Anda di halaman 1dari 6

PERAN PENTING ORANG TUA DALAM PERKEMBANGAN ANAK DISLEKSIA

Hilmalia Rahma1, Muchammad Yusuf Al Anan2


Progam Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara

ABSTRAK
Orang tua memiliki tanggung jawab terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak
yang mencakup kondisi fisik, kognitif dan psikososial. Salah satu kondisi yang dialami oleh
anak adalah adanya gangguan membaca spesifik yang disebut disleksia Penelitian ini
memaparkan terkait peran penting orang tua dan keterkaitannya dengan penyebab dan ciri-ciri
anak disleksia. Tujuan penulisan artikel ini untuk mengetahui serta memperoleh informasi
mengenai peran penting orang tua dalam perkembangan anak disleksia. Pola asuh orangtua
yang baik merupakan bentuk penguatan motivasi bagi diri anak. Hal yang bisa dilakukan orang tua
untuk menjaga kepercayaan diri anak disleksia dengan cara menjelaskan, memberi pengertian dan
pemahaman kepada anak bahwa kesulitan yang dialami bukan berarti ia gaga l, menghargai usaha
anak dalam membaca, menulis, dan berhitung dan mendampingi anak dalam mengerjakan PR. Oleh
karena itu, orang tua sebagai pendidik utama dalam proses tumbuh dan berkembang anak memiliki
peran yang sangat signifikan.

Kata kunci: peran orang tua, disleksia, perkembangan anak

ABSTRACT
Parents have responsibility for the growth and development of children which includes
physical, cognitive and psychosocial conditions. One of the conditions experienced by
children is the presence of a specific reading disorder called dyslexia. This study describes
the important role of parents and its relation to the causes and characteristics of dyslexic
children. The purpose of writing this article is to find out and obtain information about the
important role of parents in the development of dyslexic children. Good parenting style is a
form of strengthening motivation for children. Things that parents can do to maintain the
confidence of dyslexic children are by explaining, giving understanding and understanding to
children that the difficulties they are experiencing do not mean they have failed, appreciating
the child's efforts in reading, writing and arithmetic and accompanying children in doing
homework. Therefore, parents as the main educators in the process of growing and
developing children have a very significant role.

Keywords: role of parents, dyslexia, child development

PENDAHULUAN
Umumnya masyarakat indonesia beranggapan anak pintar ialah dia yang nilai
akademiknya tinggi, dan akan menganggap anak bodoh bagi anak yang nilai akademik nya
rendah. Padahal dalam kontesk kehidupan semua anak dikaruniai bakat masing-masing yang
berbeda. Oleh karena itu, pola asuh orang tua sangat penting sekali bagi perkembangan anak
diusia dini, apalagi bagi anak yang dilahirkan dengan kondisi yang berbeda. Mereka sangat
butuh pendampingan, arahan, bahkan perlakuan khusus dalam belajar. Di sekolah dasar
banyak sekali ditemukan satu atau dua orang perkelas yang masih kesulitan membaca huruf
ataupun angka, itupun masih ditemukan dikelas atas atau kelas 4,5,6 sekolah dasar. Dalam
kondisi tersebut bisa dikatakan anak mengalami disleksia, dimana kondisi seseorang
mengalami kesulitan belajar yang akan berdampak pada proses membaca dan menulis. Anak
dengan gangguan disleksia umumnya memiliki IQ rata-rata 90-110. Oleh karena itu,
kemampuan pada anak yang menderita disleksia masih optimal. Orang tua yang sudah
memahami karakteristik anak akan mudah mengkondisikan bagaimana bentuk belajar yang
nyaman bagi anak. Namun masih banyak orang tua yang belum mempunyai edukasi tinggi
bagaimana mendampingi belajar anak disleksia yang baik untuk perkembangan belajarnya.
Mereka masih bingung bagaimana cara mengarahkan, mendampingi, dan mendidik anak
disleksia.
Pada umumnya anak disleksia cenderung tidak suka pergi kesekolah. Penderita
disleksia sering dianggap bodoh oleh teman-temannya. Sehingga ketika bersekolah dianggap
sebagai hal yang menakutkan. Jika kondisi seperti ini dibiarkan berlarut, maka akan
berdampak pada psikologis anak yang bersangkutan. Anak bodoh akan menjadi label dan
mengakibatkan seorang anak semakin tertekan, hal ini akan berdampak pada perubahan
tingkah lakunya (Arief Widodo, Dyah Indraswati, 2020). Oleh karena itu dibutuhkan
penanganan khusus untuk mengatasi kesulitan belajar membaca pada anak pengidap
disleksia. Orang tua biasanya menganggap anaknya tidak pintar atau bodoh, saat anak
tersebut tidak bisa membaca dan menulis. Sebenarnya orang tualah yang tidak menyadari
sang anak tersebut mengalami disleksia. Maka sangat penting mengetahui faktor dan ciri-ciri
disleksia pada anak sejak dini. Hal ini untuk mengawasi perkembangan anak di masa depan.
Oleh karena itu, orang tua dapat membantu kesulitan bersekolah yang dialami anak penderita
disleksia.

PEMBAHASAN
Pola asuh merupakan bagimana cara orang tua dalam merawat, membimbing, dan
mendidik anak secara konsisten dan teratur. Pola asuh ini meliputi cara dan kebiasaan yang
dilakukan oleh orangtua dan dirasakan langsung oleh sang anak, sehingga hal tersebut tentu
berbeda pada setiap orangtua (Adawiah, 2017). Pola asuh inipun terjadi pada anak-anak yang
memiliki kesulitan dalam belajar, seperti disleksia. Disleksia adalah kondisi ketidakmampuan
anak dalam membaca, menulis dan mengeja yang paling umum dan kompleks.
Karakteristik anak disleksia yang kerap terjadi yaitu anak akan sulit dalam membaca,
menulis, dan berbicara (Loeziana, 2017). Dysleksia yaitu suatu keadaan yang berhubungan
dengan kemampuan membaca yang sangat rendah atau sulit (Feronika, 2016). Oleh karena
itu, disleksia merupakan gangguan pada sistem saraf pusat, sehingga menyebabkan learning
disorder terhadap penderitanya. Disleksia pada anak ditandai dengan sulitnya mengenali serta
membedakan huruf atau kata. Hal ini akan mengakibatkan anak mengalami kesulitan dalam
membaca maupun menulis. Dan bisa saja sulit mengapresiasikan sesuatu kedalam bentuk
tulisan (Loeziana, 2017).
Penyebab Disleksia
Menurut Frith menjelaskan beberapa penyebab disleksia, yaitu sebagai berikut:
a. Biologis
Kesulitan dalam membaca yang disebabkan faktor biologis, yaitu riwayat keluarga
yang pernah mengalami disleksia, kehamilan seorang ibu yang mengalami masalah,
serta masalah kesehatan pada individu.
b. Kognitif
Penyebab disleksia karena faktor kognitif diantaranya, yaitu pola pengucapan bahasa
dan kurangnya fonologi/bunyi pada anak yang bersangkutan.(Nisrina Haifa,
Mulyadiprana & Respati, 2020)
c. Perilaku
Faktor perilaku yang menyebabkan disleksia yaitu adanya permasalahan dalam
bersosialisasi, gangguan motorik, serta terjadi stres yang berlebihan pada penderita
yang menyebabkan belajar jadi semakin sulit.

Disleksia dialami pada individu dengan potensi kecerdasan normal, bahkan banyak
sekali diantara mereka yang mempunyai tingkat kecerdasan jauh diatas rata-rata. Itulah
sebabnya, disleksia dinamakan sebagai kesulitan belajar spesifik, sebab kesulitan belajar yang
dihadapinya tidak terjadi pada seluruh area melainkan hanya terjadi pada satu atau beberapa
area spesifik saja, diantaranya terjadi pada area membaca, menulis dan berhitung. Selain itu,
faktor-faktor yang menyebabkan anak mengalami kesulitan membaca, seperti faktor internal
anak tersebut (Suryani, 2010). Contohnya minat baca yang kurang, ini dilatarbelakangi
karena mereka kesulitan ketika harus membaca sendiri, ini menjadi faktor penyebab
kurangnya kosakata yang mereka pahami sehingga mereka lebih suka mendengarkan
daripada membaca. Oleh sebab itu, maka tentunya dapat dipahami mengenai pola asuh dan
kesulitan belajar disleksia, yaitu pola asuh orangtua merupakan kebiasaan dilakukan oleh
ayah dan ibu ataupun kerabat terdekat yang diterapkan kepada anak dalam perkembangannya.
Pola asuh yang orangtua berikan kepada anak merupakan bentuk penguatan motivasi bagi diri
anak dan bijaknya disesuaikan dengan usia dan kemampuan anak. Terlebih untuk anak-anak
yang memang membutuhkan perhatian lebih ekstra dibandingkan anak-anak pada umumnya.
Lingkungan keluarga memegang peranan penting dalam proses belajar, sebab
lingkungan keluarga adalah pendidikan pertama untuk anak, khususnya dalam melatih
pengenalan bunyi (fonem) dan pengenalan huruf (Madyawati, 2016). Hal ini juga
menjelaskan bahwa pengasuhan itu merupakan sebuah proses interaksi antara orangtua
dengan anak yang berkelanjutan dan proses tersebut memberikan perubahan baik pada
keduanya (Akhyadi & Mulyono, 2019). Dampak positif dari pengasuhan baik yang dilakukan
oleh orangtua adalah sebagai jalan menuju perkembangan dan hasil kehidupan yang baik.
Sehingga menjadi target dalam intervensi awal, pencegahan, dan pengobatan (Sanders &
Turner, 2018). Pola asuh orangtua kepada anaknya beranekaragam. Ada yang ingin anak-
anaknya berpikir dan bertindak sesuai keinginan orang tua, namun ada pula yang
memberikan kebebasan kepada kehidupannya. Ada orang tua yang bersikap keras, kejam,
kasar, ada yang sangat peduli dan melindungi, serta mengajak untuk berdiskusi dalam
melakukan berbagai hal (Al Tridhonanto, 2014). Oleh karena itu, pola asuh orangtua yang
tepat dan baik akan sangat berpengaruh pada perkembangan anak pada masa depannya,
terlebih untuk anak-anak yang sedang berada di tahap mengembangkan kemampuan
membaca, menulis, atau mengeja. Hal ini tidak terkecuali untuk anak-anak dengan kondisi
kesulitan belajar, tidak lain adalah disleksia.
Jika orang tua kerap memperhatikan anaknya, maka ciri-ciri disleksia pada anak sejak
dini akan mudah untuk dikenali. Berikut ciri-ciri yang sering mucul pada anak disleksia yaitu
(1) Anak disleksia dalam membaca sangat lambat; (2) Jarinya digunakan untuk menunjuk
setiap teks bacaan; (3) Biasanya akan melompati gabungan kata misalnya kata ”nanti siang”
hanya dibaca “siang”; (4) Sering terjadi penambahan kata saat membaca; (5) Suku kata sering
dibolak-balik; (6) Apa yang dibaca tidak sesuai teks bacaan; (7) Sering mengarang pada saat
membaca; (8) Sering melewatkan tanda baca (Loeziana, 2017).
Anak yang menyandang disleksia sebaiknya mendapatkan pendidikan khusus yang di
dalamnya terdapat program-program khusus dengan fasilitas khusus bagi anak disleksia.
Contoh program yang paling efektif untuk anak disleksia adalah dengan metode mengajar
multi-sensorik. Dalam metode ini banyak melibatkan banyak indra dalam mengajar, terutama
rabaan dan gerakan. Hal ini akan membantu anak dalam mengingat materi-materi yang sudah
dipelajari. Selain itu metode pembelajaran khusus yang diterapkan untuk anak disleksia,
peran atau perlakuan guru dan orang tua juga sangat berperan penting dalam membantu
proses berkembang anak disleksia. Berikut penjelasannya:
1. Perlakuan oleh guru
a) Anak disleksia jangan diminta untuk membaca keras di kelas, karena hal ini akan
membuat anak menjadi takut dan cemas yang dapat menyebabkan hilangnya
harga diri anak.
b) Anak disleksia sebaiknya diminta duduk di paling depan agar pandangan ke arah
papan tulis semakin jelas dan tidak terhalang sama sekali.
c) Jika guru memberikan pekerjaan rumah, maka harus ditulis secara jelas sebelum
pelajaran berakhir. Hal ini dilakukan karena anak disleksia akan butuh waktu
banyak untuk memahami tulisan.
d) Berikan pujian atas usaha anak dalam menjawab pertanyaan, sehingga akan
meningkatkan harga diri anak.
e) Dalam ujian, anak disleksia sebaiknya tidak diberi ujian lisan atau mengeja.
Jangan memberi PR yang terlalu banyak, jangan paksa membaca keras, dan jika
ada tugas harus lebih mementingkan isi dari pada ejaan atau tulisan tangannya.
2. Perlakuan Orang Tua
Peran yang penting dalam mendampingi anak disleksia adalah dari orang tua sendiri.
Perlakuan dari orang tua sebaiknya menjaga anak agar tidak kehilangan harga diri dan
tetap memiliki kepercayaan diri. Orang tua jangan pernah menganggap bahwa anak
disleksia sebagai anak yang bodoh, akan tetapi anggaplah anak tersebut hanya butuh
pendampingan khusus. Hal yang bisa dilakukan orang tua untuk menjaga kepercayaan
diri anak disleksia adalah dengan menjelaskan, memberi pengertian, dan pemahaman
kepada anak bahwa kesulitan yang dialami bukan berarti ia gagal, berilah pujian kepada
anak setiap kali melakukan perbuatan baik, hargai usahanya dalam membaca, menulis,
dan berhitung, dampingi anak dalam mengerjakan PR, bantu anak dalam mengatur
dirinya, salurkan anak ke bidang yang kemungkinan besar anak akan meraih kesuksesan,
serta dukung dan semangati hobi atau aktivitas-aktivitas di luar sekolah yang diminati
oleh anak.

SIMPULAN
Anak disleksia merupakan individu yang perlu didampingi dalam proses belajar. Peran orang
tua sangat berpengaruh ketika seorang anak memiliki kelemahan membaca. Pada umumnya
anak penderita disleksia sulit percaya diri terhadap dirinya sendiri. Anak yang menderita
disleksia biasanya menganggap dirinya berbeda dengan teman kelasnya.oleh karena itu,
dibutuhkan peran orang tua dalam menjaga kepercayaan diri anak disleksia. Orang tua harus
memberikan penjelasan kepada anak bahwa kesulitan dan keterlambatan yang dialaminya
bukanlah sebuah kegagalan. Berilah pujian dan semangat terhadap apa yang dilakukan anak,
dampingin anak ketika sedang belajar membaca, menulis, dan mengerjakan PR serta dukung
hobi dan aktivitas-aktivitasnya di seklah maupun luar sekolah yang disenangi anak tersebut.
Sebagai orang tua sudah seharusnya mengawasi perkembangan anak-anaknya. Orang tua
memegang peranan penting dalam mendampingin anak disleksia. Orang tua tidak boleh
menganggap bahwa anak disleksia adalah anak yang bodoh, tetapi anggaplah anak tersebut
punya cara belajar khusus. Pada dasarnya anak disleksia bukanlah anak yang bodoh tetapi
anak yang memiliki cara belajar tersendiri. Disleksia tidak bisa disembuhkan seratus persen
tetapi dapat diatasi. Dengan bimbingan yang tepat dan latihan secara terus-menerus tidak
menutup kemungkinan bahwa penderita disleksia dapat menjadi anak yang berprestasi.

DAFTAR PUSTAKA
Akhyadi, A. S., & Mulyono, D. (2019). Program Parenting dalam Meningkatkan Kualitas
Pendidikan Keluarga. Abdimas Siliwangi, 1(1), 1–8.
https://doi.org/10.22460/as.v1i1p1-8.34
Al Tridhonanto. (2014). Mengembangkan Pola Asuh Demokratis - Al.Tridonanto - Google
Books. Elex Media Komputindo;
Arief Widodo, Dyah Indraswati, A. R. (2020). Analisis Penggunaan Media Gambar Berseri
untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Siswa Disleksia di Sekolah Dasar.
Magistra: Media Pengembangan Ilmu Pendidikan Dasar dan Keislaman, 11 (1), 1-
21.
Feronika, L. (2016). Studi Analisis Tentang Kesulitan Membaca (disleksia) serta upaya
mengatasi pada siswa VB Muhammadiyah 22 Sruni, Sukarata. Jurnal Skripsi, 1–14.
Haifa, N. (2020). Pengenalan Anak Pengidap Disleksia. PEDADIDAKTIKA: Jurnal Ilmiah
Pendididkan Guru Sekolah Dasar, 7 (2), 22.
Loeziana. (2017). Urgensi mengenal ciri disleksia. Jurnal UIN Ar-Raniry, III, 42
Madyawati, L. (2016). Strategi Pengembangan bahasa pada Anak. Kencana
Sanders, M. R., & Turner, K. M. T. (2018). The importance of parenting in influencing the
lives of children. In Handbook of Parenting and Child Development Across the
Lifespan (pp. 3–26). Springer. https://doi.org/10.1007/978-3-319-94598-9_1
Suryani, Y. E. (2010). Kesulitan belajar. Magistra, 22(73), 33–47.

Anda mungkin juga menyukai