BAB I
PENDAHULUAN
yang sama atau bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan teman sebayanya.
yang buruk, angka dikeluarkan dari sekolah (dropout) yang tinggi, serta riwayat
2
pascapendidikan menengah dan perkerjaan yang buruk Meskipun demikian, di
samping masalah yang mereka jumpai, banyak anak yang memiliki keterbatasan
dalam perkerjaan yang produktif.3 Masalah yang terkait dengan kesehatan mental
lagi bagi perkembangan kualitas hidup anak di kemudian hari. Oleh karena itu,
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
c) Hendaya harus dalam masa perkembangan, dalam arti sudah harus ada
pada awal usia sekolah dan tidak didapat pada proses perjalanan
pendidikan lebih lanjut;
d) Harus tidak ada faktor luar yang dapat menjadi alasan untuk kesulitan
skolastik (misalnya: kesempatan belajar, sistem pengajaran, pindah
sekolah, dsb);
e) Tidak langsung disebabkan oleh hendaya visus atau pendengaran yang
tidak terkoreksi
Dengan petunjuk diatas, diagnosis gangguan perkembangan belajar khas
harus berlandaskan temuan positif dari gangguan kinerja skolastik yang
secara klinis bermakna, yang berkaitan dengan faktor-faktor “dalam”
(intrinsic) dari perkembangan anak.5
5
Gangguan membaca ditandai oleh gangguan kemampuan untuk mengenali
kata, membaca yang lambat dan tidak tepat, dan pemahaman yang buruk tanpa
adanya kecerdasan yang rendah atau defisit sensorik yang bermakna.1
B. Epidemiologi
Suatu perkiraan sebesar 4 persen anak usia sekolah di Amerika Serikat
memiliki gangguan membaca; studi prevalensi menemukan angka yang
berkisar antara 2 dan 8 persen. Anak laki-laki tiga hingga empat kali lebih
banyak dibandingkan anak perempuan, dilaporkan memiliki ketidakmampuan
membaca pada sampel yang dirujuk secara klinis. Peningkatan angka untuk
anak laki-laki karena anak laki-laki dengan gangguan membaca condong
diambil karena kesulitan perilaku yang lebih banyak.1
C. Etiologi
Tidak ada penyebab tunggal yang diketahui untuk gangguan membaca,
karena banyak disertai gangguan belajar dan kesulitan berbahasa, sehingga
kemungkinan penyebab gangguan membaca adalah multifaktorial.2
Etiologi/penyebab dyslexia antara lain :
Faktor genetik atau keturunan. Gangguan membaca cenderung lebih
menonjol di antara anggota keluarga yang terkena dibandingkan dalam
populasi umum.2 Penelitian yang dilakukan oleh Gregorenko
menghasilkan 20-65% anak dyslexia juga memiliki orangtua yang
mengalami kesulitan membaca6. Banyak studi menyokong hipotesis bahwa
faktor genetik memainkan peran utama pada adanya gangguan membaca.
Studi menunjukkan bahwa 35 hingga 40 persen kerabat derajat pertama
anak dengan gangguan membaca juga memiliki derajat tertentu hendaya
membaca. Beberapa studi terkini mengesankan bahwa pemahaman
fonologis terkait dengan kromosom 6. Lebih jauh lagi, kemampuan
identifikasi kata tunggal terkait dengan kromosom 15.1
Masalah dalam migrasi neuron/saraf. Penelitian oleh Simos menunjukkan
bahwa anak dyslexia memiliki pola aktivitas yang berbeda dengan anak
normal, anak normal menggunakan hemisfer kiri sedangkan anak dyslexia
menggunakan hemisfer kanan6.
6
Insidensi tinggi gangguan membaca cenderung ditemukan pada anak-anak
dengan palsi serebral. Insiden gangguan membaca yang sedikit meningkat
terdapat di antara anak-anak yang mengalami epilepsi.7
Komplikasi selama kehamilan; kesulitan pranatal dan perinatal termasuk
prematuritas; dan berat lahir rendah lazim ada di dalam riwayat anak
dengan gangguan membaca. 1
Anak dengan lesi otak pasca lahir di lobus oksipital kiri, yang
menimbulkan kebutaan lapang pandang kanan, dapat memiliki gangguan
membaca sekunder, demikian juga anak dengan lesi di splenium korpus
kalosum yang menyekat transmisi informasi visual dari hemisfer kanan
yang intak ke area bahasa di hemisfer kiri.1
Akibat keterlambatan perkembangan atau keterlambatan maturasional.
Peranan tempramental berhubungan dengan gangguan membaca.2
Adanya hubungan malnutrisi dan fungsi kognitif. Anak-anak yang
kekurangan gizi dalam jangka waktu yang lama selama masa anak-anak
awal memperlihatkan kinerja di bawah rata-rata dalam berbagai tes
kognitif.2
Gangguan membaca yang berat sering disertai dengan masalah psikiatri,
gangguan membaca mungkin merupakan akibat gangguan psikiatrik yang
telah ada sebelumnya.2
D. Gambaran Klinis
Anak yang mengalami gangguan membaca biasanya dapat diidentifikasi
pada usia 7 tahun (kelas 2). Pada kasus yang berat, kesulitan membaca sudah
mulai tampak pada umur 6 tahun (kelas 1).2 Kesulitan membaca dapat tampak
jelas pada anak di dalam kelas saat keterampilan membaca diharapkan
diperoleh pada kelas satu. Anak kadang-kadang dapat mengompensasi
gangguan membaca pada tingkat dasar awal dengan menggunakan memori
dan kesimpulan, terutama ketika gangguan ini disertai dengan intelegensi
yang tinggi. Pada keadaan seperti ini, gangguan bisa tidak terlihat nyata
sampai usia 9 tahun (kelas 4) atau lebih. Masalah-masalah yang terkait
mencakup kesulitan berbahasa, sering ditunjukkan dengan gangguan
7
diskriminasi bunyi dan kesulitan merangkai kata-kata dengan sesuai.1 Ciri-ciri
anak yang mengalami dyslexia adalah sebagai berikut :
Anak dengan gangguan membaca membuat banyak kesalahan dalam
membaca ditandai dengan menghilangkan, menambahkan, atau
penyimpangan kata. Misalnya:
Melakukan penambahan dalam suku kata (Addition), misalnya
“batu” menjadi “baltu”
Menghilangkan huruf dalam suku kata (Omission), misalnya
“masak” menjadi “masa”
Membalikkan huruf, kata, atau angka dengan arah terbalik kiri kanan
(inversion/mirroring), misalnya “dadu” menjadi “babu”
Membalikkan huruf, kata, atau angka dengan arah terbalik atas
bawah (reversal), misalnya “papa” menjadi “qaqa”
Mengganti huruf atau angka (substitution) misalnya “lupa” menjadi
“luga” atau “3” menjadi “8”.7
Memiliki kesulitan dalam membedakan antara karakter dan ukuran huruf
yang tercetak terutama yang dibedakan hanya oleh orientasi ruang dan
panjang garis, hal tersebut terbatas pada huruf tertentu, kalimat dan bahkan
pada seluruh halaman. Misalnya: ketidakteraturan terhadap kata yang
hanya sedikit perbedaannya misalnya “buah” dan “bau”.
Kecepatan membaca lambat, sering kali dengan pemahaman yang minimal
dalam arti anak tidak mengerti apa isi cerita/teks yang dibacanya.
Sebagian besar anak dengan gangguan membaca memiliki kemampuan
menyalin teks tertulis yang sesuai dengan usianya tapi hampir semuanya
buruk dalam mengeja.
Masalah penyerta adalah kesulitan bahasa, yang terlihat sebagai gangguan
diskriminasi bunyi dan kesulitan mengurutkan kata dengan tepat,
misalnya: Sering terbalik dalam mengenali huruf dan kata, misalnya antara
“kuda” dengan “daku”
Gangguan membbaca termasuk salah satu karakteristik yang
dimiliki oleh anak kesulitan belajar dan masuk dalam kategori masalah
prestasi akademis. Masalahnya dibagi dalam tiga aspek, aspek yang
pertama adalah decoding atau mengalami kesulitan dalam mengubah
8
bahasa tulisan menjadi lisan, misalnya kesulitan dalam menyebutkan
huruf-huruf yang membentuk kata topi yaitu t, o, p, dan i. Aspek yang
kedua adalah kelancaran (fluency atau reading fluency), adalah
kemampuan untuk mengenali kata demi kata dengan cepat, membaca
kalimat atau wacana yang lebih panjang, dan dapat dengan mudah
menghubungkannya. Aspek yang ketiga adalah mengerti isi bacaan
(comprehension).7
E. Pedoman Diagnostik
Tabel 1. DSM-IV, Diagnostic and statitiscal manual of mental disordes
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Membaca
A. Kemampuan membaca anak seperti yang diukur oleh tes baku yang
diberikan secara individual tentang keakuratan atau pemahaman
membaca, jelas berada dibawah tingkat yang diharapkan menurut
usia kronologis pasien, inteligensia yang terukur, dan pendidikan
yang sesuai dengan usia.
B. Gangguan dalam kriteria A secara bermakna mengganggu
pencapaian akademik atau aktivitas kehidupan sehari-hari yang
menentukan keterampilan membaca.
C. Jika terdapat defisit sensorik, kesulitan membaca adalah melebihi apa
yang biasanya berhubungan dengannya.
9
dalam menganalisis atau mengelompokkan bunyi-bunyi (meskipun
ketajaman pendengaran normal). Kemudian dapat terjadi kesalahan
dalam kemampuan membaca lisan, seperti ditunjukkan berikut ini :
Ada kata-kata atau bagian-bagiannya yang mengalami
penghilangan, penggantian, penyimpangan, atau penambahan
Kecepatan membaca yang lambat
Salah memulai, keraguan yang lama atau kehilangan bagian dari
teks dan tidak tepat menyusun kalimat
Susunan kata-kata yang terbalik dalam kalimat, atau huruf-huruf
yang terbalik dalam kata-kata
Dapat juga terjadi defisit dalam memahami bacaan, seperti
diperlihatkan oleh contoh :
ketidakmampuan menyebut kembali isi bacaan
ketidakmampuan untuk menarik kesimpulan dari materi bacaan
dalam menjawab pertanyaan perihal sesuatu bacaan, lebih
menggunakan pengetahuan umum sebagai latar belakang
informasi daripada informasi yang berasal dari materi bacaan
tersebut
Gangguan emosional dan/atau perilaku yang menyertai biasanya timbul
pada masa usia sekolah. Masalah emosional biasanya lebih banyak pada
masa tahun pertama sekolah, tetapi gangguan perilaku dan sindrom
hiperaktivitas hampir selalu ada pada akhir masa kanak dan remaja.5
F. Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada tanda fisik atau ukuran laboratorium spesifik yang membantu
di dalam menegakkan diagnosis gangguan membaca. Diagnosis gangguan
membaca ditegakkan setelah mengumulkan data dari tes intelegensi standar
dan penilaian pencapaian pendidikan. Rangkaian diagnostik umumnya
mencakup tes mengeja standar, komposisi tulisan, memproses dan
menggunakan bahasa oral serta membuat salinan. Subtes membaca yaitu
Woodcock-Johnson Pyscho-Educational Battery-Revised, dan Peabody
Individual Achievement Test-Revised berguna untuk mengidentifikasi
ketidakmampuan membaca. Rangkaian proyektif penapisan dapat mencakup
10
gambar manusia, tes menceritakan gambar, dan melengkapi kalimat. Evaluasi
harus mencakup pengamatan sistematik mengenai variabel perilaku.1
G. Terapi
Terapi terpilih untuk gangguan membaca adalah pendekatan pendidikan
pengobatan (remedial educational approach).2Banyak program terapi
remedial yang efektif dimulai dengan mengajari anak tersebut untuk membuat
hubungan yang akurat antara huruf dan bunyi. Setelah keterampilan itu
dikuasai, terapi remedial dapat menargetkan komponen maembaca yang lebih
besar, seperti suku kata dan kata. Fokus pasti setiap program membaca hanya
dapat ditentukan setelah dlakukan penilaian akurat mengenai defisit spesifik
seorang anak serta kelemahannya. Strategi koping yang positif mencakup
kelompok membaca kecil dan terstruktur yang memberikan perhatian
individual sehingga membuat anak tersebut lebih mudah untuk meminta
bantuan. Program instruksi membaca dimulai dengan memusatkan pada
setiap huruf dan bunyi, kemudian meningkat ke penguasaan inti fonetik
sederhana, diikuti dengan menyatukan unit-unit ini menjadi kata dan kalimat.
Program terapi remedial membaca lainnya, seperti program Merill dan SRA
Basic Reading Program, dimulai dengan memperkenalkan keseluruhan kata
terlebih dahulu, kemudian mengajari anak bagaimana memecahnya dan
mengenali bunyi suku kata serta setiap huruf di dalam kata tersebut.
Pendekatan lain, seperti Bridge Reading Program, mengajari anak dengan
gangguan membaca untuk mengenali keseluruhan kata melalui penggunaan
bantuan visual dan memintas proses “membunyikannya”. Metode Ferald
menggunakan pendekatan multisensorik yang mengombinasikan antara
mengajari keseluruhan kata dengan teknik melacak sehingga anak tersebut
memiliki stimulasi kinestetik sambil belajar membaca kata-kata.1
11
tidak diperlukan lagi terapi perbaikan di akhir kelas satu atau dua. Pada kasus
yang berat dan bergantung pada pola defisit dan kekuatan, pengobatan dapat
dilanjutkan hingga sekolah menengah atau tingkat SMU.1
B. Epidemiologi
Prevalensi gangguan matematika sendiri diperkirakan terjadi dalam
kira-kira 1 persen anak-anak usia sekolah, yaitu kira-kira satu dari lima anak
dengan gangguan belajar. Studi epidemiologi menunjukkan bahwa hingga 6
persen anak-anak usia sekolah memiliki kesulitan dalam matematika.
Gangguan matematika dapat terjadi dengan frekuensi yang lebih tinggi pada
anak perempuan.1
12
C. Etiologi
Penyebab gangguan matematika adalah tidak diketahui. Teori awal
mengajukan defisit neurologis di hemisfer serebral kanan, terutama di lobus
oksipitalis. Daerah tersebut bertanggungjawab untuk memproses stimuli
visual-spasial yang sebaliknya bertanggungjawab untuk keterampilan
matematika.
Pandangan sekarang, penyebab nya adalah multifaktorial:
Faktor maturasional
Emosional
Pendidikan
Dan sosioekonomi, menyebabkan berbagai derajat dan kombinasi untuk
gangguan matematika.7
D. Gambaran Klinis
Gambaran gangguan matematika yang lazim ditemukan mencakup
kesulitan dengan berbagai komponen matematika, seperti mempelajari nama
angka, mengingat tanda untuk penambahan dan pengurangan, mempelajari
tabel perkalian, menerjemahkan soal dalam kata menjadi perhitungan, dan
melakukan perhitungan dengan kecepatan yang diharapkan1. Penderita
dyscalculia umumnya anak-anak, tetapi tidak secara spesifik menyerang
tingkat usia tertentu. Gangguan ini terutama terjadi pada saat anak menginjak
umur sekolah sekitar usia 7 tahun. Dyscalculia dapat terdeteksi pada usia
tersebut karena pada saat itu anak mulai sekolah dan belajar berhitung.
Penderita dyscalculia umumnya memiliki IQ normal, namun ada juga yang
IQ nya melebihi rata-rata atau cukup tinggi. Anak dyscalculia dapat
berinteraksi normal seperti anak biasa, komunikasi dan sosialisasi dengan
lingkungan di sekitarnya. Artinya dia dapat hidup dengan baik meskipun
mengalami kesulitan dalam berhitung. Persoalan yang dihadapi anak dengan
dyscalculia lebih pada kehidupannya sehari-hari. Beberapa hal berikut dapat
digunakan untuk melihat gejala atau ciri-ciri dyscalculia :
Tingkat perkembangan bahasa dan kemampuan lainnya normal, malah
seringkali mempunyai memori visual yang baik dalam merekam kata-
kata tertulis
13
Sulit melakukan hitungan matematis. Contoh sehari-harinya, ia sulit
menghitung transaksi (belanja), termasuk menghitung kembalian uang.
Seringkali anak tersebut jadi takut memegang uang, menghindari
transaksi, atau apa pun kegiatan yang harus melibatkan uang
Sering sulit membedakan tanda-tanda dalam hitungan
Sulit membedakan angka yang mirip, misalnya angka 6 dengan 9, 17
dengan 71
Sulit membedakan bangun-bangun geometri
Sulit melakukan proses-proses matematis, seperti menjumlah,
mengurangi, membagi, mengali, dan sulit memahami konsep hitungan
angka atau urutan
Sering melakukan kesalahan ketika melakukan perhitungan angka-
angka, seperti proses substitusi, mengulang terbalik, dan mengisi deret
hitung serta deret ukur
Terkadang mengalami disorientasi, seperti disorientasi waktu dan arah.
Si anak biasanya bingung saat ditanya jam berapa sekarang. Ia juga
tidak mampu membaca dan memahami peta atau petunjuk arah.5
E. Pedoman Diagnostik
Tabel 2. DSM-IV, Diagnostic and statitiscal manual of mental disordes
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Matematika
A. Kemampuan mmatematika yang diukur oleh tes baku yang diberikan
secara individual berada dibawah tingkat yang diharapkan menurut
usia kronologis pasien, inteligensia yang terukur, dan pendidikan
yang sesuai dengan usia.
B. Gangguan dalam kriteria A secara bermakna mengganggu
pencapaian akademik atau aktivitas kehidupan sehari-hari yang
memerlukan kemampuan matematika
C. Jika terdapat defisit sensorik, kesulitan dalam kemampuan
matematika adalah melebihi apa yang biasanya berhubungan
dengannya.
14
Gangguan ini meliputi hendaya yang khas dalam kemampuan berhitung
yang tidak dapat diterangkan berdasarkan adanya retardasi mental umum
atau tingkat pendidikan di sekolah yang tidak adekuat. Kekurangannya
ialah penguasaan pada kemampuan dasar berhitung yaitu tambah, kurang
kali, bagi (bukan kemampuan matematika yang lebih abstrak dalam
aljabar, trigonometri, geometri atau kalkulus)
Kemampuan berhitung anak harus secara bermakna lebih rendah daripada
tingkat yang seharusnya dicapai berdasarkan usianya, inteligensia umum,
tingkat sekolahnya, dan terbaik dinilai dengan cara pemeriksaan untuk
kemampuan berhitung yang baku.
Keterampilan membaca dan mengeja harus dalam batas normal sesuai
dengan umur mental anak.
Kesulitan dalam berhitung bukan disebabkan pengajaran yang tidak
adekuat, atau efek langsung dari ketajaman penglihatan, pendengaran, atau
fungsi neurologis, dan tidak didapatkan sebagai akibat dari gangguan
neurologis, gangguan jiwa atau gangguan lainnya.5
F. Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada tanda atau gejala fisik yang menunjukkan gangguan
matematika, tetapi uji edukasional dan ukuran fungsi intelektual standar
diperlukan untuk menegakkan diagnosis ini. Keymath Diagnostic Arithmetic
Test mengukur beberapa area matematika termasuk pengetahuan akan
kandungan, fungsi, dan perhitungan matematis. Tes ini digunakan untuk
menilai kemampuan matematika pada anak kelas 1 sampai 6.1
G. Terapi
Terapi yang paling efektif sekarang ini untuk gangguan matematika
adalah pendidikan pengobatan. Selain itu terapi lain yang dapat diberikan
adalah menggabungkan antara mengajarkan konsep matematika dengan
praktik terus-menerus di dalam menyelesaikan soal matematika. Defisit
keterampilan sosial dapat turut berperan di dalam keengganan anak untuk
meminta bantuan sehingga anak yang diidentifikasi dengan gangguan
matematika bisa mendapatkan keuntungan dari mendapatkan keterampilan
15
menyelesaikan masalah di dalam lingkungan sosial juga di dalam
matematika.1
H. Prognosis
Anak dengan gangguan matematika biasanya dapat diidentifikasi pada
usia 8 tahun (kelas 3). Pada beberapa anak, gangguan ini dapat terlihat pada
usia 6 tahun (kelas 1); pada anak lain, bisa terlihat hingga usia 10 tahun (kelas
5) atau lebih. Anak dengan gangguan matematika sedang yang tidak
mendapatkan intervensi bisa mengalami komplikasi, termasuk kesulitan
akademik yang berlanjut, rasa malu konsep diri yang buruk, frustasi, dan
depresi. Komplikasi ini dapat menimbulkan keengganan untuk datang ke
sekolah, bolos, dan akhirnya putus asa mengenai keberhasilan akademiknya.7
tuntutan untuk menulis dalam kehidupan setiap hari, dan gangguan bukan
menulis adalah pengejaan yang buruk, kesalahan dalam tata bahasa dan tanda
psikiatri pada Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder edisi ketiga
terjadi tanpa adanya gangguan membaca, tetapi sekarang telah diketahui bahwa
gangguan ekspresi menulis dapat terjadi sendirian. Istilah yang digunakan di masa
16
lalu untuk menggambarkan ketidakmampuan menulis adalah “gangguan mengeja”
lainnya tetapi dapat di diagnosis lebih lambat dari yang lainnya, karena menulis
B. Epidemiologi
Prevalensi gangguan ekspresi menulis tidak diketauhi tetapi diperkirakan 3
sampai 10 persen anak-anak usia sekolah. Rasio laki-laki terhadap wanita juga
tidak diketahui. Beberapa bukti menyatakan bahwa anak yang terkena sering kali
C. Manifestasi Klinis
pikirannya menurut aturan tata bahasa yang sesuai menurut usianya. Kalimat
yang diucapkan dan ditulis mengandung sejumlah besar kesalahan tata bahasa
yang tidak lazim dan susunan paragraph yang buruk. Selama dan setelah kelas
dua, anak –anak sering kali membuat kesalahan tata bahasa sederhana dalam
menulis kalimat pendek. Sebagai contoh, mereka sering kali gagal, walaupun
Saat mereka menjadi semakin besar dan naik ke kelas yang lebih tinggi di
sekolahnya, kalimat yang diucapkan dan ditulis anak tersebut menjadi lebih
primitive, aneh, dan inferior dibandingkan apa yang diharapkan dari pelajari
dalam kelasnya. Pemilihan kata anak adalah salah dan tidak tepat; paragrafnya
17
tidak tersusun tepat; dan pengejaan menjadi semakin sulit saat pembedaharaan
katanya menjadi lebih abstrak dan lebih besar dalam jumlah dan karakter.
tertulis, prestasi akademik yang buruk dalam bidang lain (seperti matematika),
inferioritas, isolasi, dan dijauhi. Beberapa dari mereka bahkan mencoba untuk
18
ekspresif, gangguan matematika, gangguan koordinasi perkembangan, dan
Ada beberapa ciri khusus anak dengan gangguan ekspresi menulis, antara
lain sebagai berikut :
Anak dapat berkomunikasi dengan baik namun bermasalah dalam
kemampuan menulis
Menggunakan tanda baca yang tidak benar, ejaan yang salah, mengulang
kalimat atau perkataan yang sama
Salah dalam mengartikan pertanyaan yang diberikan
Sulit menulis nomor dalam urutannya
Tidak konsisten dalam membuat tulisan yang bervariasi dalam kemiringan
huruf dan ukuran tulisan
Kalimat atau kata ditulis tidak lengkap dan sering terdapat huruf atau kata
yang terlewat
Garis dan batas halaman kertas tidak sama antara satu halaman dengan
halaman yang lain
Jarak antar kata tidak konsisten
Menggenggam alat tulis dengan sangat erat, biasanya anak dengan
dysgraphia menulis dengan bertumpu pada pangkal lengan dan memegang
pensil hingga menempel di kertas
Sering berbicara sendiri saat menulis
Selalu memperhatikan tangan yang sedang menulis
Lambat dalam menulis1
D. Diagnosis
Diagnosis gangguan ekspresi menulis dibuat berdasarkan prestasi sesorang
yang terus menerus buruk pada komposisi teks tertulis. Kinerja dengan jelas di
bawah kapasitas intelektual seseorang, seperti yang diperkuat dengan tes menulis
ekspresif yang baku yang diberikan secara individual. Adalanya gangguan berat,
19
menghilangkan diagnosis gangguan ekspresi menulis. Gangguan lain yang harus
menderita gangguan ekspresi menulis pertama kali harus diberikan tes kecerdasan
baku, seperti Revised Weschsler Intelligence Scale for Children (WISC-R, WISC-
dibakukan.7
A. Keterampilan menulis, seperti yang diukur oleh tes baku yang diberikan
teks tertulis (misalnya, menulis kalimat yang tepat secara tata bahasa dan
E. Pemeriksaan Penunjang
20
Meskipun tidak ada stigmata fisik pada gangguan menulis, tes pendidikan
tertulis yang sekarang tersedia mencakup TOWL, DEWS, dan Test of Early
ekspresi tertulis pertama kali harus diberikan tes intelektual standar, seperti
WISC-III atau Wechsler Adult Intelligence Scale yang telah direvisi (WAIS-R)
bersama-sama dan karena seorang anak normalnya berbicara dengan baik sebelum
belajar membaca dan belajar membaca dengan baik sebelum menulis baik,
ekspresif yang didiagnosis pertama kali dan gangguan ekspresi menulis yang
didiagnosis terakhir.
intervensi pengobatan dimulai, dan lama serta kontinuitas terapi, dan adanya atau
tidak adanya masalah emosionak atau perilaku sekunder penyerta. Pada kasus
yang berat, gangguan ekspresi tertulis tampak nyata pada usia 7 tahun (kelas
dua), pada kasus yang lebih ringan, gangguan ini bisa tidak terlihat jelas hingga
usia 10 tahun (kelas lima) atau lebih. Sebagian besar orang dengan gangguan
ekspresi tertulis ringan atau sedang cukup baik jika mereka mendapatkan edukasi
remedial pada waktu yang tepat di awal masa sekolah dasarnya. Gangguan
ekspresi tertulis yang berat memerlukan terapi remedial yang ekstensif dan
berkelanjutan sepanjang bagian akhir masa SMU dan bahkan hingga akademi.1
21
Beberapa teori mengungkapkan bahwa orang yang kemudian memiliki
kompensasi baik atau yang pulih dari gangguan ekspresi menulis sering kali
F. Terapi
Gangguan ekspresi menulis berespon terhadap terapi yang terbaik
sekarang ini adalah terapi menulis. Cara terapi tersebut yaitu guru pada sekolah
khusus mencurahkan perhatiannya selama dua jam sehari untuk instruksi menulis
tersebut.
panjang.
orangtua.7
langsung mengeja dan menulis kalimat, serta mengkaji ulang aturan tata bahasa.
Pemberian terapi menulis kreatif dan ekspresif yang intensif, berkelanjutan dan
dirancang khusus secara individual dan satu-satu tampak memberi hasil yang
baik.1
adalah suatu kategori baru dalam DSM-IV untuk gangguan yang tidak memenuhi
kriteria salah satu gangguan belajar spesifik tetapi yang menyebabkan gangguan
22
dan mencerminkan ketidakmampuan belajar di bawah tingkat yang diharapkan
keterampilan mengeja.7
motorik residual; kategori telah dibagi dalam DSM –IV menjadi gangguan belajar
Kriteria DSM untuk Diagnostik untuk Gangguan Belajar yang Tidak Ditentukan
- Kategori ini adalah untuk gangguan dalam belajar yang tidak memenuhi
BAB III
KESIMPULAN
23
gangguan ekspresi tertulis. Prognosis gangguan belajar tergantung pada keparahan
gangguan, usia atau kelas ketika intervensi remedial dimulai, lama dan
keberlanjutan terapi, dan ada atau tidak adanya masalah perilaku atau emosional
sekunder atau terkait. Jika gangguan belajar terdiagnosis lebih awal, maka terapi
dapat diberikan lebih awal sehingga prognosis semakin baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock, BJ dan Sadock, VA. Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi 2. Terjemahan
Oleh: Profitasari & Nisa, M.T. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta,
Indonesia, 2004.
2. Liederman J, Kantrowitz L, & Flannery K. Male vulnerability to reading
disability is not likely to be a myth: A call for new data. J Learn Disabil.
2005, 38: 109–129.
24
3. Mercer, Cecil D. & Paige C. Pullen. Students with Learning
Disabilities,Virginia: Merrill/Prentice Hall, 2005.
4. Kerig, P. K, & Wenar, C. Developmental Psychopathology: From infancy
through adolescence 5th ed. New York: Mc Graw Hill, 2006.
5. Rusdi, Maslim (ed). Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III,
2008, Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya, Jakarta, Indonesia
6. De castro MV, Marcia ASB, Bruno MP, Silvia CMR, Andreia MD. Effect of
Virtual Environment on The Development of Mathematical Skills in Children
with dyscalculasia. United Kingdom : University of Westminster. 2014.
7. Kaplan, H.I., Sadock, B.J., & Grebb, J.A. Sinopsis Psikiatri Edisi 2.
Terjemahan oleh: Widjaja Kusuma. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta,
Indonesia, 2010.
8. Moll K, Sarah K, Nina N, Jennifer B, Gerd SK. Specific Learning Disorder:
Prevalence and Gender Differences. Netherlands: Utrecht University. 2014.
25