Kelompok A-16
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2021/2022
DAFTAR ISI
SKENARIO………………………………………………………………………………….. 3
KATA SULIT………………………………………………………………………………...
3
PERTANYAAN………………………………………………………………………………
3
JAWABAN……………………………………………………………………………………
4
HIPOTESIS…………………………………………………………………………………. 5
SASARAN BELAJAR……………………………………………………………………… 6
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………….
19
SKENARIO 1
BELAJAR DARI KESALAHAN
Seorang pria, 40 tahun datang ke praktek dokter umum dengan keluhan sesak. Pada
pemeriksaan ditemukan wheezing dan riwayat asma. Dokter kemudian memberikan terapi
nebulisasi dan injeksi iv dexametason 1 ampul. Dokter tidak memberikan instruksi yang jelas
sehingga perawat menyuntikkan obat yang lain yaitu metilprednisolon. Pasien tidak
mengalami efek samping dan sesaknya berkurang.
KATA SULIT
1. Wheezing: adalah bunyi kontinyu yang termasuk suara bersiul dengan nada tinggi akibat
udara yang mengalir melalui jalan nafas yang sempit (Dorland, 2002)
2. Nebulisasi: adalah tindakan pemberian obat-obatan melalui rute per inhalasi
menggunakan jet nebulizer/mesh nebulizer (PDPI, 2020)
3. Keselamatan pasien: adalah suatu sistem yang membuat asuhan pasien lebih aman dan
berfungsi untuk meminimalkan timbulnya resiko dan mencegah terjadinya cedera
(Permenkes, 2017)
PERTANYAAN
1. Apakah jenis kejadian atau insiden yang terjadi pada kasus skenario di atas?
2. Apa saja jenis kejadian yang memungkinkan terjadi yang dapat mengancam keselamatan
pasien?
3. Bagaiman standar untuk menjaga keselamatan pasien di rumah sakit?
4. Bagaimana upaya untuk menghindari kasus di atas?
5. Apa saja faktor yang dapat menimbulkan resiko error dalam medis?
6. Apa sanksi yang diberikan bila terjadi pelanggaran?
7. Apakah terdapat dasar hukum yang mengatur tentang keselamatan pasien?
8. Apa penyebab dari medical error pada skenario di atas?
JAWABAN
1. Termasuk kejadian tidak cedera karena pasien sudah terpapar oleh obat namun tidak
menimbulkan cedera.
2. Kejadian potensi cedera,Kejadian tidak cedera,kejadian nyaris cedera,kejadian tidak
diharapkan, dan kejadian sentinel (kejadian yang tidak diharapkan tetapi mengakibatkan
kematian).
3.
1. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien
2. Memimpin dan mendukung staff
3. Mengintegrasikan aktifitas pengelolaan resiko
4. Mengembangkan sistem pelaporan
5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien
7. Mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien
4. Berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh WHO yaitu nine solution of patience safety :
1. perhatikan nama obat
2. Identifikasi pasien
3. Komunikasi pada saat serah terima atau pemindahan pasien
4. lakukan tindakan dengan benar pada sisi tubuh yang benar
5. Pengendalian cairan elektrolit pekat / konsentrat
6. Pastikan akurasi pemberian obat pada saat pemindahan pasien
7. Hindari kesalahan pada pemasangan kateter dan salah dalam menyambung selang
atau tube
8. Gunakan alat injeksi sekali pakai
9. Tingkatkan kebersihan tangan atau hand hygiene untuk menghindari infeksi
5. Karena kurangnya pengalaman dari tenaga kesehatan,kurangnya mengkonfirmasi sebuah
informasi,informasi yang kurang adekuat antara tenaga kesehatan,karena tenaga kesehatan
yang mengalami stress atau sakit,kesalahan dalam komunikasi,dan prosedur yang buruk.
6. Bisa berupa teguran lisan,teguran tertulis,dan penundaan atau penangguhan perpanjangan
izin operasional.
7. Ada, yaitu permenkes nomor 1691 tahun 2011 dan permenkes nomor 11 2017 tentang
keselamatan pasien rumah sakit
8. Karena adanya komunikasi yang kurang efektif antara dokter dengan perawat.
HIPOTESIS
Keselamatan pasien merupakan suatu sistem yang membuat asuhan pasien lebih aman dan
berfungsi untuk meminimalkan timbulnya resiko dan mencegah terjadinya cedera. Jenis
keselamatan pasien terdiri dari Kejadian potensi cedera,Kejadian tidak cedera,kejadian nyaris
cedera,kejadian tidak diharapkan, dan kejadian sentinel. Penyebabnya dapat terjadi karena
adanya komunikasi yang kurang efektif antara dokter dengan perawat. Upaya untuk
menghindari Berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh WHO yaitu nine solution of
patience safety dan standar keselamatan pasien yang meliputi membangun kesadaran akan
nilai keselamatan pasien,memimpin dan mendukung staff ,dan mengintegrasikan aktifitas
pengelolaan resiko
SASARAN BELAJAR
1. MM Keselamatan Pasien
1.1 Latar belakang
keselamatan pasien adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih
aman yang meliput| asesmen resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan
dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar
dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi| untuk mencegah timbulnya
resiko cedera akibat kesalahan dalam tindakan medis (Permenkes, 2011).
1.2 Tujuan
Tujuan dari bidang keselamatan pasien adalah untuk meminimalkan kejadian buruk dan
menghilangkan kerusakan yang dapat dicegah dalam perawatan kesehatan.
Pengaturan keselamatan pasien bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan fasilitas,
pelayanan kesehatan melalui penerapan manajemen risiko dalam seluruh aspek pelayanan
yang disediakan oleh fasilitas pelayanan kesehatan.
· Pastikan ada kebijakan yang menyatakan apa yang harus dilakukan oleh staf apabila
terjadi insiden, bagaimana dilakukan investigasi dan dukungan apa yang harus diberikan
kepada pasien, keluarga, dan staf.
· Pastikan dalam kebijakan tersebut ada kejelasan tentang peran individu dan
akuntabilitasnya bila terjadi insiden.
· Pastika teman merasa mampu berbicara tentang pendapatnya dan membuat laporan
apabila terjadi insiden.
· Pastikan ada anggota eksekutif yang bertanggung jawab tentang keselamatan pasien.
· Tempatkan keselamatan pasien dalam agenda pertemuan pada tingkat manajemen dan
unit
· Masukkan keselamatan pasien dalam program pelatihan bagi staf dan pastikan ada
pengukuran terhadap efektifitas pelatihan tersebut.
· Tumbuhkan etos kerja dilingkungan tim sehingga staf merasa dihargai dan merasa
mampu berbicara apabila mereka berpendapat bahwa insiden bisa terjadi.
Sistem manajemen resiko akan membantu fasilitas pelayanan kesehatan mengelola insiden
secara efektif dan mencegah kejadian berulang kembali.sistem manajemen risiko harus
didukung oleh strategi manajemen risiko fasilitas pelayanan kesehatan yang mencakup
program asesmen risiko secara pro-aktif dan risk register.
· Pelajari kembali struktur dan proses untuk pengelolaan risiko klinis dan non klinis,
dan pastikan hal ini sudah terintegrasi dengan keselamatan pasien dan staf komplain dan
risiko keuangan serta lingkungan.
· Gunakan informasi yang diperoleh dari system pelaporan insiden dan asesmen risiko
unutk perbaikan pelayanan pasien secara pro-aktif.
· Lakukukan proses asesmen risiko secara regular untuk tiap jenis risiko dan lakukan
tindakan yang tepat untuk meminimalisasinya.
· Pastikan asesmen risiko yang ada di unit masuk kedalam proses asesmen risiko di
tingkat organisasi dan risk register.
System pelaporan sanagt vital di dalam pengumpulan informasi sebagai dasar analisa dan
penyampaian rekomendasi.
· Dorong kolega untuk aktif melaporkan insiden kesematan pasien baik yang sudah
terjadi maupun yang sudah dicegah tetapi bisa berdampak penting untuk pembelajaran.
Peran aktif dalam proses asuhannya harus diperkenalkan dan didorong. Pasien memainkan
peranan kunci dalam membantu penegakan diagnosa yang akurat, dalam memutuskan
tindakan pengobatan yang tepat, dalam memilih fasilitas yang aman dan berpengalaman, dan
dalam mengidentifikasi kejadian tidak diharapkan serta mengambil tindakan yang tepat.
Kembangkan cara komunikasi terbuka dan mendengarkan pasien.
· Pastikan pasien dan keluarganya mendapatkan informasi apabila terjadi insiden dan
pasien mengalami cedera sebagai akibatanya.
· Berikan dukungan kepada staf, lakukan pelatihan dan dorongan agar mereka mampu
melaksanakan keterbukaan kepada pasien dan keluarganya.
Untuk tingkat unit/ pelaksana :
· Pastikan pasien dan keluarganya memerima pernyataan *maaf* atau rasa keprihatinan
dan lakukan dengan cara terhormay dan simpatik.
Jika terjadi insiden keselamatan pasien, isu yang penting bukan siapa yang harus disalahkan
tetapi bagaiman dan mengapa insiden terjadi.
· Yakinkan staf yang sudah terlatih melakukan investigasi insiden secara tepat sehingga
bisa mengidentifikasi akar masalahnya.
· Identifikasi unit lain yang kemungkinan terkena dampak dan berbagilah proses
pembelajaran secara luas.
Pembelajaran lewat perubahan-perubahan didalam praktik, proses atau sistem. Untuk system
yang sangat komleks seperti fasilitas pelayanan kesehatan unutk mencapai hal-hal diatas
dibutuhkan perubahan budaya dan komitmen yang tinggi vagi seluruh staf dalam waktu yang
cukup lama.
· Gunakan informasi yang berasal dari system pelaporan insiden, asesmen risiko,
invstigasi insiden, audit, dan analisa unutk menetapkan solusi di fasilitas pelayana
kesehatan.
· Libatkan tim dalam pengembangan cara agar asuhan pasien lebih baik dan lebih
aman.
· Kaji ulang perubahan yang sudah dibuat dengan tim untuk memastikan
keberlanjutannya.
· Pastikan tim menerima feedback pada setiap followup dalam pelaporan insiden.
Kriteria:
1.1. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.
1.2. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan
1.3. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan secara jelas
dan benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil pelayanan,
pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya Kejadian
Tidak Diharapkan.
Kriteria :
3.1. Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien masuk,
pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan pengobatan, rujukan dan
saat pasien keluar dari rumah sakit.
3.2. Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan
kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga pada seluruh tahap
pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat berjalan baik dan lancar.
3.3. Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi untuk
memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan, pelayanan sosial,
konsultasi dan rujukan, pelayanan kesehatan primer dan tindak lanjut lainnya.
3.4. Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan sehingga
dapat tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman dan efektif
Kriteria :
4.1. Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang baik,
mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien, petugas
pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan faktor-faktor
lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan “Tujuh Langkah Menuju
Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.
4.2. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja yang antara lain
terkait dengan : pelaporan insiden, akreditasi, manajemen risiko, utilisasi, mutu
pelayanan, keuangan.
4.3. Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan semua
Kejadian Tidak Diharapkan, dan secara proaktif melakukan evaluasi satu proses kasus
risiko tinggi.
4.4. Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis
untuk menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar kinerja dan keselamatan
pasien terjamin.
Kriteria:
5.1. Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.
5.2. Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program
meminimalkan insiden, yang mencakup jenis-jenis kejadian yang memerlukan
perhatian, mulai dari “Kejadian Nyaris Cedera” (Near miss) sampai dengan “Kejadian
Tidak Diharapkan’ ( Adverse event).
5.3. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah
sakit terintegrasi dan berpartisipasi dalam program keselamatan pasien.
5.4. Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan kepada
pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian
informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.
5.5. Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden
termasuk penyediaan informasi yang benar dan jelas tentang Analisis Akar Masalah
(RCA) “Kejadian Nyaris Cedera” (Near miss) dan “Kejadian Sentinel’ pada saat
program keselamatan pasien mulai dilaksanakan.
5.6. Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden, misalnya
menangani “Kejadian Sentinel” (Sentinel Event) atau kegiatan proaktif untuk
memperkecil risiko, termasuk mekanisme untuk mendukung staf dalam kaitan dengan
“Kejadian Sentinel”.
5.7. Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar
pengelola pelayanan di dalam rumah sakit dengan pendekatan antar disiplin.
5.8. Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan
perbaikan kinerja rumah sakit dan perbaikan keselamatan pasien, termasuk evaluasi
berkala terhadap kecukupan sumber daya tersebut.
5.9. Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria
objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit dan
keselamatan pasien, termasuk rencana tindak lanjut dan implementasinya.
Kriteria:
6.1. Setiap rumah sakit harus memiliki program pendidikan, pelatihan dan orientasi
bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien sesuai dengan tugasnya masing-
masing.
6.2. Setiap rumah sakit harus mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap
kegiatan in-service training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan
insiden.
6.3. Setiap rumah sakit harus menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama
kelompok (teamwork) guna mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaboratif
dalam rangka melayani pasien.
Kriteria :
7.1. Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain prosesmanajemen
untuk memperoleh data dan informasi tentang halhal terkait dengan keselamatan
pasien.
7.2. Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi
manajemen informasi yang ada.
Faktor Penyebab
1. Tidak mengidentifikasi pasien dengan tepat
Kesalahan dalam mengidentifikasi pasien bisa terjadi pada pasien yang dalam keadaan
yang terbius/tersedasi, disorientasi, tidak sadar, bertukar tempat tidur / kamar / lokasi
di rumah sakit, adanya kelainan sensori, atau akibat situasi yang lain.
Tidak melakukan dua kali pengecekan dalam setiap kegiatan pelayanan ke pasien.
Pertama untuk identifikasi pasien sebagai individu yang akan menerima pelayanan
atau pengobatan dan kedua untuk kesesuaian pelayanan atau pengobatan terhadap
individu tersebut.
(proses identifikasi khususnya pada proses pengidentifikasian pasien ketika pemberian
obat, darah, atau produk dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis atau pemberian
pengobatan serta tindakan lain)
1) Pasien yang dirawat diidentifikasi dengan menggunakan gelang
identitas sedikitnya dua identitas pasien (nama, tanggal lahir atau
nomor rekam medik)
2) Pasien yang dirawat diidentifikasi dengan warna gelang yang ditentukan
dengan ketentuan biru untuk laki-laki dan merah muda untuk perempuan, merah
untuk pasien yang mengalami alergi dan kuning untuk pasien dengan risiko jatuh
(risiko jatuh telah diskoring dengan menggunakan protap penilaian skor jatuh yang
sudah ada)
3) Pasien yang dirawat diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau
produk darah.
4) Pasien yang dirawat diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen
lain untuk pemeriksaan klinis.
5) Pasien yang dirawat diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan
tindakan/prosedur.