Anda di halaman 1dari 28

i

LAPORAN KASUS
ASMA PADA ANAK

Dokter Pembimbing:
Dr. I Wayan Bikin Suryawan., dr., SpA(K)

Disusun oleh:
Putri Liana Warman, dr.

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD WANGAYA
DENPASAR

2018
ii

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................................................... ii
BAB I. PEMBAHASAN KASUS .................................................................................................. 1
I. KETERANGAN UMUM ........................................................................................................ 1
II. ANAMNESA (Alloanamnesa dari ibu penderita) ................................................................. 1
III. PEMERIKSAAN FISIK ....................................................................................................... 2
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG ......................................................................................... 4
V. DIAGNOSIS BANDING ....................................................................................................... 5
VI. DIAGNOSIS KERJA ........................................................................................................... 5
VII. USUL PEMERIKSAAN ..................................................................................................... 5
VIII. PENATALAKSANAAN ................................................................................................... 5
BAB II. TINJAUAN TEORI .......................................................................................................... 7
Definisi ........................................................................................................................................ 7
Epidemiologi ............................................................................................................................... 7
Faktor Resiko .............................................................................................................................. 7
Etiologi ........................................................................................................................................ 8
Patogenesis .................................................................................................................................. 8
Diagnosis..................................................................................................................................... 9
Anamnesis ............................................................................................................................... 9
Pemeriksaan Fisik ................................................................................................................. 10
Pemeriksaan Penunjang ........................................................................................................ 10
Diagnosis Asma Pada Anak Usia Diatas 5 Tahun ................................................................ 11
Diagnosis Asma Pada Anak Usia Dibawah 5 Tahun ............................................................ 12
Diagnosis Banding .................................................................................................................... 13
Klasifikasi dan Tatacara Diagnosis Asma ................................................................................ 14
Berdasarkan Derajat Kekerapan .......................................................................................... 15
Berdasarkan Keadaan Saat Ini ............................................................................................. 15
Berdasarkan Derajat Terkendalinya Asma .......................................................................... 16
Tatalaksana Asma pada Anak ................................................................................................... 17
Jenjang Pengendalian Asma ................................................................................................. 21
Serangan Asma ......................................................................................................................... 23
Tatalaksana Serangan Asma pada Anak ............................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 26
BAB I.
PEMBAHASAN KASUS

I. KETERANGAN UMUM
Nama : An. I Kt. ASP
Tgl lahir : 10 Mei 2013
Umur : 5 tahun 0 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Gunung Soputan gg. Subali
No. RM : 646550
Tanggal masuk RS : 19 Mei 2018
Tanggal pemeriksaan : 22 Mei 2018
Penanggung jawab pasien
Ayah
Nama : I Md. RA
Umur : 30 tahun
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Pendidikan : SMA

II. ANAMNESA (Alloanamnesa dari ibu penderita)


Keluhan Utama : Sesak nafas.
Sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, penderita tampak sesak nafas yang semakin
lama semakin bertambah sesak. Keluhan sesak disertai dengan adanya suara mengi. Keluhan
sesak didahului dengan panas badan dan batuk pilek sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.
Keluhan tidak disertai dengan bengkak pada kedua kelopak mata atau kedua tungkai serta
kebiruan pada ujung – ujung dari maupun sekitar mulut. Keluhan sesak tidak disertai dengan
muntah, kejang ataupun penurunan kesadaran. Buang air besar dan buang air kecil tidak ada
keluhan.
Sesak tidak berhubungan dengan aktivitas, diakibatkan makan makanan tertentu, atau
akibat paparan debu atau asap. Ketika sesak pasien hanya dapat mengucapkan kalimat, pasien

1
2

lebih merasa nyaman dengan posisi duduk, dan pasien tidak terlihat gelisah. Tidak terdapat
gangguan makan ataupun minum.
Pasien telah dibawa ke IGD rumah sakit sebanyak 2 kali dan diberikan salbutamol, CTM,
dan ambroxol kemudian dipulangkan. Karena keluhan tidak membaik, pasien dibawa ke IGD
RSUD Wangaya dan dirawat inap.
Pasien telah didiagnosis asma sejak berusia 3 tahun. Riwayat serangan sesak biasanya
terjadi sekitar satu bulan sekali, terjadi terutama pada malam hari dan bila pasien menderita
batuk pilek. Jika terjadi serangan, pasien akan membaik jika dibawa ke puskesmas untuk diuap.
Serangan paling parah terakhir 6 bulan lalu, pasien sesak kemudian dibawa ke rumah sakit dan
dirawat inap. Setelah pulang dari rumah sakit, pasien tidak kembali untuk kontrol. Riwayat
konsumsi obat-obatan tertentu tidak ada.
Riwayat dikeluarga pasien diakui, yaitu pada kakek dan nenek pasien. Riwayat alergi ada
pada ayah dan ibu pasien. Riwayat kontak dengan orang dewasa yang batuk lama disangkal.
Pasien merupakan anak pertama dari 2 bersaudara. Lahir cukup bulan dengan berat 3200
gr, ditolong dokter, dan langsung menangis. Pasien selalu dibawa ke posyandu setiap bulan.
Riwayat imunisasi dasar BCG, polio, DPT, Campak lengkap. Pertumbuhan dan perkembangan
pasien diakui sesuai dengan teman sebayanya.

Anamnesis Makanan
0 – 6 bulan : ASI ekslusif
6 bulan – 2 tahun : MPASI + susu formula
2 tahun – sekarang : Makanan padat

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum
Kesadaran : komposmentis
Kesan : tampak sakit sedang
Tanda Vital
Nadi : 120x/menit, regular isi cukup
Respirasi : 40x/menit, tipe thoracoabdominal. SpO2 : 89-91%  setelah di nebulisasi
menjadi 97%
3

Suhu : 36,7 0 C
Status Gizi
Berat badan : 25 kg
Tinggi badan : 113 cm
Gizi : baik
Kepala
Ubun-ubun besar datar simetris
Rambut tidak mudah dicabut
Mata : konjungtiva tidak anemis
sklera tidak ikterik
Hidung : sekret ( - )
pernafasan cuping hidung ( - )
Telinga : sekret ( - )
Mulut : perioral sianosis ( - )
Gusi : tidak ada kelainan
Faring : hiperemis (+/+)
Tonsil : tenang T1/T1
Leher
Retraksi suprasternal ( + )
KGB tidak membesar
Thoraks
Bentuk dan gerak simetris
Pulmo
Anterior
Inspeksi : retraksi intercostal ( + / + )
Auskultasi : VBS kiri = kanan;
Crackles ( -/- ) ; Wheezing (+/+)
Palpasi : vocal fremitus sulit dinilai
Perkusi : sonor kiri = kanan
Posterior
Inspeksi : retraksi intercostal ( + / + )
4

Auskultasi : VBS kiri = kanan;


Crackles ( -/- ) ; Wheezing (+ / +)
Palpasi : vocal fremitus sulit dinilai
Perkusi : sonor kiri = kanan

Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Auskultasi : bunyi jantung S1 S2 murni regular
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Abdomen
Inspeksi : datar
Auskultasi : bising usus ( + ) normal
Palpasi : lembut
Hepar : tidak teraba ; Lien : tidak teraba
Alat Genital
Laki-laki, Tidak ada kelainan. Anus (+)
Ekstremitas
Akral hangat
Sianosis ( - )
Clubbing ( - )
Capillary refill < 2 detik

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium
Hematologi : Hb : 14,1 gr/dl (N : 12 – 16 gr/dl)
Leukosit : 16.790/mm3 High (N : 5000 – 13 ribu/mm3)
Hematokrit : 43% (N : 35 – 45%)
Trombosit : 450.000/mm3 High (150.000-400.000/mm3)
Diff Count : 0.3/3.2/70.9/17.6/8.0 High
5

Foto thoraks

Kesimpulan :Gambaran bronkitis dengan infeksi sekunder

V. DIAGNOSIS BANDING
- Asma persisten ringan dengan eksaserbasi akut derajat serangan berat
- Bronkitis akut

VI. DIAGNOSIS KERJA


Asma persisten ringan dengan eksaserbasi akut derajat serangan berat

VII. USUL PEMERIKSAAN


1. Spirometri
2. Skin prick test

VIII. PENATALAKSANAAN
Umum :
Tirah baring
IVFD D5 ½ NS 15 tpm
Edukasi kepada orang tua agar mengetahui dan menghindari faktor pencetus
6

Kontrol teratur dan minum obat rutin


Khusus :
Nebulisasi combiven ½ amp per 8 jam
Inj Dexametasone 3x 1/3 amp IV
Inj Ceftriaxone 3x450 mg IV
Inj Paracetamol 3x250 mg IV (k/p)
Salbutamol 3x2 mg p.o
Ambroxol 3 x Cth I p.o

IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
BAB II.
TINJAUAN TEORI

ASMA
Definisi
Definisi asma pada anak masih diperdebatkan dan belum ada yang diterima secara
universal. Global Initiative Asthma (GINA) mendefinisikan asma sebagai suatu penyakit
heterogen, biasanya ditandai dengan inflamasi kronik saluran respiratori. Inflamasi kronik ini
ditandai dengan riwayat gejala-gejala pada saluran respiratori seperti wheezing (mengi), sesak
napas, dan batuk yang bervariasi dalam waktu maupun intensitas, disertai dengan limitasi aliran
udara ekspiratori.
Menurut Pedoman Nasional Asma Anak UKK Respirologi IDAI, asma adalah penyakit
saluran respiratori dengan dasar inflamasi kronik yang mengakibatkan obstruksi dan
hiperreaktivitas saluran respiratori dengan derajat bervariasi.
Manifestasi klinis asma dapat berupa batuk, wheezing, sesak napas, dada tertekan yang
timbul secara kronik dan atau berulang, reversibel, cenderung memberat pada malam atau dini
hari, dan biasanya timbul jika ada pencetus.

Epidemiologi
International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) menyatakan bahwa
angka current wheeze di 97 negara bervariasi sebesar 0,8% - 37,6%, diagnosis asma didapatkan
13,1% pada anak. Kejadian asma berhubungan erat dengan kejadian dermatitis atopik dan rino
konjungtivitis alergika. Asma pada anak laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan (14:10)

Faktor Resiko
Faktor risiko untuk penyakit asma dapat dikelompokan menjadi genetik dan non-genetik.
Penelitian ISAAC mendapatkan beberapa faktor risiko yaitu:
• Polusi udara
• Asap rokok
• Makanan cepat saji
• Berat lahir
• Cooking fuel

7
8

• Rendahnya pendidikan ibu


• Ventilasi rumah yang tidak memadai
• Merokok di dalam rumah
• Tidak adanya ventilasi

Etiologi
Pencetus terjadinya asma dapat berupa:
• Iritan: asap rokok, asap bakaran sampah, asap obat nyamuk, suhu dingin, udara kering,
makanan minuman dingin, penyedap rasa, pengawet makanan, pewarna makanan.
• Alergen: debu, tungau debu rumah, rontokan hewan, serbuk sari.
• Infeksi respiratori akut karena virus, selesma, common cold, rinofaringitis
• Aktivitas fisis: berlarian, berteriak, menangis, atau tertawa berlebihan.

Patogenesis
Asma merupakan suatu proses inflamasi kronik yang khas, melibatkan dinding saluran
respiratorik, menyebabkan terbatasnya aliran udara dan peningkatan reaktivitas saluran nafas.
Hiperreaktivitas ini merupakan predisposisi terjadinya penyempitan saluran respiratorik sebagai
respons terhadap berbagai macam rangsang.
Gambaran khas adanya inflamasi saluran respiratorik adalah aktivasi eosinofil, sel mast,
makrofag, dan sel limfosit T pada mukosa dan lumen saluran respiratorik.
9

Patofisiologi
• Hiperreaktivitas saluran respiratori
Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap hiperreaktivitas ini belum diketahui. Akan
tetapi, kemungkinan berhubungan dengan perubahan otot polos saluran respiratori
(hiperplasi dan hipertrofi) yang menyebabkan perubahan kontraktilitas.
Hiperreaktivitas bronkus secara klinis dapat diperiksa dengan provokasi/stimulus
menggunakan aerosol histamin atau metakolin, kemudian dilakukan pengukuran perubahan
fungsi paru (PFR/FEV1).
• Obstruksi saluran napas
Obstruksi saluran respiratori menyebabkan keterbatasan aliran udara yang dapat kembali
baik secara spontan maupun setelah pengobatan. Perubahan fungsional yang terjadi
dihubungkan dengan gejala khas pada asma, yaitu batuk, sesak, wheezing, dan
hiperreaktivitas saluran respiratori terhadap berbagai rangsangan.
Mekanisme obstruksi saluran napas:
o Kontraksi otot polos saluran napas
o Edema saluran napas
o Remodelling saluran napas
o Hipersekresi mukus

Diagnosis
Anamnesis
Keluhan wheezing dan atau batuk berulang merupakan manifestasi klinis yang diterima luas
sebagai titik awal diagnosis asma. Gejala respiratori asma berupa kombinasi dari batuk,
wheezing, sesak napas, rasa dada tertekan, dan produksi sputum. Chronic recurrent cough (batuk
kronik berulang, BKB) dapat menjadi petunjuk awal untuk membantu diagnosis asma. Gejala
dengan karakteristik yang khas diperlukan untuk menegakkan diagnosis asma. Karakteristik
yang mengarah ke asma adalah:
• Gejala timbul secara episodik atau berulang
• Timbul bila ada faktor pencetus
• Adanya riwayat alergi pada pasien atau keluarganya
10

• Variabilitas, yaitu intensitas gejala bervariasi dari waktu ke waktu, bahkan dalam 24 jam.
Biasanya gejala lebih berat pada malam hari (nokturnal)
• Reversibilitas, yaitu gejala dapat membaik secara spontan atau dengan pemberian obat
pereda asma

Pemeriksaan Fisik
Dalam keadaan stabil tanpa gejala, pada pemeriksaan fisis pasien biasanya tidak ditemukan
kelainan. Dalam keadaan sedang bergejala batuk atau sesak, dapat terdengar wheezing, baik yang
terdengar langsung (audible wheeze) atau yang terdengar dengan stetoskop. Selain itu, perlu
dicari gejala alergi lain pada pasien seperti dermatitis atopi atau rinitis alergi, dan dapat pula
dijumpai tanda alergi seperti allergic shiners atau geographictongue.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan ini untuk menunjukkan variabilitas gangguan aliran napas akibat obstruksi,
hiperreaktivitas, dan inflamasi saluran respiratori, atau adanya atopi pada pasien.
• Tes Faal Paru.Uji fungsi paru dengan spirometri atau peakflowmeter, sekaligus uji
reversibilitas dan untuk menilai variabilitas. Spirometri biasa dilakukan untuk anak usia
diatas 5-6 tahun. Untuk anak pra sekolah digunakan impedance oscillometry.
• Pemeriksaan status alergi: Skin prick test, eosinofil total darah, pemeriksaan IgE spesifik.
• Uji inflamasi saluran respiratori: FeNO (fractional exhaled nitric oxide), eosinofil sputum.
• Uji provokasi bronkus dengan exercise, metakolin, atau larutan salin hipertonik.
Jika terindikasi dan fasilitas tersedia, lakukan pemeriksaan untuk mencari kemungkinan
diagnosis banding, misalnya uji tuberkulin, foto sinus paranasalis, foto toraks, uji refluks gastro-
esofagus, uji keringat, uji gerakan silia, uji defisiensi imun, CT-scan toraks, endoskopi respiratori
(rinoskopi, laringoskopi, bronkoskopi).
Pada anak usia dibawah 5 tahun tidak ada pemeriksaan spesifik untuk diagnosis asma. Uji terapi
cukup efektif untuk dilakukan dengan memberikan bronkodilator inhalasi selama 2 bulan untuk
membantu menegakkan diagnosis asma. Apabila gejala berkurang selama pengobatan dan
memberat pada saat pengobatan dihentikan, maka diagnosis asma menjadi lebih kuat.
Pemeriksaan status alergi : Skin prick test, eosinofil total darah, pemeriksaan IgE spesifik.
11

Namun kurang bermakna pada anak < 5 tahun. Foto toraks untuk menyingkirkan diagnosis
banding.

Diagnosis Asma Pada Anak Usia Diatas 5 Tahun


12

Diagnosis Asma Pada Anak Usia Dibawah 5 Tahun


Perbedaan utama asma pada anak balita dengan di atas 5 tahun, adalah peran infeksi virus
terhadap timbulnya wheezing. Frekuensi dan durasi gejala, pemicunya terhadap gejala, serta
riwayat alergi keluarga dipakai sebagai petunjuk awal untuk menduga asma, ditambah dengan
faktor alergi.
Rekomendasi The European Respiratory Society (ERS)
1. Menilai pola kejadian dan faktor pemicu wheezing, riwayat keluarga dengan alergi dan
anggota keluarga yang merokok
2. Semua episode wheezing yang dikeluhkan oleh orangtua harus ditelaah dokter
3. Melakukan tes alergi pada anak yang memerlukan terapi jangka panjang
4. Pemeriksaan lanjutan sebaiknya dihindarkan pada usia awal kecuali pada kasus berat,
terapi resisten atau didapatkan manifestasi klinis yang tidak biasa
Beberapa indikator dikembangkan untuk memprediksi kejadian risiko asma antara lain Asma
Predictive Index dan modifikasinya yaitu Modified Asma Predictive index

Diagnosis asma anak balita dapat ditegakkan berdasarkan :


• Pola gejala (wheezing, batuk, sesak napas, gejala malam hari sampai terbangun)
• Adanya faktor risiko untuk berkembang asma
• Respons terhadap terapi pengendali
13

Gambaran klinis yang mendukung diagnosis asma pada anak dibawah usia 5 tahun

Diagnosis Banding
Gejala asma tidak patognomonik, dalam arti dapat disebabkan oleh berbagai penyakit lain
sehingga perlu dipertimbangkan kemungkinan diagnosis banding.
14

• Inflamasi: infeksi, alergi


- Rinitis, rinosinusitis
- Infeksi respiratori berulang
- Aspirasi berulang
- Tuberkulosis
• Obstruksi mekanis
- Laringomalasia, trakeomalasia
- Hipertrofi timus
- Aspirasi benda asing
- Disfungsi pita suara
• Malformasi kongenital saluran napas
- Patologi bronkus
- Displasia bronkopulmonal
- Bronkiektasis
- Fibrosis kistik
• Kelainan sistem organ lain
- Penyakit refluks gastro-esofagus (GERD)
- Penyakit jantung bawaan
- Gangguan neuromuscular
-
Klasifikasi dan Tatacara Diagnosis Asma
Tatacara penulisan diagnosis asma berdasarkan pada table berikut

Contoh :
Asma persisten ringan dengan eksaserbasi akut serangan ringan, terkontrol sebagian.
15

Berdasarkan Derajat Kekerapan

Keterangan :
1. Klasifikasi berdasarkan kekerapan gejala dibuat setelah dibuat diagnosis kerja asma dan
dilakukan tata laksana umum (pengendalian lingkungan, penghindaran pencetus) selama 6
minggu.
2. Jika sudah yakin diagnosis asma dan klasifikasi sejak kunjungan awal, tata laksana dapat
dilakukan sesuai klasifikasi.
3. Klasifikasi kekerapan ditujukan sebagai acuan awal penetapan jenjang tata laksana jangka
panjang.
4. Jika ada keraguan dalam menentukan klasifikasi kekerapan, masukkan ke dalam klasifikasi
lebih berat.

Berdasarkan Keadaan Saat Ini


Asma merupakan penyakit kronik yang dapat mengalami episode gejala akut yang memberat
dengan progresif yang disebut sebagai serangan asma.
• Asma serangan ringan-sedang
• Asma serangan berat
• Serangan asma dengan ancaman henti napas
16

Dalam pedoman ini klasifikasi derajat serangan digunakan sebagai dasar penentuan tata laksana.

Berdasarkan Derajat Terkendalinya Asma


Tujuan utama tata laksana asma adalah terkendalinya penyakit. Asma terkendali adalah asma
yang tidak bergejala, dengan atau tanpa obat pengendali dan kualitas hidup pasien baik.
• Asma terkendali penuh (well controlled)
- Tanpa obat pengendali : pada asma intermiten
- Dengan obat pengendali : pada asma persisten (ringan/ sedang/berat)
• Asma terkendali sebagian (partly controlled)
• Asma tidak terkendali (uncontrolled)
Dalam pedoman ini, klasifikasi derajat kendali dipakai untuk menilai keberhasilan tata laksana
yang tengah dijalani dan untuk penentuan naik jenjang (step-up), pemeliharaan (maintenance)
atau turun jenjang (step-down) tata laksana yang akan diberikan.
Penilaian derajat kendali asma dapat dinilai menggunakan panduan pada table dibawah:
17

Tatalaksana Asma pada Anak


Tujuan tata laksana asma anak secara umum adalah mencapai kendali asma sehingga menjamin
tercapainya potensi tumbuh kembang anak secara optimal. Secara lebih rinci, tujuan yang ingin
dicapai adalah:
1. Aktivitas pasien berjalan normal, termasuk bermain dan berolahraga.
2. Gejala tidak timbul pada siang maupun malam hari.
3. Kebutuhan obat seminimal mungkin dan tidak ada serangan.
4. Efek samping obat dapat dicegah untuk tidak atau sesedikit mungkin terjadi, terutama yang
memengaruhi tumbuh kembang anak.
Apabila tujuan ini belum tercapai maka tata laksananya perlu dievaluasi kembali.
Penatalaksanaan asma dilakukan dengan 3 hal:
1. KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi)
Jelaskan pada keluarga tentang penyakit asma secara lengkap dengan bahasa yang dapat
dimengerti, kapan harus datang ke dokter, bagaimana penanganan saat terjadi serangan,
bagaimana cara peggunaan obat, dan juga berikan penjelasan bagaimana pentingnya
kerjasama pihak keluarga dapat berpengaruh terhadap penanganan asma.
Dalam mencapai kemandirian, program KIE dituangkan dalam bentuk Rencana Aksi Asma
(RAA)/Asthma Action Plan (AAP) yang dibuat secara tertulis dan diisi oleh anak atau
orangtua.
18

2. Penghindaran terhadap pencetus


Penghindaran terhadap pencetus merupakan faktor yang sangat penting dalam penanganan
asma, karena rangsangan terhadap faktor pencetus dapat menyebabkan serangan asma.
Pencegahan terhadap pencetus diharapkan dapat mengurangi rangsangan pada saluran
respiratori.
3. Tatalaksana medikamentosa
Secara garis besar tatalaksana asma dibagi menjadi 2 jenis:
1) Quick relief (reliever medication)
Digunakan untuk meredakan serangan asma akut, diantaranya adalah short-acting -
agonist (SABA)
Tujuan tatalaksana serangan asma:
• Mengatasi penyempitan saluran respiratori secepat mungkin
• Mengurangi hipoksia
• Mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal secepatnya
19

• Mengevaluasi dan memperbarui tata laksana jangka panjang untuk mencegah


kekambuhan
MoA Salbutamol (SABA) adalah mengaktivasi adenylate cyclase  meningkatkan
produksi dan aktivitas cAMP  menurunkan kalsium intrasel  relaksasi otot halus.
Selain itu SABA juga mencegah pengeluaran agen bronkokonstriksi dari sel mast dan
meningkatkan mucocilliary clearance.
2) Long-term control (controller medication)
Digunakan untuk kontrol jangka panjang, mencegah terjadinya serangan asma akut,
diantaranya adalah long-acting -agonist (LABA), inhaled corticosteroid (ICS),
methylxanthines, antileukotrien, anti-IgE
Diberikan apabila:
• Diagnosis banding asma sudah disingkirkan
• Tatalaksana non medikamentosa sudah dilakukan (penghindaran pencetus)
• Faktor penyulit asma seperti rinitis alergi, rinosinusitis atau GERD sudah
ditatalaksana
• Klasifikasi kekerapan asma adalah asma persisten
Long-acting -agonist (LABA)
• Memiliki MoA yang sama dengan SABA, dengan DOA yang lebih panjang
(SABA: 4-6 jam, LABA: 12 jam)
• Contoh obat: Salmeterol
Inhaled Corticosteroid (ICS)
• Memiliki MoA yaitu mengaktivasi phospholipase A2 inhibitory protein yang
mencegah biosintesis mediator-mediator poten seperti prostaglandin dan
leukotriene.
• Penggunaan kortikosteroid yang berlebihan dapat menimbulkan efek samping
terutama pada pertumbuhan anak, sehingga perlu dilakukan pemantauan
pertumbuhan anak. Pertimbangkan penggunaan sediaan kombinasi.
• Contoh obat: Budesonide, beclomethasone, mometasone
Methylxanthines
• MoA: Pencegahan secara kompetitif terhadap phosphodiesterase (PDE) tipe III dan
IV, enzim yang berfungsi untuk memecah cAMP pada sel otot halus, sehingga
20

menyebabkan bronkodilasi. Juga berikatan dengan reseptor adenosine A2B


sehingga mencegah bronkokonstriksi yang dimediasi adenosine
• Contoh obat: Teofilin
Antileukotrien
• MoA: mencegah secara selektif kompetitif terhadap reseptor antagonis dari
leukotrien yang merupakan substansi anafilaktik (merupakan patofisiologi dari
asma)
• Contoh obat: Zakirlukast, Montelukast
Anti-IgE
• MoA: Anti-IgE (omalizumab) adalah antibodi monoklonal yang mampu
mengurangi kadar IgE bebas dalam serum. Omalizumab diberikan secara injeksi
subkutan setiap dua sampai empat minggu.
• Contoh obat: Omalizumab

Cara Pemberian Obat


Pada umumnya obat asma diberikan secara inhalasi. Pemilihan alat inhalasi harus disesuaikan
dengan kondisi masing-masing anak.
Pemilihan alat inhalasi sebaiknya juga mempertimbangkan efikasi obat, keamanan, kenyamanan
penggunaan, dan biaya.
• Metered Dose Inhaler (MDI) dengan spacer merupakan pilihan utama karena
memberikan kenyamanan kepada pasien, jumlah obat yang mencapai paru lebih banyak,
risiko dan efek samping minimal, serta biaya lebih murah.
• Dry Powder Inhaler (DPI) seperti diskhaler, swinghaler, turbuhaler, dan easyhaler
memerlukan inspirasi yang kuat. Umumnya bentuk ini dianjurkan untuk anak usia
sekolah.
Pemakaian spacer mengurangi deposisi obat dalam mulut (orofaring). Hal ini menyebabkan
jumlah obat yang akan tertelan berkurang sehingga mengurangi efek sistemik. Sebaliknya,
deposisi obat dalam paru lebih baik sehingga didapatkan efek terapeutik yang baik. Selain itu
pemakaian spacer akan mengatasi masalah kesulitan teknik pemakaian obat MDI.
Jika spacer seperti volumatic, nebuhaler, aerochamber, babyhaler, autohaler tidak dapat atau
sulit diperoleh, spacer dapat dibuat dari gelas plastik atau botol plastik dengan volume 500 mL
21

yang menurut penelitian sama efektifnya dengan MDI yang disertai spacer konvensional. Spacer
seperti ini terutama ditujukan untuk digunakan di negara berkembang karena dapat dibuat
sendiri.

Jenjang Pengendalian Asma


Pedoman Nasional Asma Anak tahun 2015 membagi derajat penyakit asma anak berdasarkan
kekerapan gejala dan derajat kendali. Setelah dilakukan tata laksana umum berupa penghindaran
pencetus, klasifikasi kekerapan asma dapat ditentukan dalam waktu enam minggu. Pada asma
intermiten tidak dibutuhkan tata laksana asma jangka panjang sesuai dengan jenjang 1,
sedangkan pada asma persisten dilakukan tata laksana jangka panjang sesuai dengan jenjang 2
sampai jenjang 4 kemudian dievaluasi secara berkala untuk menaikkan atau menurunkan jenjang
dalam pemakaian obat pengendali asma. Diagnosis derajat kendali dibuat setelah 6 minggu
menjalani tata laksana jangka panjang awal sesuai klasifikasi kekerapan.
Pemberian steroid inhalasi sebagai tata laksana asma jangka panjang harus dipertimbangkan
pada pasien asma dengan salah satu dari kriteria berikut: mengalami serangan asma pada 2 tahun
terakhir, penggunaan obat pereda asma ≥3 kali dalam satu minggu, terbangun karena serangan
asma 1 kali dalam satu minggu.
22

Jenjang pengendalian asma usia diatas 5 tahun:

Jenjang pengendalian asma usia dibawah 5 tahun:

Keterangan :
1. Acuan awal penetapan jenjang tata laksana jangka panjang menggunakan klasifikasi
kekerapan.
2. Bila suatu jenjang dalam tata laksana sudah berlangsung selama 6- 8 minggu dan asma
belum terkendali, maka tata laksana naik jenjang ke atasnya (step up).
3. Bila suatu jenjang dalam tata laksana sudah berlangsung selama 8- 12 minggu dan asma
terkendali penuh, maka tata laksana turun jenjang kebawahnya (step down).
4. Perubahan jenjang tata laksana harus memperhatikan aspek- aspek penghindaran, penyakit
penyerta.
5. Pada Jenjang 4, jika belum terkendali, tata laksana ditambahkan omalizumab.
23

Serangan Asma
Serangan asma adalah episode peningkatan yang progresif (perburukan) dari gejala-
gejala batuk, sesak napas, wheezing, rasa dada tertekan, atau berbagai kombinasi dari gejala-
gejala tersebut. Serangan asma biasanya mencerminkan gagalnya tata laksana asma jangka
panjang, atau adanya pajanan dengan pencetus. Derajat serangan asma bermacam-macam, mulai
dari serangan ringan sedang hingga serangan yang disertai ancaman henti napas.

Patofisiologi Serangan Asma


Kejadian utama pada serangan asma akut adalah obstruksi saluran respiratori secara luas,
yang disebabkan oleh kombinasi dari spasme otot polos bronkus, edema mukosa karena
inflamasi saluran respiratori, dan sumbatan mukus. Penyempitan saluran respiratori
menyebabkan peningkatan tahanan saluran respiratori, terperangkapnya udara (air trapping), dan
distensi paru yang berlebihan (hiperinflasi). Hiperinflasi paru menyebabkan penurunan
compliance paru sehingga terjadi peningkatan kerja napas. Pada awal serangan, untuk
mengompensasi hipoksia terjadi hiperventilasi sehingga kadar PaCO2 akan turun dan dijumpai
alkalosis respiratori. Selanjutnya pada obstruksi saluran respiratori yang berat, akan terjadi
kelelahan otot respiratori dan hipoventilasi alveolar sehingga terjadi hiperkapnia dan asidosis
respiratori.
24

Tatalaksana Serangan Asma pada Anak


Alur tata laksana serangan asma di fasyankes primer ditunjukkan di Gambar 6.2. Lakukan
anamnesis yang singkat dan terfokus serta pemeriksaan fisis yang relevan bersamaan dengan
pemberian terapi awal. Hasil anamnesis dan pemeriksaan fisis harus dicatat di rekam medis. Jika
pasien menunjukkan tanda serangan berat atau mengancam nyawa, segera rujuk ke fasilitas
pelayanan kesehatan yang lebih tinggi.

Tatalaksana di Ruang Rawat Inap


Berikut tata laksana yang diberikan setelah pasien masuk ke ruang rawatinap:
• Pemberian oksigen diteruskan.
• Jika ada dehidrasi dan asidosis maka berikan cairan intravena dan koreksi asidosisnya.
• Steroid intravena diberikan secara bolus, setiap 6-8 jam. Dosis steroid intravena adalah
0,5-1 mg/kgBB/hari.
25

• Nebulisasi agonis β2 kerja pendek kombinasi dengan ipratropium bromida


dengan oksigen dilanjutkan setiap 1-2 jam. Jika dalam 4-6 kali pemberian mulai terjadi
perbaikan klinis, jarak pemberian dapat diperlebar menjadi tiap 4-6 jam.
• Aminofilin diberikan secara intravena dengan dosis:
- Bila pasien belum mendapat aminofilin sebelumnya, aminofilin dosis awal
(inisial) sebesar 6-8 mg/kgBB, yang dilarutkan dalam dekstrosa atau garam fisiologis
sebanyak 20 ml, dan diberikan selama 30 menit, dengan infusion pump atau mikroburet.
- Bila, respons belum optimal dilanjutkan dengan pemberian aminofilin dosis
rumatan sebanyak 0,5-1 mg/kgBB/jam.
- Jika pasien telah mendapat aminofilin (kurang dari 8 jam), dosis diberikan
separuhnya, baik dosis awal (3-4 mg/kgBB) maupun rumatan (0,25-0,5 mg/kg/jam).
- Bila memungkinkan, sebaiknya kadar aminofilin diukur dan dipertahankan 10-20
mcg/ml.
- Pantau gejala-gejala intoksikasi aminofilin, efek samping yang sering adalah
mual, muntah, takikarsi dan agitasi. Toksisitas yang berat dapat menyebabkan aritmia,
hipotensi, dan kejang.
• Bila telah terjadi perbaikan klinis, nebulisasi diteruskan setiap 6 jam hingga mencapai 24
jam, dan steroid serta aminofilin diganti dengan pemberian peroral.
• Jika dalam 24 jam pasien tetap stabil, pasien dapat dipulangkan dengan dibekali obat
agonis β2 (hirupan atau oral) yang diberikan setiap 4-6 jam selama 24-48 jam. Selain itu,
steroid oral dilanjutkan hingga pasien kontrol ke klinik rawat jalan dalam 3-5 hari untuk
reevaluasi tata laksana.
DAFTAR PUSTAKA

1. Panduan Nasional Asma Anak Edisi ke 2 tahun 2015


2. Global Initiative for Asthma. Global Strategy for Asma Management and Prevention
2018 updated. Available from : www.ginasthma.org
3. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Edisi ke 5. Departemen Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjajdjaran. RSUP Dr. Hasan
Sadikin. Tahun 2014
4. Panduan Praktek Klinis SMF Ilmu Kesehatan ANak. RSUP Sanglah Denpasar. Tahun
2017

26

Anda mungkin juga menyukai