Anda di halaman 1dari 39

MAKALAHFARMAKODINAMIK ANETESIOLOGI OBAT EMERGENCY

disusun oleh :

Kelompok 1
1. Reza Dwi Pratiwi P07120320001
2. Aisyah Nur Rohmah P07120320005
3. Edelsa Novita Wattimena P07120320008
4. Maudi Zahratul Iffah P07120320009
5. Nurul Fitriati Handayani P07120320018
6. Nabilah Khairiyah P07120320022
Tisnayana
7. Aulia Intan Puri W P07120320024
8. Maria Virginia Melinda T P07120320026
9. Yeni Safitri P07120320031
10. Yeling Yulianingsih P07120320039
11. Azizah Widya Rahmatia P07120320043
STKA
12. Yosua Krisnadi P07120320047
Semester 4 (Kelas A)

Dosen Pengajar :

Bapak Abdul Ghofur, S.Kp., M. Kes

Program Studi Sarjana Terapan Keperawatan Anestesiologi

Jurusan Keperawatan

Politeknik Kesehatan Kemenkes Yogyakarta


2022

A. Penjelasan Umum Obat Emergency Anestesi


Obat merupakan zat atau bahan atau paduan bahan yang digunakan untuk mencegah,
mendiagnosa, menyembuhkan, mengurangi gejala penyakit, memulihkan kesehatan dan
untuk memperbaiki atau memperelok tubuh (Dinkes, 2013).
Berdasarkan sifat pemakaiannya, obat-obat yang tertuang dalam Formularium Rumah
Sakit dibedakan dalam dua jenis yaitu obat gawat darurat dan obat bukan gawat darurat. Obat
gawat darurat merupakan sebagian dari obat obatan yang harus ada dalam persediaan
ruangan, obat ini mutlak harus selalu tersedia di setiap ruangan karena pengaruhnya yang
begitu besar terhadap pelayanan yang terkait yaitu mengembalikan fungsi sirkulasi dan
mengatasi keadaan gawat darurat lainnya dengan menggunakan obat-obatan (Hadiani, 2013).
Dalam upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien, rumah sakit wajib memiliki
sediaan farmasi dan alat kesehatan yang dapat digunakan dalam penanganan kasus
emergensi. Sediaan emergensi yang dimakasud adalah obat – obat yang bersifat life saving
atau life threatening beserta alat kesehatan yang mendukung kondisi emegensi. Untuk itu
pengelolaan obat emergensi menjadi hal yang penting dan menjadi tanggung jawab bersama,
baik dari instalasi farmasi sebagai penyedia sediaan farmasi dan alat kesehatannya, serta
dokter dan perawat sebagai pengguna. Selain itu pengelolaan sediaan emergensi ini masuk di
dalam standar Akreditasi Rumah Sakit yaitu standar Managemen Penggunaan Obat (MPO)
dan Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Obat gawat darurat merupakan sebagian
dari obat obatan yang harus ada dalam persediaan ruangan, obat ini mutlak harus selalu
tersedia di setiap ruangan karena pengaruhnya yang begitu besar terhadap pelayanan yang
terkait yaitu mengembalikan fungsi sirkulasi dan mengatasi keadaan gawat darurat lainnya
dengan menggunakan obat-obatan.
Obat gawat darurat bersifat life saving yang diperlukan pada keadaan gawat darurat
untuk menyelamatkan jiwa atau mencegah terjadinya kematian dan kecacatan seumur hidup.
Berdasarkan kekritisan waktu pemberian obat kepada pasien obat gawat darurat dibedakan
menjadi kategori yaitu Obat kategori Vital, Essential dan Desirable (VED). Obat kategori
Vital adalah obat yang sangat dibutuhkan pasien dengan segera untuk menyelamatkan hidup,
obat kategori ini mutlak tersedia sepanjang waktu dalam persediaan ruangan. Kekosongan
obat jenis ini akan berakibat fatal dan tidak dapat ditoleransi. Obat kategori Essential adalah
obat yang dibutuhkan oleh pasien, kekritisan waktu pemberian obat lebih rendah
dibandingkan kategori vital, masih ada toleransi kekosongan selama tidak lebih dari 24 jam.
Obat kategori Desirable adalah obat yang dibutuhkan oleh pasien, kekritisan waktu
pemberian obat paling rendah dibandingkan Vital dan Essential, masih ada toleransi
kekosongan selama tidak lebih dari 48 jam.
Menurut Permenkes nomor 72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit, pengelolaan obat emergensi harus menjamin beberapa hal sebagai berikut :
1. Jumlah dan jenis obat emergensi sesuai dengan standar/daftar obat emergensi yang sudah
ditetapkan rumah sakit
2. Tidak boleh bercampur dengan persediaan obat untuk kebutuhan lain
3. Bila dipakai untuk keperluan emergensi harus segera diganti
4. Dicek secara berkala apakah ada yang kadaluarsa
5. Dilarang dipinjam untuk kebutuhan lain Dalam pengelolaan obat emergensi, rumah sakit
seharusnya memiliki kebijakan maupun prosedur agar lebih mudah dan tertata dalam
pelaksanaannya.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait dengan pengelolaan obat emergensi di
antaranya adalah penentuan jenis serta jumlah sediaan emergensi, penyimpanan, penggunaan,
dan penggantian sediaan emergensi. Rumah sakit harus menyediakan lokasi penyimpanan
obat emergensi untuk kondisi kegawatdaruratan. Obat emergensi harus tersedia pada unit-unit
dan dapat terakses segera saat diperlukan di rumah sakit. Idealnya obat-obat emergensi harus
ada pada setiap unit perawatan atau pelayanan. Jika terkendala dengan jumlahnya, maka obat-
obat tersebut bisa ditempatkan pada titik-titik lokasi yang sering atau rawan terjadi kondisi
emergensi.

Apabila terjadi keadaan emergensi yang jauh dari lokasi perawatan atau tempat
sediaan emergensi, maka untuk pertolongannya dapat dilakukan dengan cara pemanggilan
tim code blue rumah sakit. Rumah sakit sebaiknya menetapkan daftar obat emergensi yang
sama untuk setiap unit perawatan. Daftar tersebut dapat berisi nama obat, kekuatan sediaan,
bentuk sediaan dan jumlah. Alangkah baiknya juga disediakan daftar dosis untuk obat
emergensi. Daftar obat emergensi dapat ditempatkan/ditempel pada tempat penyimpanan obat
emergensi agar memudahkan dokter/perawat yang akan memakai obat tersebut. Obat-obat
emergensi tidak boleh dicampur dengan obat lain dan dapat disimpan pada troli, kit, lemari,
tas atau kotak obat emergensi sesuai dengan kebutuhan unit. Perbedaan tempat penyimpanan
tersebut menyesuaikan dengan isi dan kebutuhan unit tersebut, sebagai contoh untuk troli bisa
ditempatkan defibrilator, sedangkan tas emergensi lebih mudah dibawa oleh petugas
kesehatan untuk menjangkau lokasi yang jauh dari tempat obat emergensi.
Obat gawat darurat sering digunakan terutama di UDG. Obat tersebut sangat
bermacam-macam. Diantaranya aminofilin digunakan untuk menghilangkan gejala asma,
amiodarone digunakan untuk Henti jantung tak respon (refrakter) terhadap RJP, atropine
digunakan untuk Intoksikasi organofosfat, cedocard digunakan untuk mencegah atau
mengobati nyeri dada (angina), diazepam digunakan untuk mengatasi kejan dan masih
banyak jenis obat emergency lainnya. Mengingat banyaknya jenis-jenis kegawatdaruratan,
dan bermacam-macam pula obat emergensi, sebagai perawat memerlukan pemahaman
sebagai modal sebelum memberikan obat kepada pasien. Sebagai perawat kita harus melihat
kasus per kasus karena setiap kasus akan berbeda pula obat emergensi yang diberikan.
Dengan demikian, pasien akan tertolong dengan pertolongan yang tepat dan tidak ada
kejadian vatal yang diakibatkan oleh kesalahan pemberian obat emergensi.

B. Implikasi/Peran Penata Anestesi


Peraturan menteri kesehatan sangat membatasi wewenang perawat anestesi
disbanding dengan Permenkes 779/Menkes/SK/VIII/2008 yang memberikan wewenang lebih
luas bagi perawat anestesi untuk melaksanakan tindakan anestesi dan reanimasi pada kondisi
tidak ada dokter spesialis anestesi. Namun dalam Permenkes 519/MENKES/PER/III/2011
memberikan peluang kepada setiap rumah sakit untuk mengatur pelimpahan wewenang
medis bagi rumah sakit yang tidak mempunya tenaga dokter spesialis anestesiologi. Dalam
Bab V Permenkes 519/MENKES/PER/III/2011 disebutkan bahwa untuk dapat
terselenggaranya pelayanan anestesi pada rumah sakit yang tidak mempunyai dokter spesialis
anestesiologi, diperlukan pemberian kewenangan tanggung jawab medis anestesiologi kepada
dokter PPDS (Program Pendidikan Dokter Spesialis) atau dokter lain. Prosedur pemberian
wewenang diatur dalam peraturan internal Rumah Sakit mengikuti peraturan perundang –
undangan yang berlaku. Dengan demikian rumah sakit dapat mengatur sendiri tentang
pelimpahan wewenang medis anestesiologi sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya merujuk
pada peraturan yang berlaku.
Pelayanan keperawatan anestesi yang berkualitas sangat dipengaruhi oleh factor balas
jasa yang adil dan layak, penempatan yang tepat sesuai dengan keahliannya, berat ringannya
pekerjaan dan sifat pekerjaan yang monoton, suasana dan lingkungan pekerjaan, peralatan
yang menunjang, serta sikap pimpinan atau supervisor dalam memberikan bimbingan dan
pembinaan. Pengembangan karir perawat anestesi merupakan suatu perencanaan dan
penerapan rencana karir dapat digunakan untuk penempatan perawat anestesi pada jenjang
yang sesuai dengan keahliannya, serta menyediakan kesempatan yang lebih baik sesuai
dengan kemampuan dan potensi perawt anestesi. Hal ini akan meningkatkan kualitas kerja
perawat anestesi, akan berusaha mengontrol karirnya dan memilih karir yang lebih baik
sehingga ia terus berprestasi dan memperoleh kepuasan kerja.
Secara global, sekarang, perawatan anestesi tidak hanya diberikan di operasi local
arena ruang saja tetapi di seluruh institusi. Pada pemeriksaan lebih dekat, banyak layanan
yang diberikan pada departemen darurat yang sepadan dengan pengembangan dokter
spesialisi gawat darurat telah mengisi kokosongan yang penting, sehingga memungkinkan
peran yang diperluas sebagai responden pertama untuk perawatan akut dengan sederet
kompetensi. Dari banyaknya kompetensi inilah yang sangat dekat dengan spesialis anestesi.
Layanan sedasi analgesia, manajemen akut dan kronis masalah nyeri, triage dan perawatan
pasien trauma dan kinerja prosedur bedah darurat, dan lain sebagainya. Mempunyai
wewenang dan tanggung jawab dalam tim anestesi untuk kelancaran pelaksanaan pembiusan
adalah peran perawat anestesi. Peran perawat anestesi mulai dari tahap pra operasi, intra
operasi dan pasca operasi. Pada tahap praoperasi, perawat anestesi berperan untuk melakukan
sign-in bersama dengan dokter anestesi. Tahap intra operatif, perawat anestesi bertanggung
jawab terhadap kesiapan instrument anestesi, manajemen pasien termasuk posisi pasien yang
aman bagi aktivitas anestesi dan efek yang ditimbulkan dari anestesi (Muttaqin & Sari – 2009
). Spesialisasi gawat darurat telah melahirkan sejumlah besar penelitian dan literatur yang
diterbitkan untuk memajukan perawatan rutin dan manajemen pasien sulit jalan napas dan
sedasi/analgesia/anestesi dalam dalam pengaturan darurat.
Ahli anestesi memahami resusitasi kritis, anestesi regional dan manajemen nyeri.
Pengetahuan dan keterampilan mereka yang beragam di bidang ini memungkinkan mereka
untuk merawat medis dan darurat bedah sebagai EP (Emergency Physians). Seorang ahli
anestesi menjadi petugas medis yang unik dengan kemahiran klinis dan disiplin, kemampuan
untuk bekerja dalam masa krisis dan kekacauan dengan pikiran yang sehat, kemampuan dan
keterampilan pengambilan keputusan yang cepat, maanajemen jalan napas, penggunaan
dalam kehidupan – aritmia yang mengancam dan kemampuan untuk berinteraksi dengans
emua spesialis medis lainnya yang memiliki sebagaian besar kualitas yang diperlukan untuk
menjadi pemimpin di UGD. SEtiap keadaan darurat memerlukan manajemen jalan napas
pada langkah pertama karena merupakan aspek yang paling kritis. Ahli anestesi secara
inheren diharapkan menjadi ahli dalam manajemen jalan napas dan resusitasi jantung paru
(RJP) yang dalam hal ini memberi mereka keuntungan besar saat mengelola segala jenis
keadaan darurat. Ahli anestesi yang ditempatkan di unit trauma juga dapat menjadi pemimpin
dalam resusitasi sirkulasi melalui penempatan yang akurat dari jalur sentral dan perifer
intravena dan transfuse masif dalam rasio yang efektif, optimalisasi perfusi serebral dan
sumsum tulang belakang untuk meminimalkan hasil neurologis yang merugikan terkait
dengan trauma dan nyeri pengelolaan nyeri yang komprehensif.
C. Tindakan
Dalam konteks kelembagaan, ahli anestesi dan dokter gawat darurat idealnya harus
mengembangkan strategi cakupan jalan napas yang kohesif untuk mengoptimalkan
keselamatan pasien. Setelah ini, secara kolaboratif, praktisi yang terlibat dapat menentukan
bahwa yang terbaik adalah dilatih untuk kompetensi minimum dalam manajemen jalan napas
dan bahwa kompetensi ini khusus dan independen judul. Pelatihan tersebut akan
meningkatkan perawatan pasien serta pengajaran manfaat staf residen. Bahkan pada akhirnya,
menurut pendapat penulis, program pelatihan semacam itu akan dianggap sebagai komponen
standar keistimewaan staf dengan mengadaptasi kurikulum pelatihan untuk mengajar dan
kemudian memvalidasi tingkat pemahaman dan kompetensi minimum tidak hanya dalam
manajemen jalan napas tetapi juga intervensi pasien yang sangat penting lainnya. Sulit untuk
merasionalisasi dukungan untuk skema manajemen dua tingkat, terutama jika dua spesialisasi
mungkin saling berhadapan dalam bencana saluran napas yang paling ekstrem, misalnya satu
layanan menyelamatkan yang lain. Sebuah media bahagia yang paling melindungi pasien
dalam memberikan layanan perawatan jalan napas yang aman harus dipukul dengan strategi
umum untuk manajemen dan berbagi peralatan dan personel. Setiap spesialisasi memiliki
banyak hal untuk dipelajari satu sama lain dan tentu saja setiap kolaborasi harus
menggeneralisasi keahlian gabungan mereka dalam perawatan pasien akut ke area klinis
lainnya. Upaya kolaboratif ini harus meningkatkan keselamatan pasien, serta kepuasan dan
moral pasien dan staf, dan berpotensi mengurangi litigasi.
Kesiapan perawat dalam memberikan tindakan anestesi dipengaruhi oleh berbagi
factor seperti ; umur, pendidikan, masa kerja, pengetahuan, dan jenis kelamin. Kesiapan
perawat dalam melaksanakan tindakan sangat berpengaruh pada keberhasilan tindakan
anestesi, sering terjadi human error karena ketidaksiapan perawat. Pemberian jenis anestesi
pada pasien yang menjalani pembedahan dapat dilakukan dengan anestesi umum (general
anestesi), dan dengan anestesi pada suatu bagian tubuh tertentu (regional anestesi). Jenis
anestesi yang digunakan pada tindakan pembedahan, baik dengan menggunakan anestesi
umum maupun dengan regional anestesi masing- masing mempunyai komplikasi sendiri.
D. Obat Emergency Anestesi
1. Epinephrine

Dikenal dengan istilah adrenalin, obat ini untuk mengatasai syok anafilaktik akibat
reaksi alergi berat. Syok anafilaktik yang tidak mendapatkan penanganan yang tepat akan
sangat membahayakan nyawa. Selain itu, epinephrine juga digunakan pada tindakan
resuitasi jantung paru (RJP).
 Indikasi
Inotropik, bronkodilator, pemanjangan durasi zat anestesi lokal, pengobatan
reaksi alergi, infeksi croup dan pascaintubasi, resusitasi.
 Kontraindikasi
Arteriosklerosis serebral, insufisiensi koroner, kardiomiopati dilatasi, anestesi
umum dengan hidrokarbon terhalogenasi atau siklopropana, hipersensitivitas
terhadap epinefrin atau komponennya, persalinan, glaukoma sudut tertutup,
kerusakan otak organik, syok (nonanafilaksis)
 Farmakodinamik
Epinephrine adalah katekolamin endogen yang mengaktifkan baik reseptor
adrenergik α dan β. Pada dosis parenteral terapeutik, efek yang menonjol berada pada
reseptor adrenergik β Terjadi peningkatan kontraktilitas miokardium dan frekuensi
jantung, relaksasi otot polos percabangan bronkial, dilatasi pembuluh darah otot
rangka, dan penurunan resistansi perifer total. Pada dosis yang lebih tinggi, efek
adrenergik α menonjol dan terjadi peningkatan resistansi perifer total. Epinephrine
meningkatkan aktivitas uterus, menyebabkan vasokonstriksi uterus dan penurunan
aliran darah uterus. Epinephrine menurunkan laju absorpsi zat anestesi lokal. Obat ini
memperpanjang durasi anestesi dan mengurangi risiko toksisitas sistemik.
Pengurangan waktu onset dan perbaikan kualitas anestesi dapat disebabkan oleh efek
adrenergik α , epinephrine. Efek-efek analgetik epinephrine setinggi medulla spinalis
sebagian dapat disebabkan oleh efek agonis α , dan supresi aktivitas neuron wide
dynamic range (WDR).
 Farmakokinetik
Onset Kerja : IV, 30-60 detik; SC, 6-15 menit; intratrakeal, 5-15 detik;
inhalasi 3-5 menit
Puncak : IV, dalam 3 menit
Durasi Kerja : IV, 5-10 menit; intratrakeal 15-25 menit; inhalasi/SC, 1-3 jam
Interaksi/Toksisitas : Aritmia ventrikel (peningkatan risiko dengan penggunaan zat
anestesi volatil, terutama halotan); penurunan aliran darah
ginjal dan outflow urine; peningkatan efek dengan antidepresan
trisiklik dan bretilium; penurunan waktu onset dan
meningkatkan kualitas zat anestesi epidural/spinal (efek
adrenergik α .)
 Dosis

Fungsi Rute Dosis Keterangan


Henti Jantung Bolus IV 1 mg atau 0,02 mg/kg Untuk memastikan penyampaian
(10 mL atau 0,2 ml/kg obat dalam kompartemen sentral,
larutan injeksi perifer epinephrine
1:10.000).Berikan sebaiknya diikuti oleh flush cairan
setiap 3-5 menit jika IV 20 mL (0,4 mL/kg). Jika akses
perlu. Jika tidak ada intravena tidak tersedia, encerkan 5-
respons setelah dosis 10 mg atau 0,1-0,2 mg/kg (5-10 mL
kedua, berikan dosis larutan 1:1000) dalam volume
tinggi. saline normal steril yang sama, dan
5-10 mg atau 0,1-0,2 suntikkan melalui endotracheal
mg/kg (5-10 mL larutan tube.
1:1000). Dapat : Infus,
diterima, kemungkinan
bermanfaat. Berikan
setiap 3-5 menit jika
perlu
Bantuan Infus 2-20 ug/menit (0,1-1,0
Inotropik µg/kg/menit)

Anafilaksis SC atau 0,1-0,5 mg atau setara Dosis subkutan dapat diulang


atau Asma IM 0,1-0,5 mL larutan dengan interval 10-15 menit pada
Berat 1:1000 (untuk dewasa) pasien-pasien dengan syok
0,01 mg/kg atau setara anafilaktik dan interval 20 menit
(0,01 mL/kg larutan sampai
1:1000), tidak lebih dari
0,5 mg (untuk anak- 4 jam pada pasien-pasien dengan
anak) asma.

 Efek samping
1) Sistem Saraf Pusat (SSP)
Kecemasan, ketakutan, menggigil, CVA, disorientasi, pusing, kantuk, rangsangan,
demam, halusinasi, insomnia, sakit kepala, gangguan memori, pusing, gugup,
panik, agitasi psikomotor, gelisah, kejang, kantuk, perburukan sementara penyakit
Parkinson, kesemutan, tremor, kelemahan.
2) Kardiovaskuler
Aritmia, termasuk fibrilasi ventrikel; ketidaknyamanan atau nyeri dada; detak
jantung cepat, tidak teratur, atau lambat; peningkatan curah jantung; iskemia
miokard; palpitasi; vasokonstriksi perifer; hipertensi berat; stres kardiomiopati;
takikardia; vasokonstriksi; ventricular ectopy.
3) EENT (Eye, Ears, Nose, Throat)
Penglihatan kabur, mulut atau tenggorokan kering, miosisi
4) Endokrin
Hiperglikemia pada penderita diabetes
5) GI (gastrointestinal)
Anoreksia, mulas, mual, muntah
6) GU (Gastrourinarius)
Disuria, oliguria, gangguan ginjal
7) Muskulo
Otot berkedut, kejang otot yang parah
8) Respiratori
Dispnea, edema paru
9) Kulit
Kulit dingin, diaforesis, ekimosis, wajah atau kulit memerah atau merah, pucat,
nekrosis jaringan Lainnya: Hiperkalemia; hipokalemia; tempat suntikan dingin,
hipoestesia, infeksi (Clostridia), nyeri, pucat, dan perih.

2. Ephedrine(kurang gambar)
Efedrin adalah alkaloid agen simpatometikyang berpotensi sebagai
dekongestan,bronkodilator,dan anti hipotensi setelah anestsei spinal.
 Indikasi
Vapopresor,bronkodilar
 Kontraindikasi
Efedrin dikontraindikasikan pada pasien yang memiliki riwayat
hipersensitivitas terhadap obat ini, glaukoma sudut tertutup, dan penggunaan bersama
siklopropan atau halotan.
 Farmakodinamik
Obat ini adalah simpatomimetik nonnonkatekolamin dengan kerja
cmpuran,langsung dan tidak langsung.obat ini resisten terhadap metabolisme oleh
monoamine oksidase (MAO) dan katekol-O-metiltransferase (COMT) sehingga
durasi kerja memanjang.Ephedrine meningkatkan curah jantung ,tekanan
darah,frekuensi janting melalui stimulasi adrenergik α dan β.Obat ini meningkatkan
aliran darah coroner dan skeletal serta menimbulkan bronkodilatasi melalui stimulasi
reseptor β.Ephedrine memiliki efek minimal pada aliran darah uterus.Namun,obat ini
memperbaiki aliran darah uterus bila digunakan untuk mengobati hipotensi epidural
atau spinal pada pasien-pasien yang sedang hamil.
 Farmakokinetik
Onset Kerja : IV,hamper segera; IM,beberapa menit
Puncak : IV,2-5 menit;IM,< 10 menit
Durasi Kerja : IV/IM,10-60 menit
Interaksi/Toksisitas : Peningkatan risiko aritmia dengan obat anestesi
volatil;diperkuat dengan antidepresan trisiklik;meningkatkan
kosentrasi alveolar minimum (MAC) zat anestei volatile.
 Efek samping
1) Kardiovaskular: hipertensi, takikardia, aritmia, nyeri dada, infark miokard
2) Respiratori: bronkodilatasi, edema paru, apnea
3) Neurologi: stroke, gejala stimulasi sistem saraf pusat seperti ansietas, agitasi,
tremor, penurunan kesadaran, halusinasi, delusi, psikosis, konvulsi, keringat
berlebih, midriasis, dan pada overdosis dapat menyebabkan rabdomiolisis
4) Gastrointestinal: mual dan muntah
5) Saluran kemih: dapat menyebabkan relaksasi otot detrusor dan meningkatkan
kontraksi sfingter vesika sehingga menyebabkan retensi urin akut
6) Kulit, mata, telinga, hidung, dan tenggorokan: dapat menyebabkan efek lokal,
seperti dermatitis kontak. Pada penggunaan efedrin tetes hidung topikal jangka
panjang dapat terjadi rebound kongesti nasal.
7) Hematologi: leukopenia
8) Metabolik: gangguan asam basa dan hipokalemia

 Dosis :

Fungsi Dosis Keterangan


Hipotensi IV: 5-20 mg [100- Jika perlu dosis diulang dalam 5-10
200µg/kg] menit.Dosis parenteral maksimum 150 mg
IM/SC : 25-50 mg (3mg/kg) dalam 24 jam.

Bronkospasme IV/IM/SC : 5-20 mg Dosis selanjutnya harus ditentukan


[100-200 µg/kg ] berdasarkan respons pasien
IM : 25-50 mg. PO: 25-50 mg setiap 3-4 jam jika perlu.

3. Dexamethasone (Decadron, Hexadrol)


Dexamethasone termasuk ke dalam golongan obat kortikosteroid jenis
glukokortikoid sintetis.
 Indikasi
Pengobatan penyakit inflamasi atau neoplastik, anafilaksis, syok yang tidak
responsif, edema serebri, peningkatan tekanan intrakranial (TIK), edema saluran
napas, eksaserbasi akut multiple sclerosis, pneumonitis aspirasi, asma bronkial, nyeri
miofasial dengan titik-titik pencetus, reaksi alergi; pencegahan rejeksi pada
transplantasi organ; terapi pengganti untuk insufisiensi adrenokortikal; pencegahan
mual dan muntah pascaoperasi.
 Kontraindikasi
Kontraindikasi dexamethasone adalah pada kasus hipersensitivitas, infeksi
akut yang tidak diobati, dan adanya infeksi jamur. Penggunaan pada pasien
tuberkulosis juga perlu berhati-hati karena dapat membuat infeksi aktif kembali.
Sementara itu, peringatan penggunaan dexamethasone adalah pada pasien dengan
ulkus peptikum.
 Farmakodinamik
Dexamethasone adalah derivat prednison mengandung fluor dengan efek anti
inflamasi yang poten. 0,75 mg setara dengan 20 mg kortisol. Dexamethasone dapat
menurunkan jumlah dan aktivitas inflamasi, meningkatkan efek-efek obat adrenergik
ß pada produksi AMP siklik, dan menghambat mekanisme bronko konstriktor. Pada
dosis yang equipotent, dexamethasone tidak memiliki sifat hidrokortison yang
menahan natrium. Obat ini dapat menekan aksis hipotalamus hipofisis (pituitary)-
adrenal (HPA). Bila diberikan sebelum induksi anestesi. dexamethasone mengurangi
insidensi mual dan muntah pascaoperasi sampai 33%.
 Farmakokinetik
Onset Kerja : Efek-efek anti-inflamasi: IV/IM, beberapa menit
Efek Puncak : Efek-efek anti-inflamasi: IV/IM, 12-24 jam
Durasi Kerja : Efek-efek anti-inflamasi/supresi HPA: IV/IM, 36-54 jam
Interaksi/Toksisitas : Klirens meningkat dengan fenitoin, fenobarbital, rifampin,
efedrin: mengubah respons terhadap antikoagulan coumarin, meningkatkan
kebutuhan insulin; berinteraksi dengan obat-obat antikolinesterase (seperti
piridostigmin) untuk menimbulkan kelemahan berat pada pasien-pasien dengan
miastenia gravis; efek pengeluaran kalium ditingkatkan dengan diuretik boros kalium
(seperti tiazid, furosemid); mengurangi respons terhadap toksoid dan vaksin-vaksin
hidup atau tidak aktif; peningkatan risiko perdarahan saluran cerna dengan
pemakaian bersama NSAID; membantu mengurangi mual dan muntah pascaoperasi
bila dikombinasi dengan ondansetron.
 Efek Samping
1) Kardiovaskular: Aritmia, hipertensi, brakikardia, edema, emboli lemak, gagal
jantung kongestif pada pasien-pasien yang rentan, hiperkolesterolemia,
hiperlipidemia, hipertensi,ruptur miokard, takikardia,tromboemboli,
tromboflebitis, vasculitis
2) SSP (Sistem Saraf Pusat): Depresi, labilitas emosional, euforia, demam, sakit
kepala, serangan kejang, peningkatan tekanan intrakranial, psikosis steroid, ,
insomnia, pusing, malaise,neuritis, neuropati, parestesia, sinkop, kelelahan,
vertigo, kelemahan.
3) Dermatologik: Gangguan penyembuhan luka, petekiae, eritema, jerawat,
dermatitis alergi, diaforesis, ekimosis, hirsutisme,vaskulitis nekrotikans, atrofi
lemak subkutan, striae, kulit tipis dan rapuh, urtikaria
4) EENT (Eye, Ears, Nose, Throat): Peningkatan tekanan intraokular, katarak
subkapsular, penglihatan kabur, eksoftalmus, glaukoma, infeksi mata. Semua
bentuk: Epistaksis, kehilangan penciuman dan pengecapan, rasa terbakar dan
kering pada hidung, kandidiasis oral, septum hidung berlubang, faringitis, hidung
tersumbat kembali, rinore.
5) Metabolik: Retensi cairan, retensi natrium, deplesi kalium
6) Endokrin: Tidak beresponsnya hipofisis dan adrenokortikal sekunder selama
stress; supresi pertumbuhan; peningkatan kebutuhan insulin, gejala Cushingoid,
penurunan penyerapan yodium, hiperglikemia, ketidakteraturan menstruasi,
adrenokortikal dan hipofisis sekunder tidak responsif.
7) GI (Gastrointestinal): Distensi perut, tinja berdarah, peningkatan enzim hati,
mulas, hepatomegali,nafsu makan meningkat, gangguan pencernaan,perforasi
usus,melena, mual,pankreatitis, bisul perutdengan kemungkinan perforasi,
esofagitis ulseratif,muntah
8) Muskuloskeletal: Miopati, kelemahan, osteoporosis, nekrosis aseptik kepala
femoral dan humerus; atrofi otot, kejang, atau kelemahan; mialgia; fraktur
patologis tulang panjang; ruptur tendon (injeksi intra-artikular); fraktur kompresi
vertebra
9) Respiratory: Bronkospasme
10) Hematologic: Leukositosis,leukopenia
11) Lain-Lain: Tromboembolisme, berkurangnya respons terhadap toksoid dan
vaksin hidup atau tidak aktif, peningkatan kerentanan terhadap infeksi dan
menyamarkan gejala-gejala infeksi.
 Dosis

Fungsi Rute Dosis Keterangan


Penyakit Dexamethasone Dexamethasone
Inflamasi phosphate: phosphate:
Intraartikular/ 1-16 mg
intrajaringan, Dexamethasone Dapat diulangi dalam

IV/IM phosphate: 1-3 minggu

0,5-25,0 mg/hari.
Dexamethasone Dexamethasone acetate:
acetate: 4-16 mg
IM/intraartikular/
intrajaringan
Edema Dexamethasone Dikurangi setelah 2
Serebral/ phosphate: sampai 4 hari, jika
Peningkatan 10-50 mg (dosis tinggi perlu, secara bertahap
Tekanan IV/IM&IV/PO 0,5-1,5 mg/kg), berkurang selama 5
Intrakranial 4-20 mg (dosis tinggi 0,2- sampai 7 hari kecuali
0,5 mg/kg) setiap 6 jam ada tumor otak yang
1-15 mg (dosis tinggi 0,1- tidak dapat dioperasi
0,4 mg/kg) tiga kali sehari. atau berulang.
Tumor Otak Dexamethasone
Rekuren atau phosphate:
Tidak Dapat IV/IM 2 mg dua atau tiga kali
Dioperasi sehari.
(menghilangka
n peningkatkan
TIK)
Edema Jalan IV Dexamethasone Setiap 6 jam untuk
Napas phosphate: empat sampai enam
10-25 mg (0,2-0,5 mg/ kg) dosis atau sesuai
kebutuhan. Dosis
harus dimulai
sekurang-kurangnya
24 jam sebelum
ekstubasi elektif.
Nyeri Miofasial Dexamethasone
(dengan titik Intrajaringan phosphate: Dapat diulangi dalam
pencetus) 1-4 mg (larutkan dalam 10 1-3 minggu.
mL zat anestesi lokal).
Insufisiensi Dewasa:
adrenokortikal Elixir, Larutan 0,5 sampai 9 mg setiap
Oral, Tablet, hari Sebagai dosis tunggal
IV/IM Anak-anak: atau dalam dosis

0,02-0,3 mg/kg/hari dalam terbagi


Elixir, Larutan empat dosis terbagi
Oral, Tablet
Syok yang Dewasa: Alternatifnya, 40 mg
tidak responsif IV 20 mg sebagai dosis sebagai dosis tunggal,
tunggal, diikuti oleh 3 diikuti dengan 40 mg
mg/kg selama 24 jam setiap 2 sampai 6 jam,
sebagai infus kontinu. sesuai kebutuhan; atau
1 mg/kg sampai 6
mg/kg sebagai dosis
tunggal. Semua
rejimen tidak
digunakan lebih dari 3
hari.
Eksaserbasi Elixir, Larutan Dewasa:
akut multiple Oral, Tablet 30 mg/hari selama 1
sclerosis minggu, diikuti 4 hingga
12 mg setiap hari selama 1
bulan
Peradangan Intraartikuler/ Dewasa:
Lokal Injeksi jaringan 2 sampai 4 mg untuk sendi
lembut/Intralesion besar; 0,8 hingga 1 mg
al untuk sendi kecil; 2
sampai 3 mg untuk bursae;
0,4 hingga 1 mg untuk
selubung tendon

Dewasa:
2 sampai 6 mg; 1 sampai 2
mg untuk ganglia

Dewasa:
0,8 hingga 1,6 mg/tempat
injeksi.
Bronkospasme Dexamethasone Turunkan berangsur-
Inhalasi phosphate: angsur dosis
300 µg (tiga inhalasi) tiga dexamethasone jika
atau empat kali sehari. digunakan selama
lebih dari beberapa
hari. Hindari
penggunaan bersama
obat-obat anti-
inflamasi nonsteroid.
Pencegahan Dexamethasone Berikan sebelum
Mual dan IV phosphate: induksi anestesi.
Muntah 4-8 mg Dapat dikombinasi
Pascaoperasi dengan obat-obat anti-
emetik lain seperti
Ondansetron 4 mg IV.

4. Atropine Sulfat (Atropine Sulfate)

 Indikasi
Pengobatan bradikardia sinus/resusitasi kardiopulmonal (CPR), pramedikasi
(vagolisis), pembalikkan blokade neuromuskular (blokade efek muskarinik
antikolinesterase), terapi adjuvan pada pengobatan bronkospasme dan ulkus
peptikum.
 Kontraindikasi
Kontraindikasi atropin, apabila terdapat riwayat hipersensitivitas dengan obat
ini, atau komponennya. Peringatan untuk tidak memberikan obat ini pada glaukoma
akut sudut tertutup.
 Farmakodinamik
Atropin secara kompetitif mengantagonis aksi asetilkolin pada reseptor
muskarinik. Obat ini mengurangi sekresi saliva, bronkial, serta lambung dan
merelaksasi otot polos bronkial. Tonus dan motilitas gastrointestinal berkurang.
Tekanan sfingter esophagus-bawah menurun dan tekanan intraokular (IOP)
meningkat (karena dilatasi pupil). Pada dosis yang digunakan untuk pramedikasi,
obat ini meningkatkan IOP yang secara klinis tidak signifikan. Dosis besar dapat
menaikkan suhu tubuh dengan mencegah sekresi keringat. Blokade vagal perifer
terhadap sinus dan nodus atrioventrikular meningkatkan frekuensi jantung.
Penurunan sementara frekuensi jantung karena dosis kecil (<0,5 mg pada orang
dewasa) disebabkan oleh efek agonis kolinergik muskarinik perifer yang lemah.
Atropin adalah amina tersier sehingga melewati sawar darah otak. Pada dosis tinggi,
obat ini menstimulasi dan kemudian menekan medulla dan pusat serebral yang lebih
tinggi.
 Farmakokinetik
Onset Kerja : IV, 45-60 detik. Intratrakeal, 10-20 detik. IM, 5-40 menit. PO,
0,5-2,0 jam. Inhalasi, 3-5 menit.
Efek Puncak : IV, 2 menit. Inhalasi, 1-2 jam.
Durasi Kerja : IV/IM: Blokade vagal, 1 sampai 2 jam; efek antisialogogue, 4
jam. Inhalasi: blokade vagal, 3-6 jam. Efek antikolinergik
tambahan dengan antihistamin,
Interaksi/Toksisitas : fenotiazin, antidepresan trisiklik, prokainamid,
kuinidin,inhibitor MAO, benzodiazepin, antipsikotik;
peningkatan tekanan intraokular yang dipicu oleh nitrat, nitrit,
agen-agen alkalinisasi, disopiramid, kortikosteroid, haloperidol;
memperkuat simpatis; mengantagonis antikolinesterase dan
metoklopramid; dapat menyebabkan sindrom antikolinergik
sentral (halusinasi, delirium, koma).
 Efek Samping
1) Kardiovaskular: Takikardia (dosis tinggi), bradikardia (dosis rendah), palpitasi
2) Pulmonal: Depresi pernapasan
3) SSP: Konfusi, halusinasi, rasa kantuk, excitement, agitasi
4) Genitourinaria: Buang air kecil tersendat, retensi urine
5) Gastrointestinal: Refluks gastroesofagus
6) Okular: Midriasis, penglihatan kabur, peningkatan tekanan intraokular
Dermatologik: Urtikaria
7) Lain-lain: Keringat berkurang, reaksi alergi

5. Aminophilin
Aminophylline digunakan untuk membuka saluran udara dan memudahkan
pernapasan. Obat ini dapat mengatasi dan mencegah batuk, sesak napas, dan mengi pada
penderita asma, penyakit kronis akibat kerusakan kantong udara atau alveolus pada paru-
paru (emfisema), peradangan yang terjadi pada saluran bronkus di dalam paru-paru
(bronkitis kronis), dan penyakit paru-paru lainnya.
 Indikasi
Aminofilin diindikasikan untuk meringankan dan mengatasi serangan asthma
bronkial, obstruksi saluran napas reversible yang berhubungan dengan bronkhitis
kronik dan emfisema. Obat-obat xantin terutama teofilin dan bahan-bahan yang
berhubungan dengan teofilin merupakan bronkodilator yang paling banyak
digunakan untuk bronkospasme reversibel sedang dan berat. Selanjutnya, teofilin
juga memperbaiki pertukaran pernafasan dengan peningkatan kontraktilitas
diafragma
 Kontraindikasi
Hipersensitivitas terhadap turunan xantin atau komponen etilendiamin, aritmia
jantung. Penggunaan yang aman selama kehamilan (kategori C) dan pada ibu
menyusui belum ditetapkan. Hati-hati penggunaan pada : hipertensi berat, penyakit
jantung, aritmia; gangguan fungsi hati; diabetes mellitus; hiperteroidisme; glaucoma;
hipertrofi prostat; penyakit payudara fibrokistik; riwayat tukak lambung; neonates
dan anak kecil, pasien diatas 55 tahun; PPOK, akut pada influenza atau pasien yang
menerima imunisasi influenza.
 Farmakodinamik
Aminophylline merupakan turunan metilxantin yang mempunyai efek
bronkodilator dengan jalan melemaskan otot polos bronkus atau saluran udara,
sehingga dapat meningkatkan aliran udara di paru-paru.
 Farmakokinetik
Penyerapan : sebagian besar produk 100% diserap dari saluran GI.
Puncak : IV 30 menit tablet salut 1 jam; pelepasan berkelanjutan 4 – 6 jam.
Durasi : 4 – 8 jam; bervariasi menurut usia, merokok, dan fungsi hati
Distribusi : melintasi plasenta
Metabolism : dimetabolisme secara ekstensif di hati
Eliminasi : obat induk dan metabolitnya diekskresikan oleh ginjal; diekskresikan
dalam ASI
 Efek samping
1) Gugup, kurang sitirahat, depresi, insomnia, lekas marah, sakit kepala, pusing,
hiperaktif otot, kejang-kejang, Rash, hiperglikemia
2) CV : aritmia diak, takikardia dengan IV cepat : hiperventilasi, nyeri dada,
hipotensi berat, henti jantung
3) GI : mual, muntah, anoreksia, hematemesis, diare, nyeri epigastrium.
4) Kardiovaskuler: palpitasi, takikardi, aritmia ventrikuler
5) Pernapasan : tachypnea.

 Dosis dan rute

Dosis awal 6 mg/kg IV lebih dari


30 menit
Dewasa IV dengan infus
Dosis pemeliharaan kontinu; PO dibagi
setiap 6 jam
Bukan perokok PO/IV 0,5 mg/kg/jam
Dewasa Perokok PO/IV 0,75 mg/kg/jam
Dengan CHF atau PO/IV 0,25 mg/kg/jam
sirosis
Dosis awal 6 mg/kg IV lebih 30
menit
IV dengan infus
Anak kontinu; PO dibagi
Dosis pemeliharaan setiap 6 jam
>9 tahun : 0,75
mg/kg/jam
1 – 9 tahun : 1
mg/kg/jam
6 – 11 bulan : 0,87
Bayi PO/IV g/kg/jam
2 – 6 bulan : 0,5
mg/kg/jam
Neonatus PO/IV 0,16 mg/kg/jam

6. Dobutamin

Dobutamin adalah obat untuk membantu kerja jantung dalam memompa darah ke
seluruh tubuh pada orang yang mengalami gagal jantung atau syok kardiogenik.
Untuk mengobati syok kardiogenik, obat ini bisa digunakan bersama dopamin.

Dobutamin bekerja dengan cara merangsang reseptor beta-1 jantung sehingga


meningkatkan kontraksi jantung dan kemampuan pompa jantung. Cara kerja ini akan
meningkatkan tekanan darah, denyut jantung, dan jumlah darah yang akan dipompa
oleh jantung (cardiac output).

 Indikasi
Indikasi pemberian dobutamin yaitu pada keadaan dimana terjadi
dekompensasi jantung akibat penurunan kontraktilitas atau untuk melakukan
dobutamine stress echocardiography. Dosis dari obat ini berbeda tergantung usia dan
respon terhadap terapi.

Dobutamin memiliki waktu paruh yang pendek, sehingga perlu diberikan sebagai
infus intravena kontinyu. Namun pemberian dobutamin lebih dari 72 jam dapat
menyebabkan toleransi.
 Kontraindikasi
Jika digunakan pada pasien dengan riwayat hipersensitivitas terhadap obat ini.
Penggunaan harus berhati-hati karena dapat menyebabkan eksaserbasi detak ektopik
ventrikular. Dobutamin sebaiknya tidak diberikan pada ibu hamil kecuali jika manfaat
lebih besar dibanding risiko.
 Farmakodinamik
Farmakodinamik dobutamin adalah sebagai obat inotropik positif pada miokardium.

 Farmakodinamik
Dobutamin mengaktivasi adrenoreseptor beta, terutama reseptor beta 1. Selain
reseptor beta 1, dobutamin juga berpengaruh sedikit terhadap reseptor beta-2
dan reseptor alfa. Dobutamin menghasilkan efek inotropik, kronotropik
ringan, aritmogenik, dan vasodilatasi.
 Farmakokinetik
Dobutamine tidak aktif ketika diberikan secara oral setelah dilakukan
pemberian secara intravena (iv), kerja awal dobutamine muncul dalam waktu 2
menit sedangkan konsentrasi plasma puncak dan setelah pemberian awal infus 36
hintravena efek obat terjadi dalam waktu 10 menit.
Dobutamine dimetabolisme di dalam hati dan jaringan lain oleh catechol
Omethyltransferase menjadi senyawa inaktif, yaitu 3-O-methyldobutamine, dan
terkonjugasi dengan asam glukuronat dengan waktu paruh plasma dobutamine kurang
lebih 2 menit. Konjugat-konjugat dobutamine dan 3-O-methyldobutamine diekskresi
terutama di dalam urin, dan diekskresi di dalam feses dalam jumlah yang lebih kecil
 Efek Samping Dobutamin
Efek Samping dan Bahaya Dobutamin
1. Sakit kepala.
2. Demam.
3. Mual atau muntah.
4. Merasa gelisah.
5. Kram kaki.
6. Nyeri, bengkak, atau perubahan warna kulit di area suntikan.
 Dosis
Dosis awal penggunaan dobutamin untuk kondisi gagal jantung bagi orang
dewasa adalah 2,5–10 mcg/kgBB per menit. Dosis dapat disesuaikan menjadi 0,5–40
mcg/kgBB per menit, tergantung respons tubuh pasien.
Sementara itu, dosis untuk bayi hingga anak-anak usia 18 tahun adalah 5 mcg/kgBB
per menit.

7. Ondansetron

Ondansetron digunakan sebagai lini pertama untuk mencegah mual dan


muntah yang dapat timbul akibat operasi, kemoterapi pada kasus keganasan, dan
radiasi, melalui mekanisme blok reseptor serotonin 5HT3.Ondansetron masuk dalam
golongan obat saluran cerna yang memiliki fungsi sebagai antiemesis.
adalah obat yang digunakan untuk mencegah serta mengobati mual dan muntah yang
bisa disebabkan oleh efek samping kemoterapi, radioterapi, atau operasi. Obat ini
hanya boleh dikonsumsi dengan resep dokter. Ondansetron bekerja dengan
menghambat ikatan serotonin pada reseptor 5HT3, sehingga membuat penggunanya
tidak mual dan berhenti muntah. Ondansetron tersedia dalam bentuk tablet 4 mg dan 8
mg, tablet salut selaput, sirop, suppositoria, serta suntik.

Indikasi
Mual dan muntah akibat kemoterapi dan radioterapi, pencegaha mual dan
mmuntah pasca operasi

Kontraindikasi
pada pasien yang pernah mengalami hipersensitivitas terhadap obat ini dan
kombinasi dengan apomorphin karena dapat menimbulkan hipotensi dan penurunan
kesadaran dan sindroma perpanjangan interval QT bawaan.
Farmakodinamik
Ondansetron adalah obat yang digunakan untuk mencegah serta mengobati
mual dan muntah yang bisa disebabkan oleh efek samping kemoterapi, radioterapi,
atau operasi. Obat ini hanya boleh dikonsumsi dengan resep dokter. Ondansetron
bekerja dengan menghambat ikatan serotonin pada reseptor 5HT3, sehingga membuat
penggunanya tidak mual dan berhenti muntah. Ondansetron tersedia dalam bentuk
tablet 4 mg dan 8 mg, tablet salut selaput, sirop, suppositoria, serta suntik.
Ondansetron adalah sebagai antagonis terhadap reseptor serotonin 5-HT3.
Ondansetron adalah golongan antagonis reseptor serotonin (5-HT3) merupakan obat
yang selektif menghambat ikatan serotonin dan reseptor 5- HT3. Obat-obat anestesi
akan menyebabkan pelepasan serotonin dari sel-sel mukosa enterochromafin dan
dengan melalui lintasan yang melibatkan 5- HT3 dapat merangsang area postrema
menimbulkan muntah. Pelepasan serotonin akan diikat reseptor 5-HT3 memacu
aferen vagus yang akan mengaktifkan refleks muntah. Serotonin juga dilepaskan
akibat manipulasi pembedahan atau iritasi usus yang merangsang distensi
gastrointestinal Obat ini didistribusikan terikat dengan protein plasma darah sebanyak
70-76%.

Farmakokinetik
Farmakokinetik ondansetron adalah bersirkulasi dengan ikatan terhadap
protein plasma darah. Ondasetron dapat diberikan secara oral dan parenteral. Pada
pemberian oral, dosis yang diberikan adalah 4-8mg?kgBB. Pada intravena diberikan
dosis tunggal ondansetron 0,1mg/BB sebelum operasi atau bersamaan dengan induksi.
Pada pemberian oral, obat ini diabsorbsi secara cepat. Ondansetron dieliminasi
dengan cepat dari tubuh. Metabolisme obat ini terutama secara hidroksilasi dan
konjugasi dengan glukoronida atau sulfat di hati. Pada disfungsi hati terjadi
penurunan kadar plasma dan berpengaruh pada dosis yang diberikan. Kadar serum
dapat berubah pada pemberian bersama fenitoin, fenobarbital dan rifampin

Efek samping
Keluhan yang umum ditemukan ialah konstipasi. Gejala lain dapat berupa
sakit kepala, flushing, mengantuk, gangguan saluran cerna, nyeri dada, susah
bernapas dan sangat umum: sakit kepala; umum: sensasi hangat atau kemerahan,
konstipasi, reaksi lokasi injeksi, tidak umum: kejang, gangguan gerakan (termasuk
reaksi ekstrap iramidal seperti reaksi distoni, oculogyric crisis, diskinesia), aritmia,
nyeri dada dengan atau tanpa depresi segmen ST, bradikardi, cegukan, peningkatan
uji fungsi hati tanpa gejala; jarang: reaksi hipersensitivitas yang terjadi segera dan
kadang berat termasuk anafilaksis, pusing saat pemberian intravena secara cepat,
gangguan penglihatan sepintas (pandangan kabur) setelah mendapat obat intravena;
sangat jarang: kebutaan sementara selama pemberian intravena.

Dosis
Dewasa, kemoterapi dan radioterapi yang menyebabkan muntah tingkat
sedang: oral: 8 mg, 1-2 jam sebelum terapi atau injeksi intravena lambat, 8 mg sesaat
sebelum terapi, dilannjutkan dengan 8 mg oral tiap 12 jam sampai dengan 5 hari,
muntah berat karena kemoterapi: oral: 24 mg, 1-2 jam sebelum terapi atau injeksi
intravena lambat, 8 mg sebelum terapi, diikuti dengan 8 mg dengan interval 4 jam
untuk 2 dosis berikutnya (atau diikuti dengan infus intravena 1 mg/jam sampai 24
jam) kemudian diikuti 8 mg oral tiap 12 jam sampai 5 hari. Sebagai alternatif, infus
intravena lebih dari 15 menit, 16 mg sesaat menjelang terapi, diikuti dengan 8 mg
dengan interval 4 jam untuk 2 dosis berikutnya, kemudian diikuti 8 mg oral tiap 12
jam sampai 5 hari, pencegahan mual dan muntah setelah pembedahan: oral: 8 mg 1
jam sebelum anestesi diikuti dengan 8 mg interval 4 jam untuk 2 dosis berikutnya atau
injeksi injeksi intravena lambat atau intramuskular 4 mg induksi pada anestesi,
pengobatan mual dan muntah setelah pembedahan: injeksi intramuskular atau
intravena lambat: 4 mg dosis tunggal sewaktu induksi anestesi; anak: pencegahan dan
pengobatan mual dan muntah kemoterapi dan radioterapi: (6 bulan-18 tahun) infus
intravena lebih dari 15 menit, 5 mg/m 2 segera menjelang terapi atau oral 150 mcg/kg
bb seg era menjelang terapi (maksimal dosis 8 mg) diulang setiap 4 jam untuk 2 dosis
berikutnya, kemudian dilanjutkan oral untuk berat badan ≤ 10 kg, 2 mg setiap 4 jam
sampai 5 hari, untuk berat badan > 10 kg 4 mg setiap 4 jam sampai 5 hari (maksimal
dosis per hari maksimal 32 mg), pengobatan mual dan muntah setelah pembedahan:
(1 bulan-18 tahun) injeksi intravena lambat, 100 mcg/kg bb (maksimal 4 mg)
sebelum, selama dan setelah induksi anestesi.
8. Defenhidramin
Difenhidramin atau diphenhydramine adalah obat untuk mengendalikan tanda-tanda alergi.
Obat ini tersedia dalam bentuk tablet dan kapsul, sirup suspensi, dan injeksi. Kementerian
Kesehatan menentukan, obat dalam bentuk tablet dan sirup suspensi tergolong obat bebas
terbatas. Difenhidramin injeksi adalah obat keras sehingga hanya bisa didapatkan dengan
resep dokter.

Difenhidramin berguna untuk meredakan gejala pilek dan reaksi alergi, seperti hidung
tersumbat, bersin-bersin, tenggorokan gatal, mata berair, dan ruam kulit.Difenhidramin
adalah obat antialergi antihistamin, yakni bekerja dengan menghalangi efek bahan kimia
tertentu (histamin) penyebab reaksi alergi. Beberapa alergi bisa muncul akibat terbakar sinar
matahari, gigitan serangga, iritasi kulit ringan, atau alergi makanan. Selain untuk alergi,
diphenhydramine berguna untuk mengatasi mabuk perjalanan, memicu kantuk agar tidur,
serta mengendalikan gerak tubuh yang abnormal pada penderita Parkinson.

 Indikasi

Diphenhydramine adalah antagonis reseptor histamin H1 generasi pertama


(antihistamin H1) yang tersedia secara luas sebagai obat bebas resep (OTC). Sebagai obat
bebas, diphenhydramine biasanya diformulasikan sebagai tablet dan krim yang diindikasikan
untuk digunakan dalam mengobati bersin, pilek, mata gatal/berair, gatal pada hidung atau
tenggorokan, insomnia, pruritis, urtikaria, gigitan/sengatan serangga, ruam alergi, dan mual.

 Kontraindikasi

Obat diphenhydramine tidak boleh diberikan untuk penderita asma, glaukoma sudut
sempit, benign prostatic hyperplasia, ulkus peptik stenosis, obstruksi piloroduodenal,
obstruksi kantung kemih dan porfiria. Efek antikolinergik dari obat diphenhydramine dapat
menyebabkan retensi urin pada pasien yang menderita benign prostatic hyperplasia. Untuk
pasien dengan glaukoma sudut sempit, pemberian obat diphenhydramine dapat memperparah
kondisi tersebut. Obat diphenhydramine juga tidak bisa diberikan untuk neonatus dan bayi
lahir prematur sehingga ibu menyusui dengan bayi neonatus dan prematur sebaiknya tidak
mengkonsumsi obat ini.

 Farmakodinamik

Aspek penting dari Farmakodinamik obat diphenhydramine adalah sebagai antagonis


reseptor histamin H1 generasi pertama sehingga dapat mengurangi kadar histamin dalam
tubuh, sebagai antiparkinson, antiemesis, antikolinergik dan sedasi.

Obat diphenhydramine merupakan antihistamin dari kelas etonolamin. Diphenhydramine


berperan sebagai antagonis reseptor histamin H1. Diphenhydramine bersaing dengan
histamin bebas untuk menempati reseptor histamin H1 terutama di saluran pencernaan,
uterus, pembuluh darah besar dan otot bronkus.Ikatan obat Diphenhydramine dengan reseptor
histamin H1 mengurangi efek negatif yang diakibatkan oleh ikatan histamin bebas dengan
reseptor histamin H1 seperti reaksi inflamasi, vasodilatasi, bronkokonstriksi dan edema.
Ikatan obat antihistamin H1 dengan reseptor histamin dapat mengurangi faktor transkripsi
respons imun NF-ĸß melalui fosfolipase C. Jalur sinyal fosfatidilinositol (PIP2) juga dapat
mengurangi presentasi antigen dan mengurangi pengeluran sitokin pro inflamasi dan faktor
kemotaksis. Antihistamin juga dapat menurunkan konsentrasi ion kalsium sehingga dapat
menstabilkan sel mast sehingga pengeluaran histamin berkurang. Antihistamin generasi
pertama seperti Diphenhydramine dapat melewati sawar otak (blood brain barrier) dan dapat
berikatan dengan reseptor histamin H1 di otak sehingga dapat menyebabkan efek sedasi
walaupun diberikan dalam dosis terapeutik.

 Farmakokinetik

Onset Kerja :IV, bebebrapa menit; PO, <15 menit

Puncak : lV, 1 - 3 jam; PO, 2 jam

Durasi Kerja : IV/PO, 4 - 6 jam,

Interaksi/Toksisitas : efek antikolinergik diperkuat oleh inhibitor MAO; efek sedtif


tambahan dengan alkohol, hipnotik, sedatif dan tranquilizer

 Efek sampingan
Beberapa efek samping obat yang bisa muncul setelah menggunakan difenhidramin adalah:
1. Jantung berdebar,
2. sulit buang air kecil dan urine sedikit,
3. kebingungan dan ingin pingsan,
4. sensasi otot kencang di bagian leher dan rahang,
5. lidah terasa tak terkendali,
6. pusing,
7. mengantuk,
8. kehilangan koordinasi,
9. mulut, hidung, dan tenggorokan kering,
10. sembelit dan sakit perut,
11. mata kering,
12. penglihatan kabur, dan
13. kantuk di siang hari atau merasa mabuk setelah penggunaan di malam hari.
Berhenti gunakan obat ini dan segera cari bantuan medis darurat jika Anda mengalami tanda
reaksi alergi obat, seperti:
 sulit bernapas,
 ruam kulit,
 bengkak pada wajah, bibir, tenggorokan, atau lidah, dan
 gatal-gatal.

Kulit
Kulit dingin, diaforesis, ekimosis, wajah atau kulit memerah atau merah, pucat, nekrosis
jaringan Lainnya: Hiperkalemia; hipokalemia; tempat suntikan dingin, hipoestesia, infeksi
(Clostridia), nyeri, pucat, dan perih

 Dosis

dosis obat diphenhydramine dari berbagai jenis sediaan.

 Difenhidramin tablet dan kapsul


Setiap tablet dan kapsul difenhidramin mengandung dosis tidak lebih dari 25 mg. Satu
kemasan tidak lebih dari 10 butir obat.
 Difenhidramin sirup
Dalam satu botol, volume obat tidak lebih dari 60 ml. Kadar difenhidramin yang terkandung
tidak lebih dari 12,5 mg dalam setiap 5 ml.
 Difenhidramin injeksi
Satu kemasan obat diphenhydramine injeksi terdiri dari 30 ampul. Masing-masing ampul
berisi 1 ml dengan dosis 10 mg/ml.

Untuk mengatasi alergi dan perjalanan, dosis difenhidramin tablet, kapsul, dan sirup pun
dibagi berdasarkan usia.
 Dewasa: untuk usia 12 tahun ke atas, 25–50 mg sebanyak 3–4 kali sehari, dosis
maksimal sebanyak 300 ml per hari. Untuk mencegah mabuk perjalanan, minum obat
30 menit sebelum berada di dalam kendaraan.
 Anak-anak: untuk usia 2–6 tahun, konsumsi sebanyak 6,25 mg setiap 4–6 jam. Untuk
anak-anak 6–12 tahun, minum obat 12,5–25 mg setiap 4–6 jam.

Sementara, bila penggunaan obat sirup dan tablet tidak menunjukkan pemulihan gejala, dosis
obat difenhidramin injeksi yang diberikan sebagai berikut.
 Dewasa: 10–50 mg sehari, bila diperlukan, bisa ditingkatkan hingga 100 mg sehari,
maksimal dosis sehari sebesar 400 mg.
 Anak-anak: 5 mg/kg berat badan sehari atau 150 mg/m2 sehari yang terbagi menjadi 4
dosis, maksimal sebesar 300 mg per hari.

Untuk orang dengan usia 60 tahun ke atas, reaksi obat bisa jadi lebih kuat sehingga
membutuhkan dosis yang lebih kecil.

9. Ranitidin
Ranitidin, suatu obat golongan antagonis H2, adalah obat yang menurunkan
produksi asam lambung. Obat ini umumnya digunakan dalam pengobatan penyakit
ulkus peptikum, penyakit refluks gastroesofagus, dan sindrom Zollinger-Ellison.
Terdapat juga bukti tentatif manfaat untuk hives.

 Indikasi
Tukak lambung dan tukak duodenum, refluks esofagitis, dispepsia episodik
kronis, tukak akibat AINS, tukak duodenum karena H.pylori, sindrom Zollinger-
Ellison, kondisi lain dimana pengurangan asam lambung akan bermanfaat.

 Kontraindikasi
Penderita yang diketahui hipersensitif terhadap ranitidine

 Farmakodinamik
Ranitidine HCI adalah suatu histamin antagonis reseptor H2 yang menghambat
kerja histamin secara kompetitif pada reseptor H2 dan mengurangi sekresi asam
lambung. Pada pemberian IM/IV kadar dalam serum yang diperlukan untuk
menghambat 50% perangsangan sekresi asam lambung adalah 36-94 mg/mL. Kadar
tersebut bertahan selama 6-8 jam. Pada pemberian oral Ranitidine HCI diabsorpsi
50% setelah pemberian oral. Konsentrasi puncak plasma dicapai 2-3 jam setelah
pemberian dosis 150 mg. Absorpsi tidak dipengaruhi secara signifikan oleh makanan
dan antasida. Ranitidine HCI diekskresi melalui urin.

 Farmakokinetik
Onset kerja : IV/IM, <15 menit; PO, <30 Menit
Efek Puncat : IV/IM, 1-2 jam; PO, 2-3 jam
Durasi Kerja : IV/IM, 6-8 jam; PO, 8-12 jam
Interaksi/Toksisitas :Absorpsi berkurang jika diberikan bersama antacid: dapat
mengurangi absorpsi diazepam; dapat meningkatkan efek hipoglikemik dari glipizid;
dapat mengganggu klirens warfarin; dapat mengantagonis blokade neuromuskular
relaksan otot nondepolarisasi (melalui efek antikolinesterase Intrinsik): dapat
memperkuat blokade depolarisasi suksinilkolin.
 Efek Samping
Sakit kepala, Sembelit, Diare, Mual, Muntah, Sakit perut

 Dosis

Rute Dosis Keterangan

PO (Tablet) 150 mg dua kali sehari; pilihan Pengobatan ulkus duodenum,


lain, 150-300 mg saat mau refluks gastroesofageo, dan
tidur kondisi hipersekresi
IV/IM 50 mg setiap 6-8 jam (larutkan patologis; profilaksis
dosis IV dalam 20 mL saline terhadap aspirasi paru asam,
normal dan berikan selama 5- ulkus stress, dan perdarahan
15 menit) saluran cerna atas pada pasien
Infus 6,25 mg/jam (10,7 Ml/jam sakit kritis
larutan 0,6 mg/mL

10. Lidokain

Lidokain dapat digunakan untuk meredakan rasa sakit pada bagian tubuh sebelum
dilakukan penanganan medis. Obat ini juga bisa menghilangkan rasa sakit karena luka
bakar, luka gores, gigitan serangga, tanaman beracun dalam bentuk salep atau krim.
Lidokain juga bisa digunakan dengan cara disemprotkan sebelum melakukan prosedur
medis. Salah satunya saat pemasangan selang alat bantu napas pasien. Untuk
penggunaannya injeksi atau suntikan dapat digunakan untuk mengatasi aritmia. Serta
untuk membuat mati rasa pada proses penjahitan luka atau operasi.

 Indikasi
Lidokain sering digunakan secara suntikan untuk anesthesia infiltrasi, blokade
saraf, anesthesia spinal, anesthesia epidural ataupun anesthesia kaudal, dan secara
setempat untuk anesthesia selaput lendir. Pada anesthesia infiltrasi biasanya
digunakan larutan 0,25-0,50% dengan atau tanpa epinefrin. Tanpa epinefrin dosis
total tidak boleh melebihi 200 mg dalam waktu 24 jam, dan dengan epinefrin tidak
boleh melebihi 500 mg untuk jangka waktu yang sama (Christoper.Wu, MD 2009).

Lidokain dapat pula digunakan unutuk anesthesia permukaan. Untuk anesthesia


rongga mulut, kerongkongan dan saluran cerna bagian atas digunakan larutan 1-4%
dengan dosis maksimal 1 gram sehari dibagi dalam beberapa dosis. Pruritus di daerah
anogenital atau rasa sakit yang menyertai wasir dapat dihilangkan dengan supositoria
atau bentuk salep dan krim 5%. Untuk anesthesia sebelum dilakukan tindakan
sistoskopi atau kateterisasi uretra digunakan lidokain gel 2% dan sebelum dilakukan
bronkoskopi atau pemasangan pipa endotrakeal biasanya digunakan semprotan
dengan kadar 2-4% (Micahel F, 1996). Lidokain juga dapat menurunkan iritabilitas
jantung, karena itu juga digunakan sebagai aritmia (Tremont & Lukats, 2005)

 Kontraindikasi
Hipovolemia, blokade jantung total; jangan gunakan larutan mengandung
adrenalin untuk anestesi pada appendages.

 Farmakodinamik
Lidokain (xilokain) adalah anestetik lokal kuat yang digunakan secara luas
dengan pemberian topical dan suntikan. Anesthesia terjadi lebih cepat, lebih kuat,
lebih lama dan lebih ekstensif daripada yang ditimbulkan prokain pada konsentrasi
yang sebanding. Lidokain merupakan aminoetilamid dan merupakan prototip dari
anestetik lokal golongan amida. Larutan lidokain 0,5 % digunakan untuk anesthesia
infiltrasi, sedangkan lauran 1,0-2% untuk anesthesia blok dan topikal. Anestetik ini
efektif bila digunakan tanpa vasokonstriksor, tetapi kecepatan absorpsi dan
toksisitasnya bertambah dan masa kerjanya lebih pendek. Lidokain merupakan obat
terpilih bagi mereka yang hipersensitif terhadap anestetik lokal golongan ester.
Lidokain dapat menimbulkan kantuk (Abourahmane K.M, 2007).

 Farmakokinetik
Farmakokinetik lidocaine bekerja dengan cepat dan didistribusikan berikatan
dengan protein. Absorpsi lidocaine sangat baik. Apabila diberikan secara intravena,
onset kerja adalah 45-90 detik, dengan durasi 10-20 menit. Apabila digunakan secara
infiltrasi pada jaringan, onset kerja 1-5 menit.

Mekanisme kerja lidocaine bergantung pada dosis dan waktu. Semakin besar dosis
yang diberikan, maka semakin banyak kanal sodium yang terinhibisi. Efek inhibisi ini
bersifat reversibel dan akan semakin berkurang seiring bertambahnya waktu. Selain
itu, mekanisme kerja lidocaine juga dipengaruhi oleh pH. Jaringan yang sedang
meradang memiliki pH rendah sehingga efek lidocaine terhambat. Afinitas lidocaine
terhadap kanal ion sodium yang aktif lebih tinggi dibandingkan dengan kanal yang
tidak aktif. Oleh karena itu, neuron dalam keadaan terstimulasi lebih mudah terkena
efek lidocaine. 

 Efek Samping
Efek samping lidokain biasanya berkaitan dengan efeknya terhadap sistem
saraf pusat, misalnya mengantuk, pusing, parestesia, kedutan otot, gangguan mental,
koma, dan bangkitan. Mungkin sekali metabolit lidokain yaitu monoetilglisin xilidid
dan glisin xilidid ikut berperan dalam timbulnya efek samping ini (Rusda,2004).
Lidokain dosis berlebihan dapat menyebabkan kematian akibat fibrilasi ventrikel, atau
oleh henti jantung (Rusda, 2004).

 Dosis
Anestesi infiltrasi, dengan injeksi, sesuai dengan bobot pasien dan sifat
pembedahan, maksimum 200 mg (atau 500 mg bila diberikan dalam larutan
adrenalin)- lihat juga cara pemberian di atas dan peringatan penting di bawah.
Anestesi regional intravena dan blokade syaraf, konsultasikan dengan spesialis.
Anestesi permukaan, kekuatan yang biasa 2-4%, lihat preparat di bawah.
Penting: dosis yang diizinkan seperti tersebut di atas mungkin tidak tepat untuk
beberapa keadaan dan harus dikonsultasikan dengan spesialis.

11. Dopamine

 Indikasi
Obat dopamin diindikasikan untuk penanganan hipotensi, terutama pada syok sepsis
dan kardiogenik. Dosis dopamin yang diberikan berkisar dalam rentang
2-20mcg/kg/menit, dosis ini diatur sesuai dengan respon hemodinamik yang diinginkan.
Batas maksimal dosis dopamin adalah 50 mcg/kg/min. Kemampuan dopamin sebagai
inotropik dan vasopressor membuat dopamin menjadi pilihan dalam tata laksana syok
kardiogenik dan syok sepsis. Dopamin juga dapat diberikan untuk bradikardia simtomatik
dengan nadi <50 kali/menit yang diikuti dengan hipotensi dan tidak dapat diatasi dengan
pemberian atropine.
 Kontra indikasi
Kontraindikasi dopamin pada pasien pheochromocytoma, fibrilasi ventrikel dan
takiaritmia yang belum terkoreksi, serta bila terdapat riwayat hipersensitivitas terhadap
obat. Peringatan untuk berhati-hati menggunakan obat ini pada pasien yang mendapat
obat monoamine oxidase inhibitor seperti rasagiline dan phenelzine karena terjadi
peningkatan durasi dan efek dopamin. Dopamin dikontraindikasikan pada pasien
dengan pheochromocytoma yaitu tumor kelenjar adrenal yang mensekresikan
katekolamin. Dopamin juga sebaiknya tidak diberikan pada pasien yang hipersensitivitas
terhadap dopamin serta pasien fibrilasi ventrikel dan takiaritmia yang belum terkoreksi.

 Farmakodinamik
Dopamine adalah katekolamin alamiah yang bekerja secara langsung pada reseptor
alfa, beta, dan dopaminergic; secara tidak langsung bekerja melepaskan norepinefrin dari
tempat penyimpanannya. Pada dosis rendah (1-3 mg/kg/menit), dopamine secara spesifik
meningkatkan aliran darah ke pembuluh darah ginjal, mesenteric, coroner, dan serebral
dengan mengaktivasi reseptor dopamine. Peningkatan laju filtrasi glomerular dan ekskresi
natrium menyertai peningkatan aliran darah ginjal.
Infus dopamine pada 2-10 mg/kg/menit merangsang reseptor-adrenergik beta pada
jantung, menyebabkan peningkatan kontraktilitas miokardium, stroke volume, curah
jantung. Dosis tinggi (lebih dari 10 mg/kg/menit) merangsang reseptor adrenergic alfa,
menyebabkan peningkatan resistansi vascular perifer, penurunan aliran darah ginjal, dan
peningkatan potensi aritmia (terutama dengan penggunaan zat anestesi volatile).
Dopamine meningkatkan resistansi vascular dan menurunkan aliran darah uterus.

 Farmakokinetik
Peningkatan resiko aritmia supraventricular dan aritmia ventricular dengan penggunaan
zat anestesi volatile; kemungkinan nekrosis pada pasien-pasien dengan penyakit oklusi
pembuluh darah; inaktivasi dalam larutan alkali, seperti natrium bikarbonat, furosemide;
penggunaan bersama fenitoin dapat menyebabkan serangan kejang, hipotensi berat, dan
bradikardia.
 Dosis
1. Infus: 1-20 mg/kg/menit. Pada kondisi lanjut dekompensasi sirkulasi, aman
menggunakan kecepatan infus sampai dengan melebihi 50 mg/kg/menit.
2. Norepinefrin biasanya ditambahkan jika dosis dopamine lebih dari 20 mg/kg/menit
diperlukan untuk mempertahankan tekanan darah selama resusitasi.
3. Pada dosis tinggi, volume infus dapat dikurangi dan memberikan larutan dopamine
yang lebih pekat (sampai dengan 3,2 mg/mL).
 Efek samping
1. Kardiovaskular: aritmia, angina, blok atrioventikular, hipotensi, hipertensi,
vasokonstriksi
2. Pulmonal: dipsnea
3. SSP: nyeri kepala, ansietas
4. Gastrointestinal: mual dan muntah
5. Dermatologic: piloereksi
6. Gangrene ekstremitas pada pemberian dosis tinggi yang lama
DAFTAR PUSTAKA

Aruna Ramesh, Lalit Mehdiratta, Tarlika Parima, Sandeep Sahu, Sukhminder Jit Singh
Bajwa. (2020 / 2021). A Great Career Field For the Anaesthesiologist. Emergency
Medicine, 61 - 75.

Fadhilah, D. (2020). BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Retrieved from


http://repository.poltekkes-tjk.ac.id/1588/6/BAB%20II.pdf

Jaya, M. I. (2017). PENDAHULUAN. Makalah Obat Emergency, 3 - 4.

Learning, J. &. (2021). Nurses's Drug Handbook. Burlington: Ascend Learning Company.

(2018). MAKALAH OBAT - OBAT EMERGENCY STIKES MUHAMMADIYAH GOMBONG,


1 - 2.

Mort, T. C. (2007). Anesthesia practice in the emergency department : overview, with a focus
on airway management. Anaesthesia Outside theh Operationg Room, 375 - 378.

Omogui, Sota.2014. Buku Saku Obat-Obatan Anestesia, Ed.4.Jakarta:Penerbit Buku


Kedokteran EGC
Omoigui, Sota. 2016 Buku Saku Obat-Obatan Anestesia. Edisi IV. Jakarta: EGC

Titiek Suharti, Yustiana Olfah, Abdul Majid. (2016). FAKTOR - FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI KESIAPAN PERAWAT ANESTESI MELAKUKAN
TINDAKAN GENERAL ANESTESI DI RSUP MATARAM NTB. Journal of
Health, 1 - 7.

https://www.alomedika.com/obat/obat-kardiovaskuler/obat-syok-kardiogenik-dan-sepsis/
dobutamin/Farmakodinamik Diakses pada tanggal 29 Januari 2022 Pukul 21.10
WITA
https://www.alomedika.com/obat/obat-kardiovaskuler/obat-syok-kardiogenik-dan-sepsis/
dobutamin/kontraindikasi-dan-peringatan Diakses Pada Tanggal 29 Januari Pukul
21.50 WITA

https://www.alodokter.com/dobutamin Diakeses Pada tanggal 29 Januari 2022 Pukul 21.50


WITA

https://www.alomedika.com/obat/obat-kardiovaskuler/obat-syok-kardiogenik-dan-sepsis/
dobutamin/indikasi-dan-dosis#:~:text=Indikasi%20pemberian%20dobutamin
%20yaitu%20pada,usia%20dan%20respon%20terhadap%20terapi. Diakses pada
tanggal 29 Januari 2022 Pukul 22.00 WITA

http://eprints.umm.ac.id/45900/3/BAB%20II.pdf Diakses pada tanggal 31 Januari 2022


Pukul 07.23 WITA

Shannon Margaret T., Wilson Billie Ann. (1992). Govoni & Hayes drugs and nursing
implications (7th ed). United States Of America : Cracom Corporation.

https://www.farmasi-id.com/aminophylline/Diakses pada tanggal 28 Januari 2022 Pukul


19.23 WIB

https://www.alomedika.com/obat/obat-untuk-saluran-cerna/antiemetik/ondansetron/efek-
samping-dan-interaksi-obat Diakses pada tanggal 28 Januari Pukul 18.25

https://repository.unair.ac.id/55218/13/FF%20FK%2009%2016-min.pdf Diakses pada tanggal 28


Januari Pukul 19.25

http://pionas.pom.go.id/monografi/ondansetron#:~:text=Indikasi%3A,mual%20dan%20muntah
%20pasca%20operasi. Diakses pada tanggal 28 Januari Pukul 20.00

Anda mungkin juga menyukai