Anda di halaman 1dari 9

DISLEKSIA

Disleksia adalah suatu gangguan proses belajar, di mana seseorang mengalami


kesulitan membaca, menulis, atau mengeja. Penderita disleksia akan mengalami
kesulitan dalam mengidentifikasi bagaimana kata-kata yang diucapkan harus diubah
menjadi bentuk huruf dan kalimat, dan sebaliknya.

Disleksia umum dijumpai pada usia anak-anak, dan dapat menyerang anak dengan
pengelihatan dan tingkat kecerdasan yang normal. Dengan kata lain, disleksia tidak
memengaruhi dan dipengaruhi oleh tingkat kecerdasan seseorang.
Hingga saat ini, penyebab disleksia masih belum diketahui secara pasti. Namun
beberapa pakar menduga bahwa faktor gen dan keturunan berperan besar di balik
terjadinya gangguan belajar ini, di mana gen-gen yang diturunkan tersebut akan
berpengaruh terhadap bagian otak yang berfungsi untuk pengaturan bahasa.
Disleksia merupakan kondisi yang akan diderita seumur hidup dan masih belum
ditemukan penyembuhannya hingga sekarang. Namun, sebagian besar anak-anak
dengan disleksia mampu belajar dan lulus dengan baik di sekolah dengan bantuan
program belajar khusus. Selain itu, dukungan moral dan emosional juga memainkan
peran penting dalam menentukan keberhasilan belajar anak-anak dengan disleksia.
Gejala-gejala Disleksia
Gejala disleksia sangat bervariasi dan umumnya tidak sama pada tiap penderita.
Karena itu, gangguan ini biasanya sulit dikenali. Terutama sebelum sang anak
memasuki usia sekolah.
Ada sejumlah gen keturunan yang dianggap dapat memengaruhi perkembangan otak
yang mengendalikan fonologi, yaitu kemampuan dan ketelitian dalam memahami suara
atau bahasa lisan. Misalnya, membedakan kata “paku” dengan kata “palu”.
Pada balita, disleksia dapat dikenali melalui sejumlah gejala yang berupa:

 Perkembangan bicara yang lebih lamban dibandingkan anak-anak seusianya.


 Membutuhkan waktu lama untuk belajar kata baru, misalnya keliru menyebut
kata “ibu” menjadi kata “ubi”.
 Kesulitan menggunakan kata-kata untuk mengekspresikan diri, misalnya
kesulitan untuk memilih kata yang tepat atau kesulitan menyusun kata dengan
benar.
 Kurang memahami kata-kata yang memiliki rima, contohnya “putri menari
sendiri”.

Gejala-gejala disleksia biasa akan lebih jelas ketika anak mulai belajar membaca dan
menulis di sekolah. Anak Anda akan mengalami beberapa kesulitan yang meliputi:

 Kesulitan memroses dan memahami apa yang didengarnya.


 Lamban dalam mempelajari nama dan bunyi abjad.
 Sering salah atau terlalu pelan saat membaca.
 Lamban saat menulis dan tulisan yang tidak rapi.
 Kesulitan mengingat urutan, misalnya urutan abjad atau nama hari.
 Cenderung tidak bisa menemukan persamaan atau perbedaan pada a
 Kesulitan mengeja, misalnya huruf “d” sering tertukar dengan huruf “b”, atau
angka “6” dengan angka “9”
 Lamban dalam menulis, misalnya saat didikte atau menyalin tulisan.
 Kesulitan mengucapkan kata yang baru dikenal.
 Memiliki kepekaan fonologi yang rendah. Contohnya, mereka akan kesulitan
menjawab pertanyaan “bagaimana bunyinya apabila huruf ‘b’ pada ‘buku’ diganti
dengan ‘s’?”

Karena sulit dikenali, disleksia terkadang ada yang baru disadari setelah penderita
beranjak remaja bahkan dewasa. Beberapa di antaranya adalah:

 Kesulitan membaca dan mengeja.


 Kesulitan menyalin catatan serta membuat karya tulis, misalnya makalah atau
laporan.
 Bermasalah dalam mengekspresikan sesuatu melalui tulisan atau meringkas
suatu cerita.
 Sering tidak memahami lelucon atau makna bahasa kiasan, contohnya istilah
“otak encer” yang berarti pintar.
 Kesulitan dalam mengatur waktu, misalnya tenggat waktu dalam tugas.
 Kesulitan mengingat hal-hal yang berurutan, misalnya nomor telepon.
 Cenderung menghindari kegiatan membaca dan menulis.
 Kesulitan berhitung.

Jika Anda mencemaskan perkembangan kemampuan membaca dan menulis anak


Anda yang terasa lambat, hubungilah dokter. Pemeriksaan juga berguna untuk
memastikan apakah ada gangguan medis lainnya atau tidak, contohnya gangguan
penglihatan atau pendengaran.

Proses Diagnosis Disleksia
Sebelum ke dokter atau spesialis, Anda sebaiknya mencari tahu tentang kelebihan
serta kekurangan dalam kemampuan anak lebih dulu. Proses ini dapat dilakukan
melalui permainan, misalnya puzzle gambar. Jika memungkinkan, Anda juga dapat
meminta bantuan dari guru sekolah, misalnya untuk memberikan program remedial.
Disleksia cenderung sulit untuk dideteksi karena gejalanya yang beragam. Dokter
mungkin akan mempertimbangkan beberapa faktor, seperti:

 Riwayat, perkembangan, pendidikan, dan kesehatan anak. Dokter mungkin juga


akan menanyakan apakah ada riwayat anggota keluarga lain dengan gangguan
kemampuan belajar.
 Keadaan di rumah. Pertanyaan yang bisa diajukan antara lain deskripsi
mengenai kondisi keluarga, misalnya siapa saja yang tinggal di rumah serta
apakah ada masalah dalam keluarga.
 Pengisian kuesioner oleh anggota keluarga serta guru sekolah.
 Tes untuk memeriksa kemampuan memahami informasi, membaca, memori, dan
bahasa anak.
  Pemeriksaan penglihatan, pendengaran, dan neurologi untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya penyakit atau gangguan lain yang menyebabkan gejala-
gejala yang dialami.
 Tes psikologi untuk memahami kondisi kejiwaan anak dan menyingkirkan
kemungkinan adanya gangguan interaksi, kecemasan, atau depresi yang dapat
memengaruhi kemampuannya.

Metode Penanganan Disleksia


Setelah hasil diagnosis disleksia pasti, dokter akan menganjurkan penanganan yang
sebaiknya dijalani. Disleksia memang tidak bisa disembuhkan, namun dan penanganan
dini terbukti sangat efektif dalam meningkatkan kemampuan penderita, khususnya
membaca.
Salah satu bentuk penanganan yang dapat membantu penderita disleksia adalah
pendekatan dan bantuan edukasi khusus. Penentuan jenis intervensi yang cocok
biasanya tergantung pada tingkat keparahan disleksia yang dialami serta hasil tes
psikologi penderita.
Bagi penderita disleksia anak-anak, jenis intervensi yang paling efektif dalam
meningkatkan kemampuan baca dan tulis adalah intervensi yang berfokus pada
kemampuan fonologi. Intervensi ini biasanya disebut fonik. Penderita disleksia akan
diajari elemen-elemen dasar seperti belajar mengenali fonem atau satuan bunyi terkecil
dalam kata-kata, memahami huruf dan susunan huruf yang membentuk bunyi tersebut,
memahami apa yang dibaca, membaca bersuara, dan membangun kosakata.
Selain melalui intervensi edukasi, orang tua juga memiliki peran penting dalam
meningkatkan kemampuan anak. Langkah sederhana yang bisa dilakukan antara lain:

 Bacakan buku untuk anak-anak. Waktu yang paling baik untuk membacakan
buku adalah saat anak berusia 6 bulan, atau bahkan lebih muda. Saat anak
sudah berusia lebih besar, cobalah membaca bersama-sama dengan anak.
 Bekerja sama dengan sekolah anak Anda. Bicarakan kondisi anak dengan guru
atau kepala sekolah, dan diskusikan cara yang paling tepat untuk membantu
anak Anda supaya berhasil dalam pelajaran.
 Perbanyak waktu membaca di rumah. Anda mungkin bosan membacakan cerita
yang sama dan berulang-ulang pada anak Anda, namun pengulangan ini akan
semakin meningkatkan kemampuan anak untuk memahami cerita sehingga
mereka menjadi tidak begitu asing lagi dengan tulisan dan cerita. Berikan juga
waktu untuk anak Anda membaca sendiri tanpa bantuan Anda.
 Buatlah membaca menjadi suatu kegiatan yang menyenangkan. Anda dapat
memilih topik bacaan ringan yang menyenangkan, atau suasana membaca di
tempat lain misalnya di taman.

Menyemangati dan membujuk anak untuk membaca buku serta mendiskusikan isinya


bersama-sama juga akan berguna.
Hindarilah mencela saat anak melakukan kesalahan dalam membaca agar
kepercayaan diri anak dapat dibangun.
Intervensi edukasi tidak hanya berguna bagi penderita disleksia anak-anak, tapi juga
untuk penderita remaja dan dewasa dalam meningkatkan kemampuan baca dan tulis
mereka. Demikian pula dengan melibatkan bantuan teknologi seperti program komputer
dengan perangkat lunak pengenalan suara.
Penanganan disleksia membutuhkan waktu dan tenaga yang tidak sedikit. Karena itu,
keluarga serta penderita dianjurkan untuk bersabar menjalaninya. Dukungan serta
bantuan dari anggota keluarga serta teman dekat akan sangat membantu.
3 Jenis Gangguan Belajar pada Anak

Apa saja 3 Jenis Gangguan Belajar pada Anak?

Masalah gangguan belajar kerapkali dijumpai pada anak-anak. Masalah ini bisa timbul di
sekolah maupun di luar sekolah. Anak yang mengalami gangguan belajar biasanya akan
mengalami gangguan pemusatan perhatian (konsentrasi), gangguan daya ingat, gangguan
membaca, menulis, berhitung, dan lain-lain. Yang perlu kita ingat bahwa anak-anak yang
mengalami gangguan belajar bukanlah mengidap suatu penyakit, tetapi mereka hanya
mengalami masalah pada proses pembelajarannya.

Dampak yang dialami oleh anak yang mengalami gangguan belajar bukan hanya pada
proses tumbuh kembangnya, tetapi juga berdampak pada proses interaksi anak tersebut
dengan lingkungannya. Terkadang bahkan keharmonisan keluarga juga dapat terganggu.
Diantara kedua orang tua saling menyalahkan, merasa frustasi, marah, kecewa, putus asa,
merasa bersalah atau menolak kejadian yang menimpa mereka.

Untuk mengenal lebih jelas mengenai masalah gangguan belajar anak, berikut akan
dipaparkan 3 jenis gangguan belajar yang dapat terjadi pada anak
1. Gangguan Membaca (Disleksia)

Menurut wikipedia, gangguan membaca (disleksia) adalah sebuah kondisi ketidakmampuan


belajar pada anak yang disebabkan oleh kesulitan dalam melakukan aktivitas membaca
dan menulis. Akan tetapi, anak tersebut tidak mengalami masalah dalam perkembangan
kemampuan standar yang lain, seperti kecerdasan dan kemampuan menganalisa. Disleksia
dapat terjadi karena adanya kondisi dari biokimia otak yang tidak stabil. Dalam beberapa
kasus juga disebabkan karena faktor turunan dari orang tua.

Penderita disleksia secara fisik tidak akan terlihat sebagai penderita. Disleksia tidak hanya
terbatas pada ketidakmampuan seseorang untuk menyusun atau membaca kalimat dalam
urutan terbalik tetapi juga dalam berbagai macam urutan, termasuk dari atas ke bawah, kiri
dan kanan, dan sulit menerima perintah yang seharusnya dilanjutkan ke memori pada otak.
Hal ini yang sering menyebabkan penderita disleksia dianggap tidak konsentrasi dalam
beberapa hal. Dalam kasus lain, ditemukan pula bahwa penderita tidak dapat menjawab
pertanyaan uraian panjang lebar.

Berikut ini adalah ciri-ciri disleksia yang mungkin dapat dikenali oleh orang tua atau guru :

 Kesulitan mengenali huruf atau mengejanya


 Kesulitan membuat pekerjaan tertulis secara terstruktur misalnya essay
 Huruf tertukar-tukar, misal ’b’ tertukar ’d’, ’p’ tertukar ’q’, ’m’ tertukar ’w’, ’s’ tertukar
’z’
 Membaca lambat lambat dan terputus putus dan tidak tepat misalnya :

1. Menghilangkan atau salah baca pada kata penghubung


(“di”, “ke”, “pada”).
2. Mengabaikan kata awalan pada waktu membaca (”menulis”
dibaca sebagai ”tulis”)
3. Tidak dapat membaca ataupun membunyikan perkataan
yang tidak pernah dijumpai
4. Tertukar-tukar kata (misalnya: dia-ada, sama-masa, lagu-
gula, batu-buta, tanam-taman, dapat-padat, mana-nama)
 Daya ingat jangka pendek yang buruk
 Kesulitan memahami kalimat yang dibaca ataupun yang didengar
 Tulisan tangan yang buruk
 Mengalami kesulitan mempelajari tulisan sambung
 Ketika mendengarkan sesuatu, rentang perhatiannya pendek
 Kesulitan dalam mengingat kata-kata
 Kesulitan dalam diskriminasi visual
 Kesulitan dalam persepsi spatial
 Kesulitan mengingat nama-nama
 Kesulitan atau lambat mengerjakan PR
 Kesulitan memahami konsep waktu
 Kesulitan membedakan huruf vokal dengan konsonan
 Kebingungan atas konsep alfabet dan simbol
 Kesulitan mengingat rutinitas aktivitas sehari-hari
 Kesulitan membedakan kanan kiri.

2. Gangguan Menulis (Disgrafia)

Menurut National Joint Committee for Learning Disabilities (NJCLD), yang dimaksud
dengan disgrafia adalah gangguan belajar yang terjadi karena anak kesulitan dalam
mendengar, berbicara, menulis, menganalisis, dan memecahkan persoalan. Jadi, anak
tidak bisa menuliskan dan mengekspresikan pikirannya ke dalam bentuk tulisan.

Gangguan menulis (disgrafia) disebabkan oleh faktor neurologis, adanya gangguan pada
otak bagian kiri depan yang berhubungan dengan kemampuan membaca dan menulis.
Anak mengalami kesulitan dalam harmonisasi secara otomatis antara kemampuan
mengingat dan menguasai gerakan otot menulis huruf dan angka.

Anak disgrafia tidak bisa menyusun huruf dan kata dengan baik. Mereka sulit
mengkoordinasikan motorik halusnya (tangan) untuk menulis. Gejala ini mulai tampak
ketika anak mulai belajar menulis. Anak disgrafia memiliki intelegensia normal, bahkan ada
yang diatas rata-rata. Ia tidak mengalami gangguan motorik maupun visual, ia hanya
mengalami kesulitan untuk menulis.
Berikut ini ciri-ciri yang bisa dikenali dari penderita disgrafia yaitu :

 Terdapat ketidakkonsistenan bentuk huruf dalam tulisannya


 Saat menulis, penggunaan huruf besar dan huruf kecil masih tercampur
 Ukuran dan bentuk huruf dalam tulisannya tidak proporsional
 Anak tampak harus berusaha keras saat mengkomunikasikan suatu ide,
pengetahuan, atau pemahamannya lewat tulisan
 Sulit memegang bolpoin maupun pensil dengan mantap. Caranya memegang alat
tulis seringkali terlalu dekat bahkan hampir menempel dengan kertas
 Berbicara pada diri sendiri ketika sedang menulis, atau malah terlalu memperhatikan
tangan yang dipakai untuk menulis
 Cara menulis tidak konsisten, tidak mengikuti alur garis yang tepat dan proporsional
 Tetap mengalami kesulitan meskipun hanya diminta menyalin contoh tulisan yang
sudah

3. Gangguan berhitung (Diskalkulia)

Diskalkulia adalah gangguan belajar yang berkaitan dengan kemampuan berhitung atau
aritmatik. Anak-anak diskalkulia kesulitan untuk menyelesaikan soal-soal matematika dan
sulit menangkap konsep dasar aritmatik. Soal-soal yang diberikan sesuai dengan
kemampuan usianya. Namun, sulit untuk dipecahkan oleh anak diskalkulia. Diskalkulia
dikenal juga dengan istilah “math difficulty.”

Ciri-ciri anak diskalkulia adalah :

 Sulit menentukan arah ke kiri atau ke kanan


 Sulit membaca jam, menghitung uang kembalian atau uang yang harus dibayarkan
saat belanja. Dampaknya anak tersebut jadi takut melakukan kegiatan apapun yang
harus melibatkan uang
 Sulit melakukan proses-proses matematis, seperti menjumlah, mengurangi,
membagi, mengali, dan sulit memahami konsep hitungan angka atau urutan
 Terkadang mengalami disorientasi, seperti disorientasi waktu dan arah. Si anak
biasanya bingung saat ditanya jam berapa sekarang. Ia juga tidak mampu membaca
dan memahami peta atau petunjuk arah
 Mengalami hambatan dalam mempelajari musik, terutama karena sulit memahami
notasi, urutan nada, dan sebagainya
 Bisa juga mengalami kesulitan dalam aktivitas olahraga karena bingung mengikuti
aturan main yang berhubungan sistem skor
 Sulit membedakan tanda-tanda: +, -, x, :, >, <, =
 Sering salah membedakan angka 9 dengan 6, 17 dengan 71, 2 dengan 5, 3 dengan
8, dan sebagainya
 Sulit membedakan bangun-bangun geometri (bangun ruang)

Apabila anak mengalami gejala-gejala gangguan belajar seperti diatas, baik dikeluhkan
oleh anak itu sendiri maupun oleh gurunya, segeralah berkonsultasi dengan pihak terkait
yang paham akan masalah anak kita. Anak membutuhkan pendekatan tim khusus,
sehingga mendapatkan pelayanan ‘one stop assessment’. Tim ini terdiri atas dokter anak,
psikolog, guru, serta terapis terkait sesuai masalah yang mendasari gangguan belajar. Di
beberapa sekolah bahkan ada yang memiliki psikolog untuk mengevaluasi perkembangan
anak.

Dengan demikian, anak yang mengalami gangguan belajar bukan berarti tidak dapat diatasi
sama sekali. Walaupun gangguan yang terjadi pada sebagian otak sudah tidak dapat
diperbaiki lagi, tetapi masih ada bagian otak lain yang masih dapat dirangsang untuk dapat
berfungsi optimal. Oleh karena itu pemberian terapi haruslah sedini dan seoptimal mungkin,
sehingga anak cepat mendapat penanganan dan terbebas dari label negatif seperti
“bodoh,” “malas,” atau “nakal.” Selain itu anak diharapkan juga dapat mengejar apa yang
menjadi kekurangannya selama ini.(Bunda Ranis)

Sumber:

Soeseno Bachtiar. Buku Pintar Memahami Psikologi Anak Didik : Panduan Sukses Menjadi
Guru Teladan & Profesional. Yogyakarta : Pinang Merah. 2012

http://indigrow.wordpress.com/tag/tanda-tanda-anak-disleksia/

http://ms.wikipedia.org/wiki/Disleksia

http://fanisliend.blogspot.com/2012/04/makalah-gangguan-belajar-disgrafia.html

Anda mungkin juga menyukai