengaktifan reseptor nyeri
yang berbeda menghasilkan kuatitas nyeri tertentu. Sel-sel saraf nyeri pada kornu dorsalis
medulla spinalis berperan pada reflek nyeri atau ikut mengatur pengaktifan sel-sel traktus
ascenden. Sel-sel saraf dari traktus spinothalamicus membantu memberi tanda perasaan
nyeri, sedangkan traktus lainnya lebih berperan pada pengaktifan system kontrol
desenden atau pada timbulnya mekanisme motivasi-afektif.
Beberapa penelitian menunjukan bahwa thalamus lebih berperan dalam sensasi nyeri
dibandingkan daerah kortek serebri (willis WD, 1995). Meskipun demikian penelitian-
penelitian lain membuktikan peranan yang cukup berarti dan kortek serebri dalam sensasi
nyeri. Struktur diensepalik dan telesepalik seperti thalamus bagian medial, hipotalamus,
amygdala dan system limbic diduga berperan pada berbagai reaksi motivasi dan afektif
dari nyeri.
Nyeri merupakan pengalaman individu yang melibatkan sensasi sensori dan
emosional yang tidan menyenangkan. Nyeri dapat dibagi 2. Pertama, nyeri nosiseptf yang
terjadi akibat aktifasi nosi reseptor A-d dan C sebagai respon terhadap rangsangan noxius
(termal , mekanik , kimia). Kedua, neyri neuropatik merupakan nyeri yang timbul akibat
kerusakan/perubahan patologis pada system saraf perifer atau sentral. Pada kasus
reumatik nyeri yang ditimbulkan adalah mixed pain, yaitu kombinasi antara nyeri
nosiseptif dan neuropatik.
Penyebab Nyeri
Rasa nyeri dimulai dengan adanya perangsangan pada reseptor nyeri oleh stimulus nyeri.
Stimulus nyeri dapat dibagi tiga yaitu mekanik, termal, dan kimia. Mekanik, spasme otot
merupakan penyebab nyeri yang umum karena dapat mengakibatkan terhentinya aliran
darah ke jaringan ( iskemia jaringan), meningkatkan metabolisme di jaringan dan juga
perangsangan langsung ke reseptor nyeri sensitif mekanik.
Jaras Spesifik Nyeri
Traktus spinotalamikus Lateralis
o Axon dari neiron orde pertama (ganglion spinalis) memasuki ujung cornu
posterius substantia grissea medulla spinalis dan segera bercabang menjadi
serabut yang naik dan yang turun
o Sesudah memasuiki satu atau dua segmen medulla spinalis membentuk tractus
posterolateral (lissaueri) , serabut ini segera bersinapsis dengan neuron orde
kedua yang terletak pada kelompok sel substantia gelatinosa cornu posterius
9
o Axon dari neuron orde kedua berjalan menyilang garis tengah pada comissura
anterior substantia grissea dam substantia alba kemudian naik keatas pada sisi
kontra lateral sebagai anterius. Sewaktu berjalan keatas, serabut saraf baru
terus bertambah sesuai dengan banyaknya segmen medulla spinalis, demikian
rupa sehingga pada bagian atas cervical terdapat
Serabut sraf yang datang dari sacral terletak posterolateral
Serabut saraf yang datang dari cervical terletak anteromedial (serebut
saraf yang menghantarkan rasa sakit terletak didepan yang
menghantarkan sensasi suhu)
o Pada Medulla oblongata tractus tersebut terletak pada dataran lateral antara
nucleus olivarius inferius dengan nucleus tractus spinalis N.Trigeminus. disini
ia bergabung dengan
Tractus spinothalamicus anterius
Tractus spinotectalis
Yang kemudian gabungan dari ketiganya disebut lemniscus spinalis
o Pada pons kemudian naik keatas dibagian belakang pons
o Pada mesencephalon kemudian lemniscus medialis berjalan pada tegmentum ,
lateralis dari lemniscus medialis
o Pada diencephalon serabut saraf dari tractus spinothalamicus lateralis akan
bersinapsis dengan neuron orde ketiga yaitu nucleus posterolateral dari
keolompok ventral thalamus (bagian dari nucleus lateralis thalamus), dimana
disini akan terjadi penilaian kasar sensasi sakit dan suhu dan reaksi emosi
mulai timbul.
o Axon dari neuron orde ketiga jalan memasuki crus posterior capsula interna
dan corona radiata untuk berakhi pada gyrus postcentralis (brodmann 3 2 1) .
dari sini informasi rasa sakit dan suhu akan diteruskan ke area motorik dan
area asosiasi di cortex lobus parietalis.
o Cortex cerevri gyrus psotcentralis berfungsi untuk menafsirkan suhu dan sakit
sehingga akan muncul kesadaran terkait sensasi tersbut.
o Pembagian secara fisiologis
Sewaktu memasuki medulla spinalis , sinyal rasa nyeri9 melewati dua jalur ke
otak yaitu:
Traktus neospinotalamikus
Traktus neospinotalamisu bergfungsi utnuk menyalurkan nyeri
secara cepat. Terutama terdiri atas serabut A-Delta yang
tyerutama dilalui oleh rasa nyeri mekanik dan nyeri suhu akut.
Serabut perifer jalur ini berakhir pada lamina I kornu dorsalis.
Dan dari sini akan merangsang neuron orde dua dari tractus
neospinotalamicus. Neuron ini akan mengirimkan sinyal ke
serabut panjang yang terletak di dekat sisi lain medulla spinalis
10
dalam komisura anterior dan selanjutnya berbelok naik ke otak
dalam kolumna anterolateralis.
Hanya sebagian kecil saja serabut neopinotalamikus berakhir di
daerah retikularis batang otak, sisaya melewati batang otak dan
langsung berakir di kompleks ventrobasal thalami.
Nyeri cepat dapat dilokalisasi dengan mudah di dalam tubuh
Neurotransmiter A delta umumnya adalah glutamat
Traktus paleospinotalamikus
Jalur ini befungsi untuk menjalarkan nyeri lambat-kronik ,
sebagian serabutnya adalah tipe C, sebagian kecil A-delta.
Dalam jaras ini, serabut-serabut perifer berakhri pada lamina II
dan II kornu dorsalis yang secara bersama-sama disebut
substansi gelatinosa, serabut C terletak lebih lateral dari A-
delta. Setelah itu akan berlanjut ke lamina V dan neuron-
neuronnya merangsang akson-akson panjang (yang juga
menjadi penghantar nyeri cepat) yang mula-mula melewati
komisura anterior ke sisi berlawanan dari medulla spinalis
,kemudian naik ke otak melalui jaras anterolateral
Neotransmiter nya adalah glutamat dan Substansi P, substansi
P bersifat lebih lambat dari Glutamat yang memungkinkan
glutamat untuk sampai terlebih dahulu. Yang menjelaskan
suatu fenomena rasa sakit “ganda”
Jaras paleospinotalamikus berakhir kebanyakan di
o Mucleus retikularis medula, pons dan mesensefalon
o Area tektal mesensefalon sampai kolukulus usperior
dan inferior
o Daerah periakuaduktus substansia grisea yang
mengelilingi aquaductus sylvii
Kemampuan lokalisasi rasa nyeri pada jalur lambat sangatlah
buruk dan kebanyakan hanya dapat dilokalisasi di bagian tubuh
yang luas
Formasio retikularis berfungsi untuk menimbulkan persepsio
nyeri yang disadari
Rasa nyeri merupakan suatu mekanisme perlindungan, yang dicetuskan oleh suatu
kerusakan jaringan , yang akan memnyebabkan individu untuk bereaksi memindahkan
stimulus nyeri.
11
Rasa nyeri cepat
o Rasa nyeri tertusuk, tajam, akut, dan tersetrum
Rasa nyeri lambat
o Rasa nyeri terbakar lambat, pegal, berdenyut, mual dan kronik. Rasa nyeri
ini umumnya dikaitkan dengan kerusakan jaringan.
Reseptor nyeri
Reseptor nyeri merupakan ujung saraf bebas, terdapat tiga jenis stimulasi yang dapat
merangsanganya yaitu rangsang mekanis, suhu dan kimiawi. Pada umumnya rasa nyeri cepat
diakibatkan mekanik dan suhu, sedangkan rasa lambat diakibatkan stimulan kimia
Reseptor nyeri memiliki sedikit sekali kemampuan untuk beradaptasi , dan bahkan pada
beberapa keadaan dapat terjadi peningkatan intesitas rasa nyeri yang disebut hiperalgesia .
intensitas rasa nyeri juga berhubungan erat dengan derajat kerusakan jaringan. Ada beberapa
stimulus terkait kerusakan jaringan (bukan secara langsung, dapat timbul sebagai adanya
kerusakan jaringan) yang dapat menyebabkan nyeri
2.1 Definisi
Sakit kepala adalah rasa sakit atau tidak nyaman antara orbita dengan kepala
yang berasal dari struktur sensitif terhadap rasa sakit. Neurology and neurosurgery
illustrated Kenneth).
2.2 Epidemiologi
Faktor resiko terjadinya sakit kepala adalah gaya hidup, kondisi penyakit, jenis
kelamin, umur, pemberian histamin atau nitrogliserin sublingual dan faktor genetik.
Prevalensi sakit kepala di USA menunjukkan 1 dari 6 orang (16,54%) atau 45 juta
12
orang menderita sakit kepala kronik dan 20 juta dari 45 juta tersebut merupakan
wanita. 75 % dari jumlah di atas adalah tipe tensionheadache yang berdampak pada
menurunnya konsentrasi belajar dan bekerja sebanyak 62,7 %. Menurut IHS, migren
sering terjadi pada pria dengan usia 12 tahun sedangkan pada wanita, migren sering
terjadi pada usia besar dari 12 tahun. HIS juga mengemukakan cluster headaache 80
– 90 % terjadi pada pria dan prevalensi sakit kepala akan meningkat setelah umur 15
tahun.
2.3 Klasifikasi
13
.
TTH dibagi 2 macam:
1. Episodik , jika serangan yang terjadi kurang dari 1 hari perbulan (12 hari dalam 1
tahun).
a. Nyeri kepala tipe tegang episodik disertai oleh gangguan otot perikranial.
b. Nyeri kepala tipe tegang episodik tidak disertai oleh gangguan otot perikranial
Ciri-ciri TTH episodik:
Paling tidak terjadi 10 kali nyeri kepala yang memenuhi criteria
berikut;dimana nyeri kepala terjadi kurang dari 15 kali per bulan
Nyeri kepala berdurasi sekitar 30 menit – 7 hari
Paling tidak dua dari karakteristik nyeri berikut terpenuhi:
o kualitas nyeri menekan (nonpulsatil)
o intensitas ringan atau sedang
o lokasi bilateral
o Tidak diperberat dengan aktivitas fisik rutin
Tidak ada mual atau muntah
Tidak terjadi Fotofobia dan fonofobia atau hanya ada satu di antaranya
tidak ada dugaan nyeri kepala tipe sekunder
2. Kronik, jika serangan minimal 15 hari perbulan selama paling sedikit 3 bulan
(180 hari dalam 1 tahun).
a. Short-duration, jika Serangan terjadi kurang dari 4 jam.
b. Long-duration, jika Serangan berlangsung lebih dari 4 jam.
Cirri-ciri TTH kronik:
Frekuensi rata-rata nyeri kepala lebih dari 15 hari per bulan selama lebih
dari 6 bulan dan memenuhi criteria berikut
Paling tidak 2 dari karakteristik nyeri berikut terpenuhi
o kualitas nyeri menekan (nonpulsatil)
o intensitas ringan atau sedang
o lokasi bilateral
o Tidak diperberat dengan aktivitas fisik rutin
Tidak ada mual atau muntah
Tidak terjadi Fotofobia dan fonofobia atau hanya ada satu di antaranya
tidak ada dugaan nyeri kepala tipe sekunder
Migren
Migren adalah nyeri kepala dengan serangan nyeri yang berlansung 4 ± 72 jam.
Nyeri biasanya unilateral, sifatnya berdenyut, intensitas nyerinya sedang sampai
berat dan diperhebat oleh aktivitas, dan dapat disertai mual muntah, fotofobia dan
fonofobia. Migren dapat diklasifikasikan menjadi migren dengan aura, tanpa aura,
dan migren kronik (transformed).
14
1. Migren dengan aura adalah migren dengan satu atau lebih aura reversibel yang
mengindikasikan disfungsi serebral korteks dan atau tanpa disfungsi batang otak,
paling tidak ada satu aura yang terbentuk berangsur ± angsur lebih dari 4 menit,
aura tidak bertahan lebih dari 60 menit, dan sakit kepala mengikuti aura dalam
interval bebas waktu tidak mencapai 60 menit.
2. Migren tanpa aura adalah migren tanpa disertai aura klasik, biasanya bilateral dan
terkena pada periorbital.
3. Migren kronik adalah migren episodik yang tampilan klinisnya dapat berubah
berbulan-bulan sampai bertahun-tahun dan berkembang menjadi sindrom nyeri
kepala kronik dengan nyeri setiap hari.
Nyeri Kepala Cluster
Nyeri kepala cluster merupakan sindroma nyeri kepala yang lebih sering terjadi
pada pria dibanding wanita. Nyeri kepala cluster ini pada umumnya terjadi pada usia
yang lebih tua dibanding dengan migraine. Nyeri pada sindrom ini terjadi hemikranial
pada daerah yang lebih kecil dibanding migraine, sering kali pada daerah orbital,
sehingga dikatakan sebagai klaster. Jika serangan terjadi, nyeri ini dirasakan sangat
berat, nyeri tidak berdenyut konstan selama beberapa menit hingga 2 jam. Namun
pada penelitian yang dilakukan oleh Donnet, kebanyakan pasien mengalami serangan
dengan durasi 30 hingga 60 menit.
1. Nyeri kepala klaster episodik
Periode nyeri (klaster) terjadi sepanjang 7 hari sampai 1 tahun, klaster
dipisahkan oleh interval bebas nyeri yang berlangsung selama paling tidak 2
minggu. Umumnya, satu klaster berlangsung selama 2 minggu sampai 3 bulan.
2. Nyeri kepala klaster kronik
Terjadi lebih dari satu tahun tanpa remisi, atau remisi bertahan kurang dari 2
minggu. Nyeri kepala klaster kronik dibagi lagi menjadi nyeri kepala klaster
kronik sejak awitan dan nyeri kepala klaster kronik yang berkembang dari
episodik
Nyeri kepala klaster kronik sulit ditangani dan resisten terhadap agen
profilaksis standar. Sebagai etiologi terjadinya nyeri kepala klaster, dipikirkan
adanya predisposisi genetic pada keluarga. Namun tidak ditemukan adanya pola
pewarisan tertentu.
Jaringan otak sendiri tidak sensitif terhadap rasa sakit, perangsangan jaringan otak,
terutama korteks akan malah menimbulkan sensai nyeri di tempat yang jauh (misal
tangan atau kaki). Sebaliknya, tekanan , regangan, segala bentuk cedera yang
15
mempengaruhi sinus venosis dan arteri di otak (terutama arteri meningea media)
akan menyebabkan nyeri kepala yang sangat hebat
b. Daerah kepala tempat peralihan nyeri kepala intracranial
Semua rangsangan berupa [eristiwa apapun yang terjadi diatas tentorium cerebri akan
menimbulkan manifestasi sakit kepala separuh bagian frontal, sedangkan stimulasi-
stimulasi yang berasal dari bawah bagian bawah Tentorium (batang otak, serebelum)
akan bermanifestasi sebagai sakit kepala pada separuh belakang kepala
1. Nyeri kepala meningitis
Peradangan selaput otak yang terjadi pada meningitis akan bermanifestasi sebagi
sakit kepala yang terjadi di semua derah kepala
2. Nyeri kepala akibat kekurangan CSF
Apabila seseorang dikeluarkan sebagian CSF nya maka akan timbul nyeri hebat
saat ia berdiri
3. Nyeri kepala Migrain
Nyeri ini disebabkan oleh gangguan vaskular yang dapat juga terkait faktor
psikogenik
4. Nyeri kepala alkoholik
Hal ini ditimbulkan akibat konsumsi alkohol berlebih, alkohol toksik terhadap
jaringan otak
5. Nyeri kepala konstipasi
16
Peradangan [pada mukosa hidung dan struktur terkait (misal:si9nus) akan
menyebabkan nyerikepala yang akan dialihkan kebagian belakang mata atau
permukaan frontal dahi dan kulit kepala.
Nyeri kepala yang timbul pada tipe ini dapat disebabkan oleh kerja muskulus ciliaris
yang berlebihan dalam upaya akomodasi saat seseorang berusaha memfokuskan
terhadap sesuatu, yang akan menimbulkan spasme otot okuler dan otot facialisatau
juga saat terpajan cahaya yang berlebihan, cimana akan terjadi cedera retina dan
menimbulkan rasa nyeri.
2.4 Etiologi
(1) vascular
(4) orbita,
(7) jaringan lunak di kepala, kulit, jaringan subkutan, otot, dan periosteum kepala.
Selain kelainan yang telah disebutkan diatas, sakit kepala dapat disebabkan oleh
stress dan perubahan lokasi (cuaca, tekanan, dll.).
2.5 Patofisiologi
17
2.6 Manifestasi Klinis
Fase I : Prodromal
Sebanyak 50% pasien mengalami fase
prodromal ini yang berkembang pelan-pelan
selama 24 jam sebelum serangan. Gejala:
kepala terasa ringan , tidak enak, iritabel,
memburuk bila makan makanan tertentu
seperti makanan manis, mengunyah terlalu
kuat, sulit/malas berbicara.
Fase II : Aura
• Gangguan penglihatan yang paling sering
dikeluhkan pasien. Khas pasien melihat seperti
melihat kilatan lampu blits (photopsia) atau
melihat garis zig zag disekitar mata dan hilangnya
sebagian penglihatan pada satu atau kedua mata
(scintillating scotoma).
• Gejala sensoris yang timbul berupa rasa kesemutan
atau tusukan jarum pada lengan, dysphasia.
• Fase ini berlangsung antara 5 – 60 menit. Sebanyak
80% serangan migraine tidak disertai aura.
Fase IV : Postdromal
• Saat ini nyeri kepala mulai mereda dan akan
berakhir dalam waktu 24 jam, pada fase ini
pasien akan merasakan lelah, nyeri pada
ototnya kadang kadang euphoria. Setelah
nyeri kepala hilang
Nyeri kepala Cluster
19
Nyeri kepala tegang otot biasa berlangsung selama 30 menit
hingga 1 minggu penuh.
Nyeri bisa dirasakan kadang – kadang atau terus menerus.
Nyeri pada awalnya dirasakan pasien pada leher bagian belakang
kemudian menjalar ke kepala bagian belakang selanjutnya menjalar ke
bagian depan.
nyeri ini juga dapat menjalar ke bahu.
Nyeri kepala dirasakan seperti kepala berat, pegal, rasa kencang
pada daerah bitemporal dan bioksipital, atau seperti diikat di sekeliling
kepala. Nyeri kepala tipe ini tidak berdenyut.
Pada nyeri kepala ini tidak disertai mual ataupun muntah tetapi
anoreksia mungkin saja terjadi.
Pasien juga mengalami fotofobia dan fonofobia.
Gejala lain yang juga dapat ditemukan seperti insomnia (gangguan
tidur yang sering terbangun atau bangun dini hari), nafas pendek,
konstipasi, berat badan menurun, palpitasi dan gangguan haid.
2) Pemeriksaan fisisk
a. Keadaan umum pasien & mentalnya.
b. Tanda tanda rangsangan meningeal
c. Adakah kelainan saraf cranial ?
d. Adakah kelainan pada kekuatan otot, refleks dankoordinasinya ?
3) Pemeriksaan penunjang
Laboratorium darah ,LED
Lumbal punksi
Elektroensefalografi
20
CT Scan kepala , MRI
21
5. Ipsilateral miosis dan atau ptosis
6. Sensasi agitasi
d. Serangan mempunyai frekuensi dari 1 kali setiap hari berbeda hingga 8 kali pada
hari yang sama
e. Tidak berhubungan dengan kelainan yang lain
DIAGNOSIS BANDING
22
Nyeri kepala dapat diobati dengan preparat asetilsalisilat dan jika nyeri kepala
sangat berat dapat diberikan preparat ergot (ergotamin atau dihidroergotamin). Bila
perlu dapat diberikan intravena dengan dosis 1 mg dihidroergotaminmetan sulfat atau
ergotamin 0,5 mg. Preparat Cafergot ( mengandung kafein 100 mg dan 1 mg ergotamin)
diberikan 2 tablet pada saat timbul serangan dan diulangi ½ jam berikutnya.
Pada pasien yang terlalu sering mengalami serangan dapat diberikan preparat
Bellergal (ergot 0,5 mg; atropin 0,3 mg; dan fenobarbital 15mg) diberikan 2 – 3 kali
sehari selama beberapa minggu. Bagi mereka yang refrakter dapat ditambahkan
pemberian ACTH (40 u/hari) atau prednison (1mg/Kg BB/hari) selama 3 – 4 minggu.
A. Terapi
Non farmakologis
o Terapi perilaku
Konseling
Terapi perilaku
Terapi manajemen stress
Latihan relaksasi
Biofeedback.
o Intervensi medis
Blokade saraf occipital
Ice packs
23
Panas
Farmakologis
o Terapi farmakologis yang ada adalah NSAID berupa
Acetaminophen
Aspirin
Ibuprofen
Naproxen
Ketoprofen
Ketorolac
Obat-obat ini tidak boleh dikonsumsi melebihi 9 hari karena akan
menyebabkan timbulnya komplikasi berupa progresi ke tipe kronik.
o Kegagalan terapi dengan Over the counter medicine menandakan perlunya
obat preskripsi
o Dapat juga ditambahakan butalbital dan codeine pada regimen NSAID
o Terapi profilaksis dapat diberikan pada pasien yang bertipe kronik dengan
serangan lebih dari dua kali dalam satu minggu dengan durasi selama 3-4 jam.
o Tricyclic Anti Depressant dapat diberikan pada pasien untuk mencegah
terjadinya suatu depresi.
Perlu diingat bahwa dengan adanya resiko substance abuse, maka terapi hanya digunakan untuk
membantu pasien-pasien yang mengalami kesulitan dengan hanya menggunakan behavioural
therapy, bukan sebagai suatu lini pertama
2.9 Komplikasi
Komplikasi TTH adalah rebound headache yaitu nyeri kepala yang disebabkan oleh
penggunaan obat - obatan analgesia seperti aspirin, asetaminofen, dllyang berlebihan.
Tension type headache episodik dapat berkembang menjadi tipe kronik, dan depresi
akibat gejalanya dapat terjadi sebagai suatu komplikasi pada pasien. Komplikasi Migren
adalah rebound headache, nyeri kepala yang disebabkan oleh penggunaan obat-obatan
analgesia seperti aspirin, asetaminofen, dll yang berlebihan.
2.10 Pencegahan
Terapi Perilaku merupakan pencegahan yang baik pada pasien, mengingat ini adalah
suatu kelainan psikogenik, diharapkan,d engan adanya suatu terapi psikologis, pasien
dapat mengenali jika sakit kepalanya mulai timbul dan mulai melakukan perubahan-
perubahan sikap agar sakit kepalanya mereda.
2.11 Prognosis
24
Kelainan tipe episodik jauh lebih mudah ditangani daripada tipe kronik
3.1 Definisi
- Suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik di mana tidak ditemukan
penjelasan medis yang adekuat.
- Gangguan somatoform tidak disebabkan oleh pura-pura yang disadari atau gangguan
buatan.
1. Gangguan konversi
Merupakan bentuk perubahan yang mengakibatkan adanya perubahan fungsi fisik yang tidak
dapat dilacak secara medis. Gangguan ini muncul dalam konflik atau pengalaman traumatik yang
memberikan keyakinan akan adanya penyebab psikologis.
2. Hipokondriasis
Terpaku pada keyakinan bahwa dirinya menderita penyakit yang serius. Ketakukan akan adanya
penyakit terus ada meskipun secara medis telah diyakinkan. Sensasi atau rasa nyeri fisik
biasanya sering diasosiasikan dengan gejala penyakit kronis tertentu.
3. Gangguan somatisasi
Keluhan fisik yang muncul berulang mengenai simptom fisik yang tidak ada dasar organis yang
jelas. Gangguan ini menyebabkan seseorang untuk melakukan kunjungan medis berkali-kali atau
menyebabkan hendaya yang signifikan dalam fungsi.
Terpaku pada kerusakan fisik yang dibayangkan atau berlebih-lebihan. Menganggap orang tidak
memperhatikannya karena kerusakan tubuh yang dimilikinya (dipersepsikannya). Gangguan ini
akan membawa seseorang pada perilaku komplusif seperti berulang-ulang berdandan, dll.
5. Gangguan nyeri
25
Gejala utamanya adalah adanya nyeri pada satu atau lebih tempat yang tidak sepenuhnya
disebabkan oleh kondisi medis atau neurologis nonpsikiatris, disertai oleh penderitaan emosional
dan gangguan fungsional dan gangguan memiliki hubungan sebab yang masuk akal dengan
factor psikologis.
1. gangguan somatisasi
3. gangguan hipokondriasis
3.3 Etiologi
Gangguan Somatisasi : Substitusi instiktual yang direpresi, pengajaran parental, kondisi rumah
tidak stabil, penyiksaan fisik, penurunan metabolisme lobus frontalis dan hemisfer nondominan,
genetika, regulasi abnormal sitokin.
Gangguan Konversi : Represi konflik intrapsikis bawah sadar dan konversi kecemasan ke dalam
suatu gejala psikis, hipometabolisme hemisfer dominan, hipermetabolisme hemisfer
nondominan, gangguan komunikasi hemisferik.
Gangguan Dismorfik Tubuh : Melibatkan metabolisme serotonin, pengaruh kultural dan sosial.
Gangguan Nyeri : Ekspresi simbolik intrapsikis melalui tubuh (aleksitimia), perilaku sakit,
manipulasi untuk mendapat keuntungan hubungan interpersonal, melibatkan serotonin, defisiensi
endorfin.Terdapat faktor psikososial berupa konflik psikologis di bawah sadar yang mempunyai
tujuan tertentu. Pada beberapa kasus ditemukan faktor genetik dalam transmisi gangguan ini.
Selain itu, dihubungkan pula dengan adanya penurunan metabolism (hipometabolisme) suatu zat
tertentu di lobus frontalis dan hemisfer non dominan
Secara garis besar, faktor-faktor penyebab dikelompokkan sebagai berikut (Nevid dkk, 2005) :
26
a. Faktor-faktor Biologis Faktor ini berhubungan dengan kemungkinan pengaruh genetis
(biasanya pada gangguan somatisasi).
b. Faktor Lingkungan Sosial Sosialisasi terhadap wanita pada peran yang lebih bergantung,
seperti “peran sakit” yang dapat diekspresikan dalam bentuk gangguan somatoform.
c. Faktor Perilaku. Pada faktor perilaku ini, penyebab ganda yang terlibat adalah:
• Terbebas dari tanggung jawab yang biasa atau lari atau menghindar dari situasi yang
tidak nyaman atau menyebabkan kecemasan (keuntungan sekunder).
d. Faktor Emosi dan Kognitif Pada faktor penyebab yang berhubungan dengan emosi dan
kognitif, penyebab ganda yang terlibat adalah sebagai berikut:
• Salah interpretasi dari perubahan tubuh atau simtom fisik sebagai tanda dari adanya
penyakit serius (hipokondriasis).
• Dalam teori Freudian tradisional, energi psikis yang terpotong dari impulsimpuls yang
tidak dapat diterima dikonversikan ke dalam simtom fisik (gangguan konversi).
• Menyalahkan kinerja buruk dari kesehatan yang menurun mungkin merupakan suatu
strategi self-handicaping (hipokondriasis).
3.4 Manifestasi
Manifestasi klinis gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang
berulang disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya
negatif dan juga telah dijelaskan dokternya bahwa tidak ada kelainan yang mendasari keluhannya
(Kapita Selekta, 2001). Beberapa orang biasanya mengeluhkan masalah dalam bernafas atau
menelan, atau ada yang “menekan di dalam tenggorokan”. Masalah-masalah seperti ini dapat
merefleksikan aktivitas yang berlebihan dari cabang simpatis sistem saraf otonomik, yang
dapat dihubungkan dengan kecemasan. Kadang kala, sejumlah simtom muncul dalam bentuk
yang lebih tidak biasa, seperti “kelumpuhan” pada tangan atau kaki yang tidak konsisten dengan
kerja sistem saraf. Dalam kasus-kasus lain, juga dapat ditemukan manifestasi di mana seseorang
berfokus pada keyakinan bahwa mereka menderita penyakit yang serius, namun tidak ada bukti
abnormalitas fisik yang dapat ditemukan (Nevid, dkk, 2005).
Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian (histrionik),
terutama pada pasien yang kesal karena tidak berhasil membujuk dokternya untuk menerima
27
bahwa keluhannya memang penyakit fisik dan bahwa perlu adanya pemeriksaan fisik yang lebih
lanjut (PPDGJ III, 1993). Dalam kasus-kasus lain, orang berfokus pada keyakinan bahwa
mereka menderita penyakit serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat
ditemukan.
Neuropsikiatri:
−“kedua bagian dari otak saya tidak dapat berfungsi dengan baik” ;
Kardiopulmonal:
−“ jantung saya terasa berdebar debar…. Saya kira saya akan mati”
Gastrointestinal:
−“saya pernah dirawat karena sakit maag dan kandung empedu dan belum ada dokter yang dapat
menyembuhkannya”
Genitourinaria:
−“saya mengalami kesulitan dalam mengontrol BAK, sudah dilakukan pemeriksaan namun tidak
di temukan apa-apa”
Musculoskeletal
−“saya telah belajar untuk hidup dalam kelemahan dan kelelahan sepanjang waktu”
Sensoris:
Beberapa tipe utama dari gangguan somatoform adalah gangguan konversi, hipokondriasis,
gangguan dismorfik tubuh, dan gangguan somatisasi.
Gangguan somatisasi
1. Adanya beberapa keluhan fisik (multiple symptom) yang berulang, dimana ketika
diperiksa secara fisik/medis, tidak ditemukan adanya kelainan tetapi ia tetap kontinyu
memeriksakan diri. Gangguan tidak muncul karena penggunaan obat. Keluhan yang
umumnya, misalnya sakit kepala, sakit perut, sakit dada, mestruasi tidak teratur, dll
2. Pasien menunjukkan keluhan dengan cara histrionik, berlebihan, seakan tersiksa/merana.
28
3. Berulang memeriksa diri ke dokter, kadang menggunakan berbagai obat, dirawat di RS
bahkan dilakukan operasi.
4. Sering ditemukan masalah perilaku atau hubungan personal seperti kesulitan dalam
pernikahan.
Gangguan konversi
1. Kondisi dimana panca indera atau otot-otot tidak berfungsi walaupun secara fisiologis,
pada sistem saraf atau organ-organ tubuh tersebut tidak terdapat gangguan/kelainan.
2. Secara fisiologis, orang normal dapat mengalami sebagian atau kelumpuhan total pada
tangan, lengan, atau gangguan koordinasi, kulit rasanya gatal atau seperti ditusuk-tusuk,
ketidak pekaan terhadap nyeri atau hilangnya kemampuan untuk merasakan sensasi
(anastesi), kelumpuhan, kebutaan, tidak dapat mendengar, tidak dapat membau, suara
hanya berbisik, dll.
3. Biasanya muncul tiba-tiba dalam keadaan stres, adanya usaha individu untuk
menghindari beberapa aktivitas atau tanggungjawab.
4. Konsep Freud : energi dari insting yang di repres berbalik menyerang dan menghambat
fungsi saluran sensorimotor.
5. Kecemasan dan konflik psikologik diyakini diubah dalam bentuk simptom fisik.
Hipokondriasis
1. Meyakini/ketakutan atau pikiran yang berlebihan dan menetap bahwa dirinya memiliki
suatu penyakit fisik yang serius
2. Adanya reaksi fisik yang berlebihan terhadap sensasi fisik/tubuh (salah interpretasi
terhadap gejala fisik yang dialaminya), misalnya otot kaku, pusing/sakit kepala, berdebar-
debar, kelelahan.
3. Melakukan banyak tes lab, menggunakan banyak obat, memeriksakan diri ke banyak
dokter atau RS
4. Keyakinan ini terus berlanjut, tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dokter,
walaupun hasil pemeriksaan medis tidak menunjukkan adanya penyakit dan sudah
diyakinkan.
5. Keyakinan ini menyebabkan adanya distress atau hambatan dalam fungsi sosial,
pekerjaan atau aspek penting lainnya.
29
3. Bagian tubuh yang diperhatikan sering bervariasi, kadang dipengaruhi budaya.
Gangguan nyeri
1. Gangguan dimana individu mengeluhkan adanya rasa nyeri yang sangat dan
berkepanjangan, namun tidak dapat dijelaskan secara medis (bahkan setelah pemeriksaan
yang intensif)
2. Rasa nyeri ini bersifat subyektif, tidak dapat dijelaskan, bersifat kronis, muncul di satu
atau beberapa bagian tubuh.
3. Rasa nyeri ini menyebabkan stress atau hambatan dalam fungsi sosial, pekerjaan dan
aspek penting lainnya.
4. Faktor-faktor psikologis sering memainkan peranan penting dalam memunculkan,
memperburuk rasa nyeri.
dapat dijelaskan atas dasar adanya kelainan fisik, yang sudah berlangsung
sedikitnya 2 tahun
b) Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa
Atau :
beberapa tahun
selama miksi)
30
−2 G gastrointestinal: sekurangnya dua gejala selain nyeri (misalnya
-1 G seksual: sekurangnya satu gejala selain dari nyeri (misalnya indiferensi seksual, disfungsi
erektil atau ejakulasi, menstruasi tidak teratur, perdarahan menstruasi berlebihan, muntah
sepanjang kehamilan).
-1 G pseudoneurologis: sekurangnya satu gejala atau deficit yang mengarahkan pada kondisi
neurologis yang tidak terbatas pada nyeri (gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis,
sulit menelan, retensi urin, halusinasi, hilangnya sensasi atau nyeri, pandangan ganda, kebutaan,
ketulian, kejang; gejala disosiatif seperti amnesia; atau hilangnya kesadaran selain pingsan).
−Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidakdapat dijelaskan
sepenuhnya oleh sebuah kondisi medis umum yang dikenal atau efek langsung dan suatu zat
(misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol)
−Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan yang
ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan dari riwayat penyakit, pemeriksaan
fisik, atau temuan laboratorium.
D. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti gangguan buatan atau pura-
pura).
A. Riwayat banyak keluhan fisik yang dimulai sebelum usia 30 tahun yang terjadi selama
periode beberapa tahun dan membutuhkan terapi, yang menyebabkan gangguan
bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan dan fungsi penting lainnya.
B. Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan, dengan gejala individual yang terjadi pada
sembarangan waktu selama perjalanan gangguan :
1. Empat gejala nyeri : riwayat nyeri yang berhubungan dengan sekurangnya empat
tempat atau fungsi yang berlainan (misalnya kepala, perut, punggung, sendi,
anggota gerak, dada, rektum selama menstruasi, selama berhubungan seksual atau
selama miksi)
2. Dua gejala gastrointestinal : riwayat sekurangnya dua gejala gastrointestinal
selain nyeri (misalnya mual, kembung, muntah selain dari selama kehamilan,
diare atau intoleransi terhadap beberapa jenis makanan)
3. Satu gejala seksual : riwayat sekurangnya satu gejala seksual atau reproduktif
selain dari nyeri (misalnya indiferensi seksual, disfungsi erektil atau ejakulasi,
31
mendtruasi tidak teratur, perdarahan menstruasi berlebihan, muntah sepanjang
kehamilan)
4. Salah satu gejala pseudoneurologis : riwayat sekurangnya satu gejala atau defisit
yangmengarahkan pada kondisi neurologis yang tidak terbatas pada nyeri (gejala
konversi seperti gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis atau
kelemahan setempat, ssulit menelan atau benjolan di tenggorokan, afonia, retensi
urin, halusinasi, hilangnya sensasi atau nyeri, pandangan ganda, kebutaan,
ketulian, kejang, amnesia, hilangnya kesadaran selain pingsan)
C. Salah (1) atau (2) :
1. Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak dapat
dijelaskan sepenuhnya oleh sebuah kondisi umum medis yang dikenal atau efek
langsung dan suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat atau alkohol)
2. Jika terdapat kondisi umum medis, keluhan fisik atau gangguan sosial atau
pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkiraannya dan
riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium
D. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan buatan
atau pura-pura)
A. Satu atau lebih gejala atau defisit yang mengenai fungsi motorik volunter atau sensorik
yang mengarahkan pada kondisi neurologis atau kondisi medis lain
B. Faktor psikologis dipertimbangkan berhubungan dengan gejala atau defisit karena awal
atau eksaserbasi gejala atau defisit adalah didahului oleh konflik atau stressor lain
C. Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (pura-pura)
D. Gejala atau defisit tidak dapat, setelah penelitian yang diperlukan, dijelaskan sepenuhnya
oleh kondisi umum medis atau oleh efek langsung suatu zat, atau sebagai perilaku atau
pengalaman yang diterima secara kultural
E. Gejala atau defisit menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan
dalam fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lain atau memerlukan pemeriksaan
medis.
F. Gejala atau defisit tidak terbatas pada nyeri atau disfungsi seksual, tidak terjadi semata-
mata selama perjalanan gangguan somatisasi, dan tidak dapat diterangkan dengan lebih
baik oleh gangguan mental lain.
32
Kriteria Diagnostik untuk Hipokondriasis
A. Perokupasi dengan ketakutan menderita atau ide bahwa ia menderita, suatu penyakit
serius didasarkan pada interpretasi keliru orang tersebut terhadap gejala-gejala tubuh
B. Perokupasi menetap walaupun telah dilakukan pemeriksaan medis yang tepat dan
penentraman
C. Keyakinan dalam kriteria A tidak memiliki intensitas waham (seperti gangguan
delusional, tipe somatik) dan tidak terbatas pada kekhawatiran tentang penampilan
(seperti gangguan dimorfik tubuh)
D. Perokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam
fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lain.
E. Lama gangguan sekurangnya 6 bulan
F. Perokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan kecemasan umum,
gangguan obsesif-komplusif, gangguan panik, gangguan depresi berat, cemas
perpisahan, atau gangguan somatoform lain
Sebutkan jika : dengan tilikan buruk : jika untuk sebagian besar waktu selama episode
berakhir, orang tidak menyadari bahwa kekhawatirannya tentang menderita penyakit
serius adalah berlebihan atau tidak beralasan.
33
Tuliskan seperti berikut : gangguan nyeri berhubungan dengan faktor psikologis :
faktor psikologis dianggap memiliki peranan besar dalam onset, keparahan, eksaserbasi
dan bertahannya nyeri
Sebutkan jika :
Akut : durasi kurang dari 6 bulan
Kronis : durasi 6 bulan atau lebih
Gangguan nyeri berhubungan baik dengan faktor psikologis maupun kondisi medis
umum
Sebutkan jika :
Akut : durasi kurang dari 6 bulan
Kronik : durasi 6 bulan atau lebih
A. Satu atau lebih keluhan fisik (misalnya kelelahan, hilangnya nafsu makan, keluhan
gastrointestinal, atau saluran kemih)
B. Salah satu (1) atau (2) :
1. Setelah pemeriksaan yang tepat, gejala tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh
kondisi umum medis yang diketahui atau oleh efek langsung dan suatu zat
(misalnya efek cedera, medikasi, obat atau alkohol)
2. Jika terdapat kondisi medis umum yang berhubungan, keluhan fisik atau
gangguan sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang
diperkiraan menurut riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan
laboratorium.
C. Gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam
fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lain
D. Durasi gangguan sekurangnya enam bulan
E. Gangguan tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya
gangguan somatoform, disfungsi seksual, gangguan mood, gangguan kecemasan,
gangguan tidur atau gangguan psikotik)
F. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat
34
Gangguan Somatoform
Ciri utama gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang berulang-ulang
disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya
negatif dan sudah dijelaskan dokternya bahwa tidak ditemukan keluhan yang menjadi
dasar keluhannya. Penderita juga menyangkal dan menolak untuk membahas
kemungkinan kaitan antara keluhan fisiknya dengan problem atau konflik dalam
kehidupan yang dialaminya bahkan meskipun didapatkan gejala-gejala anxietas dan
depresi.
Tidak adanya saling pengertian antara dokter dan pasien mengenai kemungkinan
penyebab keluhan-keluhannya yang menimbulkan frustasi dan kekecewaan pada kedua
belah pihak
Gangguan Somatisasi
Pedoman diagnostik
Diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut :
Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak dapat
dijelaskan atas dasar kelainan fisik yang sudah berlangsung sedikitnya 2 tahun
Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ada
kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhannya
Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga yang berkaitan dengan
sifat keluhan-keluhannya dan dampak dari perilakunya
b. Gangguan Hipokondrik
Pedoman diagnostik
Untuk diagnostik pasti, kedua hal ini harus ada :
Keyakinan yang menetap adanya sekurang0kurangnya satu penyakit fisik yang serius
yang dilandasi keluhan-keluhannya, meskipun pemeriksaan yang berulang-ulang tidak
menunjang adanya alasan fisik yang memadai, ataupun adanya preokupasi yang menetap
kemungkinan deformitas atau perubahan bentuk penampakan fisik
Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak
ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yang melandasi keluhannya.
35
c. Gangguan Otonomik Somatoform
Pedoman diagnostik
Diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut :
Adanya gejala-gejala bangkitan otonomik seperti palpitasi, berkeringat, tremor, muka
panas/flushing, yang menetap dan mengganggu
Gejala subjektif tambahan mengacu pada sistem atau organ tertentu (gejala tidak khas)
Preokupasi dengan dan penderitaan (distress) mengenai kemungkinan adanya gangguan
yang serius (sering tidak begitu khas) dari sistem atau organ tertentu, yang tidak
terpengaruh oleh hasil pemeriksaan berulang, maupun penjelasan dari dokter
Tidak terbukti adanya gangguan yang cukup berarti pada struktur/fungsi dari sistem atau
organ yang dimaksud.
36
Orang-orang yang menderita gangguan somatoform jauh lebih sering datang ke dokter
dibanding ke psikiater atau psikolog karena mereka menganggap masalah berkait dengan
kondisi fisik. Para pasien tersebut menganggap rujukan dokter ke psikolog atau psikiater
sebagai tanda bahwa dokter menganggap penyakit mereka “terletak di kepala”; sehingga
mereka tidak merasa senang dirujuk ke “ahli jiwa”. Mereka menguji kesabaran dokter
mereka, yang sering kali meresepkan berbagai macam obat atau penanganan medis
dengan harapan akan menyembuhkan keluhan somatik tersebut.
Penyembuhan dengan berbicara yang menjadi dasar psikoanalisis dilandasi oleh asumsi
bahwa suatu represif masif telah memaksa energi psikis diubah menjadi anestesia atau
kelumpuhan yang membingungkan. Namun demikian, psikoanalisis tradisional dengan
terapi jangka panjang dan psikoterapi yang berorientasi psikoanalisis tidak menunjukkan
hasil yang bermanfaat bagi gangguan konversi, kecuali mungkin mengurangi
kekhawatiran pasien atas penyakitnya. Penanganan psikodinamika jangka pendek dapat
menjadi efektif untuk menghilangkan simtom-simtom gangguan somatoform (Junkert-
Tress, 2001).
Pasien somatoform sering menderita kecemasan dan depresi. Dengan menangani
kecemasan dan depresi sering kali mengurangi kekhawatiran somatoform.
Pada kasus komorbiditas antara ganguan obsesif kompulsif dan gangguan somatoform
tertentu, seperti hipokondriasis dan gangguan dismorfik tubuh memiliki penanganan
pilihan untuk ganguan kompulsif-pemaparan dan pencegahan respons-dapat menjadi
efektif untuk gangguan somatoform tersebut.
Terapis perlu memperhitungkan untuk memastikan pasien tidak kehilangan muka ketika
gangguan tersebut tidak lagi dialaminya. Terapis harus mempertimbangkan kemungkinan
pasien merasa dipermalukan ketika kondisinya menjadi lebih baik melalui penanganan
yang tidak berkaitan dengan masalah medis (fisik).
Terapi untuk gangguan somatisasi
Pemaparan atau terapi kognitif dapat digunakan untuk mengatasi ketakutan,
berkurangnya rasa takut dapat membantu mengurangi berbagai keluhan somatik.
Terapi keluarga, membantu pasien dan keluarga mengubah jaringan hubungan
yang bertujuan untuk membantu usahanya menjadi lebih mandiri.
Training asersi dan keterampilan sosial, bermanfaat untuk membantunya
manguasai atau menguasai kembali, berbagai cara untuk berhubungan dengan
orang lain dan mengatasi berbagai tantangan tanpa harus mengatakan “Saya
seorang yang malang, lemah, dan sakit.”
Dokter tidak menghindari validitas keluhan-keluhan fisik, namun meminimalkan
penggunaan berbagai tes diagnostik dan pemberian obat, mempertahankan kontak
dengan pasien. Teknik-teknik seperti training relaksasi dan berbagai bentuk terapi
kognitif juga terbukti bermanfaat. Biofeedback, yang mencangkup pengendalian
atas proses-proses fisiologis telah terbukti efektif dalam mengurangi berbagai
37
pikiran yang merusak pada para pasien yang menderita gangguan somatoform-
bahkan lebih efektif dibanding teknik relaksasi.
Terapi utuk hipokondriasis
Pendekatan kognitif behavioral. Penelitian menunjukkan bahwa para pasien
hipokondrial menunjukkan penyimpanan kognitif dengan menganggap masalah
kesehatan yang muncul sebagai suatu ancaman. Terapi kognitif-behavioral dapat
ditujukan untuk merestrukturisasi pemikiran pesimistik semacam itu.
Penanganan dapat mencangkup beberapa strategi seperti mengarahkan perhatian
selektif pasien ke simtom-simtom fisik dan tidak mendorong pasien mencari
kepastian medis bahwa ia tidak sakit.
Terapi untuk rasa nyeri
Nyeri mengandung dua komponen, yaitu nyeri psikogenik dan nyeri yang benar-
benar disebabkan factor medis, seperti cedera jaringan otot. Penanganan yang
efektif cenderung terdiri dari hal-hal berikut:
o Melakukan validasi bahwa rasa nyeri memang nyata, dan tidak hanya
dalam pikiran pasien.
o Pelatihan relaksasi
o Menghadiahi pasien karena berperilaku yang tidak sejalan dengan rasa
nyeri (menahan rasa nyeri).
Varian terapi psikodinamika jangka pendek, yang disebut terapi tubuh
psikodinamika, efektif untuk mengurangi rasa nyeri dan mempertahankannya
dalam jangka waktu lama.
Dosis rendah obat antidepresan, terutama imipramine, lebih tinggi manfaatnya
dibandingkan placebo untuk mengurangi rasa nyeri dan distress kronis. Obat-
obatan tersebut tidak menghilangkan depresi terkait.
a. Secara umum tampaknya perlu disarankan untuk mengalihkan focus dari hal-hal yang
tidak dapat dilakukan pasien karena penyakitnya dan bahkan mengajarkan pada pasien
bagaimana cara mengatasi stres, mendorong aktivitas yang lebih banyak, dan
meningkatkan kontrol diri, terlepas dari keterbatasan fisik atau rasa tidak nyamanyang
dialami pasien.
3.7 Komplikasi
2. Suicide.
3.8 Pencegahan
38
Pertama, mulai berolah raga dengan baik dan teratur serta menjaga pola makan dengan asupan
gizi yang seimbang. Hal ini berguna untuk menjaga metabolism tubuh.Sehingga menjadi prima.
Kedua, Apabila gangguan serangan cemas akan rasa sakit menyerang, katakan pada diri anda
stop, lalu lakukan relaksi dengan cara mengatur aliran nafas anda.
Ketiga, Lakukan lah medical check up 1 tahun 1 kali, secara rutin.Dengan harapandapat
mengetahui kondisi fisikyang sebenarnya (membuat anda tenang), dan melakukan langkah
pencegahan jika ditemukan penyakit dalam diri.
Self talk “Tubuh saya sehat, dan saya baik-baik saja”. (katakan pada diri anda, setiap hari saat
anda bercermin setiap saat, dan katakan juga “indahnya hari ini, saya bersyukur karena tuhan
masih mengijinkan saya menikmati setiap karuniaNya”
Prognosis pada gangguan somatoform sangat bervariasi, tergantung umur pasien dan
sifatgangguannya (kronik atau episodik). Umumnya, gangguan somatoform prognosisnya baik,
dapatditangani secara sempurna. Sangat sedikit sekali yang mengalami eksarsebasi, dapat
bervariasidari mild-severe dan kronis. Pengobatan yang lebih awal dan menjadikan prognosis
menjadilebih baik. Secara independen tidak meningkatkan risiko kematian. Kematian lebih
disebabkankarena upaya bunuh diri. (Kaplan, 1999)
Kata “Sakinah”. Sakinah merupakan pondasi dari bangunan rumah tangga yang sangat penting.
Tanpanya, tiada mawaddah dan warahmah. Sakinah itu meliputi kejujuran, pondasi iman dan
taqwa kepada Allah SWT.
Dalam Al Qur’an pun dikatakan bahwa suatu saat, akan banyak orang yang saling berkasih
sayang di dunia, tetapi di akhirat kelak mereka akan bermusuhan, menyalahkan dan saling
melempar tanggung jawab. Kecuali orang-orang yang berkasih sayang dilandasi dengan cinta
kepada Allah SWT. Kata adalah mawaddah. Mawaddah itu berupa kasih sayang. Setiap mahluk
Allah kiranya diberikan sifat ini, mulai dari hewan sampai manusia. Dalam konteks pernikahan,
contoh mawaddah itu berupa “kejutan” suami untuk istrinya, begitu pun sebaliknya. Misalnya
suatu waktu si suami bangun pagi-pagi sekali, membereskan rumah, menyiapkan sarapan untuk
anak-anaknya. Dan ketika si istri bangun, hal tersebut merupakan kejutan yang luar biasa.
Kata terakhir adalah warahmah. Warahmah ini hubungannya dengan kewajiban. Kewajiban
seorang suami menafkahi istri dan anak-anaknya, mendidik, dan memberikan contoh yang baik.
39
Kewajiban seorang istri untuk mena’ati suaminya. Intinya warahmah ini kaitannya dengan segala
kewajiban.
1. Suami hendaknya menyadari bahwa istri adalah suatu ujian dalam menjalankan agama.
(At-aubah: 24)
2. Seorang istri bisa menjadi musuh bagi suami dalam mentaati Allah clan Rasul-Nya. (At-
Taghabun: 14)
3. Hendaknya senantiasa berdo’a kepada Allah meminta istri yang sholehah. (AI-Furqan:
74)
4. Diantara kewajiban suami terhadap istri, ialah: Membayar mahar, Memberi nafkah
(makan, pakaian, tempat tinggal), Menggaulinya dengan baik, Berlaku adil jika beristri
lebih dari satu. (AI-Ghazali)
5. Jika istri berbuat ‘Nusyuz’, maka dianjurkan melakukan tindakan berikut ini secara
berurutan: (a) Memberi nasehat, (b) Pisah kamar, (c) Memukul dengan pukulan yang
tidak menyakitkan. (An-Nisa’: 34) … ‘Nusyuz’ adalah: Kedurhakaan istri kepada suami
dalam hal ketaatan kepada Allah.
6. Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah, yang paling baik akhlaknya dan
paling ramah terhadap istrinya/keluarganya. (Tirmudzi)
7. Suami tidak boleh kikir dalam menafkahkan hartanya untuk istri dan anaknya.(Ath-
Thalaq: 7)
8. Suami dilarang berlaku kasar terhadap istrinya. (Tirmidzi)
9. Hendaklah jangan selalu mentaati istri dalam kehidupan rumah tangga. Sebaiknya
terkadang menyelisihi mereka. Dalam menyelisihi mereka, ada keberkahan. (Baihaqi,
Umar bin Khattab ra., Hasan Bashri)
10. Suami hendaknya bersabar dalam menghadapi sikap buruk istrinya. (Abu Ya’la)
11. Suami wajib menggauli istrinya dengan cara yang baik. Dengan penuh kasih sayang,
tanpa kasar dan zhalim. (An-Nisa’: 19)
12. Suami wajib memberi makan istrinya apa yang ia makan, memberinya pakaian, tidak
memukul wajahnya, tidak menghinanya, dan tidak berpisah ranjang kecuali dalam rumah
sendiri. (Abu Dawud).
40
DAFTAR PUSTAKA
Kaplan, H.I., Sadock B.J. (1997). Sinopsis Psikiatri Jilid II Edisi ke-7. Jakarta. Binarupa
Aksara.
Mansjoer, A.A.,etc. (2004). Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta. Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Departemen Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. (2003). Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Jakarta.
Maslim, R. (2001). Buku Saku Diagnosis Gangguan JiwaRujukan Ringkas dari PPDGJ III.
Jakarta.
Kowalak, Jennifer P., William Welsh. (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta. Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Uddin, Jurnalis. (2009). Anatomi Susunan Saraf Manusia.Jakarta. Fakultas Kedokteran
Universitas Yarsi.
Price.Sylvia A.,Wilson.Lorraine M, (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit., Edisi 6. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sherwood, Lauralee. (2004). Fisiologi Manusia dari sel ke sistem Edisi 2. Jakarta. EGC.
Gunawan , Sulistis Gan et all. (2007). Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta. FKUI.
Maramis, W.F. (1997). Catatan Ilmu Kedokteran JiwaEdisi VI. Surabaya. Airlangga
University Press.
F. Bear, Barry W. Connors, Michael A. (2007). ParadisoNeuroscience Exploring the Brain
third edition. Philadelphia. Lippincott Williams & Wilkins.
Yutzy SH. (2006). Somatization. In: Blumenfield M, Strain JJ, penyunting. Psychosomatic
Medicine. 1st ed. New York: Lippincott Williams & Wilkins.
41