KELOMPOK A.07
Ketua
(1102013015)
Sekertaris
(1102013072)
Anggota
: Airindya Bella
(1102013016)
(1102011058)
Bayu Adhitya W
(1102013053)
Bayu Hernawan R M
(1102013054)
(1102013058)
Darayani Amalia
(1102013070)
Harvien Bhayangkara
(1102013124)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2015/2016
Sekenario 1
PERTANYAAN
1. Bagaimana cara menghitung GCS dan cara pemeriksaannya?
Jawab: E3= mata terbuka apabila diperintah, M5= diberi rangsang nyeri dan dapat
melokalisasinya, V2= diberi rangsang nyeri dan hanya dapat mengerang.
2. Kenapa harus memastikan tidak ada tekanan intracranial sebelum pemeriksaan lumbal
pungsi?
Jawab: karena dapat terjadi komplikasi hernia cerebral.
3. Dari mana dokter bisa mengetahui bahwa suspeknya adalah bakteri?
Jawab: karena dari epidemiologinya paling sering bakteri tetapi untuk lebih memastikan
dengan pemeriksaan lumbal pungsi.
4. Apakah riwayat kejang demam mempengaruhi pasien pada saat ini?
Jawab: tidak, karena riwayat kejangnya sudah lama.
5. Kenapa pasien bisa terdiagnosis meningoensefalitis padahal sudah diberi vaksin
sebelumnya?
Jawab: karena imun tubuhnya yang menurun dan komponen vaksinnya yang kurang
efisien.
6. Bagaimana keabsahan ibadah haji pada pasien tersebut?
Jawab: sah apabila rukun hajinya sempat dijalani.
7. Apa yang dimaksud denga E3M5V2?
Jawab: E3= mata terbuka apabila diperintah, M5= diberi rangsang nyeri dan dapat
melokalisasinya, V2= diberi rangsang nyeri dan hanya dapat mengerang.
8. Apa yang menyebabkan pasien tiba-tiba kejang?
Jawab: toksin bakteri, demam tinggi, TIK meningkat sehingga menyebabkan perbedaan
potensial.
9. Dimana lokasi yang aman untuk melakukan lumbal pungsi?
Jawab: diantara L3 dan L4 untuk dewasa, L4 dan L5 untuk anak-anak.
10. Bakteri apa saja yang menyebabkan meningoensefalitis?
Jawab: bakteri h.influenza, streptococcus pneumonia, m. tuberculosisis, n. meningitides.
11. Terapi apa saja yang diberikan setelah terdiagnosis meningoensefalitis?
Jawab: obat anti kejang, anti demam, dan antibiotic.
12. Apa yang menyebabkan pasien demam dan nyeri kepala?
Jawab: demam karena ada bakteri sedangkan nyeri karena ada peningkatan intracranial.
HIPOTESIS
Pasien yang sedang menunaikan ibadah haji mengalami demam, kejang, dan nyeri kepala yang
di sebabkan oleh adanya bakteri dan peningkatan intracranial. Lalu dilakukan anamnesis apakah
ada riwayat kejang atau tidak, serta dilakukan pemeriksaan fisik yang meliputi mata, motoric,
verbal, dan kaku kuduk. Untuk menegakkan diagnosis dilakukan lumbal pugsi untuk melihat
apakah ada tekanan intracranial atau tidak, apabila ada bisa menyebabkan hernia serebri, lokasi
yang aman untuk melakukan lumbal pungsi di L3 dan L4 untuk dewasa, sedangkan untuk anakanak di L4 dan L5. Jika pada lumbal pungsi ditemukan bakteri h. influenza, s. pneumonia, m.
tuberculosis, dan n. meningitides maka penyebab terbesarnya diakibatkan oleh bakteri tersebut
dan pasien terdiagnosis menderita bacterial meningoensefalitis. Terapi yang dilakukan adalah
dengan diberi obat anti kejang, anti demam, antibiotic. Sedangkan pencegahannya dapat
menggunakan vaksin, namun apabila imun tubuh menurun dan vaksinnya kurang efisien bisa
terjangkit kembali. Ibadah haji yang dilakukan pasien tersebut sah apabila rukun hajinya sempat
dijalani.
SASARAN BELAJAR
LI.1 Memahami Dan Menjelaskan Anatomi Meninges, Ensefalon. (Ssp)
1.1
1.2
makroskopis
mikroskopis
makroskopis
Meninges berfungsi untuk melindungi otak atau medulla spinalis dari benturan atau
pengaruh gravitasi. Fungsi ini diperkuat oleh LCS yang terdapat dalam spatium
subarachnoidea.
Meninges terdiri dari:
A. Duramater
Dura = keras, mater = ibu
Merupakan pembungkus SSP plaing luar yang terdiri dari jaringan ikat padat. Dalam otak
membentuk 5 sekat:
1. Falx cerebri
2. Tentorium cerebelli
3. Falx cerebelli
4. Diphragma sellae
5. Kantung Meckelli
Ditempat tertentu, antara lapisan luar dan dalam dura terbentuk ruang yaitu sinus
(venosus) duraematris yang termasuk dalam sistem pembuluh darah bail.
Berdasarkan bagian SSP yang dibungkusnya, dibedakan atas:
1) Duramater Encephali
1. Lapisan luar (lapisan endosteal = lapisan periosteal)
Melekat erat ke periosteum tengkorak (terkuat pada sutura dan basis cranii). Terdapat
jonjot jaringan ikat dan vasa ke periosteum.
Melekat erat pada foramen magnum dan tidak berhubungan dengan lapisan luar medulla
spinalis. Pada tempat tertentu, celah yang terbentuk antara lapisan duramater dengan
periosteum dinamakan cavum epidural.
Isi cavum epidural encephali tidak berhubungan dengan cavum epidural spinalis, isi cavum
epidural:
Sedikit lemak
Plexus venosus
Vena
Arteri
Vasa lymphatica
Tentorium cerebelli
Memisahkan cerebellum dengan bagian occipitale hemicerebri dan ke atas menyambung
menjadi falx cerebri
Pada tepi depan terdapat lubang yang ditembus oleh mesencephalon. Sinus dura yang
dibentuk adalah:
-
Falx cerebelli
Berbentuk segitiga, memisahkan haemispaherum cerebeli kiri dan kanan.
Diphragma sellae
o Membentang sepanjang processus clinoidea menutupi hypofisis yang terletak pada
cekungan sella turcica
o Ditengahnya terdapat lobang tempat keluarnya infundibulum hypofisis yang dikelilingi
oleh sinus cavernosa atau sinus circularis
Kantung Meckelli
Membungkus ganglion semilunare N. Trigeminus
2. Lapisan dalam
Menghadap ke arachnoidea
Dilapisi mesotel (sama dengan mesotel pleura, pericardium pars serosa dan peritoneum).
Menghasilkan serosa yang berfungsi untuk lubrikasi permukaan dalam duramater dengan
permukaan luar arachnoid sehingga gesekan keduanya dapat diredam dan mencegah
kerusakan
Bridging nein menghubungkan antara vena cerebri superior ke sinus sagitalis superior
2) Duramater spinalis
Setinggi os sacrale 2, dura spinalis membungkus fillim terminale dan akhirnya melekat
pada os. Coccygeus
Antara L2 dengan S2 cavum epidural diisi oleh cauda equina yang merupakan untaian
Nn. Spinalis sebelum keluar melalui foramen intervertebralis yang sesuai. Perlu diketahui,
ujung paling bawah medulla spinalis adalah setinggi vertebra lumnal 2 sehingga banyak
sekali Nn. Spinalis yang terbentuk diatas dan harus turun untuk mencapai foremen
intervertebralis yang sesui.
Ruang subarachnoid mempunyai pelebaran-pelebaran yang disebut sisterna. Salah satu
pelebaran terbesar adalah sisterna.
ASPEK KLINIS
Benturan benda keras bridging vein putus perdarahan Hematoma subdural
Pada ruang ekstradural/epidural (antara dura dan tulang tengkorak) terdapat alur-alur A.
Meningea media, anterior dan posterior. Jika fraktur melintasi salah satu alur merusak A.
Meningea (paling banyak A. Meningea media) hematoma ekstradural/epidural
Pembuluh darah yang menembus jaringan otak darah masuk ke jaringan otak
perdarahan intraserebral.
Tambahan:
Kulit kepala yang melekat pada tengkorak merupakan jaringan ikat padat fibrosa yang
dapat bergerak dengan bebas disebut galea aponeurotika yang membantu meredam
kekuatan trauma eksternal.
Diatas galea terdapat lapisan membran, yang mengandung pembuluh darah, lapisan
lemak, kulit dan rambut.
Antara galea dan permukaan luar tengkorak terdapat ruang subaponeurotika yang berisi
V. Diploika dan V. Emisaria yang bertindak sebagai suatu pengaman apabila terjadi
peningkatan intrakranial. Vena ini juga merupakan temoat potensial untuk infeksi
intrakranial.
B. Arachnoidea
- Arachnoidea yaitu selaput tipis yang membentuk sebuah balon yang berisi cairan otak
meliputi seluruh susunan saraf sentral, otak, dan medulla spinalis.
- Arachnoidea berada dalam balon yang berisi cairan. Ruang sub arachnoid pada bagian
bawah serebelum merupakan ruangan yang agak besar disebut sistermagna.Ruangan tersebut
dapat dimasukkan jarum kedalam melalui foramen magnum untuk mengambil cairan otak,
atau disebut fungsi sub oksipitalis.
1) Arachnoidea Encephali
Permukaan yang menghadap kearah piamater punya pita-pita fibrotik halus :
TRABEKULA ARACHNOIDEA
2) Arachnoidea Spinalis
Membungkus seluruh permukaan otak dan cerebelum termasuk sulci dan gyri
2) Piameter spinalis
1.2
Mikroskopis
1) Duramater
Terdiri dari lapisan luar dan lapisan dalam. Lapisan luar atau disebut juga lapisan endosteum
merupakan jaringan ikat padat dengan banyak pembuluh darah dan saraf. Lapisan dalam atau
lapisan fibrosa kurang mengandung pembuluh darah, dilapisi epitel selapis gepeng di
mesoderm.
2) Arachnoid
11
Plexus Choroidalis Mrp lipatan2 invaginasi piamater yg menembus ventrikel. Tdd jar.
Peny. Piamater, dilapisi oleh epitel selapis kuboid atau torak rendah yg berasal dr neural
tube.Menghasilkan cairan cerebrosipnalis (LCS).
Cairan Serebrospinal adalah cairan yang menyokong dan melindungi otak dan spinal cord.
Sebagai shock absorber antara otak dan tulang cranium (otak dan CSF memiliki gaya berat
spesifik yang kurang-lebih sama sehingga otak dapat dengan aman terapung dalam cairan ini.
Menjaga agar otak dan spinal cord tetap basah sehingga memungkinkan pertukaran zat antara
12
CSF dan sel saraf. Mempertahankan tekanan intracranial. Transportasi nutrisi bagi jaringan saraf
mengangkut produk sisa. Sebagai buffer / lingkungan yang baik bagi jaringan saraf.
Fungsi
1. CSS menyediakan keseimbangan dalam sistem saraf. Unsur-unsur pokok pada CSS berada
dalam keseimbangan dengan cairan otak ekstraseluler, jadi mempertahankan lingkungan luar
yang konstan terhadap sel-sel dalam sistem saraf.
2. CSS mengakibatkann otak dikelilingi cairan, mengurangi berat otak dalam tengkorak dan
menyediakan bantalan mekanik, melindungi otak dari keadaan/trauma yang mengenai tulang
tengkorak
3. CSS mengalirkan bahan-bahan yang tidak diperlukan dari otak, seperti CO2,laktat, dan ion
Hidrogen. Hal ini penting karena otak hanya mempunyai sedikit sistem limfatik. Dan untuk
memindahkan produk seperti darah, bakteri, materi purulen dan nekrotik lainnya yang akan
diirigasi dan dikeluarkan melalui villi arakhnoid.
4. Bertindak sebagai saluran untuk transport intraserebral. Hormon-hormon dari lobus posterior
hipofise, hipothalamus, melatonin dari fineal dapat dikeluarkan ke CSS dan transportasi ke sisi
lain melalui intraserebral.
5. Mempertahankan tekanan intrakranial. Dengan cara pengurangan CSS dengan
mengalirkannya ke luar rongga tengkorak, baik dengan mempercepat pengalirannya melalui
berbagai foramina, hingga mencapai sinus venosus, atau masuk ke dalam rongga subarakhnoid
lumbal yang mempunyai kemampuan mengembang sekitar 30%.
Normal performance of CSF:
Jernih (tidak berwarna) seperti air. Ditemukan sel-sel mononuclear (limfosit 2 5 sel/ml dan
monosit). Tidak ditemukan mikroorganisme. Sifatnya basa / alkali dan tidak berbau.
Tabel Karakteritik CSF Dewasa Normal
- Tekanan
- pH
- Protein total
- Imunoglobin
- Albumin / globulin
- Glukosa
kadar CSF
75-200 mmH2O
7,32-7,35
15-45 mg/dl
0,75-3,5 mg/dl
8:1
40-70 mg/dl
- Asam Laktat
- Urea (sebagai nitrogen urea)
- Glutamin
- Limfosit
10-20 mg/dl
10-15 mg/dl
< 20 mg/dl
2-5/ml
13
Sirkulasi LCS
Keterangan:
Cairan bergerak dari ventrikel lateral melalui foramen interventrikular (Munro) menuju
ventrikel ke-3 otak (tempat cairan semakin banyak karena ditambah oleh plexus koroid)
melalui aquaductus cerebral (Sylvius) menuju ventrikel ke-4 (tempat cairan ditambahkan
kembali dari pleksus koroid) melalui tiga lubang pada langit-langit ventrikel ke-4
bersirkulasi melalui ruang subarakhnoid, di sekitar otak dan medulla spinalis direabsorsi di
vili arakhnoid (granulasi) ke dalam sinus vena pada duramater kembali ke aliran darah
tempat asal produksi cairan tersebut.
14
ke dalam ventrikel III, selanjutnya melalui aquaductus sylvii masuk ke dlam ventrikel IV. Tiga
buah lubang dalam ventrikel IV yang terdiri dari 2 foramen ventrikel lateral (foramen luschka)
yang berlokasi pada atap resesus lateral ventrikel IV dan foramen ventrikuler medial (foramen
magendi) yang berada di bagian tengah atap ventrikel III memungkinkan CSS keluar dari sistem
ventrikel masuk ke dalam rongga subarakhnoid. CSS mengisi rongga subarachnoid sekeliling
medula spinalis sampai batas sekitar S2, juga mengisi keliling jaringan otak. Dari daerah medula
spinalis dan dasar otak, CSS mengalir perlahan menuju sisterna basalis, sisterna ambiens,
melalui apertura tentorial dan berakhir dipermukaan atas dan samping serebri dimana sebagian
besar CSS akan diabsorpsi melalui villi arakhnoid (granula Pacchioni) pada dinding sinus
sagitalis superior. Yang mempengaruhi alirannya adalah: metabolisme otak, kekuatan
hidrodinamik aliran darah dan perubahan dalam tekanan osmotik darah. CSS akan melewati villi
masuk ke dalam aliran adrah vena dalam sinus. Villi arakhnoid berfungsi sebagai katup yang
dapat dilalui CSS dari satu arah, dimana semua unsur pokok dari cairan CSS akan tetap berada di
dalam CSS, suatu proses yang dikenal sebagai bulk flow. CSS juga diserap di rongga
subrakhnoid yang mengelilingi batang otak dan medula spinalis oleh pembuluh darah yang
terdapat pada sarung/selaput saraf kranial dan spinal. Vena-vena dan kapiler pada piameter
mampu memindahkan CSS dengan cara difusi melalui dindingnya.
Perluasan rongga subarakhnoid ke dalam jaringan sistem saraf melalui perluasaan sekeliling
pembuluh darah membawa juga selaput piametr disamping selaput arakhnoid. Sejumlah kecil
cairan berdifusi secara bebas antara cairan ekstraselluler dan css dalam rongga perivaskuler dan
juga sepanjang permukaan ependim dari ventrikel sehingga metabolit dapat berpindah dari
jaringan otak ke dalam rongga subrakhnoid. Pada kedalaman sistem saraf pusat, lapisan pia dan
arakhnoid bergabung sehingga rongga perivaskuler tidak melanjutkan diri pada tingkatan kapiler.
Umur
Batas umur yang umum adalah 6 bulan 5 tahun. Kejang yang terjadi sebelum usia 5 bulan
lebih dikenal sebagai akibat dari infeksi pada sistem saraf pusat.
2.
Demam
16
Infeksi pernapasan atas, otitis media, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih adalah penyebab
utama kejang demam. Penyebab lainnya adalah imunisasi pertusis dan campak. Kejang biasanya
terjadi selama 24 jam pertama demam.
3.
Faktor Keturunan
Kejang demam dengan riwayat pada keluarga memegang peranan penting untuk terjadinya
kejang demam
Ada beberapa faktor lain yang berperan terhadap terjadinya kejang, antara lain yaitu :1
1.
2.
Respons alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh karena infeksi
3.
4.
Ensefalitis viral ( radang otak akibat virus) yang ringan yang tidak diketahui atau
ensefalopati toksisk sepintas
3.3 epidemiologi
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang
lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8%
kejang demam.
Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang
parsial.
Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di antara 2 bangkitan
kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% di antara anak yang mengalami kejang
demam.
3.5 patofisiologi
Untuk mempertahankan hidupnya, sel otak membutuhkan energi yaitu senyawa glukosa yang
didapat dari proses metabolisme sel. Sel - sel otak dikelilingi oleh membran yang dalam keadaan
normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit
dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lain kecuali Clorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi
ion K+ di dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi ion Na+ rendah. Keadaan sebaliknya terjadi di
luar sel neuron. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel tersebut
maka terjadi beda potensial yang disebut Potensial Membran Sel Neuron.
Untuk menjaga keseimbangan potensial membran sel diperlukan energi dan enzim Na-K-ATP
ase yang terdapat di permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari
sekitarnya
18
Sebuah potensial aksi akan terjadi akibat adanya perubahan potensial membran sel yang
didahului dengan stimulus membrane sel neuron. Saat depolarisasi, channel ion Na+ terbuka dan
channel ion K+ tertutup. Hal ini menyebabkan influx dari ion Na+, sehingga menyebabkan
potensial membran sel lebih positif, sehingga terbentuklah suatu potensial aksi.
Dan sebaliknya, untuk membuat keadaan sel neuron repolarisasi, channel ion K+ harus terbuka
dan channel ion Na+ harus tertutup, agar dapat terjadi efluks ion K+ sehingga mengembalikan
potensial membran lebih negatif atau ke potensial membrane istirahat.
Renjatan listrik akan diteruskan sepanjang sel neuron. Dan diantara 2 sel neuron, terdapat celah
yang disebut sinaps, yang menghubungkan akson neuron pre-sinaps dan dendrite neuron post
sinaps. Untuk menghantarkan arus listrik pada sinaps ini, dibutuhkan peran dari suatu
neurotransmitter.
Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan.
Neuron - neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan menurun dan
apabila terpicu akan melepaskan muatan secara berlebihan.
19
Kelainan polarisasi (polarisasi berlebih, hipopolarisasi, atau selang waktu dalam
repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi GABA.
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1o C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 1015% dan peningkatan kebutuhan oksigen sampai 20%. Jadi pada kenaikan suhu tertentu dapat
terjadi perubahan keseimbangan dari membran dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi ion
Kalium dan Natrium melalui membran sel, dengan akibat lepasnya muatan listrik yang demikian
besar sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangga dengan bantuan
neurotransmitter dan terjadilah kejang.
Pada anak dengan ambang kejang yang rendah kenaikan suhu sampai 38o C sudah terjadi
kejang, Namun pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu
diatas 40o C. Terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada anak dengan ambang kejang
rendah.
Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan
gejala sisa. Tetapi kejang demam yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai dengan
apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang
mengakibatkan hipoksemia, hiperkapneu, dan asidosis laktat. Hipotensi arterial disertai dengan
aritmia jantung dan kenaikan suhu tubuh disebabkan meningkatnya aktivitas berakibat
meningkatnya metabolisme otak.
Awal (< 15 menit)
Meningkatnya
kecepatan Menurunnya tekanan darah
denyut jantung
Meningkatnya tekanan darah
Menurunnya gula darah
Meningkatnya kadar glukosa
Disritmia
Berkepanjangan (>1jam)
Hipotensi
disertai
berkurangnya aliran darah
serebrum sehingga terjadi
hipotensi serebrum
Gangguan sawar darah otak
yang menyebabkan edema
serebrum
tanpa adanya kelainan saraf. Kejang demam dapat berlangsung lama dan atau parsial. Pada
kejang yang unilateral kadang-kadang diikuti oleh hemiplegi sementara (Todds hemiplegia)
yang berlangsung beberapa jam atau bebarapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti
oleh hemiplegi yang menetap.
Menurut Behman (2000: 843) kejang demam terkait dengan kenaikan suhu yangtinggi dan
biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 39oC atau lebih ditanda dengan adanya kejang
khas menyeluruh tonik klonik lama beberapa detik sampai 10 menit. Kejang demam yang
menetap > 15 menit menunjukkan penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik selain itu
juga dapat terjadi mata terbalik ke atas dengan disertai kekakuan dan kelemahan serta gerakan
sentakan terulang.
Demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang tejradi secara tiba-tiba)
Pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada anak-anak
yang mengalami kejang demam)
Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung selama
10-20 detik)
Gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya
berlangsung selama 1-2 menit)
Gangguan pernafasan
Kulitnya kebiruan.
Anamnesis
Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran sebelum dan sesudah kejang , lama kejang
Suhu sebelum / saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval kejang, keadaan anak pasca
kejang, penyebab demam di luar infeksi susunan saraf pusat ( gejala infeksi saluran napas akut /
ISPA, infeksi saluran kemih (ISK), otitis media akut (OMA) dll,
-
21
Singkirkan penyebab kejang yang lain ( misalkan diare, muntah yang mengakibatkan
gangguan elektrolit, sesak yang mengakibatkan hipoksemia, asupan kurang yang dapat
menyebabkan hipoglikemik.
2.
Pemeriksaan Fisik
Manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang multifokal yang berpindah-pindah
atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan adanya kelainan struktur otak.
Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan hipoventilasi, henti
nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya negatif, dan terdapatnya
kuadriparesis flasid mencurigakan terjadinya perdarahan intraventikular.
Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan yang
disebabkan oleh trauma. Ubun ubun besar yang tegang dan membenjol menunjukkan adanya
peninggian tekanan intrakranial yang dapat disebabkan oleh pendarahan sebarakhnoid atau
subdural. Pada bayi yang lahir dengan kesadaran menurun, perlu dicari luka atau bekas tusukan
janin dikepala atau fontanel enterior yang disebabkan karena kesalahan penyuntikan obat
anestesi pada ibu.
Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan kraniofasial yang
mungkin disertai gangguan perkembangan kortex serebri.
Ditemukannya korioretnitis dapat terjadi pada toxoplasmosis, infeksi sitomegalovirus dan
rubella. Tanda stasis vaskuler dengan pelebaran vena yang berkelok kelok di retina terlihat
pada sindom hiperviskositas.
Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan cairan subdural
atau kelainan bawaan seperti parensefali atau hidrosefalus.
Pemeriksaan umum penting dilakukan misalnya mencari adanya sianosis dan bising
jantung, yang dapat membantu diagnosis iskemia otak.
Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA,
OMA, GE)
-
3.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium6
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat
dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya
gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaa laboratorium yang dapat dikerjakan
misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah.
22
Pungsi lumbal adalah pemeriksaan cairan serebrospinal yang dilakukan untuk menyingkirkan
menigitis terutama pada pasien kejang demam pertama. Sangat dianjurkan pada anak berusia di
bawah 12 bulan, dianjurkan pada anak usia 12 - 18 bulan, dan dipertimbangkan pada anak di atas
18 bulan yang dicurigai menderita meningitis
Bayi > 18 bulan: tidak rutin, kecuali bila ada tanda-tanda menigitis
Jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya diindikasikan pada keadaan:
a.
b.
c.
Adanya tanda peningkatan tekanan intrakranial (kesadaran menurun, muntah berulang,
fontanel anterior menonjol, paresis saraf otak VI, edema papil)
-
EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti ketidak normalan gelombang dan
dipertimbangkan pada kejang demam kompleks. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk
dilakukan pada kejang demam yang baru terjadi sekali tanpa adanya defisit neurologis, EEG ini
tidak dapat memprediksi berulangnya kejang tau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi
pasien kejang demam.
DIAGNOSIS BANDING
Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus dipikirkan apakah
penyebab kejang itu di dalam atau diluar susunan saraf pusat. Kelainan di dalam otak biasanya
karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis, abses otak, dan lain-lain. Oleh sebab itu perlu
waspada untuk menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan organis di otak.
Tabel 2. Diagnosa Banding
No
Kriteri Banding
1.
Demam
2.
3.
4.
Kelainan Otak
Kejang berulang
Penurunan kesadaran
Epilepsi
Meningitis
Ensefalitis
Tidak berkaitan Salah
satu
dengan demam
gejalanya demam
(+)
(+)
(+)
(+)
(-)
(+)
Kejang Demam
Pencetusnya
demam
(-)
(+)
(+)
23
3.8 tatalaksana
Farmakologis:
a)
Meningitis tuberkulosa:
o
Isoniazid 10-20 mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 2 dosis (maksimal 500 mg/hari) selama
1 tahun.
o
o
Streptomycin sulphate 20-40 mg/KgBB/hari IM dosis tunggal atau dibagi dalam 2 dosis
selama 3 bulan.
Cephalosporin Generasi ke 3.
24
o
Kombinasi Ampicilin 150-200 mg (400 mg)/KgBB/hari IV dibagi dalam 4-6 kali dosis
sehari dan Chloramphenicol 50 mg/KgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis.
o
Kombinasi Ampicilin 150-200 mg (400 mg)/KgBB/hari IV dibagi dalam 4-6 kali dosis
sehari dan Chloramphenicol 50 mg/KgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis.
o
Sefalosporin Generasi ke 3.
o
Dexamethasone dosis awal 0,5 mg/KgBB IV dilanjutkan dengan dosis rumatan 0,5
mg/KgBB IV dibagi dalam 3 dosis, selama 3 hari. Diberikan 30 menit sebelum pemberian
antibiotika.
b)
Pengobatan simptomatis:
Menghentikan kejang
o
Diazepam 0,2-0,5 mg/KgBB/dosis IV atau 0,4-0,6 mg/KgBB/dosis REKTAL
SUPPOSITORIA, kemudian dilanjutkan dengan,
o
Menurunkan panas
o
Antipiretika: Paracetamol 10 mg/KgBB/dosis PO atau Ibuprofen 5-10 mg/KgBB/dosis
PO diberikan 3-4 kali sehari.
o
c)
Pengobatan suportif
Cairan intravena
2)
Perawatan:
Hisap lendir
o
Cegah dekubitus dan pnemonia ortostatik dengan merubah posisi penderita sesering
mungkin, minimal ke kiri dan ke kanan setiap 6 jam
o
Pemantauan ketat:
Tekanan darah
Pernafasan
Nadi
3.9 komplikasi
1. Kerusakan sel otak
2. Penurunan IQ pada kejang demam yang berlangsung lama lebih dari 15 menit dan
bersifat unilateral
3. Kelumpuhan
3.10 pencegahan
a. Pencegahan berkala (intermiten)
untuk kejang demam sederhana dengan Diazepam 0,3 mg/KgBB/dosis PO dan antipiretika pada
saat anak menderita penyakit yang disertai demam
b. Pencegahan kontinu
untuk kejang demam komplikata dengan Asam Valproat 15-40 mg/KgBB/hari PO dibagi dalam
2-3 dosis
3.11 prognosis
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, perjalanan penyakitnya baik dan tidak
menimbulkan kematian.Kejang demam pada umumnya dianggap tidak berbahaya dan sering
tidak menimbulkan gejala sisa, akan tetapi bila kejang berlangsung lama sehingga menimbulkan
26
hipoksia pada jaringan SSP, dapat menyebabkan adanya gejala sisa di kemudian hari. Dan
apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam dapat berkembang menjadi:
a)
kejang demam terjadi segera setelah mulai demam/saat suhu sudah relatif normal
b)
Epilepsi
c)
Kelainan motorik
d)
Gangguan mental
Dewasa
27
BAKTERI
Bakteri yang sering menyebabkan meningoencephalitis bacterial sebelum ditemukannya vaksin
Hib : S.pneumoniae, dan N. meningitidis. Bakteri yang menyebabkan meningoencephalitis
neonatus adalah bakteri yang sama yang menyebabkan sepsis neonatus. Resiko
meningoencephalitis bacterial meningkat pada keadaan penyalahgunaan alcohol, telah menjalani
splenektomi dan penderita dengan infeksi telinga hidung menahun.
Tabel 1. Bakteri penyebab meningoencephalitis
Golongan
Bakteri yang paling sering Bakteri yang jarang menyebabkan
usia
menyebabkan
meningoencephalitis
meningoencephalitis
Neonatus
Group B streptococcus
Staphylococcus aureus
Escherichia coli
Coagulase-negative staphylococci
Klebsiella
Enterococcus faecalis
Enterobacter
Citrobacter diversus
Salmonella
Listeria monocytogenes
Pseudomonas aeruginosa
Haemophilus influenzae types a, b, c, d,
e, f, dan nontypable
>1 bulan
Streptococcus pneumonia
H. influenzae type b
Neisseria meningitides
Group A streptococci
Gram-negatif bacilli
L. monocytogenes
VIRUS
Virus yang menyebabkan meningoencephalitis pada prinsipnya adalah virus golongan
enterovirus dimana termasuk didalamnya adalah coxsackieviruses, echovirus dan pada pasien
yang tidak vaksinasi (poliovirus). Virus golongan enterovirus dan arbovirus (St. Louis, LaCrosse,
California vencephalitis viruses) adalah golongan virus yang paling sering menyebabkan
meningoencephalitis. Selain itu virus yang dapat menyebabkan meningoencephalitis yaitu HSV,
EBV, CMV lymphocytic choriomeningoencephalitis virus, dan HIV. Virus mumps adalah virus
yang paling sering menjadi penyebab pada pasien yang tidak tervaksinasi sebelumnya.
Sedangkan virus yang jarang menyebabkan meningoencephalitis yaitu Borrelia burgdorferi
(lyme disease), B. hensalae (cat-scratch virus), M. tuberculosis, Toxoplasma, Jamus
(cryptococcus, histoplasma, dan coccidioides), dan parasit (Angiostrongylus cantonensis,
Naegleria fowleri, Acanthamoeba).
Tabel 2. Virus penyebab meningoencephalitis
Akut
Subakut
Adenoviruses
HIV
1. Amerika utara
JC virus
Eastern equine encephalitis
Prion-associated encephalopathies
(Creutzfeldt-Jakob disease, kuru)
Western equine encephalitis
St. Louis encephalitis
California encephalitis
28
30
4.5 patofisiologi
Bacterial meningitis dimulai ketika factor virulensi bakteri menembus mekanisme pertahanan
kospes. Bakteri yang paling sering menyebabkan meningitis adalah H. influenzue,
N.meningitides, dan S. Pneumoniae, yang pada awalnya mengkolonisasi nasopharynx
dengan menempel pada epitel sel dan menembus menuju ruang intravascular.
Bakteri yang dapat bertahan ke dalam sirkulasi kemudian akan masuk ke dalam CSF melalui
plexus choroid dari ventrikel lateral, dan area lain yang permeabilitas blood-brainbarrier(BBB) telah berubah. Sel dalam plexus choroid dan kapiler serebral memiliki reseptor
untuk struktur permukaan sel bakteri spesifik yang memungkinkan untuk melekat.
CSF merupakan area memiliki system pertahanan yang sangat lemah. Sekali pathogen
mengakses CSF, hanya sedikit komplemen, konsentrasi immunoglobulin, dan neutrophil di
dalam ruang subarachnoid untuk menghambat multiplikasi yang cepat.
Konsentrasi immunoglobulin dan komplemen sangat sedikit di dalam CSF yang tidak
terinfeksi, dan hanya akan sedikit meningkat pada bacterial meningitis. Hal ini biasanya
terjadi lambat dalam perjalanan penyakit. Mekanisme inflamasi meningeal terjadi akibat
adanya komponen sel bakteri disebabkan oleh lisisnya bakteri. Molekul LPS, atau
endotoksin, juga memiliki peran dalam melemahkan mengubah BBB permeabilitas. Dan juga
terjadi peningkatan laktat, dan penurunan level glukosa akibat glikolisis anaerobic oleh sel
otak.
Komponen dinding sel bakteri menstimulasi produksi dari inflamatori sitokin, interleukin-1
dan tumour necrosis factoer (TNF), yang kemudian menginduksi inflamasi meningeal.
Keberadaan dari TNF dalam CSF spesifik terjadi pada bacterial meningitis. Tidak satu pun
pasien dengan viral meningitis memiliki TNF positif dalam CSF. Aktivitas TNF dapat
berkontribusi pada gejala klinis kejang melalui metabolic local dan efek vascular. IL-1 dapat
berperan dalam perubahan tingkat kesadaran dan demam dalam kasus bacterial meningitis.
Konsentrasi IL-1 beta pada CSF berkorelasi langsung dengan hitung leukosit CSF, laktat,
protein, dan TNF, namun berkebalikan dengan konsentrasi glukosa CSF. TNF alfa dan IL-1
berpotensi menginduksi sintesis dan pelepasan platelet activating factor (PAF) dari banyak
sel.
Kenaikan tekanan intracranial pada bacterial meningitis terjadi akibat kombinasi dari edema
serebral (kenaikan volume CSF) dan kenaikan volume darah CSF. Edema serebral yang
berkembang selama bacterial meningitis akibat kombinasi vasogenik, sitotoksik, dan edema
interstitial. Vasogenik edema sebagai konsekuensi dari kenaikan permeabilitas BBB. Edema
interstitial karena kurangnya penyerapan dari CSF pada tingkat granulasi arachnoid dalam
sinus dural. Eksudat fibrinous dalam ruang subarachnoid menganggu fungsi penyerapan pada
granulasi arachnoid. Selama kerusakan penyerapan terjadi, gerakan CSF terganggu, dan
terjadi perpindahan trans-ependymal cairan dari system ventricular ke dalam parenkim otak.
Faktor yang turut berkontribusi pada edema interstitial adalah kenaikan resistensi
pengeluaran CSF akibat akumulasi dari eksudat purulent di dalam basal cisterna. Edema
sitotoksik berkembang sekunder dari pembengkakkan elemen selular dari otak sebagai hasil
dari factor toksik yang dikeluarkan neutrophil dan bakteri. Hiponatremia terjadi sekunder
31
dari sekresi ADH juga berkontribusi dalam pathogenesis edema sitotoksik dengan cara
memproduksi cairan hipotonis dari extraselular dan meningkatkan permabilitas otak terhadap
air. Tekanan intracranial secara maksimal alami kenaikan selama 24-48 jam pertama pada
rawat inap. Abnormalitas pada aliran darah selama bacterial meningitis terjadi akibat
kenaikan tekanan intracranial, berkurangnya auto-regulasi, pelebaran arteri besar di bawah
otak, vasculitis, dan thrombosis dari arteri serebral, vena, dan sinus besar.
Meskipun hiperaemia terjadi di fase awal dari bacterial meningitis, kemudian setelah itu
aliran darah serebral mulai menurun, dan ini berkontribusi secara signifikan menjadi
komplikasi neurologi berat. Komplikasi serebrovaskular yang sering terjadi adalah pelebaran
pembuluh arteri besar di bawah otak. Hal ini sebagai akibat dari beberapa etiologi, termasuk;
- Pelebaran batas pembuluh akibat eksudat purulen di dalam ruang subarachnoid dan
cisterna
- Infiltrasi dinding arteri oleh sel inflamasi dengan penebalan tunika intima
- Infiltrasi subintima dari arteri besar (vasculitis); vasospasme
4.6 manifestasi klinis
Meningoensephalitis
Temuan pada pemeriksaan fisik bervariasi berdasarkan pada usia dan organisme
penyebab infeksi. Penting untuk diingat bahwa anak muda, jarang menunjukan gejala
spesifik.
- Pada bayi muda temuan yang pasti mengarah ke meningitis jarang spesifik:
a. Hipotermia atau mungkin bayi demam
b. Ubun-ubun membumbung, diastasis (pemisahan) pada sutura jahitan, dan kaku kuduk
tapi biasanya temuan ini muncul lambat.
- Saat anak tumbuh lebih tua, pemeriksaan fisik menjadi lebih mudah dicari.
a. tanda-tanda meningeal lebih mudah di amati (misalnya, kaku kuduk, tanda kernig
positif dan Brudzinski juga positif)
b. tanda fokal neurologis dapat ditemukan sampai dengan 15% dari pasien yang
berhubungan dengan prognosis yang buruk
c. Kejang terjadi pada 30% pasien dengan meningitis bakteri
d. Kesadaran berkabut (obtundation) dan koma terjadi pada 15-20 % dari pasien dan
lebih sering dengan meningitis pneumokokus.
Dapat ditemukan tanda peningkatan tekanan intrakranial dan pasien akan mengeluhkan
sakit kepala, diplopia, dan muntah. Ubun-ubun menonjol, ptosis, saraf cerebral keenam,
anisocoria, bradikardia dengan hipertensi, dan apnea adalah tanda-tanda tekanan
intrakranial meningkat dengan herniasi otak. Papilledema jarang terjadi, kecuali ada
oklusi sinus vena, empiema subdural, atau abses otak
Meningitis Bakterial
Pada bayi baru lahir dan prematur :Pasien tampak lemah dan malas,tidak mau
minum,muntah-muntah,kesadaran menurun,ubun-ubun besar tegang dan membonjol,leher
lemas,respirasi tidak teratur,kadang disertai ikterus jika sepsis.
32
Meningitis Tuberkulosis
1. Stadium pertama : gejala demam,sakit perut,nausea,muntah,apatis kelainan
neurologis belum ada
2. Stadium kedua : tidak sadar,sopor,terdapat kelaianan neurologis ada tanda
rangsang meningeal,saraf otak yang biasa terkena adalah N III,IV,VI dan VII
3. Stadium ketiga : koma,pupil tidak bereaksi,kadang timbul spasme klonik pada
ekstremitas,hidrosefalus.
Ensefalitis
1. Masa prodromal berlangsung antara 1 4 hari,ditandai dengan demam,sakit
kepala,pusing,muntah,nyeri tenggorokan,malaise,nyeri ekstremitas dan pucat.
2. Berat ringanya tergantung dari distribusi dan luas lesi pada neuron
3. Gejalanya berupa gelisah,iritabel,screamingattack,perubahan perilaku,gangguan
kesadaran dan kejang
4. Kadang
kadang
disertai
neurologis
fokal
berupa
afasia,hemiparesis,hemiplegia,ataksia,dan paralisis saraf otak
5. Tanda rangsang meningeal dapat terjadi bila peradangan mencapai meningen.
Anamnesis
33
Dapat dilakukan dengan autoanamnesis atau alloanamnesis bila pasien tidak koperatif
-
Pemeriksaan fisik
Perhatikan tanda rangsang meningeal positif: Kaku kuduk,Kernig sign dan Burdzinsky.
-
Laboratorium darah: darah lengkap: HB, HT, LED, eritrosit, leukosit, elektrolit darah.
Pungsi lumbal untuk pemeriksaan LCS (indikasi infeksi: peningkatan sel darah putih, protein,
tekanan CSF > 180 mmHg, dan penurunan glukosa).
-
Kultur darah
Deficit fokal dengan kenaikan jumlah hitung sel dari 250 sampai 100.000 sel per mm3, tetapi
biasanya 1.000 sampai 10.000 sel/mm3. Neutrophil mendominasi (85-95% dari total hitung sel),
tetapi kenaikan dari sel mononuclear ditemukan selama infeksi berlanjut, terutama pada
meningitis yang terobati tidak tuntas. Jika hasil hitung sel >50.000 sel/mm3 meningkatkan
kemungkinan abses otak hingga rupture ke dalam ventrikel. Hitung jenis WBC pada CSF dapat
meningkat selama 18-36 jam oleh karena awal pemakaian obat.
Konsentrasi glukosa CSF normalnya lebih rendah dari serum. Konsentrasi glukosa dalam CSF
berkisar antara 45-80 mg/dl pada pasien dengan glukosa serum 70-120 mg/dl, atau kira-kira 65%
dari glukosa serum. Glukosa serum dibawah 40% menunjukkan hasil abnormal. Hiperglikemia
meningkatkan konsentrasi glukosa CSF dan keberadaannya dapat menyamarkan penurunan
konsentrasi glukosa CSF. Sehingga penentuan konsentrasi glukosa CSF lebih baik dengan cara
membandingkan rasio glukosa CSF dan serum. Rasio normal adalah 0,6. Rasio yang kurang dari
0,40 sangat kuat dugaan untuk bacterial meningitis.
Kenaikan konsentrasi protein CSF dapat ditemukan pada kasus meningitis bacterial, tetapi
konsentrasi protein CSF akan meningkat pada setiap proses yang mengganggu permeabilitas dari
blood-brain-barrier.
Konsentrasi asam laktat CSF telah dianjurkan untuk digunakan melihat proses penyembuhan.
Kosentrasi yang lebih besar sama dengan 35mg/dl dapat diprediksi kemungkinan adanya
bacterial meningitis atau tubercular origin.
Konsentrasi awal asam laktat CSF juga didemonstrasikan untuk mengetahui prognosis signifikan
pada pasien dengan bakterial meningitis. Pasien dengan asam laktat tinggi cenderung meninggal
atau sembuh dengan defisit neurologis.
-
Biopsi
Biopsi otak mungkin diperlukan untuk diagnosis definitif dari penyebab ensefalitis, terutama
pada pasien dengan temuan neurologik fokal. Biopsi otak mungkin cocok untuk pasien dengan
ensefalopati berat yang tidak menunjukkan perbaikan klinis jika diagnosis tetap tidak jelas. Lesi
kulit petechial, jika ada, harus dibiopsi. Ruam hasil meningococcemia dari dermal pembenihan
organisme dengan kerusakan endotel vaskular, dan biopsi dapat mengungkapkan organisme pada
Gram stain.Untuk melihat ada lesi desak ruang akibat progresi inflamasi seperti abses, dan
penumpukan cairan LCS (hidrosefalus).
34
Neuroimaging
Hampir semua pasien dengan meningitis bakteri akan memiliki neuroimaging studi yang
dilakukan selama mereka sakit. MRI lebih disukai daripada CT karena sifatnya superioritas
dalam menunjukkan daerah edema serebral dan iskemia. Pada pasien dengan meningitis bakteri,
difus peningkatan meningeal sering terlihat setelah administrasi gadolinium. Peningkatan
meningeal tidak diagnostik meningitis, tetapi terjadi dalam SSP penyakit yang berhubungan
dengan peningkatan permeabilitas BBB.
Deficit fokal dengan kenaikan jumlah hitung sel dari 250 sampai 100.000 sel per mm3, tetapi
biasanya 1.000 sampai 10.000 sel/mm3. Neutrophil mendominasi (85-95% dari total hitung sel),
tetapi kenaikan dari sel mononuclear ditemukan selama infeksi berlanjut, terutama pada
meningitis yang terobati tidak tuntas. Jika hasil hitung sel >50.000 sel/mm3 meningkatkan
kemungkinan abses otak hingga rupture ke dalam ventrikel. Hitung jenis WBC pada CSF dapat
meningkat selama 18-36 jam oleh karena awal pemakaian obat.
Penyakit
Herpes
simplex
encephalitis
Gejala
virus Demam, konfulsi, perubahan
perilaku, sakit kepala, onset
baru fokal atau kejang
tergeneralisasi, deficit fokal
neurologi
Temuan Diagnosis
CSF:Lymph.Pleocytosis,RBC
CT/MRI: signal intensity on
T2 wt. images in temporal
Lobe(s)-EEG-periodics pike
and slow waves intemporal
lobe(s)
Masslesion-brain absces, sub- Hemicranial atau sakit kepala CSF-Contraindicated
dural
empyema/epidural tergeneralisasi , deficit fokal, CECT/CEMR-masslesion
abscess
kejang
(focal
or
gen),
demam(+/-)
Sub-arachnoid haemorrhage
Sakit kepala hebat, muntah, CSF:RBCs,xanthochromia
syncope,
kaku
kuduk, CT(non-contrast):blood
in
ophthalmoplegia, focal deficit, basal cisterns
altered sensorium
Fungal meningitis
Demam, sakit kepala, lesi di CSF:lymphocytic
kulit, cranial nerve palsies
pleomorphosis,
Positive
cryptococcal antigen.Biopsy
skin lesion.
Neuroleptic
malignant History
of
taking CSF:normal
syndrome
antipsychotic
medicines, Serum
CPK:
markedly
Fever, rigidity, fluctuating elevated
sensorium,
autonomic TLC:15,000-30,000cells/mm3
instability
Lyme disease
History of tick bite and/or CSF:mononuclear pleocytosis
erythema chronicum migrans, and intra-thecal,anti-borrelia
35
Ricketsial infection
Tuberculous meningitis
burgdorferi
antibody
production
Serum:Lymeserology
Headache, fever, petechial Biopsy of skin lesions
rash, altered mental status
Headache,
meningismus, CSF:lymphocytic pleocytosis,
confusion, seizures and coma
AFB,
polymerase
chainreaction(PCR)
Chest
X-ray:
infiltration/military motling
4.8 tatalaksana
Dilakukan sedini mungkin setelah diagnosa pasti.
a. Terapi umum : Tirah baring total. Dan perawatan 5B jangan sampai terjadi dekubitus.
b. Terapi spesifik : Antibiotika sesuai dgn hasil pemeriksaan LP. Bila ada kontra indikasi LP
diberikan Antibiotika sesuai dgn Antibiotika empiris. Lama pemberian Antibiotika
sesuai dgn jenis bakteri. Pemberian Antiviral, Anti Jamur dan OAT.
Antibiotik
KUMAN
ANTIBIOTIKA
NEONATUS Streptococcus grup B atau Ampicillin + Cefotaxime
D,
E.
Coli,
L. Ampicillin + Gentamycin
monocytogenes
Acyclovir H. simplex encephalitis
INFANT
Ampicillin + Cefotaxime/ Ceftriaxone.
Chloramphenicol + Gentamycin
+ Vancomycin.
+ Dexamethason.
3 bln 7 th
S.
pneumoniae,
N. Cefotaxime / Ceftriaxone.
meningitidis,
H. + Vancomycin pd S. pneumoniae resistent
Influenzae
Cephalosporin.
Chloramphenicol + Vancomycin.
+ Dexamethason.
Anak-Dws
S.
pneumoniae,
N. Cefotaxime/ Ceftriaxone+Ampicillin
7 thn 50 meningitidis,
L. Chloramphenicol+Trimethoprim/sulfamethoxaz
thn
monocytogenes
ole.
Bila prevalensi S. pneumonia resistent
cephalosporin > 2% diberikan:
Cefotaxime/ Ceftriaxone+Vancomycin
36
Dws
thn
>
50 S.
pneumoniae,
H.
influenzae,
spesies
Listeria,
Pseudomonas
aeruginosa,
N.
meningitidis.
ANTIBIOTIKA
INTRAVENOUS :
Penicillin G
Ampicillin
Nafcillin
Piperacillin
Cefotaxime
Ceftazidime
Vancomycin
Chloramphenicol
Tobramycin / Gentamycin
Amikacin
Bactrim
INTRATEKAL :
Tobramycin
Amikacin
ANAK-ANAK
(mg/kg/hr)
200.000 Unit/hr
150-300
300
300
100-225
100
20-40
5-8
5-8
10
DEWASA
(gram/ hari)
20 juta Unit/hr
12-18
8-12
10-15
8-12
6-8
2-3
4-6
3-5 mg/kg/hr
30 mg/kg/hr
TMP : 15 mg/kg/hr
2,5 mg/hr
5 mg/hr
8 mg/hr
20 mg/hr
INTERVAL
PEMBERIAN (Jam)
2-4
4
4
4
4
4
6
6
8
8
8
Terapi Tambahan
1. Deksamethason
Menghambat reaksi inflamasi, karena lisis bakteri dalam ruang subarachnoid. Digunakan
pada penyakit resiko tinggi, edema otak, TIK . Dapat menyebabkan Perbaikan BBB
penetrasi AB ke dlm CSS. Terapi ini direkomendasikan terutama pada pasien
meningoencephalitis dewasa akibat pneumococcus atau pada pasien dengan tingkat
keparahan sedang-berat (GCS 11). Pemberian dilanjutkan lebih dari 4 hari hanya jika
pewarnaan gram CSS menunjukkan hasil diplococcus gram negatif, atau jika kultur darah
atau CSS positif S. Pneumoniae. Efek samping : perdarahan GI, supresi imun fungsi
imun seluler. Diberikan sebelum pemberian antibiotika pertama (10-15 menit).
37
2. Immunoglobulin
Diberikan sedini mungkin. Untuk menetralkan endotoksin, krn bakteri. Tidak menyebabkan
supresi imun. Pilihan : lebih baik yang dapat menembus BBB pilih molekul kecil, Dosis :
1-3 ml/kg BB secara intravena, diberikan per infus dengan kecepatan 150-225 ml/jam atau
40-60 tetes/menit.
3. Peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)
Letak kepala 30 derajat dari tempat tidur. Beri obat hiperosmoler : manitol atau gliserol.
Hiperventilasi pCO2 dipertahankan : 27-30 mmHg. Barbiturat kebutuhan metabolik
otak.
4. Pemeriksaan CSS ulang
Harus dilakukan pada setiap pasien yang tidak berespon secara klinis setelah pemberian
terapi antimikroba selama 48 jam.
5. Terapi rawat jalan
Kriteria terapi rawat jalan untuk meningoencephalitis bakterialis antara lain :
a. Telah mendapat terapi antimikroba di RS 6 hari
b. Tidak ada demam minimal selama 24 48 jam
c. Tidak ada disfungsi neurologi, kelainan fokal atau aktivitas bangkitan bermakna
d. Kondisi klinis stabil atau membaik
e. Mampu makan per oral
f. Kondisi kesehatan rumah yang layak
Management Meningoencephalitis Jamur
Obat yang sering dipakai pada penanganan meningitis jamur diantaranya:
1. Amfoterisin B untuk terapi infeksi kriptokokal, antifungal spektrum luas.
2. Flusitosin efektif untuk infeksi jamur pada SSP yang disebabkan oleh Candida dan
Cryptococcus sp. Penetrasi ke cairan serebrospinal baik, mencapai 75% konsentrasi
serum. Diberikan sebagai kombinasi dengan Amfoterisin B atau Flukonasol, tidak
diberikan sebagai obat tunggal, mudah terjadi resistensi.
3. Flukanosol Triazol spektrum luas yang digunakan untuk terapi kriptokokal
meningoencephalitis dan infeksi Candida. Dapat melalui sawar darah otak dengan mudah
dan memiliki waktu paruh tinggi dalam cairan serebrospinal.
4. Vorikonasol Triasol baru yang mempunyai aktivitas antifungal. Obat pilihan untuk
infeksi Aspergillus, Fusarium, Scedosporium yang sulit diterapi dengan Amfoterisin.
5. Kombinasi Obat
Dengan tujuan memperbaiki efikasi dan meminimalkan toksisitas
a. Amfoterisin B 0,7 mg/kgBB/hari iv + Flusitosin 100 mg/kgBB/hari per oral semala 2
minggu dilanjutkan Flukonasol 400-800 mg/hari per oral selama 8-10 minggu lalu
dilanjutkan Flukonasol 200 mg/hari per oral, baik untuk infeksi oleh Cryptococcus
neoformans.
b. Amfoterisin B 0,5 0,7 mg/kgBB/hari iv selama 4 minggu diteruskan Flukonasol
400-800 mg/hari per oral seumur hidup untuk infeksi Coociodes immitis.
38
Non Neurologi :
1.
2.
3.
4.
5.
4.10 pencegahan
Vaksin Meningitis
Vaksin IPD PCV-7 merupakan vaksin kombinasi yang merupakan gabungan beberapa
antigen tunggal menjadisatu jenis produk antigen untuk mencegah penyakit yang berbeda serta
diberikan dalam satu suntikan (7 in one). PCV- 7 memiliki T-cell dependent yang bersifat
immunogenic bagi anak-anak berusia < 2 tahun.
T cell helper berperan merangsang B cell membentuk antibodi, sehingga membentuk
memori jangka panjang. Jika suatu saat akan diberikan booster PCV-7, maka sel memori akan
39
meningkatkan antibodi kembali. Dengan keunggulan ini, maka PCV-7 efektif memberikan
proteksi IPD bagi anak-anak berusia < 2 tahun.
Pencegahan lain
Kebersihan menjadi kunci utama proses pencegahan terjangkit virus atau bakteri
penyebab meningitis. Ajarilah anak-anak dan orang-orang sekitar untuk selalu cuci tangan,
terutama sebelum makan dan setelah dari kamar mandi. Usahakan pula untuk tidak berbagi
makanan, minuman atau alat makan, untuk membantu mencegah penyebaran virus. Selain itu
lengkapi juga imunisasi si kecil, termasuk vaksin-vaksin seperti HiB, MMR, dan IPD. (Japardi,
Iskandar., 2002)
Pencegahan pada penyakit meningitis:
1 Penderita diisolasi
2 Vaksinasi, seperti;
Vaksi meningokokus yang telah diizinkan di AS mencakup polisakarida grup A,
C, W153 dan Y, dan digunakan terutama perekrutan militer. Vaksin ini mungkin
menguntungkan bagi beberapa orang yang mengunjungi daerah yang mengalami
epidemik penyakit meningokokus. Vaksinasi juga harus dipertimbangkan sebagai
tambahan antibiotik kemoprofilaksis untuk beberapa orang yang tinggal dengan
pasien yang mengalami infeksi meningokokus.
Vaksin polisakarida (Haemophilus b polysaccharide vaccine) melawan masuknya
Haemophilus influenzae tipe b yang telah diizinkan penggunaannya di AS dan
sekarang digunakan rutin untuk pencegahan meningitis pada pediatrik.
3 Diberi obat-obatan
Untuk meningokokus diberi obat Rifampisin, sulfadiazine.
Untuk Hemofilus influenza diberi obat, Rifampisin
4.11 prognosis
Prognosis bergantung pada penegakan diagnosis secara dini, penentuan organisme penyebab
serta pemberian obat yang tepat dan segera. Angka kematian bisa mencapai 50% atau bahkan
lebih tinggi lagi.Penderita meningoencephalitis dapat sembuh, baik sembuh dengan cacat
motorik atau mental atau meninggal tergantung :
a. umur penderita.
b. Jenis kuman penyebab
c. Berat ringan infeksi
d. Lama sakit sebelum mendapat pengobatan
e. Kepekaan kuman terhadap antibiotic yang diberikan
f. Adanya dan penanganan penyakit.
LI.5 Memahami Dan Menjelaskan Lumbal Fungsi
Definisi
Lumbar pungsi adalah upaya pengeluaran cairan serebrospinal dengan memasukan jarum ke
dalam ruang subarakhnoid. Lumbar pungsi dilakukan oleh dokter menggunkan jarung dengan
40
teknik aseptic. Jarum punksi lumbal dimasukan diantara vertebra lumbal ke-3 dan ke-4 atau ke-4
dan ke-5 hingga mencapai ruang subarachnoid dibawah medulla spoinalis di bagian causa
equine. Manometer dipasang diujung jarum via dua jalan dan cairan serebrospinal
memungkinkan mengalir ke manometer untuk mengetahui tekanan intraspinal.
Indikasi
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Kejang
Paresis atau paralisis termasuk paresis Nervus VI
Pasien koma
Ubun ubun besar menonjol
Kaku kuduk dengan kesadaran menurun
Tuberkolosis milier
Kontra Indikasi
1. Adanya peninggian tekanan intra kranial dengan tanda-tanda nyeri kepala, muntah dan papil
edema
2. Penyakit kardiopulmonal yang berat
3. Ada infeksi lokal pada tempat Lumbal Punksi
PERSIAPAN LUMBAL PUNGSI :
1. Periksa gula darah 15-30 menit sebelum dilakukan LP
2. Jelaskan prosedur pemeriksaan, bila perlu diminta persetujuan pasien/keluarga terutama pada
LP dengan resiko tinggi
ALAT DAN BAHAN :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
PROSEDUR :
1. Pasien dalam posisi miring pada salah satu sisi tubuh. Leher fleksi maksimal (dahi ditarik ke
arah lutut), ektremitas bawah fleksi maksimum (lutut ditarik ke arah dahi), dan sumbu
kraniospinal (kolumna vertebralis) sejajar dengan tempat tidur.
41
2. Tentukan daerah pungsi lumbal di antara vertebra L4 dan L5 yaitu dengan menemukan garis
potong sumbu kraniospinal (kolumna vertebralis) dan garis antara kedua spina iskhiadika
anterior superior (SIAS) kiri dan kanan. Pungsi dapat pula dilakukan antara L4 dan L5 atau
antara L2 dan L3 namun tidak boleh pada bayi.
3. Lakukan tindakan antisepsis pada kulit di sekitar daerah pungsi radius 10 cm dengan larutan
povidon iodin diikuti dengan larutan alkohol 70% dan tutup dengan duk steril di mana daerah
pungsi lumbal dibiarkan terbuka.
4. Tentukan kembali daerah pungsi dengan menekan ibu jari tangan yang telah memakai sarung
tangan steril selama 15-30 detik yang akan menandai titik pungsi tersebut selama 1 menit.
5. Tusukkan jarum spinal/stylet pada tempat yang telah ditentukan. Masukkan jarum perlahanlahan menyusur tulang vertebra sebelah proksimal dengan mulut jarum terbuka ke atas
sampai menembus duramater. Jarak antara kulit dan ruang subarakhnoid berbeda pada tiap
anak tergantung umur dan keadaan gizi. Umumnya 1,5-2,5 cm pada bayi dan meningkat
menjadi 5 cm pada umur 3-5 tahun. Pada remaja jaraknya 6-8 cm. (gambar di bawah ini.)
6. Lepaskan stylet perlahan-lahan dan cairan keluar. Untuk mendapatkan aliran cairan yang
lebih baik, jarum diputar hingga mulut jarum mengarah ke kranial. Ambil cairan untuk
pemeriksaan.
7. Cabut jarum dan tutup lubang tusukan dengan plester
42
43
44
Dzulhijjah). Jika seseorang wukuf di Arafah selain waktu tersebut, wukufnya tidak sah
berdasarkan kesepakatan para ulama (Al Mawsuah Al Fiqhiyah, 17: 49-50).
Jika seseorang wukuf di waktu mana saja dari waktu tadi, baik di sebagian siang atau malam,
maka itu sudah cukup. Namun jika ia wukuf di siang hari, maka ia wajib wukuf hingga matahari
telah tenggelam. Jika ia wukuf di malam hari, ia tidak punya keharusan apa-apa. Madzab Imam
Syafii berpendapat bahwa wukuf di Arafah hingga malam adalah sunnah (Fiqih Sunnah, 1: 494).
Sayid Sabiq mengatakan, Naik ke Jabal Rahmah dan meyakini wukuf di situ afdhol (lebih
utama), itu keliru, itu bukan termasuk ajaran Rasul shallallahu alaihi wa sallam-. (Fiqih
Sunnah, 1: 495)
3. Rukun ketiga: Thowaf Ifadhoh (Thowaf Ziyaroh)
Thowaf adalah mengitari Kabah sebanyak tujuh kali. Dalilnya adalah firman Allah Taala,
Dan hendaklah mereka melakukan melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu
(Baitullah). (QS. Al Hajj: 29)
Syarat-syarat thowaf:
Berniat ketika melakukan thowaf.
1. Suci dari hadats (menurut pendapat mayoritas ulama).
2. Menutup aurat karena thowaf itu seperti shalat.
3. Thowaf dilakukan di dalam masjid walau jauh dari Kabah.
4. Kabah berada di sebelah kiri orang yang berthowaf.
5. Thowaf dilakukan sebanyak tujuh kali putaran.
6. Thowaf dilakukan berturut-turut tanpa ada selang jika tidak ada hajat.
7. Memulai thowaf dari Hajar Aswad.
4. Rukun keempat: Sai
Sai adalah berjalan antara Shofa dan Marwah dalam rangka ibadah. Nabi shallallahu alaihi wa
sallam bersabda,
Lakukanlah sai karena Allah mewajibkan kepada kalian untuk melakukannya. (HR. Ahmad 6:
421. Syaikh Syuaib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits tersebut hasan).
Syarat sai:
1. Niat.
2. Berurutan antara thowaf, lalu sai.
3. Dilakukan berturut-turut antara setiap putaran. Namun jika ada sela waktu sebentar antara
putaran, maka tidak mengapa, apalagi jika benar-benar butuh.
4. Menyempurnakan hingga tujuh kali putaran.
5. Dilakukan setelah melakukan thowaf yang shahih.
Wajib Haji
adalah rangkaian kegiatan yang harus dilakukan dalam ibadah haji sebagai pelengkap Rukun
Haji, jika salah satu dari wajib haji ini ditinggalkan, maka hajinya tetap sah, namun harus
membayar dam (denda). Yang termasuk wajib haji adalah :
45
1. Niat Ihram, untuk haji atau umrah dari Miqat Makani, dilakukan setelah berpakaian ihram.
2. Mabit (bermalam) di Muzdalifah, pada tanggal 9 Zulhijah (dalam perjalanan dari Arafah ke
Mina).
3. Melontar Jumrah Aqabah, pada tanggal 10 Zulhijah yaitu dengan cara melontarkan tujuh butir
kerikil berturut-turut dengan mengangkat tangan pada setiap melempar kerikil sambil berucap,
Allahu Akbar, Allahummaj alhu hajjan mabruran wa zanban magfura(n). Setiap kerikil harus
mengenai ke dalam jumrah jurang besar tempat jumrah.
4. Mabit di Mina, pada hari Tasyrik (tanggal 11, 12 dan 13 Zulhijah).
5. Melontar Jumrah Ula, Wustha dan Aqabah, pada hari Tasyrik (tanggal 11, 12 dan 13 Zulhijah).
6. Tawaf Wada', yaitu melakukan tawaf perpisahan sebelum meninggalkan kota Mekah.
7. Meninggalkan perbuatan yang dilarang saat ihram.
46
Daftar Pustaka
Uddin, Jurnalis. 2007. Anatomi Sistem Syaraf Manusia. Jakarta; Langgeng Sejati Offset
Price.S.2004. Patofisiologi. Jakarta: EGC
Sherwood L.2002. Fisiologi Manusia: dari sel ke system. Jakarta: EGC
Baehr M, frotscher M. 2010. Diagnosis Topik Neurologi DUUS. Jakarta : EGC
(ILAE, Commission on Epidemiology and Prognosis. Epilepsia 1993; 34:592-8.)
(ILAE, Commission on Epidemiology and Prognosis. Epilepsia 1993; 34:592-8. Stafstrom CE.
The incidence and prevalence of febrile seizures. Dalam: Baram TZ, Shinnar S, eds, febrile
seizures, San Diego: Academic Press 2002. h. 1-20. )
(Nelson KB, Ellenberg JH. Prognosis in Febrile seizure. Pediatr 1978; 61:720-7. UKK Neurologi
3 Berg AT, Shinnar S. Complex febrile seizure. Epilepsia 1996; 37:126-33.)
(Annegers JF, Hauser W, Shirts SB, Kurland LT. Factors prognostic of unprovoked seizures after
febrile convulsions. NEJM 1987; 316:493-8.)
(Shinnar S. Febrile seizures Dalam: Swaiman KS, Ashwal S, eds. Pediatric Neurology principles
and practice. St Lois: Mosby 1999. h. 676-82.)
Sherwood L. 2002. Fisiologi Manusia: dari sel ke sistem. Jakarta: EGC
Konsensus penatalaksanaan kejang demam.2006. IDAI.
47