Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fibrosis kistik adalah suatu kelainan metabolic yang kompleks,
mengenai banyak system, ditandai dengan kelainan kelenjar eksokrin
seperti kelenjar keringat dan pancreas, serta kelenjar yang memproduksi
mucus seperti kelenjar yang terdapat pada saluran respiratorik, saluran
cerna, dan saluran reproduksi. Sebagai akibatnya dapat terjadi obstruksi
dan infeksi respiratoik kronik, gangguan digestif, gangguan reproduksi,
gangguan elektrolit, dan lain-lain.
Terdapat dua hipotesis mengenai Fibrosis Kistik. Hipotesis yang
pertama mengenai hubungan antara transport ion pada epitel saluran
napas dengan mekanisme pertahanan saluran napas terhadap bakteri
pathogen, hipotesis yang kedua mengenai peran peptide antimikrobal
pada ASL (airway surface liquid) yang membentuk lapisan kimia sebagai
pertahanan saluran napas alamiah. Kedua hipotesis ini yang kemudian
akan dijelaskan dalam pembahasan dalam bab berikutnya. Fibrosis kistik
yang klasik mencerminkan kehilangan 2 fungsi mutasi pada gen CFTR
dan mempunyai karakteristik adanya infeksi bakteri kronik pada saluran
napas dan sinus-sinus, gangguan pencernaan lemak oleh karena
kekurangan enzim eksokrin pancreas, kekurang suburban pada laki-laki
oleh karena azoospremia obstruktif dan peningkatan kosentrasi chlor
dalam keringat. Pasien dengan fibrosis kistik yang non klasik, mempunyai
paling sedikit 1 salinan (copy) dari gen mutant yang memberikan
sebagian dari fungsi protein CFTR dan beberapa pasien selalu tidak
mempunyai tanda-tanda gangguan saluran pencernaan yang nyata oleh
karena cadangan dari fungsi eksokrin pancreas. Kadar klor dalam keringat
pasien fibrosis kistik > 60 mmol/l, dimana pada pasien non klasik
kadarnya lebih rendah (60-90 mmol/l) dibandingkan pada pasien yang
klasik (90-110 mmoll). Lebih dari itu kadang-kadang hasil test dapat

Fibrosis Kistik

Page 1

menunjukan borderline (45-59 mmol/l) atau normal (<40 mmol/l) pada


bentuk yang non klasik
Manifestasi klinis dari fibrosis kistik ini sangat beragam dan tidak
dapat diramalkan, baik dari segi rentang gejalanya (yang berkisar dari
tanapa gejala hingga adanya gejala yang berat), maupun dari segi lingkup
organ atau organ tubuh yang terkena. Dinegara maju, dengan penanganan
yang baik dan intensif, gejala fibrosis kistik yang dianggap khas seperti
gangguan pertumbuhan, batuk kronik dan produktif, barrel chest, dan
distensi abdomen, tidak banyak dijumpai lagi.

Fibrosis Kistik

Page 2

BAB II
PEMBAHASAN
A. Anatomi Sistem Pernafasan

Bagan 1. Saluran Pernapasan


AtasSistem pernapasan atas terdiri
atas hidung dan faring

Bagan 2.. Saluran Pernapasan


bawah terdiri dari trakea
sampai dengan alveoli tempat
pertukaran antara oksigen dan
karbondioksida di dalam tubuh
manusia

Fibrosis Kistik

Page 3

1. Saluran Pernapasan Atas


Sistem pernapasan atas terdiri atas hidung dan faring
a. Hidung
Hidung terdiri atas nasus externus dan cavum nasi
1) Nasus externus
Nasus externus memiliki ujung yang bebas, yang dilekatkan
didahi melalui radix nasi atau jembatan hidung. Lubang luar
hidung adalah kedua nares atau lubang hidung. setiap dibatasi
dilateral oleh ala nasi di medial oleh septum nasi.
Rangka nasus externus dibentuk diatas oleh oleh os nasale,
processus frontalis ossis maxillaries, dan pars nasalis ossis
frontalis. Dibawah, rangka ini dibentuk oleh lempeng-lempeng
tulang rawan, yaitu cartilage nasi superior dan inferior, dan
cartilage septi nasi.
2) Cavum nasi
Cavum nasi terletak dinares didepan sampai choanae di
belakang. Rongga ini dibagi oleh septum nasi menjadi bagian
kiri dan kanan. Setiap belahan mempunyai dasar, atap, dinding
lateral dan didnding medial.
Dasar dibentuk oleh processus palatines maxilla dan lamina
horizontalis ossis palatine, yaitu permukaan atas palatum
durum
Bagian atap sempit dan dibentuk dari belakang ke depan
oleh corpus ossis sphenoidalis, lamina cribrosa ossis
ethmoidalis, os frontale, os nasale, dan cartilaenis nasi.
Dinding lateral ditandai dengan tiga tonjolan disebut
chonca nassalis superior, media, dan inferior. Area dibawah
setiap chonca disebut meatus.
Recessus sphenoiethmoidalis adalah daerah kecil yang
terletak diatas chonca nasalis superior dan didepan corpus ossis
sphenoidalis. Didaerah ini terdapat muara sinus sphenoidalis.
Fibrosis Kistik

Page 4

Meatus nasi superior terletak dibawah dan lateral concha


nasalis superior. Disini terdapat muara sinus ethmoidalis
posterior.
Meatus media terletak dibawah dan lateral concha media.
Pada dinding lateral terdapat prominentia bulat, bulla
ethmoidalis,

yang

disebabkan

oleh

penonjolan

sinus

ethmoidalis medii yang terletak dibawahnya. Sinus ini


bermuara pada pinggir atas meatus. Sebuah celah melengkung
disebut hiatus semilunaris, terletak tepat dibawah bulla. Ujung
anterior hiatus masuk ke dalam saluran yang berbentuk corong
disebut infundibulum. Sinus maxilaris bermuara pada meatus
nasi media melalui hiatus semulunaris. Sinus frontalis
bermuara

dan

dilanjutkan

oleh

infundibulum.

Sinus

ethmoidalis anterior juga bermara pada infundibulum.


Meatus nasi inferior terletak dibawah dan lateral concha
inferior dan terdapat muara duktus nasolacrimalis.
Dinding

medial

atau

septum

nasi

adalah

sekat

osteocartilago yang ditutupi memebrana mukosa. Bagain atas


dibentk oleh laminaperpendicularis ossis ethmoidalis dan
bagian posteriornya dibentuk oleh os vomer. Bagaian anterior
dibentuk oleh cartilage septi.
Memberan

mukosa

melapisi

cavum

nasi,

kecuali

vestibulum, yang dilapisi oleh kulit tyna telah menglami


modifikasi. Terdapat dua jenis membrane mucosa, yaitu (1)
mucosa olfaktorius dan (2) respiratorius.
Membrane mucosa olfaktorius melapisi permukaan atas
concha nasalis superior dan recessus sphenoidalis, juga
melapisi darerah septum nasi yang berdekatan dan atap.
Fungsinya adalah menerima rangsangan penghidu dan untuk
fungsi ini mocosa memiliki sel-sel penghidu khusus. Akson
Fibrosis Kistik

Page 5

sel-sel ini (serabut n. Olfaktorius) berjalan melalui lubang


luang-lubang pada lamina cribrosa ossis ethmoidalis

dan

berakhir pada bulbus olfaktorius. Permukaan membrane


mukosa tetap basah oleh sekret kelenjar serosa yang berjumlah
banyak
Membran mukosa respiratorius melapisi bagian bawah
cavum nasi. Fungsinya adalh menghangatkan, melembabkan
dan membersihkan udara inspirasi. Proses menghanatkan
terjadi oleh adanya

plexus venosus didalam jaringan

submucosa. Proses melembabkan berasal dari banyaknya


mucus yang diproduksi oleh kelenjar-kelenjar dan sel-sel
goblet. Partikel debu yan terinspirasiakan menempel pada
permukaan mucosa yang basah dan lengket. Mucus yang
tercemar ini terus-menerus didorong ke belakang oleh kerja
cilia dari sel-sel silindris bercilia yang meliputi permukaan.
Sesampainya di faring mucus ditelan.
Persarafan cavun nasi berasal dari nervus olfaktorius, yang
bersal dari sel-sel olfaktorius khusus yang terdapat pada
membrane mucosa yang telah dibicarakan sebelumnya. Saraf
ini naik ke atas melalui lamina cribrosa dan mencapai bulbus
olfaktorius.
Saraf-saraf sensasi umum berasal dari divisi ophthakmica
dan maxillaries nervus trigeminus. Persrafan bagaian anterior
cavum cavun nasi berasal dari nervus ethmoidalis anterior.
Persarafan bagain posterior cavum nasi berasal dari ramus
nasalis, ramus nasopalatinus dan ramus palatines ganglion
pterygopalatinum.
Suplai arteri untuk cavum nasi tertama bersal dari cabangcabang arteri maxilaris. Cabang yan terpenting adalah arteri
sphenopalatina. Arteri sphenopalatina beranastomosis dengan

Fibrosis Kistik

Page 6

cabang septalis a. labialis superior yang merupakan cabang


dari a. fasialis didaerah vestibulum.
Vena-vena

membentuk

plexus

yang

luas

didalam

submucosa. Plexus ini dialirkan oleh vena-vena yang


menyertai arteri.
b. Faring
Faring terletak dibelakang cavum nasi, mulut dan laring.
Bentuknya mirip corong dengan bagian atasnya yang lebar
terletak dibawah cranium dan bagian bawahnya yang sempit
dilanjutkan sebagai esopagus setinggi vertebra cervikalis enam.
Faring mempunyai dinding muscular membranosa yang tidak
sempurna dibagain depan. Disini, jaringan muskula membranosa
diganti oleh aperture nasalia posterior, isthmus faucium dan aditus
laringes. Dinding faring terdiri atas tiga lapis yaitu mucosa,
fibrosa dan muscular.
Faring dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :
1) Nasopharynx
Nasopharynx terletak dibalakang rongga hidung, diatas
palatum mole. Bila palatum molle diangkat dan dinding
posterior faring ditarik kedepan, seperti waktu menelan, maka
nsopharynx

tertutup

oleh

oropharynx.

Nasopharynx

mempunyai atap, dasar, dinding anterior, dinding posterior,


dan dinding lateral
Atap dibentuk oleh corpus ossis spenoidalis dan pars
basilaris osiss occipitalis. Kumpulan jaringan limfoid yang
disebut tonsila pharyngealis, terdapat didalam submucosa
daerah ini.
Dasar dibenuk oleh permukaan atas palatum molle yang
miring.

Isthmus

pharyngeus

adalah

lubang

didasr

nasopharynx diantara pinggir bebas palatum molle dan


dinding posterior pharynx. Selama menelan, hubungan antara

Fibrosis Kistik

Page 7

naso dan oropharynx tertutup oleh naiknya palatum molle


dan tertariknya dinding posterior pharyng ke depan.
Dinding anterior dibentuk oleh aperture nasalis posterior,
dipsahkan oleh pinggir posterior septum nasi. Dinding
posterior membentuk permukaan miring yang berhubungan
dengan atap. Dinding ini ditunjang oleh arcus anterior
atlantis.
Dinding lateral pada tiap-tiap sisi mempunyai muara tuba
auditiva ke pharynx. Pinggir posterior tuba membentuk
elevasi disebut elevasi tuba. M. Salphingopharyngeus yang
melekat pada pinggir bawah tuba, membentuk lipatan vertical
pada membrane mukosa disebut plica Salphingopharyngeus.
Recessus pharyneus adalah lekukan kecil pada dinding lateral
dibelkang elevasi tuba. Kumpulan jaringan limfoid didalam
submucosa dibelkang muara tuba disebut tonsila tubalaris.
2) Oropharynx
Oropharynx terletak di belakang cavum oris dan
terbentang dari palatum molle sampai ke pinggir atas
epiglottis.oropharynx

mempunyai

atap,

dasar

dinding

anterior, posterior dan dinding lateral.


Atap dibentuk oleh permukaan bawah palatum molle dan
isthmus oharyngeus. Kumpulan kecil jaringan limfoid
terdapat didalam submucosa permukaan bawah palatum
mole.
Dasar dibentuk oleh sepertiga posterior lidah dan celah
antara lidah dan permukaan anterior epiglottis. Memberana
mucosa yang meliputi sepertiga posterior lidah berbentuk
irregular, yang disebabkan oleh adanya jaringan limfoid
dibawahnya disebut tonsila linguae. Membrane mukosa
melipat dari lidah menuju ke epiglottis. Pada garis tengah
terdapat elevasi, yang

disebut plica glossoepiglottica

mediana, dan dua plica glossoepiglottica lateralis. Lekukan

Fibrosis Kistik

Page 8

kanan dan kiri plica glossoepiglottica mediana disebut


vallecula.
Dinding anterior terbuka kedalm rongga mulut melalui
isthmus oropharynx. Dibawah isthmus ini terdapat pars
pharyngeus lingae.
Dinding posterior disokong oleh corpus vertebra
cervicalis kedua danbagian atas corpus vertebra cervicalis
ketiga.
Pada

kedua

sisi

dinding

lateral

terdapat

arcus

palatoglossus dan arcus palatolharingeus dengan tonsila


paltina diantaranya.
3) Laryngopharynx
Laringopharynx teletak dibelakang aditus larynges dan
permukaan posterior laring, dan terbentang dari pinggir atas
epiglottis sampai dengan pinggir bawah cartilage cricoidea.
Laryngopharynx mempunyai dinding anterior, osterior dan
media.
Dinding anterior dibentuk oleh aditus laryngis dan
membrane mucosa yang meliputi permukaan posterior
larynx. Dinding posterior disokong oleh corpus vertebra
cervicalis 3-6. Dinding lateral disokong oleh cartilage
thyroidea dan membrane tyroidea. Sebuah alur kecil tetapi
penting pada membrana, disebut fossa piriformis, terletak
dikanan dan kiri aditus laryngis. Fossa ini berjalan miring ke
bawah dan belakang dari dorsum lingual menuju esofagus.
Fossa foroformis dibatasi dimedial oleh plica aryepiglottica
dan dilateral oleh lamiana cartilage thyridea dan memberana
thyroidea.
Persarafan pharynx berasal dari plexus pharyngeus yang
dibentuk oleh cabang-cabang nervus glossofaringeus, vagus
dan simpaticus. Persarafan motorik berasal dari pars cranialis
n. Acessorius yang berjalan melalui cabang n. Vagus menuju
plexus pharyngeus, dan memperdarafi semua otot pharynx,

Fibrosis Kistik

Page 9

kecuali m. Stylopharyngeus yang dipersarafi oleh n.


Glossopharyngeus. Persarfan sensorik memberana mucosa
nasopharynx terutama berasal dari n. Maxilaris. Membrane
mucosaoropharynx

terutama

dipersarafi

oleh

n.

Glossopharyngeus. Membrane mucosa disekitar aditus


laryngeus dipersarafi oleh n. Ramus lanryngeus internus n.
Vagus. Suplai arteri pharynx berasal dari cabang-cabang a.
pharyngea ascendens, a. palatine ascenden, a. facialis, a.
maxillaries, dan a. Lingalis. Vena bermuara ke plexus
venosus pharyngeus, yang kemudian bermuara ke vena
jugularis interna.
2. Saluran Pernapasan Bawah
a. Larynx
Larynx terletak dibagan anterior leher setingggi kopus
vertebra cervikaalis III-VI. Larynx menghubungkan bagian inferior
pharynx dengan trakea. Larynx berfungsi sebagai katup untuk
melindungi jalan-jalan udara dan menjaga supaya jalan udara
selalu terbuka, terutama sewaktu menelan. Larynx juga berfungsi
sebagai mekanisme fonasi yang dirancang untuk pembentukan
suara.
Kerangka larynx terdiri dari Sembilan tulang rawan yang
berhubungan melalui ligamentum dan membrane. Dari Sembilan
tulang rawan twerdapat tiga yang tunggal(cartilage thyroidea,
cartilage cricoidea, dan cartilage epiglotica), dan tiga tulang rawan
berpasangan (cartilage arytenoidea, cartilage corniculata dan
cartilage cuneiformis). Cartilage tgyroidea adalah yang terbesar
dari tulang-tulang rawan larynx. Bagian dua per tiga cartilage
thyroidea berupa lembar-lembar yang bersatu dibidang median
untuk membentuk prominentia laryngea (adams apple), kedua
lembar berpisah untuk membentuk incisura thyroidea yang
brbentuk V. Tepi posterior masing-masing lembar (lamina)
menonjol keatas sebagai kornu sepurius dan kebawah sebagai

Fibrosis Kistik

Page 10

cornu inferius. Tepi superior dan ke dua kornu superior cartilage


thyroidea dihubungkan dengan os hyoideum oleh membrane
thyroidea. Bagaian mendian memebrana thyroidea ini yang lebih
tebal, dikenal sebagai ligamentum thyrohyoideum medianum,
bagian-bagian

lateral

thyrohyoideum

laterale

yang

menebal

yang

padat

adalah

ligamentum

mengandung

beberapa

cartilageines triticeae yang menyerupai butur-butir gandung dan


membantu menutup lubang laring sewaktu menelan. Cornu inferius
cartilage thyroidea bersendi dnegan permukaan lateral cartilage
cricoidea pada articulatio crycothyroidea. Gerak-gerak utama pada
kedua sendi ini adalah rotasi dan gerak luncur cartilage thyroidea
yang menghasilkan perubahan ukuran panjang plica vokalis.
Cartilage cricoidea berbentuk seperti cicin stempel yang
tangkainya menghadap kedepan. Bagain posterior (stempel)
cartilage cricoidea adalah lempengnya, dan bagian anterior
(tangkai) membentuk lengkungnya. Meskipun cartilage cricoidea
lebih kecil dari pada cartilage thyroidea, tulang rawan ini lebih
tebal dan lebih kuat. Cartilage cricoidea dihubungkan pada tepi
bawah cartilage thyroidea oleh ligamentum cricothyroideum
medianum

pada

cartilage

trachealis

oleh

ligamentum

cricotracheale. Ligamentum cricithyroideum menyebebken adanya


titik lunak dibawah cartilage thyroidea. Disini laryng terletak
paling dekat pada kulit dan paling mudah dicapai.
Cartilage aritenoidea berbentuk seperti limas bersisi tiga.
Tulang rawan ii yang berpasangan, bersendi dengan bagian-bagian
lateral tepi atas lempeng cartilage cricoidea. Masing-masing tulang
rawan disebelah atas memiliki apex (puncak), disebelah anterior
procesus vokalis, dan sebuah procesus muskularis yang menonjol
kelateral dari alasnya. Apex cartilage arytenoidea dilekatakan pada
plica ary-epiglotica, processus vokalis pada ligamentum vokale,
dan processus muskularis pada musculus crico-arytinoidea
posterior dan musculus crico-arytinoidea lateralis.
Fibrosis Kistik

Page 11

Articulatio crico-arytinoidea terletak antara basis cartilage


arytinoidea dan permukaan superior lempeng cartilage cricoidea.
Sendi-sendi ini memungkinkan gerak cartilage aritenoidea berikut:
meluncur saling mendekati atau menjauhi, menjungkit kedepan
atau ke belakang, dan rotasi. Garak-gerak ini penting untuk saling
mendekatkan, mengembangkan dan mengendurkan plica vocalis.
Ligamentum vocale yang elastic terpadapat antara persatuan kedua
lembar cartilage thyroidea disebelah belakang. Ligamentum vokale
membentuk kerangka plica vokalis. Selapot yang berbentuk segi
tiga dan kearah superior dibatasi oleh ligamentum vocale, ialah
ligamnetum cricothyroideum (conus elasticus [membrane cricovocalis]). Ligamentum cricothyroideum ini kedepan membaur
denga ligamentum cricothyroideum medianum.
Cartilage epiglotica memebuat epiglottis lentur. Cartilage
epigotica yang menyerupai daun dan terletak dibalakang radix
linguale serta os hyoideum, dan didepan aditus laryngis,
membentuk abagian superior didnding anterior dan tepi superior
aditus laryngis. Bagian superior epiglottis adalah lebar dan bebas,
dan

ujung

inferiornya

yang

meruncing

melekat

pada

ligamentumthyro-epiglotticum dalam sudut yang dibentuk oleh


kedua lembar cartilage thyroidea. Permukaan anterior cartilage
epiglotica berhubungan dengan os hyoideum melamui ligamentum
hyo-epigloticum. Membrane quadrangularis adalah selambar
jaringan ikat sub mukosa y6ang tipis, dan terbentang dari cartilage
arytenoidea ke kartilago epiglotica. Tepi inferior membrane
quadrangularis ini ebas membentuk ligamentum vestibulare yang
dilapisi secara longgar oleh plica vestibularis. Plica vestibularis ini
terletak superior dari pllica vokalis dan terbentan dari cartilage
thyroidea ke cartilage arytenoidea. Cartilage corniculata dan
cartilage cuneiformis berupa bintil-bintil kecil di bagian posterior
alica ary-epiglottica yang melakat pada cartilagenis arytenoidea.

Fibrosis Kistik

Page 12

Komparteman laring: Bagian dalam larynx. Cavitas laringis


meluas dari aditus laringis yang merupakan sarana untuk
berhubungan dengan laringofaring, samapi setinggi tepi bawah
cartilage cricoidea untuk beralih kedalm lumen tenggorok. Cavitas
laryngis dibedakan menjadi tiga bagian
Vestibulum laryngis yang terletak superior terhadap plica

vestibularis.
Ventriculus laringis yang terlatak antara plica vestibularis dan
diatas plica vokalis (ke lateral ventriculus laryngis meluas
sebagai sinus laringis; dari masing-masing sinus sebuah
sacculus laringis yang buntu, menonjol ke atas antara plia

vestibularis dan lamina cartilaginis thyroidea)


Cavitas infragotica, yakni cavitas larings inferior yang meluas
dari plica vokalis ke tepi inferior cartilage cricoidea, dan disi
bersatu dengan rongga dalam caranium.
Plica vokalis (pita suara sejati) mengendalikan pembentukan

bunyi. Puncak masing-masing lipatan berbentuk seperti baji,


menonjol kemedial kedalam cavitas laringis, dan alasnya bersandar
pada lamina cartilaginis thyroidea. Didalam masing-masing plica
vokalis terdapat
Sebuah ligamentum vokale yang terdiri ari jaringan elastic dan

berasal dari ligamentum cricothyroideum


Sebuah musculus vokalis yang merupakan bagaian musculus
ary-thyroideus
Glottis mencakup plica vokalis dan processus vokalis, serta

rima glottidis (celah antara plica vokalis). Bentuk rima glottidis


berubah-ubah sesuai dengan kedudukan pllica vokalis. Pada
pernapasan normal rima glottidis ini adalah sempit dan berbentuk
baji; pada pernapasan yang dipaksakan rima glottidis akan melebar.
Rima glottidis menyempit sewaktu plica Volakis saling berdekatan
sewaktu berbicara. Perubahan tegangan dan panjang liapatan suara,
lebar

rima

glottidis,

dan

intensitas

hembusan

eksoirasi

menghasilkan tinggi atau rendahnya suara. Banjar (range) tingakt

Fibrosis Kistik

Page 13

nada yang lebih rendah pada laki-lakiterjadi karena rima glottis


yang lebih panjang.
Plica vestibularis (tali suara palsu) meluas anatara cartilage
thyroidea dan cartilage arytenoidea. Plica vestibularis tidak atau
hampir tidak berperan dalam pemebntukan suara; plica vestibulari
in memiliki fungsi protektif. Plica vestibulari terdiri dari dua
lipatan membrane mukosa yang tebal dan meliputi ligamentum
vestibulare. Ruang antara ligamentum vestibulare tersebut adalah
rima vestibule.
Otot-otot larynx. Otot-otot larynx dapat dibedakan menjadi
kelompok

ekstrinsik

dan

intrinsic.

Otot-otot

ekstrinsik

menggarakkan larynx sebagai kesatuan. Musculi infrahyoidei


berfungsi sebagai otot-otot depressor os hyoideum dan larynx,
sedangakan musculi suprahyoidei dan stylopharyngeus berfungsi
sebagai elevator os hyoideum dan larynx. Otot-otot intrinsic
mengedakan grak pada nagain larynx, mengbah pan jang dan
tetagangan plica Volakis, serta luar dan bentuk rima glottidia.
Semua otot intrinsic larynx, kecuali satu, dipersarafi oleh nervus
laryngeus

recurren,

cabang

nervus

cranialis

X;

musculus

cricothyroideus dipersarafi oleh nervus laringeus internus. Sarafsaraf larynx. Saraf-saraf larynx berasal dari nervus vagus melalui
ramus internus dan ramus externus nervus laringus superior dan
nervus laryngeus recurrens. Nervus laryngeus superior dipaskan
dari pertengahan gangliaon inferius cabang nervus vagus yang
terletak ada ujung superior trigonum caroticum.saraf ini berakhir
menjadi dua cabang didalam sarung carotis ; nervus laringeus
internus (sensoris dan otonom) dan nervus laryngeus externus
(motorik). Nervus laringeus internus yang lebih besar antara kedua
terminal tadi, menembus membrane thyroidea bersama arteri
laryngea superior dan mengantar serabut sensoris kepada
membarana mukosa larynx yang terdapat di superior dari lica
vokalis, teramsuk permukaan superior plica vokalis. Nervus
Fibrosis Kistik

Page 14

laryngeus externus turun dibelakan musculus sternothyroideus


bersama arteri thyroidea superior. Mula-mula letaknya pada
musculus constrictor pharyngis inferior dan kemudian menembus
otot ini dan mempersarafinya serta juga musculus cricothyroideus.
Nervus larynngeus recurrens memepersarafi semua otot
larynx intrinsic, kecuali muskulus cricothyroideus ysng dipersrafi
oleh nervus laryngeus externusnervus laryngeus recurrens juga
membawa serabut sensoris pada membran mukosa larynx inferior
dari plica vokalis. Bagian akhirnya, yakni nervus laryngeus
inferior, memasuki laryng dengan memintas sebelah dalam tepi
musculus konstriktor pharyngis inferior. Saraf ini terpecah menjadi
ramus anterior dan posterior yang mengiring arteria inferior
kedalam larynx.
Pembuluh darah larynx. Arteri-arteri larynx, cabang-cabang
artria thyroidea superior dan inferior, memasok darah kepada
larynx. Arteri laryngea superior mengiringi ramus anatrerior nervi
laringealis superior melalaui membrane thyroidea dan kemudian
bercabang-cabang untuk menghantarkan darah kepada permukaan
dalan larynx. Arteria laryngea inferior mengiringi nervus laringeus
inferior dan memasok darah kepada memberan mukosa dan otototot diaspek inferior larynx.
Vena-vena larynx mengikuti arteri larynx. Vena laringea
superior bisanya bersatu dengan vena thyroidea superior, lau
bermuara kedalam vena jugularis interna. Vena laryngea inferior
bersatu denga vena thyroidea inderior dan pleksus vena-vena
thyroid yang beranastomosis pada aspek anterior trakea.
Pembuluh limfe yang berasal dari larynx diatas plica vokalis
mengiringi arteria larynge superior melalui membrane thyroidea
dan ditampung oleh nodi limfe phoidei cervicales posteriors
profunsi. Pembuluh limfe dari larynx dibawah plica vokalis
ditampung oleh nodi lymphoidei cervicales inferores. 2
b. Trakea

Fibrosis Kistik

Page 15

Trakea tebentang dari pinggir bawah cartilage cricoidea


(berhadapan dangan corpus vertebras servikalis VI) dileher sampai
setinggi angulus sterni pada thorax. Trakea terdapat digaris tengah
dan berakhir tepat disebelah kanan garis tengah dengan bercabang
dengan bronkus principalis dextra dan sinister. Pada pangkal leher
trakea dapat diraba digaris tengah pada incisura jugularis. Trakea
disokong oleh cincin tulang rawan berbentuk seperti sepatu kuda
yang panjangnya kurang lebih 12,5 cm (5 inci). Struktur trakea dan
bronkus di analogkan dengan sebuah pohon, dan oleh karena itu
dinamakan pohon trakeobronkial. Permukaan posterior trakea agak
pipih dibandingkan sekelilingnya karena cincin tulang rawan di
daera itu tidak sempurna, dan letaknya di depan esofagus.
Akibatnya, jika suatu pipa endotrakea (ET) bulat yang kaku dengan
balon yang digembungkan dimasukkan selama ventilasi mekanik,
dapat timbul erosi di posterior membran tersebut, dan membentuk
fistula trakeoesofageal. Erosi bagian anterior menembus cincin
tulang rawan dapat juga timbul tetapi tidak sering. Pembengkakan
dan kerusakan pita suara juga merupakan komplikasi dari
pemakaian pipa ET. Tempat trakea bercabang menjadi bronkus
utama kiri dan kanan dikenal sebagai karina. Karina memiliki
banyak saraf dan dapat menyebabkan bronkospasme dan batuk
berat jika dirangsang.
Bronkus utama kiri dan kanan tidak simetris. Bronkus utama
kanan lebih pendek dan lebih lebar dibandingkan dengan bronkus
utama kiri dan merupakan kelanjutan dari trakea yang arahnya
hampir vertikal. Sebaliknya, bronkus utama kiri lebih panjang dan
lebih sempit dibandingkan dengan bronkus utama kanan dan
merupakan kelanjutan dari trakea dengan sudut yang lebih tajam.
Bentuk anatomik yang khusus ini mempunyai keterlibatan klins
yang penting.
Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi
bronkus lobaris dan kemudian kemudian bronkus segmentalis.
Fibrosis Kistik

Page 16

Percabangan ini berjalan terus menjadi bronkus yang ukurannya


semakin kecil sampai akhirnya menjadi bronkiolus terminalis, yaitu
saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantung
udara). Bronkiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih 1
mm. Bronkiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan, tetapi
dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah.
Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkiolus
terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi
utamanya adalah sebagai penghantar udara ke empat pertukaran gas
paru.
Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan
unit fungsional paru, yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri
dari (1) bronkiolus respiratorius, yang terkadang memiliki kantong
udara kecil atau alveoli pada dindingnya; (2) duktus alveolaris,
seluruhnya dibatasi oleh alveolus, dan (3) sakus alveolaris
terminalis, yaitu struktur akhir paru. Asinus atau kadang-kadang
disebut lobulus primer memiliki garis tengah kira-kira 0,5 sampai
1,0 cm. Terdapat sekitar 23 kali percabangan mulai trakea sampai
sakus alveolaris terminalis. Alveolus (dalam kelompok sakus
alveolaris menyerupai anggur, yang membentuk sakus terminalis)
dipisahkan dari alveolus didekatnya oleh dinding tipis atau septum.
Lubang kecil pada dinding ini dinamakan pori-pori Kohn. Lubang
ini memungkinkan hubungan atau aliran udara antar sakus
alveolaris terminalis. Alveolus hanya memiliki satu lapis sel yang
diameternya lebih kecil dibandingkan dengan diameter sel darah
merah. Dalam setiap pary terdapat sekitar 300 juta alveolus dengan
luas permukaan seluas sebuah lapangan tenis.
Terdapat dua tipe lapisan sel alveolar: pneumosit tipe 1,
merupakan lapisan tipis yang menyebar dan menutupi lebih dari
90% daerah permukaan, dan pneumosit tipe II , yang bertanggung
jawab terhadap sekresi surfaktan. Struktur mikroskopik sebuah
duktus alveolaris dan alveolus-alveolus berbentuk polygonal yang
Fibrosis Kistik

Page 17

mengelilinginya. Alveolus pada hakikatny a merupakan suatau


gelembung gas yang dikelilingi oleh jaringan kapiler sehingga
batas antara cairan dan gas membentuk tegangan permkaan yang
cenderung mencegah pengembangan saat inspirasi dan cenderung
kolaps saat ekspirasi. Tetapi untunglah alveolus dilapisi oleh zat
lipoprotein (disebut surfaktan) yang adapat mengurangi tegangan
permukaan dan mengurangi resistensi terhdapa pengembangan
pada waktu inspirasi, dan mencegah kolaps alveolus pada saat
ekspirasi. Pembentukan dan pengeluaran surfaktan oleh sel lapisan
alveolus

(tipe II) bergantung pada beberapa faktor, yaitu

kematangan sel-sel

alveolus dan sistem enzim biosintetik,

kecapatan pergantian surfaktan yang normal, ventilasi yang


memadai dan aliaran darah kedinding alveolus. Surfaktan relative
lambat terbentuk pada kehidupan fetal; sehingga bayi yang lahir
dengan jumlah surfaktan yang sedikit (biasanya kelahiran
premature) dapat berkembang menjadi sindrom gawat nafas pada
bayi. Surfaktan disintesis dari asam lemak yang diekstraksi dari
darah, dengan kecepatan pergantiannya yang cepat. Sehingga bila
lairan darah ke daerah paru terganggu (misalnya kerena emboli
paru), maka jumlah surfaktan pada daerah itu akan berkurang.
Produksi surfaktan dirangsang oleh ventilasi aktif, volume tidal
yang memadai, dan hiperventilasi periodic (cepat dan dalam) yang
dicegah oleh konsentrasi oksigen tinggi pada udara yang
diinspirasi. Sehingga pemberian oksigen konsentrasi dalam waktu
yang lama atau kekgagalan untuk bernapas cepat dan dalam pada
seorang pasien yang menggunakan ventilasi mekanik akan
menurunkan produksi surfaktan dan menyebabkan kolaps alveolar
(ateletaksis).
c. Paru (pulmo)
apex paru menonjol ke leher. Apex ini dapat dipetakan pada
permukaan anterior tubuh dengan membuat garis melengkung dan
konveks ke atas, dari articulatio sternoclavicularis sampai ke titik
Fibrosis Kistik

Page 18

yang jaraknya 2,5 cm di atas batas lateral dari sepertiga bagian


medial clavicula.
Margo anterior pulmo dexter dimulai dari belakang
articulatio sternoclavicularis dan berjalan ke bawah sampai hampir
mencapai garis tengah di belakang angulus sterni. Kemudian
dilanjutkan ke bawah sampai mencapai symphysis xiphosternalis.
Pinggir anterior paru kiri mempunyai perjalanan yang sama, tetapi
setinggi cartilago cosatalis IV margo ini berbelok ke lateral dan
berjalan menjauhi pinggir lateral sternum dengan jarak yang
berbeda-beda untuk membentuk incisura cardiaca pulmonis sinistri.
Incisura ini dibentuk oleh jantung yang menggeser paru ke kiri.
Margo anterior kemudian berbelok ke bawah dengan tajam sampai
setinggi symphysis xiphosternalis.
Margo inferior pulmo pada pertengahan inspirasi mengikuti
garis

melengkung

yang

menyilang

costa

VI

pada

linea

medioclavicularis, costa VIII pada linea axillaris media, dan


posterior mencapai costa X pada columna vertebralis. Perlu
diketahui bahwa ketinggian margo inferior pulmo berubah selama
inspirasi dan ekspirasi.
Margo posterior pulmo berjalan turun dari processus spinosus
vertebra cervicalis VII sampai setinggi vertebra thoracica X dan
terletak sekitar 4 cm dari garis tengah.
Fissura obliqua paru dapat ditunjukkan pada permukaan
tubuh dengan menggambar garis dari pangkal spina scapulae
miring ke bawah, lateral, dan anterior, mengikuti perjalanan costa
VI sampai articulatio costochondralis VI. Pada paru kiri, lobus
superior terletak di atas dan anterior garis ini; lobus inferior terletak
di bawah dan posterior garis ini. Pada paru kanan terdapat fissura
tambahan, fissura horizontalis, yang dapat dilukiskan dengan
menggambar garis horizontal sepanjang cartilago costalis IV
sampai berpotongan dengan fissura obliqua pada linea axillaris
media. Di atas fissura horizontalis terletak lobus superior dan di

Fibrosis Kistik

Page 19

bawah garis ini terletak lobus medius, di bawah dan posterior


terhadap fissura obliqua terdapat lobus inferior.
d. Pleura
Pleura adalah membran penutup yang membungkus setiap
paru. Pleura parietal, melapisi rongga toraks (kerangka iga,
diafragma, mediastinum). Pleura viseral, melapisi paru dan
bersambungan dengan pleura parietal dibagian bawah paru. Rongga
pleura (ruang intrapleural), adalah ruang potensial antara pleura
parietal dan pleura viseral yang mengandung lapisan tipis cairan
pleumas. Cairan ini disekresi oleh sel-sel pleural sehingga paruparu dapat mengembang tanpa melakukan friksi. Tekanan cairan
(tekanan intrapleural) agak negatif dibandingkan tekanan atmosfer.
Resesus pleura, adalah area rongga pleura yang tidak berisi
jaringan paru. Area ini muncul saat pleura parietal bersilangan dari
satu permukaan ke permukaan lain. Saat bernapas, paru-paru
bergerak keluar masuk area ini.
1) Resesus pleura costomediastinal terletak di tepi anterior kedua
sisi pleura, tempat pleura parietal berbelok dari kerangka iga ke
permukaan lateral mediastinum.
2) Resesus pleura kostodiafragmatik terletak di tepi poserior kedua
sisi pleura di anatara diafragma dan permukaan kostal internal
toraks.
B. Definisi
Fibrosis kistik adalah kelainan genetik yg bersifat resesis
heterogen(dari ayah dan ibu keduanya harus punya) dengan gambaran
patobiologik yang mencerminkan mutasi pada gen regulator transmembran
fibrosis

kistik

(cystic

fibrosis

transmembrane

conductance

regulator/CFTR). Fibrosis Kistik adalah suatu penyakit keturunan yang


menyebabkan kelenjar tertentu menghasilkan sekret abnormal, abnormal
dan akhirnya yang mempengaruhi saluran pencernaan dan paru-paru.
Fibrosis kistik juga merupakan suatu gangguan kronik multisistem yang
ditandai dengan infeksi endobronkial berulang, penyakit paru obstruktif

Fibrosis Kistik

Page 20

progresif dan insufisiensi pankreas dengan gangguan absorbsi/malabsorbsi


intestinal. Fibrosis kistik juga merupakan gangguan monogenik yang
ditemukan sebagai penyakit multisistem, ditandai dengan adanya infeksi
bakteri kronis pada saluran napas yang pada akhirnya akan menyebabkan
bronciectasis dan bronchiolectasis, insufisiensi exokrin pancreas, dan
disfungsi intestinal, fungsi kelenjar keringat abnormal, dan disfungsi
urogenital.

C. Epidemiologi
Angka kejadian fibrosis kistik relatf tinggi pada orang-orang Kaukasia dan
keturunannya. Angka kejadian pada orang kulit putih di Amerika, Eropa,
dan Australia adalah 1:2.500 kelahiran hidup. Di swedia, tercatat 1:5.000
kelahiran hidup. Pada orang non kulit putih, angka kejadian fibrosis kistik
lebih rendah. Pada orang kulit hitam di Amerika angka kejadian Fibrosis
kistik adalah 1:17.000 angka kelahiran hidup, sedangkan pada penduduk
asli Amerika adalah 1:80.000.
D. Etiologi
Fibrosis kistik merupakan penyakit yang diwariskan secara resesive
autosomal. Gen yang bertanggung jawab terhadap terjadinya CF telah

diidentifikasi pada tahun 1989 sebagai Cystic Fibrosis Transmembrane-

Fibrosis Kistik

Page 21

Conductance Regulator Glycoprotein (CFTR gene) yang terletak pada


lengan panjang kromosom no 7.
Protein CFTR merupakan rantai polipeptida tunggal, mengandung
1480 asam amino, yang sepertinya berfungsi untuk cyclic AMPregulated
Cl channel dan dari namanya, mengatur channel ion lainnya. Bentuk
CFTR yang terproses lengkap ditemukan pada membran plasma di
epithelial normal. Penelitian biokimia mengindikasikan bahwa mutasi
F508 menyebabkan kerusakan proses dan degradasi intraseluler pada
protein CFTR. Sehingga alpanya CFTR pada membrane plasma
merupakan pusat dari patofisiologi molecular akibat mutasi F508 dan
mutasi kelompok I-II lainnya. Namun, mutasi kelompok III-IV
menghasilkan protein CFTR yang telah diproses lengkap namun tidak
berfungsi atau hanya sedikit berfungsi pada membrane plasma.
Gen CFTR ini membuat protein yang mengontrol perpindahan garam
dan air di dalam dan di luar sel di dalam tubuh. Orang dengan cystic
fibrosis, gen tersebut tidak bekerja dengan efektif. Hal ini menyebabkan
kental dan lengketnya mucus serta sangat asinya keringat yang dapat
menjadi cirri utama dari cystic fibrosis.

Fibrosis Kistik

Page 22

Mekanisme terjadinya malfungsi sel pada cystic fibrosis tidak


diketahui secara pasti. Sebuah teori menyebutkan bahwa kekurangan
klorida yang terjadi pada protein CFTR menyebabkan akumulasi secret di
paru-paru yang mengandung bakteri yang tidak terdeteksi oleh system
imun. Teori yang lain menyebutkan bahwa kegagalan protein CFTR
menyebabkan peningkatan perlawanan produksi sodium dan klorida yang
menyebabkan pertambahan reabsorbsi air, menyebabkan dehidrasi dan
kekentalan mucus. Teori-teori tersebut mendukung sebagian besar
observasi tentang terjadinya kerusakan di cystic fibrosis yang menghambat
jalanya organ yang dibuat dengan secret yang kental. Hambatan ini
menyebabkan perubahan bentuk dan infeksi di paru-paru, kerusakan pada
pancreas karena akumulasi enzim digestive, hambatan di usus halus oleh
kerasnay feses dll.
E. Klasifikasi
Secara garis besar, menurut jenis mutasi pada gen CFTR, fibrosis

kistik dapat terbagi menjadi:


1. Kelas I: defek sintesis protein. Mutasi ini terkait dengan tidak adanya
protein CFTR pada bagian apikal permukaan sel epitel.
2. Kelas II: abnormalitas pelipatan, pemrosesan, dan pengangkutan
protein. Mutasi ini menyebabkan defek pemrosesan protein dari RE ke
Golgi karena protein yang tidak terlipat dan terglikosilasi sempurna
dan terdegradasi sebelum mencapai permukaan sel. Kelainan tersering
abnormalitas gen fibrosis kistik pada penderita adalah mutasi kelas II

Fibrosis Kistik

Page 23

yang menyebabkan delesi tiga nukleotida yang menyebabkan


hilangnya fenilalanin pada posisi asam amino 508 ( F508).
3. Kelas III: defek regulasi. Mutasi kelas ini mencegah aktivasi CFTR
dengan mencegah pengikatan dan hidrolisis ATP yang penting untuk
transpor ion. Dengan demikian, jumlah CFTR di permukaan normal,
namun tidak fungsional.
4. Kelas IV: penurunan konduksi. Mutasi ini biasanya muncul pada
domain transmembran CFTR yang membentuk kanal ionik untuk
transport klorida. Jumlah CFTR di apikal membrane nornam, namun
dengan penurunan fungsi. Kelas ini biasanya terkait fenotipe yang
lebih ringan.
5. Kelas V: penurunan jumlah. Mutasi ini mempengaruhi daerah
pemotongan atau promoter CFTR sehingga menyebabkan turunnya
produksi normal protein. Kelas ini biasanya terkait fenotipe yang lebih
ringan.
6. Kelas VI: kesalahan pengaturan kanal ion terpisah. Mutasi pada kelas
ini menyebabkan gangguan fungsi regulasi CFTR. Contohnya, mutasi
F508 merupakan mutasi pada kelas II dan kelas IV.

Selain CFTR, penelitian menunjukkan adanya peran gen dan


lingkungan dalam perkembangan fibrosis kistik.2,3 Sebagai contoh, cystic
fibrosis modifier locus (CFM1) yang mempengaruhi insidensi dan
keparahan dari meconium ileus terletak pada kromosom 19q13, walaupun
gen yang terlibat belum dapat dipetakan. Kandidat genetic lain adalah
mannose-binding

lectin

yang

merupakan

bagian

system

imun.

Polimorfisme fungsional salah satu atau kedua alelnya terkait dengan


rendahnya protein yang bersirkulasi, menyebabkan peningkatan risiko
penyakit paru tiga kali lipat dan penurunan ketahanan terhadap infeksi
bakteri pada penderita fibrosis kistik.
Pada penderita fibrosis kistik dengan mutasi homozigot F508, lektin
ini mempengaruhi pula keparahan pada gangguan hati dan mempercepat

Fibrosis Kistik

Page 24

timbulnya sirosis. Pengaruh lingkungan sangat terlihat pada perkembangan


gangguan saluran pernafasan fibrosis kistik yang merupakan memiliki
variasi fenotipe tak terduga. Contoh dari pengaruh lingkungan adalah
virulensi organisme, tingkat kesuksesan terapi, dan infeksi lanjutan atau
tambahan dari organisme lain, serta paparan rokok dan alergen.
Keseluruhannya dapat mempengaruhi tingkat dan progesivitas penyakit
paru-paru pada penderita fibrosis kistik.

F. Patofisiologi
Penanda diagnostik biofisik epitel saluran pernafasan fibrosis kistik
adalah peningkatan selisih potensial/ potential difference (PD) transepitel.
PD transepitel merefleksikan laju transport aktif ion dan resistensi epitel
terhadap

aliran

ion.

Epitel

saluran

pernafasan

fibrosis

kistik

memperlihatkan abnormalitas absorpsi aktif Na+ dan sekresi aktif Cl yang


menandakan hilangnya cyclic AMPdependent kinase dan transpor protein
kinase Cregulated Cl oleh CFTR. Namun, adanya kemiripan fungsi
Ca2+-activated Cl channel (CaCC) yang diekpresikan pada membran
apikal berpotensi menjadi target terapi untuk menggantikan fungsi sekresi
Cl dari CFTR.
Dasar kelainan pada epitel saluran pernafasan fibrosis kistik adalah
regulasi abnormal absorpsi Na+ atau kegagalan fungsi sekunder CFTR
sebagai inhibitor tonik epithelial Na+ channel. Mekanisme molekular yang
memediasi aksi ini masih belum diketahui.

Gangguan pada saluran pernafasan penderita fibrosis kistik.

Fibrosis Kistik

Page 25

Gangguan pernafasan merupakan manifestasi klinis penderita


fibrosis kistik pada tahun-tahun awal kehidupan yang ditandai dengan
batuk berat dan infiltrat rekuren pada paru-paru disertai dengan kegagalan
tumbuh-kembang.
Bersihan mukus merupakan mekanisme pertahanan utama saluran
pernafasan melawan bakteri yang diinhalasi. Mukus tersebut diproduksi
oleh permukaan saluran pernafasan dengan menjaga volume air melalui
laju absorpsi aktif Na+ dan sekresi Cl. Hipotesis utama patofisiologi
fibrosis kistik pada saluran pernafasan adalah kegagalan regulasi absorpsi
Na+ dan ketidakmampuan sekresi Cl melalui CFTR menurunkan volume
air pada permukaan saluran pernafasan. Keduanya menyebabkan
penebalan mukus dan deplesi cairan perisiliar yang menyebabkan adhesi
mukus pada saluran pernafasan dan kegagalan bersihan mukus dari saluran
pernafasan, baik melalui kerja silia maupun melalui mekanisme batuk.
Infeksi khas pada saluran pernafasan fibrosis kistik selalu melibatkan
lapisan mukus dibandingkan invasi epitel atau dinding saluran.
Predisposisi infeksi kronis fibrosis kistik oleh Staphylococcus aureus dan
Pseudomonas aeruginosa sejalan dengan kegagalan bersihan mukus.
Rendahnya tekanan O2 menyebabkan hipoksia dan terjadinya stasis mukus
yang mempermudah pertumbuhan bakteri di koloni biofilm dalam plak
mukus yang melekat pada saluran pernafasan fibrosis kistik.
Infeksi saluran pernafasan atas merupakan gangguan yang paling
sering menjadi manifestasi klinis pasien fibrosis kistik. Sinusitis kronis
seringkali dijumpai pada masa kanak-kanak, menyebabkan obstruksi nasal
dan rhinorrhea. Insidensi polip nasal mencapai 25% dan seringkali
membutuhkan terapi dengan steroid topikal atau tindakan pembedahan.
Pada infeksi saluran pernafasan bawah, gejala awal adalah batuk
yang semakin lama semakin persisten diikuti dengan sputum yang kental,
purulen, dan seringkali berwarna kehijauan. Periode remisi bergantian
dengan eksaserbasi yang ditandai dengan perburukan batuk, turunnya
berat badan, demam subfebris, peningkatan volume sputum, dan
penurunan fungsi paru-paru. Periode eksaserbasi akan semakin sering

Fibrosis Kistik

Page 26

sehingga proses penyembuhan paru-paru tidak sempurna dan memicu


terjadinya gagal nafas.
Penderita fibrosis kistik memiliki karakteristik mikrobiologi sputum
yang khas. Haemophilus influenzae dan S. aureus merupakan organisme
yang sering ditemui pada pasien yang baru didiagnosis menderita fibrosis
kistik. P. aeruginosa, seringkali mukoid dan resisten antibiotik, biasanya
didapati pada kultur sekret saluran pernafasan bawah sesudahnya.
Burkholderia (dahulu dikenal sebagai Pseudomonas cepacia) juga
ditemukan pada sputum penderita fibrosis kistik dan patogenik. Gram
negatif lainnya antara lain Alcaligenes xylosoxidans, B. gladioli, dan
bentuk mukoid Proteus, Escherichia coli, dan Klebsiella. 50% penderita
fibrosis kistik memiliki Aspergillus fumigatus dalam sputum, 10%
penderita ini menunjukkan sindroma alergi aspergilosis bronkopulmonal.
Kelainan awal yang didapati pada pasien anak-anak dengan fibrosis
kistik adalah peningkatan rasio volume residual hingga kapasitas total
paru-paru. Seiring dengan berjalannya penyakit, terdapat perubahan
reversible dan irreversible pada perkembangan forced vital capacity (FVC)
dan forced expiratory volume in 1 s (FEV1). Komponen reversible
merefleksikan akumulasi sekret intraluminal dan/atau reaktivitas saluran
pernafasan yang didapati pada 4060% pasien fibrosis kistik. Komponen
irreversible merefleksikan destruksi dinding saluran pernafasan dan
bronkiolitis.
Perubahan awal pada pencitraan dada penderita fibrosis kistik adalah
hiperinflasi paru-paru yang menandakan obstruksi saluran pernafasan
kecil. Setelahnya akan didapati impaksi mukus luminal, konstriksi
bronkus, dan akhirnya bronkiektasis. Perubahan terberat akan didapati
pada lobus kanan atas untuk alasan yang belum diketahui.
Gangguan paru-paru fibrosis kistik dikaitkan dengan banyaknya
komplikasi intermiten, contohnya pneumothorax (>10% pasien). Adanya
darah dalam jumlah kecil di sputum seringkali didapati pada pasien
fibrosis kistik dengan gangguan paru-paru lanjut. Hemoptisis masif
mengancam nyawa. Dengan semakin beratnya penyakit, akan timbul

Fibrosis Kistik

Page 27

gejala gagal nafas yang diikuti dengan gagal jantung.


Gambar menunjukkan perbandingan transport ion normal (atas) dan pada
fibrosis kistik (bawah) epitel saluran pernafasan. Tanda panah menjelaskan
rute dan besarnya transpor Na+ dan Cl yang diikuti secara osmotik oleh air
Pola basal normal transpor ion adalah absorpsi Na + dari lumen melalui
amiloride-sensitive Na+ channel. Proses ini dipercepat pada fibrosis kistik.
Kapasitas untuk memulai sekresi Cl dimediasi cyclic AMP menghilang
pada epitel pernafasan fibrosis kistik karena tidak ada/ disfungsi CFTR Cl
channel. Percepatan absorpsi Na+ pada fibrosis kistik menggambarkan
tidak adanya CFTR.

G. Menifestasi Klinis
Manifestasi cystic fibrosis yang umum pada tahun pertama atau kedua
kehidupan pada traktus respiratorius yang paling sering batuk dan/atau
infiltrate pulmoner. Sebagian besar gejala dari cystic fibrosis adalah
disebabkan oleh banyaknya mucus. Gejala umumnya adalah:
1. Batuk persisten yang disertai sputum dan semakin memburuk
2. Batuk dari efek bronkitis dan pneumonia yang dapat menimbulkan
inflamasi dan kerusakan permanen paru
3. peningktan volume sputum
4. Penurunan fungsi pulmoner
5. Obstruksi hidung
6. Dispnea
7. Nasal discharge yang makin memburuk
8. Demam
9. Dehidrasi

Fibrosis Kistik

Page 28

10. Diare
11. Nafsu makan besar tetapi tidak menambah berat badan dan
pertumbuhan (cenderung menurun). Ini hasil dari malnutisi kronik
karena tidak mendapatkan cukup nutrisi dari makanan
12. Nyeri dan ketidaknyamanan pada perut karena terlalu banyak gas
dalam usus. Hal ini bisa disebabkan oleh disfungsi intestinal.
Pada saluran napas bagian bawah, gejala pertama dari CF adalah
batuk. Seiring dengan waktu, batuk menjadi persisten dan menghasilkan
sputum kental, purulen, dan berwarna kehijauan. Tak dapat dihindari, masa
dari stabilitas klinis diinterupsi oleh eksaserbasi, didefinisikan oleh
peningkatan batuk, berat badan menurun, demam subfebris, peningktan
volume sputum , dan penurunan fungsi pulmoner. Dalam beberapa tahun
perjalanan

penyakit,

eksaserbasi

menjadi

semakin

sering

dan

penyembuhan dari hilangnya fungsi paru tidak sempurna, pada akhirnya


menyebabkan kegagalan pernapasan
H. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik perlu dilakukan pada daerah hidung dan sinus-sinus
paranasal untuk mengetahui kondisi yang tak terpantau lainnya yang
mungkin menyebabkan kekambuhan dari penyakit sinus paranasal antara
lain :

Evaluasi daerah wajah untuk mengetahui perluasan polip di daerah


hidung, terkadang polip dapat keluar dari rongga hidung.

Dengan pemeriksaan rinoskopi anterior, pembesaran konka, discharge


purulen dan polip nasi mengkin dapat terlihat.

Evaluasi endoskopi mungkin menunjukan terjadinya obstruksi


saluran nafas dan ostium sinus karna polip. Discharge purulen dan
penonjolan prosesus unsinatus mungkin juga terlihat saat endoskopi
yang menyebabkan obstruksi saluran nafas.

Fibrosis Kistik

Page 29

Pemeriksaan nasofaring juga harus dilakukan. Hipertrofi adenoid


mungkin terdapat pada pasien anak-anak yang menyebabkan
sumbatan hidung.

I. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan untuk menegakkan
diagnosis FK antara lain :
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Test kandungan chlorida keringat (sweat chloride test)
Dilakukan pengumpulan dan analisis komposisi keringkat
dengan metoda iontophoresis pilocarpine. Konsentrasi ion klorida
sekitar 60 mEq/L keatas merupakan khas diagnostik. Nilai normal
rata-rata konsentrasi klorida dibawah 30 mEq/L. Nilai antara 30
60 mEq/L mungkin kondisis heterozygous carriers, dan tidak dapat
diidentifikasi secara akurat menggunakan test ini (SCT).
b. Test Prenatal
Pada masa kehamilan dapat dilakukan pemeriksaan melalui
test villi korionik (chronic villous testing) pada usia kehamilan
sekitar 10-12 minggu. Pemeriksaan ini hanya dilakukan untuk
mendiagnosis

KF

yang

akan

diterminasi

kehamilannya.

Pemeriksaan prenatal ini sudah jarang dilakukan karena harapan


hidup pasien-pasien dengan KF sekarang telah meningkat.
c. Test genetika
Test genetik melalui test darah dapat mendeteksi kondisi
karier

dengan

keakuratan

sampai

95%.

Testing

in

direkomendasikan untuk individu-individu yang mempunyai


riwaya keluarga dengan KF dan untuk pasangan-pasangan yang
merencanakan kehamilan, namun tidak diindikasikan untuk
keperluan skrining secara umum
d. Skrining bayi baru lahir dapat dilakukan melalui pengukuran kadar
tripsin immunoreaktive pada blood spot test Guthrie.
2. Pemeriksaan radiologis CT scan
Pemeriksaan CT scan paranasal dilakukan melalui potongan aksial
dan koronal tanpa kontras. Umumnya pasien dengan KF memberiksan
hasil :

Fibrosis Kistik

Page 30

a. Lebih dari 90% menunjukkan bukti adanya sinusitis kronik yang


ditandai dengan opaksifikasi, pergeseran ke medial dinding lateral
kavum nasi pada daerah meatus media, serta demineralisasi
prosesus unsinatus.
b. Kelainan berupa buging ke arah medial dari kedua dinding lateral
hidung disertai gambaran mukus viskus di sinus maksila terdapat
hampir pada 12% pasien dan merupakan stadium mucucelelike
yang harus segera ditangani dengan pembedahan
c. Sinusitis kronik sering menyebabkan gangguan peneumatisasi dan
hipoplasia dari sinus maksila dan etmoid, juga menyebabkan
terganggunya

pembentukan

sinus

frontalis.14 Pasien-pasien

adolesen dengan KF sering didapatkan tidak terbentuknya sinus


frontalis pada gambaran CT scannya.
3. Pemeriksaan Kultur
Aspirasi sinus penting dilakukan untuk pemeriksaan kultur pada
pasien-pasien FK untuk mendeteksi adanya keterlibatan infeksi
kumanpseudomonas. Pengambilan kultur sebaiknya dilakukan aspirasi
transantral sinus maksila dan tak ada gunanya mengambil di daerah
nasofaring, tenggorok atau septum. Dari penelitian organisme yang
sering ditemukan dari hasil kultur pasien-pasien dengan FK
adalahpseudomonas (65%), haemophilus
haemolticstreptococci (25%)

dan

influenzae (50%), Alphakuman-kuman

anaerob

sepertipeptostreptococcus serta Bactroides (25%). Sensitivitas terapi


organisme-organisme dengan antibiotika sama sensitivnya pada
pasien-pasien FK dibanding dengan yang nonFK, kecuali pada
kuman pseudomonas. Pasien-pasien dengan sinusitis akut tanpa FK
kuman

penyebabnya

umumnya

terdiri

dari Pneumococcus,

Influenza dan Moraxella catarrhalis, sedang jika sinusitis kronik selain


kuman diatas ditambah dengan organisme Staphylococcus aureus dan
kuman anaerob seperti Bacteroides, Veillonella dan Fusobacterium.
J. Pentalakasaan

Fibrosis Kistik

Page 31

Penatalaksaan fibrosis kistik meliputi dua hal yaitu medikamentosa dan


pembedahan.
1. Medikamentosa
Pasien fibrosis kistik mungkin mengeluhkan gejala kronik dari
obstruksi hidungnya berupa discharge purulen atau batuknya sehingga
dibutuhkan terapi antibiotik efektif terhadap kuman pseudomonas dan
staphylococci serta digabung dengan irigasi rongga hidung rutin
(aggresive nasal toilet) mungkin dapat meredakan gejala klinis yang
ada. Irigasi rongga hidung memegang peranan penting yang sebaiknya
dilakukan rutin pada pasien yang mulai timbul keluhan. Keluhan ini
terjadi karena gangguan mucociliary clearance secara kronik. Irigasi
menggunakan saline bertujuan menurunkan kolonisasi bakteri, mencuci
keluar sekresi lendir yang menyebabkan obstruksi, dan secara berkala
membantu vaskonstriksi pembuluh darah konka. Irigasi juga diperlukan
terhadap

semua

intervensi

pembedahan

karena

walau

tujuan

pembedahan membesarkan ostium sinus namun tidak ditujukan


terhadap kerusakan mucociliary clearance yang ditimbulkan akibat
pembedahan.
Beberapa ahli menggunakan antibiotik antipseudomonal seperti
tobramycin sebagai tambahan dalam irigasi rongga hidung dan
dilaporkan berhasil menurunkan kolonisasi bakteri pseudomonas.
2. Pembedahan
Terapi pembedahan dilakukan bila terapi medikamentosa tidak
efektif, bagaimanapun juga pertimbangan pembedahan harus benarbenar matang pada pasien FK karena bahaya-bahaya kemungkinan
terbentuknya mucus kental yang banyak selama operasi dengan anastesi
umum yang resikonya semakin meningkat sejalan dengan lamanya
intubasi.
a. Indikasi pembedahan pada pasien FK menurut Nishioka:
1) Obstruksi nasi persistent yang disebabkan polip nasi dengan
atau tanpa penonjolan ke medial dinding lateral hidung.
2) Medialisasi dinding lateal hidung yang dibuktikan melalui CT
scan walau tanpa disertai gejala subjektif obstruksi nasi,
Fibrosis Kistik

Page 32

pembedahan perlu dilakukan karena tingginya prevalensi


mucocelelike formations.
3) Timbulnya eksaserbasi penyakit paru yang berkorelasi dengan
eksaserbasi penyakit sinonasalnya, memburuknya status
penyakit parunya atau penurunan aktifitas fisik serta kegagalan
terapi medikamentosa.
4) Nyeri wajah atau nyeri kepala yang tidak dapat dijelaskan
penyebabnya selain adanya FK yang dapat menggangu kualitas
hidup penderita.
5) Tak ada perbaikan dari gejala klinis sinonasal setelah terapi
medikamentosa adekuat.
b. Kontraindikasi dilakukan pembedahan:
1) Penyakit paru obstruktif kronik berat yang beresiko saat
dilakukan anastesi.
2) Pasien dengan FK sangat beresiko terhadap defisiensi vitamin
K akibat insufisiensi pankreas, penyakit hepatobilier atau
keduanya

dan

jika

tidak

disuplement

akan

beresiko

perdarahan18, yang ditandai dengan pemanjangan masa


prothrombin time(PT) dan harus dikoreksi terlebih dahulu
sebelum dilakukan pembedahan.
3) Sinusitis
kronik
dapat

menyebabkan

terganggunya/terlambatnya pneumatisasi dan perkembangan


dari sinus maksila, etmoid dan frontal pada pasien FK
khususnya

anak-anak

sehingga

ini

terkadang

kurang

diperhitungkan. Dalam hal diatas perlu dilakukan CT scan


coronal dan axial preoperatif untuk kenfirmasi sebelumnya.
Abnormalitas anatomis ini menjadikan pembedahan harus
lebih berhati-hati.
c. Pertimbangan-pertimbangan penting lainnya dalam prosedur
pembedahah:
1) Jika mungkin pembedahan dilakukan dalam waktu kurang dari
1 jam untuk menghindari masalah respirasi (respiratory
compromise) yang tentu saja durasi operasi ini bergantung dari
luasnya

Fibrosis Kistik

penyakit,

banyaknya

Page 33

kehilangan

darah,

metoda/prosedur pembedahan dan pengalaman ahli bedahnya.


Prinsip utama yang tetap harus dipegang adalah seaman dan
semaksimal mungkin menghindari komplikasi.
2) Angkat polip sebersih dan seaman mungkin sambil mengingat
kemungkinan terjadi kekambuhan. Prosedur ini secara umum
ditujukan

untuk

penyembuhan

perbaikan

(cure).

(improvement)

Tinggalkan

residual

tidak

untuk

polips

landmarks adekuat tidak memungkinkan.


3) Penggunaan pembedahan sinus endoskopik

jika

canggih

menggunakan microdebrider sangat memudahkan dalam


pengangkatan jaringan patologis (polips) lebih bersih dan
akurat karna visualisasi lebih baik. Teknik ini telah mulai
banyak dilakukan oleh para ahli bedah.
4) Dari beberapa penelitian polipektomi dikombinasi dengan
prosedur drainase sinus angka kekambuhan dan periode bebas
gejala menjadi lebih lama.
d. Perawatan pasca operasi juga sangat memegang peranan penting
dalam keberhasilan penatalaksanaan :
1) Pasien dirawat dirumah sakit sampai fungsi parunya benarbenar adekuat (dievaluasi minimal 1 malam).
2) Lakukan irigasi rutin (aggresively) menggunakan normal
saline atau hypertonic sodium chloride solution.
3) Pencucian/irigasi pasca operasi mencegah terbentuknya
sinekia. Khusus pasien-pasien anak yang tidak dapat dilakukan
irigasi dapat dilakukan 2-3 minggu kemudian di ruang operasi.

Fibrosis Kistik

Page 34

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fibrosis Kistik adalah suatu penyakit keturunan yang menyebabkan
kelenjar tertentu menghasilkan sekret abnormal, abnormal dan akhirnya
yang mempengaruhi saluran pencernaan dan paru-paru. Angka kejadian
fibrosis kistik relatf tinggi pada orang-orang Kaukasia dan keturunannya.
Gen yang bertanggung jawab terhadap terjadinya CF telah diidentifikasi
pada tahun 1989 sebagai Cystic Fibrosis Transmembrane-Conductance
Regulator Glycoprotein (CFTR gene) yang terletak pada lengan panjang
kromosom no 7.

Fibrosis Kistik

Page 35

DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton, A. C. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. (Ed revis). Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2. Aru W.sudoyo dkk.2006. buku ajar ilmu penyakit dalam jilid ii edisi iv.
Jakarta. EGC.
3. Stanley L Robin dkk. 2007. Buku Ajar Patologi, Ed. 7. Jakarta. EGC.
4. Price, S. A. Dan Wilson, L. M. 2014. Patofisiologi volume 2. (Ed 6).
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
5. George L Adam. Lawrence R Boies. Peter H Higler. 1997. Boies, Buku ajar
penyakit THT. Jakarta. EGC.
6. FKUI. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga, Hidung, Tenggorok,
Kepala dan Leher. Jakarta : Balai Pustaka FKUI.

Fibrosis Kistik

Page 36

Fibrosis Kistik

Page 37

Anda mungkin juga menyukai