Anda di halaman 1dari 18

WRAP UP SKENARIO 1

“BELAJAR DARI KESALAHAN”

Blok Keselamatan Pasien

Kelompok A-16

Ketua :  Muhammad Gilang K                   (1102019134)

Sekretaris :  Muhammad Satrio P              (1102019138)

Anggota    : Muhammad Hafizh A. I (1102019135)

Muhammad Kholik Sanaba               (1102019136)

Muhammad Nazhim                 (1102019137)

Nabiila Aurelia A.                  (1102019139)

Nabila Ghufraeni R. R.               (1102019140)

Nabilla Rizqina R.                 (1102019141) 

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS YARSI

2021/2022

DAFTAR ISI
SKENARIO………………………………………………………………………………….. 3
KATA SULIT………………………………………………………………………………...
3
PERTANYAAN………………………………………………………………………………
3
JAWABAN……………………………………………………………………………………
4
HIPOTESIS…………………………………………………………………………………. 5
SASARAN BELAJAR……………………………………………………………………… 6
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………….
19
SKENARIO 1
BELAJAR DARI KESALAHAN

Seorang pria, 40 tahun datang ke praktek dokter umum dengan keluhan sesak. Pada
pemeriksaan ditemukan wheezing dan riwayat asma. Dokter kemudian memberikan terapi
nebulisasi dan injeksi iv dexametason 1 ampul. Dokter tidak memberikan instruksi yang jelas
sehingga perawat menyuntikkan obat yang lain yaitu metilprednisolon. Pasien tidak
mengalami efek samping dan sesaknya berkurang.

KATA SULIT
1. Wheezing: adalah bunyi kontinyu yang termasuk suara bersiul dengan nada tinggi akibat
udara yang mengalir melalui jalan nafas yang sempit (Dorland, 2002)
2. Nebulisasi: adalah tindakan pemberian obat-obatan melalui rute per inhalasi
menggunakan jet nebulizer/mesh nebulizer (PDPI, 2020)
3. Keselamatan pasien: adalah suatu sistem yang membuat asuhan pasien lebih aman dan
berfungsi untuk meminimalkan timbulnya resiko dan mencegah terjadinya cedera
(Permenkes, 2017)

PERTANYAAN
1. Apakah jenis kejadian atau insiden yang terjadi pada kasus skenario di atas?
2. Apa saja jenis kejadian yang memungkinkan terjadi yang dapat mengancam keselamatan
pasien?
3. Bagaiman standar untuk menjaga keselamatan pasien di rumah sakit?
4. Bagaimana upaya untuk menghindari kasus di atas?
5. Apa saja faktor yang dapat menimbulkan resiko error dalam medis?
6. Apa sanksi yang diberikan bila terjadi pelanggaran?
7. Apakah terdapat dasar hukum yang mengatur tentang keselamatan pasien?
8. Apa penyebab dari medical error pada skenario di atas?

JAWABAN
1. Termasuk kejadian tidak cedera karena pasien sudah terpapar oleh obat namun tidak
menimbulkan cedera.
2. Kejadian potensi cedera,Kejadian tidak cedera,kejadian nyaris cedera,kejadian tidak
diharapkan, dan kejadian sentinel (kejadian yang tidak diharapkan tetapi mengakibatkan
kematian).
3.
1. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien
2. Memimpin dan mendukung staff
3. Mengintegrasikan aktifitas pengelolaan resiko
4. Mengembangkan sistem pelaporan
5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien
7. Mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien
4. Berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh WHO yaitu nine solution of patience safety :
1. perhatikan nama obat
2. Identifikasi pasien
3. Komunikasi pada saat serah terima atau pemindahan pasien
4. lakukan tindakan dengan benar pada sisi tubuh yang benar
5. Pengendalian cairan elektrolit pekat / konsentrat
6. Pastikan akurasi pemberian obat pada saat pemindahan pasien
7. Hindari kesalahan pada pemasangan kateter dan salah dalam menyambung selang
atau tube
8. Gunakan alat injeksi sekali pakai
9. Tingkatkan kebersihan tangan atau hand hygiene untuk menghindari infeksi
5. Karena kurangnya pengalaman dari tenaga kesehatan,kurangnya mengkonfirmasi sebuah
informasi,informasi yang kurang adekuat antara tenaga kesehatan,karena tenaga kesehatan
yang mengalami stress atau sakit,kesalahan dalam komunikasi,dan prosedur yang buruk.
6. Bisa berupa teguran lisan,teguran tertulis,dan penundaan atau penangguhan perpanjangan
izin operasional.
7. Ada, yaitu permenkes nomor 1691 tahun 2011 dan permenkes nomor 11 2017 tentang
keselamatan pasien rumah sakit
8. Karena adanya komunikasi yang kurang efektif antara dokter dengan perawat.

HIPOTESIS
Keselamatan pasien merupakan suatu sistem yang membuat asuhan pasien lebih aman dan
berfungsi untuk meminimalkan timbulnya resiko dan mencegah terjadinya cedera. Jenis
keselamatan pasien terdiri dari Kejadian potensi cedera,Kejadian tidak cedera,kejadian nyaris
cedera,kejadian tidak diharapkan, dan kejadian sentinel. Penyebabnya dapat terjadi karena
adanya komunikasi yang kurang efektif antara dokter dengan perawat. Upaya untuk
menghindari Berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh WHO yaitu nine solution of
patience safety dan standar keselamatan pasien yang meliputi membangun kesadaran akan
nilai keselamatan pasien,memimpin dan mendukung staff ,dan mengintegrasikan aktifitas
pengelolaan resiko

SASARAN BELAJAR
1. MM Keselamatan Pasien
1.1 Latar belakang
keselamatan pasien adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih
aman yang meliput| asesmen resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan
dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar
dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi| untuk mencegah timbulnya
resiko cedera akibat kesalahan dalam tindakan medis (Permenkes, 2011).

1.2 Tujuan
Tujuan dari bidang keselamatan pasien adalah untuk meminimalkan kejadian buruk dan
menghilangkan kerusakan yang dapat dicegah dalam perawatan kesehatan.
Pengaturan keselamatan pasien bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan fasilitas,
pelayanan kesehatan melalui penerapan manajemen risiko dalam seluruh aspek pelayanan
yang disediakan oleh fasilitas pelayanan kesehatan.

1.3 Langkah-langkah keselamatan pasien

1. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien

Segala upaya harus dikerahkan di fasilitas pelayanan kesehatan untuk menciptakan


lingkungan yang terbuka dan tidak menyalahkan sehingga aman untuk melakukan pelaporan.
Ciptakan budaya adil dan terbuka dalam melakukan pelayanan kesehatan.

Kegiatan yang dilaksanakan :

Untuk tingkat fasilitas pelayanan kesehatan :

· Pastikan ada kebijakan yang menyatakan apa yang harus dilakukan oleh staf apabila
terjadi insiden, bagaimana dilakukan investigasi dan dukungan apa yang harus diberikan
kepada pasien, keluarga, dan staf.

· Pastikan dalam kebijakan tersebut ada kejelasan tentang peran individu dan
akuntabilitasnya bila terjadi insiden.

· Lakukan survei budaya keselamatan unutk menilai budaya pelaporan dan


pembelajaran di fasilitas pelayanan kesehatan.

Untuk tingkat unit/ pelaksana :

· Pastika teman merasa mampu berbicara tentang pendapatnya dan membuat laporan
apabila terjadi insiden.

· Tunjukkan kepada tim tindakan-tindakan yang sudah dilakukan oleh fasilitas


pelayanan kesehatan menindak lanjuti laporan tersebut secara adil guna pembelajaran dan
pengambilan keputusan yang tepat.

2. Pimpin dan dukung staf


Tegakkan fokus yang kuat dan jelas tentang keselamatan pasien diseluruh fasilitas pelayanan
kesehatan. Membangun budaya keselamatan sangat tergantung kepada kepemimpinan yang
kuat dan kemampuan organisasi mendengarkan pendapat seluruh anggota.

Kegiatan yang dilaksanakan :

Untuk tingkat fasilitas pelayanan kesehatan :

· Pastikan ada anggota eksekutif yang bertanggung jawab tentang keselamatan pasien.

· Tunjuk penggeraqk/ champion keselamatan pasien tiap unit

· Tempatkan keselamatan pasien dalam agenda pertemuan pada tingkat manajemen dan
unit

· Masukkan keselamatan pasien dalam program pelatihan bagi staf dan pastikan ada
pengukuran terhadap efektifitas pelatihan tersebut.

Untuk tingkat unit/ pelaksana :

· Calonkan penggerak/ champion untuk keselamatan pasien

· Jelaskan pentingnya keselamatan pasien kepada anggota unit

· Tumbuhkan etos kerja dilingkungan tim sehingga staf merasa dihargai dan merasa
mampu berbicara apabila mereka berpendapat bahwa insiden bisa terjadi.

3. Integrasikan kegiatan manajemen risiko

Sistem manajemen resiko akan membantu fasilitas pelayanan kesehatan mengelola insiden
secara efektif dan mencegah kejadian berulang kembali.sistem manajemen risiko harus
didukung oleh strategi manajemen risiko fasilitas pelayanan kesehatan yang mencakup
program asesmen risiko secara pro-aktif dan risk register.

Kegiatan yang dilaksanakan :

Unutk tingkat fasilitas pelayanan kesehatan :

· Pelajari kembali struktur dan proses untuk pengelolaan risiko klinis dan non klinis,
dan pastikan hal ini sudah terintegrasi dengan keselamatan pasien dan staf komplain dan
risiko keuangan serta lingkungan.

· Kembangkan indikator kinerja untuk sistem manajemen risiko sehingga dapat


dimonitor oleh pimpinan.

· Gunakan informasi yang diperoleh dari system pelaporan insiden dan asesmen risiko
unutk perbaikan pelayanan pasien secara pro-aktif.

Untuk tingkat unit. Pelaksana:


· Giatkan forum diskusi tentang isu manajemen risiko dan keselamatan pasien, berikan
feedback kepada manajemen.

· Lakukan asesmen risiko pasien secara individual sebelum dilakukan tindakan.

· Lakukukan proses asesmen risiko secara regular untuk tiap jenis risiko dan lakukan
tindakan yang tepat untuk meminimalisasinya.

· Pastikan asesmen risiko yang ada di unit masuk kedalam proses asesmen risiko di
tingkat organisasi dan risk register.

4. Bangun system pelaporan

System pelaporan sanagt vital di dalam pengumpulan informasi sebagai dasar analisa dan
penyampaian rekomendasi.

Kegiatan yang dilaksanakan:

Unutk tingkat fasilitas pelayanan kesehatan:

· Bangun dan implementasikan system pelaporan yang menjelaskan bagaimana dan


cara fasilitas pelayana kesehatan melaporkan insiden secara basional ke komite nasional
keselamatan pasien (KNKP)

Untuk tingkat unit/ pelaksana:

· Dorong kolega untuk aktif melaporkan insiden kesematan pasien baik yang sudah
terjadi maupun yang sudah dicegah tetapi bisa berdampak penting untuk pembelajaran.

5. Libatkan dan berkomunikas dengan pasien dan masyarakat

Peran aktif dalam proses asuhannya harus diperkenalkan dan didorong. Pasien memainkan
peranan kunci dalam membantu penegakan diagnosa yang akurat, dalam memutuskan
tindakan pengobatan yang tepat, dalam memilih fasilitas yang aman dan berpengalaman, dan
dalam mengidentifikasi kejadian tidak diharapkan serta mengambil tindakan yang tepat.
Kembangkan cara komunikasi terbuka dan mendengarkan pasien.

Kegiatan yang dilaksanakan:

Untuk tingkat fasilitas pelayana kesehatan:

· Kembangkan kebijakan yang mencakup komunikasi terbuka dengan pasien dan


keluarganya tentang insiden yang terjadi.

· Pastikan pasien dan keluarganya mendapatkan informasi apabila terjadi insiden dan
pasien mengalami cedera sebagai akibatanya.

· Berikan dukungan kepada staf, lakukan pelatihan dan dorongan agar mereka mampu
melaksanakan keterbukaan kepada pasien dan keluarganya.
Untuk tingkat unit/ pelaksana :

· Pastikan anggota tim menghargai dan mendukung keterlibatan pasien dan


keluarganya secara aktif waktu terjadi inssiden.

· Prioritaskan kebutuhan untuk memberikan informasi kepada pasien dan keluarga


waktu terjadi insiden, dan berikan informasi yang jelas, akurat dan tepat waktu.

· Pastikan pasien dan keluarganya memerima pernyataan *maaf* atau rasa keprihatinan
dan lakukan dengan cara terhormay dan simpatik.

6. Belajar dan berbagi tentang pembelajaran keselamatan

Jika terjadi insiden keselamatan pasien, isu yang penting bukan siapa yang harus disalahkan
tetapi bagaiman dan mengapa insiden terjadi.

Kegiatan yang dilaksanakan :

Untuk tingakat fasilitas pelayanan kesehatan :

· Yakinkan staf yang sudah terlatih melakukan investigasi insiden secara tepat sehingga
bisa mengidentifikasi akar masalahnya.

· Kembangkan kebijakan yang mencakup kriteria kapan fasilitas pelayana kesehatan


harus melakuakn (RCA).

Untuk tingkat unit/ pelaksana :

· Lakukan pembelajaran di dalam lingkungan unit dari analisa insiden keselamatan


pasien.

· Identifikasi unit lain yang kemungkinan terkena dampak dan berbagilah proses
pembelajaran secara luas.

7. Implementasikan solusi-solusi unutk mencegah cedera

Pembelajaran lewat perubahan-perubahan didalam praktik, proses atau sistem. Untuk system
yang sangat komleks seperti fasilitas pelayanan kesehatan unutk mencapai hal-hal diatas
dibutuhkan perubahan budaya dan komitmen yang tinggi vagi seluruh staf dalam waktu yang
cukup lama.

Kegiatan yang dilaksanakan:

Untuk tingkat fasilitas pelayanan kesehatan:

· Gunakan informasi yang berasal dari system pelaporan insiden, asesmen risiko,
invstigasi insiden, audit, dan analisa unutk menetapkan solusi di fasilitas pelayana
kesehatan.

· Lakukan asesmen tentang risiko untuk setiap perubahan yang direncanakan.

· Monitor dampak dari perubahan tersebut


· Implementasikan solusi yang sudah dikembangkan eksternal. Hal ini termasuk solusi
yang dikembangkan oleh KNKP atau Best Practice yang sudah dikembvangkan oleh
fasilitas pelayanan kesehatan.

Untuk tingkat unit/ pelaksana:

· Libatkan tim dalam pengembangan cara agar asuhan pasien lebih baik dan lebih
aman.

· Kaji ulang perubahan yang sudah dibuat dengan tim untuk memastikan
keberlanjutannya.

· Pastikan tim menerima feedback pada setiap followup dalam pelaporan insiden.

1.4 Standar keselamatan pasien


Standar keselamatan pasien rumah sakit yang disusun ini mengacu pada “Hospital Patient
Safety Standards” yang dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation of Health
Organizations, Illinois, USA, tahun 2002, yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi
perumahsakitan di Indonesia. Standar Keselamatan Pasien wajib diterapkan rumah sakit dan
penilaiannya dilakukan dengan menggunakan Instrumen Akreditasi Rumah Sakit.

Standar keselamatan pasien tersebut terdiri dari tujuh standar yaitu :


1. Hak pasien
Standar: Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi
tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya Kejadian
Tidak Diharapkan.

Kriteria:
1.1. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.
1.2. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan
1.3. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan secara jelas
dan benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil pelayanan,
pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya Kejadian
Tidak Diharapkan.

2. Mendidik pasien dan keluarga


Standar: Rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan
tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien
Kriteria : Keselamatan pasien dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan
keterlibatan pasien yang merupakan mitra dalam proses pelayanan. Oleh karena itu, di
rumah sakit harus ada sistem dan mekanisme mendidik pasien dan keluarganya
tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Dengan
pendidikan tersebut diharapkan pasien dan keluarga dapat :
1). Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur.
2). Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga.
3). Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti
4). Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.
5). Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit.
6). Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa.
7). Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.

3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan


Standar: Rumah Sakit menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi
antar tenaga dan antar unit pelayanan.

Kriteria :
3.1. Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien masuk,
pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan pengobatan, rujukan dan
saat pasien keluar dari rumah sakit.
3.2. Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan
kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga pada seluruh tahap
pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat berjalan baik dan lancar.
3.3. Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi untuk
memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan, pelayanan sosial,
konsultasi dan rujukan, pelayanan kesehatan primer dan tindak lanjut lainnya.
3.4. Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan sehingga
dapat tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman dan efektif

4. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan


program peningkatan keselamatan pasien
Standar: Rumah sakit harus mendesign proses baru atau memperbaiki proses yang
ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis
secara intensif Kejadian Tidak Diharapkan, dan melakukan perubahan untuk
meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.

Kriteria :
4.1. Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang baik,
mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien, petugas
pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan faktor-faktor
lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan “Tujuh Langkah Menuju
Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.
4.2. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja yang antara lain
terkait dengan : pelaporan insiden, akreditasi, manajemen risiko, utilisasi, mutu
pelayanan, keuangan.
4.3. Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan semua
Kejadian Tidak Diharapkan, dan secara proaktif melakukan evaluasi satu proses kasus
risiko tinggi.
4.4. Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis
untuk menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar kinerja dan keselamatan
pasien terjamin.

5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien


Standar:
1. Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatanpasien
secara terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan “Tujuh Langkah Menuju
Keselamatan Pasien Rumah Sakit “.
2. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi risiko
keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangi Kejadian Tidak
Diharapkan.
3. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit dan
individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang keselamatan pasien.
4. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji,
dan meningkatkan kinerja rumah sakit serta meningkatkan keselamatan pasien.
5. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam meningkatkan
kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien.

Kriteria:
5.1. Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.
5.2. Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program
meminimalkan insiden, yang mencakup jenis-jenis kejadian yang memerlukan
perhatian, mulai dari “Kejadian Nyaris Cedera” (Near miss) sampai dengan “Kejadian
Tidak Diharapkan’ ( Adverse event).
5.3. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah
sakit terintegrasi dan berpartisipasi dalam program keselamatan pasien.
5.4. Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan kepada
pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian
informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.
5.5. Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden
termasuk penyediaan informasi yang benar dan jelas tentang Analisis Akar Masalah
(RCA) “Kejadian Nyaris Cedera” (Near miss) dan “Kejadian Sentinel’ pada saat
program keselamatan pasien mulai dilaksanakan.
5.6. Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden, misalnya
menangani “Kejadian Sentinel” (Sentinel Event) atau kegiatan proaktif untuk
memperkecil risiko, termasuk mekanisme untuk mendukung staf dalam kaitan dengan
“Kejadian Sentinel”.
5.7. Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar
pengelola pelayanan di dalam rumah sakit dengan pendekatan antar disiplin.
5.8. Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan
perbaikan kinerja rumah sakit dan perbaikan keselamatan pasien, termasuk evaluasi
berkala terhadap kecukupan sumber daya tersebut.
5.9. Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria
objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit dan
keselamatan pasien, termasuk rencana tindak lanjut dan implementasinya.

6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien


Standar:
1. Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk setiap
jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien secara jelas
2. Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan untuk
meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan
interdisiplin dalam pelayanan pasien.

Kriteria:
6.1. Setiap rumah sakit harus memiliki program pendidikan, pelatihan dan orientasi
bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien sesuai dengan tugasnya masing-
masing.
6.2. Setiap rumah sakit harus mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap
kegiatan in-service training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan
insiden.
6.3. Setiap rumah sakit harus menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama
kelompok (teamwork) guna mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaboratif
dalam rangka melayani pasien.

7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien


Standar:
1. Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi
keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal.
2. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.

Kriteria :
7.1. Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain prosesmanajemen
untuk memperoleh data dan informasi tentang halhal terkait dengan keselamatan
pasien.
7.2. Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi
manajemen informasi yang ada.

1.5 Jenis-jenis insiden dan faktor penyebabnya


Adapun jenis-jenis insidens yang terjadi, adalah sebagai berikut:
a. Kejadian Potensi Cedera / Reportable circumstance adalah kondisi atau situasi
yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden.
Contoh : Alat defibrilator di IGD rusak, ICU yang dalam kondisi jumlah tenaga yang
kurang.
b. Kejadian Tidak Cedera adalah suatu insiden yang sudah terpapar ke pasien,
tetapi tidak menimbulkan cedera.
c. Kejadian Nyaris Cedera adalah suatu insiden yang belum sampai terpapar ke
pasien sehingga pasien tidak cedera.
d. Kejadian Tidak Diharapkan adalah suatu kejadian yang mengakibatkan cedera
yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan (“commission”) atau
karena tidak bertindak (“omission”), bukan karena “underlyingdisease” atau
kondisi pasien.
e. Kejadian Sentinel adalah suatu kejadian tidak diharapkan yang dapat
mengakibatkan kematian atau cedera yang serius; biasanya dipakai untuk kejadian
yang sangat tidak diharapkan atau tidak dapat diterima seperti :
· Operasi pada bagian tubuh yang salah.
· Amputasi pada kaki yang salah, dsb sehingga pencarian fakta terhadap
kejadian ini mengungkapkan adanya masalah yang serius pada kebijakan
& prosedur yang berlaku.

Faktor Penyebab
1. Tidak mengidentifikasi pasien dengan tepat
Kesalahan dalam mengidentifikasi pasien bisa terjadi pada pasien yang dalam keadaan
yang terbius/tersedasi, disorientasi, tidak sadar, bertukar tempat tidur / kamar / lokasi
di rumah sakit, adanya kelainan sensori, atau akibat situasi yang lain.
Tidak melakukan dua kali pengecekan dalam setiap kegiatan pelayanan ke pasien.
Pertama untuk identifikasi pasien sebagai individu yang akan menerima pelayanan
atau pengobatan dan kedua untuk kesesuaian pelayanan atau pengobatan terhadap
individu tersebut.
(proses identifikasi khususnya pada proses pengidentifikasian pasien ketika pemberian
obat, darah, atau produk dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis atau pemberian
pengobatan serta tindakan lain)
1) Pasien yang dirawat diidentifikasi dengan menggunakan gelang
identitas sedikitnya dua identitas pasien (nama, tanggal lahir atau
nomor rekam medik)
2) Pasien yang dirawat diidentifikasi dengan warna gelang yang ditentukan
dengan ketentuan biru untuk laki-laki dan merah muda untuk perempuan, merah
untuk pasien yang mengalami alergi dan kuning untuk pasien dengan risiko jatuh
(risiko jatuh telah diskoring dengan menggunakan protap penilaian skor jatuh yang
sudah ada)
3) Pasien yang dirawat diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau
produk darah.
4) Pasien yang dirawat diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen
lain untuk pemeriksaan klinis.
5) Pasien yang dirawat diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan
tindakan/prosedur.

2. Tidak ada komunikasi yang efektif


Komunikasi yang dilakukan secara efektif, akurat , tepat waktu, lengkap, jelas, dan
yang mudah dipahami oleh pasien akan mengurangi kesalahan dan dapat
meningkatkan keselamatan pasien. Komunikasi yang mudah menimbulkan kesalahan
persepsi kebanyakan terjadi pada saat perintah diberikan secara lisan atau melalui
telepon.
Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan atau prosedur untuk
perintah lisan dan telepon termasuk mencatat perintah yang lengkap atau hasil
pemeriksaan oleh penerima perintah, kemudian penerima perintah membacakan
kembali (read back) perintah atau hasil pemeriksaan dan melakukan mengkonfirmasi
bahwa apa yang sudah dituliskan dan dibaca ulang adalah akurat.
Kebijakan atau prosedur pengidentifikasian juga menjelaskan bahwa diperbolehkan
tidak melakukan pembacaan kembali (read back) bila tidak memungkinkan seperti di
kamar operasi dan situasi gawat darurat.
1) Melakukan kegiatan “READ BACK‟ pada saat menerima permintaan secara
lisan atau menerima intruksi lewat telepon dan pasang stiker ‟SIGN HERE‟
sebagai pengingat dokter harus tanda tangan.
2) Menggunakan metode komunikasi yang tepat yaitu SBAR saat melaporkan
keadaan pasien kritis, melaksanakan serah terima pasien antara shift (hand off)
dan melaksanakan serah terima pasien antar ruangan dengan menggunakan
singkatan yang telah ditentukan oleh manajemen.

3. Tidak ada peningkatan keamanan obat yang membutuhkan perhatian


Rumah sakit perlu mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki keamanan
obat-obat yang perlu diwaspadai (high-alert). Bila obat-obatan menjadi bagian dari
rencana pengobatan pasien, manajemen rumah sakit harus berperan secara kritis untuk
memastikan keselamatan pasien agar terhindar dari risiko kesalahan pemberian obat.
Obat-obatan yang perlu diwaspadai (highalert medications) adalah obat yang sering
menyebabkan terjadi kesalahan serius (sentinel event), obat yang berisiko tinggi
menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome) seperti obat-obat
yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip.
1) Melakukan sosialisasi dan mewaspadai obat Look Like dan Sound Alike
(LASA) atau Nama Obat Rupa Mirip (NORUM)
2) Menerapkan kegiatan DOUBLE CHECK dan COUNTER SIGN setiap
distribusi obat dan pemberian obat pada masing-masing instansi pelayanan.
3) Menerapkan agar Obat yang tergolong HIGH ALERT berada di tempat yang
aman dan diperlakukan dengan perlakuan khusus
4) Menjalankan Prinsip delapan Benar dalam pelaksanaan pendelegasian Obat
(Benar Instruksi Medikasi, Pasien, Obat, Masa Berlaku Obat, Dosis, Waktu,
Cara, dan Dokumentasi).

1.6 Payung hukum keselamatan pasien


Dalam memberikan pelayanannya Rumah sakit sebagai sebuah institusi diatur dalam Undang
Undang Rumah Sakit, dimana terdapat empat pasal dalam undang-undang tersebut yang
mengamanahkan keselamatan pasien. Amanah keselamatan pasien dalam Undang Undang
Rumah Sakit telah dijabarkan lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1691/MENKES/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit perlu disesuaikan
dengan perkembangan dan kebutuhan pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan, sehingga
perlu disempurnakan. (Basabih, 2017 :150-157).

Keselamatan Pasien dalam Undang Undang Rumah Sakit jelas diamanahkan


mengenai keselamatan pasien, berikut dibawah ini adalah rinciannya dalam pasal:
1. Pada pasal 2 yang berbunyi, “Pengaturan Keselamatan Pasien bertujuan untuk
meningkatkan mutu pelayanan fasilitas pelayanan kesehatan melalui penerapan manajemen
risiko dalam seluruh aspek pelayanan yang disediakan oleh fasilitas pelayanan kesehatan.”
disebutkan bahwa penyelenggaraan Rumah Sakit didasarkan pada nilai kemanusiaan, etika
dan profesionalisme, manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi, pemerataan,
perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial.
2. Pasal 3 ayat dua yang berbunyi “Komite Nasional Keselamatan Pasien sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan organisasi fungsional dibawah koordinasi Direktorat
Jenderal, serta bertanggung jawab kepada Menteri.” dimana ayat satu berbunyi “Dalam
rangka meningkatkan mutu dan keselamatan pasien di fasilitas pelayanan kesehatan, Menteri
membentuk Komite Nasional Keselamatan Pasien untuk meningkatkan keselamatan pasien di
fasilitas pelayanan kesehatan.” ini membuktikan bahwa pengaturan penyelenggaran Rumah
Sakit bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien.
3. Pasal 13 yang berbunyi “Ketentuan lebih lanjut mengenai Standar Keselamatan Pasien,
Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien, dan Sasaran Keselamatan Pasien sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 12 tercantum dalam Lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.” dimana dimaksud mengatakan bahwa
setiap tenaga yang bekerja dirumah sakit harus mengutamakan keselamatan pasien.

Pengaturan keselamatan pasien pada tataran teknis operasional merujuk pada


Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 11 Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien. Peraturan
Menteri Kesehatan ini diterbitkan untuk menggantikan Peraturan Menteri Kesehatan No.
1691/MENKES/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Perubahan frasa
dari “Keselamatan Pasien Rumah Sakit” menjadi “Keselamatan Pasien” telah menunjukkan
bahwa Peraturan Menteri Kesehatan yang baru memiliki cakupan lebih luas. Meskipun
terdapat pergantian kebijakan berkaitan dengan keselamatan pasien, namun patut dipahami
bahwa kedua peraturan menteri tersebut sejatinya merupakan perintah Pasal 43 Undang-
Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
DAFTAR PUSTAKA:

Basabih, Masitah. 2017. Perlukah Keselamatan Pasien Menjadi Indikator Kinerja


RS BLU. Jurnal ARSI. 3(2):150-171.
Krisanti, P., 2017. BAHAN AJAR KEPERAWATAN MANAJEMEN KESELAMATAN
PASIEN. [online] Bppsdmk.kemkes.go.id. Available at:
<http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/11/MANAJEMEN-
KESELAMATAN-PASIEN-Final-DAFIS.pdf> [Accessed 20 March 2022].

Hustasoit, Enjelina 2019. “TUJUH LANGKAH MENUJU KESELAMATAN PASIEN


SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KUALITAS KESELAMATAN DI RUMAH SAKIT”

Anda mungkin juga menyukai