Anda di halaman 1dari 34

BLOK KEDOKTERAN KOMUNITAS

WRAP UP SKENARIO 1
KESEHATAN IBU DAN ANAK SERTA KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA

KELOMPOK A-2

KETUA

ANDHANI PUTRI KUSUMANINGTYAS

1102013024

SEKRETARIS

ARINA ZHABRINA

1102013042

ANGGOTA

ERNI VUSPITA DEWI

1102011090

DYAH ARUM MAHARANI

1102012072

CLARAZ WANISADA ERMANI

1102013066

EMIRIA ANDINI

1102013096

HERWIDYANDARI PERMATA PUTRI

1102013126

HIRARI FATTAH YASFI

1102013128

IQHBAL YUNAS ALFIANSYAH

1102013139

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2015/2016
SKENARIO 1
1

KESEHATAN IBU DAN ANAK SERTA KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA


Wanita umr 16 tahun datang ke puskesmas diantar oleh teman lelakinya dengan
perdarahan segar dan banyak lewat jalan lahir sejak 1 hari yang lalu. Menurut temannya,
wanita tersebut merupakan kekasihnya yang sedang mengandung,mereka telah berhubungan
dekat sejak kelas 2 SMP. Dalam pandangan islam, hubungan suami istri di luar pernikahan
dan menggugurkan kandungan tidak dibenarkan,
Sebelumnya pasien pergi ke dukun untuk menggugurkan kandungan, diajak oleh
tetangganya yang pernah menggugurkan kandungan karena anaknya yang sudah terlalu
banyak dan masih kecil-kecil, pasien juga ada riwayat minum obat peluruh haid atau obat
penggugur kandungan, namun saying keadaan pasien sudah tidak dapat ditolong lagi saat tiba
di puskesmas.
Dokter puskesmas mengatakan pasien memiliki resiko tinggi kehamilan (4 (empat)
terlalu) dan terlambat dibawa ke puskesmas (3 (tiga) terlambat). Kondisi seperti ini ikut
berkontribusi terhadap tingginya AKI (Angka Kematian Ibu) / IMR (Infant Mortality Rate)
akibat kehamilan dan persalinan di Indonesia. Berdasarkan data SDKI 2012, AKI Indonesia
359/100.000 kelahiran hidup. Dengan kejadian tersebut, kemudian puskesmas melakukan
pencatatan untuk audit kematian maternal perinatal terhadap pasien tersebut.

Kata Sulit
1. SDKI (Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia)
Menyediakan data perilaku fertilitas, KB, pengetahuan tentang AIDS, KIA, PMS .
2. AKI ( Angka Kematian Ibu)
Kematian perempuan saat hamil atau kematian dalam kurun waktu 42 hari sejak terminasi
kehamilan.
3. IMR (Infant Mortality Rate)
Angka kematian infant, banyaknya kematian bayi kurang dari 1 tahun per 1000 kelahiran
hidup pada 1 tahun tertentu.
4. Audit Kematian Maternal
Kegiatan untuk menelusuri sebab kesakitan dan kematian ibu dan perinatal dengan maksud
2

mencegah kesakitan dan kematian di masa depan.

Pertanyaan
1. Apa saja resiko tinggi kehamilan ?
2. Bagaimana pencegahan yang harus dilakukan ?
3. Bagaimana hukum islam tentang menggugurkan kehamilan ?
4. Apa yang menyebabkan tingginya AKB dan AKI ?
5. Apa fungsi audit perinatal dan maternal ?
6. Apa yang dimaksud empat terlalu (4T) dan tiga terlambat (3T) ?
7. Apa yang bisa dilakukan puskesmas untuk menurunkan AKI ?
8. Bagaimana cara mencegah AKB dan AKI ?
9. Berapa nilai IMR dan bagaimana cara menentukannya ?
10. Mengapa pasien ini bias mempengaruhi tingginya AKI ?
Jawaban
1) Usia yang terlalu muda/tua, status gizi , banyaknya aktivitas, hipertensi, graviditas,
status ekonomi dan pendidikan ibu, bayi sungsang, jarak kehamilan terlalu dekat.
2) Penyuluhan kepada masyarakat dan kontrol rutin .
3) Tergantung kondisi : wajib jika dapat membahayakan ibu dan haram jika tidak ada
alasan yang jelas.
4) Kurangnya edukasi, banyaknya komplikasi selama kehamilan, gizi buruk,
perdarahan, bayi premature, terbatasnya sarana dan prasarana fasilitas kesehatan..
5) Mencegah kesakitan dan kematian ibu dan perinatal di masa depan.
6) 3T :
1). Terlambat deteksi
2). Terlambat rujuk ke fasilitas kesehatan yang ada
3). Terlambat mendapat pelayanan kesehatan.
4T :
1). Terlalu muda
2). Terlalu tua
3). Terlalu sering
4). Terlalu banyak
7) Dengan melakukan pencegahan berupa memberikan penyuluhan dan pengetahuan
kepada masyarakat.
8) Menghindari 3T dan 4T, Antenatal care, edukasi AKI
3

Imunisasi, gizi cukup AKB


9) Banyaknya kematian bayi yang kurang dari 1 tahun per 1000 kelahiran hidup dalam 1
tahun tertentu.
10) Karena memasuki kriteria AKI.

HIPOTESA
Usia, status gizi, banyaknya aktivitas, hipertensi, graviditas, status ekonomi dan pendidikan
ibu, bayi sungsang, dan jarak kehamilan terlalu dekat merupakan faktor resiko tinggi kehamilan
ditambah dengan kurangnya edukasi , komplikasi selama kehamilan, gizi buruk, perdarahan,
bayi prematur, dan terbatasnya sarana dan prasarana dapat meningkatkan angka kematian ibu dan
bayi. Untuk mencegah hal tersebut, dengan menghindari 3T (Terlambat deteksi, Terlambat rujuk
ke fasilitas kesehatan yang ada, Terlambat mendapat pelayanan kesehatan), 4T (Terlalu muda,
Terlalu tua, terlalu sering, Terlalu banyak), antenatal care, edukasi, imunisasi, dan penyuluhan.
Aborsi dalam pandangan islam hukumnya tergantung pada kondisi, wajib jika dapat
membahayakan ibu dan haram jika tidak disertai alasan yang jelas.

SASARAN BELAJAR
LI.1 Memahami dan Menjelaskan Resiko Tinggi Kehamilan.
LI.2 Memahami dan Menjelaskan AKB dan AKI Sebagai Indikator Kesehatan.
LI.3 Memahami dan Menjelaskan Perilaku Beresiko dan Kesehatan Reproduksi Remaja.
LI.4 Memahami dan Menjelaskan Audit Maternal Perinatal Yang Berkaitan dengan AKB dan AKI.
LI. 5 Memahami dan Menjelaskan Hukum Aborsi, Hubungan Suami Istri Diluar Nikah, Serta
Kehamilan Diluar Nikah dalam Pandangan Islam.

LI.1 Memahami dan Menjelaskan Resiko Tinggi Kehamilan.


Faktor Risiko Kehamilan
Faktor risiko kehamilan adalah sebuah keadaan dimana seorang wanita hamil di
perkirakan akan mengalami gangguan yang akan menganggu kehamilannya dan berdampak
pada wanita hamil tersebut ataupun bayi yang sedang di kandungnya.
Kehamilan Risiko Tinggi
Ibu hamil yang memiliki satu atau lebih dari satu faktor-faktor risiko tinggi, antara lain
adanya anemia pada ibu hamil, pernah gagal kehamilan (keguguran), kehamilan kembar,
5

kehamilan dengan kelainan letak, pendarahan, dan penyakit pada ibu hamil (malaria, TB
Paru, penyakit jantung, DM, infeksi menular seksual pada kehamilan, eklampsia, pre
eklampsia,). Faktor risiko ini dianggap akan menimbulkan komplikasi dan mengancam
keselamatan ibu dan janin baik pada saat hamil maupun persalinan nanti.
Bahaya Kehamilan Berisiko
Bahaya yang dapat ditimbulkan akibat ibu hamil dengan risiko adalah bayi lahir belum cukup
bulan, bayi lahir dengan BBLR, keguguran (abortus), partus macet, perdarahan ante partum
dan post partum, IUFD, keracunan dalam kehamilan.
Faktor Penyebab Risiko Tinggi Kehamilan
Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia, 80 % karena komplikasi obstetri dan 20 %
oleh sebab lainnya. Sedangkan penyebab tidak langsung adalah 3 Terlambat dan 4
Terlalu.
3 faktor terlambat :
Terlambat dalam mengambil keputusan
Terlambat sampai ke tempat rujukan
Terlambat dalam mendapat pelayanan di fasilitas kesehatan
4 faktor terlalu :
Terlalu muda saat melahirkan (< 20 tahun)
Terlalu tua saat melahirkan (> 35 tahun)
Terlalu banyak anak (> 4 anak)
Terlalu dekat jarak melahirkan (< 2 tahun)
Pemantauan dan upaya evaluasi upaya penurunan AKI tidak hanya didasarkan pada
pengukuran perubahan kematian ibu, namun meliputi pemantauan proses dan luaran. Untuk
itu, selain indicator dampak digunakan pula indicator proses, output, dan outcome.
A. Indikator dampak
Rasio kematian ibu.
AKI adalah kematian ibu dalam satu periode satu per 100.000 kelahiran hidup
pada periode yang sama.
Angka kematian ibu.
Adalah jumlah kematian ibu dalam satu priode per 100.000 wanita usia
suburnya.
Resiko kematian ibu seusia hidup.
Resiko wanita terhadap kematian ibu terjadi sepanjang usia suburnya.
Proporsi kematian ibu pada wanita usia reproduksi.
Indicator ini merupakan presentase kematian ibu dari kematian total pada
wanita usia 15-49 tahun.
B. Indikator proses, output dan outcome.
Merupakan indicator yang berhubungan dengan proses, output, dan outcome dalam
upaya safe motherhood. Contoh :
Presentase bidan yang terlatih menangani kegawatan obstetric (indicator proses)
Indicator hasil pelayanan, misalnya cakupan pelayanan antenatal dan cakupan pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan (indicator output)
Proposi komplikasi obstetric yang mendapat penanganan adekuat dan case fatality rate.
Pencegahan Risiko Tinggi Kehamilan dan AKI yang Tinggi
Sebagian besar kematian ibu hamil dapat dicegah apabila mendapat penanganan yang
adekuat difasilitas kesehatan. Kehamilan dengan risiko tinggi dapat dicegah bila gejalanya
ditemukan sedini mungkin sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan, antara lain: Sering
memeriksakan kehamilan sedini mungkin dan teratur, minimal 4x kunjungan selama masa
kehamilan yaitu: (a) Satu kali kunjungan pada triwulan pertama (tiga bulan pertama). (b) Satu
6

kali kunjungan pada triwulan kedua (antara bulan keempat sampai bulan keenam). (c) Dua
kali kunjungan pada triwulan ketiga (bulan ketujuh sampai bulan kesembilan).
Imunisasi TT yaitu imunisasi anti tetanus 2 (dua) kali selama kehamilan dengan jarak satu
bulan, untuk mencegah penyakit tetanus pada bayi baru lahir. Bila ditemukan risiko tinggi,
pemeriksaan kehamilan harus lebih sering dan intensif. Makan makanan yang bergizi Asupan
gizi seimbang pada ibu hamil dapat meningkatkan kesehatan ibu dan menghindarinya dari
penyakit- penyakit yang berhubungan dengan kekurangan zat gizi. Menghindari hal-hal yang
dapat menimbulkan komplikasi pada ibu hamil: (a) Berdekatan dengan penderita penyakit
menular. (b) Asap rokok dan jangan merokok. (c) Makanan dan minuman beralkohol. (d)
Pekerjaan berat. (e) Penggunaan obat-obatan tanpa petunjuk dokter/bidan. (f) Pemijatan/urut
perut selama hamil. (g) Berpantang makanan yang dibutuhkan pada ibu hamil. Mengenal
tanda-tanda kehamilan dengan risiko tinggi dan mewaspadai penyakit apa saja pada ibu
hamil. Segera periksa bila ditemukan tanda-tanda kehamilan dengan risiko tinggi.
Pemeriksaan kehamilan dapat dilakukan di Polindes/bidan. desa, Puskesmas/Puskesmas
pembantu, rumah bersalin, rumah sakit pemerintah atau swasta.
Peran Masyarakat/Kader/Dukun

Membantu bidan dalam mendata jumlah ibu hamil di wilayah desa binaan.

Memberikan penyuluhan yang berhubungan dengan kesehatan ibu (Tanda Bahaya


Kehamilan, Persalinan dan sesudah melahirkan)

Membantu Bidan dalam memfasilitasi keluarga untuk menyepakati isi Stiker, termasuk
KB Pasca melahirkan.

Bersama dengan Kades, Toma membahas tentang masalah calon donor darah, transportasi
dan pembiayaan untuk membantu dalam menghadapi kegawatdaruratan pada waktu
hamil, bersalin dan sesudah melahirkan.

Menganjurkan suami untuk mendampingi pada saat pemeriksaan kehamilan, persalinan,


dan sesudah melahirkan

Menganjurkan Pemberian ASI eksklusif pada bayi sampai usia 6 bulan

LI.2 Memahami dan Menjelaskan AKB dan AKI Sebagai Indikator Kesehatan.
Angka Kematian Bayi (AKB)
Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir sampai bayi
belum berusia tepat satu tahun. Banyak faktor yang dikaitkan dengan kematian bayi. Secara
garis besar, dari sisi penyebabnya, kematian bayi ada dua macam yaitu endogen dan eksogen.
Kematian bayi endogen atau yang umum disebut dengan kematian neonatal; adalah
kematian bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan, dan umumnya disebabkan
oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir, yang diperoleh dari orang tuanya pada saat
konsepsi atau didapat selama kehamilan.
Kematian bayi eksogen atau kematian post neo-natal, adalah kematian bayi yang
terjadi setelah usia satu bulan sampai menjelang usia satu tahun yang disebabkan oleh faktorfaktor yang bertalian dengan pengaruh lingkungan luar.
Kegunaan Angka Kematian Bayi :
Angka Kematian Bayi menggambarkan keadaan sosial ekonomi masyarakat dimana
angka kematian itu dihitung. Kegunaan Angka Kematian Bayi untuk pengembangan
perencanaan berbeda antara kematian neo-natal dan kematian bayi yang lain. Karena
kematian neo-natal disebabkan oleh faktor endogen yang berhubungan dengan kehamilan
7

maka program-program untuk mengurangi angka kematian neo-natal adalah yang


bersangkutan dengan program pelayanan kesehatan Ibu hamil, misalnya program pemberian
pil besi dan suntikan anti tetanus. Sedangkan Angka Kematian Post-NeoNatal dan Angka
Kematian Anak serta Kematian Balita dapat berguna untuk mengembangkan program
imunisasi, serta program-program pencegahan penyakit menular terutama pada anak-anak,
program penerangan tentang gisi dan pemberian makanan sehat untuk anak dibawah usia 5
tahun.

Angka Kematian Bayi (AKB) adalah banyaknya kematian bayi berusia dibawah satu tahun,
per 1000 kelahiran hidup pada satu tahun tertentu.

Catatan : K = Konstanta (1000)


Maternal Mortality Rate atau Angka Kematian Ibu adalah jumlah kematian ibu setiap
100.000 kelahiran hidup, pada saat kehamilan atau 42 hari setelah kehamilan berakhir - yang
penyebabnya berhubungan dengan kehamilan atau diperburuk oleh kehamilan dan
penatalaksanaanya, tapi bukan karena sebab insidental/kecelakaan. Angka ini mencerminkan
risiko obstetrik yang dihadapi oleh seorang ibu sewaktu ia hamil. Jika ibu tersebut hamil
beberapa kali, risikonya meningkat dan digambarkan sebagai risiko kematian ibu sepanjang
hidupnya, yaitu probabilitas menjadi hamil dan probabilitas kematian karena kehamilan
terjadi sepanjang masa reproduksi.
AKI ini diperhitungkan pula pada jangka waktu 6 minggu hingga setahun setelah
melahirkan. Indikator ini dapat dilakukan pada daerah yang kelahiran hidupnya minimal
50.000. Bagi yang < 50.000 kelahiran hidup dianjurkan untuk menghitung jumlah absolut
kematian ibu saja atau menggunakan indikator antara misalnya persalinan tenaga kesehatan.
Pada saat kapan AKI itu dapat dikatakan tinggi ? AKI dapat dikatakan tinggi apabila :
1. Jumlah kematian ibu yang meninggal mulai saat hamil hingga 6 minggu setelah
persalinan per 100.000 persalinan tinggi
2. Angka kematian ibu tinggi adalah angka kematian yang melebihi dari angka target
nasional
3. Tingginya angka kematian, berarti rendahnya standar kesehatan dan kualitas pelayanan
kesehatan yang diberikan, dan mencerminkan besarnya masalah kesehatan.
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat
kesehatan perempuan. Kenapa AKI ini bisa dijadikan sebuah indikator kesehatan ? Karena
ibu atau perempuan digolongan sebagai populasi yang 'rentan' atau lemah. Dalam suatu
masyarakat yang partiarkal (seperti banyak negara di Timur Tengah) dimana ada rentang
besar dalam kesetaraan gender, kaum perempuan memiliki hak terbatas dibanding pria
terhadap akses pendidikan, kesehatan, dan lain sebagainya.
Sebagai akibatnya banyak perempuan tidak memiliki pendidikan lanjut, menikah pada
usia muda, kehilangan hak atas alat reproduksinya; tidak bisa menentukan kapan ia ingin
hamil, berapa jumlah anak yang ingin dimiliki dan seterusnya. Perempuan juga acapkali
tidak memiliki kekuatan untuk bernegosiasi dalam keluarganya. Contohnya, keputusan
untuk pergi ke layanan kesehatan mungkin diambil oleh suaminya, mertuanya atau orang
8

lain yang lebih dituakan dalam keluarga. Tetapi jika seorang ibu/wanita telah terjamin akan
akses pendidikan, kesehatan, dan lain sebagainya, maka akan terlahir juga generasi-generasi
yang sehat.
Angka kematian ibu juga merupakan salah satu target yang telah ditentukan dalam
tujuan pembangunan millenium yaitu tujuan ke 5 yakni meningkatkan kesehatan ibu dimana
target yang akan dicapai sampai tahun 2015 adalah mengurangi sampai resiko jumlah
kematian ibu. Dari hasil survei yang dilakukan AKI telah menunjukkan penurunan dari
waktu ke waktu, namun demikian upaya untuk mewujudkan target tujuan pembangunan
millenium masih membutuhkan komitmen dan usaha keras yang terus menerus.
Kegunaan
Informasi mengenai tingginya MMR akan bermanfaat untuk pengembangan program
peningkatan kesehatan reproduksi, terutama pelayanan kehamilan dan membuat kehamilan
yang aman bebas risiko tinggi (making pregnancy safer), program peningkatan jumlah
kelahiran yang dibantu oleh tenaga kesehatan, penyiapan sistim rujukan dalam penanganan
komplikasi kehamilan, penyiapan keluarga dan suami siaga dalam menyongsong kelahiran,
yang semuanya bertujuan untuk mengurangi Angka Kematian Ibu dan meningkatkan derajat
kesehatan reproduksi.
Cara Menghitung
Kemudian kematian ibu dapat diubah menjadi rasio kematian ibu dan dinyatakan per
100.000 kelahiran hidup, dengan membagi angka kematian dengan angka fertilitas umum.
Dengan cara ini diperoleh rasio kematian ibu kematian maternal per 100.000 kelahiran
Rumus

Dimana:
Jumlah Kematian Ibu yang dimaksud adalah banyaknya kematian ibu yang disebabkan
karena kehamilan, persalinan sampai 42 hari setelah melahirkan, pada tahun tertentu, di
daerah tertentu.
Jumlah kelahiran Hidup adalah banyaknya bayi yang lahir hidup pada tahun tertentu, di
daerah tertentu. Konstanta =100.000 bayi lahir hidup.
Sementara terdapat dua alternatif alat ukur baru kematian ibu terkait dengan kehamilan,
yaitu:
- Kematian maternal lanjut (late maternal death) Kematian yang diakibatkan
penyebab obstetric langsung dan tidak langsung lebih dari 42 hari namun kurang dari
1 tahun (antara 42 hari 1 tahun) setelah melahirkan (after termination of pregnancy).
-

Kematian terkait kehamilan (pregnancy-related death) Kematian ibu yang terjadi


selama kehamilan atau 42 hari setelah melahirkan, tanpa melihat penyebabnya,
obstetric langsung dan tidak langsung (oleh sebab apapun). Kematian ibu terkait
kehamilan (pregnancy-related death) sangat berguna ketika penyebab kematian sulit
ditentukan dan ketika semua kematian di daerah itu disebabkan karena kehamilan.

Keterbatasan
AKI sulit dihitung, karena untuk menghitung AKI dibutuhkan sampel yang besar, mengingat
kejadian kematian ibu adalah kasus yang jarang. Oleh karena itu kita umumnya dignakan
AKI yang telah tersedia untuk keperluan pengembangan perencanaan program.
9

Klasifikasi Kematian Ibu


Kematian ibu atau kematian maternal adalah kematian seorang ibu sewaktu hamil atau
dalam waktu 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan, tidak tergantung pada tempat atau usia
kehamilan.
Kematian ibu dibagi menjadi kematian langsung dan tidak langsung. Kematian ibu
langsung adalah sebagai akibat komplikasi kehamilan, persalinan, atau masa nifas, dan segala
intervensi atau penanganan yang tidak tepat dari komplikasi tersebut. Kematian ibu tidak
langsung merupakan akibat dari penyakit yang sudah ada atau penyakit yang timbul sewaktu
kehamilan yang berpengaruh terhadap kehamilan, misalnya malaria, anemia, HIV/AIDS, dan
penyakit kardiovaskular.
Secara global 80 % kematian ibu tergolong pada kematian ibu langsung. Pola penyebab
langsung dimana-mana sama, yaitu perdarahan (25 %, biasanya perdarahan pasca persalinan),
sepsis (15 %), hipertensi dalam kehamilan (12 %), partus macet (8 %), komplikasi aborsi
tidak aman (13 %) dan sebab-sebab lain (8 %).
Penyebab Kematian dan Kesakitan Ibu
Diperkirakan dari setiap ibu yang meninggal dalam kehamilan, persalinan atau nifas,
16-17 ibu menderita komplikasi yang mempengaruhi kesehatan mereka, umumnya menetap.
Penyebab utama kematian ibu telah diuraikan di atas yaitu perdarahan, infeksi, hipertensi
dalam kehamilan, partus macet, dan aborsi. Kesakitan ibu terdiri atas komplikasi ringan
sampai berat berupa komplikasi permanen atau menahun yang terjadi sesudah masa nifas.
Contoh komplikasi ini adalah fistula, inkontinensia urin dan alvi, parut uterus, penyakit
radang panggul, palsi dan sindrom Sheehan.
WHO memperkirakan sekitar 10 % kelahiran hidup mengalami komplikasi perdarahan
pascapersalinan. Komplikasi paling sering dari perdarahan pasca persalinan adalah anemia.
Jika kehamilan terjadi pada seorang ibu yang telah menderita anemia, maka perdarahan
pascapersalinan dapat memperberat keadaan anemia
dan berakibat fatal.
Infeksi juga merupakan penyebab penting kematian dan kesakitan ibu. Insidensi infeksi nifas
sangat berhubungan dengan praktik tidak bersih pada waktu persalinan dan masa nifas.
Infeksi Menular Seksual dalam kehamilan merupakan faktor resiko untuk sepsis, infeksi
HIV/AIDS berhubungan dengan peningkatan insidens sepsis. Sepsis yang resisten terhadap
antibiotika sering terjadi pada ibu-ibu dengan HIV positif, demikian pula infeksi pascaseksio
sesarea.
Eklampsia secara global terjadi pada 0,5 % kelahiran hidup dan 4,5 % hipertensi dalam
kehamilan. Preeklampsia mempengaruhi banyak organ vital. Pascakonvulsi pada eklampsia
dapat menyebabkan kerusakan ginjal, hati, edema paru, perdarahan serebral, dan ablasio
retina.
Persalinan macet merupakan 8 % penyebab kematian ibu secara global. Komplikasi
yang dapat terjadi adalah fistula vesikovaginalis dan/atau rektovaginalis. Di samping itu,
dapat terjadi komplikasi yang berhubungan dengan sepsis, terutama jika terjadi ketuban
pecah dini. Komplikasi lain adalah ruptura uteri yang dapat mengakibatkan perdarahan dan
syok, bahkan kematian.
Persalinan lama merupakan pula penyebab kematian janin. Janin meninggal karena
tekanan berlebihan pada plasenta dan tali pusat. Kematian janin dapat menjadi trigger
10

terjadinya koagulasi intravascular disseminata dengan akibat perdarahan, syok, dan kematian.
Insidens aborsi tidak aman secara global adalah sekitar 20 juta per tahun atau 1 diantara 10
kehamilan atau 1 aborsi tidak aman dengan 7 kelahiran hidup. Lebih dari 90 % aborsi tidak
aman terjadi di negara-negara sedang berkembang. Komplikasi yang terjadi berupa sepsis,
perdarahan, terutama genital dan abdominal, perforasi uterus, dan keracuanan bahan
abortifasien. Kematian dapat terjadi karena gangren gas dan gagal ginjal akut. Komplikasi
jangka panjang aborsi tidak aman adalah nyeri panggul menahun, penyakit radang panggul,
oklusi tuba, dan infertilitas sekunder. Dapat pula terjadi kehamilan ektopik, persalinan
premature atau abortus spontan pada kehamilan berikutnya.
Kesakitan yang menyusul penyebab tidak langsung misalnya anemia, malaria, hepatitis,
tuberculosis, dan penyakit kardiovaskular. Salah satu kesakitan yang utama adalah anemia,
yang disamping menyebabkan kematian melalui henti kardiovaskular, juga berhubungan
dengan penyebab langsung kematian ibu. Ibu yang anemia tidak dapat menoleransi
kehilangan darah seperti perempuan sehta tanpa anemia. Pada waktu persalinan, kehilangan
darah 1000 ml tidak mengakibatkan kematian pada ibu sehat, tetapi pada ibu anemia,
kehilangan darah kurang dari itu dapat berakibat fatal. Ibu anemia juga meningkatkan resiko
operasi atau penyembuhan luka tidak segera, sehingga luka dapat terbuka seluruhnya.Malaria
meningkatkan risiko anemia ibu, prematuritas, dan berat badan lahir rendah pada kehamilan
pertama. Prevalensi dan densitas parasitemia pada primigravida lebih tinggi daripada ibu
tidak hamil. Infeksi HIV juga meningkatkan risiko komplikasi malaria. Hepatitis virus dalam
kehamilan merupakan keadaan yang meningkatkan case fatality rate 35 kali daripada ibu
tidak hamil. Hepatitis virus umumnya terjadi pada trimester ketiga kehamilan, dapat
menyebabkan persalinan prematur, gagal hat, perdarahan dan janin pada umunya sulit
diselamatkan.
Kerangka Konseptual untuk Menganalisis Determinan Kematian Ibu
Pada 1992 McGarthy dan Maine mengembangkan suatu kerangka konseptual kematian
ibu yang menguraikan kerangka ini secara sederhana untuk menganalisis determinan
kematian kesakitan ibu. Terdapat tiga komponen dalam proses kematian ibu. Yang paling
dekat dengan kematian dan kesakitan adalah kehamilan persalinan atau komplikasinya.
Seorang perempuan harus hamil atau bersalin dahulu sebelum dapat digolongkan sebagai
kematian ibu. Komponen kehamilan, komplikasi, atau kematian ini secara lengkap
dipengaruhi oleh 5 determinan antara, yaitu status kesehatan, status reproduksi, akses
terhadap pelayanan kesehatan, perilaku kesehatan, dan faktor lain yang tidak diketahui.
Determinan antara dipengaruhi oleh determinan jauh yang digolongkan sebagai komponen
sosioekonomi dan budaya.
Berdasarkan kerangka konseptual ini, intervensi dapat dilakukan dengan :
a. Mengurangi kemungkinan seorang perempuan menjadi hamil dengan upaya Keluarga
Berencana.
b. Mengurangi kemungkinan seorang perempuan hamil mengalami komplikasi dalam
kehamilan, persalinan, atau masa nifas dengan melakukan asuhan antenatal dan
persalinan bersih dan aman.
c. Mengurangi kemungkinan komplikasi persalinan yang berakhir dengan kematian atau
kesakitan melalui Pelayanan Obstetri dan Neonatal Esensial Dasar dan Komprehensif.
Upaya ini dilandasi intervensi determinan antara dan determinan jauh dikenal sebagai 4
pilar Upaya Safe Motherhood. Intervensi melalui bidang kesehatan mempunyai dampak
langsung, sedangkan intervensi terhadap determinan lainnya mempunyai dampak
menengah atau dampak jangka panjang.
Situasi Kematian Ibu di Indonesia
11

Kecenderungan Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) Lamban


Indonesia belum mempunyai sistem statistik vital yang dapat memberikan informasi
secara lengkap tentang AKI. Angka-angka yang digunakan sampai saat ini merupakan
perkiraan AKI yang diperoleh baik dari Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) maupun
Suvei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI). telah terjadi penurunan AKI dari 450
(tahun 1986) menjadi 307 (tahun 2002-2003). Namun penurunan ini tidak setajam yang
diharapkan. Pada tahun 1990 telah dicanangkan untuk mencapai AKI 50 % dari 450 pada
tahun 2000. Hal ini ternyata tidak tercapai. Pada tahun 2000 kembali dicanangkan untuk
mencapai AKI 125 pada tahun 2010.padahal menurut MDGs kita harus dapat mencapai 100
pada tahun 2015. Melihat perkembangan penurunan AKI 20 tahun terakhir ini kiranya target
yang diinginkan baik pada tahun 2010 maupun 2015 sangat sulit untuk dicapai kecuali ada
terobosan serta upaya khhusus yang dilakukan pemerintah bersama masyarakat.
Selain masalah tingginya AKI secara nasional, didapatkan pula masalah disparitas
antar-daerah di Indonesia. Perkiraan tahun 1995 menunjukkan bahwa AKI terendah adalah di
Jawa Tengah (248), sedangkan di beberapa provinsi lain masih sangat tinggi misalnya
Maluku (796), Papua (1025), Jawa Barat (686), dan Nusa Tenggara Timur (554).
Penyebab Utama Kematian Ibu di Indonesia
Penyebab kematian ibu sejak dahulu tidak banyak berubah, yaitu perdarahan,
eklampsia, komplikasi abortus, partus macet dan sepsis. Perdarahan yang bertanggung jawab
atas sekitar 28 % kematian ibu, sering tidak dapat diperkirakan dan terjadi tiba-tiba. Sebagian
besar perdarahan terjadi pascapersalinan, baik karena atonia uteri maupun sisa plasenta. Hal
ini menunjukkan penanganan kala III yang kurang optimal dan kegagalan sistem pelayanan
kesehatan menangani kedaruratan obstetri dan neonatal secara cepat dan tepat. Eklampsia
merupakan penyebab nomor 2, yaitu sebanyak 13 % kematian ibu. Sesungguhnya kematian
karena eklampsia dapat dicegah dengan pemantauan dan asuhan antenatal yang baik serta
engan teknoogi sederhana. Aborsi tidak aman merupakan penyebab dari 11 % kematian ibu
(secara global 13 %). Kematian ini dapat dicegah jika ibu mempunyai akses terhadap
informasi dan pelayanan kontrasepsi dan asuhan pascakeguguran. SDKI 2000-2003
menunjukkan adanya 7,2 % kehamilan merupakan yang tidak diinginkan. Kontrasepsi
berperan penting dalam menurunkan angka kehamilana yang tidak diinginkan dan kematian
akibat abortus tidak aman. Data SDKI 2002-2003 menunjukkan unmet need untuk
kontrasepsi sebanyak 9 %. Terdapat sedikit kenaikan tingkat pravalensi kontrasepsi, dari 50,5
% (1992) menjadi 54,2 % (2002), sedangkan SDKI 2002-2003 memperoleh angka 60,3 %.
Penyebab kematian ibu lainnya adalah sepsis, merupakan kontributor 10 % kematian
ibu di Indonesia (secara global 15 %). Sepsis pun dapat dicegah dengan melakukan
pertolongan persalinan bersih, deteksi dini infeksi, dan asuhan nifas yang baik. Partus macet
berkontribusi sekitar 9 % kematian ibu di Indonesia.
Risiko kematian ibu dapat ditambah dengan adanya anemia, penyakit infeksi seperti
malaria, tbc, hepatitis, atau HIV/AIDS. Pada 1995 prevalensi anemia adalah 51 % pada ibu
hamil. Anemia dalam kehamilan akan mengakibatkan meningkatnya risiko keguguran,
prematuritas, atau berat bayi lahir rendah. Defisiensi energi kronis merupakan penyebab lain
kematian ibu. Status sosioekonomi keluarga, pendidikan, budaya, akses terhadap fasilitas
kesehatan, serta transportasi juga berperan dalam kematian ibu. Salah satu faktor tingginya
AKI di Indonesia adalah disebabkan karena relatif masih rendahnya cakupan pertolongan
oleh tenaga kesehatan. Departemen Kesehatan menetapkan target 90 persen persalinan
ditolong oleh tenaga medis pada tahun 2010. Perbandingan dengan hasil survei SDKI bahwa
12

persalinan yang ditolong oleh tenaga medis profesional meningkat dari 66 persen dalam
SDKI 2002-2003 menjadi 73 persen dalam SDKI 2007. Angka ini relatif rendah apabila
dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Thailand di mana angka
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan hampir mencapai 90%. Apabila dilihat dari
proyeksi angka pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan nampak bahwa ada
pelencengan dari tahun 2004 dimana angka pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
dibawah dari angka proyeksi, apabila hal ini tidak menjadi perhatian kita semua maka
diperkirakan angka pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar 90 % pada tahun
2010 tidak akan tercapai, konsekuensi lebih lanjut bias berimbas pada resiko angka kematian
ibu meningkat. Kondisi geografis, persebaran penduduk dan sosial budaya merupakan
beberapa faktor penyebab rendahnya aksesibilitas terhadap tenaga pertolongan persalinan
oleh tenaga kesehatan, dan tentunya disparitas antar daerah akan berbeda satu sama lain.
Di samping berbagai penyebab yang diuraikan di atas, Indonesia masih menghadapi
berbagai masalah yang secara langsung ataupun tidak langsung berperan mempersulit upaya
penurunan AKI, seperti masalah pertumbuhan penduduk, transisi demografi, desentralisasi,
utilisasi fasilitas kesehatan, pendanaan, dan kurangnya koordinasi instansi terkait baik di
dalam negeri ataupun bantuan dari luar negeri.
Dampak Kematian Ibu
Dampak dari kematian ibu tidak hanya dirasakan oleh anak atau keluarga yang
ditinggalkan, tapi juga oleh komunitas atau masyarakatnya. Kematian ibu bisa menyebabkan
anak yang ditinggalkan lebih rentan terhadap penyakit dan gizi kurang, yang selanjutnya
berimbas pada angka kematian anak (terutama bila anak yang ditinggal masih kecil /dibawah
usia lima tahun). Seorang wanita dalam rentang usia masa subur bila meninggal juga akan
'terhilang' secara statistik dalam angkatan generasi produktif, sehingga menyebabkan
kerugian finansial tidak langsung bagi masyarakat.
Usaha Penurunan Angka Kematian Ibu
Di berbagai negara di dunia, upaya menurunkan angka kematian ibu telah menunjukkan
banyak keberhasilan. Negara-negara tersebut berhasil menekan angka kematian ibu
sedemikian rupa, karena adanya kebijakan yang dilakukan secara intensif, misalnya
menambah subsidi masyarakat untuk pencegahan penyakit, perbaikan kesejahteraan, dan
pemeriksaan kesehatan ibu. Beberapa masalah khusus, seperti tromboemboli, perdarahan,
preeklampsia dan eklampsia, dan sebab-sebab mayor lainnya mendapat prioritas utama,
karena persentase kematian ibu akibat masalah-masalah tersebut begitu tinggi. Sistem
administrasi klinis juga perlu dibina, yang meliputi akreditasi pelayanan, manajemen risiko,
peningkatan profesionalitas, dan pengaduan pasien.
Dengan mengenali berbagai masalah utama terkait angka kematian ibu dan upayaupaya potensial yang efektif dalam menurunkannya, maka secara keseluruhan tidak hanya
mengurangi jumlah kematian, tetapi juga menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan
bayi. Meskipun intervensi kesehatan yang dilakukan hanya meliputi aspek yang terbatas,
seperti pengadaan tenaga terampil dalam pertolongan persalinan, tatalaksana gawat darurat
obstetri yang memadai, dan keluarga berencana. Namun, keberhasilan dalam upaya perbaikan
kesehatan maternal ini secara tidak langsung akan meningkatkan derajat kesehatan bangsa.
Lalu upaya apa yang telah ditempuh di Indonesia untuk menurunkan AKI ?
Upaya yang telah dilakukan oleh Departemen Kesehatan
Peningkatan jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan ibu
a. Penyediaan sistem pelayanan kesehatan untuk daerah terpencil, tertinggal, perbatasan di
13

12 provinsi, 33 kabupaten, 101 puskesmas.


b. Peningkatan pemberdayaan perempuan, keluarga dan masyarakat.
c. Perencanaan terpadu Lintas Program dan Lintas Sektor untuk percepatan penurunan
AKI (DTPS-MPS) dengan menggunakan indikator KIA sebagai indikator pembangunan
daerah.

Pelayanan oleh Tenaga Kesehatan Terampil :


Reorientasi Kategori Pelayanan Persalinan Pengalaman negara-negara yang telah
berhasil mengendalikan AKI memberi pelajaran tentang 3 hal. Pertama, para penentu
kebijakan dan para pengelola sadar betul bahwa ada masalah, dan masalah tersebut dapat
diatasi, sehingga diambil keputusan untuk segera bertindak. Kedua, mereka memilih strategi
yangs ederhana saja, yaitu bukan hanya asuhan antenatal, tetapi juga asuhan professional saat
dan pascapersalinan untuk semua ibu oleh tenaga asuhan terampil, dengan didukung oleh
pelayanan rumah sakit. Ketiga, mereka yakin bahwa akses pada semua pelayanan ini secara
financial dan geografis tersedia untuk seluruh penduduk.
Jika informasi tentang hal itu kurang, komitmen kurang, serta akses tidak tercapai,
maka hasilnya tidak akan seperti yang diharapkan. Pelayanan secara professional oleh tenaga
kesehatan terampil itulah yang diharapkan oleh ibu-ibu dan keluarganya. Barangkali
kesalahan kita sampai saat ini membagi-bagi pelayanan persalinan dalam beberapa kategori
sepeerti pelayanan persalinan normal, pelayanan obstetri emergensi dasar dan pelayanan
obstetri emergensi komprehensif. Hal ini dapat membingungkan bukan hanya bagi pasien,
tetapi juga petugas kesehatan dan institusi pendidikannya. Sebenarnya perbedaan pelayanan
dasar dan komprehensif adalah pada fasilitasnya, bukan pada kemampuan tenaga kesehatan.
Mendekatkan Pelayanan yang Aman pada Ibu
Semua kehamilan dan persalinan, bukan hanya yang berisiko, memerlukan pelayanan
professional oleh tenaga kesehatan terampil. Konsepnya adalaha persalinan yang
membutuhkan kedekatan dengan tempat dan cara ibu itu hidup, dekat dengan budayanya.
Namun, pada saat yang sama tenaga professional terampil tersedia dan setiap saat dapat
berbuat sesuatu bilamana terjadi komplikasi. Jenis pelayanan seperti ini diharapkan dapat
responsif, terjangkau dan tenaga kesehatan harus kompeten dalam melaksanakan
kegiatannya. Tingkat pelayanan ini mungkin lebih baik disebut sebagai pelayanan tingkat
pertama, bukan pelayanan primer, dasar, atau normal seperti yang kita pakai
sekarang. Sebab walaupun di tingkat pertama, komplikasi setiap saat dapat terjadi sehingga
tenaga kesehatan yang bertugas harus mampu bertindak. Pelayanan seperti partograf,
dukungan psikologis, mulai menyusui bayinya harus sudah dilaksanakan pada tingkat ini.
Tindakan tertentu seperti pengeluaran plasenta manual dan resusitasi bayi baru lahir harus
dapat dilakukan jika diperlukan. Oleh karena itu, petugas kesehatan harus benar-benar
kompeten dan tidak setengah-setengah. Bidan yang diluluskan dari sekolah-sekolah atau
akademi kebidanan harus benar-benar kompeten baik di bidang knowledge, skill maupun
attitude. Menghasilkan bidan atau dokter yang tidak kompeten hanya akan menambah
tingginya angka kematian ibu dan bayi.
Sebagian kecil ibu dan bayi baru lahir mengalami masalah yang memerlukan
penanganan lebih kompleks. Oleh karena itu, perlu rumah sakit back up untuk membantu
14

menangani masalah atau komplikasi yang terjadi. Criteria pengiriman back up bukan hanya
apakah komplikasi itu membahayakan jiwa atau emergensi, tetapi juga kompleksitasnya.
Pada fasilitas back up, sebaiknya tersedia dokter obgin, dokter anak, atau sekurangkurangnnya dokter umum terampil, tersedia 24 jam sehari, dan hubungan antara tingkat I
dengan back up harus sangat baik.Dengan perkataan lain, harus diciptakan suatu networking
antara fasilitas back up dengan bebetapa fasilitas pelayanan tingkat I. Jadi, fasilitas ini tidak
berdiri sendiri tanpa jaringan.
Masa nifas masih potensial mengalami komplikasi sehingga perlu perhatian dari tenaga
kesehatan. Kematian ibu masih dapat terjadi pada masa ini karena perdarahan atau sepsis,
serta kematian bayi baru lahir. Ibu-ibu pascapersalinan, lebih-lebih yang sosioekonomi dan
pendidikannya kurang, sering tidak mengerti potensi bahaya nifas ini. Mereka yang
melahirkan di rumah, sering tidak memperoleh pelayanan nifas. Umumnya kita
menganjurkan agar ibu memeriksakan diri 6 minggu pascapersalinan, yang sesungguhnya
kurang efektif. Lebih-lebih bila pemeriksaan ini dilakukan oleh orang yang berbeda, serta
lokasi yang berbeda pula dengan lokasi persalinan. Sering kita lihat angka kunjungan
pascapersalinan rendah, tanpa ada upaya memperbaikinya.
LI.3 Memahami dan Menjelaskan Perilaku Beresiko dan Kesehatan Reproduksi Remaja.
Beberapa pengertian mengenai pubertas yaitu:
Menurut Prawirohardjo (1999: 127) pubertas merupakan masa peralihan antara masa
kanak-kanak dan masa dewasa.
Menurut Soetjiningsih (2004: 134) pubertas adalah suatu periode perubahan dari tidak
matang menjadi matang.
Menurut Monks (2002: 263) pubertas adalah berasal dari kata puber yaitu pubescere yang
artinya mendapat pubes atau rambut kemaluan, yaitu suatu tanda kelamin sekunder yang
menunjukkan perkembangan seksual.
Menurut Root dalam Hurlock (2004) Pubertas merupakan suatu tahap dalam
perkembangan dimana terjadi kematangan alatalat seksual dan tercapai kemampuan
reproduksi
Remaja Awal
Feldman
&
Elliot
Stantrock
James - Traore
Indonesia
WHO

10-14
10-13
10-14
10-19
10-24 (youth)

Remaja
Pertengahan
15-17

Remaja Akhir

14-17
15-19

18-22 (youth)

Dewasa Muda

18-20
20-24
Belum menikah

Di Indonesia menurut Biro Pusat Statistik (1999) kelompok remaja adalah sekitar
22%yang terdiri dari 50,9% remaja laki-laki dan 49,1% remaja perempuan. Masa remaja,
yakniusia antara usia 11 20 tahun adalah suatu periode masa pematangan organ
reproduksimanusia, dan sering disebut masa peralihan.
Perubahan psikologi menuju masa remaja
Tumbuh kembangnya menuju dewasa, berdasarkan kematangan psikososial dan seksual,
semua remaja akan melewati tahapan berikut :
Remaja Dini (early adolescence) :usia 10 13 tahun.
15

Karakteristik :
Awitan pubertas, menjadi terlalu memperhatikan tubuh yang sedang berkembang
Mulai memperluas radius social keluar dari keluarga dan berkonsentrasi pada
hubungan dengan teman.
Kognisi biasanya konkret
Dampak :
Remaja mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang normalitas kematangan fisik,
sering terlalu memikirkan tahapan-tahapan perkembangan seksual dan bagaimana
proses tersebut berkaitan dengan teman-teman sejenis kelamin
Kadang-kadang masturbasi
Mulai membangkitkan rasa tanggung jawab dalam konsultasi dengan orang tua,
kunjungan pada orang tua, kunjungan pada dokter, kontak dengan konselor sekolah
Pikiran yang konkret mengharuskan berhubungan dengan situasi-situasi kesehatan
secara simple dan eksplisit dengan menggunakan alat bantu visual maupun verbal.
Remaja Pertengahan (middle adolescence) : umur 14 16 tahun.
Karakteristik :
Perkembangan pubertas sudah lengkap dan dorongan-dorongan seksual muncul
Kelompok sejawat akan mengakibatkan tumbuhnya standar-standar perilaku,
meskipun nilai-nilai keluarga masih tetap bertahan.
Konflik/pertentangan dalam hal kebebasan
Kognisi mulai abstrak
Dampak:
Mencari kemampuan untuk menarik lawan jenis. Perilaku seksual dan
eksperimentasi (dengan lawan jenis maupun sejenis) mulai muncul, masturbasi
meningkat.
Kelompok sejawat sering membantu/ mendukung dalam kegiatan seperti kunjungan
ke dokter.
Pikiran tentang kebebasan mulai bertambah, sementara masih mengharapkan
dukungan dan bimbingan orang tua dapat mendiskusikan dan bernegosiasi tentang
perubahan-perubahan peraturan.
Saat diskusi dan negosiasi remaja sering ambivalen
Mulai mempertimbangkan berbagai tanggung jawab dalam banyak hal, tetapi
kemampuannya untuk berintegrasi dengan kehidupan sehari-hari agak jelek karena
identitas egonya belum terbentuk sepenuhnya dan pertumbuhan kognitifnya belum
lengkap.
Remaja Akhir (late adolescence) : umur 17 21 tahun.
Karakteristik :
Kematangan fisik sudah lengkap, body image dan penentuan peran jenis kelamin
sudah mapan
Hubungan-hubungan sudah tidak lagi narsistik dan terdapat proses memberi dan
berbagi
Idealistis
Emansipasi hampir menetap
Perkembangan kognitif lengkap
16

Peran fungsional mulai terlihat nyata.

Dampak :
Remaja mulai merasa nyaman dengan hubungan-hubungan dan keputusan
tentang seksualitas dan preteransi. Hubungan individual mulai lebih menonjol
disbanding dengan hubungan dengan kelompok
Remaja lebih tebuka terhadap pernyataan spesifik tentang perilaku
Idealisme dapat mengakibatkan terjadinya konflik dengan keluarga
Dengan mulainya emansipasi, anak muda tersebut mulai memahami akibat-akibat
dari tindakannya.
Sering tertarik dalam diskusi tentang tujuan tujuan hidup karena inilah fungsi
utama mereka pada tahap ini
Sebagian besar mampu memahami persoalan-persoalan kesehatan.
table 1. perkembangan biopsional selama masa remaja
Tipe
Usia (tahun) Karakteristik
Remaja dini
10-13
Masa
pubertas,
hubungan
dengan
teman, kognisi konkret
Remaja
pertengahan

14-16

Remaja akhir

17-21

Dampak
Memperhatikan tahapan fisik
dan seksual, rasa tanggung
jawab, interaksi dengan alat
verbal dan visual
Muncul
dorongan Menarik
lawan
jenis,
seksual,
perubahan kebebasan bertambah, sikap
perilaku,
kebebasan, ambivalen, ego belum stabil
kognisi abstrak
Kematangan
fisik, Hubungan individual, lebih
saling berbagi rasa, terbuka, memahami tanggung
idealis,emasipasi
jawab, paham tujuan hidup,
mantap
paham kesehatan

Tahapan ini mengikuti pola yang konsisten untuk masing-masing individu. Walaupunsetiap
tahap mempunyai ciri tersendiri tetapi tidak mempunyai batas yang jelas, karenaproses
tumbuh kembang berjalan secara berkesinambungan.
Table 2.Tahapan Perkembangan Identitas
Tahap
Usia
Karakteristik
Diferentiation
12-14
Remaja menyadari bahwa ia berbeda secara sikologis dari
orang tuanya. Kesadaran ini sering membuatnya
mempertanyakan dan menolak nilai-nilai dan nasihat-nasihat
orang tuanya, sekalipun nilai-nilai dan nasihat tersebut masuk
akal.
Practice

14-15

Remaja percaya bahwa ia mengetahui segala-galanya dan


dapat melakukan sesuatu tanpa salah. Ia menyangkal
kebutuhan akan peringatan atau nasihat dan menantang orang
tuanya pada setiap kesempatan. Komitmennya terhadap
teman-teman juga bertambah.

17

Rapprochment

15-18

Karena kesedihan dan kekhawatiran yang dialaminya, telah


mendorong remaja untuk menerima kembali sebagian otoritas
orang tuanya, tetapi dengan bersyarat. Tingkah lakunya sering
silih berganti antara eksperimentasi dan penyesuaian, kadang
mereka menantang dan kadang berdamai dan bekerjasama
dengan orang tua mereka. Di satu sisi ia menerima tanggung
jawab di sekitar rumah, namun di sisi lain ia akan mendongkol
ketika orang tuanya selalu mengontrol membatasi gerak-gerik
dan akitvitasnya diluar rumah.

Consolidation

18-21

Remaja mengembangkan kesadaran akan identitas personal,


yang menjadi dasar bagi pemahaman dirinya dan diri orang
lain, serta untuk mempertahankan perasaan otonomi,
independen dan individualitas.

Perkembangan Biologis Remaja:


Perubahan hormonal ditandai dengan cepatnya pertumbuhan fisik
laki-laki: perkembangan dada yang semakin bidang dan tubuh yang semakin berotot
Perempuan: pinggulnya membesar dan munculnya lemak
Perempuan dua tahun lebih cepat dibandingkan dengan anak laki laki (Berk, 1998)
Perilaku Beresiko Remaja
Perilaku yang dapat membahayakan aspek-aspek psikososial sehingga remaja sulit berhasil
dalam melalui masa perkembangannya. Perilaku berisiko dilakukan remajadengan tujuan
tertentu yaitu untuk dapat memenuhi perkembangan psikologisnya.
Beberapa faktor risiko untuk masa remaja mengalami perilaku berisiko yaitu:
a. Perubahan emosi menyebabkan remaja mudah tersinggung, mudah menangis, cemas,
frustasi dan sekaligus tertawa.
b. Perubahan intelegensi, sehingga menyebabkan remaja menjadi mudah berfikir abstrak
serta senang memberi kritik. Disamping itu remaja juga mudah untuk mengetahui hal-hal
baru, sehingga memunculkan perilaku ingin mencoba-coba.
c. Keingintahuan yang tinggi, khususnya terkait dengan kesehatan reproduksi remaja,
mendorong ingin mencoba dalam bidang seks yang merupakan hal yang sangat rawan,
karena dapat membawa akibat yang sangat buruk dan merugikan masa depan remaja,
khususnya remaja putri.
d. Beberapa keadaan yang berpengaruh buruk terhadap kesehatan remaja antara lain adalah
1) masalah gizi, 2) masalah pendidikan, 3) masalah lingkungan dan pekerjaan, 4) masalah
seks dan seksualitas dan 5) masalah kesehatan reproduksi remaja itu sendiri.
Tanda dan gejala perilaku remaja berisiko:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Selalu ingin menang sendiri


Selalu memaksakan kehendaknya
Kebiasaan merokok
Agresif
Curiga
Mudah marah dan mudah tersinggung
Suka mencari alasan yang tidak logis
Sering pulang larut malam, bahkan terkadang suka menginap di rumah teman dengan
18

alasan yang cenderung di buat-buat


i. Berpenampilan tidak rapih, acuh tak acuh sampai tidak peduli terhadap perawatan diri
sendiri
j. Ada perubahan emosi atau mental secara tiba-tiba
Dampak perilaku remaja berisiko yang tidak diatasi :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Dapat terjadi perilaku seks bebas pada remaja.


Terjadinya kehamilan diluar nikah
Dapat menjadi pengguna atau pengedar NAPZA
Perokok berat
Berperilaku kriminal yang menyebabkan konflik dalam keluarganya.
Cedera fisik
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada keluarga dengan perilaku remaja berisiko

Perilaku menyimpang remaja


Masalah Remaja di Sekolah Remaja yang masih sekolah di SMP/ SMA selalu mendapat
banyak hambatan atau masalah yang biasanya muncul dalam bentuk perilaku. Berikut ada
lima daftar masalah yang selalu dihadapi para remaja di sekolah.
1.
Perilaku Bermasalah (problem behavior)
Masalah perilaku yang dialami remaja di sekolah dapat dikatakan masih dalam kategori
wajar jika tidak merugikan dirinya sendiri dan orang lain. Dampak perilaku bermasalah
yang dilakukan remaja akan menghambat dirinya dalam proses sosialisasinya dengan
remaja lain, dengan guru, dan dengan masyarakat. Perilaku malu dalam dalam mengikuti
berbagai aktivitas yang digelar sekolah misalnya, termasuk dalam kategori perilaku
bermasalah yang menyebabkan seorang remaja mengalami kekurangan pengalaman. Jadi
problem behaviour akan merugikan secara tidak langsung pada seorang remaja di
sekolah akibat perilakunya sendiri.
2.
Perilaku menyimpang (behaviour disorder)
Perilaku menyimpang pada remaja merupakan perilaku yang kacau yang menyebabkan
seorang remaja kelihatan gugup (nervous) dan perilakunya tidak terkontrol (uncontrol).
Memang diakui bahwa tidak semua remaja mengalami behaviour disorder. Seorang
remaja mengalami hal ini jika ia tidak tenang, unhappiness dan menyebabkan hilangnya
konsentrasi diri. Perilaku menyimpang pada remaja akan mengakibatkan munculnya
tindakan tidak terkontrol yang mengarah pada tindakan kejahatan. Penyebab behaviour
disorder lebih banyak karena persoalan psikologis yang selalu menghantui dirinya.
3.
Penyesuaian diri yang salah (behaviour maladjustment)
Perilaku yang tidak sesuai yang dilakukan remaja biasanya didorong oleh keinginan
mencari jalan pintas dalam menyelesaikan sesuatu tanpa mendefinisikan secara cermat
akibatnya. Perilaku menyontek, bolos, dan melangar peraturan sekolah merupakan
contoh penyesuaian diri yang salah pada remaja di sekolah menegah (SMP/SMA).
4.

Perilaku tidak dapat membedakan benar-salah (conduct disorder)


Kecenderungan pada sebagian remaja adalah tidak mampu membedakan antara perilaku
benar dan salah. Wujud dari conduct disorder adalah munculnya cara pikir dan perilaku
yang kacau dan sering menyimpang dari aturan yang berlaku di sekolah. Penyebabnya,
karena sejak kecil orangtua tidak bisa membedakan perilaku yang benar dan salah pada
anak. Wajarnya, orangtua harus mampu memberikan hukuman (punisment) pada anak
saat ia memunculkan perilaku yang salah dan memberikan pujian atau hadiah (reward)
19

saat anak memunculkan perilaku yang baik atau benar. Seorang remaja di sekolah
dikategorikan dalam conduct disorder apabila ia memunculkan perikau anti sosial baik
secara verbal maupun secara non verbal seperti melawan aturan, tidak sopan terhadap
guru, dan mempermainkan temannya. Selain itu, conduct disorder juga dikategorikan
pada remaja yang berperilaku oppositional deviant disorder yaitu perilaku oposisi yang
ditunjukkan remaja yang menjurus ke unsur permusuhan yang akan merugikan orang
lain.
5.
Attention Deficit Hyperactivity Disorder
Attention Deficit Hyperactivity Disorder yaitu anak yang mengalami defisiensi dalam
perhatian dan tidak dapat menerima impul-impuls sehingga gerakan-gerakannya tidak
dapat terkontrol dan menjadi hiperaktif. Remaja di sekolah yang hiperaktif biasanya
mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian sehingga tidak dapat menyelesaikan
tugas-tugas yang diberikan kepadanya atau tidak dapat berhasil dalam menyelesaikan
tugasnya. Jika diajak berbicara, remaja yang hiperaktif tersebut tidak memperhatikan
lawan bicaranya. Selain itu, anak hiperaktif sangat mudah terpengaruh oleh stimulus
yang datang dari luar serta mengalami kesulitan dalam bermain bersama dengan
temannya.
Pencegahan
1. Promosi kesehatan dalam bentuk penyuluhan tentang pentingnya memelihara kesehatan
reproduksi pada remaja.
2. Pelibatan remaja dalam kelompok sebaya seperti peer kounselor atau peer educator.
3. Pelibatan remaja dalam berbagai kegiatan ekstrakurikuler di sekolah dan di masyarakat.
4. Pelatihan remaja dalam keterampilan perilaku hidup sehat tentang pencegahan masalah
kesehatan remaja.
Perawatan
1. Pelibatan remaja dalam alternatif solusi masalah yang dihadapi.
2. Pelatihan keterampilan perilaku hidup sehat tentang penanganan masalah yang dihadapi
remaja.
3. Bimbingan dan konsultasi terhadap keluarga tentang alternatif solusi berdasarkan
kemampuan dan kebutuhan keluarga.
4. Konseling keluarga dan atau dengan remaja tentang masalah yang dihadapinya.
5. Bimbingan antisipasi berbagai kejadian yang dapat terjadi pada remaja dan keluarganya
serta cara menghadapinya.

20

Bagan 1. Factor-faktor prinsip dalam perilaku beresiko (sari pediatric,2001)


Perilaku Kesehatan
Menurut teori Green et al. (1999), kesehatan individu dan masyarakat dipengaruhi oleh dua
faktor yaitu faktor perilaku dan faktor-faktor diluar perilaku (non-perilaku). Selanjutnya
faktor perilaku ini ditentukan oleh tiga kelompok faktor meliputi: perilaku seseorang
berhubungan faktor predisposisi, faktor pemungkinan dan faktor penguat. Oleh sebab itu,
akan diuraikan hal-hal yang berkaitan dengan perilaku serta hal-hal yang berhubungan
perilaku, adalah:
Faktor predisposisi (predisposing factor). Faktor predisposisi mencakup pengetahuan,
sikap, keyakinan, nilai dan persepsi, berkenaan dengan motivasi seorang atau kelompok
untuk bertindak. Sedangkan secara umum faktor predisposisi ialah sebagai preferensi
pribadi yang dibawa seseorang atau kelompok kedalam suatu pengalaman belajar. Hal ini
mungkin mendukung atau menghambat perilaku sehat dalam setiap kasus, faktor ini
mempunyai pengaruh. Faktor demografis seperti status sosial-ekonomi, umur, jenis
kelamin dan ukuran keluarga saat ini juga penting sebagai faktor predisposisi.
Faktor pemungkin (enabling factor). Faktor pemungkin mencakup berbagai keterampilan
dan sumber daya yang perlu untuk melakukan perilaku kesehatan. Sumber daya itu
meliputi fasilitas pelayanan kesehatan, personalia klinik atau sumber daya yang serupa
21

itu. Faktor pemungkin ini juga menyangkut keterjangkauan berbagai sumber daya, biaya,
jarak ketersediaan transportasi, waktu dan sebagainya.
Faktor penguat (reinforcing factor). Faktor penguat adalah faktor yang menentukan
tindakan kesehatan memperoleh dukungan atau tidak. Sumber penguat tergantung pada
tujuan dan jenis program. Di dalam pendidikan pasien, faktor menguat bisa berasal dari
perawat, bidan dan dokter, pasien dan keluarga.
Sedangkan beberapa teori tentang perilaku lainnya, antara lain dikemukan oleh :
Perilaku merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta interaksi manusia
dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan.
perilaku merupakan respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari
luar maupun dari dalam dirinya (Notoatmodjo, 2010).
Perilaku merupakan fungsi karakteristik individu dan lingkungan. Karakteristik individu
meliputi berbagai variabel seperti motif, nilai-nilai, sifat, keperibadian, dan sikap yang
saling berinteraksi satu sama lain dan kemudian berinteraksi pula dengan faktor-faktor
lingkungan dalam menentukan perilaku. Faktor lingkungan memiliki kekuatan besar
dalam menentukan perilaku, bahkan kekuatannya lebih besar dari karakteristik individu
(Azwar, 2010).
Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap
stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistim pelayanan kesehatan, makanan,
serta lingkungan.Batasan ini mempunyai dua unsur pokok, yakni respons dan stimulus atau
perangsangan.Respons atau reaksi manusia, baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi, dan
sikap), maupun bersifat aktif (tindakan yang nyata atau practice). Sedangkan stimulus atau
rangsangan di sini terdiri 4 unsur pokok, yakni: sakit dan penyakit, system pelayanan
kesehatan dan lingkungan
Dengan demikian secara lebih terinci perilaku kesehatan itu mencakup:
Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit
yaitu bagaimana manusia berespons, baik secara pasif (mengetahui, bersikap, dan
mempersepsi penyakit dan rasa sakit yang ada pada dirinya dan di luar dirinya, maupun
aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan penyakit dan sakit tersebut. Perilaku
terhadap sakit dan penyakit ini dengan sendirinya sesuai dengan tingkat-tingkat
pencegahan penyakit, yakni:
Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan, (health promotion
behavior), misalnya makan makanan yang bergizi, olah raga, dan sebagainya.
Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior), adalah respons untuk melakukan
pencegahan penyakit, misalnya: tidur memakai kelambu untuk mencegah gigitan nyamuk
malaria, imunisasi, dan sebagainya. Termasuk juga perilaku untuk tidak menularkan penyakit
kepada orang lain.
Perilaku sehubungan dengan pencarian pengobatan (health seeking behavior), yaitu perilaku
untuk melakukan atau mencari pengobatan, misalnya usaha-usaha mengobati sendiri
penyakitnya, atau mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas kesehatan modern (puskesmas,
mantra, dokter praktek, dan sebagainya), maupun ke fasilitas kesehatan tradisional (dukun,
sinshe, dan sebagainya).
Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan (health rehabilitation behavior), yaitu
perilaku yang berhubungan dengan usaha-usaha pemulihan kesehatan setelah sembuh dari
22

suatu penyakit. Misalnya melakukan diet, mematuhi anjuran-anjuran dokter dalam rangka
pemulihan kesehatannya.
Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan
Adalah respons seseorang terhadap system pelayanan kesehatan baik sistem pelayanan
kesehatan modern maupun tradisional. Perilaku ini menyangkut respons terhadap fasilitas
pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan, dan obat-obatannya, yang terwujud dalam
pengetahuan, persepsi, sikap, dan penggunaan fasilitas, petugas, dan obat-obatan.
Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior),
Yakni respons seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan.
Perilaku ini meliputi pengetahuan, persepsi, sikap, dan praktek kita terhadap makanan
serta unsur-unsur yang terkandung di dalamnya (zat gizi), pengelolaan makanan, dan
sebagainya sehubungan dengan kebutuhan tubuh kita.
Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental health behavior)
Adalah respons seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia.
Lingkup perilaku ini seluas lingkup kesehatan lingkungan itu sendiri. Perilaku ini antara
lain mencakup:
Perilaku sehubungan dengan air bersih, termasuk di dalmnya komponen, manfaat, dan
penggunaan air bersih untuk kepentingan kesehatan.
Perilaku sehubungan dengan pembuangan air kotor, yang menyangkut segi-segi higien
pemeliharaan teknik, dan penggunaannya.
Perilaku sehubungan dengan limbah, baik limbah padat maupun limbah cair. Termasuk di
dalamnya system pembuangan sampah dan air limbah yang sehat, serta dampak pembuangan
limbah yang tidak baik.
Perilaku sehubungan dengan rumah yang sehat, yang meliputi ventilasi, pencahayaan, lantai,
dan sebagainya.
Perilaku sehubungan dengan pembersihan sarang-sarang nyamuk (vector), dan sebagainya.
Becker (1979) mengajukan klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan (health
related behavior) sebagai berikut:
Perilaku kesehatan (health behavior), yaitu hal-hal yang berkaitan dengan tindakan atau
kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Termasuk juga
tindakan-tindakan untuk mencegah penyakit, kebersihan perorangan, memilih makanan,
sanitasi, dan sebaginya.
Perilaku sakit (illness behavior), yakni segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh
seseorang individu yang merasa sakit, untuk merasakan dan mengenal keadaan
kesehatannya atau rasa sakit. Termasuk di sini juga kemampuan atau pengetahuan
individu untuk mengidentifikasi penyakit, penyebab penyakit, serta usaha-usaha
mencegah penyakit tersebut.
Perilaku peran sakit (the sick role behavior), yakni segala tindakan atau kegiatan yang
dilakukan oleh individu yang sedang sakit untuk memperoleh kesembuhan. Perilaku ini
di samping berpengaruh terhadap kesehatan/ kesakitannya sendiri, juga berpengaruh
terhadap orang lain, terutama kepada anak-anak yang belum mempunyai kesadaran dan
tanggung jawab terhadap kesehatannya.
Menurut Indonesian public health, Perilaku kesehatan diklasifikasikan menjadi 3 kelompok
yaitu:

23

Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance), yaitu usaha seseorang untuk


memelihara kesehatan agar tidak sakit dan usaha penyembuhan jika sedang sakit.
Perilaku pencarian dan penggunaan sistem pelayanan kesehatan (health seeking
behavior), yaitu perilaku yang menyangkut upaya atau tindakan seseorang saat sakit dan
atau kecelakaan untuk berusaha mulai dari self treatment sampai mencari pengobatan ke
luar negeri.
Perilaku kesehatan lingkungan, yaitu cara seseorang merespon lingkungan, baik
lingkungan fisik maupun sosial budaya, sehingga lingkungan tersebut tidak
mempengaruhi kesehatannya.
Kesehatan Reproduksi Remaja
Definisi Kesehatan Reproduksi Remaja :
Kesehatan reproduksi kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh bukan hanya bebas
dari penyakit atau kecacatan, dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem
reproduksi, fungsi serta prosesnya (WHO)
Prasyarat reproduksi sehat :
1.
Supaya tidak terjadi kelainan anatomis fisiologis perempuan harus memiliki
rongga pinggul yang cukup besar untuk mempermudah persalinan; memiliki kelenjar
penghasil hormon reproduksi yang sehat Diperlukan gizi yang adekuat
2.
Diperlukan landasan psikis yang kuat dan memadai dimulai sejak bayi
3.
Terbebas dari penyakit organ reproduksi
4.
Dapat melewati masa hamil dengan aman

Masalah kesehatan reproduksi remaja:


1. Perkosaan
Kejahatan perkosaan ini biasanya banyak sekali modusnya. Korbannya tidak hanya
remaja perempuan, tetapi juga laki-laki (sodomi). Remaja perempuan rentan mengalami
perkosaan oleh sang pacar, karena dibujuk dengan alasan untuk menunjukkan bukti cinta.
2. Free sex
Seks bebas ini dilakukan dengan pasangan atau pacar yang berganti-ganti. Seks bebas
pada remaja ini (di bawah usia 17 tahun) secara medis selain dapat memperbesar
kemungkinan terkena infeksi menular seksual dan virus HIV (Human Immuno Deficiency
Virus), juga dapat merangsang tumbuhnya sel kanker pada rahim remaja perempuan.
Sebab, pada remaja perempuan usia 12-17 tahun mengalami perubahan aktif pada sel
dalam mulut rahimnya. Selain itu, seks bebas biasanya juga dibarengi dengan penggunaan
obat-obatan terlarang di kalangan remaja. Sehingga hal ini akan semakin memperparah
persoalan yang dihadapi remaja terkait kesehatan reproduksi ini.
3. Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD)
Hubungan seks pranikah di kalangan remaja didasari pula oleh mitos-mitos seputar
masalah seksualitas. Misalnya saja, mitos berhubungan seksual dengan pacar merupakan
bukti cinta atau mitos bahwa berhubungan seksual hanya sekali tidak akan menyebabkan
kehamilan. Padahal hubungan seks sekalipun hanya sekali juga dapat menyebabkan
kehamilan selama si remaja perempuan dalam masa subur.

24

4. Aborsi
Aborsi merupakan keluarnya embrio atau janin dalam kandungan sebelum waktunya.
Aborsi pada remaja terkait KTD biasanya tergolong dalam kategori aborsi provokatus
atau pengguguran kandungan yang sengaja dilakukan. Namun begitu, ada juga yang
keguguran terjadi secara alamiah atau aborsi spontan. Hal ini terjadi karena berbagai hal
antara lain karena kondisi si remaja perempuan yang mengalami KTD umumnya tertekan
secara psikologis, karena secara psikososial ia belum siap menjalani kehamilan. Kondisi
psikologis yang tidak sehat ini akan berdampak pula pada kesehatan fisik yang tidak
menunjang untuk melangsungkan kehamilan.
LI.4 Memahami dan Menjelaskan Audit Maternal Perinatal Yang Berkaitan dengan AKB dan
AKI.
Pengertian
Pengembangan upaya peningkatan mutu pelayanan pada saat ini mengarah kepada
patient safety yaitu keselamatan dan keamanan pasien. Karena itu penerapan patient safety
sangat penting untuk meningkatkan mutu pelayanan dalam rangka globalisasi. Dalam World
Health Assembly pada tanggal 18 Januari 2002, WHO Excecutive Board yang terdiri dari 32
wakil dari 191 negara anggota telah mengeluarkan suatu resolusi untuk membentuk program
patient safety. Isi dari program patient safety adalah :
Pertama, penetapan norma, standard dan pedoman global mengenai pengertian,
pengaturan dan pelaporan dalam melaksanakan kegiatan pencegahan dan penerapan aturan
untuk menurunkan resiko.
Kedua, merencanakan kebijakan upaya peningkatanpelayananpasienberbasisbukti
dengan standard global, yang menitik beratkanterutamadalamaspekprodukyang aman dan
praktek klinis yang aman sesuai dengan pedoman, medical product dan medical devices yang
aman digunakan serta mengkreasikan budaya keselamatan dan keamanan dalam pelayanan
kesehatan dan organisasi pendidikan.
Ketiga, mengembangkan mekanisme melalui akreditasi untuk mengakui karakteristik
provider pelayanan kesehatan bahwa telah melewati benchmark untuk unggulan dalam
keselamatan dan keamanan pasien secara internasional. Dan yang terakhir adalah mendorong
penelitian terkait dengan patient safety.
Sesuai dengan isi program patient safety yang pertama, maka perlu dilaksanakan
AuditMaternal-Perinatal(AMP)sebagaisalah satu upaya pencegahan sekaligus penerapan
aturan untuk menurunkan resiko kematian ibu dan bayinya.
Audit maternal perinatal adalah proses penelaahan bersama kasus kesakitan dan
kematian ibu dan perinatal serta penatalaksanaannya, dengan menggunakan berbagai
informasi dan pengalaman dari suatu kelompok terdekat, untuk mendapatkan masukan
mengenai intervensi yang paling tepat dilakukan dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan
KIA disuatu wilayah.
Dengan demikian, kegiatan audit ini berorientasi pada peningkatan kualitas pelayanan
dengan pendekatan pemecahan masalah. Dalam kaitannya dengan pembinaan, ruang lingkup
wilayah dibatasi pada kabupaten/kota, sebagai unit efektif yang mempunyai kemampuan
pelayan obstetrik-perinatal dan didukung oleh pelayanan KIA sampai ketingkat masyarakat.
Audit maternal perinatal nerupakan suatu kegiatan untuk menelusuri sebab kesakitan
dan kematian ibu dan perinatal dengan maksud mencegah kesakitan dan kematian dimasa
yang akan datang. Penelusuran ini memungkinkan tenaga kesehatan menentukan hubungan
antara faktor penyebab yang dapat dicegah dan kesakitan/kematian yang terjadi. Dengan kata
lain, istilah audit maternal perinatal merupakan kegiatan death and case follow up.
Lebih lanjut kegiatan ini akan membantu tenaga kesehatan untuk menentukan pengaruh
25

keadaan dan kejadian yang mendahului kesakitan/kematian. Dari kegiatan ini dapat
ditentukan:
a. Sebab dan faktor-faktor terkaitan dalam kesakitan/kematian ibu dan perinatal
b. Dimana dan mengapa berbagai sistem program gagal dalam mencegah kematian
c. Jenis intervensi dan pembinaan yang diperlukan
Audit maternal perinatal juga dapat berfungsi sebagai alat pemantauan dan sistem rujukan.
Agar fungsi ini berjalan dengan baik, maka dibutuhkan :
a. Pengisian rekam medis yang lengkap dengan benar di semua tingkat pelayanan
kesehatan
b. Pelacakan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan puskesmas dengan cara otopsi
verbal, yaitu wawancara kepada keluatga atau orang lain yang mengetahui riwayat
penyakit atau gejala serta tindakan yang diperoleh sebelum penderita meninggal
sehingga dapat diketahui perkiraan sebab kematian.
Tujuan
Tujuan umum audit maternal perinatal adalah meningkatkan mutu pelayanan KIA di seluruh
wilayah kabupaten/kota dalam rangka mempercepat penurunan angka kematian ibu dan
perinatal
Tujuan khusus
Tujuan khusus audit maternal adalah :
a.
Menerapkan pembahasan analitik mengenai kasus kebidanan dan perinatal secara
teratur dan berkesimnambungan, yang dilakukan oleh dinas kesehatan
kabupaten/kota, rumah sakit pemerintah atau swasta dan puskesmas, rumah bnersalin
(RB), bidan praktek swasta atau BPS di wilayah kabupaten/kota dan dilintas batas
kabupaten/kota provinsi
b.
Menetukan intervensi dan pembinaan untuk masing-masing pihak yang di perlukan
untuk mengatasi masalah-masalah yang ditemukan dalam pembahasan kasus
c.
Mengembangkan mekanisme koordinasi antara dinas kesehatan kabupaten/kota,
rumah sakit pemerintah/swasta, puskesmas, rumah sakit bersalin dan BPS dalam
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi terhadap intervensi yang
disepakati.

Kebijaksanaan dan strategi


Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan menyatakan bahwa tenaga
kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan
dan menghormati hak pasien. Berdasarkan hal tersebut, kebijaksanaan Indonesia Sehat 2010
dan strategi making pregnancy Safer (MPS) sehubungan dengan audit maternal perinatal
adalah sebagai berikut :
1.
Peningkatan mutu pelayanan KIA dilakukan secara terus menerus melalui program
jaga mutu puskesmas, di samping upaya perluasan jangkauan pelayanan. Upaya
peningkatan dan pengendalian mutu antara lain melalui kegiatan audit perinatal.
2.
Meningkatkan fungsi kabupaten/kota sebagai unit efektif yang mampu
memanfaatkan semua potensi dan peluang yang ada untuk meningkatkan pelayanan
KIA diseluruh wilayahnya
3.
Peningkatan kesinambungan pelayanan KIA ditingkat pelayanan dasar(puskesmas
dan jajarannya )dan tingkat rujukan primer RS kabupaten/kota
4.
Peningkatan kemampuan manajerial dan keterampilan teknis dari para pengelola
26

dan pelaksanaan program KIA melalui kegiatan analisis manajemen dan pelatihan
klinis
Strategi yang diambil dalam menerapkan AMP adalah :
1.
Semua kabupaten/kota sebagai unit efektif dalam peningkatan pelayanan program
KIA secara bertahap menerapkan kendali mutu ,yang antara lain dilakukan melalui
AMP diwilayahnya ataupun diikut sertakan kabupaten/kota lain
2.
Dinas kesehatan kabupaten atau kota berfungsi sebagai koordinator fasilitator yang
bekerja sama dengan rumah sakit kabupaten/kota dan melibatkan puskesmas dan
unit pelayanan KIA swasta lainnya dalam upaya kendali mutu diwilayah
kabupaten/kota
3.
Ditingkat kabupaten/kota perlu dibentuk tim AMP ,yang selalu mengadakan
pertemuan rutin untuk menyeleksi kasus ,membahas dan membuat rekomendasi
tindak lanjut berdasarkan temuan dari kegiatan audit (penghargaaan dan sanksi bagi
pelaku)
4.
Perencanaan program KIA dibuat dengan memanfaatkan hasiltemuan dari kegiatan
audit,sehingga diharapkan berorientasi kepada pemecahan masalah setempat
5.
Pembinaan dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota ,bersama-sama RS
dilaksanakan langsung pada saat audit atau secara rutin,dalam bentuk yang
disepakati oleh tim AMP.
Langkah dan kegiatan
Langkah-langkah dan kegiatan audit AMP ditingkat kabupaten/kota sebagai berikut :
Pembentukan tim AMP
Penyebarluasan informasi dan petunjuk teknis pelaksanaan AMP
Menyusun rencana kegiatan (POA) AMP
Orientasi pengelola program KIA dalam pelaksanaan AMP
Pelaksanaan kegiatan AMP
Penyusunan rencana tindak lanjut terhadap temuan dari kegiatan audit maternal oleh
dinas kesehatan kabupaten/kota bekerjasama dengan RS
Pemantauan dan evaluasi

Rincian kegiatan AMP yang dilakukan adalah sebagai berikut :


A. Tingkat kabupaten /kota
Menyampaikan informasi dan menyamakan presepsi dengan pihak terkait mengenai
pengertian dan pelaksanaan AMP dikabupaten/kota
Menyusun tim AMP dikabupaten atau kota ,yang susunannya disesuaikan dengan
situasi dan kondisi setempat.
Melaksanakan AMP secara berkala dan melibatkan:
Para kepala puskesmas dan pelaksana pelayanan KIA dipuskesmas dan jajarannya
Dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan serta dokter spesialis anak dokter
ahli lain RS kabupaten/kota
Kepala dinas kesehatan kabupaten/kota dan staf pengelola program terkait
Pihak lain yang terkait ,sesuai kebutuhan misalnya bidan praktik swasta petugas
rekam medik RS kabupaten/kota dan lain-lain.
Melaksanakan kegiatan AMP lintas batas kabupaten/kota/propinsi
Melaksanakan kegiatan tindak lanjut yang telah disepakati dalam pertemuan tim AMP
Melakukan pemantauan dan evaluasi kegiatan audit serta tindak lanjutnya ,dan
melaporkan hasil kegiatan ke dinas kesehatan propinsi untuk memohon dukungan
27

Memanfaatkan hasil kegiatan untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan


pengelolaan program KIA,secara berkelanjutan.
B. Tingkat puskesmas
Menyampaikan informasi kepada staf puskesmas terkait mengenai upaya peningkatan
kualitas pelayanan KIA melalui kegiatan AMP
Melakukan pencatatan atas kasus kesakitan dan kematian ibu serta perinatal dan
penanganan atau rujukan nya ,untuk kemudian dilaporkan kedinas kesehatan
kabupaten kota
Mengikuti pertemuan AMP dikabupaten/kota
Melakukan pelacakan sebab kematian ibu/perinatal (otopsi verbal ) selambat-lambatnya 7
hari setelah menerima laporan. Informasi ini harus dilaporkan ke dinas kesehatan
kabupaten/kota selambat-lambatnya dalam waktu 1 bulan . temuan otopsi verbal
dibicarakan dalam pertemuan audit dikabupaten /kota .
Mengikuti/melaksanakan kegiatan peningkatan kualitas pelayanan KIA,sebagai tindak
lanjut dari kegiatan audit
Membahas kasus pertemuan AMP di kabupaten/kota
Membahas hasil tindak lanjut AMP non medis dengan lintas sektor terkait.
C. Tingkat propinsi
Menyebarluaskan pedoman teknis AMP kepada seluruh kabupaten/kota
Menyamakan kerangka pikir dan menyusun rencana kegiatan pengembangan kendali
mutu pelayanan KIA melalui AMP bersama kabupaten/kota yang akan difasilitasi
secara intensif.
Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan dikabupaten/kota
Memberikan dukungan teknis dan manajerial kepada kabupaten/kota sesuai kebutuhan
Merintis kerjasama dengan sektor lain untuk kelancaran pelaksanaan tindak lanjut temuan
dari kegiatan audit yang berkaitan dengan sektor diluar kesehatan
Memfasilitasi kegiatan AMP lintas batas kabupaten/kota/propinsi
D. Tingkat pusat
Melakukan fasilitasi pelaksanaan AMP ,sebagai salah satu bentuk upaya peningkatan mutu
pelayanan KIA diwilayah kabupaten/kota serta peningkatan kesinambungan pelayanan KIA
ditingkat dasar dan tingkat rujukan primer.
METODA
Metoda pelaksanaan AMP sebagai berikut
Penyelenggaran pertemuan dilakukan teratur sesuai kebutuhan oleh dinas kesehatan
kabupaten/kota bersama dengan RS kabupaten/kota ,berlangsung sekitar 2 jam.
Kasus yang dibahas dapat berasal dari RS kabupaten/kota atau puskesmas .Semua
kasus ibu/perinatal yang meninggal dirumah sakit kabupaten/kota /puskesmas hendak
nya di audit,demikian pula kasus kesakitan yang menarik dan dapat diambil pelajaran
darinya
Audit yang dilaksanakan lebih bersifat mengkaji riwayat penanganan kasus sejak
dari :
Timbulnya gejala pertama dan penanganan oleh keluarga /tenaga kesehatan dirumah
Proses rujukan yang terjadi
Siapa saja yang memberikan pertolongan dan apa saja yang telah dilakukan
Sampai kemudian meninggal dan dapat dipertahankan hidup. Dari pengkajian tersebut
28

diperoleh indikasi dimana letak kesalahan/kelemahan dalam penanganan kasus. Hal


ini memberi gambaran kepada pengelola program KIA dalam menentukan apa yang
perlu dilakukan untuk mencegah kesakitan/kematianibu/perinatal yang tidak perlu
terjadi.
Pertemuan ini bersifat pertemuan menyelesaikan masalah dan tidk bertujuan
menyalahkan ,atau memberi sanksi,salah satu pihak
Dalam tiap pertemuan dibuat daftar hadir ,notulen hasil pertemuan dan rencana tindak
lanjut ,yang akan disampaikan dan dibahas dalam pertemuan tim AMP yang akan
datang
RS kabupaten /kota/puskesmas membuat laporan bulanan kasus ibu dan perinatal
kedinas kesehatan kabupaten/kota ,dengan memakai format yang disepakati
PENCATATAN DAN PELAPORAN
Dalam pelaksanaan audit maternal perinatal ini diperlukan mekanisme pencatatan yang
akurat, baik ditingkat puskesmas,maupun ditingkat RS kabupaten/kota .pencatatan yang
diperlukan adalah sebagai berikut
A. Tingkat puskesmas
Selain menggunakan rekam medis yang sudah ada dipuskesmas ,ditambahkan pula :
1.
Formulir R9formulir rujukan maternal dan perinatal )
Formulir ini dipakai oleh puskesmas,bidan didesa maupunbidan swasta untuk
merujuk kasus ibu maupun perinatal.
2.
Form OM dan OP (formulir otopsi verbal maternal dan perinatal )
Digunakan untuk otopsi verbal ibu hamil/bersalin/nifas yang meninggal sedangkan
form OP untuk otopsi verbal perinatal yang meninggal . untuk mengisi formulir
tersebut dilakukan wawancara terhadap keluarga yang meninggal oleh tenaga
puskesmas.
B. RS kabupaten/kota
Formulir yang dipakai adalah
1. Form MP (formulir maternal dan perinatal )
Form ini mencatat data dasar semua ibu bersalin /nifas dan perinatal yang masuk
kerumah sakit. Pengisiannya dapat dilakukan oleh perawat
2. Form MA (formulir medical audit )
Dipakai untuk menulis hasil/kesimpulan dari audit maternal maupun audit perinatal.
Yang mengisi formulir ini adalah dokter yang bertugas dibagian kebidanan dan
kandungan (untuk kasus ibu) atau bagian anak (untuk kasus perinatal)
Pelaporan hasil kegiatan dilakukan secara berjenjang ,yaitu :
Laporan dari RS kabupaten/kota ke dinas kesehatan
Laporan bulanan ini berisi informasi mengenai kesakitan dan kematian (serta sebab
kematian ) ibu dan bayi baru lahir bagian kebidanan dan penyakit kandungan serta
bagian anak.
Laporan dari puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten/kota
Laporan bulanan ini berisi informasi yang sama seperti diatas ,dan jumlah kasus yang
dirujuk ke RS kabupaten/kota
Laporan dari dinas kesehatan kabupaten/kota ketingkat propinsi
Laporan triwulan ini berisi informasi mengenai kasus ibu dan perinatal ditangani oleh
Rs kabupaten /kota ,puskesmas dan unit pelayanan KIA lainnya ,serta tingkat
kematian dari tiap jenis komplikasi atau gangguan . laporan merupakan rekapitulasi
29

dari form MP dan form R,yang hendaknya diusahakan agar tidak terjadi duplikasi
pelaporan untuk kasus yang dirujuk ke RS. Pada tahap awal ,jenis kasus yang
dilaporkan adalah komplikasi yang paling sering terjadi pada ibu maternal dan
perinatal.
LI. 5 Memahami dan Menjelaskan Hukum Aborsi, Hubungan Suami Istri Diluar Nikah, Serta
Kehamilan Diluar Nikah dalam Pandangan Islam.
a. Hukum Zina
Pengertian zina
Zina (bahasa Arab : , bahasa Ibrani : zanah ) adalah perbuatan bersanggama
antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat oleh hubungan pernikahan
(perkawinan). Secara umum, zina bukan hanya di saat manusia telah melakukan
hubungan seksual, tapi segala aktivitas-aktivitas seksual yang dapat merusak kehormatan
manusia termasuk dikategorikan zina.
Sedangkan zina secara harfiah artinya fahisyah, yaitu perbuatan keji. Zina dalam
pengertian istilah adalah hubungan kelamin di antara seorang lelaki dengan seorang
perempuan yang satu sama lain tidak terikat dalam hubungan perkawinan.

Hukuman untuk orang yang berzina


Hukumnya menurut agama Islam untuk para penzina adalah sebagai berikut:
Jika pelakunya muhshan, mukallaf (sudah baligh dan berakal), suka rela (tidak
dipaksa, tidak diperkosa), maka dicambuk 100 kali, kemudian dirajam,
berdasarkan perbuatan Ali bin Abi Thalib atau cukup dirajam, tanpa didera dan
ini lebih baik, sebagaimana dilakukan oleh Muhammad, Abu Bakar ashShiddiq, dan Umar bin Khatthab.

Jika pelakunya belum menikah, maka dia didera (dicambuk) 100 kali.
Kemudian diasingkan selama setahun.

Syarat-syarat mendapatkan hukuman bagi pezina


Hukuman yang ditetapkan atas diri seseorang yang berzina dapat dilaksanakan dengan
syaarat-syarat sebagai berikut:
Orang yang berzina itu berakal/waras

Orang yang berzina sudah cukup umur (baligh)

Zina dilakukan dalam keadaan tidak terpaksa, tetapi atas kemauannya sendiri

Orang yang berzina tahu bahwa zina itu diharamkan

Larangan berbuat zina


Zina dinyatakan sebagai perbuatan yang melanggar hukum yang harus sangat buruk.
Hubungan bebas dan segala bentuk diluar ketentuan agama adalah perbuatan yang
membahayakan dan mengancam keutuhan masyarakat dan merupakan perbuatan yang
sangat nista. Allah SWT berfirman:

30

Artinya
: Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang
keji dan merupakan jalan yang buruk. (QS. al-Isra :32)
b. Hukum Aborsi
Pengertian
Aborsi menurut Bahasa Arab disebut dengan al-Ijhadh yang berasal dari kata ajhadha yajhidhu yang berarti wanita yang melahirkan anaknya secara paksa dalam keadaan
belum sempurna penciptaannya atau juga bisa berarti bayi yang lahir karena dipaksa atau
bayi yang lahir dengan sendirinya. Aborsi di dalam istilah fikih juga sering disebut
dengan isqhoth (menggugurkan) atau ilqaa (melempar) atau tharhu (membuang).
Pandangan Islam Terhadap Nyawa, Janin dan Pembunuhan
Manusia adalah ciptaan Allah yang mulia, tidak boleh dihinakan baik dengan merubah
ciptaan tersebut, maupun mengranginya dengan cara memotong sebagiananggota
tubuhnya, maupun dengan cara memperjual belikannya, maupun dengan cara
menghilangkannya sama sekali yaitu dengan membunuhnya, sebagaiman firman Allah
swt
Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan umat manusia ( Qs. al-Isra:70)
Membunuh satu nyawa sama artinya dengan membunuh semua orang. Menyelamatkan
satu nyawa sama artinya dengan menyelamatkan semua orang.
Barang siapa yang membunuh seorang manusia, maka seakan-akan dia telah membunuh
manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara keselamatan nyawa seorang
manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara keselamatan nyawa manusia semuanya.
(Qs. Al Maidah:32)
Dilarang membunuh anak ( termasuk di dalamnya janin yang masih dalam kandungan ) ,
hanya karena takut miskin. Sebagaimana firman Allah swt :
Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut melarat. Kamilah yang
memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu juga. Sesungguhnya membunuh mereka
adalah dosa yang besar. (Qs al Isra : 31)
Setiap janin yang terbentuk adalah merupakan kehendak Allah swt, sebagaimana firman
Allah swt
Selanjutnya Kami dudukan janin itu dalam rahim menurut kehendak Kami selama umur
kandungan. Kemudian kami keluarkan kamu dari rahim ibumu sebagai bayi. (QS al Hajj
: 5)
Larangan membunuh jiwa tanpa hak, sebagaimana firman Allah swt :
Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah melainkan dengan alasan
yang benar ( Qs al Isra : 33 )
Hukum Aborsi Dalam Islam
Di dalam teks-teks al Quran dan Hadist tidak didapati secara khusus hukum aborsi,
tetapi yang ada adalah larangan untuk membunuh jiwa orang tanpa hak, sebagaimana
firman Allah swt :
Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya
adalah neraka Jahanam, dan dia kekal di dalamnya,dan Allah murka kepadanya dan
melaknatnya serta menyediakan baginya adzab yang besar( Qs An Nisa : 93 )
Begitu juga hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Masud bahwasanya Rosulullah saw
31

bersabda :
Sesungguhnya seseorang dari kamu dikumpulkan penciptaannya di dalam perut ibunya
selama empat puluh hari. Setelah genap empat puluh hari kedua, terbentuklah segumlah
darah beku. Ketika genap empat puluh hari ketiga , berubahlah menjadi segumpal daging.
Kemudian Allah mengutus malaikat untuk meniupkan roh, serta memerintahkan untuk
menulis empat perkara, yaitu penentuan rizki, waktu kematian, amal, serta nasibnya, baik
yang celaka, maupun yang bahagia. ( Bukhari dan Muslim)
Maka, untuk mempermudah pemahaman, pembahasan ini bisa dibagi menjadi dua bagian
sebagai berikut :
1. Menggugurkan Janin Sebelum Peniupan Roh
Dalam hal ini, para ulama berselisih tentang hukumnya dan terbagi menjadi tiga pendapat
Pendapat Pertama :
Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya boleh. Bahkan sebagian dari
ulama membolehkan menggugurkan janin tersebut dengan obat. (Hasyiat Al Qalyubi :
3/159) Pendapat ini dianut oleh para ulama dari madzhab Hanafi, SyafiI, dan Hambali.
Tetapi kebolehan ini disyaratkan adanya ijin dari kedua orang tuanya, (Syareh Fathul
Qadir : 2/495) Mereka berdalil dengan hadist Ibnu Masud di atas yang menunjukkan
bahwa sebelum empat bulan, roh belum ditiup ke janin dan penciptaan belum sempurna,
serta dianggap benda mati, sehingga boleh digugurkan.
Pendapat kedua :
Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya makruh. Dan jika sampai pada
waktu peniupan ruh, maka hukumnya menjadi haram. Dalilnya bahwa waktu peniupan
ruh tidak diketahui secara pasti, maka tidak boleh menggugurkan janin jika telah
mendekati waktu peniupan ruh, demi untuk kehati-hatian. Pendapat ini dianut oleh
sebagian ulama madzhab Hanafi dan Imam Romli salah seorang ulama dari madzhab
SyafiI . ( Hasyiyah Ibnu Abidin : 6/591, Nihayatul Muhtaj : 7/416)
Pendapat ketiga :
Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya haram. Dalilnya bahwa air mani
sudah tertanam dalam rahim dan telah bercampur dengan ovum wanita sehingga siap
menerima kehidupan, maka merusak wujud ini adalah tindakan kejahatan. Pendapat ini
dianut oleh Ahmad Dardir , Imam Ghozali dan Ibnu Jauzi ( Syareh Kabir : 2/ 267, Ihya
Ulumuddin : 2/53, Inshof : 1/386)
Adapun status janin yang gugur sebelum ditiup rohnya (empat bulan), telah dianggap
benda mati, maka tidak perlu dimandikan, dikafani ataupun disholati. Sehingga bisa
dikatakan bahwa menggugurkan kandungan dalam fase ini tidak dikatagorikan
pembunuhan, tapi hanya dianggap merusak sesuatu yang bermanfaat.
Ketiga pendapat ulama di atas tentunya dalam batas-batas tertentu, yaitu jika di dalamnya
ada kemaslahatan, atau dalam istilah medis adalah salah satu bentuk Abortus Profocatus
Therapeuticum, yaitu jika bertujuan untuk kepentingan medis dan terapi serta pengobatan.
Dan bukan dalam katagori Abortus Profocatus Criminalis, yaitu yang dilakukan karena
alasan yang bukan medis dan melanggar hukum yang berlaku, sebagaimana yang telah
dijelaskan di atas.
2. Menggugurkan Janin Setelah Peniupan Roh
Secara umum, para ulama telah sepakat bahwa menggugurkan janin setelah peniupan roh
hukumnya haram. Peniupan roh terjadi ketika janin sudah berumur empat bulan dalam
perut ibu, Ketentuan ini berdasarkan hadist Ibnu Masud di atas. Janin yang sudah
ditiupkan roh dalam dirinya, secara otomatis pada saat itu, dia telah menjadi seorang
manusia, sehingga haram untuk dibunuh. Hukum ini berlaku jika pengguguran tersebut
dilakukan tanpa ada sebab yang darurat.
32

Namun jika disana ada sebab-sebab darurat, seperti jika sang janin nantinya akan
membahayakan ibunya jika lahir nanti, maka dalam hal ini, para ulama berbeda pendapat.
Pendapat Pertama :
Menyatakan bahwa menggugurkan janin setelah peniupan roh hukumnya tetap haram,
walaupun diperkirakan bahwa janin tersebut akan membahayakan keselamatan ibu yang
mengandungnya. Pendapat ini dianut oleh Mayoritas Ulama. Dalilnya adalah firman
Allah swt : Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. (Q.S. Al Israa: 33)
Pendapat Kedua :
Dibolehkan menggugurkan janin walaupun sudah ditiupkan roh kepadanya, jika hal itu
merupakan satu-satunya jalan untuk menyelamatkan ibu dari kematian. Karena menjaga
kehidupan ibu lebih diutamakan dari pada menjaga kehidupan janin, karena kehidupan
ibu lebih dahulu dan ada secara yakin, sedangkan kehidupan janin belum yakin dan
keberadaannya terakhir. (Mausuah Fiqhiyah : 2/57) Dari keterangan di atas, bisa diambil
kesimpulan bahwa para ulama sepakat bahwa Abortus Profocatus Criminalis, yaitu aborsi
kriminal yang menggugurkan kandungan setelah ditiupkan roh ke dalam janin tanpa suatu
alasan syari hukumnya adalah haram dan termasuk katagori membunuh jiwa yang
diharamkan Allah swt. Adapun aborsi yang masih diperselisihkan oleh para ulama adalah
Abortus Profocatus Therapeuticum, yaitu aborsi yang bertujuan untuk penyelamatan jiwa,
khususnya janin yang belum ditiupkan roh di dalamnya.
c. Kehamilan di Luar Nikah
Perempuan yang hamil karena perbuatan zina dan ada pria yang bertanggung jawab untuk
menikahinya, ada perbedaan pendapatan dari kalangan para ulama dengan berbagai
mazhab. Secara umum, ulama memberikan dua syarat bagi laki-laki yang ingin menikah
dengan perempuan yang hamil duluan karena zina.
Taubat dari perbuatan zina
Mereka yang sudah berzina, baik laki-laki maupun perempuan diwajibkan untuk
bertaubat dan berjanti tidak mengulanginya lagi. Seperti halnya wanita yang hamil
duluan, dia wajib hukumnya bertaubat sebelum menikah.
Lepas dari masa iddah
Kalau ia hamil, maka iddahnya adalah sampai melahirkan.

Kalau ia belum hamil, maka iddahnya adalah sampai ia telah haid satu kali semenjak
melakukan perzinahan tersebut. Wallahu Taala Alam.

Menurut pendapat Imam Syafi'i, boleh melakukan akad nikah dengan perempuan yang
berzina dan boleh berjimak dengannya setelah akad, tidak peduli apakah laki-laki itu
menzinainya
atau
tidak.
Tapi, pendapat Abu Hanifah mengatakan, boleh melakukan akad nikah dan berhubungan
intim suami istri kalau pria yang menikahinya itu yang menzinainya.
DAFTAR PUSTAKA
Berg, C.et.all, 1998. Guidelines for Maternal Mortality Epidemiological Surveillance.
Departemen Kesehatan Dan Kesos.2008. Program Kesehatan Reproduksi Dan Pelayanan
Integrative Di Tingkat Pelayanan Dasar http://www.depkes.go.id/
33

Departemen Kesehatan RI. Riset kesehatan dasar (RISKESDAS) 2007, laporan nasional
2007, badan penelitian dan pengembangan kesehatan, Jakarta: Indonesia. 2008.
Notoatmodjo, S., 2007, Promosi Kesehatan dan Perilaku. Rineka Cipta; Azwar, S.,
2010, Sikap manusia Teori dan Pengukurannya, Pustaka Pelajar. Yogyakarta
http://www.indonesian-publichealth.com/2013/03/teori-perilaku-kesehatan.html
Soeroso,
Santoso.
2001.
Masalah
Kesehatan
Remaja
.
Jakarta
Http://Www.Idai.Or.Id/Saripediatri/Pdfile/3-3-13.Pdf
World Health Organization (WHO). Adolescent friendly health service, an agenda for
change, Geneva: Switzerland. 2002.

34

Anda mungkin juga menyukai