Anda di halaman 1dari 17

PENGARUH LIPS READING DAN METODE STORY BOOK READING

TERHADAP KEMAMPUAN BAHASA PADA ANAK RETARDASI MENTAL


DI SLB DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

INTISARI
(Ni Ketut Mendri, Atik Badi’ah, Mohammad Najib)

Latar Belakang : Anak Retardasi Mental (RM) mengalami gangguan pada tingkat
kecerdasannya dibawah rata-rata anak normal (Wongs, 2013). Anak RM mengalami
kesulitan dalam menyusun bentuk dan struktur kalimat. Anak dengan RM perlu
mendapatkan terapi wicara untuk memperbaiki gangguan berbahasa sehingga menjadi
produktif dan memperbaiki perkembangan bahasa. Pentingnya penerapan lips reading
dan metode story book reading dapat menstimulasi perkembangan bahasa sehingga
dapat menyusun kata dan merangkai kata dalam kalimat. Berdasarkan studi
pendahuluan bulan Juni 2019 dari lima (SLB) di Yogyakarta SLBN Pembina, SLBN
1 Bantul, SLBN Sewon Bantul, SLBN Sleman dan SLB Rela Bhakti I Gamping.
Observasi selama pembelajaran di SLB ditemukan (100%) dari lima SLB
menggunakan bahasa isyarat, belum dilatih menggunakan metode metode Lips
Reading dan story book reading
Tujuan Penelitian : Mengetahui pengaruh Lips Reading dan metode story book
reading Terhadap Kemampuan Bahasa Anak RM di SLB DIY
Metode : Jenis penelitian Quasi eksperiment “Pre test Post test with Control Group
Design“.Pengambilan sampel secara purposive sampling. Data dianalisis
menggunakan uji t-test, wilcoxon dan mann whitney
Hasil Penelitian : Kemampuan bahasa mengenal gambar hewan dan transportasi
pada anak RM di SLB DIY antara kelompok eksperimen dan kontrol pre test dengan
nilai p (sig) < 0,05 maka Ha diterima dan Ho ditolak berarti ada perbedaan kemampuan
bahasa mengenal hewan dan gambar transportasi pre test antara kelompok
eksperimen dan kontrol.
Kesimpulan : Ada pengaruh Lips Reading dan metode story book reading Terhadap
Kemampuan Bahasa Anak RM di SLB DIY
Kata Kunci :
Lips Reading, story book reading, kemampuan bahasa, anak retardasi mental

1
THE EFFECT OF LIPS READING AND STORY BOOK READING
METHODS ON LANGUAGE ABILITY IN CHILDREN RETARDATION
MENTAL IN SPECIAL SLB YOGYAKARTA

ABSTRACT
(Ni Ketut Mendri, Atik Badi’ah, Mohammad Najib)

Background : Mental retardation (RM) children have a disruption in their


intelligence level below the average of normal children (Wongs, 2013). RM children
have difficulty in compiling sentence forms and structures. Children with RM need to
receive speech therapy to correct language disorders so that they become productive
and improve language development. The importance of applying lips reading and the
story book reading method can stimulate language development so that it can
compose words and arrange words in sentences. Based on a preliminary study in June
2019 of five (SLB) in Yogyakarta SLBN Pembina, SLBN 1 Bantul, SLBN Sewon
Bantul, SLBN Sleman and SLB Rela Bhakti I Gamping. Observations during learning
in special schools were found that (100%) of the five special schools used sign
language, had not been trained using the Lips Reading method and story book
reading.
Research purposes : Knowing the effect of Lips Reading and the story book reading
method on Language Skills of RM Children in special schools DIY.      
Method : This type of research is Quasi-experimental "Pre test Post test with Control
Group Design". Sampling was purposive sampling. Data were analyzed using t-test,
Wilcoxon and Mann Whitney tests.
Research result : Language skills recognize animal pictures and transportation in
RM children in SLB DIY between the experimental and control groups pre-test with a
value of p (sig) <0.05, then Ha is accepted and Ho is rejected, which means that there
is a difference in language ability to recognize animals and pre-test transportation
images between groups experiment and control.
Conclusion: There is an influence of Lips Reading and the story book reading
method on the Language Skills of RM Children in SLB DIY
Keywords :
Lips Reading, story book reading, language skills, Retardation Mental

2
1. Latar Belakang Masalah
Anak merupakan individu yang memiliki kebutuhan tumbuh kembang
yang berbeda dimulai dari dalam kandungan sampai masa remaja (Supartini,
2009). Tumbuh kembang merupakan kematangan anak dalam bentuk fisik dan
kemampuan/skill. Faktor genetik, lingkungan dan perilaku akan membentuk
sikap ciri yang berbeda pada setiap anak (Ngastiyah, 2005). Anak dalam masa
tumbuh kembang akan memiliki aktivitas yang lebih tinggi, hal ini
menimbulkan kemungkinan tinggi terjadinya kelelahan atau kecelakaan yang
menimbulkan gangguan perkembangan (Supartini, 2009). Jika gangguan pada
masa tumbuh kembang anak tidak segera diobati, maka akan terjadi gangguan
lebih serius pada anak.
Gangguan yang dapat terjadi pada masa tumbuh kembang anak adalah
gangguan bicara, retardasi mental, autis, lambat belajar, gangguan pemusatan
perhatian atau Attention Defisit Disolder (Supartini, 2009). Gangguan tumbuh
kembang yang lebih sering terjadi pada anak adalah retardasi mental. DSM- V
(Diagnostic and Statistical Manual of mental Disorder) dalam Semiun (2006)
mengemukakan bahwa retardasi mental merupakan gangguan mental pada
pola perilaku yang disebabkan ketidakmampuan beradaptasi yang terjadi pada
suatu individu dan gangguan terjadi sebelum usia 18 tahun. Berbagai faktor
penyebab terjadinya retardasi mental pada anak, seperti faktor genetik, faktor
prenatal, faktor intranatal dan faktor postnatal, namun retardasi mental sering
terjadi pada anak disebabkan oleh faktor genetik (Supartini, 2009).
Gangguan perkembangan pada anak retardasi mental dapat diketahui
melalui hasil tes psikologi Intelegence Quotient (IQ) di bawah 70 dan
kemampuan anak saat melakukan kemandirian belum optimal (Supartini,
2009). Berdasarkan pandangan klinis, retardasi mental dibagi menjadi 4 yaitu,
retardasi mental ringan (IQ < 70) dengan kriteria anak yang mampu didik dan
latih dalam melakukan ketrampilan dengan bimbingan orang lain, Retardasi
mental sedang (IQ < 49) memiliki kriteria anak yang mampu latih pada taraf
ketrampilan kelas dua sekolah dasar, sedangkan retardasi berat (IQ < 34), dan
retardasi mental sangat berat (IQ < 20) memiliki kriteria anak yang sudah
terjadi gangguan penyerta dan bergantung pada orang lain (Semiun, 2006).
Jumlah anak yang mengalami retardasi mental di Indonesia setiap tahun
semakin meningkat.
Supartini (2009) mengemukakan prevalensi retardasi mental di Indonesia
sebesar 3%. Data statistik menunjukan jumlah 10-30 dari 1000 orang
mengalami retardasi mental, terdapat 1.750.000-5.250.000 jiwa menderita
retardasi mental. Semakin meningkatnya jumlah anak yang mengalami
retardasi mental, maka dibutuhkan materi pendidikan khusus untuk anak
retardasi mental salah satunya adalah bina diri. Anak berkebutuhan khusus
termasuk retardasi mental adalah anak yang mengalami gangguan tumbuh
kembang fisik dan mental.
Karakteristik khusus anak retardasi mental yang membedakan dengan
anak lain seusianya dapat terlihat secara fisik yang meliputi wajah lebar, bibir
tebal atau sumbing, mulut menganga terbuka dan lidah biasanya menjulur
keluar (Wongs, 2013). Anak dengan retardasi mental mengalami
keterlambatan bicara dan mengalami kesulitan dalam perkembangan bahasa.
Perkembangan bahasa anak retardasi mental pada awalnya tidak berbeda
dengan perkembangan bahasa anak normal karena bahasa sangat dipengaruhi
3
oleh pendengarannya sehingga perkembangannya terhambat. Pada awalnya
perkembangan bahasa anak retardasi mental tidak berbeda dengan anak
normal, pada usia awal bayi akan menangis jika lapar, haus, buang air besar,
buang air kecil, atau sakit. Pada masa meraban anak retardasi mental membuat
bunyi konsonan maupun vokal.
Keterbatasan bahasa atau kecakapan bahasa anak dibedakan atas
perolehan bahasa dari lingkungan keluarganya, yaitu apakah orang tuanya
mengalami gangguan mendengar sehingga mempengaruhi penggunaan bahasa
isyarat atau berbicara. Kecakapan berbahasa lebih banyak menggunakan
bahasa isyarat yang dipelajari melalui kontak dengan teman sebayanya dan
akhirnya berkembang menjadi bahasa isyarat formal dirinya secara nyata.
Bahasa tulisnya menggunakan kalimat yang pendek-pendek.
Anak retardasi mental mengalami kesulitan dalam menyusun bentuk dan
struktur kalimat. Anak retardasi mental mengalami keterbatasan dalam
mengerti tanda-tanda baca, seperti kalimat berita, perintah dan tanya.
Kemampuan bahasa tulis, apabila diadakan evaluasi maka kebanyakan dari
anak retardasi mental tidak memiliki perbendaharaan kata yang cukup untuk
kepentingan akademis yang lebih tinggi.
Perolehan bahasa anak normal berawal dari adanya pengalaman atau
situasi bersama antara bayi dengan ibunya dan orang yang ada di sekitarnya.
Anak tidak diajarkan kata-kata kemudian diberitahukan artinya, melainkan
melalui pengalamannya ia belajar menghubungkannya antara pengalaman dan
lambang bahasa yang diperoleh melalui pendengarannya. Proses ini
merupakan dasar dari berkembangnya bahasa batin (inner language). Setelah
itu, anak mulai memahami hubungan antara lambang bahasa dengan benda
atau kejadian yang dialaminya dan terbentuklah bahasa reseptif anak. Setelah
bahasa reseptif mulai terbentuk, anak mulai mengungkapkan diri melalui kata-
kata sebagai awal kemampuan bahasa ekspresif.
Semua kemampuan ini berkembang melalui pendengaran. Setelah anak
memasuki usia sekolah, penglihatan berperan dalam perkembangan
bahasanya, yaitu kemampuan membaca (bahasa reseptif melalui penglihatan)
dan menulis bahasa ekspresif (melalui penglihatan). Perolehan bahasa pada
anak retardasi mental dimulai dari pengalaman melalui penglihatan dengan
membaca ujaran. Memahami ujaran ini sebagai unsur atau dasar dari bahasa
batinnya. Jadi bahasa batin anak retardasi mental terdiri dari kata-kata
sebagaimana tampil pada gerak dan corak bibir sebagai pengganti bunyi
bahasa berupa vokal, konsonan, dan intonasi pada anak mendengar. Seperti
anak mendengar, pada anak retardasi mental kemampuan bahasa reseptif
(bicara) baru dapat dituntut setelah terjadi perkembangan bahasa reseptif yang
berkembang lebih dahulu.
Anak dengan retardasi mental dapat dikurangi dengan memanfaatkan
sisa pendengaran. Selain itu anak retardasi mental juga perlu mendapatkan
terapi wicara untuk memperbaiki gangguan berbahasa sehingga anak retardasi
mental bisa menjadi produktif dan dapat memperbaiki perkembangan bahasa.
Terapi wicara diberikan kepada anak retardasi mental yang mengalami
gangguan komunikasi termasuk dalam gangguan berbicara, berbahasa serta
gangguan menelan. Terapi wicara juga dapat bermanfaat untuk membangun
kembali kognisi serta produktifitas anak retardasi mental. Pentingnya terapi
wicara dengan metode lips reading dan metode story book reading sangat
diperlukan untuk menstimulasi perkembangan bahasa anak retardasi mental

4
sehingga anak dapat berbicara mulai dari latihan mengenal huruf vokal
contohnya a, i, u, e, o dan huruf konsonan antara lain b, c, d dan seterusnya
sehingga anak diharapkan dapat menyusun kata dan merangkai kata dalam
kalimat.
Metode lips reading dan metode story book reading seharusnya masuk
dalam kurikulum pembelajaran di Sekolah Luar Biasa (SLB) bagian C (tuna
grahita) dan wajib dilakukan untuk memberikan stimulasi bahasa pada anak
retardasi mental, namun sampai saat ini metode lips reading dan metode story
book reading belum dilakukan oleh guru secara maksimal sehingga
perkembangan bahasa anak retardasi mental tidak optimal.
Berdasarkan studi pendahuluan pada bulan Juni 2019 dari lima Sekolah
Luar Biasa (SLB) di Yogyakarta yaitu SLB Negeri Pembina Yogyakarta, SLB
Negeri 1 Bantul, SLB Negeri Sewon Bantul, SLB Negeri Sleman dan SLB
Rela Bhakti I Gamping Sleman Yogyakarta, penulis melakukan observasi
selama pembelajaran ditemukan bahwa pembelajaran di SLB ditemukan (100
%) dari lima SLB menggunakan bahasa isyarat, belum dilatih menggunakan
metode Lips Reading dan metode story book reading dan metode story book
reading.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang “Pengaruh Lips Reading dan metode story book reading
Terhadap Kemampuan Bahasa Anak Retardasi Mental di SLB Daerah
Istimewa Yogyakarta (DIY)”
2. Metodologi Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian Quasi eksperiment dengan rancangan pre
test-post test with control group design. Adapun rancangan penelitian ini dapat
digambarkan sebagai berikut :
Pre test Perlakuan Post test
O1 X1 O2
O3 X2 O4
Gambar 1. Design Penelitian
Keterangan:
X1 : Pemberian intervensi pada kelompok eksperimen dengan Metode Lips
Reading dilakukan 1 kali seminggu selama selama 3 bulan durasi 30
menit
X2 : Pemberian intervensi pada kelompok kontrol dengan Metode Story
Book
Reading dilakukan 1 kali seminggu selama selama 3 bulan durasi 30
menit
O1 : Pre test Kemampuan Bahasa Anak retardasi mental pada kelompok
perlakuan
O2 : Post test Kemampuan Bahasa Anak retardasi mental pada kelompok
perlakuan
O3 : Pre test Kemampuan Bahasa Anak retardasi mental pada kelompok
kontrol
O4 : Post test Kemampuan Bahasa Anak retardasi mental pada kelompok
Kontrol
Penelitian dilakukan di 5 SLB di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yaitu
SLB Negeri Pembina, SLB Negeri 1 Bantul, SLB Negeri Sewon, SLB Negeri
Sleman dan SLB Rela Bhakti I Gamping, Sleman, Yogyakarta. Waktu

5
Penelitian dilakukan pada bulan Juli sampai Oktober Tahun 2020 (lama
intervensi selama 3 bulan). Variabel bebas : Lips Reading dan metode Story
Book Reading dan Variabel terikat : Kemampuan Bahasa Anak Retardasi
Mental
Populasi adalah semua anak retardasi mental yang ada di SLB Daerah
Istimewa Yogyakarta (DIY). Dalam penelitian ini yang menjadi responden
dua kelompok anak retardasi mental di SLB Negeri Pembina Yogyakarta, SLB
Negeri 1 Bantul, SLB Negeri Sewon, SLB negeri Sleman dan SLB Rela
Bhakti I Gamping Sleman Yogyakarta, sebanyak 34 pada masing-masing
kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Tehnik penarikan sampel pada
penelitian ini menggunakan purposive sampling. Data hasil pemeriksaan akan
dianalisis secara diskriptif dan secara analitik dengan bantuan program SPSS
for windows versi 16.0 menggunakan uji pair t-test, Wilcoxon dan mann
whitney (Sugiyono, 2007) dengan taraf signifikan 0,05.

3. Hasil Penelitian dan Pembahasan


a. Lokasi penelitian dan karakteristik responden
Tabel 1
Lokasi penelitian dan jumlah responden di lima SLB Propinsi DIY
Jumlah Responden anak
No Lokasi Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol
Penelitian Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
(f) (%) (f) (%)
1 SLB N Pembina 7 20,59 7 20,59
2 SLB N I Bantul 7 20,59 7 20,59
3 SLB N II Bantul 7 20,59 7 20,59
4 SLB N I Sleman 7 20,59 6 17,64
5 SLB Rela Bakti 6 17,64 7 20,59
Jumlah 34 100 34 100
Sumber: Analisis data primer (2020)

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa pada kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol jumlah responden dari 5 SLB di DIY rata-rata 7 responden (20,59 %).

Tabel 2
Karakteristik responden pada kelompok eksperimen dan pada
kelompok kontrol di lima SLB Propinsi DIY
N Karakteristik Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol
o Responden Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
(n) (%) (n) (%)
1. Umur anak
6-8 tahun 9 26,5 8 23,5
>8-10 tahun 17 50,0 19 55,9
>10-12 tahun 8 23,5 7 20,6
2. Jenis Kelamin anak
Laki-laki 14 41,2 15 44,1
Perempuan 20 58,8 19 59,9

6
3. Urutan Anak
Ke 1 11 32,4 18 52,9
Ke 2 13 38,2 12 35,3
Ke 3 10 29,4 4 11,8
Jumlah 34 100 34 100
Sumber: Analisis data primer (2020)

Dari Tabel 2 dapat dilihat pada kelompok ekperimen karakteristik


umur yang terbanyak pada usia >8-10 tahun sebanyak 17 responden (50,0 %).
Sedangkan pada kelompok kontrol karakteristik umur yang terbanyak pada
usia >8-10 tahun sebanyak 19 responden (55,9 %). Pada kelompok ekperimen
jenis kelamin yang terbanyak perempuan 20 responden (58,8%). Sedangkan
pada kelompok kontrol jenis kelamin yang terbanyak laki-laki 19 responden
(59,9 %). Pada kelompok ekperimen urutan anak yang terbanyak anak ke 1
sebanyak 13 responden (38,2%). Sedangkan pada kelompok kontrol urutan
anak yang terbanyak anak ke 1 sebanyak 18 responden (52,9 %).
b. Analisa Univariat

Tabel 3
Kemampuan bahasa anak Retardasi Mental pre test dan post test pada
kelompok eksperimen dan kontrol sebelum dan setelah diberikan buku
“Penerapan Lips Reading dan Metode Story Book Reading”
di SLB Daerah Istimewa Yogyakarta
Eksperimen Kontrol
No Kemampuan Pre Test Post Test Pre Test Post Test
Bahasa f % f % f % f %

1. Gambar Buah
Kurang 14 41,2 2 5,9 14 41,2 1 2,9
Cukup 19 55,9 20 58,8 15 44,1 19 55,9
Baik 1 2,9 12 35,3 5 14,7 14 41,2
2. Gambar Sayuran
Kurang 15 44,1 1 2,9 11 32,4 1 2,9
Cukup 18 52,9 18 52,9 15 44,1 19 55,9
Baik 1 2,9 15 44,1 8 23,5 14 41,2
3. Gambar Bunga
Kurang 25 73,5 1 2,9 27 79,4 2 5,9
Cukup 6 17,6 28 82,4 6 17,6 27 79,4
Baik 3 8,8 5 14,7 1 2,9 5 14,7
4. Gambar Hewan
Kurang 3 8,8 0 0 2 5,9 0 0
Cukup 29 85,3 5 14,7 23 67,6 7 20,6
Baik 2 5,9 29 85,3 9 26,5 27 79,4
5. Gambar Transportasi
Kurang 12 35,3 0 0 5 14,7 0 0
Cukup 19 55,9 21 61,8 23 67,6 18 52,9
Baik 3 8,8 13 38,2 6 17,6 16 47,1
6. Gambar Benda
Kurang 3 8,8 1 2,9 2 5,9 0 0

7
Cukup 25 73,5 9 26,5 24 70,6 6 17,6
Baik 6 17,6 24 70,6 8 23,5 28 82,4
Sumber: Analisis data primer (2020)

c. Uji Normalitas

Uji normalitas diuji menggunakan shapiro wilk karena n < 50, dengan p
(sig) > 0,05 berarti data berdistribusi normal dan p (sig) < 0,05 berdistribusi
tidak normal.
Tabel 4
Uji normalitas kelompok eksperimen dan kelompok kontrol kemampuan
bahasa pre test dan post test pada anak Retardasi Mental di SLB DIY

Kemampuan Bahasa Kelompok p Keterangan


Gambar Pre Eksperimen 0,333 Normal
Buah test Kontrol 0,008 Tidak Normal
Post Eksperimen 0,288 Normal
test Kontrol 0,046 Tidak Normal
Gambar Pre Eksperimen 0,022 Tidak Normal
Sayuran Test Kontrol 0,011 Tidak Normal
Pos Eksperimen 0,000 Tidak Normal
testt Kontrol 0,002 Tidak Normal
Gambar Pre Eksperimen 0,000 Tidak Normal
Bunga Test Kontrol 0,000 Tidak Normal
Post Eksperimen 0,000 Tidak Normal
test Kontrol 0,000 Tidak Normal
Gambar Pre Eksperimen 0,000 Tidak Normal
Hewan Test Kontrol 0,000 Tidak Normal
Post Eksperimen 0,000 Tidak Normal
test Kontrol 0,000 Tidak Normal
Gambar Pre Eksperimen 0,013 Tidak Normal
Transportasi test Kontrol 0,072 Normal
Post Eksperimen 0,000 Tidak Normal
test Kontrol 0,000 Tidak Normal
Gambar Pre Eksperimen 0,131 Normal
Benda test Kontrol 0,042 Tidak Normal
Post Eksperimen 0,000 Tidak Normal
test Kontrol 0,000 Tidak Normal
Sumber: Analisis data primer (2020)

Pada Tabel 4 di atas dapat dilihat bahwa kemampuan bahasa anak


retardasi mental di SLB DIY mengenal gambar buah pre test dan post test dan
gambar benda pre test pada kelompok eksperimen serta gambar transportasi
pre test pada kelompok kontrol berdistribusi normal p sig > 0,05. Sedangkan
kemampuan bahasa yang lain baik pada kelompok eksperimen dan kontrol
berdistribusi tidak normal p (sig) < 0,05 sehingga digunakan uji non
parametrik turunan paired t-test yaitu wilcoxon.

8
d. Uji Bivariat
1) Uji Wilcoxon
Tabel 5
Hasil uji analisa wilcoxon kemampuan bahasa pre test dan post test pada
kelompok eksperimen dan kontrol sebelum dan setelah diberikan buku
penerapan Lips Reading dan metode Story Book Reading
pada anak Retardasi Mental di SLB DIY
Kemampuan Bahasa Kelompok p (sig)
Gambar Buah Eksperimen Pre test 0,000
Post test
Kontrol Pre test 0,000
Post test
Gambar Sayuran Eksperimen Pre Test 0,000
Post Test
Kontrol Pre Test 0,000
Post Test
Gambar Bunga Eksperimen Pre Test 0,000
Post Test
Kontrol Pre Test 0,000
Post Test
Gambar Hewan Eksperimen Pre Test 0,000
Post Test
Kontrol Pre Test 0,000
Post Test
Gambar Transportasi Eksperimen Pre Test 0,000
Post Test
Kontrol Pre Test 0,000
Post Test
Gambar Benda Eksperimen Pre Test 0,000
Post Test
Kontrol Pre Test 0,000
Post Test
Sumber: Analisis data primer (2020)

Pada Tabel 5 di atas dapat dilihat bahwa kemampuan bahasa mengenal (Gambar
Buah, Gambar Sayuran, Gambar Bunga, Gambar Hewan, Gambar Transportasi dan
Gambar Benda) pre test dan post test pada kelompok eksperimen dengan nilai p (sig)
0,000 < 0,05 maka Ha diterima dan Ho ditolak berarti ada perbedaan antara pre test
dan post test kemampuan bahas mengenal (Gambar Buah, Gambar Sayuran, Gambar
Bunga, Gambar Hewan, Gambar Transportasi dan Gambar Benda) pada anak
Retardasi Mental di SLB DIY. Sedangkan pada kelompok kontrol antara pre test dan
post test dengan nilai p (sig) 0,000 < 0,05 maka Ha diterima dan Ho ditolak berarti ada

9
perbedaan antara pre test dan post test kemampuan bahasa mengenal (Gambar Buah,
Gambar Sayuran, Gambar Bunga, Gambar Hewan, Gambar Transportasi dan Gambar
Benda).

2) Uji Mann Whitney

Tabel 6
Hasil uji analisa Mann Whitney kemampuan bahasa pre test dan post test
pada kelompok eksperimen dan kontrol sebelum dan setelah diberikan
buku penerapan Lips Reading dan metode Story Book Reading
pada anak Retardasi Mental di SLB DIY
Kelompok p
Gambar Buah Pre Eksperimen 0,475
test Kontrol
Post Eksperimen 0,371
test Kontrol
Gambar Pre Eksperimen 0,371
Sayuran Test Kontrol
Pos Eksperimen 0,885
testt Kontrol
Gambar Pre Eksperimen 0,990
Bunga Test Kontrol
Post Eksperimen 0,384
test Kontrol
Gambar Pre Eksperimen 0,006
Hewan Test Kontrol
Post Eksperimen 0,153
test Kontrol
Gambar Pre Eksperimen 0,019
Transportasi test Kontrol
Post Eksperimen 0,513
test Kontrol
Gambar Pre Eksperimen 0,089
Benda test Kontrol
Post Eksperimen 0,938
test Kontrol
Sumber: Analisis data primer (2020)

e. Pembahasan
1) Mengetahui kemampuan bahasa anak retardasi mental sebelum dilakukan lips
reading di SLB Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

10
Pada Tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa pada kelompok eksperimen kemampuan
bahasa mengenal gambar buah pre test (sebelum) sebagian besar kategori cukup
sebanyak 19.responden (55,9%). Kemampuan bahasa mengenal gambar sayuran pre
test (sebelum) sebagian besar kategori cukup sebanyak 18 responden (52,9%).
Kemampuan bahasa mengenal gambar bunga pre test (sebelum) sebagian besar
kategori kurang sebanyak 25 responden (73,5%). Kemamapuan bahasa mengenal
gambar hewan pre test (sebelum) sebagian besar kategori cukup sebanyak 29
responden (85,3%). Kemampuan bahasa mengenal gambar transportasi pre test
(sebelum) sebagian besar kategori cukup sebanyak 19 responden (55,9%).
Kemampuan bahasa mengenal gambar benda pre test (sebelum) sebagian besar
kategori cukup sebanyak 25.responden (73,5%). Kemampuan bahasa mengenal bunga
kurang karena anak jarang diajak melihat bunga di taman. Anak yang menjalin
hubungan dengan keluarganya secara sehat (penuh perhatian dan kasih sayang dengan
orangtuanya) dapat memfasilitasi kemampuan bahasa anak. Sebaliknya jika hubungan
anak dan orangtuanya tidak sehat, maka kemampuan bahasa anak cenderung
mengalami kelainan seperti gagap, kata-katanya tidak jelas, berkata kasar dan tidak
sopan serta merasa takut untuk mengungkapkan pendapatnya. Komunikasi merupakan
proses dimana anak bertukar informasi dan menyampaikan pikiran serta perasaan
teman sebaya, dalam hal ini anak retardasi mental dengan kemampuan Bahasa
terbatas perlu dilakukan pendampingan dan stimulasi menggunakan media gambar
agar ada koordinasi antara mata dan bibir untuk meningkatkan kemampuan bahasa.
Bahasa sebagai alat berkomunikasi yakni untuk mempermudah pesan disampaikan
dan dipahami dan proses komunikasi terjadi melalui bahasa. Anak retardasi mental
kurang memiliki pemahaman infomasi verbal, hal ini menyebabkan anak retardasi
mental sulit menerima materi yang bersifat abstrak, sehingga dibutuhkan media
pembelajaran berupa buku Lips Reading untuk memudahkan pemahaman suatu
konsep pada anak retardasi mental. Kemampuan penguasaan kosa kata pada anak
retardasi mental yang mengalami gangguan pendengaran jelas berbeda karena
keterbatasan fungsi pendengaran sehingga anak retardasi mental cenderung memiliki
hambatan belajar atau berkomunikasi. Buku Penerapan Lips Reading mengajarkan
anak retardasi mental untuk mengembangkan keterampilan self monitoring. Anak
retardasi mental belajar untuk mendengarkan suaranya sendiri serta orang lain selama
percakapan alami sehingga meningkatkan kemampuan bahasa anak retardasi mental.
2) Mengetahui kemampuan bahasa anak retardasi mental sebelum dilakukan metode
story book reading di SLB Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Pada Tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa pada kelompok kontrol kemampuan bahasa
mengenal gambar buah pre test (sebelum) sebagian besar kategori cukup sebanyak 15
responden (44,1%). Kemampuan bahasa mengenal gambar sayuran pre test (sebelum)
sebagian besar kategori cukup sebanyak 15 responden (44,1%). Kemampuan bahasa
mengenal gambar bunga pre test (sebelum) sebagian besar kategori kurang sebanyak
27 responden (79,4%). Kemampuan bahasa mengenal gambar hewan pre test
(sebelum) sebagian besar kategori cukup sebanyak 23 responden (67,6%).
Kemampuan bahasa mengenal gambar transportasi pre test (sebelum) sebagian besar
kategori cukup sebanyak 23 responden (67,6%). Kemampuan bahasa mengenal
gambar benda pre test (sebelum) sebagian besar kategori cukup sebanyak 24
responden (70,6%). Kemampuan bahasa mengenal bunga kurang karena anak jarang
diajak melihat bunga di taman. Penggunaan media gambar dapat membantu
mendorong anak dan dapat membangkitkan minat belajar. Membantu dalam
kemampuan kognitif nya, bahasanya serta membantu anak mengingat-ingat isi materi
dari buku (Sadiman, 2004). Penggunaan kartu gambar sebagai media pembelajaran
11
sangat sesuai dengan kondisi perkembangan kognitif anak retardasi mental, karena
anak retardasi mental mendapatkan pemahaman melalui aktivitas yang bersifat
simbolik. Kemampuan media kartu gambar dalam membangkitkan perhatian dan
minat anak retardasi mental sesuai dengan fungsi media yaitu sebagai jembatan
komunikasi yang memudahkan anak retardasi mental untuk meningkatkan
kemampuan bahasa. Penggunaan kartu gambar sebagai media pembelajaran sangat
sesuai dengan kondisi kemampuan bahasa anak retardasi mental, karena anak
mendapatkan pemahaman melalui aktivitas yang bersifat simbolik. Buku Story book
reading adalah buku cerita bergambar yang dapat mengoptimalkan kemampuan
bahasa anak retardasi mental dan berguna untuk pengembangan aspek bahasa yaitu
dengan melatih berbicara, menggunakan kalimat yang benar.
3) Mengetahui kemampuan bahasa anak retardasi mental setelah dilakukan lips reading
di SLB Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Pada Tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa pada kelompok eksperimen kemampuan
bahasa mengenal gambar buah post test (setelah) diberikan buku penerapan Lips
Reading sebagian besar kategori cukup sebanyak 20 responden (58,8%). Kemampuan
bahasa mengenal gambar sayuran post test (setelah) diberikan buku penerapan Lips
Reading sebagian besar kategori cukup sebanyak 18 responden (52,9%). Kemampuan
bahasa mengenal gambar bunga post test (setelah) diberikan buku penerapan Lips
Reading sebagian besar kategori cukup sebanyak 28 responden (82,4%). Kemampuan
bahasa mengenal gambar hewan post test (setelah) diberikan buku penerapan Lips
Reading sebagian besar kategori baik sebanyak 29 responden (85,3%). Kemampuan
bahasa mengenal gambar transportasi post test (setelah) diberikan buku penerapan
Lips Reading sebagian besar kategori cukup sebanyak 21 responden (61,8%).
Kemamapuan bahasa mengenal gambar benda post test (setelah) diberikan buku
penerapan Lips Reading sebagian besar kategori baik sebanyak 24 responden (70,6%).
Kemampuan bahasa mengenal hewan dan benda baik karena anak lebih hapal dengan
hewan disekitar lingkungan rumah dan benda juga lebih banyah dikenal oleh anak
karena benda selalu berhubungan dengan anak setiap hari di dalam lingkungan
keluarga. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Tye-Murray, N., Hale, S., Spehar, B.,
Myerson, J., & Sommers, M. S (2014) dengan judul “Lips reading in School-age
Children: The Roles of Age, Hearing Status, and Cognitive Ability”, hasilnya
menunjukkan bahwa kemampuan membaca bibir pada anak tidak tetap, tetapi
meningkat antara usia 7-14 tahun. Penemuan bahwa anak-anak dengan Hearing Loss,
penerapan lips reading lebih baik daripada anak dengan Normal Hearing
menunjukkan bahwa pengalaman memainkan peran penting dalam kemampuan
bahasa anak dengan berkebutuhan khusus.
4) Mengetahui kemampuan bahasa anak retardasi mental setelah dilakukan metode story
book reading di SLB Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Pada Tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa kelompok kontrol kemampuan bahasa
mengenal gambar buah post test (setelah) diberikan Metode Story Book Reading
sebagian besar kategori cukup sebanyak 19 responden (55,9%). Kemampuan bahasa
mengenal gambar sayuran post test (setelah) diberikan Metode Story Book Reading
sebagian besar kategori cukup sebanyak 19 responden (55,9%). Kemampuan bahasa
mengenal gambar bunga post test (setelah) diberikan Metode Story Book Reading
sebagian besar kategori cukup sebanyak 27 responden (79,4%). Kemampuan bahasa
mengenal gambar hewan post test (setelah) diberikan Metode Story Book Reading
sebagian besar kategori baik sebanyak 27 responden (79,4%). Kemampuan bahasa
mengenal gambar transportasi post test (setelah) diberikan Metode Story Book

12
Reading sebagian besar kategori cukup sebanyak 18 responden (52,9%). Kemampuan
bahasa mengenal gambar benda post test (setelah) diberikan Metode Story Book
Reading sebagian besar kategori baik sebanyak 28 responden (82,4%). Menurut
Yuswanjaya dan Yuliyati (2015) didapatkan hasil analisis data dalam penelitian ini
bahwa terdapat pengaruh yang signifikan terhadap penggunaan media dalam
pembelajaran disekolah terlebih bagi anak berkebutuhan khusus. Media akan
memperlancar proses belajar mengajar dalam kelas karena dapat membantu interaksi
antara guru dan siswa secara jelas dan menyenangkan serta siswa dapat dengan
mudah memahami materi yang disampaikan oleh guru sehingga tujuan pembelajaran
akan tercapai. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Setyaningsih, Siswanto,
Sudarman (2008) dengan judul Peningkatan Kemampuan Bahasa Reseptif dan
Ekspresif Tingkat Kata Dengan Metode Multisensori Pada Anak Retardasi Mental di
SLB Negeri Surakarta, dengan hasil penelitian terdapat peningkatan kemampuan
bahasa reseptif dan ekspresif tingkat kata dengan metode multisensori pada anak retardasi
mental. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Halim, D., & Munthe, A. P. (2019)
dengan judul “Dampak Pengembangan Buku Cerita Bergambar Untuk Anak Usia
Dini” bahwa perkembangan kognitif anak itu dimulai dari yang konkrit menuju
abstrak. Hal ini berarti cara berpikir anak masih dibantu oleh benda-benda atau
obyek-obyek yang nyata, serta melalui peristiwa yang dialami dan dilihatnya. Buku
cerita bergambar dimanfaatkan menjadi sarana pembelajaran bagi anak untuk bisa
berpikir dari yang konkrit ke abstrak. Buku cerita bergambar juga lebih mudah untuk
pengenalan kosa kata baru yang dibantu dengan ilustrasi gambar. Dengan demikian,
anak dapat lebih mudah mengenal kata dan gambar secara jelas. Mereka akan mampu
mengingat secara abstrak di dalam pikiran, apabila cerita tersebut diulang kembali.
Peranan buku cerita bergambar sangat penting, karena dapat membantu anak belajar
tentang alam, mengenal orang lain dan hubungan yang terjadi dan kemampuan
bahasa.
5) Mengetahui pengaruh Lips Reading dan metode story book reading Terhadap
Kemampuan Bahasa Anak Retardasi Mental di SLB Daerah Istimewa Yogyakarta
(DIY).
Pada Tabel 6 di atas dapat dilihat bahwa uji analisis Mann Whitney dengan
kemampuan bahasa mengenal gambar hewan dan gambar transportasi pada anak
Retardasi Mental di SLB DIY antara kelompok eksperimen dan kontrol pre test
dengan nilai p (sig) < 0,05 maka Ha diterima dan Ho ditolak berarti ada perbedaan
kemampuan bahasa mengenal hewan dan gambar transportasi pre test antara
kelompok eksperimen dan kontrol. Sedangkan kemampuan bahasa mengenal gambar
buah, gambar sayuran, gambar bunga dan gambar benda antara kelompok eksperimen
dan kontrol pre test dengan nilai p (sig) > 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak berarti
tidak ada perbedaan kemampuan bahasa mengenal gambar buah, gambar sayuran,
gambar bunga dan gambar benda pre test antara kelompok eksperimen dan kontrol.
Hasil uji analisis Mann Whitney kemampuan bahasa mengenal gambar buah, gambar
sayuran, gambar bunga, gambar hewan, gambar transportasi dan gambar benda pada
anak Retardasi Mental di SLB DIY antara kelompok eksperimen dan kontrol post test
dengan nilai p (sig) > 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak berarti tidak ada
perbedaan kemampuan bahasa mengenal gambar buah, gambar sayuran, gambar
bunga, gambar hewan, gambar transportasi dan gambar benda post test antara
kelompok eksperimen dan kontrol. Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi
keberhasilan Penerapan Lips Reading dan Metode Story Book Reading, dapat
disimpulkan bahwa hasil yang akan dicapai tiap anak retardasi mental akan berbeda.
Hasil akhirnya dikembalikan pada potensi anak retardasi mental sesuai dengan IQ
13
(Intelegensi Quotient), fasilitas dan peran serta orang dalam melaksanakan penerapan
Lips Reading dan metode Story Book Reading pada anak retardasi mental. Dalam
pelaksanaanya, penerapan lips reading dan metode story book reading harus
dilaksanakan orang tua dan bekerja sama dengan berbagai bidang keilmuan yang
mendukung keberhasilan habilitasi. Orang tua sebagai pelaku utama dan guru hanya
sebagai edukator dan konselor. Peran orang tua adalah yang paling penting dalam
pelaksanaan penerapan lips reading dan metode story book reading. Hal ini sesuai
dengan Sunardi dan Sunaryo (2007) diasumsikan bahwa orang tua adalah lingkungan
terdekat dengan anak retardasi mental, paling dekat dan mengetahui kebutuhan
khususnya dan paling berpengaruh serta bertanggung jawab terhadap anak retardasi
mental, sedangkan fungsi tenaga ahli (guru, terapist, psikolog, perawat dan tim medis
yanglain) hanya sebagai konsultan atau salah satu “social support” bagi keberhasilan
anak retardasi mental. Orang tua adalah fokus dalam peningkatan perkembangan
komunikasi dan kemampuan bahasa anak retardasi mental dan dalam pelaksanaannya
dibutuhkan kerja sama/kolaborasi antara orang tua dan tenaga ahli dalam
memfasilitasi kemampuan bahasa anak retardasi mental. Dukungan orang tua, guru
SLB, perawat dan tenaga habilitasi sangatlah penting demi meningkatkan kemampuan
bahasa anak retardasi mental.
f. Keterbatasan Penelitian
Pada saat penelitian berlangsung waktunya bersamaan dengan Wabah Pandemik
Corona Virus 19, sehingga anak Retardasi Mental diliburkan dan pelaksanaan
penelitian yang harusnya dilaksanakan di dalam kelas SLB di DIY akhirnya dilakukan
home visite ke rumah keluarga anak Retardasi Mental bersama guru kelas.
4. Kesimpulan dan Saran
a. Kesimpulan
1) Kemampuan bahasa anak retardasi mental sebelum dilakukan lips reading di SLB
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengenal gambar buah dalam kategori
cukup, mengenal gambar sayuran dalam kategori cukup, mengenal gambar bunga
dalam kategori kurang, mengenal gambar hewan dalam kategori cukup, mengenal
gambar transportasi dalam kategori cukup, mengenal gambar benda dalam
kategori cukup.
2) Kemampuan bahasa anak retardasi mental sebelum dilakukan metode story book
reading di SLB Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengenal gambar buah
dalam kategori cukup, mengenal gambar sayuran dalam kategori cukup, mengenal
gambar bunga dalam kategori kurang, mengenal gambar hewan dalam kategori
cukup, mengenal gambar transportasi dalam kategori cukup, mengenal gambar
benda dalam kategori cukup.
3) Kemampuan bahasa anak retardasi mental setelah dilakukan lips reading di SLB
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengenal gambar buah dalam kategori
cukup, mengenal gambar sayuran dalam kategori cukup, mengenal gambar bunga
dalam kategori cukup, mengenal gambar hewan dalam kategori baik, mengenal
gambar transportasi dalam kategori cukup, mengenal gambar benda dalam
kategori baik.
4) Kemampuan bahasa anak retardasi mental setelah dilakukan metode story book
reading di SLB Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengenal gambar buah
dalam kategori cukup, mengenal gambar sayuran dalam kategori cukup, mengenal
gambar bunga dalam kategori cukup, mengenal gambar hewan dalam kategori
baik, mengenal gambar transportasi dalam kategori cukup, mengenal gambar
benda dalam kategori baik.

14
5) Ada pengaruh Lips Reading dan metode story book reading Terhadap
Kemampuan Bahasa Anak Retardasi Mental di SLB Daerah Istimewa Yogyakarta
(DIY).
b. Saran
1) Bagi keluarga. Buku penerapan Lips Reading dan Story Book Reading dapat
digunakan sebagai model menstimulasi kemampuan bahasa anak Retardasi Mental
di Sekolah Luar Biasa (SLB) dan bisa dimasukkan dalam kurikulum di SLB serta
dimasukkan dalam mata kuliah keperawatan anak.
2) Bagi guru di Sekolah Luar Biasa (SLB). Buku penerapan Lips Reading dan Story
Book Reading sebagai pedoman keluarga yang memiliki anak Retardasi Mental
dalam memberikan stimulasi bahasa selama di rumah dan ditengah-tengah
keluarga.
3) Bagi perawat di Puskesmas. Buku penerapan Lips Reading dan Story Book
Reading diharapkan dapat digunakan sebagai implementasi dan replikasi model
stimulasi bahasa dengan lips reading dan metode story book reading dalam
pendampingan orangtua dan keluarga pada anak dengan retardasi mental.
DAFTAR PUSTAKA

Afnida, M., Fakhriah, & Fitriani, D. 2016. Penggunaan Buku Cerita Bergambar
Dalam Pengembangan Bahasa Anak Pada Tk A Di Banda Aceh. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Pendidikan Anak Usia Dini, 1 (1):52-59

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi VI.
Jakarta: PT Asdi Mahasatya.

Bay, D. N., & Cetin, O. S. 2014. Storybook Reading Strategies of Preschool Teachers
in the USA and Turkey. International Journal of Education and Research Vol.
2 No. 7 July 2014.

Febrisma N. (2013), Upaya meningkatkan kosa kata melalui metode bermain peran
pada anak tunagrahita ringan, jurnal ilmiah pendidikan khusus E-Jupekhu.
http//ejournal.unp.ac.id/index.php/jupekhu.volume 2 no 2 Mei 2013.

Dharma, K.K. (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta : CV. Trans Info
Media.

Halim, D., & Munthe, A. P. 2019. Dampak Pengembangan Buku Cerita Bergambar
Untuk Anak Usia Dini. Scholaria: Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 9
No. 3, September 2019: 203-216

Laila, N. A., & Yati. 2014. Pengaruh Penggunaan Media Buku Cerita Terhadap
Kemampuan Membaca Siswa Kelas IV Madrasah Ibtidaiyah di Banjarmasin.
Mu’adalah Jurnal Studi Gender dan Anak Vol. II No. 2, Juli-Desember 2014,
174-187

Marsilah (2010), Peningkatan Motivasi Belajar Siswa Melalui Metode Eksperimen,


Semarang, UNNES

15
Nasim, O., Fahad, M. S., Ahmad, K., Khan, S., Shah, D. 2017. Lip reading as
reinforcement for speech reproduction in deaf children with hearing aids.
Journal of Medical Students Volume 3 No : 1-2.

Ngastiyah, (2005). Buku Ajar I Tumbuh Kembang Anak dan Remaja, Cetakan Ketiga,
CV. Sagung Seto, Jakarta

Notoatmodjo, (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan Ed. Rev. Jakarta:Rineka


Cipta

Retnowati, G., Salim, R. M. A., & Saleh, A. Y. 2018. Effectiveness Of Picture Story
Books Reading To Increase Kindness In Children Aged 5-6 Years. Lingua
Cultura, Vol. 12 No. 1, February 2018, 89-95 Semiun (2006), Kesehatan
Mental 1, Yogyakarta, Kanisius

Setyaningsih, Siswanto, Sudarman (2008). Peningkatan Kemampuan Bahasa Reseptif


dan Ekspresif Tingkat Kata Dengan Metode Multisensori Pada Anak
Retardasi Mental di SLB Negeri Surakarta. Jawa Tengah

Setyaningsih, W., Siswanto, A., & Sudarman (2013). Peningkatan Kemampuan


Bahasa Reseptif Dan Ekspresif Tingkat Kata Dengan Metode Multisensori Pada
Anak Retardasi Mental Di Slb Negeri Surakarta. Jurnal Terpadu Ilmu
Kesehatan, Volume 2, Nomor 2, Nopember 2013, hlm.41-155

Setyaningsih, Setyawan dan Sudarman (2016). Pengaruh Metode Discrete Trial


Training (DTT) Terhadap Peningkatan Perbendaharaan Bahasa Bicara Pada
Anak Retardasi Mental di SLB YAAT Surakarta, Jurnal Terpadu Ilmu
Kesehatan, Vol 6, No 1, Mei 2016.

Sugiyono. (2007). Statistik Untuk Penelitian Cetakan Ke 9. Bandung: Alfabeta

Sunardi (2005), Kecenderungan Dalam Pendidikan Luar Biasa, Jakarta: Depdikbud

Supartini, Y. (2009). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta : EGC.

Tye-Murray, N., Hale, S., Spehar, B., Myerson, J., & Sommers, M. S. 2014. Lips
reading in School-age Children: The Roles of Age, Hearing Status, and
Cognitive Ability. J Speech Lang Hear Res . 2014 April 01; 57(2): 556–565.
doi:10.1044/2013_JSLHR-H-12-0273.

Wicaksono (2012), Hubungan Penguasaan Bahasa Oral dan Isyarat terhadap


kemampuan membaca permulaan siswa kelas 1 Sekolah Dasar SLB N Kota
Magelang. Jawa Tengah

Wong's , (2013). Essentials of Pediatric Nursing, St Louis

16
17

Anda mungkin juga menyukai