KELOMPOK : A-2
KETUA : Fidel Muhamad Zain (1102015079)
SEKERTARIS : Anis Muslikha (1102015026)
ANGGOTA : Chintya Rizki Amelia (1102015048)
Hilda Utami (1102014121)
Fathimah Ayu Rahimah (1102015075)
Indah Mutiara Agustilla (1102014129)
Firza Oktaviani FM (1102015081)
M. Fikri Ridha (1102015122)
Diyah Fatonah (1102014078)
Bagas Anindito (1102015044)
KATA SULIT
PERTANYAAN
JAWABAN
HIPOTESIS
SASARAN BELAJAR
LI. 1. Memahami dan Menjelaskan Tentang Retardasi Mental
LO.1.1 Definisi
LO.1.2 Epidemiologi
LO.1.3 Etiologi
LO.1.4 Klasifikasi
LO.1.5 Manifestasi Klinik
LO.1.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding
LO.1.7 Tatalaksana
LO.1.8 Pencegahan
LO.1.9 Prognosis
LI.3 Memahami dan Menjelaskan Tentang Kewajiban Orang Tua Terhadap Anak Dalam
Pandangan Islam
LI. 1. Memahami dan Menjelaskan Tentang Retardasi Mental
LO. 1.1 DEFINISI
a) Disebut juga oligofrenia (oligo=kurang/sedikit ; fren=jiwa) atau tuna mental
b) The american Association Deficiency (AAMD) dan Diagnostic and Statistical Manual
of Mental Disorders edisi keempat (DSM-IV) mendefinisikan retardasi mental sebagai
fungsi intelektual keseluruhan yang secara bermakna di bawah rata-rata yang
menyebabkan atau berhubungan dengan gangguan pada perilaku adaktif dan
bermanifestasi selama periode perkembangan yaitu sebelum usia 18 tahun. (Kaplan,
2008)
c) Carter CH (dikutip dari Toback C.) mengatakan retardasi mental adalah suatu kondisi
yang ditandai oleh intelegensi yang rendah yang menyebabkan ketidakmampuan
individu untuk belajar dan beradaptasi terhadap tuntutan masyarakat atas kemampuan
yang dianggap normal.
d) Crocker AC 1983, retardasi mental adalah apabila jelas terdapat fungsi intelegensi yang
rendah, yang disertai adanya kendala dalam penyusuaian perilaku, dan gejalanya timbul
pada masa perkembangan.
e) Menurut World Health Organization (WHO) retardasi mental adalah kemampuan
mental yang tidak mencukupi. (WHO dikutip dari Menkes RI, 1990).
f) Fungsi intelektual dapat diketahui dengan test fungsi kecerdasan yang dinyatakan
sebagai IQ (Intelengence Quitient)
M.A = Mental Age, umur mental yang didapat dari hasil test.
C.A = Chronological Age, umur berdasarkan perhitungan tanggal lahir.
Yang dimaksud fungsi intelektual dibawah normal, yaitu apabila IQ dibawah 70-75. Anak ini
tidak dapat mengikuti pendidikan sekolah biasa, karena cara berfikirnya yang terlalu sederhana,
daya tangkap dan daya ingat lemah, demikian pula dengan pengertian bahasa dan berhitungnya
juga sangat lemah.
Sedangkan yang dimaksud dengan perilaku adaptif sosial adalah kemampuan seseorang untuk
mandiri, menyesuaikan diri dan mempunyai tanggung jawab sosial yang sesuai dengan
kelompok umur dan budayanya. Pada penderita retardasi mental gangguan perilaku adaptif
yang paling menonjol adalah kesulitan menyesuaikan diri dengan masyarakat sekitarnya.
Biasanya tingkah lakunya kekanak-kanakan tidak sesuai dengan umurnya.
Gejala tersebut harus timbul pada masa perkembangan, yaitu dibawah umur 18 tahun. Karena
gejala tersebut timbul setelah 18 tahun, bukan lagi disebut retardasi mental tetapi penyakit lain
sesuai dengan gejala klinisnya. (Soetjiningsih, 1995)
LO.1.3 ETIOLOGI
Adanya disfungsi otak merupakan dasar dari retardasi mental. Penyebab dari retardasi mental
sangat kompleks dan multifaktorial. Walaupun begitu terdapat beberapa faktor yang potensial
berperanan dalam terjadinya retardasi mental seperti yang dinyatakan oleh Taft LT (1983) dan
Shonkoff JP (1992) dibawah ini.
Faktor-faktor yang potensial sebagai penyebab retardasi mental
1. Non- organik
Kemiskinan dan keluarga yang tidak harmonis
Faktor sosiokultural
Interaksi anak-pengasuh yang tidak baik
Penelantaran anak
2. Organik
2.1. Faktor prakonsepsi
Abnormalitas single gene (penyakit-penyakit metabolik, kelainan neurocutaneos,dll)
Kelainan kromosom (X-linked, translokasi, fragile-X) sindrom polygenic familial
2.2. Faktor pranatal
Ganguan pertumbuhan otak trimester I
Kelainan kromosom (trisomi, mosaik,dll)
Infeksi intrauterin, misalnya TORCH, HIV (Human Immunodeficiency Virus)
Zat-zat teratogen (alkohol, radiasi,dll)
Disfungsi plasenta
Kelainan kongenital dari otak (idiopatik)
Ganguan pertumbuhan otak trimester II dan III
Infeksi intrauterin, misalnya TORCH, HIV
Zat-zat teratogen (alkohol, kokain, logam berat, dll)
Ibu : diabetes melitus, PKU (phenylketonuria)
Toksemia gravidarum
Ibu malnutrisi
2.3. Faktor perinatal
Sangat prematur
Asfiksia neonatorum
Trauma lahir : perdarahan intra kranial
Meningitis
Kelainan metabolik: hipoglikemia, hiperbilirubinemia
2.4. Faktor post natal
Trauma berat pada kepala/susunan saraf pusat
Neuro toksin, misalnya logam berat
CVA (Cerebrovascular accident)
Anoksia, misalnya tenggelam
Metabolik
Gizi buruk
Kelainan hormonal, misalnya hipotiroid, pseudohipoparatiroid
Kelainan metabolisme karbohidrat, galaktosemia, dll.
Polisakaridosis, misalnya sindrom Hurler
Cerebral lipidosis (Tay Sachs), dengan hepatomegali (Gaucher)
Penyakit degeneratif/metabolik lainnya.
Infeksi
Meningitis, ensefalitis, dll
Subakut sklerosing, panesefalitis
Superior 120-129
Rata-rata 90-110
Yang disebut retardasi mental apabila IQ dibawah 70, retardasi mental tipe ringan masih
mampu didik, retardasi mental sedang mampu latih, sedangkan retardasi mental tipe berat dan
sangat berat memerlukan pengawasan dan bimbingan seumur hidupnya.
Retardasi Mental Taraf Perbatasan
a. Intelligence Quotient : 68 - 85 (keadaan bodoh/bebal)
b. Patokan social: Tidak dapat bersaing dalam mencari nafkah
c. Patokan pendidikan : Beberapa kali tak naik kelas di SD
Retardasi Mental Ringan
a. Intelligence Quotient : 52 – 67 (debil/moron/keadaan tolol)
b. Patokan sosial: Dapat mencari nafnah sendiri dengan mengerjakan sesuatu yang sederhana
dan mekanistis.
c. Patokan pendidikan : Dapat dididik dan dilatih tetapi pada sekolah khusus (SLB). Tidak
selalu dapat dibedakan dengan anak-anak normal sebelum mulai bersekolah.
Pada gangguan bahasa ekspresif, secara dapat ditemukan gejala seperti perbendaharaan kata
yang jelas terbatas, membuat kesalahan dalam kosa kata, mengalami kesulitan dalam
mengingat kata-kata atau membentuk kalimat yang panjang dan memiliki kesulitan dalam
pencapaian akademik, dan komunikasi sosial, namun pemahaman bahasa anak tetap relatif
utuh. Gangguan menjadi jelas pada kira-kira usia 18 bulan, saat anak tidak dapat mengucapkan
kata dengan spontan atau meniru kata dan menggunakan gerakan badannya untuk menyatakan
keinginannya.
Pada gangguan bahasa campuran ekspresif-reseptif, selain ditemukan gejala-gejala gangguan
bahasa ekspresif, juga disertai kesulitan dalam mengerti kata dan kalimat. Gangguan ini
biasanya tampak sebelum usia 4 tahun. Bentuk yang parah terlihat pada usia 2 tahun, bentuk
ringan tidak terlihat sampai usia 7 tahun atau lebih tua. Anak dengan gangguan bahasa reseptif-
ekspresif campuran memiliki gangguan auditorik sensorik atau tidak mampu memproses
simbol visual seperti arti suatu gambar, biasanya tampak tuli.
Anak-anak dengan kesulitan berbicara memiliki masalah dalam pengucapan, yaitu
berhubungan dengan gangguan motorik, diantaranya kemampuan untuk memproduksi suara.
Anak yang gagap dapat diketahui dari cara dia berbicara, dimana terjadi pengulangan atau
perpanjangan suara, kata, atau suku kata. Biasanya sering terjadi pada anak laki-laki
Riwayat penyakit paling sering didapatkan dari orang tua atau pengasuh, dengan perhatian
khusus pada kehamilan ibu, persalinan, dan kelahiran; adanya riwayat retardasi mental;
hubungan darah pada orang tua; dan gangguan herediter. Sebagai bagian riwayat penyakit,
klinisi menilai latar belakang sosialkultural pasien, iklim emosional di rumah, dan fungsi
intelektual pasien. Serta dilakukan anamnesis pada ibu pasien, sebagai berikut:
Riwayat kehamilan dan persalinan ibu?
Apakah kehamilannya diharapkan atau tidak?
Adakah usaha-usaha untuk menggugurkan kehamilannya?
Apakah waktu hamil ibu mengalami perdarahan, minum obat-obat yang bukan anjuran
dokter?
Sakit apa saja yang pernah diderita ibu sewaktu hamil?
Apakah ibu mengontrolkan kehamilannya secara teratur?
Riwayat perkembangan anak?
Adanya penyakit keturunan atau penyakit lain yang pernah didapat?
Adanya hubungan darah antar kedua orang tuanya?
Latar belakang sosiokultural? (Depkes, 2009)
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik digunakan untuk mengungkapkan penyebab lain dari gangguan bahasa dan
bicara. Perlu diperhatikan ada tidaknya mikrosefali, anomali telinga luar, otitis media yang
berulang, sindrom William (facies Elfin, perawakan pendek, kelainan jantung, langkah yang
tidak mantap), celah palatum, dan lain-lain. Gangguan oromotor dapat diperiksa dengan
menyuruh anak menirukan gerakan mengunyah, menjulurkan lidah, dan mengulang suku kata
pa, ta, pata, pataka. (Depkes, 2007)
Pengukuran tinggi badan dapat dilakukan sambil berbaring atau dalam posisi tubuh
berdiri. Pengukuran pada posisi tubuh berbaring lebih tepat untuk anak-anak di
bawah 5 tahun. Panjang badan berbaring diukur ketika anak berbaring di atas sebuah
meja yang kokoh yang memiliki tongkat pengukur. Telapak kaki dipegang kuat-kuat
pada sebilah papan vertikal yang dipasang pada tanda nol. Kemudian anak diukur
panjang padannya baik dengan tongkat pengukur ataupun menggunakan meteran
untuk menjahit.
Pengukuran panjang/tinggi badan sambil berdiri dilakukan saat berdiri tegak lurus,
dengan tumit, bokong, bagian atas punggung dan oksiput (belakang kepala) pada
suatu bidang vertikal (misal dinding tembok). Saat melakukan pengukuran, kedua
tumit harus dirapatkan. Kemudian ukurlah tinggi/panjang badan dengan alat ukur
meteran.
Memprediksikan tinggi akhir anak sesuai potensi genetik berdasarkan tinggi badan
orang tua dengan asumsi bahwa semuanya tumbuh optimal sesuai potensinya. Rumus
yang digunakan
TB anak perempuan = ( TB ayah – 13 cm ) + TB ibu ± 8,5 cm
2
B. Pengukuran Berat Badan
Berat badan diukur dengan menggunakan timbangan. Banyak timbangan yang dapat
digunakan untuk menimbang berat badan. Yang penting harus menggunakan alat
timbang yang standar.
Berbagai bagian tubuh mungkin memiliki karakteristik tertentu yang sering ditemukan
pada pasien retardasi mental dan memiliki penyebab pranatal.
Kepala : Mikro/makrosepali, plagiosepali (btk kepala tdk simetris)
Rambut : Pusar ganda, rambut jarang/tdk ada, halus, mudah putus dan cepat
berubah
Mata : mikroftalmia, juling, nistagmus, dll
Hidung : jembatan/punggung hidung mendatar, ukuran kecil, cuping melengkung
ke atas, dll
Mulut : bentuk “V” yang terbalik dari bibir atas, langit-langit lebar/melengkung
tinggi
Geligi : odontogenesis yang tdk normal
Telinga : keduanya letak rendah; dll
Muka : panjang filtrum yang bertambah, hipoplasia
Leher : pendek; tdk mempunyai kemampuan gerak sempurna
Tangan : jari pendek dan tegap atau panjang kecil meruncing, ibujari gemuk dan
lebar, klinodaktil, dll
Dada & Abdomen : tdp beberapa putting, buncit, dll
Genitalia : mikropenis, testis tidak turun, dll
Kaki : jari kaki saling tumpang tindih, panjang & tegap/panjang kecil
meruncing diujungnya, lebar, besar, gemuk
(Kaplan, 2008)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
2. Pemeriksaan audiometric
a. Pemeriksaan audiometri diindikasikan untuk anak-anak yang sangat kecil dan untuk
anak-anak yang ketajaman pendengarannya tampak terganggu. Ada 4 kategori
pengukuran dengan audiometri :
b. Audiometri tingkah laku, merupakan pemeriksaan pada anak yang dilakukan dengan
melihat respon dari anak jika diberi stimulus bunyi. Respon yang diberikan dapat berupa
menoleh ke arah sumber bunyi atau mencari sumber bunyi. Pemeriksaan dilakukan di
ruangan yang tenang atau kedap suara dan menggunakan mainan yang berfrekuensi
tinggi. Penilaian dilakukan terhadap respon yang diperlihatkan anak.
c. Audiometri bermain, merupakan pemeriksaan pada anak yang dilakukan sambil bermain,
misalnya anak diajarkan untuk meletakkan suatu objek pada tempat tertentu bila dia
mendengar bunyi.
d. Audiometri bicara. Pada tes ini dipakai kata-kata yang sudah disusun dalam silabus
dalam daftar yang disebut : phonetically balance word LBT (PB List). Anak diminta
untuk mengulangi kata-kata yang didengar melalui kaset tape recorder. Pada tes ini
dilihat apakah anak dapat membedakan bunyi s, r, n, c, h, ch. Guna pemeriksaan ini
adalah untuk menilai kemampuan anak dalam pembicaraan seharihari dan untuk menilai
pemberian alat bantu dengar (hearing aid).
e. Audiometri objektif, biasanya memerlukan teknologi khusus. (Toback, 2003)
3. CT scan kepala untuk mengetahui struktur jaringan otak, sehingga didapatkan gambaran
area otak yang abnormal.
4. Timpanometri
Digunakan untuk mengukur kelenturan membrana timpani dan system osikular.
Selain tes audiometri, bisa juga digunakan tes intelegensi. Paling dikenal yaitu skala
Wechsler, yang menyajikan 3 skor intelegen, yaitu IQ verbal, IQ performance, dan
IQ gabungan.
Skala intelegensi Wechsler untuk anak II: penyelesaian susunan gambar. Tes ini
terdiri dari satu set gambar-gambar objek yang umum, seperti gambar pemandangan.
Salah satu bagian yang penting dihilangkan dan anak diminta untuk mengidentifikasi.
Respon dinilai sebagai benar atau salah.
Skala intelegensi Wechsler untuk anakIII: mendesain balok. Anak diberikan pola
bangunan dua dimensi dan kemudian diminta untuk membuat replikanya
menggunakan kubus dua warna. Respon dinilai sebagai benar atau salah. (Depkes,
2005)
5. Tes Laboratorium
Pada tes laboratorium retardasi mental yang digunakan adalah pemeriksaan urin dan
darah untuk mencari gangguan actorti. Kelainan enzim pada gangguan kromosom,
terutama sindrom down.
Amniosentesis yaitu pengambilan cairan actort dari ruang amnion secara trans-
abdominal antara usia kehamilan 14 dan 16 minggu, digunakan untuk kelainan
kromosom bayi terutama sindrom Down. Sel cairan amnion, yang terbanyak berasal
dari janin, dibiakkan untuk pemeriksaan sitogenetik dan biokimiawi. Amniosentesis
dianjurkan untuk semua wanita hamil di atas usia 35 tahun.
Pengambilan sampel vili korionik (CVS;chorionic villi sampling) adalah tehnik
skrining yang baru untuk menentukan kelainan janin. Cara ini dilakukakn pada usia
kehamilan 8 dan 10 minggu, yang 6 minggu lebih awal dibandingkan amniosentesis.
Hasilnya tersedia dalam waktu yang singkat (beberapa jam/hari), jika kehamilan
abnormal, keputusan untuk mengakhiri kehamilan dapat dilakukakan dalam trimester
pertama. (Soetjiningsih, 1995)
6. Pemeriksaan Psikologis
Dilakukan oleh ahli psikologi yang berpengalaman. Tes Gesell, Bayley, dan Cattell
adalah tes yang sering digunakan untuk bayi. Tes Bender Gestalt dan Benton Visual
Retention test juga digunakan untuk anak retardasi mental. Disamping itu,
pemeriksaan psikologi harus menilai kemampuan actortic, motorik, actortic, dan
kognitif. Informasi tentang actor motivasional, emosional, dan interpersonal juga
penting.
Pemeriksaan lainnya:
1. Kromosomal kariotipe
- Terdapat beberapa kelainan fisik yang tidak khas
- Anamnesis ibu tercemar zat-zat teratogen
- Terdapat beberapa kelainan kongenital
- Genital abnormal
2. EEG (Elektro Ensefalogram)
- Gejala kejang yang dicurigai
- Kesulitan mengerti bahasa yang berat
3. CT (Cranial Computed Tomography) atau MRI (Magnetic Resonance Imaging)
- Pemebesaran kepala yang progresif
- Tuberous sklerosis
- Dicurigai kelainan otak yang luas
- Kejang lokal
- Dicurigai adanya tumor intrakranial
4. Titer virus untuk infeksi kongenital
- Kelainan pendengaran tipe sensorineural
- Neonatal hepatosplenomegali
- Petechie pada periode neonatal
- Chorioretinitis
- Mikroptalmia
- Kalsifikasi intrakranial
- Mikrosefali
Anak Retardasi mental biasanya disertai dengan gejala hyperkinetik (selalu bergerak,
konsentrasi kurang dan perhatian mudah dibelokkan). Obat-obat yang sering
digunakan dalam bidang retardasi mental adalah terutama untuk menekan gejala-
gejala hyperkinetik, misalnya :
a. Amphetamin dosis 0,2 - 0,4 mg/kg/hari
b. Imipramin dosis ± 1,5 mg/kg/hari
Efek sampingan kedua obat diatas dapat menimbulkan convulsi
c. Valium, Nobrium, Haloperidol dsb. dapat juga menekan gejala hyperkinetik
Non Farmakologis
Psikoterapi dapat diberikan baik pada anaknya sendiri maupun pada orang tuanya.
Untuk anak yang terbelakang dapat diberikan psikoterapi individual, psikoterapi
kelompok dan manipulasi lingkungan (merubah lingkungan anak yang tidak
menguntungkan bagi anak tersebut). Walaupun tak akan dapat menyembuhkan
keterbelakangan mental, tetapi dengan psikoterapi dan obat-obatan dapat diusahakan
perubahan sikap, tingkah laku, kemampuan belajar dan hasil kerjanya. Yang penting
adalah adanya ketekunan, kesadaran dan minat yang sungguh dari pihak terapis
(yang mengobati).
Terapis bertindak sebagai pengganti orang tua untuk membuat koreksi-koreksi
terhadap hubungan yang tak baik ini. Dari pihak perawat diperlukan juga ketekunan
dan kesadaran dalam merawat anak-anak dengan retardasi mental serta melaporkan
kepada dokter bila dalam observasi terdapat tingkah laku anak maupun orang tua
yang negatif, merugikan bagi anak tersebut maupun lingkungannya (teman-teman
disekitarnya).
Pendekatan Medis
Penggunaan Ritalin efektif untuk mengurangi perilaku antisosial pada anak-anak dan
remaja yang mengalami gangguan tingkah laku.
Pendekatan Behavioral
Pendekatan ini mendasarkan pada prosedur operant conditioning. Misalnya, Program
penanganan residential, yang menetapkan aturan dengan jelas terhadap anak-anak.
Mereka akan diberikan reward untuk perilaku yang tepat dan hukuman untuk
perilaku yang tidak tepat.
Pendekatan Kognitif-Behavioral
Penanganan anak dengan gangguan tingkah laku dilakukan dengan Terapi Kognitif
Behavioral, yaitu melatih anak dengan gangguan tingkah laku untuk berpikir bahwa
konflik sosial adalah masalah yang dapat diselesaikan dan bukan merupakan
tantangan terhadap kejantanan mereka, yang harus dibuktikan dengan kekerasan.
Anak-anak ini dilatih menggunakan keterampilan calming self talk, yaitu teknik
untuk berpikir & berbicara kepada diri sendiri, tujuannya adalah menghambat
perilaku impulsif, mengendalikan kemarahan, dan mencoba solusi yang tidak
mengandung kekerasan dalam menghadapi konflik sosial.
Pendekatan Keluarga-Lingkungan (Family ecological approach)
Pendekatan ini dikembangkan oleh Hanggeler, yang didasarkan pada teori ekologis
dari Urie Bronfenbrenner. Pendekatan ini meyakini bahwa anak berada dalam
berbagai sistem sosial (keluarga, sekolah, hukum, komunitas, dll). Ia menekankan
bahwa anak-anak/remaja yang melanggar peraturan itu mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh sistem sosial yang berinteraksi dengan mereka. Teknik yang
digunakan adalah berusaha mengubah hubungan anak dengan berbagai sistem, untuk
menghentikan perilaku dan interaksi yang mengganggu.
Social worker (pekerja sosial) melakukan kunjungan rumah untuk melihat hubungan
anak dengan orang tua, saudara-saudaranya maupun dengan masyarakat sekitarnya.
Tugasnya utama mencari data-data anak dan orang tua serta hubungan anak dengan
orang-orang disekitarnya. Untuk ibu atau orang tua anak dengan retardasi mental
dapat diberikan family terapi (terapi keluarga) untuk mengubah sikap orang tua atau
saudaranya yang kurang baik terhadap penderita. Dapat diberikan juga terapi
kelompok dengan ibu-ibu, anak retardasi mental lainnya, seminggu sekali selama 12
kali. Tujuannya untuk mengurangi sikap rendah diri, perasaan kecewa dari ibu
tersebut karena ternyata banyak ibu lain yang mengalami nasib serupa, mempunyai
anak dengan retardasi mental. Dengan demikian ibu dapat bersikap lebih realistik dan
lebih dapat menerima anaknya serta dapat merencanakan program yang baik bagi
anaknya. Di luar negeri social worker yang bertugas memberi terapi kelompok untuk
ibu-ibu tersebut diatas.
LO. 1.8 PENCEGAHAN
Retardasi mental berhubungan dengan beberapa gangguan heterogen dan berbagai
faktor psikososial. Terapi yang terbaik untuk retardasi mental adalah pencegahan
primer, sekunder, dan tersier.
A. Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan atau
menurunkan kondisi yang menyebabkan perkembangan gangguan yang disertai
dengan retardasi mental. Tindakan tersebut termasuk :
Pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat
umum tentang retardasi mental.
Usaha terus-menerus dari professional bidang kesehatan untuk menjaga
dan memperbaharui kebijaksanaan kesehatan masyarakat.
Aturan untuk memberikan pelayanan kesehatan maternal dan anak yang
optimal.
Eradikasi gangguan yang diketahui disertai dengan kerusakan system saraf
pusat.
Konseling keluarga dan genetik membantu menurunkan insidensi retardasi mental
dalam keluarga dengan riwayat gangguan genetic yang berhubungan dengan
retardasi mental. Untuk anak-anak dan ibu dengan sosioekonomi rendah, pelayanan
medis prenatal dan perinatal yang sesuai dan berbagai program pelengakap dan
bantuan pelayanan social dapat menolong menekan komplikasi medis dan
psikososial.
B. Pencegahan Sekunder dan Tersier
Jika suatu gangguan yang disertai dengan retardasi mental telah dikenali, gangguan
harus diobati untuk mempersingkat perjalanan penyakit (pencegahan sekunder) dan
untuk menekan sekuele atau kecacatan yang terjadi setelahnya (pencegahan tersier).
Gangguan metabolik dan endokrin herediter, seperti PKU dan hipotiroidisme, dapat
diobati dalam stadium awal dengan control diet atau dengan terapi penggantian
hormone.
Anak retardasi mental seringkali memiliki kesulitan emosional dan perilaku yang
memerlukan terapi psikiatrik. Kemampuan kognitif dan sosial yang terbatas yang
dimiliki anak tersebut memerlukan modalitas terapi psikiatrik yang dimodifikasi
berdasarkan tingkat kecerdasan anak.
Pendidikan untuk anak
Lingkungan pendidikan untuk anak-anak dengan retardasi mental harus termasuk
program yang lengkap yang menjawab latihan keterampilan adaptif, latihan
keterampilan sosial, dan latihan kejujuran. Perhatian khusus harus dipusatkan pada
komunikasi dan usaha untuk meningkatkan kualitas hidup. Terapi kelompok
seringkali merupakan format yang berhasil dimana anak-anak dengan retardasi
mental dapat belajar dan mempraktekkan situasi hidup nyata dan mendapatkan
umpan balik yang mendukung.
Pendidikan keluarga
Satu bidang yang penting dalam pendidikan keluarga dari pasien dengan retardasi
mental adalah tentang cara meningkatkan kompetensi dan harga diri sambil
mempertahnkan harapan yang realistic untuk pasien. Keluarga seringkali merasa sulit
untuk menyeimbangkan antara mendorong kemandirian dan memberikan lingkungan
yang mengasuh dan suportif bagi anak retardasi mental, yang kemungkinan
mengalami suatu tingkat penolakan dan kegagalan di luar konteks keluarga.
Orang tua mungkin mendapatkan manfaat dari konseling yang terus-menerus datau
terpai keluarga. Orang tua harus diberikan kesempatan untuk mengekspresikan
perasaan bersalah, putus asa, kesedihan, penyangkalan yang terus-menerus timbul,
dan kemarahan tentang gangguan dan masa depan anak. Dokter psikiatrik harus siap
untuk memberikan semua informasi medis dasar dan terakhir tentang penyebab,
terapi, dan bidang lain yang berhubungan (seperti latihan khusus dan perbaikna defek
sensorik).