Anda di halaman 1dari 26

http://www.scribd.

com/doc/79961400/Konsep-Anak-Usia-
Sekolah
GANGGUAN BELAJAR
Jump to Comments

DEFINISI

Gangguan belajar meliputi kemampuan untuk memperoleh, menyimpan, atau


menggunakan keahlian khusus atau informasi secara luas, dihasilkan dari kekurangan
perhatian, ingatan, atau pertimbangan dan mempengaruhi performa
akademi.Gangguan belajar sangat berbeda dari keterlambatan mental dan terjadi
dengan normal atau bahkan fungsi intelektual tinggi. Gangguan belajar hanya
mempengaruhi fungsi tertentu, sedangkan pada anak dengan keterlambatan mental,
kesulitan mempengaruhi fungsi kognitif secara luas. Terdapat tiga jenis gangguan
belajar : gangguan membaca, gangguan menuliskan ekspresi, dan gangguan
matematik. Dengan demikian, seorang anak dengan gangguan belajar bisa mengalami
kesulitan memahami dan mempelajari matematika yang signifikan, tetapi tidak memiliki
kesulitan untuk membaca, menulis, dan melakukan dengan baik pada subjek yang lain.
Diseleksia adalah gangguan belajar yang paling dikenal. Gangguan belajar tidak
termasuk masalah belajar yang disebabkan terutama masalah penglihatan,
pendengaran, koordinasi, atau gangguan emosional.

PENYEBAB

Meskipun penyebab gangguan belajar tidak sepenuhnya dimengerti. Mereka termasuk


kelainan pada proses dasar yang berhubungan dalam memahami atau menggunakan
ucapan atau penulisan bahasa atau numerik dan pertimbangan ruang. Diperkirakan 3
sampai 15% anak bersekolah di Amerika Serikat memerlukan pelayanan pendidikan
khusus untuk menggantikan gangguan belajar. Anak laki-laki dengan gangguan belajar
bisa melebihi anak gadis lima banding satu, meskipun anak perempuan seringkali tidak
dikenali atau terdiagnosa mengalami gangguan belajar. Kebanyakan anak dengan
masalah tingkah laku tampak kurang baik di sekolah dan diperiksa dengan psikologis
pendidikan untuk gangguan belajar. Meskipun begitu, beberapa anak dengan jenis
gangguan belajar tertentu menyembunyikan gangguan mereka dengan baik,
menghindari diagnosa, dan oleh karena itu pengobatan, perlu waktu yang lama.

GEJALA

Anak kecil kemungkinan lambat untuk mempelajari nama-nama warna atau huruf, untuk
menyebutkan kata-kata untuk objek yang dikenal, untuk menghitung, dan untuk
kemajuan pada awal keahlian belajar lain. Belajar untuk membaca dan menulis
kemungkinan tertunda. Gejala-gejala lain dapat berupa perhatian dengan jangka waktu
yang pendek dan kemampuan yang kacau, berhenti bicara, dan ingatan dengan jangka
waktu yang pendek. Anak tersebut bisa mengalami kesulitan dengan aktifitas yang
membutuhkan koordinasi motor yang baik, seperti mencetak dan mengkopi. Anak
dengan gangguan belajar bisa mengalami kesulitan komunikasi. Beberapa anak
mulanya menjadi frustasi dan kemudian mengalami masalah tingkah laku, seperti
menjadi mudah kacau, hiperaktif, menarik diri, malu, atau agresif.

DIAGNOSA

Anak yang tidak membaca atau belajar pada tingkatan yang diharapkan untuk
kemampuan verbal atau kecerdasan harus dievaluasi. Pemeriksaan pendengaran dan
penglihatan harus dijalankan, karena masalah pikiran sehat ini bisa juga berhubungan
dengan keahlian membaca dan menulis. Dokter meneliti anak tersebut untuk berbagai
gangguan fisik. Anak tersebut melakukan rangkaian tes kecerdasan, baik verbal
maupun non verbal, dan tes akademik pada membaca, menulis, dan keahlian aritmatik.

PENGOBATAN

Pengobatan yang paling berguna untuk gangguan belajar adalah pendidikan yang
secara hati-hati disesuaikan dengan individu anak. Cara seperti membatasi makanan
aditif, menggunakan vitamin dalam jumlah besar, dan menganalisa sistem anak untuk
trace mineral seringkali dicoba tetapi tidak terbukti. Tidak ada obat-obatan yang cukup
efektif pada pencapaian akademis, intelegensi, dan kemampuan pembelajaran umum.
Karena beberapa anak dengan gangguan belajar juga mengalami ADHD, obat-obatan
tertentu, seperti methylphenidate, bisa meningkatkan perhatian dan konsentrasi,
meningkatkan kemampuan anak untuk belajar.

http://medicastore.com/penyakit/3187/Gangguan__Belajar.html

Gangguan belajar adalah defisiensi pada kemampuan belajar sepesifik dalam konteks

Tipe-tipe Gangguan Belajar


- Gangguan Matematika
Gangguan Metematika menggambarkan anak-anak dengan kekurangan kemampuan aritmatika.
- Gangguan Menulis
Gangguan Menulis mengacu pada anak-anak dengan keterbatasan kemampaun menulis
- Gangguan Membaca ( disleksia )
Gangguan Membaca disleksia- mengacu pada anak-anak yang memiliki perkembangan
ketrampilan yang buruk dalam mengenali kata-kata dan memahami bacaan.
Perspektif Teoritis

Penyebab gangguan belajar cenderung terfokus pada masalah-masalah kognitif-perseptual dan


kemungkinan faktor-faktor neorologis yang mendasarinya. Banyak anak dengan gangguan
belajar memiliki masalah dengan persepsi visual dan auditori.

Intervensi gangguan belajar


Intervensi-intervensi untuk gangguan belajar umumnya menggunakan perspektif berikut (Lyon
& Moats,1988)
1. Model Psikoedukasi
Menekankan pada kekuatan-kekuatan dan preferensi-preferensi anak daripada usaha untuk
mengoreksi definisi yuang diduga mendasarinya.
2. Model Behavioral
Mengasumsikan bahwa belajar akademik dibangun diatas hierarki ketrampilan-ketrampilan
dasar, atau perilaku yang memampukan (enabling behaviours).
3. Model Medis
Mengasumsikan bahwa gangguan belajar merupakan simtom-simtom dari defisiensi dalam
pengolahan kognitif yang memiliki dasar biologis.
4. Model neuropsikologi
Berasal dari model psikoedukasi dan medis, diasumsikan bahwa gangguan belajar merefleksikan
deficit dalam pengolahan informasi yang memiliki dasar biologis (model medis).
5. Model lingguistik
Berfokus pada defisiensi dasar dalam bahasa anak, seperti kegagalan untuk mengenali
bagaimana suara-suara dan kata-kata saling dikaitkan untuk menciptakan arti, yang akan
menimbulkan masalah dalam membaca, mengeja, dan menemukan kata-kata untuk
mengekspresikan diri mereka.
6. Model kognitif
Berfokus pada bagaimana anak-anak mengatur pemikiran-pemikiran mereka ketika mereka
balajar materi-materi akademik.

http://www.masbow.com/2009/11/gangguan-belajar.html

Jenis jenis Gangguan Belajar/Learning Disorders (LD):

Gangguan membaca (Disleksia)

Gangguan matematik (Diskalkulia)

Gangguan menulis ekspresif (Spelling Dyslexia, Spelling Disorder)

Gangguan belajar lainnya / tidak spesifik

1. Gangguan Membaca (Disleksia):

Adalah ketrampilan membaca yang berada di bawah tingkatan usia, pendidikan dan
inteligensi anak.Ciri khasnya: gagal dalam mengenali kata-kata, lambat & tidak teliti bila
membaca, pemahaman yang buruk.∑ 4% dari anak usia sekolah di AS∑ anak
laki-laki 3-4 kali > anak perempuanGangguan. emosi & perilaku yang sering menyertai:
- ADHD, Conduct disorder, & depresi (remaja)

2. Gangguan Matematik (diskalkulia)

Adalah ketrampilan matematik yang berada di bawah tingkatan usia, pendidikan dan
inteligensi anakCiri khasnya adalah kegagalan dalam ketrampilan :
- linguistik (memahami istilah matematika, mengubah soal tulisan ke simbol
matematika),

- perseptual (kemampuan untuk memahami simbol dan mengurutkan kelompok angka)

- matematik (+/-/x/: dan cara mengoperasikannya)

- atensional (mengkopi bentuk dengan benar, mengoperasikan simbol dengan benar)

- Prevalensi 5% anak usia sekolah

- Anak perempuan > anak laki-laki

- Biasanya disertai gangguan belajar yang lain

- Kebanyakan terdeteksi ketika berada di kelas 2 dan 3 SD (6-8 th)

3. Gangguan Menulis Ekspresif (Spelling Dyslexia, Spelling Disorder)

Adalah ketrampilan menulis yang berada di bawah tingkatan usia, pendidikan dan
inteligensi anakBanyak, ditemukan kesalahan dalam menulis dan penarnpilan tulisan
yang buruk (cakar ayam). Biasanya sudah tampak sejak kelas 1 5DRasa frustrasi,
marah oleh karena kegagalan dalam prestasi akademik menyebabkan munculnya
gangguan depresi yang kronis. Bagaimana

http://www.kesulitanbelajar.org/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=15

Deteksi Dini Gangguan Belajar pada Anak

Gangguan belajar pada anak penting untuk dideteksi sejak dini. Hal ini karena
gangguan belajar dapat mempengaruhi perasaan dan perilaku anak. Perilaku anak
dengan gangguan belajar dapat diamati saat di kelas. Anak biasanya tidak dapat duduk
tenang di tempatnya, lambat menyelesaikan tugas atau bahkan tidak mau mengerjakan
tugas yang diberikan. Hal ini sebetulnya merupakan bentuk penghindaran dari
mengerjakan tugas yang dirasanya sulit.
Perkembangan anak sejak kecil juga bisa merupakan pertanda kemungkinan terjadinya
gangguan belajar pada usia sekolah dasar. Anak dengan keterlambatan bicara (belum
bisa mengucapkan kalimat sederhana di usia 2 tahun), bisa merupakan faktor prediksi
terjadinya gangguan belajar. Gangguan koordinasi motorik, terutama pada usia
menjelang taman kanak-kanak, juga bisa menjadi faktor prediksi terjadinya gangguan
belajar.

Jika orang tua atau guru melihat tanda-tanda adanya gangguan belajar pada anak,
perlu segera dikonsultasikan kepada dokter. Pertama kali dilakukan pemeriksaan ada
atau tidaknya gangguan pada penglihatan dan pendengaran. Karena seringkali
gangguan pada penglihatan dan pendengaran juga dapat mengganggu kemampuan
belajar anak. Pemeriksaan psikologis seperti tingkat kecerdasan (tes IQ), juga perlu
dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya tingkat kecerdasan yang kurang,
seperti pada retardasi mental. Selain itu, diperiksa juga kemungkinan adanya gangguan
jiwa lain seperti autisme, gangguan pemusatan perhatian dan perilaku, atau gangguan
kecemasan.

http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=3&dn=20070119230849

Cara Membantu Anak Mengatasi Gangguan Belajar, Tips Bagi Orang Tua

Anak yang mengalami gangguan belajar sering kali akan menunjukkan gangguan
perilaku. Hal ini bisa berdampak pada hubungan pasien dengan orang-orang di
sekitarnya (keluarga, guru dan teman-teman sebaya). Untuk itu anak perlu didampingi
untuk menghadapi situasi ini.Orang tua merupakan guru yang pertama dan terdekat
dengan anak. Dengan demikian, peran orang tua sangat penting untuk mengenali
permasalahan apa yang dialami anak. Selain itu, penting juga untuk menemukan
kekuatan atau kemampuan yang dimiliki anak. Hal ini akan membantu orang tua
mendukung anak mengembangkan kemampuan yang dimilikinya sehingga dapat
meningkatkan kepercayaan diri anak. Tugas anak adalah bermain, maka proses belajar
pun sebaiknya menjadi proses yang menyenangkan untuk anak. Apalagi pada anak
dengan gangguan belajar, penting untuk menciptakan suasana belajar yang
menyenangkan dan tidak membebani anak. Kenali hal apa yang membuat anak merasa
senang. Misalnya, jika anak tersebut menyukai lagu tertentu, ajak anak itu belajar
sambil memutarkan lagu tersebut. Ijinkan anak membawa mainan kesayangannya saat
belajar. Jika anak senang dengan suatu obyek tertentu, misalnya kereta api, sertakan
bentuk kereta api dalam pelajaran. Sebagai contoh, anak dengan gangguan berhitung,
saat belajar berhitung dapat digunakan gambar kereta api yang dia senangi.

Anak dengan gangguan belajar juga bisa mengalami perasaan rendah diri karena
ketidakmampuannya atau karena sering diejek oleh teman-temannya. Untuk itu, penting
bagi orang tua memberikan pujian jika ia berhasil melakukan suatu pencapaian.
Misalnya, bila suatu kali anak berhasil mendapat nilai yang cukup baik atau
mengerjakan tugas dengan benar, maka orang tua hendaknya memberi pujian pada
anak. Hal ini akan memotivasi anak untuk berbuat lebih baik, meningkatkan rasa
percaya diri dan membantu anak merasa nyaman dengan dirinya.

Keterlibatan pihak sekolah juga perlu diperhatikan karena sebagian besar waktu belajar
anak ada di sekolah. Diskusikan dengan guru kelas mengenai kesulitan dan
kemampuan anak dalam belajar. Posisi tempat duduk anak di kelas juga bisa
membantu anak untuk lebih berkonsentrasi dalam belajar. Akan lebih baik jika anak
duduk di depan kelas sehingga perhatiannya tidak teralih ke anak-anak lain atau ke
jendela kelas. Masalah gangguan belajar penting sekali dipahami oleh orang tua dan
guru sehingga dapat mendukung dan membantu anak dalam belajar. Jika ditangani
dengan tidak benar maka hanya akan menambah permasalahan pada anak. Deteksi
dan konsultasi dini pada anak yang diduga mengalami gangguan belajar menjadi faktor
penting sehingga anak dapat segera ditangani dengan tepat. Kerja sama antara orang
tua, guru dan profesional kesehatan jiwa (psikiater dan psikolog) diperlukan untuk
membantu anak menghadapi permasalahan gangguan belajar tersebut.

http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=3&dn=20070119230849

BERBAGAI JENIS GANGGUAN FISIK DAN PSIKIATRIK YANG


BERHUBUNGAN DENGAN TIMBULNYA KESULITAN BELAJAR PADA
ANAK

I. GANGGUAN FISIK

Gangguan dalam sistim saraf pusat/otak anak atau organ pendengaran atau organ
penglihatan, misalnya oleh karena adanya infeksi baik langsung maupun tidak langsung
pada otak, trauma pada otak, penyakit bawaan, gangguan konduksi listrik ( epilepsi ),
gangguan metabolic sistemik, dll. Semua ini dapat yang menyebabkan timbulnya
disfungsi otak minimal, yang mungkin bermanifestasi dalam berbagai bentuk gangguan
psikiatrik, di antaranya ialah kesulitan belajar.

II. GANGGUAN PSIKIATRIK


 Retardasi Mental Kondisi ini ditandai oleh tingkat kecerdasan anak yang
berada di bawah rata-rata. Anak akan mengalami kesulitan dalam melaksanakan
kegiatan sehari-hari sebagaimana anak seusianya, seperti mengurus dirinya
sendiri, melakukan pekerjaan rumah atau berinteraksi dengan lingkungannya. o
Gangguan Pemusatan Perhatian & Hiperaktivitas. Ciri utama dari gangguan ini
adalah kesulitan anak untuk memusatkan perhatian-nya yang timbul pada lebih
dari satu situasi, misalnya di rumah, di sekolah dan di dalam kendaraan, dll,
dapat disertai atau tidak disertai dengan hiperaktivitas. Gangguan ini disebabkan
oleh adanya kelainan fungsi inhibisi perilaku dan kontrol diri. Anak tidak mampu
untuk berkonsentrasi pada satu pekerjaan tertentu, dan merencanakan tujuan
dari pekerjaan tersebut. Ia tidak mampu menyusun langkah-langkah dalam
usaha untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan demikian ia akan mengalami
kesulitan dalam menyimak pelajaran yang diberikan gurunya, dan akhirnya ia
tidak mengerti apa yang diterangkan oleh gurunya itu. Gangguan Tingkah Laku
Pada anak yang mengalami gangguan ini seringkali dikatakan sebagai anak
nakal, sulit diatur, suka melawan, sering membolos dan berperilaku antisosial,
dll. Anak dengan Gangguan Tingkah Laku ini seringkali mempunyai prestasi
akademik di bawah taraf yang diperkirakan. Kesulitan belajar yang terjadi
dikarenakan anak sering membolos, malas, motivasi belajar yang kurang, kurang
disiplin, dll.
 Gangguan Depresi Seorang anak yang mengalami Gangguan Depresi akan
menunjukkan gejala- gejala seperti :
Perasaan sedih yang berkepanjangan
Suka menyendiri
Sering melamun di dalam kelas/di rumah
Kurang nafsu makan atau makan berlebihan
Sulit tidur atau tidur berlebihan
Merasa lelah, lesu atau kurang bertenaga
Merasa rendah diri
Sulit konsentrasi dan sulit mengambil keputusan
Merasa putus asa
Gairah belajar berkurang
Tidak ada inisiatif, hipo/hiperaktivitas Anak dengan gejala-gejala
depresi akan memperlihatkan kreativitas, inisiatif dan motivasi
belajar yang menurun, dengan demikian akan menimbulkan
kesulitan belajar sehingga membuat prestasi belajar anak menurun
hari demi hari.

http://groups.yahoo.com/group/cfbe/message/5531

DAMPAK KESULITAN BELAJAR

elajar merasa lebih terpojok


n Kesulitan belajar yang terjadi pada seorang anak tidak hanya berdampak bagi
pertumbuhan dan perkembangan anak saja, tetapi juga berdampak dalam kehidupan
keluarga dan juga dapat mempengaruhi interaksi anak dengan lingkungannya. Sistim
keluarga dapat mengalami disharmoni oleh karena saling menyalahkan di antara ke
dua orang tua. Orang tua merasa frustrasi, marah, kecewa, putus asa, merasa bersalah
atau menolak, dengan kondisi ini justru membuat anak dengan kesulitan belajar merasa
lebih terpojok lagi. Anak dengan kesulitan belajar seringkali menuding dirinya sebagai
anak yang bodoh, lambat, berbeda dan keterbelakang. Mereka menjadi tegang, malu,
rendah diri dan berperilaku nakal, agresif, impulsif atau bahkan menyendiri/menarik diri
untuk menutupi kekurangan pada dirinya. Seringkali mereka tampak sulit berinteraksi
dengan teman-teman sebayanya, dan lebih mudah bagi mereka untuk bergaul dan
bermain dengan anak-anak yang mempunyai usia lebih muda dari mereka. Hal ini
menandakan terganggunya sistim harga diri anak. Kondisi ini merupakan sinyal bahwa
anak membutuhkan pertolongan segera.

http://groups.yahoo.com/group/cfbe/message/5531

MENGENAL GANGGUAN BELAJAR DISKALKULIA & DISGRAFIA

Banyak orang tua langsung menduga anaknya bodoh atau malas ketika melihatnya
mengalami kesulitan membaca, berhitung atau mengikuti pelajaran di sekolah. Padahal,
bisa jadi si anak mengalami gangguan persarafan.

DISKALKULIA

Menurut Jacinta F. Rini, M.Psi, dari Harmawan Consulting, Jakarta, diskalkulia dikenal
juga dengan istilah “math difficulty” karena menyangkut gangguan pada kemampuan
kalkulasi secara matematis. Kesulitan ini dapat ditinjau secara kuantitatif yang terbagi
menjadi bentuk kesulitan berhitung (counting) dan mengkalkulasi (calculating). Anak
yang bersangkutan akan menunjukkan kesulitan dalam memahami proses-proses
matematis. Hal ini biasanya ditandai dengan munculnya kesulitan belajar dan
mengerjakan tugas yang melibatkan angka ataupun simbol matematis.

CIRI-CIRI

Inilah beberapa hal yang bisa dijadikan pegangan:

1. Tingkat perkembangan bahasa dan kemampuan lainnya normal, malah seringkali


mempunyai memori visual yang baik dalam merekam kata-kata tertulis.

2. Sulit melakukan hitungan matematis. Contoh sehari-harinya, ia sulit menghitung


transaksi (belanja), termasuk menghitung kembalian uang. Seringkali anak tersebut jadi
takut memegang uang, menghindari transaksi, atau apa pun kegiatan yang harus
melibatkan uang.

3. Sulit melakukan proses-proses matematis, seperti menjumlah, mengurangi,


membagi, mengali, dan sulit memahami konsep hitungan angka atau urutan.

4. Terkadang mengalami disorientasi, seperti disorientasi waktu dan arah. Si anak


biasanya bingung saat ditanya jam berapa sekarang. Ia juga tidak mampu membaca
dan memahami peta atau petunjuk arah.

5. Mengalami hambatan dalam menggunakan konsep abstrak tentang waktu. Misalnya,


ia bingung dalam mengurut kejadian masa lalu atau masa mendatang.

6. Sering melakukan kesalahan ketika melakukan perhitungan angka-angka, seperti


proses substitusi, mengulang terbalik, dan mengisi deret hitung serta deret ukur.

7. Mengalami hambatan dalam mempelajari musik, terutama karena sulit memahami


notasi, urutan nada, dan sebagainya.

8. Bisa juga mengalami kesulitan dalam aktivitas olahraga karena bingung mengikuti
aturan main yang berhubungan sistem skor.

FAKTOR PENYEBAB

Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi gangguan ini, di antaranya:

1. Kelemahan pada proses penglihatan atau visual

Anak yang memiliki kelemahan ini kemungkinan besar akan mengalami diskalkulia. Ia
juga berpotensi mengalami gangguan dalam mengeja dan menulis dengan tangan.

2. Bermasalah dalam hal mengurut informasi


Seorang anak yang mengalami kesulitan dalam mengurutkan dan mengorganisasikan
informasi secara detail, umumnya juga akan sulit mengingat sebuah fakta, konsep
ataupun formula untuk menyelesaikan kalkulasi matematis. Jika problem ini yang
menjadi penyebabnya, maka anak cenderung mengalami hambatan pada aspek
kemampuan lainnya, seperti membaca kode-kode dan mengeja, serta apa pun yang
membutuhkan kemampuan mengingat kembali hal-hal detail.

3. Fobia matematika

Anak yang pernah mengalami trauma dengan pelajaran matematika bisa kehilangan
rasa percaya dirinya. Jika hal ini tidak diatasi segera, ia akan mengalami kesulitan
dengan semua hal yang mengandung unsur hitungan.

CARA PENANGGULANGAN

Diagnosa diskalkulia harus dilakukan oleh spesialis yang berkompeten di bidangnya


berdasarkan serangkaian tes dan observasi yang valid dan terpercaya. Bentuk terapi
atau treatment yang akan diberikan pun harus berdasarkan evaluasi terhadap
kemampuan dan tingkat hambatan anak secara detail dan menyeluruh.

Bagaimanapun, kesulitan ini besar kemungkinan terkait dengan kesulitan dalam aspek-
aspek lainnya, seperti disleksia. Perbedaan derajat hambatan akan membedakan
tingkat treatment dan strategi yang diterapkan. Selain penanganan yang dilakukan ahli,
orang tua pun disarankan melakukan beberapa latihan yang dapat mengurangi
gangguan belajar, yaitu:

1. Cobalah memvisualisasikan konsep matematis yang sulit dimengerti, dengan


menggunakan gambar ataupun cara lain untuk menjembatani langkah-langkah atau
urutan dari proses keseluruhannya.

2. Bisa juga dengan menyuarakan konsep matematis yang sulit dimengerti dan minta si
anak mendengarkan secara cermat. Biasanya anak diskalkulia tidak mengalami
kesulitan dalam memahami konsep secara verbal.

3. Tuangkan konsep matematis ataupun angka-angka secara tertulis di atas kertas agar
anak mudah melihatnya dan tidak sekadar abstrak. Atau kalau perlu, tuliskan urutan
angka-angka itu untuk membantu anak memahami konsep setiap angka sesuai dengan
urutannya.

4. Tuangkan konsep-konsep matematis dalam praktek serta aktivitas sederhana sehari-


hari. Misalnya, berapa sepatu yang harus dipakainya jika bepergian, berapa potong
pakaian seragam sekolahnya dalam seminggu, berapa jumlah kursi makan yang
diperlukan jika disesuaikan dengan anggota keluarga yang ada, dan sebagainya.
5. Sering-seringlah mendorong anak melatih ingatan secara kreatif, entah dengan cara
menyanyikan angka-angka, atau cara lain yang mempermudah menampilkan
ingatannya tentang angka.

6. Pujilah setiap keberhasilan, kemajuan atau bahkan usaha yang dilakukan oleh anak.

7. Lakukan proses asosiasi antara konsep yang sedang diajarkan dengan kehidupan
nyata sehari-hari, sehingga anak mudah memahaminya.

8. Harus ada kerja sama terpadu antara guru dan orang tua untuk menentukan strategi
belajar di kelas, memonitor perkembangan dan kesulitan anak, serta melakukan
tindakan-tindakan yang perlu untuk memfasilitasi kemajuan anak. Misalnya, guru
memberi saran tertentu pada orang tua dalam menentukan tugas di rumah, buku-buku
bacaan, serta latihan yang disarankan.

DISGRAFIA

Kelainan neurologis ini menghambat kemampuan menulis yang meliputi hambatan


secara fisik, seperti tidak dapat memegang pensil dengan mantap ataupun tulisan
tangannya buruk. Anak dengan gangguan disgrafia sebetulnya mengalami kesulitan
dalam mengharmonisasikan ingatan dengan penguasaan gerak ototnya secara
otomatis saat menulis huruf dan angka.

Kesulitan dalam menulis biasanya menjadi problem utama dalam rangkaian gangguan
belajar, terutama pada anak yang berada di tingkat SD. Kesulitan dalam menulis
seringkali juga disalahpersepsikan sebagai kebodohan oleh orang tua dan guru.
Akibatnya, anak yang bersangkutan frustrasi karena pada dasarnya ia ingin sekali
mengekspresikan dan mentransfer pikiran dan pengetahuan yang sudah didapat ke
dalam bentuk tulisan. Hanya saja ia memiliki hambatan.

Sebagai langkah awal dalam menghadapinya, orang tua harus paham bahwa disgrafia
bukan disebabkan tingkat intelegensi yang rendah, kemalasan, asal-asalan menulis,
dan tidak mau belajar. Gangguan ini juga bukan akibat kurangnya perhatian orang tua
dan guru terhadap si anak, ataupun keterlambatan proses visual motoriknya.

CIRI-CIRI

Ada beberapa ciri khusus anak dengan gangguan ini. Di antaranya adalah:

1. Terdapat ketidakkonsistenan bentuk huruf dalam tulisannya.

2. Saat menulis, penggunaan huruf besar dan huruf kecil masih tercampur.

3. Ukuran dan bentuk huruf dalam tulisannya tidak proporsional.


4. Anak tampak harus berusaha keras saat mengkomunikasikan suatu ide,
pengetahuan, atau pemahamannya lewat tulisan.

5. Sulit memegang bolpoin maupun pensil dengan mantap. Caranya memegang alat
tulis seringkali terlalu dekat bahkan hampir menempel dengan kertas.

6. Berbicara pada diri sendiri ketika sedang menulis, atau malah terlalu memperhatikan
tangan yang dipakai untuk menulis.

7. Cara menulis tidak konsisten, tidak mengikuti alur garis yang tepat dan proporsional.

8. Tetap mengalami kesulitan meskipun hanya diminta menyalin contoh tulisan yang
sudah ada.

MEMBANTU ANAK DISGRAFIA

Ada beberapa hal yang bisa dilakukan orang tua untuk membantu anak dengan
gangguan ini. Di antaranya:

1. Pahami keadaan anak

Sebaiknya pihak orang tua, guru, atau pendamping memahami kesulitan dan
keterbatasan yang dimiliki anak disgrafia. Berusahalah untuk tidak membandingkan
anak seperti itu dengan anak-anak lainnya. Sikap itu hanya akan membuat kedua belah
pihak, baik orang tua/guru maupun anak merasa frustrasi dan stres. Jika
memungkinkan, berikan tugas-tugas menulis yang singkat saja. Atau bisa juga orang
tua meminta kebijakan dari pihak sekolah untuk memberikan tes kepada anak dengan
gangguan ini secara lisan, bukan tulisan.

2. Menyajikan tulisan cetak

Berikan kesempatan dan kemungkinan kepada anak disgrafia untuk belajar


menuangkan ide dan konsepnya dengan menggunakan komputer atau mesin tik. Ajari
dia untuk menggunakan alat-alat agar dapat mengatasi hambatannya. Dengan
menggunakan komputer, anak bisa memanfaatkan sarana korektor ejaan agar ia
mengetahui kesalahannya.

3. Membangun rasa percaya diri anak

Berikan pujian wajar pada setiap usaha yang dilakukan anak. Jangan sekali-kali
menyepelekan atau melecehkan karena hal itu akan membuatnya merasa rendah diri
dan frustrasi. Kesabaran orang tua dan guru akan membuat anak tenang dan sabar
terhadap dirinya dan terhadap usaha yang sedang dilakukannya.

4. Latih anak untuk terus menulis


Libatkan anak secara bertahap, pilih strategi yang sesuai dengan tingkat kesulitannya
untuk mengerjakan tugas menulis. Berikan tugas yang menarik dan memang
diminatinya, seperti menulis surat untuk teman, menulis pada selembar kartu pos,
menulis pesan untuk orang tua, dan sebagainya. Hal ini akan meningkatkan
kemampuan menulis anak disgrafia dan membantunya menuangkan konsep abstrak
tentang huruf dan kata dalam bentuk tulisan konkret.

http://www.tabloid-nakita.com/Panduan/panduan05233-02.htm

Intervensi gangguan belajar

Intervensi-intervensi untuk gangguan belajar umumnya menggunakan perspektif berikut


(Lyon & Moats,1988)

1. Model Psikoedukasi Menekankan pada kekuatan-kekuatan dan preferensi-preferensi


anak daripada usaha untuk mengoreksi definisi yuang diduga mendasarinya.

2. Model Behavioral Mengasumsikan bahwa belajar akademik dibangun diatas hierarki


ketrampilan-ketrampilan dasar, atau perilaku yang memampukan (enabling behaviours).

3. Model Medis Mengasumsikan bahwa gangguan belajar merupakan simtom-simtom


dari defisiensi dalam pengolahan kognitif yang memiliki dasar biologis.

4. Model neuropsikologi Berasal dari model psikoedukasi dan medis, diasumsikan


bahwa gangguan belajar merefleksikan deficit dalam pengolahan informasi yang
memiliki dasar biologis (model medis).

5. Model lingguistik Berfokus pada defisiensi dasar dalam bahasa anak, seperti
kegagalan untuk mengenali bagaimana suara-suara dan kata-kata saling dikaitkan
untuk menciptakan arti, yang akan menimbulkan masalah dalam membaca, mengeja,
dan menemukan kata-kata untuk mengekspresikan diri mereka.

6. Model kognitif Berfokus pada bagaimana anak-anak mengatur pemikiran-pemikiran


mereka ketika mereka balajar materi-materi akademik.

http://www.masbow.com/2009/11/gangguan-belajar.html

Tugas utama seorang pelajar adalah belajar. Banyak siswa yang sudah belajar, tetapi
kegagalan dalam mengikuti ujian kelihatannya tidak sedikit. Ini mungkin disebabkan
system belajar mereka yang kurang tepat.

Tulisan ini dimaksudkan untuk memberi solusi cerdas teman-teman di dalam


menentukan system belajar yang baik.

Disiplin Belajar
Disiplin belajar, dalam arti menentukan program-program belajar dan melaksanakannya
sesuai dengan program-program/jadwal yang telah ditentukan. Mungkin teman-teman
juga merasakanbahwa ada seribu satu macam gangguan belajar, misalnya melamun,
malas, fasilitas tidak memadai, gangguan situasi keluarga, dan lain-lain. Gangguan
seperti ini sering menimpa teman-teman sehingga belajar pun terganggu dan alibatnya
gagal di dalam ujian. Di sinilah pentingnya disiplin belajar agar dampak-dampak negatif
dari gangguan tersebut dapat ditekan semaksimal mungkin.

Pembagian Waktu BelajarJadwal belajar perlu dibuat. Kapan waktu belajar dan
pelajaran apa saja yang dipelajari tiap hari. Ada sebagian siswa yang kegiatannya
setiap hari ditulis di dalam daftar rencana kerja sampai mendetail dari bangun tidur
sampai tidur lagi. Cara ini memang ada baiknya, tetapi ada waktunya kita menemukan
kelemahannya. Karena dengan menepati ketentuan yang ada di tabel kita akan
menyingkirkan hal-hal lain yang justru merupakan hal-hal yang penting. Lalu
bagaimanakah langkah kita dapat menentukan waktu belajar? Untuk itu tentukan saja
pelajaran apa saja yang harus dipelajari pada tiap-tiap hari, misalnya tiap hari harus
belajar dua atau tiga mata pelajaran. Minimal harus belajar satu kali tiap mata pelajaran
dalam satu minggu.

Konsentrasi Belajar

Belajar tanpa konsentrasi tidak akan membuahkan hasil yang diharapkan. Untuk
membantu konsentrasi belajar, perhatikan hal-hal di bawah ini.

1. Sediakan tempat belajar lengkap dengan meja belajar serta penunjang yang
lainnya.
2. Hilangkan hal-hal/sesuatu yang mengganggu. Usahakan agar di atas meja
hanya tersedia alat-alat yang diperlukan untuk belajar. Alat lain yang belum
dibutuhkan sebaiknya disimpan terlebih dahulu.
3. Tentukan waktu, misalnya dalam waktu satu jam harus sudah dapat membaca
sekian halaman, atau waktu sekian harus sudah dapat memahami satu atau dua
bab.
4. Untuk menambah konsentrasi gunakanlah alat tulis untuk mencatat hal-hal yang
dianggap penting dan menggaris bawahi hal yang penting.
5. Apabila konsentrasi buyar mungkin kejenuhan merupakan salah satu faktor
penyebabnya. Untuk itu gantilah membaca buku lain, tapi jika masih belum juga
berkonsentrasi, sebaiknya tinggalkan saja meja belajar.
6. Pakailah hukum 1 X 5 lebih baik daripada 5 X 1. Membaca sedikit dengan cara
berulang-ulang lebih baik daripada membaca banyak dalam waktu yang singkat/
satu kali baca.

Proses Belajar

Di dalam membaca buku kita dapat memilih atu dari tiga cara proses belajar berikut ini.

1. Membaca permulaan sampai akhir dengan berurutan secara langsung.


2. Membaca dari permulaan sampai akhir dengan cara urut, tetapi waktunya tidak
langsung.
3. Membaca bab-bab yang disukai atau yang dianggap penting saja.

http://smpn13-mgl.sch.id/solusi-cerdas-mengatasi-gangguan-belajar.html

Mengenali masalah gangguan belajar anak dari segi


okupasi dan sensoriintegrasi
Masih banyak sekali tenaga pengajar atau guru di sekolah belum mengetahui masalah
sesungguhnya mengapa anak peserta didiknya menjadi malas, tidak mau menulis,
kurang huruf saat menulis atau membaca, tidak konsentrasi ataupun tidak mau
mendengar. Sering sekali para tenaga pengajar sangat mudah sekali mencap anak
sebagi anak yang nakal, malas ataupun bodoh. Tenaga pengajar yang baik atau bijak
sana seharnya tidak dapat dengan mudah mencap anak nakal, malas atau bodoh. Akan
lebih baik apabila sebelum memberikan cap kepada seorang anak anak terlebih dahulu
melihat kepada faktor dari luar dan faktor dari dalam diri anak. Faktor dari luar seperti
pola asuh keluarga, lingkungan tempat tinggal dan bermain mungkin dapat kita
observasi di lingkungan aslinya ataupun dapat menanyakan langsung kepada orang-
orang yang berhubungan dengan anak. Yang paling sulit adalah untuk melihat ataupun
memahami faktor dari diri anak, seperti, taraf kecerdasan, masalah visual, persepsi
perseptual), dan gerak tubuh (motor).

Visual Banyak anak menunjukkan kesulitan dalam hal oculo-motor control


(kontrol otot mata) ketika diasses. Dalam kegiatan yang sederhana yang
mengharuskan penggunaan objek, misalnya pensil, anak gagal memberikan
respons yang sesuai. Jika kita memahami bahwa penglihatan adalah suatu indra
yang dasar dan penting di lingkungan belajar, ketidakmampuan menunjukkan
dasar gerakan-gerakan oculo-motor akan memberikan konsekuensi yang
signifikan. Kesulitan dalam mengikuti jejak secara horizontal (horizontal tracking)
mempengaruhi kemampuan membaca dengan kecenderungan melompati kata-
kata/baris tertentu, dll. Kesulitan dalam hal memadukan data (convergence)
menyebabkan kelelahan di mata perhatikan apakah mata sering digosok saat
membaca dan juga kemampuan yang kurang baik dalam bermain bola. Gerakan
mata yang cepat di antara 2 benda (saccadic) menyebabkan anak mempunyai
kesulitan menyalin dari halaman/papan tulis karena mereka kehilangan titik /
tempat acuan / referensi.

Perceptual Dapat didefinisikan bukan hanya sebagai apa yang dilihat tetapi
bagaimana otak kita menginterpretasikan apa yang kita lihat. Kesulitan yang
paling umum ditemukan adalah dalam bidang visual figure tugas yang
mengharuskan anak menemukan bentuk tertentu yang tersembunyi dalam latar
belakang dan dapat diasosiasikan dengan pengamatan melihat tetapi tidak
memperhatikan.
Ingatan visual yang kurang baik (jangka pendek) sering mengindikasikan
kesulitan dalam membaca, terutama di mana metode membaca tertentu
digunakan (slight method of reading). Anak sering gagal mengenali kata baru
padahal dia baru saja membacanya di 2 3 baris sebelumnya. Pada anak yang
lebih kecil, sering juga terjadi keterbalikan membaca yang umum p, b, d; saw
menjadi was, dsb.
Karenanya, dari beberapa faktor di atas ini dapat dilihat bahwa membaca dapat
menjadi masalah dan sering mengakibatkan perilaku menghindar (avoidance
behaviours).
Anak usia 8 tahun keatas seringkali menunjukkan faktor-faktor lain yang pada
dasarnya penting untuk perkembangan berikutnya. Dengan kata lain anak
seumur ini diharapkan dapat melakukan .. Dua bidang yang signifikan adalah
adanya ketetapan bentuk (form constancy) dan daya ingat urutan visual (visual
sequential memory) (jangka panjang). Agar dapat melengkapi tes yang
mencakup dua hal tersebut, diperlukan kemampuan kognitif yang lebih tinggi
karena jawaban tidak tercantum secara jelas pada teks.
Kesulitan dalam bidang-bidang ini sering mempengaruhi bidang lain :
Bahasa (language) pada umumnya anak tidak dapat melengkapi tes
komprehensif di mana jawaban harus diperoleh melalui pengambilan kesimpulan
(inference). Matematika anak mungkin menunjukkan kemampuan dalam hal
tugas penambahan, dsb. Tetapi tidak dapat mengintrepretasikan jika sudah
ditulis dalam bahasa rumus tertentu. Keterampilan sosial secara sosial, anak
mengalami kesulitan memahami peraturan dalam permainan, dan pengertian
dari isyarat non-verbal. Pada prakteknya, Occupational Therapist dan Speech
Pathologist bekerjasama dengan anak memberikan terapi bahasa dan proses
visual. Kesulitan menulis juga dapat dihubungkan dengan bidang ini. Anak-anak
mengalami kesulitan dalam melihat kesamaan antar huruf dan cenderung
melihat setiap huruf sebagai karakter yang berdiri tersendiri. Misal : b d f h l t
semuanya memiliki punggung yang tegak. Selain itu, dalam menulis halus juga
terdapat masalah karena ketidakmampuan anak mendeteksi sambungannya.
Secara luas, kesemua hal di atas ini konsisten dengan yang dianggap sebagai
executive function (E.F) yang disebut-sebut dalam literatur (CHADD Conf.
Oktober 99).

Motor
Dua pola umum seringkali ditemui saat assessment :

1. Kebingungan antara Kiri-Kanan (L-R Confusion) atau kebingungan menetap


dalam menggunakan dua tangan secara bersamaan (persistence of ambidexterity
hand confusion).
Anak-anak dengan masalah ini lebih cenderung mengalami kesulitan belajar. Di
samping itu, mereka juga akan mengalami kesulitan dengan kegiatan yang
memerlukan 2 tangan, misal : mengendalikan halaman, membuat stabil kertas
dengan tangan yang tidak dominan.
2. Motor Dyspraxia ketidakmampuan mengorganisasikan / mengurutkan ketrampilan
motorik, misal : lari, lompat, menangkap bola. Anak dengan tipe ini lebih cenderung
kikuk / ceroboh (clumsy) dan mempunyai kesulitan di bidang motorik kasar dan
halus.

Penanganan dan Strategi

Karena kemampuan fungsi kurang bekerja dengan baik, terapi dilihat sebagai
mengajarkan dan memperkuat strategi sebagai kompensasi. Bagi kebanyakan dari kita,
secara otomatis kita menggunakan alat bantu atau strategi yang dapat meningkatkan
atau mengurangi frustasi kita dalam rangka meningkatkan hasil kerja. Kita sekarang
tahu bahwa sangat sering populasi ini mempunyai kesulitan mengevaluasi hasil kerja.
Keadaan ini sering memberi pengaruh yang nyata dalam hal bagaimana tugas-tugas
diajarkan dan strategi diaplikasikan karena anak-anak ini cenderung lebih merupakan
pemikir yang harafiah dan konkret. Karena itu mereka memerlukan :

1. Tingkatan atau derajat reinforcement yang tinggi dan spesifik dengan tugas yang
dilakukan.
2. Instruksi yang spesifik. Saya ingin mata kamu melihat ke mata saya. Bila instruksinya
hanya Lihat Saya, respons yang diberikan anak kemungkinan tidak seperti yang
diharapkan.
3. Reinforcement verbal harus spesifik tugas bagus cara kamu menggerakkan bahu
dan siku dibandingkan dengan komentar seperti anak baik (good boy atau good girl).
4. Langkah-langkah untuk mencapai keterampilan tertentu / penguasaan harus dibagi
menjadi langkah kecil dan bertambah sedikit demi sedikit.

5. Pengulangan

6. Konsekuensi coba lagi dimana anak diperkenalkan dengan konsep kendali mutu
(quality control), misal menggunakan skate board melalui halangan-halangan, kalau
sampai ada yang tertabrak mulai lagi dari awal.

7. Memberikan reinforcement / penguat respons yang hampir benar dalam melakukan


tugas, misal : Wow, hebat ya kantongnya masuk karena kamu pakai matamu untuk
melihat!

Tujuan penggunaan strategi adalah untuk mencapai sukses dalam mengerjakan tugas
yang akan berdampak pada rasa percaya diri anak. Kesulitan yang dihadapi sifatnya
sering membuat anak merasa kewalahan dan frustasi sehingga menyebabkan anak
menyerah dan atau belajar untuk merasa tak berdaya. Untuk anak-anak dengan
gangguan spektrum autisme, assassment tidak selalu sukses karena tergantung dari
derajat minat anak atau perilaku dan juga hal-hal lain yang mungkin dapat ditentukan
saat sesi observasi dalam terapi. Strategi yang digunakan untuk terapi tetap sangat
cocok, tetapi anak pada awalnya perlu lebih banyak struktur untuk membantu
mengatasi kesulitan dalam bidang bahasa dan pemahaman. Akhirnya, dengan
memahami penyebab dasar masalah, kita memperoleh informasi yang dapat digunakan
untuk meningkatkan efektifitas terapi dan remediasi.
http://bra6.wordpress.com/2010/01/19/mengenali-masalah-gangguan-belajar-anak-dari-
segi-okupasi-dan-sensori-integrasi/

1. Apa yang dimaksud dengan disleksia?

Disleksia berasal dari bahasa Greek, yakni dari kata dys yang berarti kesulitan, dan
kata lexis yang berarti bahasa. Jadi disleksia secara harafiah berarti kesulitan dalam
berbahasa. Anak disleksia tidak hanya mengalami kesulitan dalam membaca, tapi juga
dalam hal mengeja, menulis dan beberapa aspek bahasa yang lain. Kesulitan
membaca pada anak disleksia tidak sebanding dengan tingkat intelegensi ataupun
motivasi yang dimiliki untuk kemampuan membaca dengan lancar dan akurat, karena
anak disleksia biasanya mempunyai lebel intelegensi yang normal bahkan sebagian di
antaranya di atas normal. Disleksia merupakan kelainan dengan dasar kelainan
neurobiologis, yang ditandai dengan kesulitan dalam mengenali kata dengan tepat /
akurat, dalam pengejaan dan dalam kemampuan mengkode simbol.
Ada juga ahli yang mendefinisikan disleksia sebagai suatu kondisi pemprosesan
input/informasi yang berbeda (dari anak normal) yang seringkali ditandai dengan
kesulitan dalam membaca, yang dapat mempengaruhi cara kognisi seperti daya ingat,
kecepatan pemprosesan input, kemampuan pengaturan waktu, aspek koordinasi dan
pengendalain gerak. Dapat terjadi kesulitan visual dan fonologis, dan biasanya terdapat
perbedaan kemampuan di berbagai aspek perkembangan.

Menurut Jovita Maria Ferliana (dalam pengantar Living with Dyslexia, 2007), penderita
disleksia sebenarnya mengalami kesulitan membedakan bunyi fonetik yang menyusun
sebuah kata. Mereka bisa menangkap kata-kata tersebut dengan indera pendengarnya.
Namun, ketika harus menuliskannya dengan huruf-huruf yang mana saja. Dengan
demikian, dia juga kesulitan menuliskan apa yang ia inginkan ke dalam kalimat-kalimat
panjang yang akurat.

2. Disleksia dan otak kita.

Tahun 1891 Dejerine telah melaporkan bahwa proses membaca diatur oleh bagian
khusus dari sistem saraf manusia yaitu di bagian belakang otak. Pada tahun 1896,
British Medical Journal melaporkan artikel dari Dr. Pringle Morgan, mengenai seorang
anak lelaki berusia 14 tahun bernama Percy yang pandai dan mampu menguasai
permainan dengan cepat tanpa kekurangan apapun dibandingkan teman-temannya
yang lain namun Percy tidak mampu mengeja, bahkan mengeja namanya sendiri.

Beberapa teori mengemukakan penyebab disleksia. Selikowitz (1993) mengemukakan


beberapa penyebab utama disleksia. Selikowitz membagi pada dua keadaan penyebab
secara umum, yakni faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetis, yaitu dari
garis keturunan orangtuanya (tidak harus orangtua langsung, bisa dari kakek-nenek
atau buyutnya).
Penelitian terkini menunjukkan bahwa terdapat anatomi antara otak anak disleksia
dengan anak normal, yakni di bagian temporal-parietal-oksipitalnya (otak bagian
samping dan bagian belakang). Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging yang
dilakukan untuk memeriksa otak saat dilakukan aktivitas membaca ternyata
menunjukkan bahwa aktivitas otak individu disleksia jauh berbeda dengan individu
biasa terutama dalam hal pemprosesan input huruf/kata yang dibaca lalu diterjemahkan
menjadi suatu makna.

4. Diagnosis Disleksia pada Anak

Tidak ada satu jenis tes pun yang khusus atau spesifik untuk menegakkan diagnosis
disleksia. Diagnosis disleksia ditegakkan secara klinis berdasarkan cerita dari orang
tua, observasi dan tes psikometrik yang dilakukan oleh dokter anak atau psikolog.
Selain dokter anak dan psikolog, profesional lain seyogyanya juga terlibat dalam
observasi dan penilaian anak disleksia yaitu dokter saraf anak (mendeteksi dan
menyingkirkan adanya gangguan neurologis), audiologis (mendeteksi dan
menyingkirkan adanya gangguan pendengaran), opthalmologis (mendeteksi dan
menyingkirkan adanya gangguan penglihatan), dan tentunya guru sekolah.
Anak disleksia di usia pra sekolah menunjukkan adanya keterlambatan berbahasa atau
mengalami gangguan dalam mempelajari kata-kata yang bunyinya mirip atau salah
dalam pelafalan kata-kata, dan mengalami kesulitan untuk mengenali huruf-huruf dalam
alphabet, disertai dengan riwayat disleksia dalam keluarga. Keluhan utama pada anak
disleksia di usia sekolah biasanya berhubungan dengan prestasi sekolah, dan biasanya
orang tua tidak terima jika guru melaporkan bahwa penyebab kemunduran prestasinya
adalah kesulitan membaca. Kesulitan yang dikeluhkan meliputi kesulitan dalam
berbicara dan kesulitan dalam membaca.
Kesulitan mengenali huruf atau mengejanya.

Kesulitan membuat pekerjaan tertulis secara terstruktur misalnya esai

Huruf tertukar-tukar, misal b tertukar d, p tertukar q, m tertukar w, s tertukar z

Membaca lambat dan terputus-putus serta tidak tepat.

Menghilangkan atau salah baca kata penghubung (di, ke, pada).

Mengabaikan kata awalan pada waktu membaca (menulis dibaca sebagai tulis).

Tidak dapat membaca ataupun membunyikan perkataanyang tidak pernah dijumpai.

tertukar-tukar kata (misalnya : dia-ada, sama-masa, lagu-gula, batu-buta, tanam-taman,


dapat padat, mana-nama).

Daya ingat jangka pendek yang buruk

Kesulitan memahami kalimat yang dibaca atau pun yang didengar

Tulisan tangan yang buruk


Mengalami kesulitan mempelajari tulisan sambung

Ketika mendengarkan sesuatu, rentang perhatiannya pendek

Kesulitan dalam mengingat kata-kata

Kesulitan dalam diskriminasi visual

Kesulitan dalam persepsi spatial

Kesulitan mengingat nama-nama

Kesulitan / lambat mengerjakan PR

Kesulitan memahami konsep waktu

Kesulitan membedakan huruf vokal dengan konsonan

Kebingungan atas konsep alfabet dan symbol

Kesulitan mengingat rutinitas aktivitas sehari-hari

Kesulitan membedakan kanan kiri Pertanda disleksia pada anak usia sekolah dasar.
Kesulitan dalam berbicara :

Salah pelafalan kata-kata yang panjang

Bicara tidak lancer

Menggunakan kata-kata yang tidak tepat dalam berkomunikasi Kesulitan dalam


membaca:

Sangat lambat kemajuannya dalam ketrampilan membaca

Sulit menguasai / membaca kata-kata baru

Kesulitan melafalkan kata-kata yang baru dikenal

Kesulitan membaca kata-kata kecil seperti: di, pada, ke

Kesulitan dalam mengerjakan tes pilihan ganda

Kesulitan menyelesaikan tes dalam waktu yang ditentukan

Kesulitan mengeja
Membaca sangat lambat dan melelahkan

Tulisan tangan berantakan

Sulit mempelajari bahasa asing (sebagai bahasa kedua)

Riwayat adanya disleksia pada anggota keluarga lain. (Shaywitz. S. Overcoming


dyslexia. Ney York: Alfred A Knopf, 2003:12-124)

4. Penyembuhan Disleksia

Penelitian retrospektif menunjukkan disleksia merupakan suatu keadaan yang menetap


dan kronis. Ketidak mampuannya di masa anak yang nampak seperti menghilang atau
berkurang di masa dewasa bukanlah kareana disleksia nya telah sembuh namun
karena individu tersebut berhasil menemukan solusi untuk mengatasi kesulitan yang
diakibatkan oleh disleksia nya tersebut. Mengingat demikian kompleksnya keadaan
disleksia ini, maka sangat disarankan bagi orang tua yang merasa anaknya
menunjukkan tanda-tanda seperti tersebut di atas, agar segera membawa anaknya
berkonsultsi kepada tenaga medis profesional yang kapabel di bidang tersebut. Karena
semakin dini kelainan ini dikenali, semakin mudah pula intervensi yang dapat dilakukan,
sehingga anak tidak terlanjur larut dalam kondisi yang lebih parah.
Bantuan yang dapat diberikan kepada penderita disleksia :

- Adanya komunikasi dan pemahaman yang sama mengenai anak disleksia antara
orang tua dan guru

- Anak duduk di barisan paling depan di kelas

- Guru senantiasa mengawasi / mendampingi saat anak diberikan tugas, misalnya guru
meminta dibuka halaman 15, pastikan anak tidak tertukar dengan membuka halaman
lain, misalnya halaman 50

- Guru dapat memberikan toleransi pada anak disleksia saat menyalin soal di papan
tulis sehingga mereka mempunyai waktu lebih banyak untuk menyiapkan latihan (guru
dapat memberikan soal dalam bentuk tertulis di kertas)

- Anak disleksia yang sudah menunjukkkan usaha keras untuk berlatih dan belajar
harus diberikan penghargaan yang sesuai dan proses belajarnya perlu diseling dengan
waktu istirahat yang cukup.

- Melatih anak menulis sambung sambil memperhatikan cara anak duduk dan
memegang pensilnya. Tulisan sambung memudahkan murid membedakan antara huruf
yang hampir sama misalnya b dengan d. Murid harus diperlihatkan terlebih dahulu cara
menulis huruf sambung karena kemahiran tersebut tidak dapat diperoleh begitu saja.
Pembentukan huruf yang betul sangatlah penting dan murid harus dilatih menulis huruf-
huruf yang hampir sama berulang kali. Misalnya huruf-huruf dengan bentuk bulat: g, c,
o, d, a, s, q, bentuk zig zag: k, v, x, z, bentuk linear: j, t, l, u, y, bentuk hampir serupa: r,
n, m, h.

- Guru dan orang tua perlu melakukan pendekatan yang berbeda ketika belajar
matematika dengan anak disleksia, kebanyakan mereka lebih senang menggunakan
sistem belajar yang praktikal. Selain itu kita perlu menyadari bahwa anak disleksia
mempunyai cara yang berbeda dalam menyelesaikan suatu soal matematika, oleh
karena itu tidak bijaksana untuk memaksakan cara penyelesaian yang klasik jika cara
terebut sukar diterima oleh sang anak.

- Aspek emosi. Anak disleksia dapat menjadi sangat sensitif, terutama jika mereka
merasa bahwa mereka berbeda dibanding teman-temannya dan mendapat perlakukan
yang berbeda dari gurunya. Lebih buruk lagi jika prestasi akademis mereka menjadi
demikian buruk akibat perbedaan yang dimilikinya tersebut. Kondisi ini akan membawa
anak menjadi individu dengan self-esteem yang rendah dan tidak percaya diri. Dan jika
hal ini tidak segera diatasi akan terus bertambah parah dan menyulitkan proses terapi
selanjutnya. Orang tua dan guru seyogyanya adalah orang-orang terdekat yang dapat
membangkitkan semangatnya, memberikan motivasi dan mendukung setiap langkah
usaha yang diperlihatkan anak disleksia. Jangan sekali-sekali membandingkan anak
disleksia dengan temannya, atau dengan saudaranya yang tidak disleksia.

http://rbcendikia.blogspot.com/2009/05/gangguan-belajar-disleksia.html

Faktor Penyebab Kesulitan Belajar

Masalah kesulitan belajar ini, tentunya disebabkan oleh berbagai factor. Untuk
memberikan suatu bantuan kepada anak yang mengalami kesulitan belajar, tentunya
kita harus mengetahui terlebih dahulu faktor apa yang menjadi penyebab munculnya
masalah kesulitan belajar.
Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar dapat digolongkan ke dalam dua golongan,
yaitu :

A. Faktor intern (factor dari dalam diri anak itu sendiri ) yang meliputi:

1). Faktor fisiologi

Faktor fisiologi adalah factor fisik dari anak itu sendiri. seorang anak yang sedang sakit,
tentunya akan mengalami kelemahan secara fisik, sehingga proses menerima
pelajaran, memahami pelajaran menjadi tidak sempurna. Selain sakit factor fisiologis
yang perlu kita perhatikan karena dapat menjadi penyebab munculnya masalah
kesulitan belajar adalah cacat tubuh, yang dapat kita bagi lagi menjadi cacat tubuh yang
ringan seperti kurang pendengaran, kurang penglihatan, serta gangguan gerak, serta
cacat tubuh yang tetap (serius) seperti buta, tuli, bisu, dan lain sebagainya.

2). Faktor psikologis


Faktor psikologis adalah berbagai hal yang berkenaan dengan berbagai perilaku yang
ada dibutuhkan dalam belajar. Sebagaimana kita ketahui bahwa belajar tentunya
memerlukan sebuah kesiapan, ketenangan, rasa aman. Selain itu yang juga termasuk
dalam factor psikoogis ini adalah intelligensi yang dimiliki oleh anak. Anak yang memiliki
IQ cerdas (110 140), atu genius (lebih dari 140) memiliki potensi untuk memahami
pelajaran dengan cepat. Sedangkan anak-anak yang tergolong sedang (90 110)
tentunya tidak terlalu mengalami masalah walaupun juga pencapaiannya tidak terlalu
tinggi. Sedangkan anak yang memiliki IQ dibawah 90 ataubahkan dibawah 60 tentunya
memiliki potensi mengalami kesulitan dalam masalah belajar. Untuk itu, maka orang
tua, serta guru perlu mengetahui tingkat IQ yang dimiliki anak atau anak didiknya.
Selain IQ factor psikologis yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan
belajar adalah bakat, minat, motivasi, kondisi kesehatan mental anak, dan juga tipe
anak dalam belajar.

B. Factor ekstern (factor dari luar anak) meliputi ;

1). Faktor-faktor sosial

Yaitu faktor-faktor seperti cara mendidik anak oleh orang tua mereka di rumah. Anak-
anak yang tidak mendapatkan perhatian yang cukup tentunya akan berbeda dengan
anak-anak yang cukup mendapatkan perhatian, atau anak yang terlalu diberikan
perhatian. Selain itu juga bagimana hubungan orang tua dengan anak, apakah
harmonis, atau jarang bertemu, atau bahkan terpisah. Hal ini tentunya juga memberikan
pengaruh pada kebiasaan belajar anak.

2). Faktor-faktor non- sosial

Faktor-faktor non-sosial yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan


belajar adalah factor guru di sekolah, kemudian alat-alat pembelajaran, kondisi tempat
belajar, serta kurikulum.

http://www.iapw.info/home/index.php?option=com_content&view=article&id=141:menga
tasi-kesulitan-belajar-pada-anak&catid=32:ragam&Itemid=45

SEJARAH
Sejarah kesulitan belajar dibagi menjadi empat fase oleh Wiederholt (1974) dan Lerner
(1988).

1. Fase pertama (foundation phase) tahun 1800-1930, penelitian tentang otak


oleh Paul Broca (1861), Hinshelwood (1917) dan Goldstein (1939), yang menjadi
dasar para pakar untuk menghubungkan kesulitan belajar dengan fungsi dan
disfungsi otak.

2. Fase kedua (transition phase) tahun 1930-1960, penyelidikan klinis pada anak
kesulitan belajar untuk mencari cara dalam mengajar. Fernald (1943) dan
McGinnis (1963) pelopor dalam membuat dasar bagaimana menangani anak-
anak kesulitan belajar, yang dilanjutkan oleh Cruickshank, Barsch, Frostig,
Kephart, Kirik dan Myklebust.

3. Fase ketiga (integration phase) tahun 1960-1980 meliputi perkembangan


program untuk anak kesulitan belajar di sekolah dan ditemukan cara diagnostik
medik, juga menentukan kemungkinan penyebab kesulitan belajar.

4. Fase keempat (contemporary phase) tahun 1980 sampai sekarang,


Pengembangan upaya untuk penanganan kesulitan belajar pada anak sampai
dewasa melalui komputerisasi mengingat meningkatnya usia yang mengalami
kesulitan belajar.

http://www.kesimpulan.com/2009/04/kesulitan-belajar.html

Bagaimana sebaiknya orangtua menyikapi gangguan belajar pada anak? Dengan


sikap dan cara yang tepat bukan mustahil potensi besar yang terpendam justru
menjadi prestasi luar biasa:

Coba memahami keadaan anak

Jangan membandingkan anak tersebut dengan anak-anak lain. Sikap seperti itu akan
membuat anak menjadi stres dan frustasi. Sebenarnya anak sudah menyadari
kekurangannya dan juga merasa sedih. Jadi sebaiknya orangtua menjadi motivator bagi
si anak,ujar Evita, psikolog dan dosen pendidikan.

Jangan terlalu menuntut anak

Orangtua layaknya manusia biasa yang menginginkan kesempurnaan. Namun, jangan


terlalu menuntut dan bersikap tidak realistis kepada anak. Tuntutan ini kadang terlontar
tanpa disadari, seperti ‘kamu kok malas’ atau ‘kamu harus berusaha lebih keras lagi
karena kamu gagal mendapat nilai bagus’. Hati-hati kata-kata itu dapat mempengaruhi
konsep diri anak.

Menyajikan tulisan dengan media lain

Beri kesempatan anak menulis dengan menggunakan media selain buku seperti
komputer atau mesin ketik. Dengan menggunakan komputer anak bisa mengetahui
kesalahannya dalam mengeja dengan menggunakan fasilitas korektor ejaan. Orangtua
juga dituntut untuk lebih kreatif lagi daam mengajari anak membaca, menulis dan
berhitung,ujar Evita.

Membangun rasa percaya diri anak

Berikan pujian yang wajar bagi anak atas usahanya. Hindari untuk menyepelekan atau
melecehkannya karena hal itu akan membuatnya rendah diri dan frustrasi. Sebaiknya
orangtua tidak mengatakan ‘payah kamu’ atau ‘oh kamu tidak bisa’ karena akan
membuat anak malas mencoba belajar,ujar Lody Paat, psikolog pendidikan luar biasa.

Latih anak untuk terus menulis

Pilih metode yang sesuai dengan tingkat kemampuannya ketika menulis. Berikan tugas
yang menarik dan memang diminatinya. Bisa juga memintanya untuk membuat gambar
di tiap paragraf.

Temukan potensi Anak

Jangan terpaku pada kekurangannya, berikan anak kesempatan untuk mengenal


kemampuan lain selain membaca, menulis dan berhitung misalnya melukis, seni atau
desain. Atau perluas pergaulannya sehingga anak mudah bersosialisasi. Hal ini juga
dapat melatih kemampuan bahasanya.

Sesungguhya sampai sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab Disleksia. Namun,
sejumlah neurolog di AS berpendapat ini merupakan gangguan pada saraf atau otak, sama sekali
bukan karena anak itu bodoh, idiot atau bahkan cacat jiwa seperti mayoritas pendapat orang.
Walau tidak menjalani pengobatan khusus, penderita disleksia tidak akan selamanya menderita
gangguan membaca dan menulis. Ketika pertumbuhan otak dan sel otaknya sudah sempurna, ia
akan dapat mengatasinya. Tentu didukung dengan metode pelatihan yang tepat.
Sumber: Majalah Inspire Kids

http://cyberwoman.cbn.net.id/cbprtl/common/ptofriend.aspx?x=Hot+Topic&y=cyberwom
an|0|0|5|20

DISLEKSIA

Disleksia atau reading disabilities adalah kelainan neurologis yang menyebabkan


kemampuan membaca anak di bawah kemampuan yang semestinya, jika
mempertimbangkan tingkat intelegensi, usia, dan pendidikannya.

PENYEBAB:

1. Neurologis

Gangguan ini bukanlah suatu ketidakmampuan fisik, semisal kesulitan visual. Namun
murni karena kelainan neurologis, yakni bagaimana otak mengolah dan memproses
informasi yang sedang dibaca oleh anak secara tidak tepat, terutama otak bagian kiri
depan yang berhubungan dengan kemampuan membaca dan menulis. Selain itu, ada
perkembangan yang tidak proporsional pada sistem magno-cellular, yang berhubungan
dengan kemampuan melihat benda bergerak (moving images) yang menyebabkan
ukurannya menjadi lebih kecil. Kondisi ini menyebabkan proses membaca jadi lebih
sulit karena otak harus membaca dan memahami secara cepat huruf-huruf dan
sejumlah kata yang berbeda yang terlihat secara bersamaan oleh mata ketika mata
men-scanning kata dan kalimat.

2. Keturunan

Menurut penelitian, 80% penderita disleksia mempunyai anggota keluarga dengan


kesulitan belajar (learning disabilities) dan 60% di antaranya kidal (left-handedness).

3. Gangguan pendengaran sejak dini

Jika kesulitan pendengaran terjadi sejak dini dan tak terdeteksi, maka otak yang sedang
berkembang akan sulit menghubungkan bunyi atau suara yang didengarnya dengan
huruf atau kata yang dilihatnya.

4. Kombinasi

Kombinasi dari berbagai faktor di atas menjadikan kondisi anak dengan gangguan
disleksia kian serius atau parah, hingga perlu penanganan menyeluruh dan kontinu.

DISGRAFIA

Kelainan neurologis yang menyebabkan kemampuan menulis anak di bawah


kemampuan yang semestinya, jika mempertimbangkan tingkat intelegensi, usia dan
pendidikannya. Kondisi ini bisa meliputi hambatan secara fisik, seperti tak dapat
memegang pensil dengan mantap ataupun tulisan tangan yang buruk.

PENYEBAB:

Seperti halnya disleksia, disgrafia juga disebabkan faktor neurologis, yakni adanya
gangguan pada otak bagian kiri depan yang berhubungan dengan kemampuan
membaca dan menulis. Anak mengalami kesulitan dalam harmonisasi secara otomatis
antara kemampuan mengingat dan menguasai gerakan otot menulis huruf dan angka.
Kesulitan ini tak berkaitan dengan masalah kemampuan intelektual.

DISKALKULIA

Yaitu, ketidakmampuan kalkulasi secara matematis atau istilah lainnya, math difficulty.
Bentuk kesulitan yang dialami anak adalah dalam berhitung (counting) dan
mengalkulasi (calculating). Anak juga kesulitan mengonseptualkan atau memahami
proses-proses matematis.

PENYEBAB:

1. Mempunyai kelemahan dalam proses visual (Visual Processing Weakness).

2. Masalah dalam hal mengurutkan (Problem Sequencing)


Anak yang mengalami kesulitan dalam mengurutkan dan mengorganisasikan informasi
secara detail, umumnya akan sulit mengingat sebuah fakta, konsep ataupun formula
untuk menyelesaikan kalkulasi matematis. Jika problem ini yang menjadi penyebabnya,
anak cenderung mengalami hambatan pada aspek kemampuan lainnya, seperti
membaca kode-kode dan mengeja serta apa pun yang membutuhkan kemampuan
mengingat hal-hal detail.

3. Fobia matematika

Beberapa anak yang pernah mengalami trauma dengan pelajaran matematika


membuatnya kehilangan rasa percaya diri dan akhirnya mengalami kesulitan dengan
hal-hal yang mengandung unsur hitungan.

http://www.tabloid-nakita.com/Khasanah/khasanah09457-03.htm

http://yudhie.blogdetik.com/2010/05/26/gangguan-belajar/

Anda mungkin juga menyukai