Anda di halaman 1dari 22

LI 1.

Menjelaskan dan Memahami Articulatio Coxae dan Femur


LO 1.1 Makroskopis Articulatio Coxae dan Femur
Articulatio coxae berada diantara caput femoris dan acetabulum.Jenis sendinya berupa
Enarthrosis Spheroidea. Penguat dari sendi tersebut adalah tulang rawan pada facies lunata.
Articulatio ini dibungkus oleh capsula articularis yang terdiri dari jaringan ikat fibrosa. Ia
berjalan dari pinggir acetabulum menyebar ke latero-inferior mengelilingi collum femoris dan
akhirnya melekat pada linea intertrochanterica bagian depan dan pertengahan bagian posterior
collum femoris (11 jari diatas crista intertrhrocanterica). Bagian lateral dan distal colum femoris
adalah di luar capsula articularis. Ligamen- ligamen pada sendi ini ialah:
1) Ligamentum iliofemorale yang berfungsi mempertahankan art. Coxae tetap
ekstensi, menghambat rotasi femur, mencegah batang badan berputar ke
belakang pada waktu berdiri sehingga mengurangi kebutuhan kontraksi otot
untuk mempertahankan posisi tegak.
2) Ligamentum ischiofemorale yang berfungsi mencegah rotasi interna.
3) Ligamentum pubofemorale berfungsi mencegah abduksi, ekstensi, dan rotasi
externa. Selain itu diperkuat juga oleh Ligamentum transversum acetabuli dan
Ligamentum capitisfemoris. Bagian bolong disebut zona orbicularis.
Gerakan pada pinggul sangatlah luas, terdiri dari fleksi, ekstensi, adduksi, abduksi, sirkumdiksi,
dan rotasi. Panjang leher femur dan tubuh tulang tersebut memiliki efek besar dalam mengubah
sudut gerakan fleksi, ekstensi, adduksi, dan abduksi sebagian ke dalam gerakan berputar di sendi.
Jadi ketika paha melakukan fleksi maupun ekstensi, kepala femur, berputar di dalam acetabulum
hanya dengan sedikit meluncur ke sana kemari. Kemiringan dari leher femur juga mempengaruhi
gerakan adduksi dan abduksi. Sedangkan rotasi pada paha terjadi karena adanya gerakan
meluncur / gliding dari kepala femur terhadap acetabulum.


Pada femur atau tulang paha terdiri dari bagian kepala dan leher pada bagian proksimal
dan dua condylus pada bagian distal. Kepala tulang paha akan membentuk sendi pada pinggul.
Bagian proksimal lainnya yaitu trochanter major dan trochanter minor menjadi tempat perlekatan
2

otot.Pada bagian proksimal posterior terdapat tuberositas glutea yakni permukaan kasar tempat
melekatnya otot gluteus maximus.Di dekatnya terdapat bagian linea aspera, tempat melekatnya
otot biceps femoris. Salah satu fungsi penting kepala tulang paha adalah tempat produksi sel
darah merah pada sumsum tulangnya. Pada ujung distal tulang paha terdapat condylus yang akan
membuat sendi condylar bersama lutut.Terdapat dua condylus yakni condylus medialis dan
condylus lateralis. Di antara kedua condylus terdapat jeda yang disebut fossa intercondylaris.












3














Vaskularisasi:
1. Pembuluh darah yang melewati colum femoris bersama dengan retinacula kapsularis dan
memasuki caput melalui foramina besar pada basis caput. Pembuluh darah ini berasal
dari cabang a. sirkumfleksa femoralis melalu anastomiss dengan a cruciate dan a
trochanterica. Pada orang dewasa ini merupakan sumber pasokan darah terpenting.
2. Pembuluh darah dalam lig teres yang memasuki caput melaluli foramina kecil pada
fovea. Pembuluh ini berasal dari cabang a. obturatoria.
3. Melalui diafisis dari pembuluh darah femoralis nutrisia.
LO 1.2 Mikroskopis Articulatio Coxae dan Femur
Tulang adalah jaringan yang tersusun oleh sel dan didominasi oleh matrix kolagen
ekstraselular (type I collagen) yang disebut osteoid. Osteoid ini termineralisasi oleh deposit
kalsium hydroxyapatite, sehingga tulang menjadi kaku dan kuat. Secara histologis tulang
dibedakan menjadi 2 komponen utama. Kedua jenis ini memiliki komponen yang sama, tetapi
tulang primer mempunyai serabut-serabut kolagen yang tersusun secara acak, sedang tulang
sekunder tersusun secara teratur.



1. Tulang muda atau tulang primer

Dalam pembentukan tulang atau juga dalam proses penyembuhan kerusakan
tulang, maka tulang yang tumbuh tersebut bersifat muda atau tulang primer yang
4

bersifat sementara karena nantinya akan diganti dengan tulang sekunder

2. Tulang dewasa atau tulang sekunder

Jenis ini biasa terdapat pada kerangka orang dewasa. Dikenal juga sebagai
lamellar bone karena jaringan tulang sekunder terdiri dari ikatan paralel kolagen
yang tersusun dalam lembaran-lembaran lamella. Ciri khasnya : serabut-serabut
kolagen yang tersusun dalam lamellae (lapisan) setebal 3-7m yang sejajar satu
sama lain dan melingkari konsentris saluran di tengah yang dinamakan Canalis
Haversi. Dalam Canalis Haversi ini berjalan pembuluh darah, serabut saraf dan
diisi oleh jaringan pengikat longgar.Keseluruhan struktur konsentris ini dinamai
Systema Havers atau osteon. Sel-sel tulang yang dinamakan osteosit berada di
antara lamellae atau kadang-kadang di dalam lamella.Di dalam setiap lamella,
serabut-serabut kolagen berjalan sejajar secara spiral meliliti sumbu osteon, tetapi
serabut-serabut kolagen yang berada dalam lamellae di dekatnya arahnya
menyilang.Di antara masing-masing osteon seringkali terdapat substansi amorf
yang merupakan bahan perekat.

Susunan lamellae dalam diaphysis mempunyai pola sebagai berikut:

* Tersusun konsentris membentuk osteon.

* Lamellae yang tidak tersusun konsentris membentuk systema interstitialis.

* Lamellae yang malingkari pada permukaan luar membentuk lamellae
circumferentialis externa.

* Lamellae yang melingkari pada permukaan dalam membentuk lamellae
circumferentialis interna.



Gambar C. Histologi tulang


PERIOSTEUM
Bagian luar tulang diselubungi oleh jaringan pengikat pada fibrosa yang mengandung sedikit sel.
Pembuluh darah yang terdapat di bagian periosteum luar akan bercabang-cabang dan menembus
ke bagian dalam periosteum yang selanjutnya samapai ke dalam Canalis Volkmanni. Bagian
5

dalam periosteum ini disebut pula lapisan osteogenik karena memiliki potensi membentuk
tulang. Oleh karena itu lapisan osteogenik sangat penting dalam proses penyembuhan tulang.
Periosteum dapat melekat pada jaringan tulang karena :

* pembuluh-pembuluh darah yang masuk ke dalam tulang.

* terdapat serabut Sharpey ( serat kolagen ) yang masuk ke dalam tulang.

* terdapat serabut elastis yang tidak sebanyak serabut Sharpey.


KOMPONEN JARINGAN TULANG

Sepertinya halnya jaringan pengikat pada umumnya, jaringan tulang juga terdiri atas unsur-
unsur: sel, substansi dasar, dan komponen fibriler. Dalam jaringan tulang yang sedang tumbuh,
dibedakan atas 4 macam sel :

1. Osteoblas

Berguna untuk pembentukan matriks tulang. Selnya berbentuk kuboid atau silindris pendek,
dengan inti terdapat pada bagian puncak sel. Sitoplasma tampak basofil karena banyak
mengandung ribonukleoprotein yang menandakan aktif mensintesis protein.

2.Osteosit

Merupakan komponen sel utama dalam jaringan tulang. Pada sediaan gosok terlihat bahwa
bentuk osteosit yang gepeng mempunyai tonjolan-tonjolan yang bercabang-cabang.Bentuk ini
dapat diduga dari bentuk lacuna yang ditempati oleh osteosit bersama tonjolan-tonjolannya
dalam canaliculi.Osteosit yang terlepas dari lacunanya akan mempunyai kemampuan menjadi sel
osteoprogenitor yang pada gilirannya tentu saja dapat berubah menjadi osteosit lagi atau
osteoklas.

3. Osteoklas

Selmultinukleat raksasa dengan ukuran berkisar antara 20 m-100m dengan inti sampai
mencapai 50 buah. Pada proses persiapan dekalsifikasi, osteoklas menyusut dan memisahkan diri
dari permukaan tulang. Resorpsi osteoklatik berperan pada proses remodeling tulang sebagai
respon dari pertumbuhan atau perubahan tekanan mekanikal pada tulang. Osteoklas juga
berpartisipasi pada pemeliharaan homeostasis darah jangka panjang.

4.Osteoprogenitor
Sel tulang jenis ini bersifat osteogenik, karena itu dinamakan sel osteogenik. Sel-sel tersebut
berada pada permukaan jaringan tulang pada periosteum bagian dalam dan juga endosteum.
Selama pertumbuhan tulang, sel-sel ini akan membelah diri dan mnghasilkan sel osteoblas yang
kemudian akan akan membentuk tulang. Sebaliknya pada permukaan dalam dari jaringan tulang
tempat terjadinya pengikisan jaringan tulang, sel-sel osteogenik menghasilkan osteoklas.
6

Sel sel osteogenik selain dapat memberikan osteoblas juga berdiferensiasi menjadi khondroblas
yang selanjutnya menjadi sel cartilago. Kejadian ini, misalnya, dapat diamati pada proses
penyembuhan patah tulang.


Gambar D. Histologi tulang

LO 1.3 Kinesiologi Articulatio Coxae dan Femur
Articulatio coxae

Tulang : antara caput femoris dan acetabulum
Jenis sendi : enarthrosis spheroidea
Penguat sendi : terdapat tulang rawan pada facies lunata
Capsula articularis : membentang dari lingkar acetabulum ke linea intertrochanterica
dan crista intertrochanterica.
Gerak sendi :
1. Fleksi : M. Iliopsoas, M. Pectineus, M. Rectus femoris, M. Adductor longus,
M. Adductor brevis, M. Adductor magnus pars anterior tensor fascia
lata
2. Ekstens : M. Gluteus maximus, M. Semitendinosus, M. Semimembranosus, M.
Biceps femoris caput longum, M. Adductor magnus pars posterior
3. Abduksi : M. Gluteus medius, M. Gluteus minimus, M. Piriformis, M. Sartorius,
M. Tensor fascia lata
4. Adduksi : M. Adductor magnus, M. Adductor longus, M. Adductor brevis, M.
Gracilis, M. Pectineus, M. Obturator externus, M. Quadratus femoris
5. Rotasi medialis : M. Gluteus medius, M. Gluteus minimus, M. Tensor fascia lata, M.
Adductor magnus pars posterior
6. Rotasi lateralis : M. Piriformis, M. Obturator internus, Mm. Gamelli, M. Obturator
externus, M. Quadratus femoris, M. Gluteus maximus dan Mm.
Adductores.
Otot-otot dorsal paha
7

Otot (Persarafan) Origo Insertio Fungsi
M. biceps femoris
Caput longum: n.
ischiadicus, bagian
tibial (plexus sacralis)
Caput breve: n.
ischiadicus, bagian
fibula (plexus sacralis)
Caput longum:
bersendi ganda
Caput breve: bersendi
tunggal
Caput longum:
tuber
ischiadicus
(bersatu dengan
m.
semitendinosus)
Caput breve:
labium laterale
dari linea aspera
(1/3 bagian
tengah)
Caput fibulae
(memisahkan lig.
Collateral fibulare),
menyebar ke dalam
fascia cruris
Sendi panggul:
ekstensi. Adduksi,
rotasi lateral
Sendi lutut: fleksi,
rotasi lateral
M. semitendinosus
(n. ischiadicus, bagian tibial-
plexus sacralis)
Tuber ischiadicus
(bersatu dengan caput
longum musculi
bicipitis femoris)
Tuberositas tibiae
(permukaan media)
Sendi panggul:
ekstensi, rotasi
medial, adduksi
Sendi lutut: fleksi,
rotasi medial
M. semimembranosus
(n. ischiadicus, bagian tibial-
plexus sacralis)
Tuber ischiadicus Proximal ujung tibia
(sebelah bawah
condylus medialis),
kapsul belakang
sendi lutut, lig.
Popliteum obliquum,
fascia m. popliteus.
Insertion bercabang
3 dari m.
semimembranosus.
Sendi panggul:
ekstensi, adduksi,
rotasi medial
Sendi lutut: fleksi,
rotasi media

Articulatio ini dibungkus oleh capusula articularis yang terdiri dari jaringan ikat fibrosa.
Capsula articularis ini berjalan dari pinggir acetabulum Os. Coxae menyebar ke latero-inferior
mengelilingi colum femoris untuk melekat pada linea trochanterica bagian depan dan meliputi
pertengahan bagian posterior colum femoris kira kira sebesar jari diatas crista intertrochanterica.
Oleh karena itu bagian lateral dan distal belakang colum femoris adalah diluar capsula
articularis. Sehubungan dengan itu fraktur colum femoris dapat extracapsular (diluar scapula)
dan dapat pula intracapsular (diantara scapula).



LI 2. Menjelaskan dan Memahami Fraktur Tulang
LO 2.1 Definisi Fraktur Tulang
8

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jarongan tulang dan atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh rudapaksa. (Kapita Selekta Kedokteran; 2000)
LO 2.2 Kalsifikasi Fraktur Tulang
Fraktur dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Berdasarkan hubungan dengan udara bebas
1. Fraktur tertutup: tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar atau
bagian eksternal tubuh.
2. Fraktur terbuka: terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena
adanya perlukaan di kulit. Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 derajat, yaitu :

Derajat Luka Fraktur
I < 2 cm, Keruskan jaringan lunak sedikit,
tidak ada tanda luka remuk. Kontaminasi
minimal
Sederhana, dislokasi ringan
minimal
II > 2 cm , kontusi oto di sekitarnya Dislokasi fragmen jelas
III Luka lebar, hilangnya jaringan
disekitarnya
Kominutif, segmental,
fragmen tulang ada yang
hilang

b. Komplit dan tidak komplit
1. Fraktur complete : bila garis patah melalui seluruh penampang tulang
atau melalui kedua korteks tulang.
2. Fraktur incomplete : bila garis patah tidak melalui seluruh penampang
tulang
3. Hairline fracture : patah retak rambut
4. Buckle fracture/ Torus fracture : bila terjadi lipatan dari korteks dengan kompresi
tulang spongiosa di bawahnya. Biasanya pada distal
radius anak-anak.












5. Greenstick fracture : fraktur tidak sempurna, korteks tulangnya sebagian
masih utuh, demikian juga periosteumnya. Sering
terjadi pada anak-anak. Fraktur ini akan segera
9

sembuh dan segera mengalami remodelling ke
bentuk fungsi normal.


c. Sudut patah
1. Fraktur transversal : garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang
tulang. Pada fraktur semacam ini, segmen-segmen
tulang yang patah direposisi/ direduksi kembali ke
tempatnya semula.
2. Farktur oblik : garis patahnya membentuk sudut. Fraktur ini tidak
stabil dan sulit diperbaiki.
3. Fraktur spira : akibat trauma rotasi. Garis patah tulang membentuk
spiral. Fraktur cenderung cepat sembuh.
d. Jumlah garis patah
1. Fraktur kominutif : garis patah lebih dari 1 dan saling berhubungan.
2. Fraktur segmental : garis patah lebih dari 1 tetapi tidak saling
berhubungan.
3. Fraktur multiple : garis patah lebih dari 1 tetapi pada tulang yang
berlainan.
e. Trauma
1. Fraktur kompresi : 2 tulang menumbuk tulang ke-3 yang berada
diantaranya.
2. Fraktur avulse : trauma tarikan, suatu fragmen tulang pada tempat
insersi tendon ataupun ligamen.
3. Fraktur spiral


f. Bergeser dan tidak bergeser
1. Fraktur undisplaced : garis patah komplit tetapi ke-2 fragmen tidak
bergeser, periosteumnya masih utuh.
10

2. Fraktur displaced : terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur yang
juga disebut lokasi fragmen. Terbagi atas:
- Dislokasi ad longitudinal cum contractionum: pergeseran searah sumbu dan
overlapping.
- Dislokasi ad axim: pergeseran yang membentuk sudut.
- Dislokasi ad latus: pergeseran di mana kedua fragmen saling menjauh.

LI 3. Menjelaskan dan Memahami Fraktur Femur
LO 3.1 Definisi Fraktur Femur
Fraktur femur adalah Rusaknya kontinuitas tulang pangkal yang dapat disebabkan oleh
trauma langsung, trauma tidak langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti
degenerasi tulang/osteoporosis.
LO 3.2 Etiologi Fraktur Femur
a. Trauma langsung : benturan pada tulang mengakibatkan fraktur ditempat tersebut,
misalnya penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah
trochanter mayor langsung terbentur dengan benda keras.
b. Trauma tidak langsung : tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari area
benturan, misalnya disebabkan oleh gerakan eksorotasi yang
mendadak dari tungkai bawah.Karena kepala femur terikat kuat
dengan ligamen didalam asetabulum oleh ligamen iliofemoral dan
kapsul sendi,mengakibatkan fraktur di daerah kolum femur.

c. Fraktur patologis : fraktur yang disebabkan trauma yamg minimal atau tanpa trauma.
Contoh fraktur patologis: Osteoporosis, infeksi tulang dan tumor
tulang. Fraktur kolum femur sering tejadi pada wanita yang
disebabkan oleh kerapuhan tulangakibat kombinasi proses penuaan
dan osteoporosis pasca menopause. Fraktur dapat berupa fraktur
subkapital, transervikal dan basal, yang kesemuannya terletak
didalam simpai sendi panggul atau intrakapsular, fraktur
intertrochanter dan sub trochanter terletak ekstra kapsuler.
d. Adanya tekanan varus atau valgus




LO 3.3 Klasifikasi Fraktur Femur
Klasifikasi fraktur femur berdasarkan:
11

Lokasi anatomi,dibagi menjadi:
Fraktur intrakapsular, fraktur ini terjadi di kapsul sendi pinggul
a. Fraktur kapital : fraktur pada kaput femur
b. Fraktur subkapital : fraktur yang terletak di bawah kaput femur
c. Fraktur transervikal : fraktur pada kolum femur
Fraktur ekstrakapsular, fraktur yang terjadi di luar kapsul sendi pinggul
a. Fraktur sepanjang trokanter mayor dan minor
b. Fraktur intertrokanter
c. Fraktur subtrokanter
Klasifikasi fraktur femur dapat dibagi dalam :
a. FRAKTUR COLLUM FEMUR:
Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu misalnya penderita jatuh
dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor langsung terbentur dengan benda keras
(jalanan) ataupun disebabkan oleh trauma tidak langsung yaitu karena gerakan exorotasi yang
mendadak dari tungkai bawah, dibagi dalam :
Fraktur intrakapsuler (Fraktur collum femur)
Fraktur extrakapsuler (Fraktur intertrochanter femur)
b. FRAKTUR SUBTROCHANTER FEMUR
Ialah fraktur dimana garis patahnya berada 5 cm distal dari trochanter minor, dibagi dalam
beberapa klasifikasi tetapi yang lebih sederhana dan mudah dipahami adalah klasifikasi Fielding
& Magliato, yaitu :
tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trochanter minor
tipe 2 : garis patah berada 1 -2 inch di bawah dari batas atas trochanter minor
tipe 3 : garis patah berada 2 -3 inch di distal dari batas atas trochanterminor
c. FRAKTUR BATANG FEMUR (dewasa)
Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat kecelakaan lalu lintas
dikota kota besar atau jatuh dari ketinggian, patah pada daerah ini dapat menimbulkan
perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam shock, salah satu
klasifikasi fraktur batang femur dibagi berdasarkan adanya luka yang berhubungan dengan
daerah yang patah. Dibagi menjadi :
- tertutup
- terbuka, ketentuan fraktur femur terbuka bila terdapat hubungan antara tulang patah dengan
dunia luar dibagi dalam tiga derajat, yaitu ;
12

Derajat I : Bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul luka kecil, biasanya diakibatkan
tusukan fragmen tulang dari dalam menembus keluar.
Derajat II : Lukanya lebih besar (>1cm) luka ini disebabkan karena benturan dari luar.
Derajat III : Lukanya lebih luas dari derajat II, lebih kotor, jaringan lunak banyak yang ikut
rusak (otot, saraf, pembuluh darah)
d. FRAKTUR BATANG FEMUR (anak anak)
e. FRAKTUR SUPRACONDYLER FEMUR
Fraktur supracondyler fragment bagian distal selalu terjadi dislokasi ke posterior, hal ini
biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari otot otot gastrocnemius, biasanya fraktur
supracondyler ini disebabkan oleh trauma langsung karena kecepatan tinggi sehingga terjadi
gaya axial dan stress valgus atau varus dan disertai gaya rotasi.
f. FRAKTUR INTERCONDYLAIR
Biasanya fraktur intercondular diikuti oleh fraktur supracondular, sehingga umumnya terjadi
bentuk T fraktur atau Y fraktur.
g. FRAKTUR CONDYLER FEMUR
Mekanisme traumanya biasa kombinasi dari gaya hiperabduksi dan adduksi disertai dengan
tekanan pada sumbu femur keatas.
LO 3.4 Manifestasi Klinis Fraktur Femur
a. Tampak pembengkakan di femur
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma
danperdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam
ataubeberapa hari setelah cedera

b. Nyeri tekan dan sakit ketika digerakkan
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai
fragmen tulang diimobilisasi.Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancanguntuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.

c. Deformitas
Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada eksremitas.Deformitas dapatdi
ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang
tempat melekatnya obat.

d. Krepitasi
13

Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang.
Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya.

e. Fungsileosa (gangguan fungsi)
f. Spasme otot
g. Tanda dan gejala lain:

1) Kehilangan sensori
2) Mobilitas yang abnormal
3) Hypovolemik shock

LO 3.5 Patofisiologi Fraktur Femur
Ketika sebuah tekanan mengenai tulang dan kekuatan tersebut tidak dapat
diabsorbsi oleh tulang, tendon dan otot maka terjadi fraktur. Pada saat tulang fraktur
periosteum dan pembuluh darah di kortex, sumsum tulang dan jaringan lunak sekitar menjadi
rusak.Perdarahan terjadi dari ujung yang rusak dan dari jaringan lunak sekitar
(otot).Kemudian hematom terbentuk dalam medullary canal, antara ujung daerah fraktur dan
dibawah periosteum.Jaringan tulang dengan segera mendekatkan kepada daerah tulang
yang mati. Jaringan nekrotik ini menstimulasi respon imflmasi ditandai dengan vaso
dilatasi, eksudasi plasma, lekositosis dan infiltrasi dari sel darah putih kemudian
mengakibatkan penekanan saraf dan otot yang dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman, nyeri
pada seseorang dan juga terjadinya spasme otot yang dapat menimbulkan kontraktur sehingga
akan menimbulkan gangguan mobilitas fisik dan gangguan integritas pada kulit.
LO 3.6 Diagnosis Fraktur Collum Femur
1. Anamnesis
Data biografi, Riwayat kesehatan masa lalu, Riwayat kesehatan sekarang, Riwayat
kesehatan keluarga, Riwayat psikososial (interaksi dengan keluarga), Pola kebersihan
sehari- hari, Aktifitas, Sirkulasi darah, Neurosensori (kebas, kesemuran, tegang), Rasa
Nyeri/ kenyamanan


3.6 Diagnosis dan diagnosis banding
Anamnesis : pada penderita didapatkan riwayat trauma ataupun cedera dengan keluhan bagian
dari tungkai tidak dapat digerakkan
Pemeriksaan fisik :
- Look : Pembengkakan, memar dan deformitas (penonjolan yang abnormal, angulasi, rotasi,
pemendekan) mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang penting adalah apakah kulit itu utuh; kalau
kulit robek dan luka memiliki hubungan dengan fraktur, cedera terbuka
14

- Feel : Terdapat nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga memeriksa bagian distal dari fraktur
untuk merasakan nadi dan untuk menguji sensasi. Cedera pembuluh darah adalah keadaan
darurat yang memerlukan pembedahan
- Movement :Krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih penting untuk
menanyakan apakah pasien dapat menggerakan sendi sendi dibagian distal cedera.
Pemeriksaan penunjang :
1. Pemeriksaan radiologis (rontgen), pada daerah yang dicurigai fraktur, harus mengikuti aturan
role of two, yang terdiri dari :
Mencakup dua gambaran yaitu anteroposterior (AP) dan lateral.
Memuat dua sendi antara fraktur yaitu bagian proximal dan distal.
Memuat dua extremitas (terutama pada anak-anak) baik yang cidera maupun yang tidak
terkena cedera (untuk membandingkan dengan yang normal)
Dilakukan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan.

Foto Rontgen
Pada proyeksi AP kadang tidak jelas ditemukan adanya fraktur pada kasus yang
impacted, untuk ini diperlukan pemerikasaan tambahan proyeksi axial. Pergeseran dinilai melalui
bentuk bayangan tulang yang abnormal dan tingkat ketidakcocokan garis trabekular pada kaput
femoris dan ujung leher femur. Penilaian ini penting karena fraktur yang terimpaksi atau tidak
bergeser (stadium I dan II Garden ) dapat membaik setelah fiksasi internal, sementara fraktur
yang bergeser sering mengalami non union dan nekrosis avaskular.
Radiografi foto polos secara tradisional telah digunakan sebagai langkah pertama dalam
pemeriksaan pada fraktur tulang pinggul. Tujuan utama dari film x-ray untuk menyingkirkan
setiap patah tulang yang jelas dan untuk menentukan lokasi dan luasnya fraktur. Adanya
pembentukan tulang periosteal, sclerosis, kalus, atau garis fraktur dapat menunjukkan tegangan
fraktur.Radiografi mungkin menunjukkan garis fraktur pada bagian leher femur, yang merupakan
lokasi untuk jenis fraktur.Fraktur harus dibedakan dari patah tulang kompresi, yang menurut
Devas dan Fullerton dan Snowdy, biasanya terletak pada bagian inferior leher femoralis. Jika
tidak terlihat di film x-ray standar, bone scan atau Magnetic Resonance Imaging (MRI) harus
dilakukan.


15

Bone Scanning
Bone scanning dapat membantu menentukan adanya fraktur, tumor, atau infeksi.Bone
scan adalah indikator yang paling sensitif dari trauma tulang, tetapi mereka memiliki kekhususan
yang sedikit. Shin dkk. melaporkan bahwa bone scanning memiliki prediksi nilai positif 68%.
Bone scanning dibatasi oleh resolusi spasial relatif dari anatomi pinggul. Di masa lalu,
bone scanning dianggap dapat diandalkan sebelum 48-72 jam setelah patah tulang, tetapi sebuah
penelitian yang dilakukan oleh Hold dkk menemukan sensitivitas 93%, terlepas dari saat cedera.

Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI telah terbukti akurat dalam penilaian fraktur dan andal dilakukan dalam waktu 24
jam dari cedera, namun pemeriksaan ini mahal. Dengan MRI, fraktur biasanya muncul sebagai
garis fraktur di korteks dikelilingi oleh zona edema intens dalam rongga meduler. Dalam sebuah
studi oleh Quinn dan McCarthy, temuan pada MRI 100% sensitif pada pasien dengan hasil foto
rontgen yang kurang terlihat.MRI dapat menunjukkan hasil yang 100% sensitif, spesifik dan
akurat dalam mengidentifikasi fraktur collum femur.
2. Pemeriksaan laboratorium, meliputi:
Darah rutin,
Faktor pembekuan darah,
Golongan darah (terutama jika akan dilakukan tindakan operasi),
Urinalisa,
Kreatinin (trauma otot dapat meningkatkan beban kreatinin untuk kliren ginjal).

3. Pemeriksaan arteriografi
Dilakukan jika dicurigai telah terjadi kerusakan vaskuler akibat fraktur tersebut.

Diagnosis Banding Fraktur Femur
a. Osteitis Pubis
Peradangan dari simfisis pubis - sendi dari dua tulang panggul besar di bagian
depan panggul.


b. SlippedCapital Femoral Epiphysis
Patah tulang yang melewati fisis (plat tembat tumbuh pada tulang), yang
menyebabkan selipan terjadi diatas epifisis.
16




c. Snapping Hip Syndrome
Kondisi medis yang ditandai oleh sensasi gertakan terasa saat pinggul yang
tertekuk dan diperpanjang. Hal ini dapat disertai oleh gertakan terdengar atau muncul
kebisingan dan rasa sakit atau ketidaknyamanan.Dinamakan demikian karena suara
retak yang berbeda yang berasal dari seluruh daerah pinggul ketika sendi melewati
dari yang tertekuk untuk menjadi diperpanjang. Secara medis dikenal sebagai
iliopsoas tendinitis, mereka sering terkena adalah atlet, seperti angkat besi, pesenam,
pelari dan penari balet, yang secara rutin menerapkan kekuatan yang berlebihan atau
melakukan gerakan sulit yang melibatkan sendi panggul.

LO 3.7 Penatalaksanaan Fraktur Femur
Penatalaksanaan fraktur adalah sebagai berikut:
Penatalaksanaan umum
1. Fraktur biasanya menyertai trauma, penting terhadap pemeriksaan airway,breathing and
sirculation
2. Bila tak ada masalah lagi, lakukan anamnesa, dan pemeriksaan secara terperinci
3. Waktu terjadinya kecelakaan penting ditanyaakan untuk mengetahui berapa lama sampai
di RS, mengingat golden period (1-6 jam)
4. Bila > 6 jam, komplikasi infeksi semakin >, anamnesis dan pemeriksaan fisik secara
singkat, lengkap.
5. Lakukan foto radiologi, pemesangan bidai untuk menurunkan rasa sakit, dan
memepermudah proses pembutan foto.

Penatalaksaan Kedaruratan
1. Segera setelah cedera, bila dicurigai adanya fraktur, penting untuk mengimobilisasi
bagian tubuh segera sebelum dipindahkan.
2. Bila pasien cedera harus dipindahkan dari keadaan sebelum dapat dilakukan pembidaian,
ekstermitas harus dijaga angulasi, gerakan fragmen fraktur dapat menyebakan nyeri,
kerusakan jaringan lunak dan perdarahan lanjut.
3. Peredaran di distal cedera harus dikaji untuk menentukan kecukupan nutrisi.
17

4. Pada fraktur terbuka, tutup dengan kasa steril untuk mencegah infeksi yang terjadi.
5. Pada bagian gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap. Pada sisi cedera ,
ekstermitas sebisa mungkin dijaga jangan sampai digerakkan untuk mencegah
kerusakaan lebih lanjut

Penatalaksanaan lanjut

Ada beberapa prinsip dasar yang harus dipertimbangkan pada saat menangani fraktur :
1) Rekognisi
Pengenalan riwayat kecelakaan, patah atau tidak, menentukan perkiraan yang
patah, kebutuhan pemeriksaan yang spesifik, kelainan bentuk tulang dan
ketidakstabilan, tindakan apa yang harus cepat dilakukan misalnya pemasangan
bidai.
2) Reduksi
Usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen tulang yang patah sedapat
mungkin kembali seperti letak asalnya.
Cara penanganan secara reduksi :
a. Pemasangan gips
Untuk mempertahankan posisi fragmen tulang yang fraktur.
b. Reduksi tertutup (closed reduction external fixation)
Menggunakan gips sebagai fiksasi eksternal untuk memper-tahankan posisi
tulang dengan alat-alat : skrup, plate, pen, kawat, paku yang dipasang di sisi
maupun di dalam tulang. Alat ini diangkut kembali setelah 1-12 bulan
dengan pembedahan.
3) Debridemen
Untuk mempertahankan/memperbaiki keadaan jaringan lunak sekitar fraktur
pada keadaan luka sangat parah dan tidak beraturan.
4) Rehabilitasi
Memulihkan kembali fragmen-fragmen tulang yang patah untuk
mengembalikan fungsi normal.
5) Perlu dilakukan mobilisasi Kemandirian bertahap.

Proses penyembuhan tulang sebagai berikut:
1. Tahap Inflamasi.
Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya
pembengkakan dan nyeri.Terjadi perdarahan dalam jaringan yang cidera dan
pembentukan hematoma di tempat patah tulang.Ujung fragmen tulang mengalami
devitalisasi karena terputusnya pasokan darah. Tempat cidera kemudian akan diinvasi
oleh magrofag (sel darah putih besar), yang akan membersihkan daerah tersebut. Terjadi
inflamasi, pembengkakan dan nyeri.

2. Tahap Proliferasi Sel.
Kira-kira 5 hari hematom akan mengalami organisasi, terbentuk benang-benang fibrin
dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi, dan invasi fibroblast
dan osteoblast. Fibroblast dan osteoklast (berkembang dari osteosit, sel endotel, dan sel
18

periosteum) akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada
patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrus dan tulang rawan (osteoid).Dari
periosteum, tampak pertumbuhan melingkar.Kalus tulang rawan tersebut dirangsang
oleh gerakan mikro minimal pada tempat patah tulang. Tetapi gerakan yang berlebihan
akan merusak sruktur kalus. Tulang yang sedang aktif tumbuh menunjukkan potensial
elektronegatif.

3. Tahap Pembentukan Kalus

Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain
sampai celah sudah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan
jaringan fibrus, tulang rawan, dan tulang serat matur.Bentuk kalus dan volume
dibutuhkan untuk menghubungkan defek secara langsung berhubungan dengan jumlah
kerusakan dan pergeseran tulang.Perlu waktu tiga sampai empat minggu agar fragmen
tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrus.Secara klinis fargmen tulang
tidak bisa lagi digerakkan.

4. Tahap Osifikasi

Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam dua sampai tiga minggu patah
tulang, melalui proses penulangan endokondral. Patah tulang panjang orang dewasa
normal, penulangan memerlukan waktu tiga sampai empat bulan.Mineral terus menerus
ditimbun sampai tulang benar-benar telah bersatu dengan keras.Permukaan kalus tetap
bersifat elektronegatif.

5. Tahap Menjadi Tulang Dewasa (Remodeling)

Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan mati dan
reorganisasi tulang baru ke susunan struktural sebelumnya. Remodeling memerlukan
waktu berbulan-bulan sampai bertahun tahun tergantung beratnya modifikasi tulang
yang dibutuhkan, fungsi tulang, dan pada kasus yang melibatkan tulang kompak dan
kanselus stres fungsional pada tulang. Tulang kanselus mengalami penyembuhan
dan remodeling lebih cepat daripada tulang kortikal kompak, khususnya pada titik kontak
langsung.Selama pertumbuhan memanjang tulang, maka daerah metafisis mengalami
remodeling (pembentukan) dan pada saat yang bersamaan epifisis menjauhi batang tulang
secara progresif. Remodeling tulang terjadi sebagai hasil proses antara deposisi dan
resorpsi osteoblastik tulang secara bersamaan. Proses remodeling tulang berlangsung
sepanjang hidup, dimana pada anak-anak dalam masa pertumbuhan terjadi keseimbangan
(balance) yang positif, sedangkan pada orang dewasa terjadi keseimbangan yang
negative. Remodeling juga terjadi setelah penyembuhan suatu fraktur.
LO 3.8 Pencegahan Fraktur Collum Femur
1) Mencegah jatuh
2) Mendapatkan cukup kalsium dan vitamin D setiap hari.
3) Berjalan, naik tangga, angkat beban, atau menari setiap hari.
19

4) konsultasi dengan dokter Anda tentang memiliki kepadatan mineral tulang
(BMD) tes (menditeksi osteoporosis secara dini)
5) Memakai pelindung ketika berpartisipasi dalam olahraga kontak atau saat
blading ski, bersepeda atau roller, merekomendasikan National Institutes of
Health.

LO 3.9 Komplikasi Fraktur Femur
Komplikasi segerea terjadi pada saat terjadinya fraktur tulang; komplikasi dini
terjadi dalam beberapa hari setelah kejadian; dan komplikasi lambat terjadi lama setelah
patah tulang.Ketiganya dibagi lagi masing-masing menjadi komplikasi local dan umum.
1. Komplikasi segera
Terjadi saat terjadinya fraktur tulang
a. Lokal
a) Kulit dan otot: berbagai vulnus (abrasi, laserasi, sayatan, dll), kontusio,
avulse
b) Vascular: terputus, kontusio, perdarahan
c) Organ dalam: jantung, paru-paru, hepar, limpa (pada fraktur kosta),
buli-buli (pada fraktur pelvis)
d) Neurologis : otak, medulla spinalis, kerusakan saraf perifer
b. Umum
Trauma multiple, syok
2. Komplikasi dini
a. Lokal
Nekrosis kulit otot, sindrom kompartmen, thrombosis, infeksi sendi,
osteomyelitis
b. Umum
ARDS, emboli paru, tetanus
3. Kompllikasi lama
a. Lokal
a) Gannguan pada proses penyembuhan tulang :
1) Mal-Union
Suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam
posisi yang tidak seharusnya.
2) Non-union
Kegagalan pada proses penyembuhan tulang sehingga tulang tidak
dapat menyambung
3) Delayed union
Proses penyembuhan tulang berjalan lama dari waktu yang di
perkirakan
(www.slideshare.net)

b) Sendi: ankilosis, penyakit degenerative sendi pascatrauma, miositis
osifikan, distrofi refleks, kerusakan saraf
b. Umum
20

a) Batu ginjal (akibat imobilisasi lama di tempat tidur dan hiperkalsemia)
b) Neurosis pascatrauma
Kompikasi Umum :
a. Syok : Syok hipovolemik atau traumatik akibat pendarahan (baik
kehilangan darah eksterna maupun yang tidak kelihatan) dan
kehilangan cairan eksternal kejaringan yang rusak.
b. Sindrom emboli lemak : Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam
pembuluh darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari
tekanan kapiler atau karena katekolamin yang dilepaskan oleh
reaksi stres pasien akan memobilisasi asam lemak dan
memudahkan terjadinya globula lemak dalam aliran darah.
c. Sindrom kompartemen : merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot
kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini bisa
disebabkan karena penurunan ukuran kompartemen otot karena
fasia yang membungkus otot terlalu ketat, penggunaan gips atau
balutan yang menjerat ataupun peningkatan isi kompartemen otot
karena edema atau perdarahan sehubungan dengan berbagai
masalah (misal : iskemi, cidera remuk).
d. Thrombosis vena : pembekuan darah di dalam pembuluh darah vena terutama pada
tungkai bawah terjadi akibat aliran darah menjadi lambat atau
terjadinya statis aliran darah, sedangkan kelainan endotel
pembuluh darah jarang merupakan faktor penyebab. Trombus vena
sebagian besar terdiri dari fibrin dan eritrosit dan hanya
mengandung sedikit masa trombosit. Pada umumnya menyerupai
reaksi bekuan darah dalam tabung.
e. Emboli paru : penyumbatan arteri pulmonalis (arteri paru-paru) oleh suatu
embolus, yang terjadi secara tiba-tiba. Suatu emboli bisa
merupakan gumpalan darah (trombus), tetapi bisa juga berupa
lemak, cairan ketuban, sumsum tulang, pecahan tumor atau
gelembung udara, yang akan mengikuti aliran darah sampai
akhirnya menyumbat pembuluh darah. Biasanya arteri yang tidak
tersumbat dapat memberikan darah dalam jumlah yang memadai
ke jaringan paru-paru yang terkena sehingga kematian jaringan
bisa dihindari. Tetapi bila yang tersumbat adalah pembuluh yang
sangat besar atau orang tersebut memiliki kelainan paru-paru
sebelumnya, maka jumlah darah mungkin tidak mencukupi untuk
mencegah kematian paru-paru. Kebanyakan kasus disebabkan oleh
bekuan darah dari vena, terutama vena di tungkai atau panggul.
Penyebab yang lebih jarang adalah gelembung udara, lemak, cairan
ketuban atau gumpalan parasit maupun sel tumor.
f. Nekrosis avaskuler : terjadi pada 30% penderita dengan fraktur yang disertai
pergeseran dan 10% pada fraktur yang tanpa pergeseran. Jika
21

lokalisasi fraktur lebih ke proksimal, maka kemungkinan untuk
terjadi nekrosis avaskuler menjadi lebih besar.

Komplikasi Lokal :

Jika komplikasi yang terjadi sebelum satu minggu pasca trauma disebut komplikasi dini, jika
komplikasi terjadi setelah satu minggu pasca trauma disebut komplikasi lanjut. Ada beberapa
komplikasi yang terjadi yaitu :
Infeksi, terutama pada kasus fraktur terbuka.
Osteomielitis yaitu infeksi yang berlanjut hingga tulang.
Atropi otot karena imobilisasi sampai osteoporosis.
Delayed union yaitu penyambungan tulang yang lama.
Non union yaitu tidak terjadinya penyambungan pada tulang yang fraktur.
Malunion yaitu keadaan dimana fraktur sembuh pada saatnya, tetapi terdapat deformitas
yang terbentuk angulasi, varus atau valgus, rotasi, kependekan atau union secara
menyilang misalnya pada fraktur radius dan ulna.
Artritis supuratif, yaitu kerusakan kartilago sendi.
Dekubitus, karena penekanan jaringan lunak oleh gips.
Lepuh di kulit karena elevasi kulit superfisial akibat edema.
Terganggunya gerakan aktif otot karena terputusnya serabut otot,
Sindroma kompartemen karena pemasangan gips yang terlalu ketat sehingga
mengganggu aliran darah


Daftar Pustaka


Faiz, O. (2004). At A Glance Series Anatomy. Jakarta: Erlangga.
Long, C. Barbara. 1996. Perawatan Medikal Bedah.
Mithcell, R. N. (2008). Buku Saku Dasar Patologis Penyakit. Jakarta: EGC.
Patel, P. R. (2006). Lecture Notes Radiologi. Jakarta: EMS.
Price, Slyvia A Dan Laraine M. Wilson.1995. Patofisiologi.Buku I .Edisi 4.Jakarta : EGC.
Rasjad C. 1992. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi, Bintang Lamumpatue, Ujung Pandang.
Sjamsuhidajat R dan de Jong, Wim (Editor).2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC
Syamsir, HM. 2011. Kinesiologi Gerak Tubuh Manusia. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Yarsi Bagian Anatomi.
22

Tambayong, J. (2000). Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.
http://medicastore.com.htm
http://etd.eprints.ums.ac.id/16548/

Anda mungkin juga menyukai