Anda di halaman 1dari 25

WRAP UP SKENARIO 3 BLOK REPRODUKSI DAN TUMBUH KEMBANG

ANAK YANG LAMBAN

KELOMPOK : A-2
KETUA : Fidel Muhamad Zain (1102015079)
SEKERTARIS : Anis Muslikha (1102015026)
ANGGOTA : Chintya Rizki Amelia (1102015048)
Hilda Utami (1102014121)
Fathimah Ayu Rahimah (1102015075)
Indah Mutiara Agustilla (1102014129)
Firza Oktaviani FM (1102015081)
M. Fikri Ridha (1102015122)
Diyah Fatonah (1102014078)
Bagas Anindito (1102015044)

FAKULTAS KEDOKTERAN – UNIVERSITAS YARSI 2015


Jl. Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 10510
Telp. +62214244574 Fax +62214244574
SKENARIO
ANAK YANG LAMBAN
Seorang anak laki-laki berusia 8 tahun, dibawa ibunya konsultasi ke puskesmas ke
puskesmas karena menurut guru disekolah pasien tidak dapat mengikuti pelajaran disekolah.
Pasien sering mendapat nilai yang jelek, padahal saat diterangkan oleh gurunya pasien selalu
tampak memperhatikan gurunya, pasien belum lancer membaca dan menulis, pasien sudah
lancer berbicara, dapat makan, mandi dan berpakaian sendiri. Saat pasien masih duduk di kelas
1 SD karena tidak naik kelas.
Pasien kemudian dirujuk untuk penilaian intelligence Quotien (IQ) dan didapatkan nilai 55
yanag menunjukan pasien terdiagnosa sebagai retardasi mental ringan. Pasien disarankan untuk
bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB), tetapi ortu tidak melakukan hal tersebut karena
masalah biaya.
Pasien berasal dari keluarga dengan tingkat social ekonomi rendah, menempati rumah
kontrakan sempit, ditempati oleh tujuh anggota keluarga. Sebagai anak bungsu dari lima
bersaudara, pasien lebih banyak diasuh oleh kakak perempuannya yang paling tua; kedua orang
tua bekerja, ayah buruh kasar dan ibu buruh cuci, sehingga pemberian makan pada usia balita
tidak sesuai dengan kebutuhan nutrisi.
Dengan tekad yang kuat akhirnya keluarga ini mendapat bantuan dari Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) yang bergerak mengelola Zakat-Infak-Shodaqoh (ZIS), akhirnya orang tua
pasien memasukan anaknya ke SLB sebagai tanggung jawab dan wujud dari kewajiban orang
tua kepada anak untuk mendapatkan pendidikan khusu yang dilanjutkan dengan pendidikan
keterampilan, agar klien dapat hidup mandiri, tidak tergantung orang lain.

KATA SULIT

PERTANYAAN

JAWABAN

HIPOTESIS

SASARAN BELAJAR
LI. 1. Memahami dan Menjelaskan Tentang Retardasi Mental
LO.1.1 Definisi
LO.1.2 Epidemiologi
LO.1.3 Etiologi
LO.1.4 Klasifikasi
LO.1.5 Manifestasi Klinik
LO.1.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding
LO.1.7 Tatalaksana
LO.1.8 Pencegahan
LO.1.9 Prognosis

LI. 2. Memahami dan Menjelaskan Tentang Gizi Anak dan Remaja


LO. 2.1 Periode Perkembangan Anak
LO. 2.2 Kebutuhan Gizi anak dan Remaja
LO. 2.3 Jenis-Jenis Gizi

LI.3 Memahami dan Menjelaskan Tentang Kewajiban Orang Tua Terhadap Anak Dalam
Pandangan Islam
LI. 1. Memahami dan Menjelaskan Tentang Retardasi Mental
LO. 1.1 DEFINISI
a) Disebut juga oligofrenia (oligo=kurang/sedikit ; fren=jiwa) atau tuna mental
b) The american Association Deficiency (AAMD) dan Diagnostic and Statistical Manual
of Mental Disorders edisi keempat (DSM-IV) mendefinisikan retardasi mental sebagai
fungsi intelektual keseluruhan yang secara bermakna di bawah rata-rata yang
menyebabkan atau berhubungan dengan gangguan pada perilaku adaktif dan
bermanifestasi selama periode perkembangan yaitu sebelum usia 18 tahun. (Kaplan,
2008)
c) Carter CH (dikutip dari Toback C.) mengatakan retardasi mental adalah suatu kondisi
yang ditandai oleh intelegensi yang rendah yang menyebabkan ketidakmampuan
individu untuk belajar dan beradaptasi terhadap tuntutan masyarakat atas kemampuan
yang dianggap normal.
d) Crocker AC 1983, retardasi mental adalah apabila jelas terdapat fungsi intelegensi yang
rendah, yang disertai adanya kendala dalam penyusuaian perilaku, dan gejalanya timbul
pada masa perkembangan.
e) Menurut World Health Organization (WHO) retardasi mental adalah kemampuan
mental yang tidak mencukupi. (WHO dikutip dari Menkes RI, 1990).
f) Fungsi intelektual dapat diketahui dengan test fungsi kecerdasan yang dinyatakan
sebagai IQ (Intelengence Quitient)

IQ adalah MA/CA x 100%

M.A = Mental Age, umur mental yang didapat dari hasil test.
C.A = Chronological Age, umur berdasarkan perhitungan tanggal lahir.
Yang dimaksud fungsi intelektual dibawah normal, yaitu apabila IQ dibawah 70-75. Anak ini
tidak dapat mengikuti pendidikan sekolah biasa, karena cara berfikirnya yang terlalu sederhana,
daya tangkap dan daya ingat lemah, demikian pula dengan pengertian bahasa dan berhitungnya
juga sangat lemah.
Sedangkan yang dimaksud dengan perilaku adaptif sosial adalah kemampuan seseorang untuk
mandiri, menyesuaikan diri dan mempunyai tanggung jawab sosial yang sesuai dengan
kelompok umur dan budayanya. Pada penderita retardasi mental gangguan perilaku adaptif
yang paling menonjol adalah kesulitan menyesuaikan diri dengan masyarakat sekitarnya.
Biasanya tingkah lakunya kekanak-kanakan tidak sesuai dengan umurnya.
Gejala tersebut harus timbul pada masa perkembangan, yaitu dibawah umur 18 tahun. Karena
gejala tersebut timbul setelah 18 tahun, bukan lagi disebut retardasi mental tetapi penyakit lain
sesuai dengan gejala klinisnya. (Soetjiningsih, 1995)

LO. 1.2 EPIDEMIOLOGI

LO.1.3 ETIOLOGI
Adanya disfungsi otak merupakan dasar dari retardasi mental. Penyebab dari retardasi mental
sangat kompleks dan multifaktorial. Walaupun begitu terdapat beberapa faktor yang potensial
berperanan dalam terjadinya retardasi mental seperti yang dinyatakan oleh Taft LT (1983) dan
Shonkoff JP (1992) dibawah ini.
Faktor-faktor yang potensial sebagai penyebab retardasi mental

1. Non- organik
 Kemiskinan dan keluarga yang tidak harmonis
 Faktor sosiokultural
 Interaksi anak-pengasuh yang tidak baik
 Penelantaran anak
2. Organik
2.1. Faktor prakonsepsi
 Abnormalitas single gene (penyakit-penyakit metabolik, kelainan neurocutaneos,dll)
 Kelainan kromosom (X-linked, translokasi, fragile-X) sindrom polygenic familial
2.2. Faktor pranatal
 Ganguan pertumbuhan otak trimester I
 Kelainan kromosom (trisomi, mosaik,dll)
 Infeksi intrauterin, misalnya TORCH, HIV (Human Immunodeficiency Virus)
 Zat-zat teratogen (alkohol, radiasi,dll)
 Disfungsi plasenta
 Kelainan kongenital dari otak (idiopatik)
 Ganguan pertumbuhan otak trimester II dan III
 Infeksi intrauterin, misalnya TORCH, HIV
 Zat-zat teratogen (alkohol, kokain, logam berat, dll)
 Ibu : diabetes melitus, PKU (phenylketonuria)
 Toksemia gravidarum
 Ibu malnutrisi
2.3. Faktor perinatal
 Sangat prematur
 Asfiksia neonatorum
 Trauma lahir : perdarahan intra kranial
 Meningitis
 Kelainan metabolik: hipoglikemia, hiperbilirubinemia
2.4. Faktor post natal
 Trauma berat pada kepala/susunan saraf pusat
 Neuro toksin, misalnya logam berat
 CVA (Cerebrovascular accident)
 Anoksia, misalnya tenggelam
 Metabolik
 Gizi buruk
 Kelainan hormonal, misalnya hipotiroid, pseudohipoparatiroid
 Kelainan metabolisme karbohidrat, galaktosemia, dll.
 Polisakaridosis, misalnya sindrom Hurler
 Cerebral lipidosis (Tay Sachs), dengan hepatomegali (Gaucher)
 Penyakit degeneratif/metabolik lainnya.
 Infeksi
 Meningitis, ensefalitis, dll
 Subakut sklerosing, panesefalitis

LO. 1.4 KLASIFIKASI


Menurut nilai IQ-nya (dikutip dari Swaiman 1989) :
Nilai IQ

Sangat superior 130 atau lebih

Superior 120-129

Diatas rata-rata 110-119

Rata-rata 90-110

Dibawah rata-rata 80-89

Retardasi mental borderline 70-79

Retardasi mental ringan 52-69


(mampu didik)
Retardasi mental sedang 36-51
(mampu latih)
Retardasi mental berat 20-35
Retardasi mental sangat berat Dibawah 20

Yang disebut retardasi mental apabila IQ dibawah 70, retardasi mental tipe ringan masih
mampu didik, retardasi mental sedang mampu latih, sedangkan retardasi mental tipe berat dan
sangat berat memerlukan pengawasan dan bimbingan seumur hidupnya.
Retardasi Mental Taraf Perbatasan
a. Intelligence Quotient : 68 - 85 (keadaan bodoh/bebal)
b. Patokan social: Tidak dapat bersaing dalam mencari nafkah
c. Patokan pendidikan : Beberapa kali tak naik kelas di SD
Retardasi Mental Ringan
a. Intelligence Quotient : 52 – 67 (debil/moron/keadaan tolol)
b. Patokan sosial: Dapat mencari nafnah sendiri dengan mengerjakan sesuatu yang sederhana
dan mekanistis.
c. Patokan pendidikan : Dapat dididik dan dilatih tetapi pada sekolah khusus (SLB). Tidak
selalu dapat dibedakan dengan anak-anak normal sebelum mulai bersekolah.

Retardasi Mental Sedang


a. Intelligence Quotient : 36 – 51 (taraf embisil/keadaan dungu)
b. Patokan sosial: Tidak dapat mencari nafkah sendiri. Dapat melakukan perbuatan untuk
keperluan dirinya (mandi, berpakaian, makan, dst.).
c. Patokan pendidikan : Tidak dapat dididik, hanya dapat dilatih.Memiliki kelemahan fisik dan
disfungsi neurologis yang menghambat keterampilan motorik yang normal
Retardasi Mental Berat
a. Intelligence Quotient : 20 – 35
b. Patokan sosial: Tidak dapat mencari nafkah sendiri. Kurang mampu melakukan perbuatan
untuk keperluan dirinya. Dapat mengenal bahaya.
c. Patokan pendidikan : Tidak dapat dididik, dapat dilatih untuk hal-hal yang sangat sederhana.
Umumnya memiliki abnormalitas fisik sejak lahir dan keterbatasan dalam pengendalian sensori
motor. Mereka hanya dapat melakukan sedikit aktifitas secara mandiri dan sering kali terlihat
lesu karena kerusakan otak mereka yang parah menjadikan mereka relatif pasif dan kondisi
kehidupan mereka hanya memberikan sedikit stimulasi
Retardasi Mental Sangat Berat
a. Intelligence Quotient : Kurang dari 20 (idiot/keadaan pander)
b. Patokan social: Tidak dapat mengurus diri sendiri dan tidak dapat mengenal bahaya. Selama
hidup tergantung dari pihak lain.
c. Patokan pendidikan : Tidak dapat dididik dan dilatih Membutuhkan supervisi total dan
sering kali harus diasuh sepanjang hidup mereka. Sebagian besar mengalami abnormalitas fisik
yang berat serta kerusakan neurologis dan tidak dapat berjalan sendiri kemanapun.
Ditinjau dari gejalanya, maka Melly Budhiman membagi :
a) Tipe klinik
Tipe ini mudah dideteksi sejak dini, karena kelainan fisis maupun mentalnya cukup berat.
Penyebab sering kelainan organik. Kebanyakan anak ini perlu perawatan yang terus menerus da
kelainan ini dapat terjadi pada kelas sosial tinggi ataupun rendah. Orang tua dar si anak yang
menderiita retardasi mental tipe ini cepat mencari pertolongan karena mereka melihat sendiri
kelainan pada anaknya.

b) Tipe sosial budaya


Biasanya baru diketahui setelah anak masuk sekolah dan ternyata tidak dapat mengikuti
pelajaran. Penampilannya seperti anak normal, sehingga disebut juga retardasi enam jam.
Karena begitu mereka keluar sekolah, mereka dapat bermain seperti anak-anak yang normal
lainnya. Tipe ini kebanyakan berasal dari golongan sosial ekonomi rendah. Orang tua dari anak
tipe ini tidak melihat adanya kelainan pada anaknya, mereka mengetahui kalau anaknya
retardasi dari gurunya atau dari psikolog, karena anaknya gagal beberapa kali tidak naik kelas.
Pada umumnya anak tipe ini mempunyai taraf IQ golongan borderline dan retardasi mental
ringan.
Klasifikasi menurut faktor sosial dan pendidikan sebagai berikut
a. Bodoh atau bebal, bila IQ 65-85, taraf perbatasan, tidak sanggup bersaing mencari nafkah
dan beberapa kali tidak naik kelas di SD.
b. Debilitas (keadaan tolol), bila IQ 52-64, termasuk kategori retardasi mental ringan, dapat
mencari nafkah secara sederhana dalam keadaan baik, dapat dididik dan dilatih di sekolah
khusus.
c. Imbisilitas (keadaan dungu), bila IQ 35-51 (retardasi mental sedang) atau IQ 20-35
(retardasi mental berat), mengenal bahaya, ridak bisa mencari nafkah, tidak dapat dididik dan
dilatih.
d. Idiosi (keadaan pandir) jika IQ kurang dari 20, termasuk golongan retardasi mental sangat
berat, tidak mengenal bahaya, tidak dapat mengurus diri sendiri, tidak dapat dididik dan dilatih.

Tingkatan Retardasi Mental


Kemampuan Usia
Kisaran Kemampuan Usia Kemampuan Masa Dewasa
Tingkat Prasekolah (sejak
IQ Sekolah (6-20 tahun) (21 tahun keatas)
lahir-5 tahun)
• Bisa mempelajari
• Bisa membangun Biasanya bisa mencapai
pelajaran kelas 6
kemampuan sosial kemampuan kerja dan
pada akhir usia
dan komunikasi bersosialisasi yang cukup,
belasan tahun
Ringan 52-68 • Koordinasi otot tetapi ketika mengalami
• Bisa dibimbing ke
sedikti terganggu stres sosial ataupun
arah pergaulan
• Seringkali tidak ekonomi, memerlukan
sosial
terdiagnosis bantuan
• Bisa dididik
• Bisa mempelajari • Bisa memenuhi
beberapa kebutuhannya sendiri
• Bisa berbicara dan
kemampuan sosial dengan melakukan
belajar
dan pekerjaan pekerjaan yang tidak
• Kesadaran sosial
Moderat 36-51 • Bisa belajar terlatih atau semi terlatih
kurang
bepergian sendiri di dibawah pengawasan
• Koordinasi otot
tempat-tempat yang • Memerlukan pengawasan
cukup
dikenalnya dengan dan bimbingan ketika
baik mengalami stres sosial
maupun ekonomi yang
ringan
• Bisa mengucapkan
beberapa kata
• Mampu
• Bisa berbicara atau • Bisa memelihara diri
mempelajari
belajar sendiri dibawah
kemampuan untuk
berkomunikasi pengawasan
menolong diri
Berat 20-35 • Bisa mempelajari • Dapat melakukan beberapa
sendiri
kebiasaan hidup kemampuan perlindungan
• Tidak memiliki
sehat yang diri dalam lingkungan yang
kemampuan
sederhana terkendali
ekspresif atau
hanya sedikit
• Koordonasi jelek
• Sangat terbelakang • Memiliki beberapa
• Memiliki beberapa
• Koordinasi ototnya koordinasi otot dan
koordinasi otot
Sangat 19 atau sedikit sekali berbicara
• Kemungkinan tidak
berat kurang • Mungkin • Bisa merawat diri tetapi
dapat berjalan aau
memerlukan sangat terbatas
berbicara
perawatan khusus • Memerlukan

LO. 1.5 MANIFESTASI KLINIS


Kelainan Pada Tubuh Anak dengan Retardasi Mental :
1. Kelainan pada mata :
a. Katarak : Sindrom Cockayne, Sindrom Lowe, Galactosemia, Sindrom Down, Kretin,
Rubella Pranatal, dll.
b. Bintik cherry-merah pada daerah macula : Mukolipidosis, Penyakit Niemann-Pick,
Penyakit Tay-Sachs
c. Korioretinitis : Lues congenital, Penyakit Sitomegalovirus, Rubella Pranatal
d. Kornea keruh : Lues Congenital, Sindrom Hunter, Sindrom Hurler, Sindrom Lowe
2. Kejang
a. Kejang umum tonik klonik : Defisiensi glikogen sinthesa, Hipersilinemia,
Hipoglikemia, terutama yang disertai glikogen storage disease I, III, IV, dan VI,
Phenyl ketonuria, Sindrom malabsobrsi methionin, dll.
b. Kejang pada masa neonatal : Arginosuccinic asiduria, Hiperammonemia I dan II,
Laktik asidosis, dll.
3. Kelainan kulit Bintik café-au-lait : Atakasia-telengiektasia, Sindrom bloom,
Neurofibromatosis, Tuberous selerosis
4. Kelainan rambut
a. Rambut rontok : Familial laktik asidosis dengan Necrotizing ensefalopati
b. Rambut cepat memutih : Atrofi progresif serebral hemisfer, Ataksia telangiectasia,
Sindrom malabsorbsi methionin
c. Rambut halus : Hipotiroid, Malnutrisi
5. Kepala
a. Mikrosefali
b. Makrosefali : Hidrosefalus, Neuropolisakaridase, Efusi subdural
6. Perawakan pendek : Kretin, Sindrom Prader-Willi
7. Distonia : Sindrom Hallervorden-Spaz

LO. 1.6 DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING


Untuk menegakkan diagnosis, anamnesis yang baik sangat diperlukan, yaitu untuk mengetahui
penyebab kelainan ini organik atau non organik, apakah kelainannya dapat diobati/tidak dan
apakah ada faktor genetik/tidak. Dengan melakukan skrining secara rutin misalnya dengan
menggunakan DDST (Denver Developmental Screening Test), maka diagnosis dini dapat
segera dibuat. Demikian pula anamnesis yang baik dari orang tuanya, pengasuh atau gurunya,
sangat membantu dalam diagnosis kelainan ini. Setelah anak berumur enam tahun dapat
dilakukan tes IQ. Sering kali hasil evaluasi medis tidak khas dan tidak dapat diambil
kesimpulan. Pada kasus seperti ini, apabila tidak ada kelainan pada system susunan saraf pusat,
perlu anamnesis yang teliti apakah ada keluarga yang cacat, mencari masalah lingkungan/faktor
non organik lainnya dimana diperkirakan mempengaruhi kelainan pada otak anak.
Gejala klinis retardasi mental terutama yang berat sering disertai beberapa kelainan fisik yang
merupakan stigmata congenital yang kadang-kadang gambaran stigmata mengarah kesuatu
sindrom penyakit tertentu. (Depkes, 2005)
Untuk mendiagnosa retardasi mental dengan tepat, perlu diambil anamnesa dari orang tua
dengan teliti mengenai kehamilan, persalinan dan perkembangan anak. Bila mungkin dilakukan
juga pemeriksaan psikologik, bila perlu diperiksa juga di laboratorium, diadakan evaluasi
pendengaran dan bicara. Observasi psikiatrik dikerjakan untuk mengetahui adanya gangguan
psikiatrik disamping retardasi mental.1
Tingkat kecerdasan intelegensia bukan satu-satunya karakteristik, melainkan harus dinilai
berdasarkan sejumlah besar keterampilan spesifik yang berbeda. Penilaian tingkat kecerdasan
harus berdasarkan semua informasi yang tersedia, termasuk temuan klinis, prilaku adaptif dan
hasil tes psikometrik. Untuk diagnosis yang pasti harus ada penurunan tingkat kecerdasan yang
mengakibatkan berkurangnya kemampuan adaptasi terhadap tuntutan dari lingkungan sosial
biasa sehari-hari. Pada pemeriksaan fisik pasien dengan retardasi mental dapat ditemukan
berbagai macam perubahan bentuk fisik, misalnya perubahan bentuk kepala: mikrosefali,
hidrosefali, dan sindrom down. Wajah pasien dengan retardasi mental sangat mudah dikenali
seperti hipertelorisme, lidah yang menjulur keluar, gangguan pertumbuhan gigi dan ekspresi
wajah tampak tumpul.

Kriteria diagnostik retardasi mental menurut DSM-IV-TR yaitu :


 Fungsi intelektual yang secara signifikan dibawah rata-rata. IQ kira-kira 70 atau dibawahnya
pada individu yang dilakukan test IQ.
 Gangguan terhadap fungsi adaptif paling sedikit 2 misalnya komunikasi, kemampuan
menolong diri sendiri, berumah tangga, sosial, pekerjaan, kesehatan dan keamanan.
 Onsetnya sebelum berusia 18 tahun.
ANAMNESIS
Seperti pada gangguan perkembangan lainnya, kesulitan utama dalam diagnosis adalah
membedakannya dari variasi perkembangan yang normal. Anak normal mempunyai variasi
besar pada usia saat mereka belajar berbicara dan terampil berbahasa. Keterlambatan berbahasa
sering diikuti kesulitan dalam membaca dan mengeja, kelainan dalam hubungan interpersonal,
serta gangguan emosional dan perilaku.
Anamnesis pada gangguan bahasa dan bicara mencakup perkembangan bahasa anak. Beberapa
pertanyaan yang dapat ditanyakan antara lain :
 Pada usia berapa bayi mulai mengetahui adanya suara, misalnya berkedip, terkejut, atau
menggerakkan bagian tubuh.
 Pada usia berapa bayi mulai tersenyum (senyum komunikatif), misalnya saat berbicara
padanya.
 Kapan bayi mulai mengeluarkan suara “aaaggh”
 Orientasi terhadap suara, misalnya bila ada suara apakah bayi memaling atau mencari ke
arah suara
 Kapan bayi memberi isyarat daag dan bermain cikkebum
 Mengikuti perintah satu langkah, seperti “beri ayah sepatu” atau “ambil koran”
 Berapa banyak bagian tubuh yang dapat ditunjukkan oleh anak, seperti mata, hidung,
telinga. (Depkes, 2009)

American Psychiatric Association’s Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder


(DSM IV) membagi gangguan bahasa dalam 4 tipe:
1. Gangguan bahasa ekspresif
2. Gangguan bahasa reseptif ekspresif
3. Gangguan phonological
4. Gagap

Pada gangguan bahasa ekspresif, secara dapat ditemukan gejala seperti perbendaharaan kata
yang jelas terbatas, membuat kesalahan dalam kosa kata, mengalami kesulitan dalam
mengingat kata-kata atau membentuk kalimat yang panjang dan memiliki kesulitan dalam
pencapaian akademik, dan komunikasi sosial, namun pemahaman bahasa anak tetap relatif
utuh. Gangguan menjadi jelas pada kira-kira usia 18 bulan, saat anak tidak dapat mengucapkan
kata dengan spontan atau meniru kata dan menggunakan gerakan badannya untuk menyatakan
keinginannya.
Pada gangguan bahasa campuran ekspresif-reseptif, selain ditemukan gejala-gejala gangguan
bahasa ekspresif, juga disertai kesulitan dalam mengerti kata dan kalimat. Gangguan ini
biasanya tampak sebelum usia 4 tahun. Bentuk yang parah terlihat pada usia 2 tahun, bentuk
ringan tidak terlihat sampai usia 7 tahun atau lebih tua. Anak dengan gangguan bahasa reseptif-
ekspresif campuran memiliki gangguan auditorik sensorik atau tidak mampu memproses
simbol visual seperti arti suatu gambar, biasanya tampak tuli.
Anak-anak dengan kesulitan berbicara memiliki masalah dalam pengucapan, yaitu
berhubungan dengan gangguan motorik, diantaranya kemampuan untuk memproduksi suara.
Anak yang gagap dapat diketahui dari cara dia berbicara, dimana terjadi pengulangan atau
perpanjangan suara, kata, atau suku kata. Biasanya sering terjadi pada anak laki-laki
Riwayat penyakit paling sering didapatkan dari orang tua atau pengasuh, dengan perhatian
khusus pada kehamilan ibu, persalinan, dan kelahiran; adanya riwayat retardasi mental;
hubungan darah pada orang tua; dan gangguan herediter. Sebagai bagian riwayat penyakit,
klinisi menilai latar belakang sosialkultural pasien, iklim emosional di rumah, dan fungsi
intelektual pasien. Serta dilakukan anamnesis pada ibu pasien, sebagai berikut:
 Riwayat kehamilan dan persalinan ibu?
 Apakah kehamilannya diharapkan atau tidak?
 Adakah usaha-usaha untuk menggugurkan kehamilannya?
 Apakah waktu hamil ibu mengalami perdarahan, minum obat-obat yang bukan anjuran
dokter?
 Sakit apa saja yang pernah diderita ibu sewaktu hamil?
 Apakah ibu mengontrolkan kehamilannya secara teratur?
 Riwayat perkembangan anak?
 Adanya penyakit keturunan atau penyakit lain yang pernah didapat?
 Adanya hubungan darah antar kedua orang tuanya?
 Latar belakang sosiokultural? (Depkes, 2009)

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik digunakan untuk mengungkapkan penyebab lain dari gangguan bahasa dan
bicara. Perlu diperhatikan ada tidaknya mikrosefali, anomali telinga luar, otitis media yang
berulang, sindrom William (facies Elfin, perawakan pendek, kelainan jantung, langkah yang
tidak mantap), celah palatum, dan lain-lain. Gangguan oromotor dapat diperiksa dengan
menyuruh anak menirukan gerakan mengunyah, menjulurkan lidah, dan mengulang suku kata
pa, ta, pata, pataka. (Depkes, 2007)

Cara Pengukuran Pertumbuhan


Parameter yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya gangguan pertumbuhan, maka
dilakukan pengukuran tertentu yang hasilnya kemudian dibandingkan dengan parameter yang
sudah terstandardisasikan, yaitu meliputi:
A. Tinggi badan
B. Berat badan
C. Lingkar lengan
D. Lingkar kepala
E. Lingkar dada
F. Lingkar abdomen

A. Pengukuran Tinggi Badan

Pengukuran tinggi badan dapat dilakukan sambil berbaring atau dalam posisi tubuh
berdiri. Pengukuran pada posisi tubuh berbaring lebih tepat untuk anak-anak di
bawah 5 tahun. Panjang badan berbaring diukur ketika anak berbaring di atas sebuah
meja yang kokoh yang memiliki tongkat pengukur. Telapak kaki dipegang kuat-kuat
pada sebilah papan vertikal yang dipasang pada tanda nol. Kemudian anak diukur
panjang padannya baik dengan tongkat pengukur ataupun menggunakan meteran
untuk menjahit.
Pengukuran panjang/tinggi badan sambil berdiri dilakukan saat berdiri tegak lurus,
dengan tumit, bokong, bagian atas punggung dan oksiput (belakang kepala) pada
suatu bidang vertikal (misal dinding tembok). Saat melakukan pengukuran, kedua
tumit harus dirapatkan. Kemudian ukurlah tinggi/panjang badan dengan alat ukur
meteran.
Memprediksikan tinggi akhir anak sesuai potensi genetik berdasarkan tinggi badan
orang tua dengan asumsi bahwa semuanya tumbuh optimal sesuai potensinya. Rumus
yang digunakan
TB anak perempuan = ( TB ayah – 13 cm ) + TB ibu ± 8,5 cm

TB anak laki-laki = ( TB ibu +13 cm ) + TB ayah ± 8,5 cm

2
B. Pengukuran Berat Badan
Berat badan diukur dengan menggunakan timbangan. Banyak timbangan yang dapat
digunakan untuk menimbang berat badan. Yang penting harus menggunakan alat
timbang yang standar.

C. Pengukuran Lingkar Kepala


Cara melakukan pengukuran lingkar kepala dapat menggunakan pita meteran yang tidak
mudah berubah panjangnya, seperti pita meteran yang dipakai untuk menjahit baju.
Pita dilingkarkan pada kepala anak, menutupi alis mata dan melewati oksipital.

Umur Angka normal anak


Anak Laki-laki Perempuan
Ketika (cm) (cm)
Diperi
ksa
0 bulan 32 - 37.5 32 - 36.5
1 Bulan 34.5 - 34 – 39
40.5
2 Bulan 36.5 – 42 36 – 41
3 Bulan 38 - 43.5 37 – 42
4 Bulan 39 - 44.5 38.5 - 43.5
5 Bulan 40.5 – 45 39 - 45
6 Bulan 41 – 46 40 - 46
7 Bulan 42 – 47 41 - 47
8 Bulan 43 – 48 41.5 - 47.5
9 Bulan 43.5 - 42 - 48
48.5
10 Bulan 44 – 49 42.75 -
48.5
11 Bulan 44.5 - 43.5 -
49.5 48.75
12 bulan 45 - 43.75 - 49
49.75
13 Bulan 45 - 43.75 - 49
49.75
14 Bulan 45.5 - 44.5 - 49.5
50.5
15 Bulan 45.5 - 44.5 - 49.5
50.5
16 Bulan 46.25 – 45 - 50
51
17 Bulan 46.25 – 45 - 50
51
18 Bulan 46.25 – 45 - 50
51
19 bulan 46.25 - 45 - 50
51.5
20 Bulan 46.5 - 45.5 -
51.5 50.75
21 Bulan 46.5 - 45.5 -
51.5 50.75
22 Bulan 46.5 - 45.5 -
51.5 50.75
23 Bulan 46.5 - 45.5 -
51.5 50.75
24 Bulan 47 – 52 45.75 - 51
2.5 47 – 52 45.75 - 51
Tahun
3 Tahun 48 – 53 46.5 - 52
3.5 48 – 53 46.5 - 52
Tahun
4 Tahun 48.5 - 47 - 53
53.5
4.5 48.5 - 47 - 53
Tahun 53.5
5 Tahun 48.75 - 48 - 53
53.75
5.5 48.75 - 48 - 53
Tahun 53.75
6 Tahun 49 – 54 48 - 53

Berbagai bagian tubuh mungkin memiliki karakteristik tertentu yang sering ditemukan
pada pasien retardasi mental dan memiliki penyebab pranatal.
 Kepala : Mikro/makrosepali, plagiosepali (btk kepala tdk simetris)
 Rambut : Pusar ganda, rambut jarang/tdk ada, halus, mudah putus dan cepat
berubah
 Mata : mikroftalmia, juling, nistagmus, dll
 Hidung : jembatan/punggung hidung mendatar, ukuran kecil, cuping melengkung
ke atas, dll
 Mulut : bentuk “V” yang terbalik dari bibir atas, langit-langit lebar/melengkung
tinggi
 Geligi : odontogenesis yang tdk normal
 Telinga : keduanya letak rendah; dll
 Muka : panjang filtrum yang bertambah, hipoplasia
 Leher : pendek; tdk mempunyai kemampuan gerak sempurna
 Tangan : jari pendek dan tegap atau panjang kecil meruncing, ibujari gemuk dan
lebar, klinodaktil, dll
 Dada & Abdomen : tdp beberapa putting, buncit, dll
 Genitalia : mikropenis, testis tidak turun, dll
 Kaki : jari kaki saling tumpang tindih, panjang & tegap/panjang kecil
meruncing diujungnya, lebar, besar, gemuk
(Kaplan, 2008)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. BERA (Brainstem Evoked Response Audiometry)


Merupakan cara pengukuran evoked potensial (aktivitas listrik yang dihasilkan saraf
VIII, pusat-pusat neural dan traktus di dalam batang otak) sebagai respon terhadap
stimulus auditorik.
Gangguan neurologis sering terjadi pada retardasi mental seperti gangguan kejang
terjadi pada 10 % dari semua orang retardasi mental. Gangguan pada motorik
dimanifestasikan oleh kelainan pada tonus (spastisitas atau hipotonia), refleks
(hiperrefleksia), dan gerakan involunter (koreoatetosis). Derajat kecacatan yang lbih
kecil ditemukan dalam kelambanan dan koordinasi yang buruk.
Gangguan sensorik dapat berupa gangguan pendengaran yang ringan. Gangguan
visual dapat terentang dari kebutaan sampai gangguan konsep ruang, pengenalan
rancangan, dan konsep citra tubuh. Dilakukan pemeriksaan sinar-x tengkorak,
pemeriksaan tomografi computer (CT) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI)
untuk menghubungkan patologi sistem saraf pusat dengan retardasi mental,
pembesaran kepala, dicurigai adanya kelainan otak yang luas, dicurigai adanya tumor
intra kranial, kejang local.
Elektroensefalogram (EEG) digunakan untuk menentukan adanya gejala kejang yang
dicurigai, kesulitan mengerti bahasa yang berat. (Kaplan, 2008)

2. Pemeriksaan audiometric
a. Pemeriksaan audiometri diindikasikan untuk anak-anak yang sangat kecil dan untuk
anak-anak yang ketajaman pendengarannya tampak terganggu. Ada 4 kategori
pengukuran dengan audiometri :
b. Audiometri tingkah laku, merupakan pemeriksaan pada anak yang dilakukan dengan
melihat respon dari anak jika diberi stimulus bunyi. Respon yang diberikan dapat berupa
menoleh ke arah sumber bunyi atau mencari sumber bunyi. Pemeriksaan dilakukan di
ruangan yang tenang atau kedap suara dan menggunakan mainan yang berfrekuensi
tinggi. Penilaian dilakukan terhadap respon yang diperlihatkan anak.
c. Audiometri bermain, merupakan pemeriksaan pada anak yang dilakukan sambil bermain,
misalnya anak diajarkan untuk meletakkan suatu objek pada tempat tertentu bila dia
mendengar bunyi.
d. Audiometri bicara. Pada tes ini dipakai kata-kata yang sudah disusun dalam silabus
dalam daftar yang disebut : phonetically balance word LBT (PB List). Anak diminta
untuk mengulangi kata-kata yang didengar melalui kaset tape recorder. Pada tes ini
dilihat apakah anak dapat membedakan bunyi s, r, n, c, h, ch. Guna pemeriksaan ini
adalah untuk menilai kemampuan anak dalam pembicaraan seharihari dan untuk menilai
pemberian alat bantu dengar (hearing aid).
e. Audiometri objektif, biasanya memerlukan teknologi khusus. (Toback, 2003)
3. CT scan kepala untuk mengetahui struktur jaringan otak, sehingga didapatkan gambaran
area otak yang abnormal.

4. Timpanometri
Digunakan untuk mengukur kelenturan membrana timpani dan system osikular.
Selain tes audiometri, bisa juga digunakan tes intelegensi. Paling dikenal yaitu skala
Wechsler, yang menyajikan 3 skor intelegen, yaitu IQ verbal, IQ performance, dan
IQ gabungan.
 Skala intelegensi Wechsler untuk anak II: penyelesaian susunan gambar. Tes ini
terdiri dari satu set gambar-gambar objek yang umum, seperti gambar pemandangan.
Salah satu bagian yang penting dihilangkan dan anak diminta untuk mengidentifikasi.
Respon dinilai sebagai benar atau salah.
 Skala intelegensi Wechsler untuk anakIII: mendesain balok. Anak diberikan pola
bangunan dua dimensi dan kemudian diminta untuk membuat replikanya
menggunakan kubus dua warna. Respon dinilai sebagai benar atau salah. (Depkes,
2005)

5. Tes Laboratorium
Pada tes laboratorium retardasi mental yang digunakan adalah pemeriksaan urin dan
darah untuk mencari gangguan actorti. Kelainan enzim pada gangguan kromosom,
terutama sindrom down.
Amniosentesis yaitu pengambilan cairan actort dari ruang amnion secara trans-
abdominal antara usia kehamilan 14 dan 16 minggu, digunakan untuk kelainan
kromosom bayi terutama sindrom Down. Sel cairan amnion, yang terbanyak berasal
dari janin, dibiakkan untuk pemeriksaan sitogenetik dan biokimiawi. Amniosentesis
dianjurkan untuk semua wanita hamil di atas usia 35 tahun.
Pengambilan sampel vili korionik (CVS;chorionic villi sampling) adalah tehnik
skrining yang baru untuk menentukan kelainan janin. Cara ini dilakukakn pada usia
kehamilan 8 dan 10 minggu, yang 6 minggu lebih awal dibandingkan amniosentesis.
Hasilnya tersedia dalam waktu yang singkat (beberapa jam/hari), jika kehamilan
abnormal, keputusan untuk mengakhiri kehamilan dapat dilakukakan dalam trimester
pertama. (Soetjiningsih, 1995)

6. Pemeriksaan Psikologis
Dilakukan oleh ahli psikologi yang berpengalaman. Tes Gesell, Bayley, dan Cattell
adalah tes yang sering digunakan untuk bayi. Tes Bender Gestalt dan Benton Visual
Retention test juga digunakan untuk anak retardasi mental. Disamping itu,
pemeriksaan psikologi harus menilai kemampuan actortic, motorik, actortic, dan
kognitif. Informasi tentang actor motivasional, emosional, dan interpersonal juga
penting.

Pemeriksaan lainnya:
1. Kromosomal kariotipe
- Terdapat beberapa kelainan fisik yang tidak khas
- Anamnesis ibu tercemar zat-zat teratogen
- Terdapat beberapa kelainan kongenital
- Genital abnormal
2. EEG (Elektro Ensefalogram)
- Gejala kejang yang dicurigai
- Kesulitan mengerti bahasa yang berat
3. CT (Cranial Computed Tomography) atau MRI (Magnetic Resonance Imaging)
- Pemebesaran kepala yang progresif
- Tuberous sklerosis
- Dicurigai kelainan otak yang luas
- Kejang lokal
- Dicurigai adanya tumor intrakranial
4. Titer virus untuk infeksi kongenital
- Kelainan pendengaran tipe sensorineural
- Neonatal hepatosplenomegali
- Petechie pada periode neonatal
- Chorioretinitis
- Mikroptalmia
- Kalsifikasi intrakranial
- Mikrosefali

5. Serum asam urat


- Choreoatetosis
- Gout
- Sering mengamuk
6. Laktat dan piruvat darah
- Asidosis metabolik
- Kejang mioklonik
- Kelemahan yang progresif
- Ataksia
- Degenerasi retina
- Ophtalmoplegia
- Episode seperti stroke yang berulang
7. Plasma asam lemak rantai sangat panjang
- Hepatomegali
- Tuli
- Kejang dini dan hipotonia
- Degenerasi retina
- Ophtalmoplegia
- Kista pada ginjal
8. Serum seng (Zn)
- Acrodermatitis
9. Logam berat dalam darah
- Anamnesis adanya pika
- Anemia
10. Serum tembaga (Cu) dan ceruloplasmin
- Gerakan involunter
- Sirosis
- Cincin Kayser-fleischer
11. Serum asam amino atau asam organik
- Kejang yang tidak diketahui sebabnya pada bayi
- Gagal tumbuh
- Bau yang tidak biasa pada air seni atau kulit
- Warna rambut yang tidak biasa
- Mikrosefali
- Asidodis yang tidak diketahui sebabnya
12. Plasma amonia
- Muntah-muntah dengan asidosis metabolik
13. Analisa enzim lisozom pada lekosit atau biopsi kulit
- Kehilangan fungsi motorik dan kognitif
- Atrofi N. Optikus
- Degenerasi retina
- Sereberal ataksia yang berulang
- Mioklonus
- Hepatosplenomegali
- Kulit yang kasar dan lepas-lepas
- Kejang
- Pemebsaran kepala yang dimulai setelah umur 1 tahun
14. Urin mukopolisakarida
- Kiposis
- Anggota gerak yang pendek
- Badan yang pendek
- Hepatosplenomegali
- Kornea keruh
- Gangguan pendengaran
- Kekakuan pada sendi
15. Urin reducing substance
- Katarak
- Hepatomegali
- Kejang
16. Urin ketoacid
- Kejang
- Rambut yang mudah putus
17. Urin asam vanililmandelik
- Muntah-muntah
- Isapan bayi pada saat menyusu lemah
- Gejala disfungsi autonomik
(sumber : Soetjiningsih.(1995) Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC)
Diagnosis Banding
1. Kelainan sensorik terutama buta dan tuli
2. Gangguan perkembangan spesifik (kelambatan satu aspek perkembangan):
gangguan perkembangan bicara, aleksia, agrafia, afasia
3. Gangguan perkembangan pervasif (penyimpangan perkembangan):
autisme infantil, skizofrenia yang timbul pada masa anak.
4. Penyakit fisik yang kronisKesulitan belajar (diagnosis banding untuk
retardasi mental yang ringan)

LO. 1.7 TATALAKSANA


Farmakologi

Anak Retardasi mental biasanya disertai dengan gejala hyperkinetik (selalu bergerak,
konsentrasi kurang dan perhatian mudah dibelokkan). Obat-obat yang sering
digunakan dalam bidang retardasi mental adalah terutama untuk menekan gejala-
gejala hyperkinetik, misalnya :
a. Amphetamin dosis 0,2 - 0,4 mg/kg/hari
b. Imipramin dosis ± 1,5 mg/kg/hari
Efek sampingan kedua obat diatas dapat menimbulkan convulsi
c. Valium, Nobrium, Haloperidol dsb. dapat juga menekan gejala hyperkinetik

Obat-obatan untuk konvulsi :


a. Dilantin dosis 5 - 7 mg/kg/hari (Dilantin dapat juga menurunkan gejala
hyperkinetik, gejala gangguan emosi dan menaikkan fungsi berfikir)
b. Phenobarbital dosis 5 mg/kg/hari (Phenobarbital dapat menaikkan gejala
hyperkinetik)
c. Cofein : baik untuk convulsi dan menurunkan gejala hyperkinetik

Obat-obatan untuk menaikkan kemampuan belajar :


a. Pyrithioxine (Encephabol, Cerebron).
b. Glutamic acid.
c. Gamma amino butyric acid (Gammalon).
d. Pabenol.
e. Nootropil.
f. Amphetamin dsb.
Minum kopi tiap pagi bisa menurunkan gejala hyperkinetik, karena kopi
mengandung Cofein.

Non Farmakologis

Psikoterapi dapat diberikan baik pada anaknya sendiri maupun pada orang tuanya.
Untuk anak yang terbelakang dapat diberikan psikoterapi individual, psikoterapi
kelompok dan manipulasi lingkungan (merubah lingkungan anak yang tidak
menguntungkan bagi anak tersebut). Walaupun tak akan dapat menyembuhkan
keterbelakangan mental, tetapi dengan psikoterapi dan obat-obatan dapat diusahakan
perubahan sikap, tingkah laku, kemampuan belajar dan hasil kerjanya. Yang penting
adalah adanya ketekunan, kesadaran dan minat yang sungguh dari pihak terapis
(yang mengobati).
Terapis bertindak sebagai pengganti orang tua untuk membuat koreksi-koreksi
terhadap hubungan yang tak baik ini. Dari pihak perawat diperlukan juga ketekunan
dan kesadaran dalam merawat anak-anak dengan retardasi mental serta melaporkan
kepada dokter bila dalam observasi terdapat tingkah laku anak maupun orang tua
yang negatif, merugikan bagi anak tersebut maupun lingkungannya (teman-teman
disekitarnya).

Pendekatan Medis
Penggunaan Ritalin efektif untuk mengurangi perilaku antisosial pada anak-anak dan
remaja yang mengalami gangguan tingkah laku.
Pendekatan Behavioral
Pendekatan ini mendasarkan pada prosedur operant conditioning. Misalnya, Program
penanganan residential, yang menetapkan aturan dengan jelas terhadap anak-anak.
Mereka akan diberikan reward untuk perilaku yang tepat dan hukuman untuk
perilaku yang tidak tepat.
Pendekatan Kognitif-Behavioral
Penanganan anak dengan gangguan tingkah laku dilakukan dengan Terapi Kognitif
Behavioral, yaitu melatih anak dengan gangguan tingkah laku untuk berpikir bahwa
konflik sosial adalah masalah yang dapat diselesaikan dan bukan merupakan
tantangan terhadap kejantanan mereka, yang harus dibuktikan dengan kekerasan.
Anak-anak ini dilatih menggunakan keterampilan calming self talk, yaitu teknik
untuk berpikir & berbicara kepada diri sendiri, tujuannya adalah menghambat
perilaku impulsif, mengendalikan kemarahan, dan mencoba solusi yang tidak
mengandung kekerasan dalam menghadapi konflik sosial.
Pendekatan Keluarga-Lingkungan (Family ecological approach)
Pendekatan ini dikembangkan oleh Hanggeler, yang didasarkan pada teori ekologis
dari Urie Bronfenbrenner. Pendekatan ini meyakini bahwa anak berada dalam
berbagai sistem sosial (keluarga, sekolah, hukum, komunitas, dll). Ia menekankan
bahwa anak-anak/remaja yang melanggar peraturan itu mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh sistem sosial yang berinteraksi dengan mereka. Teknik yang
digunakan adalah berusaha mengubah hubungan anak dengan berbagai sistem, untuk
menghentikan perilaku dan interaksi yang mengganggu.
Social worker (pekerja sosial) melakukan kunjungan rumah untuk melihat hubungan
anak dengan orang tua, saudara-saudaranya maupun dengan masyarakat sekitarnya.
Tugasnya utama mencari data-data anak dan orang tua serta hubungan anak dengan
orang-orang disekitarnya. Untuk ibu atau orang tua anak dengan retardasi mental
dapat diberikan family terapi (terapi keluarga) untuk mengubah sikap orang tua atau
saudaranya yang kurang baik terhadap penderita. Dapat diberikan juga terapi
kelompok dengan ibu-ibu, anak retardasi mental lainnya, seminggu sekali selama 12
kali. Tujuannya untuk mengurangi sikap rendah diri, perasaan kecewa dari ibu
tersebut karena ternyata banyak ibu lain yang mengalami nasib serupa, mempunyai
anak dengan retardasi mental. Dengan demikian ibu dapat bersikap lebih realistik dan
lebih dapat menerima anaknya serta dapat merencanakan program yang baik bagi
anaknya. Di luar negeri social worker yang bertugas memberi terapi kelompok untuk
ibu-ibu tersebut diatas.
LO. 1.8 PENCEGAHAN
Retardasi mental berhubungan dengan beberapa gangguan heterogen dan berbagai
faktor psikososial. Terapi yang terbaik untuk retardasi mental adalah pencegahan
primer, sekunder, dan tersier.
A. Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan atau
menurunkan kondisi yang menyebabkan perkembangan gangguan yang disertai
dengan retardasi mental. Tindakan tersebut termasuk :
 Pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat
umum tentang retardasi mental.
 Usaha terus-menerus dari professional bidang kesehatan untuk menjaga
dan memperbaharui kebijaksanaan kesehatan masyarakat.
 Aturan untuk memberikan pelayanan kesehatan maternal dan anak yang
optimal.
 Eradikasi gangguan yang diketahui disertai dengan kerusakan system saraf
pusat.
Konseling keluarga dan genetik membantu menurunkan insidensi retardasi mental
dalam keluarga dengan riwayat gangguan genetic yang berhubungan dengan
retardasi mental. Untuk anak-anak dan ibu dengan sosioekonomi rendah, pelayanan
medis prenatal dan perinatal yang sesuai dan berbagai program pelengakap dan
bantuan pelayanan social dapat menolong menekan komplikasi medis dan
psikososial.
B. Pencegahan Sekunder dan Tersier
Jika suatu gangguan yang disertai dengan retardasi mental telah dikenali, gangguan
harus diobati untuk mempersingkat perjalanan penyakit (pencegahan sekunder) dan
untuk menekan sekuele atau kecacatan yang terjadi setelahnya (pencegahan tersier).
Gangguan metabolik dan endokrin herediter, seperti PKU dan hipotiroidisme, dapat
diobati dalam stadium awal dengan control diet atau dengan terapi penggantian
hormone.
Anak retardasi mental seringkali memiliki kesulitan emosional dan perilaku yang
memerlukan terapi psikiatrik. Kemampuan kognitif dan sosial yang terbatas yang
dimiliki anak tersebut memerlukan modalitas terapi psikiatrik yang dimodifikasi
berdasarkan tingkat kecerdasan anak.
 Pendidikan untuk anak
Lingkungan pendidikan untuk anak-anak dengan retardasi mental harus termasuk
program yang lengkap yang menjawab latihan keterampilan adaptif, latihan
keterampilan sosial, dan latihan kejujuran. Perhatian khusus harus dipusatkan pada
komunikasi dan usaha untuk meningkatkan kualitas hidup. Terapi kelompok
seringkali merupakan format yang berhasil dimana anak-anak dengan retardasi
mental dapat belajar dan mempraktekkan situasi hidup nyata dan mendapatkan
umpan balik yang mendukung.

 Terapi perilaku, kognitif, dan psikodinamika


Kesulitan dalam beradaptasi di antara orang retardasi mental adalah luas dan sangat
bervariasi sehingga sejumlah intervensi sendiri atau dalam kombinasi mungkin
berguna.
Terapi perilaku telah digunakan selama bertahun-tahun untuk membentuk dan
meningkatkan perilaku sosial dan untuk mengendalikan dan menekan perilaku
agresif dan destruksi pasien. Dorongan positif untuk perilaku yang diharapkan dan
memulai hukuman (seperti mencabut hak istimewa) untuk perilaku yang tidak
diinginkan telah banyak menolong.
Terapi kognitif seperti menghilangkan keyakinan palsu dan latihan relaksasi dengan
instruksi dari diri sendiri, juga telah dianjurkan untuk pasien retardasi mental yang
mampu mengikuti instruksi pasien.
Terapi psikodinamika telah digunakan pada pasien retardasi mental dan keluarganya
untuk menurunkan konflik tentang harapan yang menyebabkan kecemasan,
kekerasan, dan depresi yang menetap.

 Pendidikan keluarga
Satu bidang yang penting dalam pendidikan keluarga dari pasien dengan retardasi
mental adalah tentang cara meningkatkan kompetensi dan harga diri sambil
mempertahnkan harapan yang realistic untuk pasien. Keluarga seringkali merasa sulit
untuk menyeimbangkan antara mendorong kemandirian dan memberikan lingkungan
yang mengasuh dan suportif bagi anak retardasi mental, yang kemungkinan
mengalami suatu tingkat penolakan dan kegagalan di luar konteks keluarga.
Orang tua mungkin mendapatkan manfaat dari konseling yang terus-menerus datau
terpai keluarga. Orang tua harus diberikan kesempatan untuk mengekspresikan
perasaan bersalah, putus asa, kesedihan, penyangkalan yang terus-menerus timbul,
dan kemarahan tentang gangguan dan masa depan anak. Dokter psikiatrik harus siap
untuk memberikan semua informasi medis dasar dan terakhir tentang penyebab,
terapi, dan bidang lain yang berhubungan (seperti latihan khusus dan perbaikna defek
sensorik).

LO. 1.9 PROGNOSIS


Retardasi mental yang diketahui penyakit dasarnya, biasanya prognosisnya lebih
baik. Tetapi pada umumnya sukar untuk menemukan penyakit dasarnya. Anak
dengan retardasi mental ringan, dengan kesehatan yang baik, tanpa penyakit
kardiorespirasi, pada umumnya umur harapan hidupnya sama dengan orang yang
normal. Tetapi sebaliknya pada retardasi mental yang berat dengan masalah
kesehatan dan gizi, sering meninggal pada usia muda.3
Pada anak dengan retardasi mental berat, gejalanya telah dapat terlihat sejak dini.
Retardasi mental ringan tidak selalu menjadi gangguan yang berlangsung seumur
hidup. Seorang anak bisa saja pada awalnya memenuhi kriteria retardasi mental saat
usianya masih dini, namun seiring dengan bertambahnya usia, anak tersebut dapat
saja hanya menderita gangguan perkembangan (gangguan komunikasi, autisme, slow
learner-intelejensia ambang normal). Anak yang didiagnosa dengan retardasi mental
ringan di saat masa sekolah, mungkin saja dapat mengembangkan perilaku adaptif
dan berbagai keterampilan yang cukup baik sehingga mereka tidak dapat lagi
dikategorikan menderita retardasi mental ringan, atau dapat dikatakan efek dari
peningkatan maturitas menyebabkan anak berpindah dari satu kategori diagnosis ke
kategori lainnya (contohnya, dari retardasi mental sedang menjadi retardasi mental
ringan). Beberapa anak yang didiagnosis dengan gangguan belajar spesifik atau
gangguan komunikasi dapat berkembang menjadi retardasi mental seiring dengan
berjalannya waktu. Ketika masa remaja telah dicapai, maka diagnosis biasnya telah
menetap.
Prognosis jangka panjang dari retardasi mental tergantung dari penyebab dasarnya,
tingkat defisit adaptif dan kognitif, adanya gangguan perkembangan dan medis
terkait, dukungan keluarga, dukungan sekolah/masyarakat, dan pelayanan dan
training yang tersedia untuk anak dan keluarga. Saat dewasa, banyak penderita
retardasi mental yang mampu memenuhi kebutuhan ekonmi dan sosialnya secara
mandiri. Mereka mungkin saja membutuhkan supervisi secara periodik, terutama di
saat mengalami masalah sosial maupun ekonomi. Kebanyakan penderita dapat hidup
dengan baik dalam masyarakat, baik secara mandiri maupun dalam supervisi. Angka
harapan hidup tidak terpengaruh oleh adanya retardasi mental ini.

LI. 2. Memahami dan Menjelaskan Tentang Gizi Anak dan Remaja


LO. 2.1 PERIODE PERKEMBANGAN ANAK DAN REMAJA

LO. 2.2 KEBUTUHAN GIZI ANAK DAN REMAJA

LO. 2.3 JENIS –JENIS GIZI

LI. 3. Memahami dan Menjelaskan Tentang Kewajiban Orang Tua Terhadap


Anak Dalam Pandangan Islam

Anda mungkin juga menyukai