Anda di halaman 1dari 45

Case Report Section

Kamis, 24 Januari 2019

NASKAH PSIKIATRI
F. ADHD

Nama Dokter Muda : Budi Junio Hermawan P.2637 A


Dini Ulfa P.2636 A

Nama Preseptor : Dr. dr. Yaslinda Yaunin, Sp.KJ

BAGIAN PSIKIATRI FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS ANDALAS RSUP DR. M. DJAMIL
PADANG
2019

0
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Proses belajar merupakan suatu proses yang berkesinambungan dalam

membentuk sumber daya manusia yang tangguh. Seorang anak perlu dirangsang

untuk mengembangkan rasa cinta akan belajar, kebiasaan-kebiasaan belajar yang

baik dan rasa diri sebagai pelajar yang sukses. Namun demikian, proses

pembelajaran tidak selalu berjalan mulus. Seringkali ditemukan kesulitan/

gangguan belajar pada anak-anak.1

Gangguan belajar (Learning Disorders) adalah suatu gangguan neurologis

yang mempengaruhi kemampuan untuk menerima, memproses, menganalisis atau

menyimpan informasi. Gangguan Belajar juga dapat diartikan sebagai defisit anak

dan remaja di dalam mencapai keterampilan membaca, menulis, berbicara,

penggunaan pendengaran, memberikan alasan, atau matematika yang diharapkan,

dibandingkan dengan anak lain berusia sama dan dengan kapasitas intelektual

yang sama.1

Survey nasional di US menemukan bahwa 8% dari anak-anak mengalami

kesulitan belajar.2 Gangguan belajar merupakan gangguan terbanyak yang

ditemukan saat masa perkembangan anak. Studi epidemiologi melaporkan

prevalensi nya 4-9% untuk gangguan membaca dan 3-7% untuk gangguan

matematika.3 Diperkirakan jumlah anak laki-laki dengan kesulitan belajar

jumlahnya tiga kali lebih banyak dibandingkan anak perempuan. Penjelasan untuk

perbedaan gender ini di antaranya adalah kerentanan biologis yang lebih besar di

1
antara anak laki-laki dan bias penelitian (referral bias, yaitu anak laki-laki

cenderung ditunjuk oleh guru untuk konseling karena perilaku mereka).2

Anak dengan Gangguan Belajar dapat mempunyai tingkat intelegensia

yang sama atau bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan teman sebayanya.

Dibandingkan dengan anak-anak yang tidak memiliki kesulitan belajar, anak-anak

yang memiliki kesulitan belajar kemungkinan besar memiliki prestasi akademis

yang buruk, angka dikeluarkan dari sekolah (dropout) yang tinggi, serta riwayat

pasca pendidikan menengah dan perkerjaan yang buruk. Meskipun demikian, di

samping masalah yang mereka jumpai, banyak anak yang memiliki keterbatasan

dapat tumbuh dewasa dengan kemampuan menjalani kehidupan normal dan

terlibat dalam perkerjaan yang produktif.4

Masalah yang terkait dengan kesehatan mental dan gangguan belajar yaitu

kesulitan dalam membaca, menulis, mengeja, mengingat, penalaran, serta

keterampilan motorik dan masalah dalam kalkulasi. Hal ini merupakan masalah,

baik di sekolah maupun di rumah karena gangguan/ kesulitan belajar yang tidak

ditangani dengan baik akan menimbulkan berbagai bentuk gangguan emosional/

psikiatrik yang akan berdampak lebih buruk lagi bagi perkembangan kualitas

hidup anak di kemudian hari. Oleh karena itu, clinical report section ini dibuat

untuk membahas salah satu kasus Gangguan Belajar yang sering ditemukan.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gangguan Belajar

Menurut National Joint Comitte on Learning Disabilities (NJLD),

kesulitan belajar menunjuk pada sekelompok kesulitan yang dimanifestasikan

dalam bentuk gangguan belajar yang nyata dalam memperoleh dan menggunakan

kemampuan untuk mendengarkan, berbicara, menulis, mengeluarkan pendapat

dan matematika. Gangguan dalam belajar ini tidak merupakan hasil langsung dari

gangguan yang lain (seperti retardasi mental, defisit neurologis yang besar,

masalah visus dan dan daya dengar yang tidak terkoreksi atau gangguan

emosional), walaupun mungkin terdapat bersamaan dengan kondisi tersebut.

Gangguan perkembangan belajar khas seringkali terdapat bersama dengan

sindrom klinis lain atau gangguan perkembangan lain.5

Pedoman Diagnostik Gangguan Perkembangan Belajar

Terdapat beberapa syarat dasar untuk diagnosis gangguan perkembangan

belajar khas:

 Secara klinis terdapat derajat hendaya yang bermakna dalam keterampilan

skolastik tertentu;

 Hendaya nya harus khas dalam arti bahwa tidak semata-mata dapat dijelaskan

dari retardasi mental atau hendaya ringan dalam inteligensi umum, sebab IQ

dan kinerja skolastik tidak persis berjalan bersamaan;

3
 Hendaya harus dalam masa perkembangan, dalam arti sudah harus ada pada

awal usia sekolah dan tidak didapat pada proses perjalanan pendidikan lebih

lanjut;

 Harus tidak ada faktor luar yang dapat menjadi alasan untuk kesulitan

skolastik (misalnya: kesempatan belajar, sistem pengajaran, pindah sekolah,

dsb);

 Tidak langsung disebabkan oleh hendaya visus atau pendengaran yang tidak

terkoreksi.

Dengan petunjuk diatas, diagnosis gangguan perkembangan belajar khas

harus berlandaskan temuan positif dari gangguan kinerja skolastik yang secara

klinis bermakna, yang berkaitan dengan faktor-faktor intrinsik dari perkembangan

anak.5

2.1.1 Gangguan Membaca

A. Definisi

Gangguan membaca didefinisikan sebagai pencapaian membaca di

bawah tingkat yang diharapkan untuk usia, pendidikan, dan intelegensi anak.

Hendaya ini secara signifikan mengganggu keberhasilan akademik atau

aktivitas harian yang melibatkan membaca. Gangguan ini ditandai dengan

gangguan kemampuan mengenali kata, membaca dengan lambat dan tidak

akurat, serta pemahaman yang buruk.6 Gangguan pada masa anak-anak yang

relatif sering pada usia sekolah sering disertai dengan gangguan ekspresi

tulisan, gangguan matematika, atau salah satu gangguan komunikasi.6

4
Anak dengan gangguan defisit atensi dan hiperaktivitas (ADHD) juga

memiliki risiko tinggi gangguan membaca. 7 Gangguan membaca ditandai oleh

gangguan kemampuan untuk mengenali kata, membaca yang lambat dan tidak

tepat, dan pemahaman yang buruk tanpa adanya kecerdasan yang rendah atau

defisit sensorik yang bermakna.1

B. Epidemiologi

Suatu perkiraan sebesar 4 persen anak usia sekolah di US memiliki

gangguan membaca, studi prevalensi menemukan angka yang berkisar antara

2-8%. Anak laki-laki tiga hingga empat kali lebih banyak dibandingkan anak

perempuan, dilaporkan memiliki ketidakmampuan membaca pada sampel yang

dirujuk secara klinis. Peningkatan angka untuk anak laki-laki karena anak laki-

laki dengan gangguan membaca condong diambil karena kesulitan perilaku

yang lebih banyak.1

C. Etiologi

Tidak ada penyebab tunggal yang dikenal untuk gangguan membaca,

karena banyak disertai gangguan belajar dan kesulitan berbahasa, sehingga

kemungkinan penyebab gangguan membaca adalah multi faktorial.2

Etiologi atau penyebab gangguan membaca antara lain :

 Faktor genetik atau keturunan. Gangguan membaca (dyslexia) cenderung

lebih menonjol di antara anggota keluarga yang terkena dibandingkan

dalam populasi umum.2 20-65% anak dyslexia juga memiliki orangtua

yang mengalami kesulitan membaca.7

5
 Masalah dalam migrasi neuron. Penelitian menunjukkan bahwa anak

dyslexia memiliki pola aktivitas yang berbeda dengan anak normal, anak

normal menggunakan hemisfer kiri dan anak dyslexia menggunakan

hemisfer kanan.7

 Insidensi tinggi gangguan membaca cenderung ditemukan pada anak-anak

dengan cerebral palsy. Insiden gangguan membaca yang sedikit

meningkat terdapat di antara anak-anak yang mengalami epilepsi.6

 Adanya hubungan malnutrisi dan fungsi kognitif. Anak-anak yang

kekurangan gizi dalam jangka waktu yang lama selama masa anak-anak

awal memperlihatkan kinerja di bawah rata-rata dalam berbagai tes

kognitif.2

 Gangguan membaca yang berat sering disertai dengan masalah psikiatri,

gangguan membaca mungkin merupakan akibat gangguan psikiatrik yang

telah ada sebelumnya.2

D. Gambaran Klinis

Anak yang mengalami gangguan membaca biasanya dapat

diidentifikasi pada usia 7 tahun (kelas 2). Pada kasus yang berat, kesulitan

membaca sudah mulai tampak pada umur 6 tahun (kelas 1).2 Kesulitan

membaca dapat tampak jelas pada anak di dalam kelas saat keterampilan

membaca diharapkan diperoleh pada kelas satu. Anak kadang-kadang dapat

mengompensasi gangguan membaca pada tingkat dasar awal dengan

menggunakan memori dan kesimpulan, terutama ketika gangguan ini disertai

6
dengan intelegensi yang tinggi.1 Ciri-ciri anak yang mengalami dyslexia

adalah sebagai berikut :

 Anak dengan gangguan membaca membuat banyak kesalahan dalam

membaca ditandai dengan menghilangkan, menambahkan, atau

penyimpangan kata.

 Memiliki kesulitan dalam membedakan antara karakter dan ukuran huruf

yang tercetak, terutama terhadap kata yang hanya sedikit perbedaannya.

 Kecepatan membaca lambat, sering kali dengan pemahaman yang minimal

dalam arti anak tidak mengerti apa isi cerita yang dibacanya.

 Sebagian besar anak dengan gangguan membaca memiliki kemampuan

menyalin teks tertulis yang sesuai dengan usianya, tetapi hampir semuanya

buruk dalam mengeja.

 Masalah penyerta adalah kesulitan bahasa, yang terlihat sebagai gangguan

diskriminasi bunyi dan kesulitan mengurutkan kata dengan tepat.

Gangguan membaca termasuk salah satu karakteristik yang

dimiliki oleh anak kesulitan belajar. Masalahnya dibagi dalam tiga aspek,

aspek yang pertama adalah decoding atau mengalami kesulitan dalam

mengubah bahasa tulisan menjadi lisan. Aspek yang kedua adalah

kelancaran (fluency atau reading fluency), adalah kemampuan untuk

mengenali kata demi kata dengan cepat, membaca kalimat atau wacana

yang lebih panjang, dan dapat dengan mudah menghubungkannya. Aspek

yang ketiga adalah mengerti isi bacaan (comprehension).6

E. Pedoman Diagnostik

7
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Membaca

Pedoman diagnostik gangguan membaca menurut DSM-IV adalah

sebagai berikut:

 Kemampuan membaca anak seperti yang diukur oleh tes baku yang

diberikan secara individual tentang keakuratan atau pemahaman membaca,

jelas berada dibawah tingkat yang diharapkan menurut usia kronologis

pasien, inteligensia yang terukur, dan pendidikan yang sesuai dengan usia.

 Gangguan di atas secara bermakna mengganggu pencapaian akademik atau

aktivitas kehidupan sehari-hari yang menentukan keterampilan membaca.

 Jika terdapat defisit sensorik, kesulitan membaca adalah melebihi apa yang

biasanya berhubungan dengannya.

Pedoman diagnostik gangguan membaca menurut PPDGJ-III

adalah sebagai berikut:

 Kemampuan membaca anak harus secara bermakna lebih rendah

tingkatannya daripada kemampuan yang diharapkan berdasarkan pada

usianya, intelegensia umum, dan tingkatan sekolahnya.

 Gangguan perkembangan khas membaca biasanya didahului oleh riwayat

gangguan perkembangan berbicara atau berbahasa.

 Hakikat yang tepat dari masalah membaca tergantung pada taraf yang

diharapkan dari kemampuan membaca, berbahasa dan tulisan. Namun

dalam tahap awal dari belajar membaca tulisan abjad, dapat terjadi

kesulitan mengucapkan huruf abjad, menyebut nama yang benar dari

tulisan, memberi irama sederhana dari kata-kata yang diucapkan, dan

dalam menganalisis atau mengelompokkan bunyi-bunyi (meskipun

8
ketajaman pendengaran normal). Kemudian dapat terjadi kesalahan dalam

kemampuan membaca lisan atau defisit dalam memahami bacaan.

 Gangguan emosional dan/atau perilaku yang menyertai biasanya timbul

pada masa usia sekolah. Masalah emosional biasanya lebih banyak pada

masa tahun pertama sekolah, tetapi gangguan perilaku dan sindrom

hiperaktivitas hampir selalu ada pada akhir masa kanak dan remaja.5

F. Pemeriksaan Penunjang

Tidak ada tanda fisik atau ukuran laboratorium spesifik yang

membantu di dalam menegakkan diagnosis gangguan membaca. Diagnosis

gangguan membaca ditegakkan setelah mengumulkan data dari tes intelegensi

standar dan penilaian pencapaian pendidikan. Rangkaian diagnostik

umumnya mencakup tes mengeja standar, komposisi tulisan, memproses dan

menggunakan bahasa oral serta membuat salinan.1

G. Terapi

Terapi terpilih untuk gangguan membaca adalah remedial educational

approach.2 Banyak program terapi remedial yang efektif dimulai dengan

mengajari anak tersebut untuk membuat hubungan yang akurat antara huruf

dan bunyi. Setelah keterampilan itu dikuasai, terapi remedial dapat

menargetkan komponen maembaca yang lebih besar, seperti suku kata dan

kata. Fokus pasti setiap program membaca hanya dapat ditentukan setelah

dlakukan penilaian akurat mengenai defisit spesifik seorang anak serta

kelemahannya.1

9
H. Perjalanan Penyakit dan Prognosis

Tanpa bantuan pengobatan, banyak anak dengan gangguan membaca

akan memperoleh sedikit informasi tentang bahasa yang tercetak selama dua

tahun pertama dalam sekolah dasar. Pada akhir kelas satu, beberapa anak

telah belajar bagaimana membaca beberapa kata. Tetapi jika tidak diberikan

intervensi pendidikan pengobatan, pada kelas tiga anak tetap terganggu

membacanya. Jika pengobatan diberikan dini, pada kasus yang lebih ringan,

tidak diperlukan lagi terapi perbaikan di akhir kelas satu atau dua. Pada kasus

yang berat, pengobatan dapat dilanjutkan hingga sekolah menengah atau

tingkat SMU.1

2.3.2. Gangguan Matematika

A. Definisi

Gangguan matematika adalah suatu ketidakmampuan dalam melakukan

keterampilan aritmetika yang diharapkan untuk kapasitas intelektual dan

tingkat pendidikan seseorang. Katerampilan aritmetika diukur dengan tes

yang dibakukan dan diberikan secara individual. Tidak adanya kemampuan

matematika yang diharapkan akan mengganggu kinerja sekolah atau aktivitas

hidup sehari-hari.

Menurut DSM IV gangguan matematika adalah salah satu

gangguan belajar. Pada gangguan matematika yang terjadi:

 Keterampilan linguistik (yang berhubungan dengan mengerti istilah

matematika dan mengubah masalah tertulis menjadi simbol matematika)

10
 Keterampilan perseptual (kemampuan mengenali dan mengerti simbol dan

mengurutkan kelompok angka)

 Keterampilan matematika (penambahan, pengurangan, perkalian, dan

pembagian dasar dan urutan operasi dasar)

 Keterampilan atensional (menyalin angka dengan benar dan mengamati

simbol operasional dengan benar)

Gangguan lain sering kali menyertai gangguan matematika, termasuk

gangguan membaca, gangguan koordinasi perkembangan, dan gangguan

bahasa reseptif/ekspresif campuran.6

B. Epidemiologi

Prevalensi gangguan matematika sendiri diperkirakan terjadi dalam

kira-kira 1% anak-anak usia sekolah, yaitu kira-kira satu dari lima anak

dengan gangguan belajar. Studi epidemiologi menunjukkan bahwa hingga 6%

anak-anak usia sekolah memiliki kesulitan dalam matematika. Gangguan

matematika dapat terjadi dengan frekuensi yang lebih tinggi pada anak

perempuan.1

C. Etiologi

Penyebab gangguan matematika adalah tidak diketahui. Teori awal

mengajukan defisit neurologis di hemisfer serebral kanan, terutama di lobus

oksipitalis. Daerah tersebut bertanggungjawab untuk memproses stimuli

visual-spasial yang sebaliknya bertanggung jawab untuk keterampilan

matematika. Pandangan sekarang, penyebab nya adalah multi faktorial.1

11
D. Gambaran Klinis

Gambaran gangguan matematika yang lazim ditemukan mencakup

kesulitan mempelajari nama angka, mengingat tanda untuk penambahan dan

pengurangan, mempelajari tabel perkalian, menerjemahkan soal dalam kata

menjadi perhitungan, dan melakukan perhitungan dengan kecepatan yang

diharapkan1.

E. Pedoman Diagnostik

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Membaca

Pedoman diagnostik gangguan membaca menurut DSM-IV adalah

sebagai berikut:

 Kemampuan matematika yang diukur oleh tes baku yang diberikan

secara individual berada dibawah tingkat yang diharapkan menurut usia

kronologis pasien, inteligensia yang terukur, dan pendidikan yang sesuai

dengan usia.

 Gangguan di atas secara bermakna mengganggu pencapaian akademik

atau aktivitas kehidupan sehari-hari yang memerlukan kemampuan

matematika.

 Jika terdapat defisit sensorik, kesulitan dalam kemampuan matematika

adalah melebihi apa yang biasanya berhubungan dengannya..

Pedoman diagnostik gangguan matematika menurut PPDGJ-III adalah

sebagai berikut:

12
 Gangguan ini meliputi hendaya yang khas dalam kemampuan berhitung

yang tidak dapat diterangkan berdasarkan adanya retardasi mental umum

atau tingkat pendidikan di sekolah yang tidak adekuat. Kekurangannya

ialah penguasaan pada kemampuan dasar berhitung yaitu tambah, kurang

kali, bagi (bukan kemampuan matematika yang lebih abstrak dalam

aljabar, trigonometri, geometri atau kalkulus)

 Kemampuan berhitung anak harus secara bermakna lebih rendah daripada

tingkat yang seharusnya dicapai berdasarkan usianya, inteligensia umum,

tingkat sekolahnya, dan terbaik dinilai dengan cara pemeriksaan untuk

kemampuan berhitung yang baku.

 Keterampilan membaca dan mengeja harus dalam batas normal sesuai

dengan umur mental anak.

 Kesulitan dalam berhitung bukan disebabkan pengajaran yang tidak

adekuat, atau efek langsung dari ketajaman penglihatan, pendengaran, atau

fungsi neurologis, dan tidak didapatkan sebagai akibat dari gangguan

neurologis, gangguan jiwa atau gangguan lainnya.5

F. Pemeriksaan Penunjang

Tidak ada tanda atau gejala fisik yang menunjukkan gangguan

matematika, tetapi uji edukasional dan ukuran fungsi intelektual standar

diperlukan untuk menegakkan diagnosis ini.1

G. Terapi

13
Terapi untuk gangguan matematika adalah remedial educational

approach. Selain itu terapi lain yang dapat diberikan adalah menggabungkan

antara mengajarkan konsep matematika dengan praktik terus-menerus di

dalam menyelesaikan soal matematika. Defisit keterampilan sosial dapat turut

berperan di dalam keengganan anak untuk meminta bantuan sehingga anak

yang diidentifikasi dengan gangguan matematika bisa mendapatkan

keuntungan dari mendapatkan keterampilan menyelesaikan masalah di dalam

lingkungan sosial juga di dalam matematika.1

H. Prognosis

Anak dengan gangguan matematika biasanya dapat diidentifikasi pada

usia 8 tahun (kelas 3). Pada beberapa anak, gangguan ini dapat terlihat pada

usia 6 tahun (kelas 1); pada anak lain, bisa terlihat hingga usia 10 tahun (kelas

5) atau lebih. Anak dengan gangguan matematika sedang yang tidak

mendapatkan intervensi bisa mengalami komplikasi, termasuk kesulitan

akademik yang berlanjut, rasa malu konsep diri yang buruk, frustasi, dan

depresi. Komplikasi ini dapat menimbulkan keengganan untuk datang ke

sekolah, bolos, dan akhirnya putus asa mengenai keberhasilan akademiknya.6

2.3.3 Gangguan Ekspresi Tulisan

A. Definisi

Gangguan ekspresi tulisan ditandai oleh keterampilan menulis yang secara

bermakna di bawah tingkat yang diharapkan menurut usia, kapasitas intelektual,

dan pendidikan. Gangguan ini mempengaruhi prestasi sekolah seseorang karena

14
tuntutan untuk menulis dalam kehidupan setiap hari, dan gangguan bukan

disebabkan oleh defisit neurologis atau sensorik. Komponen ketidakmampuan

menulis adalah pengejaan yang buruk, kesalahan dalam tata bahasa dan tanda

baca dan tulisan tangan yang buruk.6

Beberapa dekade yang lalu diungkapkan bahwa ketidakmampuan menulis

tidak terjadi tanpa adanya gangguan membaca, tetapi sekarang telah diketahui

bahwa gangguan ekspresi menulis dapat terjadi sendirian. Ketidakmampuan

menulis sering kali disertai dengan gangguan belajar lainnya tetapi dapat di

diagnosis lebih lambat dari yang lainnya, karena menulis ekspresif didapat lebih

lambat.6

B. Epidemiologi

Prevalensi gangguan ekspresi menulis tidak diketauhi tetapi diperkirakan

3-10% anak-anak usia sekolah. Rasio laki-laki terhadap wanita juga tidak

diketahui. Beberapa bukti menyatakan bahwa anak yang terkena sering kali

berasal dari keluarga yang memiliki riwayat gangguan tersebut.6

C. Manifestasi Klinis

Anak-anak dengan gangguan ekspresi menulis menunjukkan kesulitan

pada kelas-kelas pertamanya dalam mengeja kata dan mengekspresikan

pikirannya menurut aturan tata bahasa yang sesuai menurut usianya. Kalimat yang

diucapkan dan ditulis mengandung sejumlah besar kesalahan tata bahasa yang

tidak lazim dan susunan paragraph yang buruk. Selama dan setelah kelas dua,

anak-anak sering kali membuat kesalahan tata bahasa sederhana dalam menulis

15
kalimat pendek. Sebagai contoh, mereka sering kali gagal, walaupun terus-

menerus diingatkan, untuk memulai huruf pertama suatu kalimat dengan huruf

kapital dan mengakhiri kalimat dengan spasi.6

Saat mereka menjadi semakin besar dan naik ke kelas yang lebih tinggi di

sekolahnya, kalimat yang diucapkan dan ditulis anak tersebut menjadi lebih

primitive, aneh, dan inferior dibandingkan apa yang diharapkan dari pelajari

dalam kelasnya. Pemilihan kata anak adalah salah dan tidak tepat; paragrafnya

tidak tersusun tepat; dan pengejaan menjadi semakin sulit saat pembedaharaan

katanya menjadi lebih abstrak dan lebih besar dalam jumlah dan karakter.6

Ada beberapa ciri khusus anak dengan gangguan ekspresi menulis, antara

lain sebagai berikut :

 Anak dapat berkomunikasi dengan baik namun bermasalah dalam

kemampuan menulis

 Menggunakan tanda baca yang tidak benar, ejaan yang salah, mengulang

kalimat atau perkataan yang sama

 Salah dalam mengartikan pertanyaan yang diberikan

 Sulit menulis nomor dalam urutannya

 Tidak konsisten dalam membuat tulisan yang bervariasi dalam kemiringan

huruf dan ukuran tulisan

 Kalimat atau kata ditulis tidak lengkap dan sering terdapat huruf atau kata

yang terlewat

 Garis dan batas halaman kertas tidak sama antara satu halaman dengan

halaman yang lain

 Jarak antar kata tidak konsisten

16
 Menggenggam alat tulis dengan sangat erat, biasanya anak dengan

dysgraphia menulis dengan bertumpu pada pangkal lengan dan memegang

pensil hingga menempel di kertas

 Sering berbicara sendiri saat menulis

 Selalu memperhatikan tangan yang sedang menulis

 Lambat dalam menulis1

D. Diagnosis

Kriteria DSM untuk Diagnostik untuk Gangguan Ekspresi Tulisan

 Keterampilan menulis, seperti yang diukur oleh tes baku yang diberikan

secara individual (atau penilaian fungsional keterampilan menulis), adalah

jelas di bawah tingkat yang diharapkan menurut usia kronologis pasien,

intelegensia yang terukur, dan pendidikan yang sesuai dengan usia

 Gangguan di atas secara bermakna mengganggu pencapaian akademik atau

aktivitas kehidupan sehari-hari yang memerlukan komposis teks tertulis

(misalnya, menulis kalimat yang tepat secara tata bahasa dan paragraf yang

tersusun).

 Jika terdapat defisit sensorik, kesulitan dalam keterampilan menulis adalah

melebihi apa yang biasanya berhubungan dengannya.6

E. Pemeriksaan Penunjang

Meskipun tidak ada stigmata fisik pada gangguan menulis, tes pendidikan

digunakan dalam menegakkan diagnosis gangguan ekspresi tertulis.1

17
F. Perjalanan Penyakit dan Prognosis

Karena gangguan menulis, bahasa dan membaca seringkali terjadi

bersama-sama dan karena seorang anak normalnya berbicara dengan baik sebelum

belajar membaca dan belajar membaca dengan baik sebelum menulis baik,

seorang anak dengan ketiga gangguan tersebut memiliki gangguan bahasa

ekspresif yang didiagnosis pertama kali dan gangguan ekspresi menulis yang

didiagnosis terakhir.

F. Terapi

Gangguan ekspresi menulis berespon terhadap terapi yang terbaik

sekarang ini adalah terapi menulis. Cara terapi tersebut yaitu guru pada sekolah

khusus mencurahkan perhatiannya selama dua jam sehari untuk instruksi menulis

tersebut. Masalah emosional dan perilaku penyerta atau sekunder harus

diperhatikan langsung, dengan terapi psikiatrik yang sesuai dan konseling

orangtua.6

Terapi untuk gangguan ekspresi tertulis mencakup praktik langsung

mengeja dan menulis kalimat, serta mengkaji ulang aturan tata bahasa. Pemberian

terapi menulis kreatif dan ekspresif yang intensif, berkelanjutan dan dirancang

khusus secara individual dan satu-satu tampak memberi hasil yang baik.1

18
BAB III

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : MAI Panggilan: Asyrof
MR : 03 57 27
Jenis kelamin : Lai-laki
Tempat dan tanggal lahir/ umur : Padang, 9 Mei 2009/ 9 tahun
Status perkawinan : belumMenikah
Kewarganegaraan : Indonesia
Suku bangsa : Minangkabau
Negeri asal : Padang
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Belum Bekerja
Alamat : Durian Taruiang, Pagar Ambalang, Padang

KETERANGAN DIRI ALLO/ INFORMAN


Nama (Inisial) : F Panggilan: Tn F
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 42 Tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : S1
Alamat : Durian Taruiang, Pagar Ambalang, Padang
Hubungan dengan pasien : Ayah Kandung
Keakraban dengan pasien : Akrab
Kesan pemeriksa/ dokter terhadap keterangan yang diberikannya:
(Dapat dipercaya/ kurang dapat dipercaya)

19
II. RIWAYAT PSIKIATRI
Keterangan/ anamnesis di bawah ini diperoleh dari (lingkari angka di bawah
ini)
1. Autoanamnesis dengan
Pasien pada tanggal 17 Juli 2018 di Poliklinik Jiwa RS Jiwa Prof. HB.
Saanin Padang
2. Alloanamnesis dengan :
Ayah Pasien pasien pada tanggal 17 juli 2018 di Poliklinik Jiwa RS Jiwa
Prof. HB. Saanin Padang

1. Pasien datang ke fasilitas kesehatan ini atas keinginan (lingkari pada


huruf yang sesuai)
a. Sendiri
b. Keluarga
c. Polisi
d. Jaksa/ Hakim
e. Dan lain-lain

2. Sebab Utama
Pasien sulit mengikuti materi pelajaran

3. Keluhan Utama (Chief Complaint)


Pasien tidak mengeluhkan sakit apa-apa

4. Riwayat Perjalanan Penyakit Sekarang


Pasien diantar oleh keluarga (Ayah) ke Poliklinik RS Jiwa Prof. HB
Saanin Padang selasa 17 Juli 2018 untuk kontrol yang pertama kalinya.
Awalnya, Pasien dibawa ke Poliklinik RS Jiwa Prof. HB Saanin atas anjuran
dari guru di sekolah pasien. Menurut ayah pasien, gurunya menyarankan agar
membawa anaknya ke dokter untuk memeriksakan keadaan anaknya yang
sering tertinggal dalam mengikuti mata pelajaran. Selama ini, ayahnya tidak
tahu kalau anaknya ada keterlambatan dalam mengikuti pelajaran.

20
Ayah pasien selama ini hanya mengetahui kalau anaknya hanya
mengalami keterlambatan menghitung-membaca dan prestasi yang kurang.
Pada semester sebelumnya pasien mendapat peringkat 21 dari 22 murid di
kelasnya dan terancam tidak naik kelas. Ayah pasien menganggap hal itu
terjadi karena anaknya lebih banyak bermain dari pada belajar. Setelah
mendapat keluhan dari guru anaknya, ternyata ayah pasien baru tahu kalau
anaknya selama ini mengalami kesulitan belajar. Di rumah, pasien biasanya
hanya tahan fokus belajar kurang lebih 15 menit. Setelah itu pasien akan
bermain atau tidur. Oleh karena hal itu, ayah pasien sering memarahi dan
menyuruh berkali-kali agar pasien mau belajar. Apabila dipaksa untuk tetap
belajar, pasien akan cemas, takut dan telapak tangan pasien basah.
Pasien baru saja naik kelas 4 sekolah dasar negeri. Pasien sekolah dari jam
0.7.00 WIB-12.00 WIB, namun pasien masih mengalami kesulitan dan
keterlambatan dalam hal membaca, menghitung dan memahami kalimat
dibandingkan teman sekelasnya. Pasien hanya bisa pertambahan dan belum
lancar perkalian. Oleh karena hal tersebut, pasien diberikan les tambahan oleh
orangtuanya dari jam 14.00 WIB-15.00 WIB sebanyak 3 kali dalam seminggu.
Di luar jam sekolah, pasien lebih banyak menghabiskan waktunya dengan
bermain di luar dengan teman-temannya.
Pasien mengatakan lebih dekat dengan ayahnya dibandingkan dengan
ibunya. Pasien mengatakan kesulitan fokus dalam belajar. Ayah pasien sering
membandingkan pasien dengan adik pasien yang menurut ayah pasien bahwa
adiknya lebih pintar. Kadang-kadang pasien juga memiliki emosinya labil
sehingga sulit dikontrol.

5. Riwayat Penyakit Sebelumnya


a. Riwayat Gangguan Psikiatri
Pasien tidak memiliki riwayat gangguan psikiatri sebelumnya
b. Riwayat Gangguan Medis
Pasien mempunyai riwayat kejang demam sejak umur 5 bulan. Terakhir
kejang pada umur 5 tahun 6 bulan. Dari kejang pertama kali sampai kejang
yang terkhir, pasien telah mengalami kejang sebanyak kurang lebih 27 kali.
Lama kejang berkisar 5 menit. Pada kejang terakhir pasien di rawat di HCU

21
anak RSUP Dr. M. Djamil Padang karena pasien tidak segera kembali
kesadarannya. Pasien berobat kontrol teratur untuk mengatasi kejang demam
tersebut. Pasien mendapat paracetamol yang harus diberikan jika pasien
demam. Selain pasien, ayah dan kedua adik pasien juga memiliki riwayat
kejang demam waktu kecil. Riwayat trauma kepala tidak ada.

c. Riwayat Penggunaan NAPZA


Pasien tidak pernah merokok, minum minuman beralkohol dan mengonsumsi
NAPZA.

6. Riwayat keluarga
a) Identitas orang tua/ Pengganti
IDENTITAS Orang tua/ Pengganti Ket
Ayah Ibu
Kewarganegaraan Indonesia Indonesia
Suku bangsa Minangkabau Minangkabau
Agama Islam Islam
Pendidikan S1 S1
Pekerjaan Wiraswasta PNS
Umur 42 Tahun 38 Tahun
Alamat Durian Taruiang, Durian Taruiang,
Pagar Ambalang, Pagar Ambalang,
Padang Padang
Hubungan pasien Akrab Akrab
Biasa Biasa
Kurang Peduli Kurang Peduli
Tak peduli Tak peduli
`Ket : * coret yang tidak perlu
b) Sifat/ Perilaku Orangtua kandung/ pengganti............. :
Bapak (Dijelaskan oleh pasien dapat dipercaya/ diragukan)
Pemalas (-), Pendiam (-), Pemarah(+), Mudah tersinggung (-), Tak suka Bergaul
(-), Banyak teman (-), Pemalu (-), Perokok berat (+), Penjudi (-), Peminum (-),

22
Pecemas (-), Penyedih (-), Perfeksionis (-), Dramatisasi (-), Pencuriga (-),
Pencemburu (-), Egois (-), Penakut (-), Tak bertanggung jawab (-), Otoriter (+).

Ibu (Dijelaskan oleh pasien dapat dipercaya/ diragukan)


Bapak (-), Pendiam (+), Pemarah(-), Mudah tersinggung (-), Tak suka Bergaul (-
), Banyak teman (-), Pemalu (-), Perokok berat (-), Penjudi (-), Peminum (-),
Pecemas (-), Penyedih (-), Perfeksionis (-), Dramatisasi (-), Pencuriga (-),
Pencemburu (-), Egois (-), Penakut (-), Tak bertanggung jawab (-).

c) Saudara
Pasien anak pertama dari 3 bersaudara

d) Urutan bersaudara dan cantumkan usianya dalam tanda kurung untuk pasien
sendiri lingkari nomornya.*
1. Lk/ Pr (9tahun)
2. Lk/ Pr (7 Tahun)
3. Lk/ Pr (3 Tahun)
e) Gambaran sikap/perilaku masing-masing saudara pasien dan hubungan pasien
terhadap masing-masing saudara tersebut, hal yang dinyatakan serupa dengan
yang dinyatakan pada gambaran sikap/perilaku pada orang tua*
Saudara Gambaran sikap dan Kualitas hubungan dengan saudara
ke perilaku (akrab/ biasa,/kurang/tak peduli)
1 Biasa Biasa
2 Biasa Biasa
Ket:
*) coret yang tidak perlu
**) diisi dengan tanda (+) atau (-)
f) Orang lain yang tinggal di rumah pasien dengan gambaran sikap dan tingkah
laku dan bagaimana pasien dengan mereka.*
Hubungan dengan Gambaran sikap dan Kualitas hub (akrab/
No
pasien tingkah laku biasa,/kurang/tak peduli)
1.
2.

23
3.

g) Apakahada riwayat penyakit jiwa, kebiasaan-kebiasaan dan penyakit fisik


(yang ada kaitannya dengan gangguan jiwa) pada anggota keluarga o.s :
Anggota Penyakit Jiwa Kebiasaan- Penyakit Fisik
Keluarga Kebiasaan
Bapak tidak ada tidak ada tidak ada
Ibu tidak ada tidak ada tidak ada
Saudara 1 tidak ada tidak ada tidak ada
Saudara 2 tidak ada tidak ada tidak ada

Skema Pedegree
(tiga generasi)

Keterangan : : Pria, : Wanita, : meninggal, : Pasien

h) Riwayat tempat tinggal yang pernah didiami pasien:


No Rumah tempat tinggal Keadaan rumah
Tenang Cocok Nyaman Tidak nyaman
1. Rumah sendiri + + + -
i) Dan lain-lain

24
7. Gambaran seluruh faktor-faktor dan mental yang bersangkut paut dengan
perkembangan kejiwaan pasien selama masa sebelum sakit (premorbid) yang
meliputi :
a) Riwayat sewaktu dalam kandungan dan dilahirkan.
- Keadaan ibu sewaktu hamil (sebutkan penyakit-penyakit fisik dan
atau kondisi- kondisi mental yang diderita si ibu)
 Kesehatan Fisik : tidak diketahui
 Kesehatan Mental : tidak diketahui
- Keadaan melahirkan :
 Aterm (+), partus spontan (+), partus tindakan (-)
sebutkan jenis tindakannya
 Pasien adalah anak yang direncanakan/ diinginkan (ya/
tidak)
 Jenis kelamin anak sesuai harapan (ya/tidak)

b) Riwayat masa bayi dan kanak-kanak


 Pertumbuhan Fisik : baik, biasa, kurang*
 Minum ASI : 2 tahun
 Usia mulai bicara : 18 bulan
 Usia mulai jalan : 12 bulan
 Sukar makan (-), anoreksia nervosa (-), bulimia (-), pika (-),
gangguan hubungan ibu-anak (-), pola tidur baik (+), cemas
terhadap orang asing sesuai umum(-), cemas perpisahan (-), dan
lain-lain

c) Simptom-simptom sehubungan dengan problem perilaku yang dijumpai


pada masa kanak-kanak, misalnya: mengisap jari (-), ngompol (-), BAB di
tempat tidur (-), night teror (-), tempertantrum (-), gagap (-), tik (-),
masturbasi (-), mutisme selektif (-), dan lain-lain.

d) Toilet training
Umur : 3 tahun
Sikap orang tua: (memaksa/ menghargai/ membiarkan/ memberikan
arahan)

25
Perasaan anak untuk toilet training ini: baik

e) Kesehatan fisik masa kanak-kanak: demam tinggi (+) disertai menggigau


(-), kejang-kejang (+), demam berlangsung lama (-), trauma kapitis
disertai hilangnya kesadaran (-), dan lain-lain.

f) Temperamen sewaktu anak-anak : pemalu (+), gelisah (-) overaktif (-),


menarik diri (+), suka bergaul (-), suka berolahraga (-), dan lain-lain.

g) Masa Sekolah
Perihal SD SMP SMK
Umur 6-9
Prestasi* Baik
Sedang
Kurang
Aktifitas Sekolah* Baik
Sedang
Kurang
Sikap Terhadap Teman * Baik
Kurang
Sikap Terhadap Guru Baik
Kurang
Kemampuan Khusus (Bakat) (-)
Tingkah Laku Baik

h) Riwayat Pekerjaan
Pasien adalah seorang pelajar
Konflik dalam pekerjaan (-), konflik dengan atasan(-), konflik dengan
bawahan (-), konflik dengan kelompok (-).
Keadaan ekonomi*: baik, sedang, kurang (menurut keluarga)
i) Percintaan, Perkawinan, Kehidupan Seksual dan Rumah Tangga
 Pasien belum pernah menikah
j) Situasi sosial saat ini:

26
1. Tempat tinggal : rumah sendiri (-), rumah kontrak (-), rumah susun (-),
apartemen (-), rumah orang tua (+), serumah dengan mertua (-), di
asrama (-) dan lain-lain (-).
2. Polusi lingkungan : bising (-), kotor (-), bau (-), ramai (-) dan lain-lain.
Ket: * coret yang tidak perlu, ** ( ), diisi (+) atau (-)
ai : atas indikasi

k) Ciri Kepribadian sebelumnya/ Gangguan kepribadian (untuk axis II)


Keterangan : ( ) beri tanda (+) atau (-)
Kepribadian Gambaran Klinis
Skizoid Emosi dingin (-), tidak acuh pada orang lain (-), perasaan hangat atau
lembut pada orang lain (-), peduli terhadap pujian maupun kecaman (-
), kurang teman (-), pemalu (-), sering melamun (-), kurang tertarik
untuk mengalami pengalaman seksual (-), suka aktivitas yang
dilakukan sendiri (-)
Paranoid Merasa akan ditipu atau dirugikan (-), kewaspadaan berlebihan (-),
sikap berjaga-jaga atau menutup-nutupi (-), tidak mau menerima
kritik (-), meragukan kesetiaan orang lain (-), secara intensif mencari-
cari kesalahan dan bukti tentang prasangkanya (-), perhatian yang
berlebihan terhadap motif-motif yang tersembunyi (-), cemburu
patologik (-), hipersensifitas (-), keterbatasan kehidupan afektif (-).
Skizotipal Pikiran gaib (-), ideas of reference (-), isolasi sosial (-), ilusi berulang
(-), pembicaraan yang ganjil (-), bila bertatap muka dengan orang lain
tampak dingin atau tidak acuh (-).
Siklotimik Ambisi berlebihan (-), optimis berlebihan (-), aktivitas seksual yang
berlebihan tanpa menghiraukan akibat yang merugikan (-),
melibatkan dirinya secara berlebihan dalam aktivitas yang
menyenangkan tanpa menghiraukan kemungkinan yang merugikan
dirinya (-), melucu berlebihan (-), kurangnya kebutuhan tidur (-),
pesimis (-), putus asa (-), insomnia (-), hipersomnia (-), kurang
bersemangat (-), rasa rendah diri (-), penurunan aktivitas (-), mudah
merasa sedih dan menangis (-), dan lain-lain.
Histrionik Dramatisasi (-), selalu berusaha menarik perhatian bagi dirinya (-),

27
mendambakan rangsangan aktivitas yang menggairahkan (-), bereaksi
berlebihan terhadap hal-hal sepele (-), egosentris (-), suka menuntut(-
), dependen (-), dan lain-lain.
Narsisistik Merasa bangga berlebihan terhadap kehebatan dirinya (-), preokupasi
dengan fantasi tentang sukses, kekuasaan dan kecantikan (-),
ekshibisionisme (-), membutuhkan perhatian dan pujian yang terus
menerus (-), hubungan interpersonal yang eksploitatif (-), merasa
marah, malu, terhina dan rendah diri bila dikritik (-), dan lain-lain.
Dissosial Tidak peduli dengan perasaan orang lain (-), sikap yang amat tidak
bertanggung jawab dan berlangsung terus menerus (-), tidak mampu
mengalami rasa bersalah dan menarik manfaat dari pengalaman (-),
tidak peduli pada norma-norma, peraturan dan kewajiban sosial (-),
tidak mampu memelihara suatu hubungan agar berlangsung lama (-),
iritabilitas (-), agresivitas (-), impulsif (-), sering berbohong (-),
sangat cenderung menyalahkan orang lain atau menawarkan
rasionalisasi yang masuk akal, untuk perilaku yang membuat pasien
konflik dengan masyarakat (-)
Ambang Pola hubungan interpersonal yang mendalam dan tidak stabil (-),
kurangnya pengendalian terhadap kemarahan (-), gangguan identitas
(-), afek yang tidak mantap (-), tidak tahan untuk berada sendirian (-),
tindakan mencederai diri sendiri (-), rasa bosan kronik (-), dan lain-
lain
Menghindar Perasaan tegang dan takut yang pervasif (-), merasa dirinya tidak
mampu, tidak menarik atau lebih rendah dari orang lain (-),
kengganan untuk terlibat dengan orang lain kecuali merasa yakin
disukai (-), preokupasi yang berlebihan terhadap kritik dan penolakan
dalam situasi sosial (-), menghindari aktivitas sosial atau pekerjaan
yang banyak melibatkan kontak interpersonal karena takut dikritik,
tidak didukung atau ditolak (-).
Anankastik Perasaan ragu-ragu yang hati-hati yang berlebihan (-), preokupasi
pada hal-hal yang rinci (details), peraturan, daftar, urutan, organisasi
dan jadwal (-), perfeksionisme (-), ketelitian yang berlebihan (-), kaku

28
dan keras kepala (-), pengabdian yang berlebihan terhadap pekerjaan
sehingga menyampingkan kesenangan dan nilai-nilai hubungan
interpersonal (-), pemaksaan yang berlebihan agar orang lain
mengikuti persis caranya mengerjakan sesuatu (-), keterpakuan yang
berlebihan pada kebiasaan sosial (-) dan lain-lain.
Dependen Mengalami kesulitan untuk membuat keputusan sehari-hari tanpa
nasehat dan masukan dari orang lain (-), membutuhkan orang lain
untuk mengambil tanggung jawab pada banyak hal dalam hidupnya
(+), perasaan tidak enak atau tidak berdaya apabila sendirian, karena
ketakutan yang dibesar-besarkan tentang ketidakmampuan mengurus
diri sendiri (-), takut ditinggalkan oleh orang yang dekat dengannya
(+)

8. Stresor Psikososial (Axis IV)


Pertunangan (-), perkawinan (-), perceraian (-), kawin paksa (-), kawin lari
(-), kawin terpaksa (-), kawin gantung (-), kematian pasangan (-), problem
punya anak (-), anak sakit (-), persoalan dengan anak (-), persoalan
dengan orang tua (+), persoalan dengan mertua (-), masalah dengan
teman dekat (-), masalah dengan atasan/ bawahan (-), mulai pertama kali
bekerja (-), masuk sekolah (-), pindah kerja (-), persiapan masuk pensiun (-
), pensiun (-), berhenti bekerja (-), masalah di sekolah (+), masalah
jabatan/ kenaikan pangkat (-), pindah rumah (-), pindah ke kota lain (-),
transmigrasi (-), pencurian (-), perampokan (-), ancaman (-), keadaan
ekonomi yang kurang (-), memiliki hutang (-), usaha bangkrut (-), masalah
warisan (-), mengalami tuntutan hukum (-), masuk penjara (-), memasuki
masa pubertas(-), memasuki usia dewasa (-), menopause (-), mencapai usia
50 tahun (-), menderita penyakit fisik yang parah (-), kecelakaan (-),
pembedahan (-), abortus (-), hubungan yang buruk antar orang tua (-),
terdapatnya gangguan fisik atau mental dalam keluarga (-), cara
pendidikan anak yang berbeda oleh kedua orang tua atau kakek nenek (-),
sikap orang tua yang acuh tak acuh pada anak (+), sikap orang tua
yang kasar atau keras terhadap anak (+), campur tangan atau perhatian

29
yang lebih dari orang tua terhadap anak (-), orang tua yang jarang berada
di rumah (-), terdapat istri lain (-), sikap atau kontrol yang tidak konsisten
(-), kontrol yang tidak cukup (-), kurang stimulasi kognitif dan sosial (-),
bencana alam (-), amukan masa (-), diskriminasi sosial (-), perkosaan(-),
tugas militer (-), kehamilan (-), melahirkan di luar perkawinan (-), dan
lain-lain

9. Riwayat Suicide

Tidak pernah ada riwayatsuicide.

10. Riwayat pelanggaran hukum

Tidak pernah ada riwayat pelanggaran hukum

11. Riwayat agama


Pasien beragama Islam, pasien melaksanakan shalat lima waktu setiap hari
dan pandai mengaji.

12. Persepsi dan Harapan Keluarga


Semoga pasien bisa sembuh, bisa mengikuti pelajaran seperti anak-anak
seusia pasien.

13. Persepsi Dan Harapan Pasien


Pasien kurang menyadari gangguan belajar yang dialaminya dan ingin bisa
mengikuti pelajaran seperti anak-anak seusia pasien.

30
GRAFIK PERJALANAN PENYAKIT TAHUN 2015-2018
SKEMA PERJALANAN PENYAKIT
Tahun 2009: Tahun 2014 Tahun 2018:
Usia 6 bulan Usia 5 tahun Usia 9 tahun

Pasien mengalami Pasien mengalami kejang Pasien diantar oleh keluarga (Ayah) ke
kejang demam yang demam yang ke 27 kalinya Poliklinik RS Jiwa Prof. HB Saanin Padang
pertama kalinya dengan hilangnya kesadaran
dengan durasi lima yang cukup lama sehingga di Pasien dibawa ke Poliklinik RS Jiwa Prof. HB
menit, pasien tetap rawat di HCU anak RSUP Dr.
sadar setelahnya M. Djmil Saanin atas anjuran dari guru di sekolah pasien.
Menurut ayah pasien, guru menyarankan agar
membawa pasien ke dokter untuk memeriksakan
keadaan anaknya yang sering tertinggal dalam
mengikutiri mata pelajaran. Pasien belum lancar
membaca, berhitung, dan memahami isi
pertanyaan.

31
III. STATUS INTERNUS (Pemeriksaan tanggal 17 Juli 2018)
 Keadaan Umum : Sakit sedang
 Kesadaran : Komposmentis Kooperatif
 Tekanan Darah : 110/60 mmHg
 Nadi : Teraba, kuat angkat, teratur, frekuensi 80x/menit
 Nafas : Pernapasan abdominotorakal, simetris kiri dan
kanan, frekuensi 20x/ menit
 Suhu : 36,8°C
 Tinggi Badan : 120 cm
 Berat Badan : 25 kg
 Status Gizi : Gizi cukup
 Sistem Kardiovaskuler : Dalam batas normal
 Sistem Respiratorik : Dalam batas normal
 Kelainan Khusus : Tidak ditemukan

IV. STATUS NEUROLOGIKUS (Pemeriksaan tanggal 17 Juli 2018)


GCS : E4V5M6 = 15
Tanda ransangan Meningeal : tidak ada
Tanda-tanda efek samping piramidal :
 Tremor tangan : tidak ada
 Akatisia : tidak ada
 Bradikinesia : tidak ada
 Tardive diskinesia : tidak ada
 Cara berjalan : biasa
 Keseimbangan : baik
 Rigiditas : tidak ada
 Kekuatan motorik : baik
555 555
555 555
 Sensorik : baik

32
 Refleks : bisep (++/++), trisep (++/++), KPR (++/++),
APR (++/++)
V. STATUS MENTAL (Pemeriksaan tanggal 17 Juli 2018)
A. Keadaan Umum
1. Kesadaran/ sensorium: composmentis (+), somnolen (-), stupor (-),
kesadaran berkabut (-), konfusi (-), koma (-), delirium (-), kesadaran berubah
(-), dan lain-lain
2. Penampilan
 Sikap tubuh: biasa (+), diam (-), aneh (-), sikap tegang (-), kaku (-),
gelisah (-), kelihatan seperti tua (-), kelihatan seperti muda (-),
berpakaian sesuai gender (+).
 Cara berpakaian : rapi (+), biasa (+), tak menentu (-),sesuai dengan
situasi (-),kotor (-), kesan (dapat mengurus diri)*
 Kesehatan fisik : sehat (+), pucat (-), lemas (+), apatis (+), telapak tangan
basah (-), dahi berkeringat (-), mata terbelalak (-).
3. Kontak psikis
Dapat dilakukan (+), tidak dapat dilakukan (-), wajar (+), kurang wajar (-),
sebentar (-), lama (+).
4. Sikap
Kooperatif (+), penuh perhatian (+), berterus terang (+), menggoda (-),
bermusuhan (-), suka main-main (-), berusaha supaya disayangi (-), selalu
menghindar (-), berhati-hati (-), dependen (+), infantil (-), curiga (-), pasif
(+), dan lain-lain.
5. Tingkah laku dan aktifitas psikomotor
 Cara berjalan : biasa (+), sempoyongan (-), kaku (-), dan lain-lain
 Ekhopraksia (-), katalepsi (-), luapan katatonik (-), stupor katatonik (-),
rigiditas katatonik (-), posturing katatonik (-), cerea flexibilitas (-),
negativisme (-), katapleksi (-), stereotipik (-), mannerisme (-),otomatisme(-
), otomatisme perintah (-), mutisme (-), agitasi psikomotor (-),
hiperaktivitas/hiperkinesis (-), tik (-), somnabulisme (-), akathisia (-),

33
kompulsi(-), ataksia, hipoaktivitas (-), mimikri (-), agresi (-), acting out (-),
abulia (-), tremor (-), ataksia (-), chorea (-), distonia (-), bradikinesia (-),
rigiditas otot (-), diskinesia (-), convulsi (-), seizure (-), piromania (-),
vagabondage (-).
Ket : ( ) diisi (+) atau (-)

B. Verbalisasi dan cara berbicara


 Arus pembicaraan* : biasa, cepat, lambat
 Produktivitas pembicaraan* : biasa,sedikit, banyak
 Perbendaharaan* : biasa, sedikit, banyak
 Nada pembicaraan* : biasa, menurun, meninggi
 Volume pembicaraan* : biasa, menurun, meninggi
 Isi pembicaraan* : sesuai/ tidak sesuai
 Penekanan pada pembicaraan* : ada/ tidak
 Spontanitas pembicaraan * : spontan/ tidak
 Logorrhea (-), poverty of speech (-), diprosodi (-), disatria (-), gagap (-), afasia
(-), bicara kacau (-)

C. Emosi
 Hidup emosi*: stabilitas (stabil/ tidak), pengendalian (adekuat/tidak adekuat),
echt/unecht, dalam/dangkal, skala diffrensiasi (sempit/luas), arus emosi
(biasa/lambat/cepat).
1. Afek
Afek appropriate/ serasi (+), afek inappropriate/ tidak serasi(-), afek tumpul
(-), afek yang terbatas (-), afek datar (-), afek yang labil (-).
2. Mood
mood eutimik (+), mood disforik (-), mood yang meluap-luap (expansive
mood) (-), mood yang iritabel (-), mood yang labil (swing mood) (-), mood
meninggi (elevated mood/ hipertim) (-), euforia (-), ectasy (-), mood depresi
(hipotim) (-), anhedonia (-), dukacita (-), aleksitimia (-), elasi (-), hipomania (-
), mania (-), melankolia (-), La belle indifference (-), tidak ada harapan (-).

34
3. Emosi lainnya
Ansietas (+), free floating-anxiety(-), ketakutan (+), agitasi (-), tension
(ketegangan) (-), panik (-), apati (-), ambivalensi (-), abreaksional (-), rasa
malu (+), rasa berdosa/bersalah (-), kontrol impuls (-).
4. Gangguan fisiologis yang berhubungan dengan mood
Anoreksia (-), hiperfagia (-), insomnia (-), hipersomnia (-), variasi diurnal (-),
penurunan libido (-), konstispasi (-), fatigue (+), pica (-), pseudocyesis (-),
bulimia (-).
Keterangan : *)Coret yang tidak perlu, ( ) diisi (+) atau (-)

D. Pikiran/ Proses Pikir (Thinking)


 Kecepatan proses pikir (biasa/cepat/lambat)
 Mutu proses pikir (jelas/tajam)

1. Gangguan Umum dalam Bentuk Pikiran


Gangguan mental (-), psikosis (-), tes realitas (terganggu/tidak), gangguan
pikiran formal (-), berpikir tidak logis(-), pikiran autistik (-), dereisme (-),
berpikir magis (-), proses berpikir primer (-).

2. Gangguan Spesifik dalam Bentuk Pikiran


Neologisme (-), word salad (-), sirkumstansialitas (-), tangensialitas (-),
inkohenrensia (-), perseverasi (-), verbigerasi (-), ekolalia (-), kondensasi (-),
jawaban yang tidak relevan (-), pengenduran asosiasi (-), derailment (-), flight
of ideas (-), clang association (-), blocking (-), glossolalia (-).

3. Gangguan Spesifik dalam Isi Pikiran


 Kemiskinan isi pikiran (-), Gagasan yang berlebihan (-)
 Delusi/ waham
waham bizarre (-),waham tersistematisasi (-), waham yang sejalan dengan
mood (-), waham yang tidak sejalan dengan mood (-), waham nihilistik (-),
waham kemiskinan (-), waham somatik (-), waham persekutorik (-),
waham kebesaran (-), waham referensi (-),though of withdrawal (-),
though of broadcasting (-), though of insertion (-), though of control (-),

35
waham cemburu/ waham ketidaksetiaan (-) waham menyalahkan diri
sendiri (-), erotomania (-), pseudologia fantastika (-).
 Idea of reference (-)
 Preokupasi pikiran (-), egomania (-), hipokondria (-), obsesi (-), kompulsi
(-), koprolalia (-), hipokondria (-), obsesi (-), koprolalia (-), fobia(-)
noesis (-), unio mystica (-)

E. Persepsi
 Halusinasi
Non patologis: Halusinasi hipnagogik (-), halusinasi hipnopompik (-),
halusinasi auditorik (-), halusinasi visual (-), halusinasi olfaktorik (-),
halusinasi gustatorik (-), halusinasi taktil (-), halusinasi somatik (-), halusinasi
liliput (-), halusinasi sejalan dengan mood (-), halusinasi yang tidak sejalan
dengan mood (-), halusinosis (-), sinestesia (-), halusinasi perintah (command
halusination), trailing phenomenon (-).
 Ilusi (-)
 Depersonalisasi (-), derealisasi (-)

F. Mimpi dan Fantasi


Mimpi : -
Fantasi : -

G. Fungsi kognitif dan fungsi intelektual


1. Orientasi waktu (baik/ terganggu), orientasi tempat (baik/ terganggu),
orientasi personal (baik/ terganggu), orientasi situasi (baik/ terganggu).
2. Atensi (perhatian) (-), distractibilty (+), inatensi selektif (-), hipervigilance (-
), dan lain-lain
3. Konsentrasi (baik/terganggu), kalkulasi (baik/terganggu),
4. Memori (daya ingat): gangguan memori jangka lama/ remote (-), gangguan
memori jangka menengah/ recent past (-), gangguan memori jangka pendek/
baru saja/ recent (-), gangguan memori segera/ immediate (-), amnesia (-),
konfabulasi (-), paramnesia(-).

36
5. Luas pengetahuan umum: baik/ terganggu
6. Pikiran konkrit: baik/ terganggu/ sulit dinilai
7. Pikiran abstrak: baik/ terganggu/ sulit dinilai
8. Kemunduran intelek: (Ada/ tidak), Retardasi mental (-), demensia (-),
pseudodemensia (-).
H. Dicriminative Insight*
Derajat I (penyangkalan)
Derajat II (ambigu)
Derajat III (sadar, melemparkan kesalahan kepada orang/ hal lain)
Derajat IV ( sadar, tidak mengetahui penyebab)
Derajat V (tilikan intelektual)
Derajat VI (tilikan emosional sesungguhnya)

I. Discriminative Judgement :
 Judgment tes : tidak terganggu
 Judgment sosial : tidak terganggu

VI. Pemeriksaan Laboratorium dan diagnostik khusus lainnya


Tidak dilakukan pemeriksaan.

VII. Pemeriksaan oleh Psikolog/petugas sosial lainnya

Tidak dilakukan pemeriksaan.

VIII. Ikhtisar Penemuan

Telah diperiksa pasien MAI berusia 9 tahun, agama Islam, suku bangsa
Minangkabau, pendidikan terakhir SD, belum menikah, dan sebagai pelajar SD.
Pasien diantar oleh keluarga ke Poliklinik Jiwa RS Jiwa Prof HB Saanin Padang pada
tanggal 17 Juli 2018. Menurut keterangan ayah pasien, pasien sulit untuk mengikuti
pelajaran dan mengalami ketertinggalan menghitung-membaca dibangdingkan anak
seusianya. Pasien terancam tidak naik kelas. Ini merupakan kontrol pertamanya sejak
tahun 2018.

37
Pasien lebih banyak bermain dari pada belajar. Pasien hanya tahan fokus
belajar kurang lebih 15 menit. Ayah pasien sering memarahi dan menyuruh
berkali-kali agar pasien mau belajar. Apabila dipaksa untuk tetap belajar, pasien
akan cemas dan telapak tangan pasien basah. Pasien mengalami kesulitan dan
keterlambatan dalam hal membaca, menghitung dan memahami kalimat. Ayah
pasien sering membandingkan pasien dengan adik pasien Kadang-kadang pasien
juga memiliki emosinya labil sehingga sulit dikontrol.
Pada pemeriksaan status mental didapatkan pasien dengan penampilan rapi,
biasa dan berpakaian sesuai gender; sikap saat wawancara kooperatif, dependen
dan pasif; psikomotor normoaktif, arus pembicaraan lambat, produktivitas sedikit,
perbendaharaan biasa, nada biasa, volume biasa, isi sesuai, penekanan pada
pembicaraan tidak ada, spontanitas ada; kontak psikis dapat dilakukan dan wajar;
orientasi baik; afek appropriate; mood eutimik; proses pikir pasien koheren, isi
pikiran tidak ada waham, persepsi tidak ada halusinasi. Discriminative insight
pasien derajat IV, dan discrimintaive judgement tidak terganggu. Pada
pemeriksaan neurologis tidak terdapat kelainan.

IX. Diagnosis Multiaksial


Axis I : F81.3 Gangguan belajar campuran
Axis II : tidak ada diagnosis
Aksis III : G00-G99 Penyakit susunan syaraf
Aksis IV : Primary support problem
Aksis V : GAF 70-61

X. Diagnosis Banding Axis I


F83 Gangguan perkembangan khas campuran

XI. Daftar Masalah


A. Organobiologik

38
Pasien memiliki riwayat penyakit kejang deman sejak usia 6 bulan hingga 5
tahun. Kejang demam juga dialami saudara dan orang tua pasien sejak kecil.
B. Psikologis
 Sulit untuk mengikuti pelajaran dan fokus dalam belajar
 Keterlambatan dalam hal membaca, menghitung dan memahami kalimat
 Cemas, takut, keluar keringat dingin
C. Lingkungan dan psikososial
Terdapat masalah dalam primary support

XII.Penatalaksanaan
A. Farmakoterapi :
 Fluoxetine 1 x 10 mg
 Vitamin B6 2 x 1 tab
 Asam Volat 2 x 1 tab

B. Non Farmakoterapi
1. Psikoedukasi kepada pasien
Memberikan pengetahuan kepada pasien tentang gangguan yang dialaminya.
Diharapkan pasien dapat secara efektif mengenali gejala, penyebab, faktor
risiko dan terapi yang dibutuhkan untuk mengurangi gejala dan menghindari
terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.
2. Psikoedukasi kepada keluarga, tentang:
 Penyakit yang diderita pasien
 Dukungan sosial dan perhatian dari keluarga kepada pasien
 Terapi dan kepatuhan minum obat pasien

C. Terapi Ajuran
1. Psikoterapi suportif

39
Berempati pada pasien, memahami keadaan pasien, membantu pasien
mengidentifikasi dan mengekspresikan emosinya, serta mengarahkan untuk
memecahkan permasalahan dengan terarah.

XIII.PROGNOSIS
Quo et vitam : bonam
Quo et fungsionam : bonam
Quo et sanactionam : dubia ad bonam

40
BAB IV

ANALISIS KASUS

Berdasarkan anamnesis dengan cara autoanamnesis dan alloanamnesis disertai

pemeriksaan yang dilakukan terhadap pasien, ditegakkan diagnosis F 83.3 gangguan

belajar campuran. Gangguan belajar campuran adalah gangguan jiwa yang

menggambarkan pasien dengan keadaan gejala ansietas dan depresif yang tidak

memenuhi kriteria diagnostik gangguan ansietas atau gangguan mood.1

Ansietas dan depresif saling terkait secara kausal pada sejumlah pasien yang

mengalami gejala ini, yang ditandai dengan terdapatnya temuan neuroendokrin yang

sama antara gejala ansietas dan gejala depresi, hiperaktivitas sistem

noradrenergicsebagai penyebab relavan pada ansietas maupun depresi, obat

serotonergik seperti fluoxetine dan clomipramine berguna untuk terapi gangguan

ansietas maupun depresi, serta gejala ansietas dan depresi berhubungan secara genetik

pada beberapa keluarga.Pada Ny. R ini tidak ada faktor genetik dari gangguan

campuran ansietas dan depresi maupun gangguan jiwa lainnya dan temuan

neuroendokrin terkait gangguan ini tidak diketahui.

Pasiendatang ke Poliklinik Jiwa RS Jiwa Prof HB Saanin Padang dengan

keluhan sulit untuk jatuh tertidur dan tidur tidak puas sejak tahun 2015. Pasien hanya

bisa tertidur jika minum obat. Pada tahun 2015 pasien didiagnosis dengan Insmonia

Non-organik. Namun sejak 1 bulan ini pasien merasakan cemas dan takut tanpa

alasan, yang disertai keringat dingin, dan terkadang jantung berdebar-debar. Perasaan

cemas dan takut dirasakan pasien hampir setiap hari dan tidak diketahui

41
penyebabnya. Kadang-kadang pasien merasa sedih.Kadang-kadang pasien merasa

sedih, karena pasien ingin umroh seperti suaminya yang telah umroh tahun lalu,

namun menurut pasien suaminya tidak mendukung. Setiap ada uang, suaminya selalu

menggunakan uang tersebut untuk membangun rumah, padahal kalau ditabungkan

bisa untuk biaya pergi umroh. Pasien juga mudah lelah, tidak semangat, dan malas

melakukan aktvitas sejak ± 1 bulan ini. Selain itu, nafsu makan juga berkurang.

Pasien hanya makan sekali sehari dengan jumlah yang sedikit, hanya beberapa

sendok saat akan minum obat. Pasien juga mudah lupa seperti lupa tentang topik

pembicaraan. Hal ini menunjukkan gambaran gejala ansietas dan depresi secara

bersamaan, namun tidak ada yang predominan dan tidak cukup kuat untuk

menegakkan diagnosis masing-masing.

Menurut keterangan anak kandung pasien, sehari-hari pasien hanya duduk-

duduk dikarenakan malas melakukan aktivitas. Saat siang hari, pasien juga sering

merasakan kantuk namun tidak bisa memejamkan mata sehingga pasien hanya

berbaring tanpa tertidur. Pasien jarang keluar rumah untuk berinteraksi dengan

masyarakat sekitar dan hanya sekali-sekali mengikuti acara pengajian.

Pengobatan yang diberikan kepada pasien ini yaitu FluoxetinedanClobazam.

Pemberian fluoxetine pada pasien ini sebagai anti anxietas golongan SSRI (Selective

Serotonine Reuptake Inhibitor). Sindrom depresi diperkirakan disebabkan oleh

defisiensi relatif salah satu aminergic neurotransmitter (noradrenaline, serotonin,

dopamin) pada sinaps neuron di SSP terutama sistem limbik. Obat ini bekerja dengan

cara menghambat reuptake aminergic neurotransmitter sehingga terjadi peningkatan

jumlah aminergic neurotransmitter pada sinaps neuron di SSP. SSRI memiliki efek

42
sedasi, otonomik, hipotensi yang sangat minimal sehingga baik untuk pasien usia

dewasa, usia lanjut, gangguan jantung, serta berat badan berlebih.

Clobazam adalah anti ansietas, anti konvulsan, dan anti insomnia golongan

benzodiazepine yang baik untuk pasien dewasa dan usia lanjut yang ingin tetap aktif.

Dalam hal ini diperlukan kerjasama antaratenaga kesehatan dan peran keluarga

untuk membantu pengobatan pasien. Perlu memberikan edukasi ke pasien agar

termotivasi untuk sembuh dengan cara mau meminum obat.

Psikoterapi dan psikoedukasi perlu diberikan kepada pasien maupun keluarga.

Tujuannya adalah agar pasien dan keluarga lebih memahami tentang penyakit yang

dialami, sehingga pasien memiliki kesadaran untuk melaksanakan anjuran terapi

sesuai instruksi dokter. Seperti halnya agen farmakologis yang digunakan untuk

mengatasi dugaan ketidakseimbangan kimiawi, strategi nonfarrnakologis harus dapat

menangani masalah nonbiologis.2

43
DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock, BJ dan Sadock, VA. Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi 2. Terjemahan
Oleh: Profitasari & Nisa, M.T. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta,
Indonesia, 2004.
2. Liederman J, Kantrowitz L, & Flannery K. Male vulnerability to reading
disability is not likely to be a myth: A call for new data. J Learn Disabil. 2005,
38: 109–129.
3. Moll K, Sarah K, Nina N, Jennifer B, Gerd SK. Specific Learning Disorder:
Prevalence and Gender Differences. Netherlands: Utrecht University. 2014.
4. Mercer, Cecil D. & Paige C. Pullen. Students with Learning
Disabilities,Virginia: Merrill/Prentice Hall, 2005.
5. Rusdi, Maslim (ed). Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III,
2008, Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya, Jakarta, Indonesia
6. Kaplan, H.I., Sadock, B.J., & Grebb, J.A. Sinopsis Psikiatri Edisi 2. Terjemahan
oleh: Widjaja Kusuma. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, Indonesia,
2010.
7. De castro MV, Marcia ASB, Bruno MP, Silvia CMR, Andreia MD. Effect of
Virtual Environment on The Development of Mathematical Skills in Children
with dyscalculasia. United Kingdom : University of Westminster. 2014.

44

Anda mungkin juga menyukai