Anda di halaman 1dari 26

ILMU PENYAKIT

SYARAF DAN
INDRA
Syndrom Guillain-Barre
ANGGOTA KELOMPOK

1 2 3

Dalila Safaraz Aisyah Nur Rohmah Salsabila Restu Refriananda


P07120320002 P07120320005 P07120320023

4 5 6

Rhesna Indra Gunawan Syifa Mutiara Elma Jusridawati


P07120320025 P07120320037 P07120320046
Syndrom Guillain-Barre

Penyakit Sindroma Guillain-Barre (SGB) dikenal pada


tahun 1916. Menurut National Institute of Neurological
Disorders and Stroke (NINDS) 2018 Sindroma Guillain-
Barre adalah penyakit gangguan saraf yang jarang terjadi
dimana sistem kekebalan tubuh menyerang bagian
sistem saraf tepi. Sindroma Guillain-Barre dapat menjadi
kasus yang ringan dengan kelemahan singkat sampai
dengan kelumpuhan yang berat sehingga membuat
pasien tidak dapat bernafas secara mandiri.
EPIDEMIOLOGI

Penyebaran penyakit Sindroma Guillain-Barre belum diketahui


dikarenakan terbatasnya data epidemiologi, khususnya di beberapa
negara berkembang (Malek dan Salameh, 2019). Sindroma Guillain-
Barre sangat jarang terjadi dengan insiden kasar berkisar dari 0.81
sampai 1.89 (median, 1.11) kasus per 100,000 penduduk per tahun.
Kisaran tingkat usia spesifik meningkat dari tiga kali lipat perbedaan
antara penelitian grup usia muda sampai dengan 10 kali lipat
perbedaan di grup usia tua dan juga berdasarkan jenis kelamin
menunjukkan pria lebih tinggi menderita Sindroma Guillain-Barre dari
pada perempuan. Alasan faktor risiko penyakit Sindroma Guillain-
Barre lebih tinggi pada pria belum diketahui. (Sejvar et al., 2011).
ETIOLOGI

Menurut National Center for Advancing Translational Sciences (NIH)


dan Genetic and Rare Diseases Information Center (GARD) 2017
penyebab dari penyakit Sindroma Guillain-Barre belum dipahami di
semua kasus penyakit sindroma ini. Namun, Menurut Andary (2018)
penyebab penyakit Sindroma Guillain-Barre, sebagai berikut:
a. Campylobacter jejuni
b. Cytomegalovirus Penyebab lainnya
c. Infeksi lainnya
Beberapa peristiwa seperti pembedahan,
d. Vaksinasi trauma, kehamilan dilaporkan sebagai
e. Obat-obatan (penisilin dan obat anti motilitas dan obat kontrasepsi) kemungkinan pemicu penyakit SGB, tetapi
hubungan ini sebagian besar anektodal.
KLASIFIKASI

Tabel Subtipe dari Sindroma Guillain-Barre (Hauser dan Amato, 2018).

Subtipe Gambaran klinis Elektrodiagnosis Gambaran


patologis
  Orang dewasa   Pertama
  lebih banyak   menyerang di
Acute terjadi   atas permukaan
inflammatory daripada anak- Demielinisasi sel schwann;
demyelinating anak; 90% kerusakan mielin
polyradiculoneur kasus terjadi di ekstensif,
opathy (AIDP) negara barat; aktivasi
pemulihan makrofag dan
cepat; antibodi infiltrasi
anti-GM1 limfositik;
(<50%) kerusakan
aksonal
bervariasi
KLASIFIKASI

Tabel Subtipe dari Sindroma Guillain-Barre (Hauser dan Amato, 2018).

Subtipe Gambaran klinis Elektrodiagnosis Gambaran


patologis
  Anak-anak   Pertama
Acute motor dan dewasa   menyerang nodus
axonal muda; Aksonal ranvier motorik;
neuropathy prevalensi di aktivasi makrofag,
(AMAN) china sedikit limfosit,
dan meksiko; banyak makrofag
mungkin periaksonal;
disebabkan kerusakan
musiman; aksonal ekstensif
pemulihan bervariasi sangat
cepat; antibodi tinggi
anti- GD1a
KLASIFIKASI

Tabel Subtipe dari Sindroma Guillain-Barre (Hauser dan Amato, 2018).

Subtipe Gambaran klinis Elektrodiagnosis Gambaran


patologis
Acute motor and Paling banyak Aksonal Menyerupai
sensory axonal orang dengan AMAN,
neuropathy dewasa; tetapi juga
(AMSAN) jarang terjadi; mempengaruhi
berhubungan saraf sensorik;
dengan kerusakan
AMAN aksonal
biasanya berat
KLASIFIKASI

Tabel Subtipe dari Sindroma Guillain-Barre (Hauser dan Amato, 2018).

Subtipe Gambaran klinis Elektrodiagnosis Gambaran


patologis
  Anak-anak Aksonal atau Sangat jarang
Miller Fisher dan dewasa; demielinisasi terjadi;
syndrome oftalmoplegia; menyerupai AIDP
(MFS) ataksia;
arefleksia;
antibodi anti-
GQ1b
(90%)
MANIFESTASI KLINIS

Tabel Manifestasi klinis Sindroma Guillain-Barre (Malek dan Salameh, 2019).

Manifestasi klinis Sindroma Guillain-Barre


 Akut
 Penyakit progresif monofasik sampai 4 minggu
 Terjadi penyakit infeksi respiratori/gastrointestinal sebelumnya
 Kelemahan simetris ekstremitas atas dan bawah
 Hipo/arefleksia
 Parastesia/mati ras, nyeri (jarang terjadi)
 Neuropati kranial (bulbar, facial, otot ekstraokular)
 Disfungsi autonomik (diare/konstipasi, hiponatremia)
PEMERIKSAAN
DIAGNOSTIK

Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan Elektrokardiografi

Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan laju (EKG) yang biasanya memperlihatkan


endap darah (LED) hasil umumnya normal atau hasil normal atau kebanyakan kelainan
sedikit meningkat, leukosit umumnya dalam yang ditemukan tidak diakibatkan oleh
batas normal, haemoglobin dalam batas normal, GBS sendiri.
pada darah tepi didapati leukositosis
polimorfonuklear sedang dengan pergeseran ke
bentuk yang imatur, limfosit cenderung rendah
selama fase awal dan fase aktif penyakit.
PEMERIKSAAN
DIAGNOSTIK

Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Pemeriksaan MRI akan memberikan hasil yang bermakna


jika dilakukan pada hari ke 13 setelah timbulnya gejala. MRI
lumbosacral akan memperlihatkan penebalan pada radiks
kauda equina dengan peningkatan pada gadolinium.
Adanya penebalan radiks kauda equina mengindikasikan
Gambar 1. Gambaran MRI lumbosakral pada pasien
kerusakan pada barier darahsaraf. Hal ini dapat terlihat
perempuan 39 tahun dengan GBS dan SLE, potongan
pada 95% kasus GBS dan hasil sensitif sampai 83% untuk
sagital dan aksial menunjukkan herniasi diskus T12-
GBS akut. L1 yang menyebabkan kompresi minimal pada conus
medullaris
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
● Pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS)

Pada pemeriksaan cairan serebrospinal paling khas ditemukan adanya


kenaikan kadar protein (1-1,5 g/dl) tanpa diikuti kenaikan jumlah sel.
Pada kebanyakan kasus, pada hari pertama jumlah total protein CSS
normal; setelah beberapa hari, jumlah protein mulai naik, bahkan lebih
lanjut saat gejala klinis mulai stabil, jumlah protein CSS tetap naik dan
menjadi sangat tinggi. Puncaknya pada 4-6 minggu setelah mulainya
gejala klinis. Derajat penyakit tidak berhubungan dengan naiknya
protein dalam CSS. Hitung jenis umumnya dibawah 10 leukosit
mononuklear/mm.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
● Pemeriksaan kecepatan hantar saraf ● Pemeriksaan patologi anatomi
(KHS) dan elektromiografi (EMG)
Umumnya didapati pola dan bentuk yang
Gambaran elektromiografi pada awal relatif konsisten; yakni adanya infiltrate
penyakit masih dalam batas normal, limfositik mononuklear perivaskuler serta
kelumpuhan terjadi pada minggu pertama demielinasi multifokal. Pada fase lanjut,
dan puncaknya pada akhir minggu kedua infiltrasi sel-sel radang dan demielinasi ini
dan pada akhir minggu ketiga mulai akan muncul bersama dengan demielinasi
menunjukkan adanya perbaikan. segmental dan degenerasi wallerian dalam
berbagai derajat.
GEJALA YANG TIMBUL

Gejala Utama Gejala tambahan

1) Kelemahan yang bersifat progresif 1) Progresivitas: gejala kelemahan


pada satu atau lebih ekstremitas motorik berlangsung cepat, maksimal
dengan atau tanpa disertai ataksia dalam 4 minggu, 50% mencapai

2) Arefleksia atau hiporefleksia yang puncak dalam 2 minggu, 80% dalam 3

bersifat general minggu, 90% dalam 4 minggu.

2) Biasanya simetris

3) Adanya gejala sensoris yang ringan


GEJALA YANG TIMBUL

Gejala tambahan

4) Gejala saraf kranial, 50% terjadi


parese N VII dan sering bilateral.

5) Disfungsi saraf otonom.

6) Tidak disertai demam saat


onset gejala neurologis

7) Pemulihan dimulai antara


minggu ke 2 sampai ke 4 setelah
progresivitas berhenti. penyembuhan
umumnya fungsionil dapat kembali
GEJALA YANG TIMBUL

Pemeriksaan CSS
Gejala yang menyingkirkan diagnosis
1) Peningkatan protein
1) Kelemahan yang sifatnya asimetri
2) Sel MN < 10 /μl
2) Disfungsi vesika urinaria yang sifatnya
persisten

Pemeriksaan elektrodiagnostik 3) Sel PMN atau MN di dalam CSS > 50/ul

1) Terlihat adanya 4) Gejala sensoris yang nyata


perlambatan atau blok pada konduksi
impuls saraf
PENATALAKSANAAN

Saat ini, diketahui tidak ada terapi khusus yang dapat


menyembuhkan penyakit GBS. Penyakit ini pada
sebagian besar penderita dapat sembuh dengan
sendirinya. Pengobatan yang diberikan lebih bersifat
simptomatis. Tujuan dari terapi adalah untuk
mengurangi tingkat keparahan penyakit dan untuk
mempercepat proses penyembuhan penderita.
Manajemen terhadap sekumpulan manifestasi klinis Sindrom Guillain Barre.

Manajemen Kegagalan Respirasi


SGB merupakan penyakit neuropati perifer yang paling sering menimbulkan
paralisis respiratori. Manifestasi klinis yang menjadi prediksi kondisi kegagalan
respirasi antara lain: takipnea, takikardi, ketidaksimetrisan pergerakan dada,
abdomen, kapasitas vital paru <20 ml/kg, tekanan inspirasi maksimal <30
cmH2O, dan tekanan ekspirasi maksimal <40 cm H2O (Meena, Khadilkar, dan
Murthy, 2011). Faktor lain yang menjadi penyebab kegagalan respirasi seperti
kelemahan wajah, kelemahan bulbar, dan kelemahan otot leher.

Manajemen Disfungsi Otonom


Disfungsi otonom merupakan salah satu penyebab kematian pada penderita SGB. Gangguan sistem
kardio dan gangguan hemodinamik yang manifestasi klinisnya antara lain: hipertensi, postural hipotensi,
dan takikardi (Meena, Khadilkar, & Murthy, 2011). Manifestasi klinis tersebut disebabkan oleh aktifitas
berlebihan dari saraf simpatis dan saraf parasimpatis yang ditekan aktifitasnya.
Manajemen terhadap sekumpulan manifestasi klinis Sindrom Guillain Barre.

Manajemen Imunoterapi
Manajemen imunoterapi untuk mengatasi penyebab terjadinya
demielinisasi poliradikulopati yaitu terapi penggantian plasma darah atau
Plasmaferesis dan pemberian Imunoglobulin melalui intravena.

Manajemen suportif saat rehabilitasi


Seperti halnya dengan pasca penyakit neurologi lainnya maka sisa dari defisit
neurologi akibat SGB juga memerlukan penanganan rehabilitatif. Fisioterapi
dibutuhkan untuk mengembalikan fungsi motorik dari penderita.
Implikasi Asuhan Keperawatan dengan Kasus SGB

Kasus SGB merupakan salah satu penyakit yang diakibatkan oleh kompleks imun (dengan pencetus infeksi) menyerang
sistem saraf motorik yang menyebabkan defisit neurologis. Kondisi yang sangat akut dan mematikan dapat menjadi
gejala awal penyakit. Kasus SGB memang secara prevalensi tidak sebanyak kasus neurologis lain seperti halnya stroke
namun bukan berarti perawat tidak memahami penanganan kasus ini. Asuhan keperawatan untuk pasien dengan kasus
SGB juga sama halnya dengan kasus neurologis lain.

Asuhan keperawatan tersebut antara lain: asuhan dengan pasien yang menggunakan bantuan ventilasi mekanik,
gangguan pola napas, resiko aspirasi, gangguan mobilisasi. Pengalaman dalam memberikan asuhan keperawatan pada
pasien dengan kasus SGB memberikan hasil yang sama seperti yang ada pada literatur terkini tentang terapi
plasmaferesis. Pada kasus di atas dapat dilihat bahwa penanganan kasus dilakukan dengan cepat mulai dari tindakan
diagnostik yang menyimpulkan secara pasti bahwa kasus tersebut adalah kasus SGB. Penanganan plasmaferesis pun
dilakukan pada awal onset penyakit dan dilakukan sebanyak 5 siklus/sesi. Proses perbaikan kondisi klinis memang
sesuai dengan beberapa uji klinis yang tedapat di literatur yaitu kondisi gagal nafas tidak terjadi, paralisis otot
ekstrimitas dapat berkurang, kemampuan menelan juga semakin membaik.
Peran dan Tanggung Jawab Penata Anestesi

Plasmaferesis sebagai terapi sindrom gullain-Barre pada anak, setelah tindakan sering terjadi
pola nafas yang tidak efektif berhubungan dengan kelemahan atau paralisis otot pernafasan.
Tindakan yang dilakukan dengan :

a. Memantau frekuensi, kedalam dan kesimetrisan pernafasan, catat peningkatan kerja


nafas dan observasi warna kulit dan membrane mukosa. (Peningkatan distrespernafasan
menandakan dadanya kelelahan otot pernafasan atau paralisis yang mungkin memerlukan
sokongan dari ventilasi mekanik.
b. Mengkaji adanya perubahan sensasi terutama adanya penurunan respon ( penurunan
sensasi sering kali mengarah pada kelemahan motorik)
Peran dan Tanggung Jawab Penata Anestesi

c. Mencatat adanya kelelahan pernafasan selam berbicara kalau pasien masih dapat
berbicara (merupakan indicator yang baik terhadap gangguan fungsi pernafasan)
d. Auskultasi bunyi nafas, ada tidaknya bunyi atau suara tambahan seperti ronchi.
e. Melakukan memantaan terhadap analisa gas darah, oksimetri nadi secara teratur (
menentukan keefektifan dari intervensi)
f. Memberikan obat atau bantu dengan tindakan pembersihan pernafasanan seperti
latihan pernafasan , perkusi dada, fibrasi dan drainase postural.
KESIMPULAN

Bahwa GBS adalah penyakit yang langka dan dapat disembuhkan akan tetapi nyeri ringan
masih timbul dan derajat penyembuhan tergantung tergantung dari derajat kerusakan
syaraf yang terjadi pada fase infeksi. GBS merupakan suatu sindrom klinis yang ditandai
adanya paralisis yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun dimana
targetnya adalah saraf perief,radiks, dan nervus kranialis. Maniseftasi klinis berupa
kelumpuhan, gangguan fungsi otonom, gangguan sensibilitas, dan risiko komplikasi
pencemaran.
DAFTAR PUSTAKA

● Clinical Educator Faculty of Nursing Universitas Pelita Harapan. 2017. Laporan Kasus Penanganan Sindrom
Guillain-Barre Dengan Terapi Plasmaferesis. Nursing Current. 5(2) : 14 - 15.
https://ojs.uph.edu/index.php/NCJK/article/download/1700/637

● Lomboe, R. S. (2021). KARAKTERISTIK DEMOGRAFI, KONDUKSI SARAF, TATALAKSANA, DAN PROGNOSIS


PADA PASIEN SINDROMA GUILLAIN-BARRE: TELAAH SISTEMATIS. https://repositori.usu.ac.id

● Lukito, V., Mangunatmadja, I., Pudjiadi, A. H., & Puspandjono, T. M. (2016). Plasmaferesis Sebagai Terapi
Sindrom Guillain-Barre Berat pada Anak. Sari Pediatri, 11(6), 448-55.

● Rahayu, T. MENGENAL GUILLAIN BARRE SYNDROME) (GBS).


https://journal.uny.ac.id/index.php/wuny/article/download/3525/pdf

● Wijayanti, I. A. S. 2016. ASPEK KLINIS DAN PENATALAKSANAAN GUILLAIN–BARRÉ SYNDROME. Retrieved


from https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_dir/0dfd19341a5d52541d3f26a1e8872809.pdf
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai