Serabut saraf yang terapat pada gigi baik rahang atas dan rahang bawah juga pada mata terhubung
melalui saraf trigeminus ( nervus V/ganglion gasseri). Persarafan pada daerah orofacial, selain saraf
trigeminal meliputi saraf cranial lainnya, seperti saraf cranial ke-VII, ke-XI, ke-XII.
N.V1 Cabang Opthalmicus
N.V2 Cabang Maxillaris
N.V3 Cabang Mandibula
Cabang maxillaris (rahang atas) dan mandibularis (rahang bawah)
Cabang maxillaris memberikan inervasi sensorik ke gigi maxillaris, palatum, dan gingiva.
Cabang mandibularis memberikan persarafan sensorik ke gigi mandibularis, lidah, dan gingiva.
NERVUS MAKSILA
Cabang maksila nervus trigeminus mempersarafi gigi-gigi pada maksila, palatum, dan gingiva di
maksila. Selanjutnya cabang maksila nervus trigeminus ini akan bercabang lagi menjadi nervus
alveolaris superior. Nervus alveolaris superior ini kemudian akan bercabang lagi menjadi tiga, yaitu
nervus alveolaris superior anterior, nervus alveolaris superior medii, dan nervus alveolaris superior
posterior. Nervus alveolaris superior anterior mempersarafi gingiva dan gigi anterior, nervus
alveolaris superior medii mempersarafi gingiva dan gigi premolar serta gigi molar I bagian mesial,
nervus alveolaris superior posterior mempersarafi gingiva dan gigi molar I bagian distal serta molar II
dan molar III.
Variasi nervus yang memberikan persarafan ke gigi diteruskan ke alveolaris, ke soket di mana gigi
tersebut berasal.
Nervus alveolaris superior ke gigi maxillaris berasal dari cabang maxillaris nervus trigeminus.
Nervus alveolaris inferior ke gigi mandibularis berasal dari cabang mandibularis nervus trigeminus.
PALATUM MOLAE
N. Palatinus Minus (keluardari foramen palatina minus), mempersarafi seluruh palatina mole.
Permukaan palatal :
N. palatinus major dan nasopalatinus
o Bagian depan palatum: N. Nasopalatinus (keluar dari foramen incisivum), mempersarafi gingiva
dan gigi anterior rahang atas
o Bagian belakang palatum: N. Palatinus Majus (keluar dari foramen palatina mayor), mempersarafi
gingiva dan gigi premolar dan molar rahang atas.
NERVUS MANDIBULA
Cabang awal yang menuju ke mandibula adalah nervus alveolar inferior. Nervus alveolaris inferior
terus berjalan melalui rongga pada mandibula di bawah akar gigi molar sampai ke tingkat foramen
mental. Cabang pada gigi ini tidaklah merupakan sebuah cabang besar, tapi merupakan dua atau tiga
cabang yang lebih besar yang membentuk plexus dimana cabang pada inferior ini memasuki tiap akar
gigi.
Selain cabang tersebut, ada juga cabang lain yang berkonstribusi pada persarafan mandibula. Nervus
buccal, meskipun distribusi utamanya pada mukosa pipi, saraf ini juga memiliki cabang yang
biasanya di distribusikan ke area kecil pada gingiva buccal di area molar pertama. Namun, dalam
beberapa kasus, distribusi ini memanjang dari caninus sampai ke molar ketiga. Nervus lingualis,
karena terletak di dasar mulut, dan memiliki cabang mukosa pada beberapa area mukosa lidah dan
gingiva. Nervus mylohyoid, terkadang dapat melanjutkan perjalanannya pada permukaan bawah otot
mylohyoid dan memasuki mandibula melalui foramen kecila pada kedua sisi midline. Pada beberapa
individu, nervus ini berkontribusi pada persarafan dari insisivus sentral dan ligament periodontal.
CABANG MANDIBULARIS :
Dipersyarafi oleh Nervus Alveolaris Inferior, mempersarafi gigi anterior dan posterior gigi rahang
bawah
PERSARAFAN GINGIVA
Permukaan labia dan buccal :
N. Buccalis, mempersarafi bagian buccal gigi posterior rahang bawah
N. Mentalis, merupakan N.Alveolaris Inferior yang keluar dari foramen Mentale
Permukaan lingual :
N. Lingualis, mempersarafi 2/3 anterior lidah, gingiva dan gigi anterior dan posterior rahang bawah
Karies Gigi
Pengertian
Karies gigi adalah suatu proses kronis, regresif yang dimulai dengan larutnya mineral email, sebagai
akibat terganggunya keseimbangan antara email dan sekelilingnya yang disebabkan oleh
pembentukan asam mikrobial dari substrat (medium makanan bagi bakteri) yang dilanjutkan dengan
timbulnya destruksi komponen-komponen organik yang akhirnya terjadi kavitasi (pembentukan
lubang) (Kennedy, 2002).
Merupakan karies yang sudah mencapai bagian dalam dari email dan kadang-kadang terasa sakit.
c.Karies Media
Merupakan karies yang sudah mencapai bagian dentin ( tulang gigi ) atau bagian
pertengahan antara permukaan gigi dan kamar pulpa. Gigi biasanya terasa sakit
bila terkena rangsangan dingin, makanan asam dan manis.
d. Karies Profunda
Merupakan karies yang telah mendekati atau bahkan telah mencapai pulpa
sehingga terjadi peradangan pada pulpa. Biasanya terasa sakit secara tiba-tiba
tanpa rangsangan apapun. Apabila tidak segera diobati dan ditambal maka
gigi akan mati, dan untuk perawatan selanjutnya akan lebih lama
dibandingkan pada karies-karies lainnya.
ETIOLOGI KARIES
Menurut Yuwono (2003) faktor yang memungkinkan terjadinya karies yaitu :
a. Umur
Terdapat tiga fase umur yang dilihat dari sudut gigi geligi yaitu :
1) Periode gigi campuran, disini molar 1 paling sering terkena karies
2) Periode pubertas (remaja) umur antara 14 tahun sampai 20 tahun pada masa pubertas terjadi
perubahan hormonal yang dapat menimbulkan pembengkakan gusi, sehingga kebersihan mulut
menjadi kurang terjaga. Hal ini yang menyebabkan prosentase karies lebih tinggi.
3) Umur antara 40- 50 tahun, pada umur ini sudah terjadi retraksi atau menurunya gusi dan papil
sehingga, sisa sisa makanan lebih sukar dibersihkan.
c. Air ludah
Pengaruh air ludah terhadap gigi sudah lama diketahui terutama dalam mempengaruhi kekerasan
email. Air ludah ini dikeluar oleh : kelenjar paritis, kelenjar sublingualis dan kelenjar
submandibularis. Selama 24 jam, air ludah dikeluarkan glandula sebanyak 1000 1500ml,
kelenjar submandibularis mengeluarkan 40 % dan kelenjar parotis sebanyak 26 %. Pada malam
hari pengeluaran air ludah lebih sedikit, secara mekanis air ludah ini berfungsi membasahi rongga
mulut dan makanan yang dikunyah. Sifat enzimatis air ludah ini ikut didalam pengunyahan untuk
memecahkan unsur unsur makanan.
Hubungan air ludah dengan karies gigi telah diketahui bahwa pasien dengan sekresi air ludah yang
sedikit atau tidak ada sama sekali memiliki prosentase karies gigi yang semakin meninggi
misalnya oleh karena : therapi radiasi kanker ganas, xerostomia, klien dalam waktu
singkat akan mempunyai prosentase karies yang tinggi. Sering juga ditemukan pasien-pasien balita
berumur 2 tahun dengan kerusakan atau karies seluruh giginya, aplasia kelenjar proritas
d. Bakteri
Sifat kariogenik ini berkaitan dengan kemampuan untuk :
Menurut Yuwono (2003) tiga jenis bakteri yang sering menyebabkan karies yaitu :
1) Steptococcus
Bakteri kokus gram positif ini adalah penyebab utama karies dan jumlahnya terbanyak di dalam
mulut, salah satu spesiesnya yaitu Streptococus mutan, lebih dari dibandingkan yang
lain dapat menurunkan pH medium hingga 4,3%. Sterptococus mutan terutama terdapat populasi
yang banyak mengkonsumsi sukrosa
2) Actynomyces
Semua spesies aktinomises memfermentasikan glukosa, terutama membentuk asam laktat, asetat,
suksinat, dan asam format. Actynomyces visocus dan actynomises naesundil mampu
membentuk karies akar, fisur dan merusak periodontonium.
3) Lactobacilus
Populasinya mempengaruhi kebiasaan makan, tempat yang paling disukai adalah lesi dentin yang
dalam. Lactobasillus hanya dianggap faktor pembantu proses karies.
Proses terjadinya karies gigi dimulai dengan adanya plak di permukaan gigi, sukrosa (gula) dari sisa
makanan dan bakteri berproses menempel pada waktu tertentu yang berubah menjadi asam laktat
yang akan menurunkan pH mulut menjadi kritis (5,5) yang akan menyebabkan demineralisasi email
berlanjut menjadi karies gigi
Secara perlahan-lahan demineralisasi interna berjalan ke arah dentin melalui lubang fokus tetapi
belum sampai kavitasi (pembentukan lubang). Kavitasi baru timbul bila dentin terlibat dalam proses
tersebut. Namun kadang-kadang begitu banyak mineral hilang dari inti lesi sehingga permukaan
mudah rusak secara mekanis, yang menghasilkan kavitasi yang makroskopis dapat dilihat.
Pada karies dentin yang baru mulai yang terlihat hanya lapisan keempat (lapisan transparan, terdiri
atas tulang dentin sklerotik, kemungkinan membentuk rintangan terhadap mikroorganisme dan
enzimnya) dan lapisan kelima (lapisan opak/ tidak tembus penglihatan, di dalam tubuli terdapat lemak
yang mungkin merupakan gejala degenerasi cabang-cabang odontoblas). Baru setelah terjadi kavitasi,
bakteri akan menembus tulang gigi. Pada proses karies yang amat dalam, tidak terdapat lapisanlapisan tiga (lapisan demineralisasi, suatu daerah sempit, dimana dentin partibular diserang), lapisan
empat dan lapisan lima
Patofisiologi Karies
Teori Asidogenik : Miller (1882) menyatakan bahwa kerusakan gigi adalah proses
kemoparasiter yang terdiri atas dua tahap yaitu dekalsifikasi email sehingga terjadi kerusakan
tota email dan dekalsifikasi dentin pada tahap awal diikuti oleh pelarutan residunya yang telah
melunak. Asam yang dihasilkan oleh bakteri asidogenik dalam proses fermentasi karbohidrat
dapat mendekalsifikasi dentin, menurut teori ini, karbohidrat, mikroorganisme, asam, dan plak
gigi berperan dalam proses pembentukan karies.
Teori Proteolitik : Gottlieb (1944) mempostulasikan bahwa karies merupakan suatu proses
proteolysis bahan organic dalam jaringan keras gigi oleh produk bakteri. Dalam teori ini
dikatakan mikroorganisme menginvasi jalan organic seperti lamella email dan sarung batang
email, serta merusak bagian bagian organic ini. Proteolysis juga disertai pembentukan asam.
Pigmentasi kuning merupakan ciri karies yang disebabkan produksi pigmen oleh bakteri
proteolitik. Teori proteolitik ini menjelaskan terjadinya karies dentin dengan email yang
masihh baik.
PENYAKIT PULPA
Penyakit pulpa adalah suatu keadaan saat kekuatan pulpa rendah untuk menjadi kuat kembali yang
disebabkan aktivitas plasminogen yang tinggi, yang dengan cepat merusak fibrin setelah injuri,
Etiologi
Iritasi pada jaringan pulpa dan jaringan periradikuler akan mengakibatkan inflamasi.
a. Iritan mikroba 3
Karies mengandung banyak bakteri seperti S. Mutans, Laktobasili, Actynomyces. Mikroorganisme
dalam kares menghasilkan toksin yang berpenetrasi kedalam pulpa melalui tubulus dentin.
Lesi periapeks terjadi setelah pulpa terinflamasi dan nekrosis. Lesi pertama-tama meluas kea rah
orizontal, lalu kearah vertikal, baru kemudian berhenti.
Lambat atau cepat kerusakan jaringan akan meluas dan menyebar keseluruh jaringan pulpa.
Bakteri dan produknya dan iritan lain dari jaringan yang telah nekrosis menjadi merembes dalam
jaringan periapeks menjadi inflamasi periapeks.
Jalannya invasi bakteri 4
Masuknya bakteri kedalam pulpa melalui 3 cara :
Invasi langsung melalui dentin seperti misalnya karies, fraktur mahkota atau akar, terbukanya
pulpa pada saat preparasi kavitas, atrisi, abrasi, erosi, atau retak pada mahkota.
Invasi melalui pembuluh darah atau limfatik terbuka, yang ada hubungannya dengan penyakit
periodontal, suatu kanal aksesori pada daerah furkasi, infeksi gusi, atau skalling gigi. Invasi
melalui darah, misalnya selama penyakit infeksi atau bakterimia transien.
Bakteri dapaat menembus dentin pada waktu preparasi kavitas karena kontaminasi lapisan
smear karena penitrasi bakteri pada tubuli dentin terbuka, disebabkan oleh proses karies dan
masuknya bakteri karena tindakan operatif yang tidak bersih. Bakteri dan toksin menembus
tubuli dentin dan waktu mencapai pulpa, menyebabkan reaksi inflamasi.
b. Iritan mekanis.
Jaringan radikuler dapat teriritasi secara mekanik dan mengalami inflamasi oleh pengaruh trauma,
hiperoklusi, prosedur dan kecelakaan perawatan endodonsia, ekstirpasi pulpa, instrumentasi yang
terlalu berlebihan ( overinstrumentation ), perforasi akar, dan pengisisan yang terlalu panjang.
Iritasi mekanik oleh instrument biasa terjadi selama preparasi saluran akar.penentuan panjang gigi
yang tidak tepat biasanya merupakan penyebab instrumentasi berlebihan dan inflamasi.
Tidak adanya apical stop setelah preparasi dan embersihan saluran akar dapat menyebabkan bahan
obturasi keluar kedaerah periapeks dilanjutkan dengan kerusakan fisik dan kimia.
c. Iritan kimia.
Antibakteri yang dipakai selama pembersihan dan pembentukan saluran akar, obat-obatan
intrakanal, senyawa dalam bahan obturasi menjadi iritan kimia yng potensial mengiritasi jaringan
periradikuler.
b. Pulpitis
Pulpitis merupakan kelanjutan dari hiperemi pulpa,yaitu bakteri yang menggerogoti jaringan pulpa.
Berdasarkan sifat eksuclat yang keluar dari pulpa,pulpitis terbagi atas:
Pulpitis akut,secara struktural jaringan pulpa sudah tidak di kenal lagi,tetapi selnya masih
terlihat jelas.
Pulpitis akut tibrinosa; bnyak di temukan tbrinogen pada pulpa.
Pulpitis akut hemoragi; bnyak eritrosit di pulpa
Pulpitis akut purulenta; terlihat intitrasi sel-sel masih yang berangsur berubah menjadi
peleburan jaringan pulpa.
- Atrofi pulpa
- Pulpit akut
Pulpitis Ireversibel,yaitu keadaan ketika vitalitas jaringan pulpa tidak dapat di
pertahankan,tetapi gigi masih dapat di pertahankan dalam rongga mulut. Yang termasuk
pulpitis interversibel:
- Pulpitis kronis parsicilis tanpa nekrosis
- Pulpitis kronis parsicilis dengan nekrosis
- Pulpitis kronis koronalis dengan nekrosis
- Pulpitis kronis radikularis dengan nekrosis
- Pulpitis kronis eksaserbasi akut
c. Degerasi Pulpa
Penyebabnya ialah iritasi ringan yang persisten. Keadaan ini biasanya asimtomatis,gigi tidak
mengalami perubahan warna dan pulpa tidak bereaksi terhadap tes termal dan elekrik.
Degerasi hialin.
Terjadinya penebelan jaringan ikat pulpa karena penempelan karbohidrat.
Degerasi amiloid
Terlihat gumpalan-gumpalan sel pada pulpa
Degerasi kapur
Terjadinya mineralisasi pada pulpa sehingga dapat terbentuk dentikel.mineralisasi dapat
terjadi.mineralisasi dapat terjadi pada jaringan saraf,jaringan ikat,terutama pada saluran akar.
d. Pulpitis Hiperplastik
Pulpitis hiperplastik merupakan suatu intlamasi pulpa produkdif yang di sebabkan oleh suatu
pembukaan karies luas pada pulpa muda. Ganguan ini di tandai oleh perkembangan jarinagan
granulasi,kadang-kadang tertutup oleh opitelium dan di sebab kan Karen iritasi tingkat rendah
yang berlangsung lama.
e. Nekrosis pulpa.
Nekrosis pulpa adalah kematian yang merupakan proses lanjutan dari radang pulpa
akut/kronis/terhenti sirkulasi darah.
Ada 2 tipe nekrosis pulpa,yaitu:
Tipe koagulasi,banyak jaringan yang larut, mengendap,dan berubah menjadi bahan yang padat.
Tipe liguetation; jarainagn pulpa menjadi bahan lunak dan cair
Histopatologi 5
a. Pulpitis Reversibel
Secara mikroskopis, terlihat adanya dentin reparatif,gangguan lapisan odontoblas, pembesaran
pembuluh darah, ekstravasasi cairan edema, dan adanya sel inflamasi kronis yang sevara imunologis
kompeten.
b. Pulpitis irreversibel
Gangguan ini mempunyai tingkat imflamasi kronis dan akut dalam pulpa. Bila karies tidak diambil,
perubahan inflamasi di dalam pulpa akan meningkat keparahannya jika kerusakan mendekati pulpa.
Venula pasca-kapiler menjadi padat dan mempengaruhi sirkulasi di dalam pulpa, serta menyebabkan
perubahan patologik seperti nekrosis.
c. Nekrosis pulpa
Dalam kavitas pulpa terlihat adanya jaringan pulpa nekrotik, debris seluler, dan mikroorganisme.
Jaringan periapikal menunjukkan sedikit inflamasi yang dijumpai di ligamen periodontal.
Imunopatogenesis 6
Seperti halnya jaringan ikat lain pada tubuh, jaringan pulpa akan mengadakan respon terhadap iritan
dengan reaksi inflamasi nonspesifik dan reaksi imunologi spesifik. Inflamasi pulapa akibat karies
dimulai sebagai respon selular kronik yang ditandai oleh adanya limfosit, sel-sel plasma, dan
makrofag. Pada umumnya, pulpa tidak akan mengalami inflamasi yang parah jika kariesnya tidak
berpenetrasi ke dalam pulpa.
Setelah pulpa tebuka karena karies, berbagai spesies bakteri yang oportunis dari flora oral akan
berkoloni pada pulpa yang terbuka tersebut. Leukosit polimorfonuklear (PMN) yang merupakan tanda
inflamasi akut, secara kemotaktik akan tertarik ke daerah inflamasi. Akumulasi Leukosit PMN akan
menyebabkan terbentuknya abses. Jaringan pulpa bisa tetap terinflamasi dalam waktu yang lama, atau
bisa juga dengan cepat menjadi nekrosis.
Pemeriksaan Klinis 6
a. Pemerisaan Subjektif
Intensitas nyeri
Makin intens nyerinya (misalnya makin mengganggu nyeri tersebut terhadap gaya hidup pasien),
makin besar kemungkinan adanya penyakit yang ireversibel. Nyeri intens adalah nyeri yang baru
terjadi tak dapat diredakan oleh analgesik dan telah menyebabkan pasien mencari pertolongan.
Nyeri intens dapat timbul dari pulpitis ireversibel atau dari periodontitis atau akses aplikasi akut.
b. Pemeriksaan objektif
Pemeriksaan ini meliputi tes visual dan digital jaringan rongga mulut yang lengkap dan teliti.
Bibir, mukosa oral, pipi, lidah, palatum dan otoy-otot serta semua keabnormalan yang ditemukan,
di periksa. Periksalah pula mukosa alveolar dan gingiva cekatnya untuk melihat apakah daerah
tersebut mengalami perubahan warna, terinflamasi, mengalami ulserasi atau mempunyai saluran
sinus.
Gigi geligi.
Gigi geligi di periksa untuk mengetahui adanya perubahan warna, fraktur, abrasi, erosi,karies,
restorasi yang luas atau abnormalitas lain. Mahkota yang berubah warna sering merupakan tanda
adnya penyakit pulpa atau merupakan akibat perawatan saluran akar yang telah di lakukan
sebelumnya.
Tes klinis
Tes klinis meliputi tes dengan menggunakan kaca mulut dan sonde serta tes periodontium selain
tes pulpa dan jaringan periapeks.
Tes periapeks
Perkusi.
Perkusi dapat menentukan ada tidaknya penyakit periradikuler. Cara melakukan perkusi adalah
dengan mengetukkan ujung kaca mulut yang di pegang paralel atau tegak lurus terhadap mahkota
pada permukaan insisal atau oklusal mahkota.
Palpasi.
Seperti halnya perkusi, palpasi menentukan seberapa jauh proses inflamasi telah meluas ke arah
periapeks. Respon positif pada palpasi menandakan adanya inflamasi periradikuler. Palpasi
dilakukan dengan menentukan mukosa diatas apeks dengan cukup kuat. Penekanan dilakukan
dengan ujung jari dan, seperti juga pada tes perkusi, pemeriksaan hendaknya memakai juga gigi
pembanding.
Aplikasi cairan / udara dingin atau panas menyebabkan nyeri tajam sementara
Jika panas diaplikasikan pada gigi yang pulpanya normal , akan timbul respo awal yang lambat
dan intensitas nyeri akan semakin naik jika suhunya dinaikkan. Sebaliknya , jika dingin
diaplikasikan pada gigi yang pulpanya normal , akan timbul reaksi nyerri dan intensitas nyerinya
cenderung menurun jika stimulus dinginnya dipertahankan
b.
Pulpitis Irreversible
Pulpitis Irreversible sering merupakan akibat atau perkembangan lebih lanjut dari pulpitis reversible .
Kerusakan pulpa yang parah akibat pengambilan dentin yang banyak selama prosedur operatif atau
gangguan dalam aliran darah dalama pulpa akibat trauma atau gerakkan gigi pada perawatan
orthodonti dapat juga menjadi penyebabnya
Pulpitis irreversible biasanya tidak menimbulkan gejala , atau pasien hanya mengeluh gejala yang
ringan saja , akan tetapi pulpitis irreversible dapat juga menyebabkan episode nyeri spontan yang
intermiten atau teru menerus tanpa ada stimulus eksternal
Nyerinya bisa tajam, tumpul, berbatas jelas, menyebar, bisa hanya beberapa menit atau berjam-jam.
Mengetahui letak pulpanya lebih sukar dibandingkan dengan menentukan letak nyeri periradikuler
dan akan makin sukar jika nyeri makin parah. Aplikasi Stimuli eksternal seperti dingin atau panas
dapat mengakibatkankan nyeri yang berkebjangan.
Jadi, pada pulpa dengan nyeri parah responsnya berbeda pada pulpa pada gigi dengan pulpitis
Ireversibel bisa menimbulkan respons dengan segera, kadang-kadang dengan aplikasi dingin
responsnya tidak hilang dan berkepanjangan. Adakalanya akan menimbulkan Vasokonstruiksi,
turunnya tekanan pulpa dan hilangnya nyeri setelah beberapa saat.
Walaupun telah dinyatakan bahwa gigi-gigi dengan pulpitis ireversiel memiliki ambang rangsang
lebih rendah terhadap simulasi elektrik, Mumford menemukan ambang presepsi nyeri yang serupa,
baik dalam pulpa yang terimflamasi maupun tidak.
c. Pulpa Nekrosis
Gigi yang kelihatan normal dengan pulpa nekrotik tidak menyebabkan gejala rasa sakit. Diskolorasi
adalah tanda utama bahwa pulpa mati.
Terminologi Diagnosa 6
Gejala
Radigrafi
Tes Pulpa
Tes Periapek
Pulpitis Reversibel
Mungkin
menimbulkan gejala
ringan
terhadap
stimulus termis atau
mungkin juga tidak.
Memberi respon.
Tidak sensitif
Pulpitis Irreversibel
Sama
dengan
reversibel; selain itu
mungkin
terdapat
nyeri spontan atau
nyeri parah terhadap
stimulus.
Memberi
(mungkin
nyeri
terhadap
termis).
respon
dengan
ekstrem
stimulus
Mungkin memberi
respon nyeri atau
mungkin juga tidak
terhadap perkusi atau
palpasi.
Nekrosis Pulpa
Tidak
respon
memberi
Tergantung
pada
status periapek
Berikut ini analgesik yang aman dan tidak aman diresepkan selama masa kehamilan berdasarkan
FDA.
Tabel 2. DAFTAR ANALGESIK BESERTA KATEGORI
Kategori FDA
BERDASARKAN FDA Nama Obat
Asetaminofen
B
Asetaminofen dengan kodein
C
Kodein
C/3D
Hidrokodon
C/3D
Meperidin
B
Morfin
B
Oksikodon
B/3D
Propoksifen
C
Setelah trimester pertama (24-72 jam)
B/3D
Ibuprofen
B/3D
Naprosin
C/3D
Aspirin
Analgesics are among the commonly used medications in pregnancy.
1.
Aspirin.
- non steroid anti inflammatory agent that act by irreversible inhibition of the enzymes necessary
for the synthesis of prostaglandin.
- Cause constriction of the fetal ductus arteriosus with resultant pulmonary hypertension.
- Avoid during pregnancy.
- increase risk of gastroschiziswhen taken in the first semester.
- Concern about accumulation in the infant have led to recommendation that aspirin be avoided
during lactation.
2. Acetaminophen
It can cross the placenta but is considered safe when taken in the normally recommended
dosage.
L1 (safest)
L2 (safer)
L3 (moderately safe)
L4 (possibly hazardous)
L5 (contraindicated)
NR: Not Reviewed. This drug has not yet been reviewed by Hale.
Antibiotika
Amoxicillin
Larotid, Amoxil
Approved
L1
Aztreonam
Azactam
Approved
L2
Cefadroxil
Ultracef, Duricef
Approved
L1
Cefazolin
Ancef, Kefzol
Approved
L1
Cefotaxime
Claforan
Approved
L2
Cefoxitin
Mefoxin
Approved
L1
Cefprozil
Cefzil
Approved
L1
Ceftazidime
Ceftazidime,
Fortaz, Taxidime
Approved
L1
Ceftriaxone
Rocephin
Approved
L2
Ciprofloxacin [more]
Cipro
Approved
L3
Clindamycin
Cleocin
Approved
L3
Erythromycin
E-Mycin, Ery-tab,
ERYC, Ilosone
Approved
L1
L3 early
postnatal
Fleroxacin
Approved
NR
Gentamicin
Garamycin
Approved
L2
Kanamycin
Kebecil, Kantrex
Approved
L2
Moxalactam
Moxam
Approved
NR
Nitrofurantoin
Macrobid
Approved
L2
Ofloxacin
Floxin
Approved
L2
Penicillin
Approved
L1
Streptomycin
Streptomycin
Approved
L3
Sulbactam
Approved
NR
Sulfisoxazole
Gantrisin, AzoGantrisin
Approved
L2
Tetracycline
Achromycin,
Sumycin,
Terramycin
Approved
L2
Ticarcillin
Ticarcillin, Ticar,
Timentin
Approved
L1
Trimethoprim/sulfamethoxazol
Proloprim, Trimpex
e
Approved
L3
Antibiotics are widely used during pregnancy. Because of the potential of the maternal and fetal side
effect they should be used only when the indication is clear and risk : benefit ratio justifies their use.
1. Penicillins.
have a wide margin of safety and lack toxicity for pregnant woman and the fetus and drugs of
choice in the treatment of bacterial infections. e.q. Amoxicillin.
2. Cephalosporins.
The use of cephalosporin in obstetrics have been extensive. It used for prophylactic agents in
cessarian section, septic abortion, pyelonephritis, amnionitis, but they have been well not studied
in the first trimester.
3.
Sulfonamides
The sulfonamide are often used for treatment of urinary tract infection in pregnancy. No
teratogenic effects were noted.
4. Nitrofurantoins.
is an antimicrobial agent used in tretment of acute uncomplicated lower urinary tract infections as
well as for long term supreesion in patient with chronic bacteriuria. No report linking the use of
nitrofurantoin with congenital defects were found. The drugs is capable of inducing hemolytic
anemia in patients deficient in glucose 6 phosphate dehydrogenase.
4.
Tetracyclines.
This drugs readily cross the placenta and are firmly bound by chelating to calcium in developing
bone and tooth structure. This produce brown discoloration of the teet, hypoplasia of the enamel,
inhibition of bone growth and other scletal abnormalities. Hepatotoxic has been reported in
pregnant woman. Relative Contraindication in pregnant woman and lactation.
5.
Aminoglycosides.
Its commonly used with penicillin and clindamycin in treatment of post partum endometritis,
septic abortion or endometritis. Its should be given during pregnancy only with serious gram
negative infection are suspected.Streptomycin and Kanamycin has been associated with congenital
deaffness, ototoxicity and nephrotoxicity
6.
. Clindamycin
It should be used in pregnancy only when anaerobic infections are suspected that are not sensitive
to other antibiotic. No teratogenic risk of clindamycin has been reported.