Anda di halaman 1dari 58

WRAP UP SKENARIO 3 BLOK SARAF DAN PERILAKU

SAKIT KEPALA MENAHUN

Kelompok A-5

Ketua : Dhyvha Latyfha Yasnur (1102017069)

Sekretaris : Annisa Siti Maryam Chafia (1102017034)

Anggota : Indah Mutiara Agustilla (1102014129)

: Karina utari (1102014140)

: Arifera fajrin (1102015034)

: Anggie Yustika Sandy S. (1102017025)

: Chintya Rizky Maharani (1102017057)

: Clarisza Nadira (1102017058)

: Dimas Rizky Nawawi (1102017072)

: Iffaty Farraz Salsabila M. (1102017106)

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS YARSI

2017

Jl. Letjend. Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 10510

Telp. 62.21.4244574 Fax. 62.21.42445


DAFTAR ISI

Skenario…………………………………………………………………………………………..3

Kata Sulit…………………………………………………………………………………………………..4

Pertanyaan dan Jawaban…………………………………………………………………………………...5

Hipotesis…………………………………………………………………………………………………...7

Sasaran Belajar ….……………………………………………………………………………………...…8

Daftar Pustaka………………………………………………………………………………………….… 58

2
SKENARIO 3

SAKIT KEPALA MENAHUN

Perempuan 35 tahun berkonsutasi dengan dokter keluarga dengan keluhan sakit kepala berulang
sejak 2 tahun lalu. Sakit kepala seperti tertimpa beban berat dan nyeri pada tengkuknya. Sakit
kepala ini disertai dengan insomnia. Sakit kepala berawal sejak pasien diceraikan oleh suaminya
2 tahun yang lalu dan harus berpisah dari kedua anaknya. Oleh dokter pasien disarankan untuk
berkonsultasi lebih lanjut ke neurolog dan psikiater. Neurolog mengatakan bahwa pasien
mengalami nyeri kepala tipe tegang,sedangkan psikiater menyimpulkan bahwa pasien mengalami
nyeri somatoform (psikogenik). Walaupun ia sudah bercerai,tapi ia tetap bertanggung jawab untuk
membimbing anaknya sesuai dengan prinsip keluarga sakinah, mawaddah, warrahmah.

3
KATA SULIT

1. Nyeri Somatoform : -Nyeri yang diakibatkan rangsangan psikis tanpa adanya etiologi klinis.

-Kelompok gangguan yang meliputi simptom fisik seperti mual, nyeri,


pusing yang tidak dapat ditemui penjelasan secara medis.

2. Insomnia : Gangguan waktu tidur.

3. Nyeri Kepala Tipe Tegang: Serangan kepala berulang yang berlangsung dalam beberapa menit
dengan sifat nyeri tertekan, diikat, bilateral dan tidak dipicu
aktivitas fisik.

4
PERTANYAAN:

1. Apa hubungan nyeri kepala dengan insomnia?

2. Apa hubungan nyeri kepala tipe tegang dengan nyeri somatoform?

3. Apa penyebab insomnia?

4. Mengapa terdapat nyeri di tengkuk?

5. Apa hubungan perceraian pasien dengan penyakit yang dialami?

6. Apa saja faktor resiko nyeri somatoform?

7. Bagaimana tatalaksana yang dapat dilakukan pada pasien tersebut?

8. Apa yang menyebabkan onset berulang pada nyeri kepala?

9. Bagaimana prinsip keluarga samawa?

10. Apa saja pemeriksaan yang dapat dilakukan?

5
JAWABAN :

1. Insomnia disebabkan oleh nyeri kepala sehingga tidak dapat tidur

2. Tidak ada hubungan

3. Stress karena perceraian meyebabkan nyeri kepala sehingga dapat mengakibatkan insomnia

4. Karena adanya kontraksi tegangnya otot sehingga menyebabkan nyeri di tengkuk

5. Stress karena perceraian meyebabkan nyeri kepala sehingga dapat mengakibatkan insomnia

6. Stress berat, status sosial yang rendah, lingkungan

7. Farmako: Analgesik dan anti depresan

Nonfarmako: Konseling terapi

8. Karena masalah belum selesai dan tidak ada penanganan membuat sakit kepala berulang

9. Setia, ujur, kasih sayang, saling percaya, damai, tentram, cinta kasih

10. CT-Scan, MRI, Pemeriksaan hormon

6
HIPOTESA

Fakto resiko seperti stress berat, status sosial yang rendah, lingkungan dapat menyebabkan
gangguan seperti nyeri, mual dan pusing, Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah CT-Scan, MRI
dan pemeriksaan hormon. Penanganan yang dapat dilaukan adalah memberi analgesik,
antidepresan dan konseling terapi.

7
SASARAN BELAJAR

LI .1. Memahami dan Menjelaskan Jaras Nyeri

LI .2. Memahami dan Menjelaskan Nyeri Kepala

LO 2.1 Menjelaskan Definisi Nyeri Kepala

LO 2.2 Menjelaskan Etiologi Nyeri Kepala

LO 2.3 Menjelaskan Klasifikasi Nyeri Kepala

LO 2.4 Menjelaskan Patofisiologi Nyeri Kepala

LO 2.5 Menjelaskan Manifestasi Klinis Nyeri Kepala

LO 2.6 Menjelaskan Cara Diagnosis dan Diagnosis Banding Nyeri Kepala

LO 2.7 Menjelaskan Tatalaksana Nyeri Kepala

LO 2.8 Menjelaskan Pencegahan Nyeri Kepala

LO 2.9 Menjelaskan Komplikasi Nyeri Kepala

LO 2.10 Menjelaskan Prognosis Nyeri Kepala

LI .3. Memahami dan Menjelaskan Gangguan Somatoform

LO 3.1 Menjelaskan Definisi Gangguan Somatoform

LO 3.2 Menjelaskan Etiologi Gangguan Somatoform

LO 3.3 Menjelaskan Klasifikasi Gangguan Somatoform

LO 3.4 Menjelaskan Manifestasi Klinis Gangguan Somatoform

LO 3.5 Menjelaskan Cara Diagnosis dan Diagnosis Banding Gangguan Somatoform

LO 3.6 Menjelaskan Penatalaksanaan Gangguan Somatoform

LO 3.7 Menjelaskan Pencegahan Gangguan Somatoform

LO 3.8 Menjelaskan Komplikasi Gangguan Somatoform

LO 3.9 Menjelaskan Prognosis Gangguan Somatoform

LI .4. Memahami dan Menjelaskan Keluarga yang Sakinah, Mawaddah dan Warahmah
dalam Pandangan Islam

8
LI .1. Memahami dan Menjelaskan Jaras Nyeri

JARAS NYERI

Jalur asendens yang memediasi rasa nyeri terdiri dari 3 jaras yang berbeda, yaitu jaras
neospinothalamicus, jaras paleospinothalamicus dan jaras archispinothalamicus. Neuron pertama
terletak di akar ganglion dorsal untuk ketiga jaras. Masing-masing jaras rasa nyeri terletak di
bagian yang berbeda pada medulla spinalis dan naik ke system saraf pusat yang letaknya berbeda
juga.

A. JARAS NEOSPINOTHALAMICUS
Jaras ini mempunyai sedikit sinaps dan merupakan jaras klasik spinothalamicus lateral (LST).
Neuron nosiseptif pertama (berada di akar ganglion dorsal) membuat koneksi sinaps di REXED
layer 1 neuron (zona marginal). Axon dari neuron layer I menyilang di comissura bagian putih
anterior, kira-kira pada tingkat yang sama, mereka memasuki serat dan naik ke quadran
kontralateral anterolateral. Kebanyakan serat nyeri dari extremitas bawah dan bagian tubuh
dibawah leher berakhir di nukleus ventroposterolateral (VPL) dan nucleus
ventroposteroinferior (VPI) di thalamus, yang menjadi relay station untuk mengirimkan sinyal
ke cortex primer. VPL diperkirakan berfungsi untuk mendiskriminasikan. VPL mengirim axon
ke cortes somatosensory primer (SCI).

Neuron nosiseptor pertama dari kepala, wajah dan struktu intraoral mempunyai somata pada
ganglion trigeminal. Serat trigeminal memasuki pons, turun ke medulla dan membuat hubungan

9
sinaps di nucleus trigeminal spinal, menyilang di garins tengah dan naik sebagai jaras
trigeminothalamicus (atau lemniscus trigeminal). Serat delta berakhir di ventroposteromedial
(VPM) thalamus dan serat C berakhir di parafasciculus (PF) dan centromedian (CM) thalamus
(kompleks PF-CM). Kompleks PF-CM terletak di dalam thalamus intralaminar dan dikenal
senagai nuclei intralaminar (IL). Semua serat neospinothalamicus yang berakhir di VPL dan VPM
merupakan asli somatotopikal dan dari sini mengirimkan axon yang akan bersinaps pada cortex
somatosensory primer (SCI-area Brodman 1&2). Jaras ini bertanggung jawab untuk kesadaran
langsung terhadap sensari nyeri dan kesadaran pada lokasi tepat dimana strimulus nyeri berada

B. JARAS PALEOSPINOTHAMAMICUS

10
Jaras ini secara phylogenetic adalah tua/lama. Mayoritas neuron nosiseptor pertama membuat
hubungan sinaps di REXED layer I (susbstansia gelatinosa) dan neuron kedua membuat
hubungan sinaps di Laminae IV-VIII. Neuron kedua juga menerima input dari mechanoreseptor
dan thermoreseptor. Sel saraf dalam jaras paleospinothalamicus adalah multireseptif atau
nosiseptor berjarak lebar dinamis. Kebayakan axonnya menyilang dan naik ke medulla spinalis
terutama di region anteriordan dinamakan jaras spinothalamicus anterior (AST). Serat-serat ini
mengandung beberapa jaras. Masing-masing membentuk hubungan sinaps di lokasi yang
berbeda, yaitu :
 Di formasi mesencephalon reticular (MFR) dan periaqueductal abu (PAG), disebut dengan
jaras spinoreticular.
 Di tectum dan serat-serat ini dikenal dengan jaras spinotectal atau spinomedulari
 Di kompleks PF-CM (IL) dan dikenal sebagai jaras spinothalamicus.
Ketiga serat jaras dikenal sebagai jaras paleospinothalamicus. Inervasi ketiga jaras ini bilateral
karena beberapa serat yang naik tidak menyilang ke seberang medulla spinalis. Dari kompleks
PF-CM, serar ini bersinaps secara bilateral di cortex somatosesori (SC II-Brodman area 3). Jaras
paleospinothalamicus juga mengaktivasi nuclei batang otak yang merupakan asal muasal jaras
tekanan rasa sakit turun yang meregulasi input berbahaya pada tingkat medulla spinalis.

11
Jaras multisinaps yang berjalan melalui formation reticular juga memproyeksikan kompleks PF-
CM (IL). Ini merukana hubungan luas antara IL dengan area limbic seperti gyrus cinguli dan cortex
insula, yang diperkirakan ikut serta dalam proses emosional pada rasa nyeri. Cortex insula
mengintegrasikan input sensoris dengan komponen kognitif untuk memperoleh respons terhadap
sensasi. Struktur limbik, memproyeksikan ke hypothalamus dan menginisiasi respons visceral
terhadap nyeri. Nuclei intralaminar juga memproyeksikan ke cortex frontal yang akan
memproyeksikan ke struktur limbic dimana memediasi respons emosional terhadap nyeri.

C. JARAS ARCHISPINOTHALAMICUS
Merupakan jaras multisinaps difuse dan secara phylogenetic merupakan jaras tertua yang
membawa informasi yang berbahaya. Neuron nosiseptor pertama membuat hubungan sinaps di
Rexed layer II (substansia gelatinosa) dan naik ke laminae IV ke VII. Dari lamina IV ke VII,
serat naik dan turun di medulla spinalis melalui jalur propriospinal multisinaps yang
mengelilingi bagian berwarna abu untuk bersinaps dengan sel di area MRD-PAG. Jalur
multisinaps difus lebih lanjut naik ke area intralaminar (IL) thalamus (contoh : kompleks PF-
CM) dan juga mengirim secara kolateral ke hypothalamus dan nucklei system limbik. Serat-
serat ini memediasi visceral, emosi dan reaksi otonom terhadap nyeri.

12
Fisiologi nyeri melalui proses-proses berikut :

1. Proses Transduksi (Transduction)

Proses transduksi merupakan proses dimana suatu stimuli nyeri diubah menjadi suatu aktifitas
listrik yang akan diterima ujung-ujung saraf. Stimuli ini dapat berupa stimuli fisik (tekanan), suhu
(panas) atau kimia (substansi nyeri). Transduksi rasa sakit dimulai ketika ujung saraf bebas
(nociceptors) dari serat C dan serat A delta neuron aferen primer menanggapi rangsangan
berbahaya. Nosiseptors terkena rangsangan berbahaya ketika kerusakan jaringan dan inflamasi
terjadi sebagai akibat dari, misalnya, trauma, pembedahan, peradangan, infeksi dan iskemia.

Nociceptors didistribusikan pada ;

1. Struktur Somatik (kulit, otot, jaringan ikat, tulang, sendi);

2. Struktur Viseral (organ viseral seperti hati, saluran gastro-intestinal).

3. Serat C dan serat A-delta yang terkait dengan kualitas yang berbeda rasa sakit.

Ada tiga kategori rangsangan berbahaya:

13
1. Mekanik (tekanan, pembengkakan, abses, irisan, pertumbuhan tumor);

2. Thermal (membakar, panas);

3. Kimia (neurotransmitter rangsang, racun, iskemia, infeksi).

Penyebab stimulasi mungkin internal, seperti tekanan yang diberikan oleh tumor atau eksternal,
misalnya, terbakar. Stimulasi ini menyebabkan pelepasan mediator kimia berbahaya dari sel-sel
yang rusak, termasuk: prostaglandin, bradikinin, serotonin, substansi P, kalium, histamin.
Mediator kimia ini mengaktifkan nosiseptor terhadap rangsangan berbahaya. Dengan maksud
memperbaiki rasa nyeri, pertukaran ion natrium dan kalium (depolarisasi dan repolarisasi) terjadi
pada membran sel. Hal ini menghasilkan suatu potensial aksi dan generasi dari sebuah impuls
nyeri.

2. Proses Transmisi ( Trasmision)

Proses tranmisi dimaksudkan sebagai penyaluran impuls melalui saraf sensoris menyusul proses
transduksi. Impuls ini akan disalurkan oleh serabut saraf A delta dan serabut C sebagai neuron
pertama, dari perifer ke medulla spinalis dimana impuls tersebut mengalami modulasi sebelum
diteruskan ke thalamus oleh traktus sphinotalamikus sebagai neuron kedua. Dari thalamus
selanjutnya impuls disalurkan ke daerah somato sensoris di korteks serebri melalui neuron ketiga,
dimana impuls tersebut diterjemahkan dan dirasakan sebagai persepsi nyeri.

3. Proses Modulasi (Modulation)

Proses modulasi adalah proses dimana terjadi interaksi antara sistem analgesik endogen yang
dihasilkan oleh tubuh pada saat nyeri masuk ke kornu posterior medula spinalis. Proses acendern
ini di kontrol oleh otak. Sistem analgesik endogen ini meliputi enkefalin, endorfin, serotonin, dan
noradrenalin memiliki efek yang dapat menekan impuls nyeri pada kornu posterior medulla
spinalis. Kornu posterior ini dapat diibaratkan sebagai pintu yang dapat tertutup atau terbukanya
pintu nyeri tersebut diperankan oleh sistem analgesik endogen tersebut di atas. Proses modulasi
inilah yang menyebabkan persepsi nyeri menjadi sangat subyektif pada setiap orang. . Suatu jaras
tertentu telah diternukan di sistem saran pusat yang secara selektif menghambat transmisi nyeri di
medulla spinalis. Jaras ini diaktifkan oleh stress atau obat analgetika seperti morfin (Dewanto).

4. Persepsi

Persepsi merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri. Pada saat individu menjadi sadar
akan nyeri, maka akan terjadi reaksi yang kompleks.

a. Korteks somatosensori: Ini adalah terlibat dengan persepsi dan interpretasi dari sensasi. Ini
mengidentifikasi intensitas, jenis dan lokasi sensasi rasa sakit dan sensasi yang berkaitan
dengan pengalaman masa lalu, memori dan aktivitas kognitif. Ini mengidentifikasi sifat

14
stimulus sebelum memicu respons, misalnya, di mana rasa sakit itu, seberapa kuat itu dan
bagaimana rasanya.

b. Sistem limbik: Hal ini bertanggung jawab untuk respon emosi dan perilaku terhadap rasa sakit
misalnya, perhatian, suasana hati, dan motivasi, dan juga dengan pengolahan rasa sakit,dan
pengalaman masa lalu rasa sakit.

Reseptor Nyeri :

Aferen primer mencakup serat A-alfa dan A-beta


yang besar dan bermielen serta membawa impuls
yang besar dan tidak bermielin ( tidak diperlihatkan
) serta membawa impuls yang memperantarai
sentuhan, tekanan, dan propriosepsi dan serat A-
delta yang kecil bermielin dan serat C yang tidak
bermielin, yang membawa impuls nyeri. Aferen-
aferen primer ini menyatu di sel-sel kornu dorsalis
medulla spinalis, masuk ke zona lissauer, serat
pascaganglion simpatis adalah serat eferen dan
terdiri dari serat-serat C tidak bermielin.

Sensitasi Nosiseptor Di Daerah Cedera Jaringan

Pengaktifan langsung dengan tekanan


intensif yang menyebabkan kerusakan sel.
Kerusakan sel menyebabkan dibebaskannya kalium
( K) intra sel dan sintesis prostaglandin (PgG) dan
bradikinin (BK. Prostaglandin meningkatkan
sensitivitas reseptor nyeri bradikinin, yaitu zat kimia
penghsil nyeri yang paling kuat.

15
Jalur-Jalur Nyeri :

A. Serat nyeri A-delta halus dan C, yang


masing-masing membawa nyeri akut tajam dan
kronik- lambat, bersinaps di substansia gelatinosa
tanduk dorsal, memotong medullaspinalis, dan
naik ke otak di cabang neospinotalamikus atau
cabang paleospinotalamikus traktus
spinotalamikus, yang terutama diaktifkan oleh
aferen perifer a-delta, bersinaps di nucleus
vebtroposterolateralis (VPN) thalamus dan
melanjutkan diri secara langsung ke korteks
somatosensorik girus postsentralis, tempat nyeri
dipersepsikan sebagai sensasi tajam dan berbatas
tegas. Cabang paleospinotalamikus, yang
terutama diaktifkan oleh aferen perifer C, adalah
suatu jalur difus yang mengirim kolateral-
kolateral ke formatio retikularis batang otak dan
struktur lain, yang merupakan asal dari serat-serat
lain, berjalan ke thalamus. Serat- serat ini memengaruhi hipotalamus dan system limbic
serta korteks serebrum.

B. Serat nyeri C aferen bersinaps terutama di substansia gelatinosa ( lamina I dan II)
kornu dorsalis, sedangkan serat nyeri A delta terutama bersinaps di lamina I dan V.

Nyeri diawali sebagai pesan yang diterima oleh saraf-saraf perifer. Zat kimia (substansi P,
bradikinin, prostaglandin) dilepaskan, kemudian menstimulasi saraf perifer, membantu
mengantarkan pesan nyeri dari daerah yang terluka ke otak. Sinyal nyeri dari daerah yang terluka
berjalan sebagai impuls elektrokimia di sepanjang nervus ke bagian dorsal spinal cord (daerah
pada spinal yang menerima sinyal dari seluruh tubuh). Pesan kemudian dihantarkan ke thalamus,
pusat sensoris di otak di mana sensasi seperti panas, dingin, nyeri, dan sentuhan pertama kali
dipersepsikan. Pesan lalu dihantarkan ke cortex, di mana intensitas dan lokasi nyeri dipersepsikan.

16
2. Memahami dan Menjelaskan Nyeri Kepala

2.1 Menjelaskan Definisi Nyeri Kepala

Nyeri Kepala adalah semua perasaan yang tidak menyenangkan di daerah kepala. Nyeri di leher
atau kerongkongan tidak dimasukkan dalam nyeri kepala (Bahrudin, 2013).

Nyeri kepala adalah rasa nyeri atau rasa tidak mengenakkan pada daerah kepala dengan batas
bawah dari dagu sampai kedaerah belakang kepala (area oksipital dan sebagian daerah tengkuk).
International Headache Society (IHS) pada tahun 1988 telah membagi nyeri kepala menjadi dua
yaitu, nyeri kepala primer dan nyeri kepala sekunder. Nyeri kepala primer adalah nyeri kepala
tanpa disertai adanya penyebab struktural organik sedangkan nyeri kepala sekunder adalah nyeri
kepala yang disertai penyebab struktural organik (Nurwulandari, 2014).
Nyeri kepala didefinisikan sebagai suatu perasaan tidak mengenakkan pada daerah kepala yang
sering dikeluhkan dari para penderitanya karena dapat mengganggu aktivitas sehari-hari
(Nurwulandari, 2014).

2.2 Menjelaskan Etiologi Nyeri Kepala

Penyebab nyeri kepala banyak sekali, meskipun kebanyakan adalah kondisi yang tidak
berbahaya (terutama bila kronik dan kambuhan), namun nyeri kepala yang timbul pertama kali
dan akut awas ini adalah manifestasi awal dari penyakit sistemik atau suatu proses intrakranial
yang memerlukan evaluasi sistemik yang lebih teliti (Bahrudin, 2013).
Nyeri kepala bisa dirangsang karena faktor intra kranial (misalnya: meningitis, Sub
Arachnoid Haemorhage (SAH), tumor otak) atau faktor ekstra kranial yang umumnya bukan kasus
neurologi (misalnya: sinusitis, glaukoma) yang keduanya digolongkan sebagai nyeri kepala
sekunder (Bahrudin, 2013).
Secara praktis menurut Bahrudin (2013), penyebab timbulnya nyeri kepala dapat diringkas
sebagai berikut:

1. Circulation: Perdarahan intraserebral, perdarahan subaraknoidal.


2. Encephalomeningitis.
3. Migraine.
4. Eye: Glaucoma, radang, keratitis, anomaly refraksi.
5. Neoplasm (Tumor otak).
6. Trauma capitis: Komusio, kontusio, perdarahan ekstradural, perdarahan subdular.
7. Ear dan nose: Mastoiditis, otitis media, sinusitis, rhinitis.
8. Dental: Gigi, gusi.
9. Cluster headache.
10. Otot: Tension headache
11. Arteritis temporalis.

17
12. Trigeminal neuralgia.
Bila hurut terdepan dirangkai, maka terbentuk kata “CEMENTED COAT”.
Faktor pencetus nyeri kepala misalnya: batuk, tenaga, aktivitas seksual, manuver valsava, atau
tidur). Nyeri kepala yang diperberat oleh batuk, tenaga, aktivitas seksual, maneuver valsava, atau
tidur tumor curiga akan Arterio Venous Malformation (AVM), Sub Arachnoid Hemorrhage
(SAH), atau penyakit vaskuler (Hidayati, 2016).
Menurut penelitian Straube, Heinen, Ebinger et al (2013), secara umum, kami dapat membagi
faktor resiko ke dalam kategori pola hidup, bersekolah dan kejiwaan. Penyebab khas yang sering
ditemukan dari faktor-faktor pola hidup yaitu meliputi:

1. Konsumsi kafein
2. Konsumsi alkohol
3. Merokok
4. Kurangnya aktivitas fisik

2.3 Menjelaskan Klasifikasi Nyeri Kepala

Klasifikasi dan kriteria diagnostik headache dikeluarkan oleh International Headache Society
(IHS) tahun 2013 dalam wujud ICHD-3 (The International Classification of Headache Disorders
3rd edition). Bagi dokter dan para tenaga kesehatan, klasifikasi dari nyeri kepala ini merupakan
patokan dasar untuk menganalisa dan membuat diagnostik dari nyeri kepala yang diderita oleh
pasiennya. Oleh IHS, nyeri kepala dikelompokkan menjadi 3 kategori umum, yaitu Nyeri kepala
Primer (Primary Headaches), Nyeri kepala Sekunder (Secondary Headaches), dan Nyeri kepala
dengan neuropati kranial, nyeri wajah lain dan nyeri kepala lainnya (Painful cranial neuropathies,
other facial pains and other headaches).

 Nyeri Kepala Primer


Nyeri kepala primer merupakan nyeri kepala yang tidak diasosiasikan dengan patologi atau
kelainan lain yang menyebabkannya. Nyeri kepala ini masih dibagi berdasarkan profil gejalanya
menjadi:

 Migrain
Migrain memiliki dua subtipe mayor. Migrain tanpa aura dan migrain dengan aura. Migrain
dengan aura terutama ditandai oleh gejala neurologis yang biasanya mendahului atau kadang-
kadang menemani saat nyeri kepala. Beberapa pasien juga mengalami fase premonitory (fase
pertanda), terjadi beberapa jam atau hari sebelum nyeri kepala, dan fase resolusi. Yg memberi
pertanda dan gejala resolusi seperti menguap berulang, kelelahan dan leher kaku dan / atau sakit.
A. Migrain tanpa aura Deskripsi:
Nyeri kepala berulang dengan manifestasi serangan selama 4-72 jam. Karakteristik nyeri kepala
unilateral, berdenyut, intensitas sedang atau berat, bertambah berat dengan aktivitas fisik yang
rutin dan diikuti dengan mual dan atau fotofobia dan fonofobia
Kriteria diagnostik:

18
a. Sekurang – kurangnya terjadi lima serangan memenuhi yang memenuhi
kriteria B – D
b. Serangan nyeri kepala berlangsung selama 4-72 jam (tidak diobati atau
tidak berhasil diobati)
c. Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara karakteristik berikut:
1. Lokasi unilateral,
2. Kualitas berdenyut,
3. Intensitas nyeri sedang atau berat
4. Keadaan bertambah berat oleh aktivitas fisik atau penderita menghindari aktifitas fisik rutin
(seperti berjalan atau naik tangga)
d. Selama nyeri kepala disertai salah satu dibawah ini:
1. Mual dan atau muntah,
2. Fotofobia dan fonofobia
e. Tidak berkaitan dengan diagnostik lain

B. Migrain dengan aura Deskripsi:


Serangan berulang, bertahan dalam menit, sepenuhnya unilateral secara reversibel baik itu visual,
sensorik atau gejala sistem saraf pusat lainnya yang biasanya berkembang secara bertahap dan
diikuti dengan nyeri kepala dan terkait gejala migrain.
Kriteria diagnostik:
a. Sekurang – kurangnya terjadi dua serangan memenuhi yang memenuhi
kriteria B – D
b. Disertai satu atau lebih gejala aura secara reversibel:
1. Visual
2. Sensoris
3. Bicara dan / atau bahasa
4. Motorik
5. Batang otak
6. Retina

c. Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara empat karakteristik berikut:


1. Minimal satu gejala aura muncul secara bertahap ≥5menit, dan / atau dua atau lebih gejala terjadi
2. Setiap gejala aura berlangsung 5 – 60 menit
3. Minimal satu gejala aura terjadi secara unilateral
4. Disertai aura, atau diikuti selama 60 menit
d. Tidak berkaitan dengan diagnostik lain

 Nyeri Kepala tipe Tegang

19
Nyeri kepala tipe tegang sangat umum terjadi, dengan prevalensi seumur hidup dalam populasi
umum berkisar antara 30% dan 78% dalam studi yang berbeda, dan memiliki dampak sosial-
ekonomi yang sangat tinggi.
A. Nyeri Kepala tipe Tegang episode Jarang Deskripsi:
Episode nyeri kepala yang jarang, bilateral, menekan atau mengikat dan intensitas ringan sampai
sedang, berlangsung menit sampai hari. Rasa sakitnya tidak memburuk dengan aktivitas fisik rutin
dan tidak berkaitan dengan mual, tetapi fotofobia atau fonofobia mungkin ada.
Kriteria diagnostik:
a. Sekurang – kurangnya terjadi 10 episode nyeri kepala dengan rata – rata <1 hari per bulan (<12
hari per tahun) dan memenuhi kriteria B-D
b. Berlangsung dari 30 menit sampai 7 hari
c. Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara empat karakteristik berikut:
1. Lokasi bilateral
2. Kualitasnya menekan atau mengikat (tidak berdenyut)
3. Intensitas ringan sampai sedang
4. Tidak bertambah berat oleh aktivitas fisik seperti berjalan atau naik
tangga
d. Ada 2 ciri berikut:
1. Tidak ada mual atau muntah
2. Tidak >1 fotofobia atau fonofobia
e. Tidak berkaitan dengan diagnostik lain

B. Nyeri Kepala tipe Tegang episode Sering


Deskripsi:
Episode nyeri kepala yang sering, bilateral, menekan atau mengikat dan intensitas ringan sampai
sedang, berlangsung menit sampai hari. Rasa sakitnya tidak memburuk dengan aktivitas fisik rutin
dan tidak berkaitan dengan mual, tetapi fotofobia atau fonofobia mungkin ada.
Kriteria Diagnostik:
a. Sekurang – kurangnya terjadi 10 episode nyeri kepala dengan rata – rata 1 – 14 hari per bulan
selama >3 bulan (≥12 hari dan <180 hari per tahun) dan memenuhi kriteria B-D
b. Berlangsung dari 30 menit sampai 7 hari
c. Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara empat karakteristik berikut:
1. Lokasi bilateral
2. Kualitasnya menekan atau mengikat (tidak berdenyut)
3. Intensitas ringan sampai sedang
4. Tidak bertambah berat oleh aktivitas fisik seperti berjalan atau naik
tangga
d. Ada 2 ciri berikut:
1. Tidak ada mual atau muntah
2. Tidak >1 fotofobia atau fonofobia

20
e. Tidak berkaitan dengan diagnostik lain

C. Nyeri Kepala tipe Tegang yang Kronik


Deskripsi:
Sebuah gangguan berkembang dari nyeri kepala tipe tegang episode sering, dengan episode nyeri
kepala harian atau sangat sering, bilateral, kualitas menekan atau mengikat dan intensitas ringan
sampai sedang, berlangsung jam sampai hari, atau tidak ada hentinya. Rasa sakit tidak memburuk
dengan aktivitas fisik rutin, tetapi mungkin terkait dengan mual ringan, fotofobia atau fonofobia.
Kriteria diagnostik:
a. Sekurang – kurangnya terjadi ≥15 hari per bulan dengan rata – rata selama >3 bulan (≥180 hari
per tahun) dan memenuhi kriteria B-D
b. Berlangsung dari 30 menit sampai 7 hari
c. Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara empat karakteristik berikut:
1. Lokasi bilateral
2. Kualitasnya menekan atau mengikat (tidak berdenyut)
3. Intensitas ringan sampai sedang
4. Tidak bertambah berat oleh aktivitas fisik seperti berjalan atau naik
tangga
d. Ada 2 ciri berikut:
1. Tidak ada mual atau muntah
2. Tidak >1 fotofobia atau fonofobia
3. Tidak berkaitan dengan diagnostik lain

Trigeminal autonomic cephalalgias (TACs)


A. Nyeri Kepala tipe Cluster
Deskripsi:
Serangan berat, nyeri yang ketat dan unilateral pada orbital, supraorbital, temporal atau dalam
bentuk kombinasi, berlangsung 15 – 180 menit dan terjadi mulai dari sekali setiap hari sampai
delapan kali sehari. Rasa sakit terkait dengan injeksi konjungtiva yang ipsilateral, lakrimasi,
hidung tersumbat, rhinorrhoea, dahi dan wajah berkeringat, miosis, ptosis dan / atau edema
kelopak mata, dan / atau dengan kegelisahan.
Kriteria diagnostik:
a. Sekurang – kurangnya terjadi lima serangan memenuhi yang memenuhi kriteria B – D
b. Nyeri pada orbital, supraorbital dan / atau temporal yang berat atau sangat berat secara unilateral
berlangsung 15-180 menit (saat tidak diobati)
c. Salah satu atau kedua hal berikut:
1. Sekurang - kurangnya satu dari gejala atau tanda-tanda berikut,
ipsilateral untuk:
a) Injeksi konjungtiva dan / atau lakrimasi
b) Hidung tersumbat dan / atau rhinorrhoea

21
c) Edema kelopak mata
d) Dahi dan wajah berkeringat
e) Dahi dan kemerahan pada wajah
f) Sensasi penuh pada telinga
g) Miosis dan / atau ptosis
2. Rasa gelisah atau agitasi
d. Serangan memiliki frekuensi antara satu setiap lain hari dan delapan per
hari selama lebih dari setengah dari waktu ketika gangguan tersebut aktif
e. Tidak berkaitan dengan diagnostik lain.

B. Paroxysmal hemicrania
Deskripsi:
Serangan berat, nyeri yang ketat dan unilateral pada orbital, supraorbital, temporal atau dalam
bentuk kombinasi, berlangsung 2 - 30 menit dan terjadi beberapa kali setiap harinya. Serangan
berkaitan dengan injeksi konjungtiva, lakrimasi, hidung tersumbat, rhinorrhoea, dahi dan wajah
berkeringat, miosis, ptosis dan / atau edema kelopak mata yang ipsilateral. Terapat respons yang
pasti terhadap indomethacin.
Kriteria diagnostik:
a. Sekurang – kurangnya terjadi 20 serangan memenuhi yang memenuhi kriteria B – E
b. Nyeri orbital, supraorbital dan / atau temporal yang berat secara unilateral berlangsung 2 – 30
menit
c. Sekurang - kurangnya satu dari gejala atau tanda-tanda berikut, ipsilateral untuk:
1) Injeksi konjungtiva dan / atau lakrimasi
2) Hidung tersumbat dan / atau rhinorrhoea
3) Edema kelopak mata
4) Dahi dan wajah berkeringat
5) Dahi dan kemerahan pada wajah
6) Sensasi penuh pada telinga
7) Miosis dan / atau ptosis
d. Frekuensi serangan terjadi lebih dari lima kali per hari
e. Serangan dapat dicegah dengan terapi indomethacin
f. Tidak berkaitan dengan diagnostik lain

 Nyeri Kepala Sekunder


Nyeri kepala sekunder merupakan nyeri kepala yang dikarenakan penyakit lain sehingga terdapat
peningkatan tekanan intrakranial atau nyeri kepala yang jelas terdapat kelainan anatomi maupun
struktur.
A. Nyeri kepala karena trauma pada kepala dan / atau leher
B. Nyeri kepala karena gangguan vaskular pada kranial atau servikal

22
C. Nyeri kepala karena gangguan non vaskular pada intrakranial
D. Nyeri kepala karena suatu substansi atau withdrawal
E. Nyeri kepala karena infeksi
F. Nyeri kepala karena gangguan homeostasis
G. Nyeri kepala atau nyeri wajah karena gangguan pada kranial, leher, mata,
telinga, hidung, rongga sinus, gigi, mulut, atau struktur wajah atau kranial
lainnya
H. Nyeri kepala karena gangguan psikiatri

Nyeri kepala secara general dibagi atas:

 Nyeri kepala Intrakranial

Daerah sensitif nyeri tempurung kepala

Jaringan otak sendiri tidak sensitif terhadap rasa sakit, perangsangan jaringan otak,
terutama korteks akan malah menimbulkan sensai nyeri di tempat yang jauh (misal tangan atau
kaki). Sebaliknya, tekanan , regangan, segala bentuk cedera yang mempengaruhi sinus venosis dan
arteri di otak (terutama arteri meningea media) akan menyebabkan nyeri kepala yang sangat hebat

Daerah kepala tempat peralihan nyeri kepala intrakranial

Semua rangsangan berupa [eristiwa apapun yang terjadi diatas tentorium cerebri akan
menimbulkan manifestasi sakit kepala separuh bagian frontal, sedangkan stimulasi-stimulasi yang
berasal dari bawah bagian bawah Tentorium (batang otak, serebelum) akan bermanifestasi sebagai
sakit kepala pada separuh belakang kepala

o Nyeri kepala meningitis

23
 Peradangan selaput otak yang terjadi pada meningitis akan bermanifestasi
sebagi sakit kepala yang terjadi di semua derah kepala
o Nyeri kepala akibat kekurangan CSF
 Apabila seseorang dikeluarkan sebagian CSF nya maka akan timbul nyeri
hebat saat ia berdiri
o Nyeri kepala Migrain
 Nyeri ini disebabkan oleh gangguan vaskular yang dapat juga terkait faktor
psikogenik
o Nyeri kepala alkoholik
 Hal ini ditimbulkan akibat konsumsi alkohol berlebih, alkohol toksik
terhadap jaringan otak
o Nyeri kepala konstipasi
 Konstipasi dapat menimbulkan nyeri kepala
 Nyeri kepala ekstrakranial
o Nyeri kepala akibat spasme otot
 Nyeri ini dapat ditimbulkan oleh ketegangan emosional yang menyebabkan
spasme otot-oto yang melekat pada kulit kepala , leher, dan occiput.
Keadaan ini diduga merupakan penyebab umum timbulnya nyeri kepala.
Sebagai akibatmnya, nyeri akan dialihkan ke daerah kepala yang lebih
dalam, menyebabkan rasa nyeri yang ada serupa dengan nyeri kepala
intrakranial dan terasa parah.
o Nyeri kepala akibat iritasi hidung dan struktur sekitarnya
 Peradangan [pada mukosa hidung dan struktur terkait (misal:si9nus) akan
menyebabkan nyerikepala yang akan dialihkan kebagian belakang mata
atau permukaan frontal dahi dan kulit kepala.
o Nyeri kepala akibat kelainan mata.
 Nyeri kepala yang timbul pada tipe ini dapat disebabkan oleh kerja
muskulus ciliaris yang berlebihan dalam upaya akomodasi saat seseorang
berusaha memfokuskan terhadap sesuatu, yang akan menimbulkan spasme
otot okuler dan otot facialis atau juga saat terpajan cahaya yang berlebihan,
dimana akan terjadi cedera retina dan menimbulkan rasa nyeri.

2.4 Menjelaskan Patofisiologi Nyeri Kepala

Sensitisasi nyeri kepala terdapat di nosiseptor meningeal dan neuron trigeminal sentral.
Sebagian besar pembuluh darah intrakranial mendapatkan inervasi sensoris dari ganglion
trigeminal, dan menghasilkan neuropeptida yang akan mengaktivasi nosiseptor-nosiseptor.
Neuropeptida yang dihasilkan seperti CGRP (Calcitonin Gene Related Peptide) yang paling besar
dan diikuti oleh SP (substance P), NKA (Neurokinin A), PACAP (Pituitary Adenylate Cyclase
Activating Peptide, nitricoxide (NO), molekul prostaglandin E2 (PGEJ2), bradikinin, serotonin (5-
HT) dan adenosin triphosphat (ATP). Batang otak merupakan organ yang memiliki peranan

24
penting dalam transmisi dan modulasi nyeri baik secara ascending maupun descending.
Periaquaductal grey matter, locus coeruleus, nucleus raphe magnus dan reticular formation yang
berada di batang otak akan mengatur integrasi nyeri, emosi dan respons otonomik. Sehingga dapat
dikatakan batang otak merupakan generator dan modulator sefalgi.

Gambar Patofisiologi Nyeri Kepala


1. Rangsangan yang menganggu diterima oleh nosiseptor (reseptor nyeri) polimodal dan
mekanoreseptor di meninges dan neuron ganglion
trigeminal
2. Pada innervasi sensoris pembuluh darah intrakranial (sebagian besar
berasal dari ganglion trigeminal) di dalamnya mengandung neuropeptida seperti CGRP /
Calcitonin Gene Related Peptide, Substance P, Nitric oxide, bradikinin, serotonin yang
semakin mengaktivasi / mensensitisasi nosiseptor
3. Rangsangan di bawa menuju cornu dorsalis cervical atas
4. Transmisi dan modulasi nyeri terletak pada batang otak ( periaquaductal
grey matter, nucleus raphe magnus, formasio retikularis)
5. Hipotalamus dan sistem limbik memberikan respon perilaku dan emosional terhadap nyeri
6. Pada talamus hanya terjadi persepsi nyeri
7. Dan terakhir pada korteks somatosensorik dapat mengetahui lokasi dan
derajat intensitas nyeri

2.5 Menjelaskan Manifestasi Klinis Nyeri Kepala

1. MIGRAIN

25
 Sakit kepala berdenyut atau berdetak, dengan intensivitas sedang-berat dengan aktivitas
fisik atau gerakan
 Unilateral dan nyeri terletak di area frontotemporal dan ocular, tetapi dapat juga
dirasakan disekitar kepala atau leher
 Nyeri dirasakan bertambah dalam 1-2jam, progresif ke arah posterior dan menjadi difus
 Sakit kepala menetap 4-72 jam
 Nausea (80%) dan muntah (50%), termasuk anorexia dan intoleransi makanan
 Sensitive terhadap cahaya dan suara

Ciri migraine dengan aura :


 Dapat mendahului atau menyertai fase sakit kepala atau dapat terjadi terpisah
 Biasanya berkembang lebih 5-20 menit dan berlangsung kurang dari 60 menit
 Paling sering visual tetapi bisa sensorik, motorik, atau kombinasi dari ini
 Gejala Visual mungkin positif atau negatif
 Fenomena visual yang paling umum positif adalah skotoma gemilang, busur atau
pengelihatan tidak dengan berkilauan atau berkilauan perbatasan zigzag

Yang ditemukan pada pemeriksaan fisik :


 Nyeri pada otot kranial/servikal
 Syndrome horner (miosis relative dengan 1-2mm ptosis pada sisi yang sama dengan
sakit kepala)
 Injeksi konjungtiva
 Tachycardia atau bradycardia
 Hypertension atau hypotension
 Hemisensory atau hemiparetic neurologic deficits (ie, complicated migraine)
 Adie-type pupil

Fase-fase pada migraine :


a. Prodrome
60% orang mengalami gejala sebelum terjadi seragan migraine (bisa beberapa jam atau
beberapa hari sebelum onset sakit kepala)
o Tingginya sensitivitas terhadap cahaya, suara dan bau
o Lethargy atau menguap yang tidak terkontrol
o Mengidam makanan
o Perubahan mental dan perasaan (depresi, marah, euphoria)
o Haus berlebihan dan polyuria
o Retensi cairan
o Anorexia
o Konstipasi atau diare
b. Aura
Migraine dengan aura adalah gejala neurologi kompleks yang terjadi sebelum atau
bersamaan dengan fase sakit kepala atau juga dapat terpisah. Biasanya terjadi 5-20 menit
dan bertahan kurang dari 60 menit.
o Gejala aura Visual
Gejala negatif
- Homonymous hemianopic or quadrantic field defects

26
- Central scotomas
- Tunnel vision
- Altitudinal visual defects
- Complete blindness

hilangnya penglihatan keseluruhan


sebelah kanan
. central scotoma

Gejala positif yang paling sering adalah : scotomo scintillating (gemerlap). Terdiri dari
lengkung hilangnya penglihatan dengan batas zigzag bersinar. Awal terjadi di area
parasentral dan meluas dan menyebrang ke hemisphere.

.
Multiple spotty scotomata
o Gejala aura Sensorik
Paresthesia, pada 40% kasus. Paling sering adlaah cheiro-oral dengan mati rasa
dimulai dari tangan, kemudian ke lengan dan ke wajah, bibir, lidah. Biasanya
mengikuti aura visual. Paresthesia terjadi 10-20 menituntuk menyebar
o Gejala aura Motorik
18% terjadi pada pasien dan biasanya berhubungan dengan gejala sensorik.
Merupakan perasaan berat pada anggota badan sebelum sakit kepala tetapi tanpa
kelemahan yang berarti.
c. Postdromal
Terjadi 24 jam setelah sakit kepala

27
- Lelah
- Perasaan euphoric atau segar yang tidak biasa
- Myalgia atau lemah otot
- Anorexia atau mengidam makanan
2.6 Menjelaskan Cara Diagnosis dan Diagnosis Banding Nyeri Kepala

Anamnesis
 Apa yang dimaksud dengan nyeri kepala? Adakah rasa nyeri? Bagaimana rasanya?
(misalnya berdenyut, menusuk, atau sakit)
 Bagaimana awalnya? Apakah timbulnya bertahap atau mendadak? Apa yg memicunya?
Pernah kah ada gejala penyerta, misalnya gannguan penglihatan, muntah, mual , demam,
fotofobia, kaku leher, atau deficit neurologis.
 Seberapa sering (onset) nyerinya.
 Apakah yg memicu timbulnya nyeri? (ketegangan, kecemasan dsb)
 Adakah tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial? Apakah nyeri kepala diperberat
dengan batuk atau tegangan? Adakah nyeri kepala hingga membangunkan pasien?
 Adakah tanda-tanda meningitis? (gejala penyerta: kaku leher, fotofobia, demam,
mengantuk)
 Adakah riwayat nyeri kepala yang sangat mendadak yang menunjukkan perdarahan
subarachnoid.
 Adakah perubahanm kemunduran kemampuan mental.
 Adakah obat-obatan yang dikonsumsi sebelumnya.
 Tanyakan riwayat penyakit keluarga khususnya migren, perdarahan otak, perdarahan
subarachnoid,atau pun meningitis.
Pemeriksaan fisik
 Periksa keadaan pasien apakah jelas tidak nyaman, muntah atau fotofobik
 Cari adanya pireksia, kaku otot, dan tanda kernig
 Adakah kelainan neurologis pada pemeriksaan ssp lengkap
 Cari secara khusus kelainan cara berjalan, tanda lateralisasi, tanda peningkatan intra
kranial (misalnya edema papil, bradikardia, hipertensi atau kelumpuhan saraf kranial)
Pemeriksaan laboratorium
 CT Scan atau MRI
 EEG
 Pemeriksaan lain : kadar Pb, analisa gas darah.

Tension Type Headache (TTH)


Tension Type Headache harus memenuhi syarat yaitu sekurang ± kurangnya dua dari
berikut ini : (1)adanya sensasi tertekan/terjepit, (2) intensitas ringan ± sedang, (3) lokasi bilateral,
(4) tidak diperburuk aktivitas. Selain itu, tidak dijumpai mual muntah, tidak ada salah satu dari
fotofobia dan fonofobia. Gejala klinis dapat berupa nyeri ringan- sedang ± berat, tumpul seperti
ditekan atau diikat, tidak berdenyut, menyeluruh, nyeri lebih hebat pada daerah kulit kepala,

28
oksipital, dan belakang leher, terjadi spontan, memburuk oleh stress, insomnia, kelelahan kronis,
iritabilitas, gangguan konsentrasi, kadang vertigo, dan rasa tidak nyaman pada bagian leher, rahang
serta temporomandibular. Pemeriksaan Penunjang Tension Type Headache (TTH) Tidak ada uji
spesifik untuk mendiagnosis TTH dan pada saat dilakukan pemeriksaa neurologik tidak ditemukan
kelainan apapun. TTH biasanya tidak memerlukan pemeriksaan darah, rontgen, CT scan kepala
maupun MRI.

KRITERIA DIAGNOSTIK SAKIT KEPALA TIPE TENSION (NYERI KEPALA TEGANG


OTOT / TTH)
A. Paling tidak ada dua dari karakteristik nyeri berikut:
1. Menekan / mengencang (bersifat tidak berdenyut)
2. Intensitas ringan atau sedang (dapat mengahmbat tapi tidak mencegah aktivitas)
3. Lokasi bilateral
4. Tidak memberat dengan menaiki tangga atau aktivitas fisik rutin serupa
B. Terjadi kedua keadaan berikut:
1. Tidak ada mual atau muntah (bisa terjadi anoreksia); dan
2. Ada fotofobia dan fonofobia, atau hanya ada satu (fotofobia atau fonofobia)
C. Paling tidak ada salah satu dari keadaan berikut:
1. Riwayat dan pemeriksaan fisik dan atau neurologis tidak menunjukkan bahwa sakit kepala
merupakan akibat sekunder dari penyakit organic atau metabolic sistemik.
2. Riwayat dan atau pemeriksaan fisik dan atau neurologis menunjukkan adanya gangguan tsb, tetapi
gangguan tsb disingkirkan oleh pemeriksaan yang sesuai.
3. Ada gangguan, tetapi tidak terjadi sakit kepala tipe tension untuk pertama kali temporal
berhubungan erat dengan gangguan.
KRITERIA DIAGNOSTIK SAKIT KEPALA TIPE TENSION EPISODIK

A. Kriteria diagnostic meliputi


1. Paling tidak terjadi 10 episode sakit kepala sebelumnya; jumlah hari sakit kepala 180 per tahun
(<15 per bulan)
2. Sakit kepala berlangsung dari 30 menit sampai 7 hari

KRITERIA DIAGNOSTIK SAKIT KEPALA TIPE TENSION KRONIS


A. Kriteria diagnostic meliputi
1. Rata-rata frekuensi sakit kepala ≥ 15 hari per bulan (≥ 180 hari per tahun) selama ≥ 6 bulan

KRITERIA DIAGNOSTIK SAKIT KEPALA TIPE TENSION YANG BERHUBUNGAN


DENGAN GANGGUAN OTOT PERIKRANIUM
A. Paling tidak ada salah satu dari keadaan berikut:
1. Peningkatan nyeri tekan otot perikranium yang diperlihatkan dengan palpasi manual ata algometes
tekanan
2. Peningkatan aktivitas elektromiografi otot perikranium saat istirahat atau selama uji fisiologis

29
KRITERIA DIAGNOSTIK SAKIT KEPALA TIPE TENSION YANG TIDAK
BERHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN OTOT ERIKRANIUM
A. Tidak ada peningkatan nyeri tekan otot perikranium; bila diteliti, elektromiograf otot perikranium
mempelihatkan tingkat aktivitas yang normal.

Migren
Anamnesa riwayat penyakit dan ditegakkan apabila terdapat tanda ± tanda khas migren.
Kriteria diagnostik IHS untuk migren dengan aura mensyaratkan bahwa harus terdapat paling tidak
tiga dari empat karakteristik berikut : (1) migren dengan satu atau lebih aura reversibel yang
mengindikasikan disfungsi serebral korteks dan atau tanpa disfungsi batang otak, (2) paling tidak
ada satu aura yang terbentuk berangsur ± angsur lebih dari 4 menit, (3) aura tidak bertahan lebih
dari 60 menit, (4) sakit kepala mengikuti aura dalam interval bebas waktu tidak mencapai 60 menit.
Kriteria diagnostik IHS untuk migren tanpa aura mensyaratkan bahwa harus terdapat paling
sedikit lima kali serangan nyeri kepala seumur hidup yang memenuhi kriteria berikut : (a)
berlangsung 4 ± 72 jam, (b) paling sedikit memenuhi dua dari : (1) unilateral , (2) sensasi
berdenyut, (3) intensitas sedang berat, (4) diperburuk oleh
aktifitas, (3) bisa terjadi mual muntah, fotofobia dan fonofobia. Pemeriksaan Penunjang Migren
Pemeriksaan untuk menyingkirkan penyakit lain ( jika ada indikasi) adalah pencitraan ( CT scan
dan MRI) dan punksi lumbal.

Pasien mengalami minimail 5 kali serangan yang memenuhi 3 syarat dan tidak
disebabkan karena gangguan lain.
Pertama, serangan harus berlangsung 4-72 jam (tidak diterapi atau gagal diterapi).
Kedua, sakit kepala harus memenuhi minimal 2 ciri dibawah ini :
- Lokasi unilateral
- Berdenyut
- Intensitas sedang atau berat
- Gangguan atau menyebabkan malas beraktifitas (berjalan atau menaiki tangga)
Ketiga, selama serangan, pasien harus mengalami (min 1) :
- Nausea dan/atau muntah
- Fotofobia dan fonofobia

KRITERIA DIAGNOSTIK MIGRAIN TANPA AURA


A. Palin tidak lima serangan memenuhi B-D
B. Serangan sakit kepala berlangsung 4 sampai 72 jam (tidak ditangani atau tidak berhasil di tangani)
C. Sakit kepala paling tidak memiliki dua karakteristik berikut:
1. Lokasi unilateral
2. Bersifat berdenyut
3. Intensitas sedang atau berat (menghambat atau mencegah aktivitas harian)
4. Memberat dengan menaiki tangga atau aktivitas fisik rutin serupa
D. Selama sakit kepala, paling tidak ada salah satu dari keadaan berikut:
1. Mual dan atau muntah
2. Fotofobia dan fonofobia
E. Paling tidak, ada salah satu dari keadaan berikut:

30
1. Rowayat dan pemeriksaan fisik dan neurologis tidak mennunjukkan bahwa sakit kepala
merupakan akibat sekunder dari penyakit organic atau metabolic sistemik
2. Riwayat dan atau pemeriksaan fisik dan atau neurologis mennunjukkan gangguan tersebut, tetapi
gangguan tersebut disingkirkan oleh penyelidikan yang sesuai
3. Gangguan ada, tetapi serangan migraine tidak muncul saat pertama kali temporal berhubungan
erat dengan gangguan.

KRITERIA DIAGNOSTIK MIGRAIN DENGAN AURA


A. Paling tidak dua serangan memenuhi B
B. Paling tidak ada tiga dari empat karakteristik berikut:
1. Satu atau lebih gejala aura yang sepenuhnya reversible menunjukkan disfungsi kortikal serebral
fokal dan atau batang otak.
2. Paling tidak satu gejala aura berkembang secara bertahap selama lebih dari 4 menit atau dua atau
lebih gejala terjadi secara berurutan.
3. Tidak ada gejala aura yang berlangsung lebih dari 60 menit (bisa juga dimulai sebelum atau
bersama dengan aura).
4. Sakit kepala yang mengikuti aura dengan interval bebas kurang dari 60 menit (bisa juga dimulai
sebelum atau bersama dengan aura).
C. Paling tidak ada satu dari keadaan berikut:
1. Riwayat dan atau pemeriksaan fisik dan atau neurologis tidak menunjukkan bahwa sakit kepala
merupakan akibat sekunder dari penyakit organic atau metabolic sistemik.
2. Riwayat dan atau pemeriksaan fisik dan atau neurologis menunjukkan adanya gangguan tsb, tetapi
gangguan tsb disingkirkan oleh pemeriksaan yang sesuai.

Sakit Kepala Cluster


Tidak seperti migraine, nyeri kepala cluster selalu unilateral dan biasanya terjadi pada
region yang sama secara berulang-ulang. Nyeri kepala ini umumnya terjadi pada malam hari,
membangunkan pasien dari tidur, terjadi tiap hari, seringkali terjadi lebih dari sekali dalam satu
hari. Nyeri kepala ini bermulai sebagai sensasi terbakar (burning sensastion) pada aspek lateral
dari hidung atau sebagai sensasi tekanan pada mata. Injeksi konjunctiva dan lakrimasi ipsilateral,
kongesti nasal, ptosis, photophobia, sindrom Horner, bahkan ditemukan pula pasien dengan gejala
gastrointestinal.

31
KRITERIA DIAGNOSTIK UNTUK SAKIT KEPALA CLUSTER
A. Paling tidak ada lima serangan memnuhi B-D
B. Nyeri unilateral orbital, supraorbital, dan atau temporal yang berat berlangsung 15 sampai180
menit jika tidak ditangani
C. Sakit kepala berhubungan dengan paling tidak satu dari tanda berikut, yang harus ada bersama
dengan nyeri:
1. Pembukaan pembuluh darah di konjungtiva berdilatasi
2. Lakrimasi
3. Hidung tersumbat
4. Pilek
5. Bengkak dahi dan wajah
6. Meiosis
7. Ptosis
8. Edema kelopak mata
D. Frekuensi serangan; dari 1 kali per dua hari sampai 8 kali per hari
E. Paling tidak terdapat satu dari keadaan berikut:
1. Riwayat dan pemeriksaan fisik dan neurologis tidak menunjukkan bahwa sakit kepala merupakan
akibat sekunder dari penyakit organic atau metabolic sistemik.
2. Riwayat dan atau pemeriksaan fisik dan atau neurologis menunjukkan adanya gangguan tsb, tetapi
gangguan tsb disingkirkan oleh pemeriksaan yang sesuai.
3. Ada gangguan, tetapi tidak terjadi sakit kepala tipe tension untuk pertama kali temporal
berhubungan erat dengan gangguan.
F. Sakit kepala cluster, periiodisitas tidak ditentukan
G. Serangan sakit kepala cluster episodic dengan periode yang berlangsung selama 7 hari ampai 1
tahun yang dipidahkan oleh periode bebas nyeri berlangsung ≥ 14 hari
H. Sakit kepala cluster kronis; serangan terjadi selama lebih dari 1 tahun tanpa remisi atau dengan
remisi yang berlangsung ≥ 14 hari

Pemeriksaan dengan alat sangat tergantung pada hasil pemeriksaan klinis dan ada atau tidaknya
defisit neurologis. Pemeriksaan tambahan tidak selalu diperlukan. Pada kebanyakan kasus
diagnosis cukup ditegakkan dengan pemeriksaan klinis saja. Beberapa alat yang bisa digunakan
antara lain:
1. Elektroensefalografi (EEG)
Menurut Bahrudin (2013), pemeriksaan ini berguna untuk mengetahui lokasi
dari proses, bukan untuk mengetahui etiologisnya. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan serial,
dan biaya masih dapat dijangkau oleh sebagaian besar masyarakat.
Bila terdapat gangguan lapangan penglihatan.
Bila terdapat gangguan fungsi saraf otak.
Bila pasien mengeluh black-out (epilepsi?, sinkope?).
Nyeri kepala yang menetap pada satu sisi disertai dengan gangguan saraf otak ringan.
Perubahan dari lamanya dan sifat nyeri kepala.
Bila setelah diberikan pengobatan tidak ada perbaikan dari nyeri kepala.
2. CT scan

32
Menurut Bahrudin (2013), dengan pemeriksaan ini dapat diketahui tidak hanya letak dari proses
tapi sering juga etiologi dari proses tersebut. Sayangnya, biaya pemeriksaan masih mahal.
Menurut Bahrudin (2013), indikasi terdapat kejang fokus:
a. Bila terdapat kejang fokal.
b. Bila terdapat defisit neurologis yang persisten.
c. Nyeri kepala pada satu sisi yang tidak berubah disertai dengan kelainan neurologis
kontralateral dengan adanya suatu bruit.
d. Perubahan dari pola nyeri kepala baik mengenai frekuensi, sifat, dan lamanya.
e. Penurunan kesadaran yang lebih lama dari satu jam disertai gangguan saraf otak.

D. Pemeriksaan Laboratorium
Menurut Bahrudin (2013), pemeriksaan ini dikerjakan hanya bila ada indikasi:
a. Darah, bila diduga adanya infeksi atau gangguan penyakit dalam
(anemia, gangguan metabolik).
b. Cairan serebro spinal (CSS) bila pada pemeriksaan klinis dicurigai adanya meningitis.
Secara ringkas dapat disimpulkan bila pasien mengeluh nyeri kepala pastikan ada tanda
meningeal atau tidak bila ada tanda meningeal lakukan pemeriksaan CT scan (Bahrudin, 2013).

Diagnosis Banding
Jenis Nyeri kepala Gejala lain Pemeriksaan fisik

Nyeri kepala tegang Seluruh bagian kepala Nyeri / kaku leher Normal
(Tension Headache,
TTH)

Migrain - Berdenyut - Muntah - Normal (bisa


- Unilateral - Aura visual migraine
- Rekuren - Fotofobia ‘hemiplegik’ tapi
jarang)
Cluster - Terlokalisasi di mata Mata berair Injeksi konjungtiva
- Rekuren
Subaraknoid Onset - Kaku leher
sangat - Meningitis
mendadak - Fotofobia - Perdarahan
subhialoid

Meningitis Berat - Kaku leher - Menignitis


- Demam - Demam
- Mengantuk
- Fotofobia
TIK meningkat - Memburuk dengan Gejala neurologis - Edema papil
regangan / batuk - Tanda neurologis
- Nyeri kepala dini hari fokal
At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jonathan Gleadle.

2.7 Menjelaskan Tatalaksana Nyeri Kepala

33
Penatalaksanaan secara umum, tatalaksana berupa :

1. Saat serangan beri terapi simtomatik

2. Bila factor pencetus dikenali maka harus dihindari

3. Ansietas dan depresi harus diobati

4. Relaksasi dan latihan pernafasan

Terapi simtomatik

1. Banyak pasien yang membaik dengan pemberian aspirin atau paracetamol. Beberapa pasien
mendapat hasil yang lebih baik bila ditambahkan fenobarbital dosis kecil.

2. Nyeri kepala hebat dapat diobati dengan kodein 30-60 mg

3. Nausea dan fomitus dapat dihilangkan dengan prometazin 25-50 mg atau proglorperazin 5-10
mg

4. Bila pasien tidak dapat tidur, dapat diberikan nitrazepam 5-10 mg sebelum tidur

5. Penggunaan yang berlebihan dari obat-obat yang mengandung barbiturate, kafein dan opiate
harus dihindari karena dapat menimbulkan eksaserbasi nyeri kepala bila obat tersebut dihentikan

6. Migren yang disertai kelainan saraf ( migren komplikata ), ergotamine sebaiknya tidak
diberikan. Obat yang dianjurkan adalah propanolol HCL dengan dosis 3-4 x 40 mg sehari. Hati-
hati kontraindikasi propanolol.

7. Migren menstrual diberikan anti inflamasi nonsteroid 2 hari sebelum haid, sampai haid berhenti,
yaitu natrium naproksen, asamefenamat, atau ketoprofen, dll

Terapi abortif

Harus diberikan sedini mungkin, tetapi sebaiknya pada saat mulai timbul nyeri kepala. Obat yang
dapat digunakan :

1. Ergotamine tartrat dapat diberikan persendiri atau dicampur dengan obat antiemetic, analgesic,
atau sedative. Banyak preparat yang dicampur dengan kafein untuk potensiasi efek ( cavergot )
atau ditambah lagi zat sedative luminal ( bellapheen atau ergophen ). Kontraindikasi pemberian
ergotamine adalah adanya penyakit pembuluh darah arteri perifer atau pembuluh koroner, penyakit
hati atau ginjal, hipertensi, atau kehamilan. Efek sampingnya mual, muntah, dank ram. Ergotisme
dapat terjadi berupa gangguan mental dan gangrene. Dosis oral umunya 1 mg pada saaat serangan,
di ikuti 1mg setiap 30 menit, sampai dosis maksimum 5 mg per serangan atau 10 mg per minggu.

34
2. Dihidroergotamin ( DHE ) merupakan argonis reseptor 5-HTI ( Serotinin ) yang aman dan
efektif untuk menghilangkan serangan migren dan efek samping mual yang kurang dan lebih
bersifat venokontrikson. Dosis 1 mg intravena selama 2-3 menit dan didahului dengan 5-10 mg
metoklopramit ( primperan ) untuk menghilangkan mual dan dapat diulang setiap satu jam total 3
mg.

3. Sumatriptan subsinat ( imitrex ) merupakan zat yang bekerja sebagai agonis selektif reseptor 5-
hidroksi triptamin ( 5-HTID ) yang efektif dan cepat menghilangkan serangan nyeri kepala migren.
Obat ini dapat diberikan subkutan dengan sebuah autoinjektor. Sumatriptan terbukti efektif dalam
menghilangkan nyeri kepala dan mual pada migren. Dosis lazim adalah 6 mg subcutan, dapat
diulang dalam waktu 1 jam bila diperlukan ( jangan melampaui 12 mg /24 jam ). Efek samping
ringan berupa reaksi local pada kulit, muka merah, kesemutan dan nyeri leher, serta kadang-
kadang nyeri dada, kontraindikasi obat ini adalah angina, penyakit koroner, hipertensi atau
penggunaan yang bersamaan dengan ergotamine atau vasokontriktor lainnya. Sumatriptan tidak
boleh diberikan pada migren basiler atau migren hemiplegit.

Secara Farmakologis

1. Penggunaan obat analgesic

Metode pengobatan yang paling umum kronis adalah penggunaan obat. Banyak orang mencoba
untuk mencari bantuan dari obat-obatan analgesik nyeri seperti aspirin, asetaminofen, senyawa
aspirin, ibuprofen, dan narkotika. Namun demikian ada beberapa jenis obat seperti Ergotamin
(Cafergot), triptans (Imitrex), dan prednisone (Deltasone) bila digunakan dalam jangka panjang
dapat mengakibatkan peningkatan sakit kepala. Obat penghilang rasa sakit tersebut hanya
membantu sementara, tetapi sakit kepala menjadi lebih re-aktif dan tumbuh dalam intensitas bila
digunakan terus-menerus (sakit kepala rebound). Ini benar-benar dapat membuat tubuh kurang
responsif terhadap pengobatan pencegahan. Oleh karena itu, obat analgesik sering disarankan
untuk sakit kepala yang tidak kronis di alami.
2. Profilaksis (pencegahan) obat

Obat-obatan yang umum yang paling sering digunakan untuk mengobati chepalgia kronis disebut
obat-obatan profilaksis, yang digunakan untuk mencegah sakit kepala. Obat-obatan profilaksis
direkomendasikan untuk pasien sakit kepala kronis karena percobaan bervariasi membuktikan
bahwa obat mengurangi frekuensi, keparahan, dan kecacatan yang berhubungan dengan sakit
kepala kronis. Mayoritas obat profilaksis bekerja dengan menghambat atau meningkat
neurotransmissions di otak, sering mencegah otak dari menafsirkan sinyal rasa sakit.

Pencegahan obat-obatan termasuk gabapentin (gabapentin), Tizanidine (Zanaflex), fluoxetine


(Prozac), amitriptyline (Elavil), dan topiramate (Topamax). Dalam pengujian, gabapentin
ditemukan untuk mengurangi jumlah hari sakit kepala per bulan sebesar 9,1% . Tizanidine
ditemukan untuk mengurangi frekuensi sakit kepala rata-rata per minggu, intensitas sakit kepala,
dan durasi sakit kepala berarti. Melalui penelitian, Fluoxetine menghasilkan peringkat suasana hati

35
lebih baik dan “peningkatan yang signifikan dalam-bebas hari sakit kepala.” Satu studi
menemukan bahwa frekuensi sakit kepala selama jangka waktu 28 hari menurunkan untuk pasien
sakit kepala kronis pada penggunaan topiramate. Obat lain untuk mencegah sakit kepala adalah
toksin botulinum tipe A (BoNTA atau BOTOX), yang diberikan melalui suntikan.

Secara Non farmakologis

1. Terapi Fisik

Dalam terapi fisik, pasien bekerja sama dengan ahli terapi untuk membantu mengidentifikasi dan
mengubah kebiasaan fisik atau kondisi yang mempengaruhi sakit kepala kronis. Terapi fisik untuk
sakit kepala harian kronis berfokus pada tubuh bagian atas, termasuk punggung atas, leher, dan
wajah. Therapist menilai dan meningkatkan tubuh postur pasien, yang dapat memperburuk sakit
kepala. Selama sesi latihan, terapis menggunakan terapi manual, seperti pijat, peregangan, atau
gerakan bersama untuk melepaskan ketegangan otot. Metode lain untuk mengendurkan otot
termasuk penggunaan rangsangan panas, kantong es, dan “rangsangan listrik.” Terapis juga
mengajarkan penderita sakit kepala kronis-latihan di rumah untuk memperkuat dan peregangan
otot-otot yang dapat memicu sakit kepala. Dalam terapi fisik, pasien harus mengambil peran aktif
untuk berlatih latihan dan melakukan perubahan atau dia gaya hidupnya untuk itu menjadi
perbaikan.
2. Akupunktur

Studi akupunktur di Jerman menemukan bahwa 52,6% pasien melaporkan penurunan frekuensi
sakitkepala.
3. Relaksasi

Relaksasi membantu untuk mengurangi ketegangan internal, yang memungkinkan seseorang


untuk mengendalikan sakit kepala yang dipicu oleh stres.Latihan relaksasi mencakup 2 metode
yaitu :

A. Metode Fisik

Relaksasi otot progresif dan teknik pernapasan dalam.

B. Metode Mental

Meditasi, relaksasi membantu tubuh untuk melepas lelah, mencegah pembentukan sakit kepala.

4. Biofeedback

Biofeedback sering digunakan untuk mengevaluasi efektivitas pelatihan relaksasi. Salah satu
biofeedback tes paling umum adalah electromyograph (EMG), yang mengevaluasi aktivitas listrik
yang dihasilkan oleh otot. Biofeedback juga dapat mengukur aktivitas otak listrik melalui uji yang
disebut electroencephalograph (EEG). Tes lain, yang disebut termograf, mengukur suhu kulit,
karena ketika seseorang santai mereka telah meningkatkan aliran darah dan temperatur yang lebih
36
tinggi. Cara lain adalah BVP biofeedback, yang mengajar pasien bagaimana mengatur dan
mengurangi amplitudo nadi dengan membatasi arteri. Ketika tegang, seseorang meningkatkan
aktivitas kelenjar keringat, yang diukur dengan pengujian electrodermograph tangan. Metode
Biofeedback telah terbukti dapat digunakan. Sebuah penelitian yang melibatkan lima belas sesi
perawatan ditemukan bahwa biofeedback berhasil dalam mengurangi baik frekuensi dan tingkat
keparahan sakit kepala di debit dan dari waktu ke waktu. Biofeedback memungkinkan penderita
sakit kepala untuk mengidentifikasi masalah dan kemudian berusaha untuk menguranginya.
5. Perubahan dalam diet

Banyak penderita sakit kepala kronis gagal untuk mengenali makanan atau minuman sebagai
faktor sakit kepala, karena konsumsi mungkin tidak konsisten menyebabkan sakit kepala atau sakit
kepala bisa tertunda. Banyak bahan kimia dalam makanan tertentu dapat menyebabkan sakit
kepala kronis, termasuk kafein, monosodium glutamat ( MSG), nitrit, nitrat, tyramine, dan alkohol.
Beberapa makanan dan minuman yang penderita sakit kepala kronis disarankan untuk menghindari
termasuk minuman berkafein, coklat, daging olahan, keju dan produk susu fermentasi, kacang, dan
alkohol.
6. Terapi perilaku dan terapi psikologis

Psikologi dan terapi perilaku mengidentifikasi situasi stress dan mengajarkan pasien dengan sakit
kepala kronis bereaksi berbeda, mengubah perilaku mereka, atau menyesuaikan sikap untuk
mengurangi ketegangan yang mengarah ke sakit kepala. Perlakuan terutama berfokus pada
“emosional, mental, perilaku, dan faktor-faktor sosial” sebagai dampak sakit kepala mereka.
Pasien hanya disarankan untuk menghindari stres ketika mereka berbagi beban atau masuk akal
dengan orang lain.

2.8 Menjelaskan Pencegahan Nyeri Kepala

1. Identifikasi pemicunya. Mulailah melacak apa penyebab sakit kepala itu dengan menulis
rekam sakitnya di buku harian Anda. Catat apa yang Anda makan hari itu, bagaimana cuaca
hari itu atau posisi Anda saat itu untuk mengidentifikasi polanya. Setelah tahu apa yang
menjadi pemicu sakit kepala, Anda dapat mengambil langkah-langkah untuk
menghindarinya.

2. Mengurangi stres. Walaupun menghindari stres adalah mustahil tapi Anda bisa
mengurangi dampaknya. Pelajari cara untuk melawannya seperti memutar kaset untuk
relaksasi, mandi dalam waktu lama, pijat atau segala sesuatu yang dapat meminimalkan
dampak dari stres pada tubuh Anda.

3. Stop merokok. Merokok merupakan faktor risiko untuk beberapa jenis sakit kepala.
Bahkan asap rokok atau cerutu dapat memicu sakit kepala bagi beberapa orang.

4. Hindari ketergantungan pada obat-obat bebas yang mudah dibeli di pasaran. Jika Anda
harus menenggak dosis yang maksimum lebih dari 2-3 kali seminggu lebih baik datang

37
saja ke dokter. Karena minum obat tidak selamanya ampuh untuk membebaskan diri dari
sakit kepala, apalagi minum obat-obat malah akan mengganggu lambung.

5. Batasi alkohol. Jika Anda doyan minum alkohol mulailah untuk menguranginya. Bir dan
anggur merah tertentu memicu sakit kepala bagi banyak orang.

6. Biasakan tidur teratur. Menjaga waktu tidur dengan teratur akan mengurangi migrain
namun kebanyakan tidur pun akan memicu migrain. Kelelahan juga bisa menjadi salah satu
penyebab sakit kepala.

7. Makanlah secara teratur. Mengabaikan waktu makan dapat memicu sakit kepala buat
sebagian orang. Makan makanan yang sehat yang kaya karbohidrat dan rendah lemak serta
minum banyak air bisa menjaga Anda dari dehidrasi.

8. Berlatihlah atau olahraga secara teratur. Latihan rutin, baik yang ringan seperti berjalan
kaki atau parkir jauh ketika di mal atau kantor bisa menjadi peredam stres. Melakukan
aerobik dengan pemanasan yang kurang juga bisa menjadi penyebab timbulnya sakit
kepala.

2.9 Menjelaskan Komplikasi Nyeri Kepala

Komplikasi TTH adalah rebound headache yaitu nyeri kepala yang disebabkan oleh penggunaan
obat - obatan analgesia seperti aspirin, asetaminofen, dllyang berlebihan. Tension type headache
episodik dapat berkembang menjadi tipe kronik, dan depresi akibat gejalanya dapat terjadi sebagai
suatu komplikasi pada pasien. Komplikasi Migren adalah rebound headache, nyeri kepala yang
disebabkan oleh penggunaan obat-obatan analgesia seperti aspirin, asetaminofen, dll yang
berlebihan.

2.10 Menjelaskan Prognosis Nyeri Kepala

Prognosis dari sakit kepala bergantung pada jenis sakit kepalanya


Nyeri kepala yang berhubungan dengan lesi struktural mempunyai prognosis sesuai penyakit yang
mendasarinya. PSA, meningitis dan proses desak ruang intrakranial mempunyai prognosis yang
jelek. kewajiban seorang dokter adalah mengenal keadaan peninggian tekanan intrakranial
sebelum adanya tanda herniasi tentorial. Nyeri kepala yang tidak berhubungan dengan lesi
struktural pada umumnya juga non fatal. Walaupun seorang penderita telah diketahui menyandang
migren atau nyeri kepala tegang, namun hal ini tidak menutup kemungkinan suatu saat mengalami
nyeri kepala struktural misalnya keganasan otak pada pasien migren atau nyeri kepala tegang
perlu diwaspadai jika terjadi perubahan pola dan gambaran klinis nyeri kepalanya yang berbeda
dengan yang biasanya.

3. Memahami dan Menjelaskan Gangguan Somatoform

3.1 Menjelaskan Definisi Gangguan Somatoform

38
Gangguan somatoform (somatoform disorder) adalah suatu kelompok gangguan ditandai oleh
keluhan tentang masalah atau simptom fisik yang tidak dapat dijelaskan oleh penyebab kerusakan
fisik. Pada gangguan somatoform, orang memiliki simtom fisik yang mengingatkan pada
gangguan fisik, namun tidak ada abnormalitas organik yang dapat ditemukan sebagai
penyebabnya. Gejala dan keluhan somatik menyebabkan penderitaan emosional/gangguan pada
kemampuan pasien untuk berfungsi di dalam peranan sosial atau pekerjaan. Gangguan somatoform
tidak disebabkan oleh pura-pura yang disadari atau gangguan buatan.

3.2 Menjelaskan Etiologi Gangguan Somatoform

Terdapat faktor psikososial berupa konflik psikologis di bawah sadar yang mempunyai tujuan
tertentu. Pada beberapa kasus ditemukan faktor genetik dalam transmisi gangguan ini. Selain itu,
dihubungkan pula dengan adanya penurunan metabolism (hipometabolisme) suatu zat tertentu di
lobus frontalis dan hemisfer non dominan.
Secara garis besar, faktor-faktor penyebab dikelompokkan sebagai berikut :
a. Faktor-faktor Biologis
Faktor ini berhubungan dengan kemungkinan pengaruh genetis (biasanya pada gangguan
somatisasi).
b. Faktor Lingkungan Sosial
Sosialisasi terhadap wanita pada peran yang lebih bergantung, seperti “peran sakit” yang dapat
diekspresikan dalam bentuk gangguan somatoform.
c. Faktor Perilaku
Pada faktor perilaku ini, penyebab ganda yang terlibat adalah:
- Terbebas dari tanggung jawab yang biasa atau lari atau menghindar dari situasi yang tidak
nyaman atau menyebabkan kecemasan (keuntungan sekunder).
- Adanya perhatian untuk menampilkan “peran sakit”
- Perilaku kompulsif yang diasosiasikan dengan hipokondriasis atau gangguan dismorfik
tubuh dapat secara sebagian membebaskan kecemasan yang diasosiasikan dengan
keterpakuan pada kekhawatiran akan kesehatan atau kerusakan fisik yang dipersepsikan.
d. Faktor Emosi dan Kognitif
Pada faktor penyebab yang berhubungan dengan emosi dan kognitif, penyebab ganda yang
terlibat adalah sebagai berikut:
- Salah interpretasi dari perubahan tubuh atau simtom fisik sebagai tanda dari adanya
penyakit serius (hipokondriasis)
- Dalam teori Freudian tradisional, energi psikis yang terpotong dari impuls-impuls yang
tidak dapat diterima dikonversikan ke dalam simtom fisik (gangguan konversi).
- Menyalahkan kinerja buruk dari kesehatan yang menurun mungkin merupakan suatu
strategis elf-handicaping (hipokondriasis).

3.3 Menjelaskan Klasifikasi Gangguan Somatoform

GANGGUAN SOMATISASI
39
Merupakan gangguan yang melibatkan berbagai keluhan yang muncul berulang-ulang yang tidak
dapat dijelaskan oleh penyebab fisik apapun. Biasanya bermula sebelum usia 30 tahun, biasanya
pada saat remaja. 4 gejala nyeri, 2 gejala gastrointestinal(lambung-usus), 1 gejala seksual dan 1
gejala pseudoneurologis.

Gangguan ini adalah kronis (dengan gejala ditemukan selama beberapa tahun dan dimulai sebelum
usia 30 tahun) dan disertai dengan penderitaan psikologis bermakna, gangguan fungsi sosial dan
pekerjaan dan perilaku mencari bantuan medis yang berlebihan.

Epidemiologi

Prevalensi seumur hidup menderita gangguan pada populasi umum diperkirakan 0,1-0,2 persn,
walaupun beberapa kelompok percaya mungkin mendekati 0,5 persen. Wanita melebihi jumlah
laki-laki sebesar 5 sampai 20 kali, rasio 5 : 1.

Kira-kira dua pertiga dari semua pasien dengan gangguan somatisasi memiliki gejala psikiatrik
yang dapat diidentifikasi, dan sebanyak separuh pasien dengan gangguan somatisasi memiliki
gangguan mental lainnya.

Etiologi

Faktor psikososial

Penyebab gangguan somatisasi tidak diketahui. Rumusan psikososial tentang penyebab gangguan
melibatkan interpretasi gejala sebagai suatu tipe komunikasi sosial, hasilnya adalah menghindari
kewajiban (mengerjakan pekerjaan yang tidak disukai), mengekspresikan emosi,
mensimbolisasikan suatu perasaan atau keyakinan (nyeri usus). Beberapa pasien dengan gangguan
somatisasi berasal dari rumah yang tidak stabil dan telah mengalami penyiksaan fisik. Faktot
sosial, kultural dan etnik mungkin juga terlibat dalam perkembangan gejala.

Faktor biologis

Beberapa penelitian mengarah pada dasar neuropsikologis, mengajukan bahwa pasien memiliki
gangguan perhatian dan kognitif karakteristik yang dapat menyebabkan persepsi dan penilaian
yang salah terhadap masukan (input) somatosensorik.

Riset neuroilmiah dasar mempermasalahkan sitokin (molekul pembawa pesan yang digunakan
oleh sistem kekebalan untuk berkomunikasi dalam dirinya sendiri dan sistem saraf terutama otak).
Beberapa percobaan awal menyatakan bahwa sitokin dapat membantu menyebabkan suatu gejala
nonspesifik dari penyakit, khususnya infeksi seperti hipersomnia, anoreksia, kelelahan dan
depresi.

Perjalanan penyakit dan prognosis

40
Episode peningkatan keparahan gejala dan perkembangan gejala yang baru diperkirakan
berlangsung selama 6-9 bulan dan dapat dipisahkan oleh periode yang kurang simptomatik selama
9-12 bulan. Tetapi, jarang pasien dengan gangguan somatisasi berjalan lebih dari satu tahun tanpa
mencari perhatian medis.

GANGGUAN KONVERSI

Ditandai dengan suatu perubahan besar dalam fungsi fisik atau hilangnya fungsi fisik, meski tidak
ada temuan medis yang dapat ditemukan sebagai penyebab simtom atau kemunduran fisik tersebut.

Beberapa simtom yang muncul al: kelumpuhan, epilepsi, masalah dengan koordinasi, kebutaan,
tunnel vision (hanya bisa melihat apa yang berada tepat di depan mata), tuli, tidak bisa membaui
atau kehilangan rasa pada anggota badan (anestesi).

Simtom yang ditemukan biasanya tidak sesuai dengan kondisi medis yang mengacu. Misalnya
orang yang menjadi “tidak mampu” berdiri atau berjalan di lain pihak dapat melakukan gerakan
kaki lainnya secara normal.

Biasanya menunjukkan fenomena LA BELLE INDEFERENCE (ketidakpedulian yang indah)


yaitu suatu kata dalam bhs Prancis yang menggambarkan kurangnya perhatian terhadap simtom-
simtom yang ada pada dirinya.

Epidemiologi

Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa 5-15 persen konsultasi psikiatrik di RS umum dan
25-30 persen di RS Veterans Affair pasien terdiagnosis gangguan konversi. Rasio wanita terhadap
laki-laki 2 : 1 dan sebanyak nya 5 : 1. Anak-anak perempuan lebih sering lagi dibandingkan laki-
laki. Laki-laki dengan gangguan konversi seringkali akibat kecelakaan pekerjaan atau militer.

Data menyatakan bahwa gangguan konversi paling sering di populasi pedesaan, orang dengan
pendidikan rendah dan anggota militer dalam situasi peperangan. Gangguan konversi sering
disertai dengan diagnosis komorbid gangguan depresif berat, gangguan kecemasan dan skizofenia.

Etiologi

Faktor psikoanalitik

Menurut teori psikoanalitik, gangguan konversi disebabkan oleh represi konflik intapsikis bawah
sadar dan konversi kecemasan ke dalam suatu gejala fisik. Gejala gangguan konversi memiliki
hubungan simbolik dengan konflik bawah sadar. Gejala gangguan konversi juga memungkinkan
pasien mengkomunikasikan bahwa mereka membutuhkan perhatian dan pengobatan khusus.

Faktor biologis

41
Penelitian pencitraan otak awal telah menemukan hipometabolisme di hemisfer dominan dan
hipermetabolisme di hemosfer non dominan dan telah melibatkan gangguan komunikasi
hemisferik dalam penyebab gangguan konversi. Gejala mungkin disebabkan oleh kesadaran
kortikal yang berlebihan yang mematikan loop umpan balik negatif antara korteks cerebral dan
formasi retikularis batang otak.

Perjalanan penyakit dan prognosis

Sebagian besar pasien, kemungkinan 90-100 persen dengan gangguan konversi mengalami
pemulihan gejala pertamanya dalam beberapa hari atau kurang dari satu bulan. Berhubungan
dengan prognosis yang baik adalah onset yang tiba-tiba, stressor yang mudah dikenali,
penyesuaian pramorbid yang baik, tidak ada gangguan psikiatrik atau medis komorbid dan tidak
tuntutan yang terus-menerus. Semakin lama terdapat gangguan konversi, semakin buruk. Pasien
dengan gangguan ini harus mendapatkan pemeriksaan medis dan neurologis yang lengkap pada
saat diagnosis.

HIPOKONDRIASIS

Ciri utamanya adalah fokus atau ketakutan bahwa simtom fisik yang dialami seseorang merupakan
akibat dari suatu penyakit serius yang mendasarinya, seperti kanker atau masalah jantung.

Rasa takut akan tetap ada walau telah diyakinkan secara medis bahwa ketakutannya itu tidak
berdasar  memunculkan perilaku doctor shopping. Tujuan doctor shopping adalah berharap ada
dokter yang kompeten dan simpatik akan memperhatikan mereka, sebelum terlambat. Umumnya
mengalami ketidaknyamanan fisik, seringkali melibatkan sistem pencernaan atau campuran antara
rasa sakit dan nyeri, tapi tidak melibatkan kehilangan atau distorsi fungsi fisik.

Penderita sangat peduli dengan simtom yang muncul  memunculkan ketakutan yang luar biasa
akan efek dari simtom tersebut. Menjadi sangat peka terhadap perubahan ringan dalam sensasi
fisik seperti sedikit perubahan dalam detak jantung dan sedikit rasa nyeri. Penderita memiliki lebih
lanjut kekhawatiran akan kesehatan, lebih banyak simtom psikiatrik dan memersepsikan kesehatan
yang lebih buruk daripada orang lain.

Di masa kanak-kanak: sering sakit, sering membolos karena alasan kesehatan, mengalami trauma
masa kecil seperti kekerasan seksual atau fisik.

Epidemiologi

Penelitian terakhir melaporkan prevalensi 6 bulan sebesar 4-6 persen pada populasi klinik umum.
Laki-laki dan wanita sama-sama terkena hipocondriasis, walaupun onset gejala dapat terjadi pada
setiap usia, onset paling sering antara 20-30 tahun. Beberapa bukti menyatakan bahwa lebih sering
kelompok kulit hitam dibandingkan kulit putih. Tatpi posisi sosial, tingkat pendidikan adn status
perkawinan tidak dipengaruhi diagmosis.

42
Etiologi

Orang hipokondriakal mungkin berpusat pada sensasi tubuh, salah menginterpretasikan nya dan
menjadi tersinyal oleh hal tersebut karena skema kognitif yag keliru. Gejala hipokondriasis
dipandang sebagai keinginan untuk mendapatkan peranan sakit oleh seseorang yang menghadapi
masalah yang tampaknya berat dan tidak dpaat dipercahkan.

Perjalanan penyakit dan prognosis

Perjalannya biasanya episodik, berlangsung dai beberapa bulan sampai beberapa tahun dan
dipisahkan oleh periode tenang yang sama panjangnya. Walaupun hasil penelitian besar belum
dilaporkan, diperkirakan sepertiga sampai setengah dari semua pasien akhirnya membaik secara
bermakna. Prognosis yang baik  berhubungan dengan status sosio-ekonomi yang tinggi, onset
yang tiba-tiba, tidak adanya gangguan kepribadian dan tidak adanya kondisi medis non psikiatrik
yang menyertai.

GANGGUAN DISMORFIK TUBUH

Penderita terpaku pada kerusakan fisik yang dibayangkan atau dibesar-besarkan dalam hal
penampilan mereka.

Mereka dapat menghabiskan waktu berjam-jam untuk memeriksakan diri di depan cermin dan
mengambil tindakan yang ekstrem untuk mencoba memperbaiki kerusakan yang dipersepsikan.
Bisa sampai melakukan operasi plastik yang tidak dibutuhkan atau membuang semua cermin di
rumahnya agar tidak diingatkan akan ‘cacat’ yang mencolok dari penampilan mereka.

Mereka percaya orang lain memandang diri mereka jelek dan memiliki penampilan fisik yang
tidak menarik. Bisa memunculkan perilaku kompulsif dalam rangka mengoreksi kerusakan yang
dipersepsikannya.

Etiologi

Penyebab dismorfik tubuh adalah tidak diketahui. Komorbiditas yang tinggi dengan gangguan
depresif, riwayat keluarga adanya gangguan mood, gangguan obsesif-kompulsif yang lebih tinggi
daripada yang diharapkan. Mungkin karena pengaruh kultural atau sosial karena penekanan
konsep tentang kecantikan yang stereotipik.

Perjalanan penyakit dan prognosis

Onset gangguan dismorfik tubuh biasanya bertahap. Orang yang terkena mungkin mengalami
peningkatan permasalahan tentang bagian tubuh tertentu sampai orang mengetahui bahwa
fungsinya terpengaruh oleh permasalahan. Pada saat itu orang mungkin mencari bantuan medis
atau bedah untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.

43
Tingkat keprihatinan tentang masalah mungkin hilang dan timbul dengan berjalanya waktu,
walaupun gangguan dismorfik tubuh biasanya merupakan suatu gangguan kronis jika dibiarkan
tidak diobati.

GANGGUAN NYERI

Gejala utama gangguan nyeri adalah adanya nyeri pada satu atau lebih tempat yang tidak
sepenuhnya disebabkan oleh kondisi medis atau neurologis non psikiatrik. Gejala nyeri disertai
oleh penderitaan emosional dan gangguan fungsional, dan gangguan memiliki hubungan sebab
yang masuk akal dengan faktor psikologis.

Jenis nyeri yang dialami sangat heterogen misalnya nyeri punggung, kepala, pelvis (panggul).
Nyeri yang dialami mungkin pasca traumatik, neuropatik (penyakit syaraf), neurologis, iatrogenik
(disebabkan tindakan dokter misal karena pengobatan) atau muskuloskeletal (otot).

Gangguan harus memiliki suatu faktor psikologis yang dianggap secara bermakna dalam gejala
nyeri dan permasalahannya. Seringkali penderita memiliki riwayat perawatan medis dan bedah
yang panjang, mengunjungi banyak dokter dan meminta banyak medikasi. Memiliki keinginan
kuat untuk melakukan pembedahan.

Sering mengatakan bahwa nyeri sebagai sumber dari semua kesengsaraannya dan menyangkal
adanya permasalahan psikologis serta menyatakan hidup mereka bahagia kecuali nyerinya.

Etiologi

Faktor psikodinamika

Pasien yang mengalami sakit dan nyeri pada tubuhnya tanpa penyebab fisik yang dapat
diidentifikasi secara adekuat mungkin merupakan ekspresi simbolik dari konflik intrapsikis
melalui tubuh. Banyak pasien mengalami nyeri yang sukar disembuhkan dan tidak responsif
karena mereka berkeyakinan bahwa mereka pantas untuk menderita.

Faktor perilaku

Perilaku sakit adalah didorong jika disenangi dan dihambat jika diabaikan atau dihukum.

Faktor interpersonal

Nyeri yang sukar disembuhkan telah dipandang sebagai cara untuk memanipulasi dan
mendapatkan keuntungan dalam hubungan interpersonal.

Faktor biologis

Defisiensi endorfin (berperan dalam modulasi nyeri oleh SSP) tampaknya berhubungan dengan
penguatan stimuli snesorik yang datang. Beberapa pasien mungkin memiliki gangguan nyeri

44
karena struktural sensorik dan limbik atau kelainan kimiawi yang mempredisposisikan mereka
mengalami nyeri.

Somatoform berdasarkan PPDGJ III dibagi menjadi,

1. gangguan somatisasi

2. gangguan somatoform tak terperinci

3. gangguan hipokondriasis

4. disfungsi otonomik somatoform

5. gangguan nyeri somatoform menetap

6. gangguan somatoform lainnya

7. gangguan somayoform YTT

3.4 Menjelaskan Manifestasi Klinis Gangguan Somatoform

Manifestasi klinis gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang berulang
disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan
juga telah dijelaskan dokternya bahwa tidak ada kelainan yang mendasari keluhannya (Kapita
Selekta, 2001). Beberapa orang biasanya mengeluhkan masalah dalam bernafas atau menelan, atau
ada yang “menekan di dalam tenggorokan”. Masalah-masalah seperti ini dapat merefleksikan
aktivitas yang berlebihan dari cabang simpatis sistem saraf otonomik, yang dapat dihubungkan
dengan kecemasan. Kadang kala, sejumlah simtom muncul dalam bentuk yang lebih tidak biasa,
seperti “kelumpuhan” pada tangan atau kaki yang tidak konsisten dengan kerja sistem saraf. Dalam
kasus-kasus lain, juga dapat ditemukan manifestasi di mana seseorang berfokus pada keyakinan
bahwa mereka menderita penyakit yang serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang
dapat ditemukan (Nevid, dkk, 2005).

Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian (histrionik),
terutama pada pasien yang kesal karena tidak berhasil membujuk dokternya untuk menerima
bahwa keluhannya memang penyakit fisik dan bahwa perlu adanya pemeriksaan fisik yang lebih
lanjut (PPDGJ III, 1993). Dalam kasus-kasus lain, orang berfokus pada keyakinan bahwa
mereka menderita penyakit serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat
ditemukan.

Gambaran keluhan gejala somatoform :

Neuropsikiatri:

45
−“kedua bagian dari otak saya tidak dapat berfungsi dengan baik” ;

−“ saya tidak dapat menyebutkan benda di sekitar rumah ketika ditanya”

Kardiopulmonal:

−“ jantung saya terasa berdebar debar…. Saya kira saya akan mati”

Gastrointestinal:

−“saya pernah dirawat karena sakit maag dan kandung empedu dan belum ada dokter yang dapat
menyembuhkannya”

Genitourinaria:

−“saya mengalami kesulitan dalam mengontrol BAK, sudah dilakukan pemeriksaan namun tidak
di temukan apa-apa”

Musculoskeletal

−“saya telah belajar untuk hidup dalam kelemahan dan kelelahan sepanjang waktu”

Sensoris:

−“ pandangan saya kabur seperti berkabut, tetapi dokter mengatakan

kacamata tidak akan membantu”

Beberapa tipe utama dari gangguan somatoform adalah gangguan konversi, hipokondriasis,
gangguan dismorfik tubuh, dan gangguan somatisasi.

Gangguan somatisasi
1. Adanya beberapa keluhan fisik (multiple symptom) yang berulang, dimana ketika
diperiksa secara fisik/medis, tidak ditemukan adanya kelainan tetapi ia tetap kontinyu
memeriksakan diri. Gangguan tidak muncul karena penggunaan obat. Keluhan yang
umumnya, misalnya sakit kepala, sakit perut, sakit dada, mestruasi tidak teratur, dll
2. Pasien menunjukkan keluhan dengan cara histrionik, berlebihan, seakan tersiksa/merana.
3. Berulang memeriksa diri ke dokter, kadang menggunakan berbagai obat, dirawat di RS
bahkan dilakukan operasi.
4. Sering ditemukan masalah perilaku atau hubungan personal seperti kesulitan dalam
pernikahan.

Gangguan konversi
1. Kondisi dimana panca indera atau otot-otot tidak berfungsi walaupun secara fisiologis,
pada sistem saraf atau organ-organ tubuh tersebut tidak terdapat gangguan/kelainan.

46
2. Secara fisiologis, orang normal dapat mengalami sebagian atau kelumpuhan total pada
tangan, lengan, atau gangguan koordinasi, kulit rasanya gatal atau seperti ditusuk-tusuk,
ketidak pekaan terhadap nyeri atau hilangnya kemampuan untuk merasakan sensasi
(anastesi), kelumpuhan, kebutaan, tidak dapat mendengar, tidak dapat membau, suara
hanya berbisik, dll.
3. Biasanya muncul tiba-tiba dalam keadaan stres, adanya usaha individu untuk menghindari
beberapa aktivitas atau tanggungjawab.
4. Konsep Freud : energi dari insting yang di repres berbalik menyerang dan menghambat
fungsi saluran sensorimotor.
5. Kecemasan dan konflik psikologik diyakini diubah dalam bentuk simptom fisik.

Hipokondriasis
1. Meyakini/ketakutan atau pikiran yang berlebihan dan menetap bahwa dirinya memiliki
suatu penyakit fisik yang serius
2. Adanya reaksi fisik yang berlebihan terhadap sensasi fisik/tubuh (salah interpretasi
terhadap gejala fisik yang dialaminya), misalnya otot kaku, pusing/sakit kepala, berdebar-
debar, kelelahan.
3. Melakukan banyak tes lab, menggunakan banyak obat, memeriksakan diri ke banyak
dokter atau RS
4. Keyakinan ini terus berlanjut, tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dokter,
walaupun hasil pemeriksaan medis tidak menunjukkan adanya penyakit dan sudah
diyakinkan.
5. Keyakinan ini menyebabkan adanya distress atau hambatan dalam fungsi sosial, pekerjaan
atau aspek penting lainnya.

Gangguan dimorfik tubuh


1. Keyakinan akan adanya masalah dengan penampilan atau melebih-lebihkan kekurangan
dalam hal penampilan (misalnya : keriput di wajah, bentuk atau ukuran tubuh)
2. Keyakinan/perhatian berlebihan ini meyebabkan stress, menghabiskan banyak waktu,
menjadi mal-adaptive atau menimbulkan hambatan dalam fungsi sosial, pekerjaan atau
aspek penting lainnya (menghindar/tidak mau bertemu orang lain, keluar sekolah atau
pekerjaan), juga menyebabkan dirinya sering harus konsultasi untuk operasi plastik
3. Bagian tubuh yang diperhatikan sering bervariasi, kadang dipengaruhi budaya.

Gangguan nyeri
1. Gangguan dimana individu mengeluhkan adanya rasa nyeri yang sangat dan
berkepanjangan, namun tidak dapat dijelaskan secara medis (bahkan setelah pemeriksaan
yang intensif)
2. Rasa nyeri ini bersifat subyektif, tidak dapat dijelaskan, bersifat kronis, muncul di satu atau
beberapa bagian tubuh.

47
3. Rasa nyeri ini menyebabkan stress atau hambatan dalam fungsi sosial, pekerjaan dan aspek
penting lainnya.
4. Faktor-faktor psikologis sering memainkan peranan penting dalam memunculkan,
memperburuk rasa nyeri.

3.5 Menjelaskan Cara Diagnosis dan Diagnosis Banding Gangguan Somatoform

Kriteria diagnostik untuk Gangguan Somatisasi


A. Riwayat banyak keluhan fisik yang dimulai sebelum usia 30 tahun yang terjadi selama
periode beberapa tahun dan membutuhkan terapi, yang menyebabkan gangguan bermakna
dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
B. Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan, dengan gejala individual yang terjadi pada
sembarang waktu selama perjalanan gangguan:
1. Empat gejala nyeri: riwayat nyeri yang berhubungan dengan sekurangnya empat
tempat atau fungsi yang berlainan (misalnya kepala, perut, punggung, sendi,
anggota gerak, dada, rektum, selama menstruasi, selama hubungan seksual, atau
selama miksi)
2. Dua gejala gastrointestinal: riwayat sekurangnya dua gejala gastrointestinal selain
nyeri (misalnya mual, kembung, muntah selain dari selama kehamilan, diare, atau
intoleransi terhadap beberapa jenis makanan)
3. Satu gejala seksual: riwayat sekurangnya satu gejala seksual atau reproduktif selain
dari nyeri (misalnya indiferensi seksual, disfungsi erektil atau ejakulasi, menstruasi
tidak teratur, perdarahan menstruasi berlebihan, muntah sepanjang kehamilan).
4. Satu gejala pseudoneurologis: riwayat sekurangnya satu gejala atau defisit yang
mengarahkan pada kondisi neurologis yang tidak terbatas pada nyeri (gejala
konversi seperti gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis atau kelemahan
setempat, sulit menelan atau benjolan di tenggorokan, afonia, retensi urin,
halusinasi, hilangnya sensasi atau nyeri, pandangan ganda, kebutaan, ketulian,
kejang; gejala disosiatif seperti amnesia; atau hilangnya kesadaran selain pingsan).
C. Salah satu (1)atau (2):
1. Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak dapat
dijelaskan sepenuhnya oleh sebuah kondisi medis umum yang dikenal atau efek
langsung dan suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol)
2. Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan sosial atau
pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan dan riwayat
penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium.
D. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti gangguan buatan atau
pura-pura).

Kriteria diagnostik untuk Gangguan Konversi

48
A. Satu atau lebih gejala atau defisit yang mengenai fungsi motorik volunter atau sensorik
yang mengarahkan pada kondisi neurologis atau kondisi medis lain.
B. Faktor psikologis dipertimbangkan berhubungan dengan gejala atau defisit karena awal
atau eksaserbasi gejala atau defisit adalah didahului oleh konflik atau stresor lain.
C. Gejala atau defisit tidak ditimbulkkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada
gangguan buatan atau berpura-pura).
D. Gejala atau defisit tidak dapat, setelah penelitian yang diperlukan, dijelaskan sepenuhnya
oleh kondisi medis umum, atau oleh efek langsung suatu zat, atau sebagai perilaku atau
pengalaman yang diterima secara kultural.
E. Gejala atau defisit menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan
dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain atau memerlukan pemeriksaan
medis.
F. Gejala atau defisit tidak terbatas pada nyeri atau disfungsi seksual, tidak terjadi semata-
mata selama perjalanan gangguan somatisasi, dan tidak dapat diterangkan dengan lebih
baik oleh gangguan mental lain. Sebutkan tipe gejala atau defisit:
 Dengan gejata atau defisit motorik
 Dengan gejala atau defisit sensorik
 Dengan kejang atau konvulsi
 Dengan gambaran campuran

Kriteria Diagnostik untuk Hipokondriasis


A. Pereokupasi dengan ketakutan menderita, atau ide bahwa ia menderita, suatu penyakit
serius didasarkan pada interpretasi keliru orang tersebut terhadap gejalagejala tubuh.
B. Perokupasi menetap walaupun telah dilakukan pemeriksaan medis yang tepat dan
penentraman.
C. Keyakinan dalam kriteria A tidak memiliki intensitas waham (seperti gangguan delusional,
tipe somatik) dan tidakterbatas pada kekhawatiran tentang penampilan (seperti pada
gangguan dismorfik tubuh).
D. Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara kilnis atau gangguan dalam
fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
E. Lama gangguan sekurangnya 6 bulan.
F. Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan kecemasan umum, gangguan
obsesif-kompulsif, gangguan panik, gangguan depresif berat, cemas perpisahan, atau
gangguan somatoform lain.
Sebutkan jika:Dengan tilikan buruk: jika untuk sebagian besar waktu selama episode berakhir,
orang tidak menyadari bahwa kekhawatirannya tentang menderita penyakit serius adalah
berlebihan atau tidak beralasan.

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Dismorfik Tubuh

49
A. Preokupasi dengan bayangan cacat dalam penampilan. Jika ditemukan sedikit anomali
tubuh, kekhawatiran orang tersebut adalah berlebihan dengan nyata.
B. Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam
fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
C. Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya,
ketidakpuasan dengan bentuk dan ukuran tubuh pada anorexia nervosa).

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Nyeri


A. Nyeri pada satu atau lebih tempat anatomis merupakan pusat gambaran klinis dan cukup
parah untuk memerlukan perhatian klinis.
B. Nyeri menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi
sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
C. Faktor psikologis dianggap memiliki peranan penting dalam onset, kemarahan, eksaserbasi
atau bertahannnya nyeri.
D. Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada
gangguan buatan atau berpura-pura).
E. Nyeri tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mood, kecemasan, atau gangguan
psikotik dan tidak memenuhi kriteria dispareunia.
Tuliskan seperti berikut:Gangguan nyeri berhubungan dengan faktor psikologis: faktor
psikologis dianggap memiliki peranan besar dalam onset, keparahan, eksaserbasi, dan bertahannya
nyeri.
Sebutkan jika: Akut: durasi kurang dari 6 bulan Kronis: durasi 6 bulan atau lebih

Gangguan nyeri berhubungan baik dengan faktor psikologls maupun kondisi medis umum
Sebutkan jika: Akut: durasi kurang dari 6 bulan Kronis: durasi 6 bulan atau lebih
Catatan: yang berikut ini tidak dianggap merupakan gangguan mental dan dimasukkan untuk
mempermudah diagnosis banding.

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Somatoform yang Tidak Digolongkan


A. Satu atau lebih keluhan fisik (misalnya kelelahan, hilangnya nafsu makan, keluhan
gastrointestinal atau saluran kemih)
B. Salah satu (1)atau (2)
1. Setelah pemeriksaan yang tepat, gejala tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh
kondisi medis umum yang diketahui atau oleh efek langsung dan suatu zat
(misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol)
2. Jika terdapat kondisi medis umum yang berhubungan, keluhan fisik atau gangguan
sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan
menurut riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratonium.
C. Gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi
sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.

50
D. Durasi gangguan sekurangnya enam bulan.
E. Gangguan tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya
gangguan somatoform, disfungsi seksual, gangguan mood, gangguan kecemasan,
gangguan tidur, atau gangguan psikotik).
F. Gejala tidak ditimbulkan dengan sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan buatan
atau berpura-pura)

DIAGNOSIS MENURUT PPDGJ :


Gangguan Somatoform
 Ciri utama gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang berulang-ulang
disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya
negatif dan sudah dijelaskan dokternya bahwa tidak ditemukan keluhan yang menjadi dasar
keluhannya. Penderita juga menyangkal dan menolak untuk membahas kemungkinan
kaitan antara keluhan fisiknya dengan problem atau konflik dalam kehidupan yang
dialaminya bahkan meskipun didapatkan gejala-gejala anxietas dan depresi.
 Tidak adanya saling pengertian antara dokter dan pasien mengenai kemungkinan penyebab
keluhan-keluhannya yang menimbulkan frustasi dan kekecewaan pada kedua belah pihak
Gangguan Somatisasi
Pedoman diagnostik
Diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut :
 Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak dapat dijelaskan
atas dasar kelainan fisik yang sudah berlangsung sedikitnya 2 tahun
 Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ada
kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhannya
 Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga yang berkaitan dengan
sifat keluhan-keluhannya dan dampak dari perilakunya
a. Gangguan Somatoform Tak Terinci
Pedoman diagnostik
 Keluhan-keluhan fisik bersifat multipel, bervariasi dan menetap, akan tetapi gambaran
klinis yang khas dan lengkap dari gangguan somatisasi tidak terpenuhi
 Kemungkinan ada ataupun tidaknya faktor penyebab psikologis belum jelas, akan tetapi
tidak boleh ada penyebab fisik dan keluhan-keluhannya
b. Gangguan Hipokondrik
Pedoman diagnostik
Untuk diagnostik pasti, kedua hal ini harus ada :
 Keyakinan yang menetap adanya sekurang0kurangnya satu penyakit fisik yang serius yang
dilandasi keluhan-keluhannya, meskipun pemeriksaan yang berulang-ulang tidak
menunjang adanya alasan fisik yang memadai, ataupun adanya preokupasi yang menetap
kemungkinan deformitas atau perubahan bentuk penampakan fisik

51
 Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak
ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yang melandasi keluhannya.
c. Gangguan Otonomik Somatoform
Pedoman diagnostik
Diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut :
 Adanya gejala-gejala bangkitan otonomik seperti palpitasi, berkeringat, tremor, muka
panas/flushing, yang menetap dan mengganggu
 Gejala subjektif tambahan mengacu pada sistem atau organ tertentu (gejala tidak khas)
 Preokupasi dengan dan penderitaan (distress) mengenai kemungkinan adanya gangguan
yang serius (sering tidak begitu khas) dari sistem atau organ tertentu, yang tidak
terpengaruh oleh hasil pemeriksaan berulang, maupun penjelasan dari dokter
 Tidak terbukti adanya gangguan yang cukup berarti pada struktur/fungsi dari sistem atau
organ yang dimaksud.
Karakter kelima : F45.30 = jantung dan sistem kardiovaskuler
F45.31 = saluran pencernaan bagian atas
F45.32 = saluran pencernaan bagian bawah
F45.33 = sistem pernafasan
F45.34 = sistem genito-urinaria
F45.35 = sistem atau organ lainnya
d. Gangguan Nyeri Somatoform Menetap
Pedoman diagnostik
 Keluhan utama adalah nyeri hebat, menyiksa, menetap, yang tidak dapat dijelaskan
sepenuhnya atas dasar proses fisiologik maupun adanya gangguan fisik
 Nyeri timbul dalam hubungan dengan adanya konflik emosional atau problem psikososial
yang cukup jelas untuk dapat dijadikan alasan dalam mempengaruhi terjadinya gangguan
tersebut
 Dampaknya adalah meningkatnya perhatian dan dukungan, baik personal maupun medis,
untuk yang bersangkutan.
e. Gangguan Somatoform Lainnya
Pedoman diagnostik
 Pada gangguan ini keluhan-keluhannya tidak sistem saraf otonom dan terbatas secara
spesifik pada bagian tubuh atau sistem tertentu
 Tidak ada kaitannya dengan kerusakan jaringan
3.6 Menjelaskan Penatalaksanaan Gangguan Somatoform

A. Berhubungan dengan primary care practitioner


memonitoring gejala yang dialami pasien, apakah ada gejala baru, dan pengobatan yang
diberikan. Diperlukan juga untuk berkonsultasi dengan psikiatri.
B. Medikamentosa

52
C. Pasien dengan somatoform disorder terkadang diperlukan obat anti-anxietas atau obat anti-
depresan jika ada mood ditandai anxietas disorder. Tricyclic antidepresant dan selective
serotonin reuptake inhibitors (SSRI) mungkin bisa membantu.
D. Psikoterapi
E. Cognitif-behavioural therapy
F. Terapi keluarga
G. Hipnosis
Konsep penggabungan psikoterapetik dan pengobatan medis, yaitu pendekatan yang
menekankan hubungan pikiran dan tubuh dalam penbentukan gejala dan gangguan,
memerlukan tanggung jawab bersama di antara berbagai profesi. Permusuhan, depresi, dan
kecemasan dalam berbagai proporsi adalah akar dan sebagian besar gangguan psikomatik.
Kedokteran psikosomatik terutama mempermasalahkan penyakit-penyakit tersebut yang
menampakkan manifestasi somatik. Terapi kombinasi merupakan pendekatan di mana
dokter psikiatrik menangani aspek psikiatrik, sedangkan dokter ahli penyakit dalam atau
dokter spesialis lain menangani aspek somatik.
Tujuan terapi medis adalah membangun keadaan fisik pasien sehingga pasien dapat
berperan dengan berhasil, serta psikoterapi untuk kesembuhan totalnya.Tujuan akhirnya
adalah kesembuhan, yang berarti resolusi gangguan struktural dan reorganisasi
kepribadian. Psikoterapi kelompok dan terapi keluarga. Terapi keluarga menawarkan
harapan suatu perubahan dalam hubungan keluarga dan anak, mengingat kepentingan
psikopatologis dari hubungan ibu-anak dalam perkembangan gangguan psikosomatik.
keluarga dan anak, mengingat kepentingan psikopatologis dari hubungan ibu-anak dalam
perkembangan gangguan psikosomatis

Medikamentosa : Antidepresan
1. Imipramine (Tofranil)
menghambat reuptake norepinefrin atau serotonin (5hydroxytryptamine, Dosis: 50-75 mg
PO qd initial; titrate gradually to 150 mg qd according to tolerance; range,300 mg/d hs or
in divided doses)

2. Fluoxetane (Prozae)
menghambat reuptake sertonin presinapsis dengan efek minimal atau tidak ada efek
pada reuptake norepinefrin atau sertonin. Dosis: 10-20 mg/d PO initial; 20-60 mg PO
maintenance Maprotilin HCl
Indikasi : Depresi endogen.

Kontra Indikasi
 Epilepsi atau ambang rangsang lebih rendah, intoksikasi akut oleh:
 alkohol, gangguan hantaran jantung, glaukoma sudut sempit, retensi urin, hepatitis
berat, gangguan ginjal.

53
 Penggunaan bersama obat analgesik, hipnotik, atau psikotropik.

Perhatian
 Insufisiensi hati & ginjal, retensi urin, riwayat peningkatan tekanan intra okular.
 Hamil, laktasi.
 Skizofrenia.
 Gangguan afektik siklik.
 Dapat mengganggu kemampuan mengemudi atau menjalankan mesin.

Efek Samping
 Sering: Reaksi SSP & antikolinergik ringan
 Kadang-kadang: Sinus takikardi, hipotensi pustural, reaksi alergi pada kulit.
 Jarang: Kejang, aritmia.
 Kasus khusus: Gangguan hantaran jantung, alveolitis alergi, hepatitis.

Kemasan
 Tablet salut selaput 25 mg x 5 x 10.

Dosis
 Depresi ringan sampai dengan sedang 25 mg 1-3 x sehari atau 25-75 mg 1 x sehari
tergantung dari beratnya gejala.
 Depresi berat 25 mg 3 x sehari atau 75 mg 1 x sehari. Maksimal: 150 mg/hari dalam
dosis tunggal atau terbagi.
 Lansia Awal 10 mg 3 x sehari atau 25 mg 1 x sehari. Bila perlu tingkatkan bertahap
sampai 25 mg 3 x sehari atau 75 mg 1 x sehari.

NON FARMAKOLOGI
 Motivasi: perlu motivasi dari orang lain, karena penderita sering kali berpikir bahwa
mereka tidak memerlukan terapi
 Konfrontasi: merespon dengan cara mendukung mereka melalui konfrontasi terhadap
akibat dari pemikiran dan pola perilaku mereka. Lebih efektif bila dilakukan oleh teman
sebaya & psikoterapis
 Peran keluarga dan kelompok: dorongan dan partisipasi sanga efektif bagi penderita
 Bila terdapat cemas dan depresi maka berikan anti-depresan namun terkadang tidak efektif
terapi jangka panjang
 Terapi wicara : psikoterapi yang dimaksudkan untuk membantu penderita mengerti apa
penyebab kecemasan dan mengenal perilakunya yang tidak pantas, sebagai landasan untuk
pengobatan lainnya
 psikoanalisis: bila ditemukan gangguan kepribadian seperti, narsis atau obsesif kompulsif

54
 Penanganan psiksosial
 Konsultasi: psikiatris

3.7 Menjelaskan Pencegahan Gangguan Somatoform

Pertama, mulai berolah raga dengan baik dan teratur serta menjaga pola makan dengan asupan gizi
yang seimbang. Hal ini berguna untuk menjaga metabolism tubuh. Sehingga menjadi prima.

Kedua, Apabila gangguan serangan cemas akan rasa sakit menyerang, katakan pada diri anda stop,
lalu lakukan relaksi dengan cara mengatur aliran nafas anda.

Ketiga, Lakukan lah medical check up 1 tahun 1 kali, secara rutin. Dengan harapan dapat
mengetahui kondisi fisikyang sebenarnya (membuat anda tenang), dan melakukan langkah
pencegahan jika ditemukan penyakit dalam diri.

Self talk “Tubuh saya sehat, dan saya baik-baik saja”. (katakan pada diri anda, setiap hari saat anda
bercermin setiap saat, dan katakan juga “indahnya hari ini, saya bersyukur karena tuhan masih
mengijinkan saya menikmati setiap karuniaNya”
3.8 Menjelaskan Komplikasi Gangguan Somatoform

 Ketergantungan pada obat-obat nyeri resep (jika mereka tidak digunakan dengan
benar)
Komplikasi dari operasi
Depresi dan kecemasan.

3.9 Menjelaskan Prognosis Gangguan Somatoform

Prognosis pada gangguan somatoform sangat bervariasi, tergantung umur pasien dan sifat
gangguannya (kronik atau episodik). Umumnya, gangguan somatoform prognosisnya baik,
dapatditangani secara sempurna. Sangat sedikit sekali yang mengalami eksarsebasi, dapat
bervariasidari mild-severe dan kronis. Pengobatan yang lebih awal dan menjadikan prognosis
menjadilebih baik. Secara independen tidak meningkatkan risiko kematian. Kematian lebih
disebabkankarena upaya bunuh diri. (Kaplan)

4. Memahami dan Menjelaskan Keluarga yang Sakinah, Mawaddah dan Warahmah


dalam Pandangan Islam

Kata “Sakinah”. Sakinah merupakan pondasi dari bangunan rumah tangga yang sangat penting.
Tanpanya, tiada mawaddah dan warahmah. Sakinah itu meliputi kejujuran, pondasi iman dan
taqwa kepada Allah SWT.
Dalam Al Qur’an pun dikatakan bahwa suatu saat, akan banyak orang yang saling berkasih
sayang di dunia, tetapi di akhirat kelak mereka akan bermusuhan, menyalahkan dan saling
melempar tanggung jawab. Kecuali orang-orang yang berkasih sayang dilandasi dengan cinta

55
kepada Allah SWT. Kata adalah mawaddah. Mawaddah itu berupa kasih sayang. Setiap mahluk
Allah kiranya diberikan sifat ini, mulai dari hewan sampai manusia. Dalam konteks pernikahan,
contoh mawaddah itu berupa “kejutan” suami untuk istrinya, begitu pun sebaliknya. Misalnya
suatu waktu si suami bangun pagi-pagi sekali, membereskan rumah, menyiapkan sarapan untuk
anak-anaknya. Dan ketika si istri bangun, hal tersebut merupakan kejutan yang luar biasa.
Kata terakhir adalah warahmah. Warahmah ini hubungannya dengan kewajiban. Kewajiban
seorang suami menafkahi istri dan anak-anaknya, mendidik, dan memberikan contoh yang baik.
Kewajiban seorang istri untuk mena’ati suaminya. Intinya warahmah ini kaitannya dengan segala
kewajiban.

Cara membina keluarga sakinah mawadah warahmah

Menciptakan keluarga bahagia sakinah mawaddah adalah merupakan bagian dari tujuan adanya
pernikahan dalam Islam. Selain daripada hal tersebut tujuan manfaat pernikahan adalah merupakan
bagian dari mengikuti sunnah Rasulullah SAW yang merupakan panutan kita dalam kehidupan
dunia maupun akhirat.

Keluarga sakinah dalam kaidah Bahasa Indonesia sakinah mempunyai arti kedamaian,
ketentraman, ketenangan, kebahagiaan. Jadi keluarga sakinah mengandung makna keluarga yang
diliputi rasa damai, tentram. Dan merupakan kondisi yang sangat ideal dalam sebuah kehidupan
keluarga yang terbentuk berlandaskan Al-Qur'an dan Sunnah.

Tujuan pernikahan dalam Islam telah Allah terangkan dalam Al-Qur,an yaitu dalam surat (QS.Ar-
Ruum [30]:21) yang artinya :"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir."

Cara membina keluarga bahagia sakinah mawadah warahmah dalam naungan Islam yaitu
diantaranya :

1. Rumah Tangga Dibangun Dan Didirikan Berlandaskan Al-Qur'an Dan Sunnah Nabi.

Asas serta niat awal ketika merintis sebuah keluarga dalam bentuk pernikahan yang syah baik
dalam agama maupun sah di dalam aturan negara dalam rangka pembentukan sebuah keluarga
sakinah ialah rumah tangga yang dibina atas landasan taqwa, berpandukan Al-Quran dan Sunnah
dan bukannya atas dasar cinta semata-mata.

2. Membentuk Rumah Tangga Untuk Menciptakan Kasih Sayang (Mawaddah


Warahmah).

Ini adalah merupakan cara membina keluarga bahagia dan sakinah selanjutnya. Tanpa adanya 'al-
mawaddah' serta 'al-Rahmah', maka sebuah masyarakat tidak akan dapat hidup dengan tenang dan
aman terutamanya dalam lingkup kecil sebuah keluarga. Dua hal ini merupakan pilar penting yang

56
diperlukan karena sifat kasih sayang yang wujud dalam sebuah rumah tangga dapat melahirkan
sebuah masyarakat yang bahagia, saling menghormati, saling mempercayai dan saling tolong-
menolong dalam kebaikan. Tanpa kasih sayang, sebuah perkawinan akan hancur, kebahagiaan
hanya akan menjadi impian semua saja. Dan ini adalah termasuk ciri kriteria keluarga bahagia
sakinah mawaddah.

3. Bersyukur Telah Dikaruniai Pasangan Hidup.

Mensyukuri nikmat Allah adalah merupakan kewajiban bagi tiap hamba-hambaNya. Karena tidak
sedikit manusia yang sampai akhir hayatnya tidak mempunyai pasangan hidup. Mensyukuri ini
juga artinya kita siap dengan kelebihan dan kekurangan pasangan hidup kita. Apapun itu. Karena
pada umumnya ketika berkenalan dulu kita hanya mengenal akan kebaikan-kebaikan dari
pasangan kita. Setelah kita mengarungi bahtera rumah tangga lambat laun kita juga akan
mengetahui kekurangan pada istri atau suami kita. Tetapi italh rumah tangga, saling melengkapi
satu sama lain dan menutupi kekurangan satu sama lain.

4. Memilih Kriteria Suami atau Istri Yang Tepat.

Ini dilakukan sebelum masa pernikahan dimulai. Agar terciptanya keluarga yang sakinah, maka
dalam menentukan kriteria suami maupun istri haruslah tepat. Diantara kriteria tersebut misalnya
beragama islam dan shaleh maupun shalehah, berasal dari keturunan dan keluarga yang kita
percayai yang baik-baik, mempunyai akhlak mulia, sopan santun dan bertutur kata yang baik. Ini
juga yang harus dilakukan dalam rangka untuk sebagai cara menciptakan keluarga sakinah
mawaddah warahmah pertama kalinya.

5. Menjalankan Kewajiban dan Hak Sebagai Suami Dan Istri Dengan Baik.

Dala Islam telah banyak diajarkan bagaimana hak seorang istri, kewajiban seorang istri. Apa saja
yang menjadi bagian dari sebuah kewajiban seorang suami, apa hak-hak suami dalam rumah
tangga. Bila kesemuanya bisa dijalankan dengan baik maka hal ini bisa menjadi jalan untuk
menciptakan keluarga harmonis dalam sebuah lingkungan masyarakat

57
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. (2003). Pedoman


Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Jakarta.

Gunawan , Sulistis Gan et all. (2007). Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta. FKUI.

Kaplan, H.I., Sadock B.J. (Sinopsis Psikiatri Jilid II Edisi ke-7. Jakarta. Binarupa Aksara.

Tanto, Chris, dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Edisi 4.Jakarta: Media Aesculapius
FKUI
Maslim, R. (2001). Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ III.
Jakarta.

Sherwood, Lauralee. (2004). Fisiologi Manusia dari sel ke sistem Edisi 2. Jakarta. EGC.

The International Classification of Headache Disorders, 2nd Edition. Cephalalgia (2004).

Uddin, Jurnalis. (2009). Anatomi Susunan Saraf Manusia. Jakarta. Fakultas Kedokteran
Universitas Yarsi.

https://id.scribd.com/doc/106627673/Nyeri-Kepala diakses pada tanggal 18 Desember 2019

58

Anda mungkin juga menyukai