disusun oleh :
Kelompok 1
1. Reza Dwi Pratiwi P07120320001
2. Aisyah Nur Rohmah P07120320005
3. Edelsa Novita Wattimena P07120320008
4. Maudi Zahratul Iffah P07120320009
5. Nurul Fitriati Handayani P07120320018
6. Nabilah Khairiyah P07120320022
Tisnayana
7. Aulia Intan Puri W P07120320024
8. Maria Virginia Melinda T P07120320026
9. Yeni Safitri P07120320031
10. Yeling Yulianingsih P07120320039
11. Azizah Widya Rahmatia P07120320043
STKA
12. Yosua Krisnadi P07120320047
Semester 4 (Kelas A)
Dosen Pengajar :
Jurusan Keperawatan
Beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait dengan pengelolaan obat emergensi di
antaranya adalah penentuan jenis serta jumlah sediaan emergensi, penyimpanan, penggunaan,
dan penggantian sediaan emergensi. Rumah sakit harus menyediakan lokasi penyimpanan
obat emergensi untuk kondisi kegawatdaruratan. Obat emergensi harus tersedia pada unit-unit
dan dapat terakses segera saat diperlukan di rumah sakit. Idealnya obat-obat emergensi harus
ada pada setiap unit perawatan atau pelayanan. Jika terkendala dengan jumlahnya, maka obat-
obat tersebut bisa ditempatkan pada titik-titik lokasi yang sering atau rawan terjadi kondisi
emergensi.
Apabila terjadi keadaan emergensi yang jauh dari lokasi perawatan atau tempat
sediaan emergensi, maka untuk pertolongannya dapat dilakukan dengan cara pemanggilan
tim code blue rumah sakit. Rumah sakit sebaiknya menetapkan daftar obat emergensi yang
sama untuk setiap unit perawatan. Daftar tersebut dapat berisi nama obat, kekuatan sediaan,
bentuk sediaan dan jumlah. Alangkah baiknya juga disediakan daftar dosis untuk obat
emergensi. Daftar obat emergensi dapat ditempatkan/ditempel pada tempat penyimpanan obat
emergensi agar memudahkan dokter/perawat yang akan memakai obat tersebut. Obat-obat
emergensi tidak boleh dicampur dengan obat lain dan dapat disimpan pada troli, kit, lemari,
tas atau kotak obat emergensi sesuai dengan kebutuhan unit. Perbedaan tempat penyimpanan
tersebut menyesuaikan dengan isi dan kebutuhan unit tersebut, sebagai contoh untuk troli bisa
ditempatkan defibrilator, sedangkan tas emergensi lebih mudah dibawa oleh petugas
kesehatan untuk menjangkau lokasi yang jauh dari tempat obat emergensi.
Obat gawat darurat sering digunakan terutama di UDG. Obat tersebut sangat
bermacam-macam. Diantaranya aminofilin digunakan untuk menghilangkan gejala asma,
amiodarone digunakan untuk Henti jantung tak respon (refrakter) terhadap RJP, atropine
digunakan untuk Intoksikasi organofosfat, cedocard digunakan untuk mencegah atau
mengobati nyeri dada (angina), diazepam digunakan untuk mengatasi kejan dan masih
banyak jenis obat emergency lainnya. Mengingat banyaknya jenis-jenis kegawatdaruratan,
dan bermacam-macam pula obat emergensi, sebagai perawat memerlukan pemahaman
sebagai modal sebelum memberikan obat kepada pasien. Sebagai perawat kita harus melihat
kasus per kasus karena setiap kasus akan berbeda pula obat emergensi yang diberikan.
Dengan demikian, pasien akan tertolong dengan pertolongan yang tepat dan tidak ada
kejadian vatal yang diakibatkan oleh kesalahan pemberian obat emergensi.
Dikenal dengan istilah adrenalin, obat ini untuk mengatasai syok anafilaktik akibat
reaksi alergi berat. Syok anafilaktik yang tidak mendapatkan penanganan yang tepat akan
sangat membahayakan nyawa. Selain itu, epinephrine juga digunakan pada tindakan
resuitasi jantung paru (RJP).
Indikasi
Inotropik, bronkodilator, pemanjangan durasi zat anestesi lokal, pengobatan
reaksi alergi, infeksi croup dan pascaintubasi, resusitasi.
Kontraindikasi
Arteriosklerosis serebral, insufisiensi koroner, kardiomiopati dilatasi, anestesi
umum dengan hidrokarbon terhalogenasi atau siklopropana, hipersensitivitas
terhadap epinefrin atau komponennya, persalinan, glaukoma sudut tertutup,
kerusakan otak organik, syok (nonanafilaksis)
Farmakodinamik
Epinephrine adalah katekolamin endogen yang mengaktifkan baik reseptor
adrenergik α dan β. Pada dosis parenteral terapeutik, efek yang menonjol berada pada
reseptor adrenergik β Terjadi peningkatan kontraktilitas miokardium dan frekuensi
jantung, relaksasi otot polos percabangan bronkial, dilatasi pembuluh darah otot
rangka, dan penurunan resistansi perifer total. Pada dosis yang lebih tinggi, efek
adrenergik α menonjol dan terjadi peningkatan resistansi perifer total. Epinephrine
meningkatkan aktivitas uterus, menyebabkan vasokonstriksi uterus dan penurunan
aliran darah uterus. Epinephrine menurunkan laju absorpsi zat anestesi lokal. Obat ini
memperpanjang durasi anestesi dan mengurangi risiko toksisitas sistemik.
Pengurangan waktu onset dan perbaikan kualitas anestesi dapat disebabkan oleh efek
adrenergik α , epinephrine. Efek-efek analgetik epinephrine setinggi medulla spinalis
sebagian dapat disebabkan oleh efek agonis α , dan supresi aktivitas neuron wide
dynamic range (WDR).
Farmakokinetik
Onset Kerja : IV, 30-60 detik; SC, 6-15 menit; intratrakeal, 5-15 detik;
inhalasi 3-5 menit
Puncak : IV, dalam 3 menit
Durasi Kerja : IV, 5-10 menit; intratrakeal 15-25 menit; inhalasi/SC, 1-3 jam
Interaksi/Toksisitas : Aritmia ventrikel (peningkatan risiko dengan penggunaan zat
anestesi volatil, terutama halotan); penurunan aliran darah
ginjal dan outflow urine; peningkatan efek dengan antidepresan
trisiklik dan bretilium; penurunan waktu onset dan
meningkatkan kualitas zat anestesi epidural/spinal (efek
adrenergik α .)
Dosis
Efek samping
1) Sistem Saraf Pusat (SSP)
Kecemasan, ketakutan, menggigil, CVA, disorientasi, pusing, kantuk, rangsangan,
demam, halusinasi, insomnia, sakit kepala, gangguan memori, pusing, gugup,
panik, agitasi psikomotor, gelisah, kejang, kantuk, perburukan sementara penyakit
Parkinson, kesemutan, tremor, kelemahan.
2) Kardiovaskuler
Aritmia, termasuk fibrilasi ventrikel; ketidaknyamanan atau nyeri dada; detak
jantung cepat, tidak teratur, atau lambat; peningkatan curah jantung; iskemia
miokard; palpitasi; vasokonstriksi perifer; hipertensi berat; stres kardiomiopati;
takikardia; vasokonstriksi; ventricular ectopy.
3) EENT (Eye, Ears, Nose, Throat)
Penglihatan kabur, mulut atau tenggorokan kering, miosisi
4) Endokrin
Hiperglikemia pada penderita diabetes
5) GI (gastrointestinal)
Anoreksia, mulas, mual, muntah
6) GU (Gastrourinarius)
Disuria, oliguria, gangguan ginjal
7) Muskulo
Otot berkedut, kejang otot yang parah
8) Respiratori
Dispnea, edema paru
9) Kulit
Kulit dingin, diaforesis, ekimosis, wajah atau kulit memerah atau merah, pucat,
nekrosis jaringan Lainnya: Hiperkalemia; hipokalemia; tempat suntikan dingin,
hipoestesia, infeksi (Clostridia), nyeri, pucat, dan perih.
2. Ephedrine(kurang gambar)
Efedrin adalah alkaloid agen simpatometikyang berpotensi sebagai
dekongestan,bronkodilator,dan anti hipotensi setelah anestsei spinal.
Indikasi
Vapopresor,bronkodilar
Kontraindikasi
Efedrin dikontraindikasikan pada pasien yang memiliki riwayat
hipersensitivitas terhadap obat ini, glaukoma sudut tertutup, dan penggunaan bersama
siklopropan atau halotan.
Farmakodinamik
Obat ini adalah simpatomimetik nonnonkatekolamin dengan kerja
cmpuran,langsung dan tidak langsung.obat ini resisten terhadap metabolisme oleh
monoamine oksidase (MAO) dan katekol-O-metiltransferase (COMT) sehingga
durasi kerja memanjang.Ephedrine meningkatkan curah jantung ,tekanan
darah,frekuensi janting melalui stimulasi adrenergik α dan β.Obat ini meningkatkan
aliran darah coroner dan skeletal serta menimbulkan bronkodilatasi melalui stimulasi
reseptor β.Ephedrine memiliki efek minimal pada aliran darah uterus.Namun,obat ini
memperbaiki aliran darah uterus bila digunakan untuk mengobati hipotensi epidural
atau spinal pada pasien-pasien yang sedang hamil.
Farmakokinetik
Onset Kerja : IV,hamper segera; IM,beberapa menit
Puncak : IV,2-5 menit;IM,< 10 menit
Durasi Kerja : IV/IM,10-60 menit
Interaksi/Toksisitas : Peningkatan risiko aritmia dengan obat anestesi
volatil;diperkuat dengan antidepresan trisiklik;meningkatkan
kosentrasi alveolar minimum (MAC) zat anestei volatile.
Efek samping
1) Kardiovaskular: hipertensi, takikardia, aritmia, nyeri dada, infark miokard
2) Respiratori: bronkodilatasi, edema paru, apnea
3) Neurologi: stroke, gejala stimulasi sistem saraf pusat seperti ansietas, agitasi,
tremor, penurunan kesadaran, halusinasi, delusi, psikosis, konvulsi, keringat
berlebih, midriasis, dan pada overdosis dapat menyebabkan rabdomiolisis
4) Gastrointestinal: mual dan muntah
5) Saluran kemih: dapat menyebabkan relaksasi otot detrusor dan meningkatkan
kontraksi sfingter vesika sehingga menyebabkan retensi urin akut
6) Kulit, mata, telinga, hidung, dan tenggorokan: dapat menyebabkan efek lokal,
seperti dermatitis kontak. Pada penggunaan efedrin tetes hidung topikal jangka
panjang dapat terjadi rebound kongesti nasal.
7) Hematologi: leukopenia
8) Metabolik: gangguan asam basa dan hipokalemia
Dosis :
0,5-25,0 mg/hari.
Dexamethasone Dexamethasone acetate:
acetate: 4-16 mg
IM/intraartikular/
intrajaringan
Edema Dexamethasone Dikurangi setelah 2
Serebral/ phosphate: sampai 4 hari, jika
Peningkatan 10-50 mg (dosis tinggi perlu, secara bertahap
Tekanan IV/IM&IV/PO 0,5-1,5 mg/kg), berkurang selama 5
Intrakranial 4-20 mg (dosis tinggi 0,2- sampai 7 hari kecuali
0,5 mg/kg) setiap 6 jam ada tumor otak yang
1-15 mg (dosis tinggi 0,1- tidak dapat dioperasi
0,4 mg/kg) tiga kali sehari. atau berulang.
Tumor Otak Dexamethasone
Rekuren atau phosphate:
Tidak Dapat IV/IM 2 mg dua atau tiga kali
Dioperasi sehari.
(menghilangka
n peningkatkan
TIK)
Edema Jalan IV Dexamethasone Setiap 6 jam untuk
Napas phosphate: empat sampai enam
10-25 mg (0,2-0,5 mg/ kg) dosis atau sesuai
kebutuhan. Dosis
harus dimulai
sekurang-kurangnya
24 jam sebelum
ekstubasi elektif.
Nyeri Miofasial Dexamethasone
(dengan titik Intrajaringan phosphate: Dapat diulangi dalam
pencetus) 1-4 mg (larutkan dalam 10 1-3 minggu.
mL zat anestesi lokal).
Insufisiensi Dewasa:
adrenokortikal Elixir, Larutan 0,5 sampai 9 mg setiap
Oral, Tablet, hari Sebagai dosis tunggal
IV/IM Anak-anak: atau dalam dosis
Dewasa:
2 sampai 6 mg; 1 sampai 2
mg untuk ganglia
Dewasa:
0,8 hingga 1,6 mg/tempat
injeksi.
Bronkospasme Dexamethasone Turunkan berangsur-
Inhalasi phosphate: angsur dosis
300 µg (tiga inhalasi) tiga dexamethasone jika
atau empat kali sehari. digunakan selama
lebih dari beberapa
hari. Hindari
penggunaan bersama
obat-obat anti-
inflamasi nonsteroid.
Pencegahan Dexamethasone Berikan sebelum
Mual dan IV phosphate: induksi anestesi.
Muntah 4-8 mg Dapat dikombinasi
Pascaoperasi dengan obat-obat anti-
emetik lain seperti
Ondansetron 4 mg IV.
Indikasi
Pengobatan bradikardia sinus/resusitasi kardiopulmonal (CPR), pramedikasi
(vagolisis), pembalikkan blokade neuromuskular (blokade efek muskarinik
antikolinesterase), terapi adjuvan pada pengobatan bronkospasme dan ulkus
peptikum.
Kontraindikasi
Kontraindikasi atropin, apabila terdapat riwayat hipersensitivitas dengan obat
ini, atau komponennya. Peringatan untuk tidak memberikan obat ini pada glaukoma
akut sudut tertutup.
Farmakodinamik
Atropin secara kompetitif mengantagonis aksi asetilkolin pada reseptor
muskarinik. Obat ini mengurangi sekresi saliva, bronkial, serta lambung dan
merelaksasi otot polos bronkial. Tonus dan motilitas gastrointestinal berkurang.
Tekanan sfingter esophagus-bawah menurun dan tekanan intraokular (IOP)
meningkat (karena dilatasi pupil). Pada dosis yang digunakan untuk pramedikasi,
obat ini meningkatkan IOP yang secara klinis tidak signifikan. Dosis besar dapat
menaikkan suhu tubuh dengan mencegah sekresi keringat. Blokade vagal perifer
terhadap sinus dan nodus atrioventrikular meningkatkan frekuensi jantung.
Penurunan sementara frekuensi jantung karena dosis kecil (<0,5 mg pada orang
dewasa) disebabkan oleh efek agonis kolinergik muskarinik perifer yang lemah.
Atropin adalah amina tersier sehingga melewati sawar darah otak. Pada dosis tinggi,
obat ini menstimulasi dan kemudian menekan medulla dan pusat serebral yang lebih
tinggi.
Farmakokinetik
Onset Kerja : IV, 45-60 detik. Intratrakeal, 10-20 detik. IM, 5-40 menit. PO,
0,5-2,0 jam. Inhalasi, 3-5 menit.
Efek Puncak : IV, 2 menit. Inhalasi, 1-2 jam.
Durasi Kerja : IV/IM: Blokade vagal, 1 sampai 2 jam; efek antisialogogue, 4
jam. Inhalasi: blokade vagal, 3-6 jam. Efek antikolinergik
tambahan dengan antihistamin,
Interaksi/Toksisitas : fenotiazin, antidepresan trisiklik, prokainamid,
kuinidin,inhibitor MAO, benzodiazepin, antipsikotik;
peningkatan tekanan intraokular yang dipicu oleh nitrat, nitrit,
agen-agen alkalinisasi, disopiramid, kortikosteroid, haloperidol;
memperkuat simpatis; mengantagonis antikolinesterase dan
metoklopramid; dapat menyebabkan sindrom antikolinergik
sentral (halusinasi, delirium, koma).
Efek Samping
1) Kardiovaskular: Takikardia (dosis tinggi), bradikardia (dosis rendah), palpitasi
2) Pulmonal: Depresi pernapasan
3) SSP: Konfusi, halusinasi, rasa kantuk, excitement, agitasi
4) Genitourinaria: Buang air kecil tersendat, retensi urine
5) Gastrointestinal: Refluks gastroesofagus
6) Okular: Midriasis, penglihatan kabur, peningkatan tekanan intraokular
Dermatologik: Urtikaria
7) Lain-lain: Keringat berkurang, reaksi alergi
5. Aminophilin
Aminophylline digunakan untuk membuka saluran udara dan memudahkan
pernapasan. Obat ini dapat mengatasi dan mencegah batuk, sesak napas, dan mengi pada
penderita asma, penyakit kronis akibat kerusakan kantong udara atau alveolus pada paru-
paru (emfisema), peradangan yang terjadi pada saluran bronkus di dalam paru-paru
(bronkitis kronis), dan penyakit paru-paru lainnya.
Indikasi
Aminofilin diindikasikan untuk meringankan dan mengatasi serangan asthma
bronkial, obstruksi saluran napas reversible yang berhubungan dengan bronkhitis
kronik dan emfisema. Obat-obat xantin terutama teofilin dan bahan-bahan yang
berhubungan dengan teofilin merupakan bronkodilator yang paling banyak
digunakan untuk bronkospasme reversibel sedang dan berat. Selanjutnya, teofilin
juga memperbaiki pertukaran pernafasan dengan peningkatan kontraktilitas
diafragma
Kontraindikasi
Hipersensitivitas terhadap turunan xantin atau komponen etilendiamin, aritmia
jantung. Penggunaan yang aman selama kehamilan (kategori C) dan pada ibu
menyusui belum ditetapkan. Hati-hati penggunaan pada : hipertensi berat, penyakit
jantung, aritmia; gangguan fungsi hati; diabetes mellitus; hiperteroidisme; glaucoma;
hipertrofi prostat; penyakit payudara fibrokistik; riwayat tukak lambung; neonates
dan anak kecil, pasien diatas 55 tahun; PPOK, akut pada influenza atau pasien yang
menerima imunisasi influenza.
Farmakodinamik
Aminophylline merupakan turunan metilxantin yang mempunyai efek
bronkodilator dengan jalan melemaskan otot polos bronkus atau saluran udara,
sehingga dapat meningkatkan aliran udara di paru-paru.
Farmakokinetik
Penyerapan : sebagian besar produk 100% diserap dari saluran GI.
Puncak : IV 30 menit tablet salut 1 jam; pelepasan berkelanjutan 4 – 6 jam.
Durasi : 4 – 8 jam; bervariasi menurut usia, merokok, dan fungsi hati
Distribusi : melintasi plasenta
Metabolism : dimetabolisme secara ekstensif di hati
Eliminasi : obat induk dan metabolitnya diekskresikan oleh ginjal; diekskresikan
dalam ASI
Efek samping
1) Gugup, kurang sitirahat, depresi, insomnia, lekas marah, sakit kepala, pusing,
hiperaktif otot, kejang-kejang, Rash, hiperglikemia
2) CV : aritmia diak, takikardia dengan IV cepat : hiperventilasi, nyeri dada,
hipotensi berat, henti jantung
3) GI : mual, muntah, anoreksia, hematemesis, diare, nyeri epigastrium.
4) Kardiovaskuler: palpitasi, takikardi, aritmia ventrikuler
5) Pernapasan : tachypnea.
6. Dobutamin
Dobutamin adalah obat untuk membantu kerja jantung dalam memompa darah ke
seluruh tubuh pada orang yang mengalami gagal jantung atau syok kardiogenik.
Untuk mengobati syok kardiogenik, obat ini bisa digunakan bersama dopamin.
Indikasi
Indikasi pemberian dobutamin yaitu pada keadaan dimana terjadi
dekompensasi jantung akibat penurunan kontraktilitas atau untuk melakukan
dobutamine stress echocardiography. Dosis dari obat ini berbeda tergantung usia dan
respon terhadap terapi.
Dobutamin memiliki waktu paruh yang pendek, sehingga perlu diberikan sebagai
infus intravena kontinyu. Namun pemberian dobutamin lebih dari 72 jam dapat
menyebabkan toleransi.
Kontraindikasi
Jika digunakan pada pasien dengan riwayat hipersensitivitas terhadap obat ini.
Penggunaan harus berhati-hati karena dapat menyebabkan eksaserbasi detak ektopik
ventrikular. Dobutamin sebaiknya tidak diberikan pada ibu hamil kecuali jika manfaat
lebih besar dibanding risiko.
Farmakodinamik
Farmakodinamik dobutamin adalah sebagai obat inotropik positif pada miokardium.
Farmakodinamik
Dobutamin mengaktivasi adrenoreseptor beta, terutama reseptor beta 1. Selain
reseptor beta 1, dobutamin juga berpengaruh sedikit terhadap reseptor beta-2
dan reseptor alfa. Dobutamin menghasilkan efek inotropik, kronotropik
ringan, aritmogenik, dan vasodilatasi.
Farmakokinetik
Dobutamine tidak aktif ketika diberikan secara oral setelah dilakukan
pemberian secara intravena (iv), kerja awal dobutamine muncul dalam waktu 2
menit sedangkan konsentrasi plasma puncak dan setelah pemberian awal infus 36
hintravena efek obat terjadi dalam waktu 10 menit.
Dobutamine dimetabolisme di dalam hati dan jaringan lain oleh catechol
Omethyltransferase menjadi senyawa inaktif, yaitu 3-O-methyldobutamine, dan
terkonjugasi dengan asam glukuronat dengan waktu paruh plasma dobutamine kurang
lebih 2 menit. Konjugat-konjugat dobutamine dan 3-O-methyldobutamine diekskresi
terutama di dalam urin, dan diekskresi di dalam feses dalam jumlah yang lebih kecil
Efek Samping Dobutamin
Efek Samping dan Bahaya Dobutamin
1. Sakit kepala.
2. Demam.
3. Mual atau muntah.
4. Merasa gelisah.
5. Kram kaki.
6. Nyeri, bengkak, atau perubahan warna kulit di area suntikan.
Dosis
Dosis awal penggunaan dobutamin untuk kondisi gagal jantung bagi orang
dewasa adalah 2,5–10 mcg/kgBB per menit. Dosis dapat disesuaikan menjadi 0,5–40
mcg/kgBB per menit, tergantung respons tubuh pasien.
Sementara itu, dosis untuk bayi hingga anak-anak usia 18 tahun adalah 5 mcg/kgBB
per menit.
7. Ondansetron
Indikasi
Mual dan muntah akibat kemoterapi dan radioterapi, pencegaha mual dan
mmuntah pasca operasi
Kontraindikasi
pada pasien yang pernah mengalami hipersensitivitas terhadap obat ini dan
kombinasi dengan apomorphin karena dapat menimbulkan hipotensi dan penurunan
kesadaran dan sindroma perpanjangan interval QT bawaan.
Farmakodinamik
Ondansetron adalah obat yang digunakan untuk mencegah serta mengobati
mual dan muntah yang bisa disebabkan oleh efek samping kemoterapi, radioterapi,
atau operasi. Obat ini hanya boleh dikonsumsi dengan resep dokter. Ondansetron
bekerja dengan menghambat ikatan serotonin pada reseptor 5HT3, sehingga membuat
penggunanya tidak mual dan berhenti muntah. Ondansetron tersedia dalam bentuk
tablet 4 mg dan 8 mg, tablet salut selaput, sirop, suppositoria, serta suntik.
Ondansetron adalah sebagai antagonis terhadap reseptor serotonin 5-HT3.
Ondansetron adalah golongan antagonis reseptor serotonin (5-HT3) merupakan obat
yang selektif menghambat ikatan serotonin dan reseptor 5- HT3. Obat-obat anestesi
akan menyebabkan pelepasan serotonin dari sel-sel mukosa enterochromafin dan
dengan melalui lintasan yang melibatkan 5- HT3 dapat merangsang area postrema
menimbulkan muntah. Pelepasan serotonin akan diikat reseptor 5-HT3 memacu
aferen vagus yang akan mengaktifkan refleks muntah. Serotonin juga dilepaskan
akibat manipulasi pembedahan atau iritasi usus yang merangsang distensi
gastrointestinal Obat ini didistribusikan terikat dengan protein plasma darah sebanyak
70-76%.
Farmakokinetik
Farmakokinetik ondansetron adalah bersirkulasi dengan ikatan terhadap
protein plasma darah. Ondasetron dapat diberikan secara oral dan parenteral. Pada
pemberian oral, dosis yang diberikan adalah 4-8mg?kgBB. Pada intravena diberikan
dosis tunggal ondansetron 0,1mg/BB sebelum operasi atau bersamaan dengan induksi.
Pada pemberian oral, obat ini diabsorbsi secara cepat. Ondansetron dieliminasi
dengan cepat dari tubuh. Metabolisme obat ini terutama secara hidroksilasi dan
konjugasi dengan glukoronida atau sulfat di hati. Pada disfungsi hati terjadi
penurunan kadar plasma dan berpengaruh pada dosis yang diberikan. Kadar serum
dapat berubah pada pemberian bersama fenitoin, fenobarbital dan rifampin
Efek samping
Keluhan yang umum ditemukan ialah konstipasi. Gejala lain dapat berupa
sakit kepala, flushing, mengantuk, gangguan saluran cerna, nyeri dada, susah
bernapas dan sangat umum: sakit kepala; umum: sensasi hangat atau kemerahan,
konstipasi, reaksi lokasi injeksi, tidak umum: kejang, gangguan gerakan (termasuk
reaksi ekstrap iramidal seperti reaksi distoni, oculogyric crisis, diskinesia), aritmia,
nyeri dada dengan atau tanpa depresi segmen ST, bradikardi, cegukan, peningkatan
uji fungsi hati tanpa gejala; jarang: reaksi hipersensitivitas yang terjadi segera dan
kadang berat termasuk anafilaksis, pusing saat pemberian intravena secara cepat,
gangguan penglihatan sepintas (pandangan kabur) setelah mendapat obat intravena;
sangat jarang: kebutaan sementara selama pemberian intravena.
Dosis
Dewasa, kemoterapi dan radioterapi yang menyebabkan muntah tingkat
sedang: oral: 8 mg, 1-2 jam sebelum terapi atau injeksi intravena lambat, 8 mg sesaat
sebelum terapi, dilannjutkan dengan 8 mg oral tiap 12 jam sampai dengan 5 hari,
muntah berat karena kemoterapi: oral: 24 mg, 1-2 jam sebelum terapi atau injeksi
intravena lambat, 8 mg sebelum terapi, diikuti dengan 8 mg dengan interval 4 jam
untuk 2 dosis berikutnya (atau diikuti dengan infus intravena 1 mg/jam sampai 24
jam) kemudian diikuti 8 mg oral tiap 12 jam sampai 5 hari. Sebagai alternatif, infus
intravena lebih dari 15 menit, 16 mg sesaat menjelang terapi, diikuti dengan 8 mg
dengan interval 4 jam untuk 2 dosis berikutnya, kemudian diikuti 8 mg oral tiap 12
jam sampai 5 hari, pencegahan mual dan muntah setelah pembedahan: oral: 8 mg 1
jam sebelum anestesi diikuti dengan 8 mg interval 4 jam untuk 2 dosis berikutnya atau
injeksi injeksi intravena lambat atau intramuskular 4 mg induksi pada anestesi,
pengobatan mual dan muntah setelah pembedahan: injeksi intramuskular atau
intravena lambat: 4 mg dosis tunggal sewaktu induksi anestesi; anak: pencegahan dan
pengobatan mual dan muntah kemoterapi dan radioterapi: (6 bulan-18 tahun) infus
intravena lebih dari 15 menit, 5 mg/m 2 segera menjelang terapi atau oral 150 mcg/kg
bb seg era menjelang terapi (maksimal dosis 8 mg) diulang setiap 4 jam untuk 2 dosis
berikutnya, kemudian dilanjutkan oral untuk berat badan ≤ 10 kg, 2 mg setiap 4 jam
sampai 5 hari, untuk berat badan > 10 kg 4 mg setiap 4 jam sampai 5 hari (maksimal
dosis per hari maksimal 32 mg), pengobatan mual dan muntah setelah pembedahan:
(1 bulan-18 tahun) injeksi intravena lambat, 100 mcg/kg bb (maksimal 4 mg)
sebelum, selama dan setelah induksi anestesi.
8. Defenhidramin
Difenhidramin atau diphenhydramine adalah obat untuk mengendalikan tanda-tanda alergi.
Obat ini tersedia dalam bentuk tablet dan kapsul, sirup suspensi, dan injeksi. Kementerian
Kesehatan menentukan, obat dalam bentuk tablet dan sirup suspensi tergolong obat bebas
terbatas. Difenhidramin injeksi adalah obat keras sehingga hanya bisa didapatkan dengan
resep dokter.
Difenhidramin berguna untuk meredakan gejala pilek dan reaksi alergi, seperti hidung
tersumbat, bersin-bersin, tenggorokan gatal, mata berair, dan ruam kulit.Difenhidramin
adalah obat antialergi antihistamin, yakni bekerja dengan menghalangi efek bahan kimia
tertentu (histamin) penyebab reaksi alergi. Beberapa alergi bisa muncul akibat terbakar sinar
matahari, gigitan serangga, iritasi kulit ringan, atau alergi makanan. Selain untuk alergi,
diphenhydramine berguna untuk mengatasi mabuk perjalanan, memicu kantuk agar tidur,
serta mengendalikan gerak tubuh yang abnormal pada penderita Parkinson.
Indikasi
Kontraindikasi
Obat diphenhydramine tidak boleh diberikan untuk penderita asma, glaukoma sudut
sempit, benign prostatic hyperplasia, ulkus peptik stenosis, obstruksi piloroduodenal,
obstruksi kantung kemih dan porfiria. Efek antikolinergik dari obat diphenhydramine dapat
menyebabkan retensi urin pada pasien yang menderita benign prostatic hyperplasia. Untuk
pasien dengan glaukoma sudut sempit, pemberian obat diphenhydramine dapat memperparah
kondisi tersebut. Obat diphenhydramine juga tidak bisa diberikan untuk neonatus dan bayi
lahir prematur sehingga ibu menyusui dengan bayi neonatus dan prematur sebaiknya tidak
mengkonsumsi obat ini.
Farmakodinamik
Farmakokinetik
Efek sampingan
Beberapa efek samping obat yang bisa muncul setelah menggunakan difenhidramin adalah:
1. Jantung berdebar,
2. sulit buang air kecil dan urine sedikit,
3. kebingungan dan ingin pingsan,
4. sensasi otot kencang di bagian leher dan rahang,
5. lidah terasa tak terkendali,
6. pusing,
7. mengantuk,
8. kehilangan koordinasi,
9. mulut, hidung, dan tenggorokan kering,
10. sembelit dan sakit perut,
11. mata kering,
12. penglihatan kabur, dan
13. kantuk di siang hari atau merasa mabuk setelah penggunaan di malam hari.
Berhenti gunakan obat ini dan segera cari bantuan medis darurat jika Anda mengalami tanda
reaksi alergi obat, seperti:
sulit bernapas,
ruam kulit,
bengkak pada wajah, bibir, tenggorokan, atau lidah, dan
gatal-gatal.
Kulit
Kulit dingin, diaforesis, ekimosis, wajah atau kulit memerah atau merah, pucat, nekrosis
jaringan Lainnya: Hiperkalemia; hipokalemia; tempat suntikan dingin, hipoestesia, infeksi
(Clostridia), nyeri, pucat, dan perih
Dosis
Untuk mengatasi alergi dan perjalanan, dosis difenhidramin tablet, kapsul, dan sirup pun
dibagi berdasarkan usia.
Dewasa: untuk usia 12 tahun ke atas, 25–50 mg sebanyak 3–4 kali sehari, dosis
maksimal sebanyak 300 ml per hari. Untuk mencegah mabuk perjalanan, minum obat
30 menit sebelum berada di dalam kendaraan.
Anak-anak: untuk usia 2–6 tahun, konsumsi sebanyak 6,25 mg setiap 4–6 jam. Untuk
anak-anak 6–12 tahun, minum obat 12,5–25 mg setiap 4–6 jam.
Sementara, bila penggunaan obat sirup dan tablet tidak menunjukkan pemulihan gejala, dosis
obat difenhidramin injeksi yang diberikan sebagai berikut.
Dewasa: 10–50 mg sehari, bila diperlukan, bisa ditingkatkan hingga 100 mg sehari,
maksimal dosis sehari sebesar 400 mg.
Anak-anak: 5 mg/kg berat badan sehari atau 150 mg/m2 sehari yang terbagi menjadi 4
dosis, maksimal sebesar 300 mg per hari.
Untuk orang dengan usia 60 tahun ke atas, reaksi obat bisa jadi lebih kuat sehingga
membutuhkan dosis yang lebih kecil.
9. Ranitidin
Ranitidin, suatu obat golongan antagonis H2, adalah obat yang menurunkan
produksi asam lambung. Obat ini umumnya digunakan dalam pengobatan penyakit
ulkus peptikum, penyakit refluks gastroesofagus, dan sindrom Zollinger-Ellison.
Terdapat juga bukti tentatif manfaat untuk hives.
Indikasi
Tukak lambung dan tukak duodenum, refluks esofagitis, dispepsia episodik
kronis, tukak akibat AINS, tukak duodenum karena H.pylori, sindrom Zollinger-
Ellison, kondisi lain dimana pengurangan asam lambung akan bermanfaat.
Kontraindikasi
Penderita yang diketahui hipersensitif terhadap ranitidine
Farmakodinamik
Ranitidine HCI adalah suatu histamin antagonis reseptor H2 yang menghambat
kerja histamin secara kompetitif pada reseptor H2 dan mengurangi sekresi asam
lambung. Pada pemberian IM/IV kadar dalam serum yang diperlukan untuk
menghambat 50% perangsangan sekresi asam lambung adalah 36-94 mg/mL. Kadar
tersebut bertahan selama 6-8 jam. Pada pemberian oral Ranitidine HCI diabsorpsi
50% setelah pemberian oral. Konsentrasi puncak plasma dicapai 2-3 jam setelah
pemberian dosis 150 mg. Absorpsi tidak dipengaruhi secara signifikan oleh makanan
dan antasida. Ranitidine HCI diekskresi melalui urin.
Farmakokinetik
Onset kerja : IV/IM, <15 menit; PO, <30 Menit
Efek Puncat : IV/IM, 1-2 jam; PO, 2-3 jam
Durasi Kerja : IV/IM, 6-8 jam; PO, 8-12 jam
Interaksi/Toksisitas :Absorpsi berkurang jika diberikan bersama antacid: dapat
mengurangi absorpsi diazepam; dapat meningkatkan efek hipoglikemik dari glipizid;
dapat mengganggu klirens warfarin; dapat mengantagonis blokade neuromuskular
relaksan otot nondepolarisasi (melalui efek antikolinesterase Intrinsik): dapat
memperkuat blokade depolarisasi suksinilkolin.
Efek Samping
Sakit kepala, Sembelit, Diare, Mual, Muntah, Sakit perut
Dosis
10. Lidokain
Lidokain dapat digunakan untuk meredakan rasa sakit pada bagian tubuh sebelum
dilakukan penanganan medis. Obat ini juga bisa menghilangkan rasa sakit karena luka
bakar, luka gores, gigitan serangga, tanaman beracun dalam bentuk salep atau krim.
Lidokain juga bisa digunakan dengan cara disemprotkan sebelum melakukan prosedur
medis. Salah satunya saat pemasangan selang alat bantu napas pasien. Untuk
penggunaannya injeksi atau suntikan dapat digunakan untuk mengatasi aritmia. Serta
untuk membuat mati rasa pada proses penjahitan luka atau operasi.
Indikasi
Lidokain sering digunakan secara suntikan untuk anesthesia infiltrasi, blokade
saraf, anesthesia spinal, anesthesia epidural ataupun anesthesia kaudal, dan secara
setempat untuk anesthesia selaput lendir. Pada anesthesia infiltrasi biasanya
digunakan larutan 0,25-0,50% dengan atau tanpa epinefrin. Tanpa epinefrin dosis
total tidak boleh melebihi 200 mg dalam waktu 24 jam, dan dengan epinefrin tidak
boleh melebihi 500 mg untuk jangka waktu yang sama (Christoper.Wu, MD 2009).
Kontraindikasi
Hipovolemia, blokade jantung total; jangan gunakan larutan mengandung
adrenalin untuk anestesi pada appendages.
Farmakodinamik
Lidokain (xilokain) adalah anestetik lokal kuat yang digunakan secara luas
dengan pemberian topical dan suntikan. Anesthesia terjadi lebih cepat, lebih kuat,
lebih lama dan lebih ekstensif daripada yang ditimbulkan prokain pada konsentrasi
yang sebanding. Lidokain merupakan aminoetilamid dan merupakan prototip dari
anestetik lokal golongan amida. Larutan lidokain 0,5 % digunakan untuk anesthesia
infiltrasi, sedangkan lauran 1,0-2% untuk anesthesia blok dan topikal. Anestetik ini
efektif bila digunakan tanpa vasokonstriksor, tetapi kecepatan absorpsi dan
toksisitasnya bertambah dan masa kerjanya lebih pendek. Lidokain merupakan obat
terpilih bagi mereka yang hipersensitif terhadap anestetik lokal golongan ester.
Lidokain dapat menimbulkan kantuk (Abourahmane K.M, 2007).
Farmakokinetik
Farmakokinetik lidocaine bekerja dengan cepat dan didistribusikan berikatan
dengan protein. Absorpsi lidocaine sangat baik. Apabila diberikan secara intravena,
onset kerja adalah 45-90 detik, dengan durasi 10-20 menit. Apabila digunakan secara
infiltrasi pada jaringan, onset kerja 1-5 menit.
Mekanisme kerja lidocaine bergantung pada dosis dan waktu. Semakin besar dosis
yang diberikan, maka semakin banyak kanal sodium yang terinhibisi. Efek inhibisi ini
bersifat reversibel dan akan semakin berkurang seiring bertambahnya waktu. Selain
itu, mekanisme kerja lidocaine juga dipengaruhi oleh pH. Jaringan yang sedang
meradang memiliki pH rendah sehingga efek lidocaine terhambat. Afinitas lidocaine
terhadap kanal ion sodium yang aktif lebih tinggi dibandingkan dengan kanal yang
tidak aktif. Oleh karena itu, neuron dalam keadaan terstimulasi lebih mudah terkena
efek lidocaine.
Efek Samping
Efek samping lidokain biasanya berkaitan dengan efeknya terhadap sistem
saraf pusat, misalnya mengantuk, pusing, parestesia, kedutan otot, gangguan mental,
koma, dan bangkitan. Mungkin sekali metabolit lidokain yaitu monoetilglisin xilidid
dan glisin xilidid ikut berperan dalam timbulnya efek samping ini (Rusda,2004).
Lidokain dosis berlebihan dapat menyebabkan kematian akibat fibrilasi ventrikel, atau
oleh henti jantung (Rusda, 2004).
Dosis
Anestesi infiltrasi, dengan injeksi, sesuai dengan bobot pasien dan sifat
pembedahan, maksimum 200 mg (atau 500 mg bila diberikan dalam larutan
adrenalin)- lihat juga cara pemberian di atas dan peringatan penting di bawah.
Anestesi regional intravena dan blokade syaraf, konsultasikan dengan spesialis.
Anestesi permukaan, kekuatan yang biasa 2-4%, lihat preparat di bawah.
Penting: dosis yang diizinkan seperti tersebut di atas mungkin tidak tepat untuk
beberapa keadaan dan harus dikonsultasikan dengan spesialis.
11. Dopamine
Indikasi
Obat dopamin diindikasikan untuk penanganan hipotensi, terutama pada syok sepsis
dan kardiogenik. Dosis dopamin yang diberikan berkisar dalam rentang
2-20mcg/kg/menit, dosis ini diatur sesuai dengan respon hemodinamik yang diinginkan.
Batas maksimal dosis dopamin adalah 50 mcg/kg/min. Kemampuan dopamin sebagai
inotropik dan vasopressor membuat dopamin menjadi pilihan dalam tata laksana syok
kardiogenik dan syok sepsis. Dopamin juga dapat diberikan untuk bradikardia simtomatik
dengan nadi <50 kali/menit yang diikuti dengan hipotensi dan tidak dapat diatasi dengan
pemberian atropine.
Kontra indikasi
Kontraindikasi dopamin pada pasien pheochromocytoma, fibrilasi ventrikel dan
takiaritmia yang belum terkoreksi, serta bila terdapat riwayat hipersensitivitas terhadap
obat. Peringatan untuk berhati-hati menggunakan obat ini pada pasien yang mendapat
obat monoamine oxidase inhibitor seperti rasagiline dan phenelzine karena terjadi
peningkatan durasi dan efek dopamin. Dopamin dikontraindikasikan pada pasien
dengan pheochromocytoma yaitu tumor kelenjar adrenal yang mensekresikan
katekolamin. Dopamin juga sebaiknya tidak diberikan pada pasien yang hipersensitivitas
terhadap dopamin serta pasien fibrilasi ventrikel dan takiaritmia yang belum terkoreksi.
Farmakodinamik
Dopamine adalah katekolamin alamiah yang bekerja secara langsung pada reseptor
alfa, beta, dan dopaminergic; secara tidak langsung bekerja melepaskan norepinefrin dari
tempat penyimpanannya. Pada dosis rendah (1-3 mg/kg/menit), dopamine secara spesifik
meningkatkan aliran darah ke pembuluh darah ginjal, mesenteric, coroner, dan serebral
dengan mengaktivasi reseptor dopamine. Peningkatan laju filtrasi glomerular dan ekskresi
natrium menyertai peningkatan aliran darah ginjal.
Infus dopamine pada 2-10 mg/kg/menit merangsang reseptor-adrenergik beta pada
jantung, menyebabkan peningkatan kontraktilitas miokardium, stroke volume, curah
jantung. Dosis tinggi (lebih dari 10 mg/kg/menit) merangsang reseptor adrenergic alfa,
menyebabkan peningkatan resistansi vascular perifer, penurunan aliran darah ginjal, dan
peningkatan potensi aritmia (terutama dengan penggunaan zat anestesi volatile).
Dopamine meningkatkan resistansi vascular dan menurunkan aliran darah uterus.
Farmakokinetik
Peningkatan resiko aritmia supraventricular dan aritmia ventricular dengan penggunaan
zat anestesi volatile; kemungkinan nekrosis pada pasien-pasien dengan penyakit oklusi
pembuluh darah; inaktivasi dalam larutan alkali, seperti natrium bikarbonat, furosemide;
penggunaan bersama fenitoin dapat menyebabkan serangan kejang, hipotensi berat, dan
bradikardia.
Dosis
1. Infus: 1-20 mg/kg/menit. Pada kondisi lanjut dekompensasi sirkulasi, aman
menggunakan kecepatan infus sampai dengan melebihi 50 mg/kg/menit.
2. Norepinefrin biasanya ditambahkan jika dosis dopamine lebih dari 20 mg/kg/menit
diperlukan untuk mempertahankan tekanan darah selama resusitasi.
3. Pada dosis tinggi, volume infus dapat dikurangi dan memberikan larutan dopamine
yang lebih pekat (sampai dengan 3,2 mg/mL).
Efek samping
1. Kardiovaskular: aritmia, angina, blok atrioventikular, hipotensi, hipertensi,
vasokonstriksi
2. Pulmonal: dipsnea
3. SSP: nyeri kepala, ansietas
4. Gastrointestinal: mual dan muntah
5. Dermatologic: piloereksi
6. Gangrene ekstremitas pada pemberian dosis tinggi yang lama
DAFTAR PUSTAKA
Aruna Ramesh, Lalit Mehdiratta, Tarlika Parima, Sandeep Sahu, Sukhminder Jit Singh
Bajwa. (2020 / 2021). A Great Career Field For the Anaesthesiologist. Emergency
Medicine, 61 - 75.
Learning, J. &. (2021). Nurses's Drug Handbook. Burlington: Ascend Learning Company.
Mort, T. C. (2007). Anesthesia practice in the emergency department : overview, with a focus
on airway management. Anaesthesia Outside theh Operationg Room, 375 - 378.
Titiek Suharti, Yustiana Olfah, Abdul Majid. (2016). FAKTOR - FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI KESIAPAN PERAWAT ANESTESI MELAKUKAN
TINDAKAN GENERAL ANESTESI DI RSUP MATARAM NTB. Journal of
Health, 1 - 7.
https://www.alomedika.com/obat/obat-kardiovaskuler/obat-syok-kardiogenik-dan-sepsis/
dobutamin/Farmakodinamik Diakses pada tanggal 29 Januari 2022 Pukul 21.10
WITA
https://www.alomedika.com/obat/obat-kardiovaskuler/obat-syok-kardiogenik-dan-sepsis/
dobutamin/kontraindikasi-dan-peringatan Diakses Pada Tanggal 29 Januari Pukul
21.50 WITA
https://www.alomedika.com/obat/obat-kardiovaskuler/obat-syok-kardiogenik-dan-sepsis/
dobutamin/indikasi-dan-dosis#:~:text=Indikasi%20pemberian%20dobutamin
%20yaitu%20pada,usia%20dan%20respon%20terhadap%20terapi. Diakses pada
tanggal 29 Januari 2022 Pukul 22.00 WITA
Shannon Margaret T., Wilson Billie Ann. (1992). Govoni & Hayes drugs and nursing
implications (7th ed). United States Of America : Cracom Corporation.
https://www.alomedika.com/obat/obat-untuk-saluran-cerna/antiemetik/ondansetron/efek-
samping-dan-interaksi-obat Diakses pada tanggal 28 Januari Pukul 18.25
http://pionas.pom.go.id/monografi/ondansetron#:~:text=Indikasi%3A,mual%20dan%20muntah
%20pasca%20operasi. Diakses pada tanggal 28 Januari Pukul 20.00