Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH DRUG USE EVALUATION (DUE)

EVALUASI DOSIS DAN DRUG RELATED PROBLEM (DRP) PADA PASIEN


PEDIATRIC INTENSIVE CARE UNIT (PICU)
RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

Disusun Oleh :
KELOMPOK 5
Cici Wahyuni, S.Farm I4C021074/UNSOED
Silfa Amorin Tyas, S.Farm I4C021078/UNSOED
Tia Puspariani, S.Farm 10027121033/UBTH

PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO
PERIODE JUNI-JULI
2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat
inap, rawat jalan, dan gawat darurat (Kemenkes RI, 2016). Pediatric Intensive Care Unit
(PICU) adalah fasilitas atau unit yang terpisah di rumah sakit, yang dirancang untuk
penanganan penderita anak yang mengalami gangguan medis, bedah dan trauma, atau
kondisi yang mengancam nyawa lainnya, sehingga memerlukan perawatan intensif,
observasi yang bersifat komprehensif dan perawatan khusus (IDAI, 2016).
Pasien pediatri memiliki respon yang berbeda terhadap obat dibandingkan orang
dewasa dikarenakan pembentukan organ yang masih belum sempurna. Pergeseran
paradigma pelayanan kefarmasian dari drug oriented ke patient oriented atau disebut
sebagai pharmaceutical care menuntut peran farmasis dalam memaksimalkan terapi pada
pasien pediatri untuk mencegah terjadinya Drug Related Problem (DRP) atau medication
error. Drug Related Problem (DRP) didefinisikan sebagai suatu kondisi berkaitan dengan
terapi obat yang secara potensial maupun aktual dapat mempengaruhi atau mengganggu
outcome klinis yang diinginkan (Jamal et al., 2015). Kesalahan pengobatan pada pasien
golongan pediatri menempati urutan pertama dan salah satu kesalahan pengobatan pada
pasien golongan pediatri yang sering terjadi adalah kekeliruan dalam perhitungan dosis
(Kharis et al., 2017).
Perawatan pasien pediatri di PICU berbeda dengan perawatan anak yang hanya
dirawat di bangsal. Diperlukan perhatian khusus dan lebih terhadap pengobatan yang
diberikan pada pasien di PICU untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Berdasarkan
latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan evaluasi penggunaan obat pada pasien di
satelit farmasi Pediatric Intensive Care Unit (PICU) RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto untuk mengetahui ketepatan dosis yang diberikan dan mencegah serta
meminimalisasi kemungkinan terjadinya DRP guna meningkatkan mutu pelayanan
kefarmasian yang berorientasi pada peningkatan mutu kehidupan pasien.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana gambaran karakteristik pasien di satelit farmasi Pediatric Intensive
Care Unit (PICU) RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto?
2. Bagaimana gambaran pengobatan yang diterima pasien di satelit farmasi Pediatric
Intensive Care Unit (PICU) RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto?
3. Bagaimana evaluasi ketepatan dosis pada pengobatan yang diterima pasien di
satelit farmasi Pediatric Intensive Care Unit (PICU) RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo Purwokerto?
4. Bagaimana evaluasi Drug Related Problem (DRP) pada pengobatan yang diterima
pasien di satelit farmasi Pediatric Intensive Care Unit (PICU) RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto?

C. Tujuan
1. Mengetahui gambaran karakteristik pasien di satelit farmasi Pediatric Intensive
Care Unit (PICU) RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
2. Mengetahui gambaran pengobatan yang diterima pasien di satelit farmasi Pediatric
Intensive Care Unit (PICU) RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
3. Mengetahui ketepatan dosis pada pengobatan yang diterima pasien di satelit
farmasi Pediatric Intensive Care Unit (PICU) RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto.
4. Mengetahui Drug Related Problem (DRP) pada pengobatan yang diterima pasien
di satelit farmasi Pediatric Intensive Care Unit (PICU) RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo Purwokerto.

D. Manfaat
1. Mahasiswa praktik kerja profesi apoteker mampu melakukan evaluasi penggunaan
obat terkait ketepatan dosis pemberian obat di satelit farmasi Pediatric Intensive
Care Unit (PICU) RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
2. Mahasiswa praktik kerja profesi apoteker mampu melakukan evaluasi penggunaan
obat terkait Drug Related Problem (DRP) di satelit farmasi Pediatric Intensive
Care Unit (PICU) RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
3. Memberikan gambaran rasionalitas peresepan pengobatan pasien di satelit farmasi
Pediatric Intensive Care Unit (PICU) RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pediatric Intensive Care Unit (PICU)


Menurut IDAI (2016), Unit Perawatan Intensif Anak atau Pediatric Intensive Care
Unit (PICU) adalah fasilitas atau unit yang terpisah, yang dirancang untuk penanganan
penderita anak yang mengalami gangguan medis, bedah dan trauma, atau kondisi yang
mengancam nyawa lainnya, sehingga memerlukan perawatan intensif, observasi yang
bersifat komprehensif dan perawatan khusus. Pelayanan pediatri ICU terdiri dari tiga strata
pelayanan yaitu :
1. Pelayanan PICU Primer (Standar Minimal)
Pelayanan PICU primer mampu memberikan pengelolaan resusitatif segera
untuk pasien gawat, tunjangan kardio-respirasi jangka pendek, dan mempunyai
peranan penting dalam pemantauan dan pencegahan penyulit pada pasien medik
dan bedah yang berisiko. Dalam PICU dilakukan ventilasi mekanik (invasif atau
non-invasif) dan pemantauan kardiovaskuler sederhana selama beberapa jam.
2. Pelayanan PICU Sekunder
Pelayanan PICU sekunder memberikan standar PICU yang tinggi,
mendukung peran rumah sakit lain yang telah ditentukan, misalnya pneumonia,
diare, dengue, malaria, measles, sepsis bakterial yang berat, kasus bedah,
pengelolaan trauma, dan lainlain. PICU hendaknya mampu memberikan bantuan
ventilasi mekanis lebih lama tetapi tidak terlalu kompleks.
3. Pelayanan PICU Tersier (Tertinggi)
Pelayanan PICU tersier merupakan rujukan tertinggi untuk PICU, mampu
menyediakan perawatan pediatrik definitif yang bersifat kompleks, progresif,
berubah dengan cepat, baik bersifat medis, operasi, maupun gangguan traumatik,
termasuk kelainan genetik/bawaan yang sering membutuhkan pendekatan yang
bersifat multidisipliner. Memberikan pelayanan yang tertinggi termasuk
dukungan/bantuan hidup multi-sistem yang kompleks dalam jangka waktu yang tak
terbatas.
Direkomendasikan adanya ahli farmasi klinis yang terlatih dengan kualifikasi
memadai yang bertugas di PICU strata tersier, dan lebih baik pula bila tersedia di PICU
strata sekunder. Staf ahli farmasi harus berada 24 jam sehari di rumah sakit yang memiliki
PICU strata tersier dan dianjurkan untuk rumah sakit dengan PICU strata sekunder. Teknisi
biomedis harus tersedia dalam waktu 1 jam, 24 jam sehari untuk PICU strata sekunder dan
tersier. Untuk PICU strata tersier, diperlukan petugas administrasi yang tersedia 24 jam
sehari. Teknisi radiologi (terutama dengan pelatihan di bidang pediatrik) harus tersedia 24
jam sehari di rumah sakit dengan PICU strata tersier dan sangat direkomendasikan untuk
rumah sakit dengan PICU strata sekunder. Bila memungkinkan tersedia pekerja sosial;
terapis fisik, okupasi, dan wicara; ahli gizi; psikolog anak; dan pekarya.

B. Drug Use Evaluation (DUE)


Menurut IDAI (2016) DUE merupakan program evaluasi penggunaan obat yang
terstrukturi dan berkesinambungan secara kualitatif dan kuantitatif. Salah satu cara untuk
melakukan evaluasi penerapan Penggunaan Obat Rasional (POR) adalah dengan cara
pemantauan dan evaluasi. Monitoring yang terus menerus akan menghasilkan ketersediaan
obat yang sesuai dengan kebutuhan sehingga mencapai penggunaan obat yang rasional.
Pemantauan penggunaan obat
1. Pemantauan Secara Langsung
Dilakukan dengan mengamati proses pengobatan mulai dari anamnesis,
pemeriksaan, peresepan, hingga penyerahan obat ke pasien. Pemantauan dengan
cara ini dapat dilakukan secara berkala pada waktu-waktu yang tidak diberitahukan
sebelumnya, sehingga diperoleh gambaran nyata mengenai praktik pemakaian obat
yang berlangsung pada saat itu.
Komponen Pemantauan Penggunaan Obat
Pemantauan dilakukan terhadap :
a) Kecocokan antara gejala/tanda-tanda (symptoms/signs), diagnosis dan jenis
pengobatan yang diberikan.
b) Kesesuaian antara pengobatan yang diberikan dengan pedoman pengobatan
yang ada.
c) Pemakaian obat tanpa indikasi yang jelas (misalnya antibiotik untuk ISPA
non pneumonia).
d) Praktek polifarmasi untuk keadaan yang sebenarnya cukup hanya diberikan
satu atau 2 jenis obat.
e) Ketepatan indikasi.
f) Ketepatan jenis, jumlah, cara dan lama pemberian (didasarkan pada
pedoman pengobatan yang ada).
g) Kesesuaian obat dengan kondisi pasien (misalnya ditemukan pemberian
injeksi pada diare).
2. Pemantauan secara tidak langsung
Pemantauan secara tidak langsung dapat dilakukan melalui kecocokan dan
ketepatan antara:
a) Gejala dan tanda yang ditemukan selama anamnesis dan pemeriksaan
b) Diagnosis yang dibuat dalam kartu status penderita
c) Pengobatan (terapi) yang diberikan (termasuk jenis, jumlah, dan cara
pemberian obat).
Pemantauan dan Evaluasi
1. Pencatatan dan Pelaporan
Adapun cara pencatatan dan pelaporan yang baku adalah sebagai berikut :
a) Kolom anamnesis/pemeriksaan:
Diisi keterangan yang bersifat patognomonik untuk kondisi yang dijumpai
(baik keluhan, gejala klinik, dan hasil pemeriksaan).
b) Kolom diagnosis:
Diisi dengan jelas diagnosisnya secara lengkap. Kalau ada 2 diagnosis,
tuliskan keduanya, misalnya bronkitis dengan diare.
c) Kolom terapi:
Diisi dengan obat yang diberikan. Kelengkapan dengan kesederhanaan ini
memungkinkan pemantauan terhadap kecocokan antara kolom anamnesis,
kolom diagnosis, dan kolom terapi.
2. Monitoring dan Evaluasi Indikator Peresepan Empat indikator peresepan yang akan
dinilai dalam pemantauan dan evaluasi penggunaan obat yang rasional adalah :
a) Rata-rata jumlah obat per pasien
b) Persentase penggunaan antibiotik
c) Persentase penggunaan injeksi
d) Persentase penggunaan obat generik
3. Pengumpulan Data Peresepan

C. Drug Related Problem (DRP)


Drug Related Problems (DRP) adalah kejadian yang tidak diinginkan dari
pengalaman pasien terkait terapi obat dan secara nyata maupun potensial berpengaruh pada
outcome yang diharapkan. Suatu kejadian dapat disebut DRP apabila terdapat dua kondisi,
yaitu:
a) Adanya kejadian tidak diinginkan yang dialami pasien, kejadian ini dapat berupa
keluhan medis, gejala, diagnosa penyakit, ketidakmampuan (disability) yang
merupakan efek dari kondisi psikologis, fisiologis, sosiokultur atau ekonomi; dan
b) Adanya hubungan antara kejadian tersebut dengan terapi obat. DRP adalah suatu
kejadian yang tidak diinginkan yang dialami oleh pasien yang secara aktual maupun
potensial dapat mengganggu keberhasilan terapi yang diinginkan.
Drug related problems (DRP) merupakan domain klinis praktisi pharmaceutical
care. Drug related problems (DRP) merupakan situasi yang tidak ingin dialami oleh pasien
yang disebabkan oleh terapi obat sehingga dapat berpotensi menimbulkan masalah bagi
keberhasilan penyembuhan yang dikehendaki (Cipolle et al, 2004).
Suatu kejadian dapat disebut DRP bila memenuhi komponen-komponen.
Komponen tersebut adalah kejadian tidak diinginkan yang dialami pasien berupa keluhan
medis, gejala, diagnosis, penyakit, dan ketidakmampuan (disability) serta memiliki
hubungan antara kejadian tersebut dengan terapi obat di mana hubungan ini dapat berupa
konsekuensi dari terapi obat atau kejadian yang memerlukan terapi obat sebagai solusi
maupun preventif. Tujuan identifikasi DRP adalah untuk membantu pasien mencapai
tujuan terapi dan mewujudkan kemungkinan terbaik dari terapi (Cipolle et al, 2004).
Kejadian DRP ini menjadi masalah aktual maupun potensial yang kental
dibicarakan dalam hubungan antara farmasi dengan dokter. Yang dimaksud dengan
masalah aktual DRP adalah masalah yang sudah terjadi pada pasien dan farmasis harus
berusaha menyelesaikannya. Masalah DRP yang potensial adalah suatu masalah yang
mungkin menjadi risiko yang dapat berkembang pada pasien jika farmasi tidak melakukan
tindakan untuk mencegah (Rovers, 2003). Jika DRP aktual terjadi, farmasi sebaiknya
mengambil suatu tindakan untuk memecahkan masalah yang terjadi (Cipolle et al, 2008).
DRP diklasifikasikan menjadi 8 kategori :
a. Pasien mempunyai kondisi medis yang membutuhkan terapi obat tetapi pasien tidak
mendapatkan obat untuk kondisi tersebut.
b. Pasien mempunyai kondisi medis dan menerima obat yang tidak mempunyai indikasi
medis yang valid.
c. Pasien mempunyai kondisi medis tetapi tidak mendapatkan obat yang tidak aman, tidak
paling efektif, dan kontraindikasi dengan pasien tersebut.
d. Pasien mempunyai kondisi medis dan mendapatkan obat yang benar tetapi dosis obat
tersebut kurang.
e. Pasien mempunyai kondisi medis dan mendapatkan obat yang benar tetapi dosis obat
tersebut lebih.
f. Pasien mempunyai kondisi medis akibat dari reaksi obat yang merugikan.
g. Pasien mempunyai kondisi medis akibat interaksi obat - obat, obat - makanan, obat -
hasil laboratorium.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Pasien PICU


Tabel 1. Karakteristik Pasien PICU

Keterangan Jumlah Persentase


(N=5) (%)

Usia
28 hari - <1 tahun 0 0
1 - 4 tahun 3 60
5 - 14 tahun 2 40

Jenis Kelamin
Laki-laki 3 60
Perempuan 2 40

Diagnosis
Epilepsi, konvulsi 2 40
Encephalitis 1 20
Pneumonia 3 60
CMV 1 20
ME 2 40
HC 1 20
Edema serebri 1 20
Anemia 1 20
Ket : CMV (cytomegalovirus), ME (myalgic encephalopathy), HC (hog cholera)
Berdasarkan Tabel 1 di atas, dapat dilihat gambaran distribusi atau karakteristik
pasien di ruangan PICU dengan total jumlah lima pasien. Dari kelima pasien tersebut,
terdiri dari tiga pasien laki-laki dan dua pasien perempuan. Bila ditinjau dari rentang
usianya, persentase pasien dengan usia 1 - 4 tahun yaitu 60% dengan distribusi dua pasien
berusia 1 tahun dan satu pasien berusia 3 tahun; serta persentase pasien dengan usia 5 - 14
tahun yaitu 40% dengan distribusi satu pasien berusia 9 tahun dan satu pasien berusia 13
tahun.
Dari Tabel 1 tersebut juga, dapat dilihat gambaran penyakit yang sering muncul
pada pasien di ruangan PICU. Berdasarkan data sebaran diagnosis pasien di ruangan PICU,
terlihat bahwa pneumonia menempati urutan pertama penyakit yang sering terjadi pada
pasien PICU dengan persentase kejadian 60%. Myalgic encephalopathy dan
epilepsi/konvulsi menempati urutan selanjutnya penyakit yang sering muncul pada pasien
PICU dengan persentase kejadian 40%. Beberapa penyakit lain yang muncul pada pasien
PICU yaitu penyakit yang disebabkan oleh virus seperti CMV (cytomegalovirus) dan HC
(hog cholera). Penyakit lain yang juga muncul dan menjadi komorbid pasien PICU yaitu
encephalitis, edema serebri, dan anemia.

B. Terapi Pasien PICU

Gambar. 1 Presentase Penggunaan Obat di PICU


Berdasarkan gambar diatas (Gambar 1) dapat diketahui jika obat-obat yang biasa
digunakan di ruangan PICU yaitu antibiotik (32%) yang terdiri dari 5 golongan antibiotik
seperti Penisilin (Ampicilin), Sefalosporin (Ceftriaxon dan cefotaxim), Sulfonilurea
(Kloramfenikol), Aminoglikosida (Gentamisin) dan Sulfonamid (Asetazolamid);
Analgesik/antipiretik seperti paracetamol; antikonvulsan seperti diazepam dan asam
valproat; Antiulcer seperti ranitidin dan sukralfat; kortikosteroid seperti dexamethason;
neuroprotektif seperti piracetam; mukolitik seperti ambroxol; bronkodilator seperti
ventolin dan tabas; antidiare seperti zinc dan lacto B; dan terapi cairan seperti Dextrose
10%, Aminofusin, KAEN 1B, KAEN 3B, NaCl.
Obat-obat tersebut di ruangan PICU RSMS diberikan pada pasien anak yang
mengalami epilepsi, enchepalitis, pneumonia, CMV (Cytomegalovirus),
bronkopneumonia, edema serebri, susp.GNAPS, HC (Hog Cholera), atau ME
(ensefalomielitis). Pada beberapa pasien diberikan kombinasi antibiotik seperti
Gentamicin+Ceftriaxon atau ampicilin+gentamicin, namun dapat juga diberikan
monoterapi tergantung dengan keparahan infeksi atau kekuatan bakteri. Menurut penelitian
Dewiyana dan Chalidyanto (2014) diketahui bahwa anak-anak yang terindikasi pneumonia
dapat diberikan antibiotik + antipiretik (untuk mengatasi demam)+anti
wheezing/bronkodilator (untuk mengatasi sesak nafas).
Antiulcer biasa digunakan pada pasien intensif care untuk mengatasi peningkatan
asam lambung akibat dari komplikasi penyakit, stress, dan faktor resiko lainnya. PPI dan
H2RA merupakan golongan obat yang paling ampuh dan banyak digunakan untuk
hospitalization atau untuk memberikan kenyamanan pada pasien (Mahdayana et al, 2020).

C. Evaluasi Dosis Terapi Pasien PICU


DOSIS
NAMA DIAGNOSA DOSIS RESEP KETERANGAN
LITERATUR
An.A Epilepsi, Parenteral
(13 tahun) encephalitis Inj. Ceftriaxone 50-75mg/kgBB/ day
L 2x1g 50-75mg x 30kg = Sesuai
BB : 30 kg 1500mg-2250mg
TB : 115 Inj. Dexamethasone 0,08-0,5mg/kg/day
cm 1x1amp 0,08-0,5mg x 30kg = Sesuai
2,4mg-15mg
Inj. Kalmicetin 40mg/kg/day
3x500 mg 40mg x 30kg = Sesuai
1200mg
Inj. Ranitidine 3x23 1-2mg/kg/day
mg 1-2mg x 30kg = Sesuai
30mg-60mg
Inj. Paracetamol 10mg-15mg/kg/8j
3x300 mg 10mg-15mg x 30kg = Sesuai
300mg-450mg
Inj. Diazepam 2 mg 0,04-0,2mg/kg/ 2-4j
0,04-0,2mg x 30kg = Sesuai
1,2mg-6mg
Oral
Asam valproate 2x1 5mg/kg/day
Sesuai
cth 5mg x 30kg = 150mg
Sukralfat 3x1,5 cth 40mg/mg/kd/day
40mg x 30kg = Sesuai
1200mg
IVFD
D 10% 17 tpm Sesuai
Aminofusin 250 mL Sesuai
An. Al Pneumonia, CMV Parenteral
(1 tahun) (control rutin) Inj. Ampicillin 2x 25mg/kg/day
Sesuai
L 375 mg 25mg x 8kg = 200mg
BB : 8 kg Inj. Gentamicin 8mg/kg/day
TB : 66 1x50 mg (diganti 8mg x 8kg = 64mg Sesuai
cm dengan ceftriaxon)
Inf. Paracetamol 10-15mg/kgbb IV
3x7 mg 10-15 mg x 8kg = Sesuai
80-120mg
IVFD
KAEN 1B 10 tpm Sesuai
An. Ar Bronkopneumonia Parenteral
(3 tahun) CP susp ME Inj. Dexamethasone 0,08mg-
P 3x2 mg 0,5mg/kg/day
BB : 13 kg 0,08mg-0,5mg x Sesuai
TB : 88 13kg = 1,04mg-6,5
cm mg
Inj. Ranitidine 2x20 1-2mg/kg/day
mg 1-2mg x 13kg = Sesuai
13mg-26mg
Inj. Piracetam 15mg/kg
2x200 mg 15mg x 13kg = Sesuai
195mg
Inj. Ceftriaxone 100mg/kg/day
1x650 mg 100mg x 13kg = Sesuai
1300mg
Inj Paracetamol 125 10-15/kgbb IV
mg/6 jam 10-15mg x 13kg = Sesuai
130-195 mg
IVFD
Inf. KAEN 3A 12
Sesuai
tpm
Inf. Aminofusin 250
Sesuai
ml/12 jam
NGT : spoel
sukralfat sy 2,5 ml/6 Sesuai
jam
Nebu : Ventolin
(0,5) + NaCl (2 Sesuai
ml/12 jam)
An.An HC, ME, Edema Parenteral
(1 Tahun) serebri, Inj. Gentamicin 8mg/kg
L pneumonia, 2x25 mg 8mg x 9kg = Sesuai
BB : 9 kg anemia 72mg/kg
TB : 70 Inj. Ceftriaxone 100mg/kgBB/ day
cm 2x500 mg 100mg x 9kg = Sesuai
900mg
Inj. PCT 3x100 mg 10-15mg/kgbb IV
10-15mg x 9kg = 90- Sesuai
135mg
Nebulizer
Oral
Ambroxol 3x1,5 mg 6mg/ml Sesuai
Asetazolamid 3x40 5-10mg/kg/6-8H
mg 5-10mg x 9kg = Sesuai
45mg – 90mg
Tabas 3x1,5 mg 0,05mg-0,1mg/kg/6h
0,05mg-0,1mg x 9kg Sesuai
= 0,45mg-0,9mg
Zink 1x1 cth 3mg/kg/day
Sesuai
3mg x 9kg = 27mg
Lacto B 2x1 sachet Sesuai
Enteral
ASI 8x Sesuai
IVFD
KAEN 3A + NaCL
3% 15 ml (6 tpm Sesuai
makro)
An.K Convulsions not Parenteral
(9 tahun) elsewhere
P classified Inj. Cefotaxime 150mg/kg/day
Sesuai
Susp.GNAPS 3x500 mg 150mg x
Inj. Diazepam 7,5 0,04mg/kg/ 2-4j
Sesuai
mg kp kejang 0,04mg x
IVFD
NaCl 0,9% 20 tpm Sesuai

Pediatri merupakan salah satu kelompok rentan sehingga dalam penentuan terapi
memerlukan pertimbangan khusus, pertimbangan khusus dalam penentuan terapi terkait
dengan immaturitas organ pasien anak sehingga fungsi fisiologis belum berjalan optimal.
Maka hal ini menyebabkan farmakokinetika obat yang dikonsumsi pasien anak dan dewasa
berbeda. Perbedaan farmakokinetik tampak dalam berbagai aspek mulai dari absorbsi,
distribusi, metabolisme, sampai dengan eksresi. Perubahan farmakokinetik akan
menimbulkan efek yang berbeda pada pediatri dan cenderung efek yang lebih besar dan
lebih dari kadar toksik minimum apabila dosis disamakan dengan pasien dewasa.
Berdasarkan hasil pengamatan penyesuaian dari dosis resep dan dosis literatur di
PICU RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo terdapat beberapa resep yang termasuk kategori
underdoses atau dosis yang terlalu rendah dari dosis literatur, hal ini memungkinkan karena
perhitungan biaya pengobatan dan pertimbangan volume sediaan yang tersedia disatelit
farmasi. Namun, dalam terapi obat yang rasional, dosis obat merupakan faktor penting.
Kesalahan dalam perhitungan dosis dapat berpotensi terjadinya medication error. Hal ini
dimaksudkan baik kelebihan atau kekurangan dosis akan menghasilkan efek yang tidak
diinginkan dan bahkan dapat membahayakan.
D. Evaluasi DRP Pasien PICU
DRP (Drug Related Problem)
Pemilihan
Terapi Indikasi
No Kasus Obat Interaksi Potensi
Tanpa Tanpa Overdoses Underdoses
Tidak Obat ESO
Indikasi Terapi
Tepat
1 Pasien bernama Ar (perempuan) berusia 3 tahun dengan BB 13 kg
dan TB 88 cm didiagnosa bronkopneumonia CP susp ME,
mendapatkan terapi :
Parenteral
Inj. Dexamethasone 3x2 mg
Inj. Piracetam 2x200 mg
Inj. Ceftriaxone 1x650 mg
Inj. Ranitidine 2x20 mg
Inj. Paracetamol 125 mg/6 jam
IVFD
Inf. KAEN 3A 12 tpm
Inf. Aminofusin 250 ml/12 jam
- - - - - - -
NGT : spoel sukralfat sy 2,5 ml/6 jam
Nebu : Ventolin (0,5) + NaCl (2 ml/12 jam)

Data lab dan TTV :


TD : 111/50 mmHg
Nadi : 111 x/menit
RR : 250 x/menit
Suhu : 35 0C
Hemoglobin : 10,6 g/dL (10,70-14,7 g/dL)
Neutrophil : 74,3% (25-60%)
MCHC : 29,7 g/dL (32-36 g/dL)
MCV : 93 fl (72-88 fl)
Kalsium : 8,2 mg/dL (8,6-10,3 mg/dL)
2 Pasien bernama AL (laki-laki) berusia 1 tahun dengan BB 8 kg dan
TB 66 cm didiagnosa Pneumonia, CMV (control rutin),
mendapatkan terapi :
Parenteral
Inj. Ampicillin 2x 375 mg
Inj. Gentamicin 1x50 mg (diganti dengan ceftriaxone pada hari ke-
2)
Inf. Paracetamol 3x7 mg
IVFD
KAEN 1B 10 tpm

Data lab dan TTV : - √ - - √ - √


TD : 90/41 mmHg
Nadi : 130 x/menit
RR : 24 x/menit
Suhu : 36 0C
Hemoglobin : 8,6 g/dL (10,7-13,1 g/dL)
Hematokrit : 29% (35-43%)
Trombosit : 13.000 (217.000-497.000/µL)
Eritrosit : 3.10 x 106/µL (3,60-5,20 x 106/µL)
Kreatinin : 0,14 mg/dL (0,7 – 1,2 mg/dL)
Natrium : 124 mEq/L (134-146 mEq/L)
SGOT : 256 U/L (<45 U/L)
3 Pasien bernama A (perempuan) berusia 13 tahun dengan BB 30kg
dan TB 115 cm didiagnosa Epilepsi, encephalitis, mendapatkan
terapi :
Parenteral
Inj. Ceftriaxone 2x1g
Inj. Dexamethasone 1x1
Inj. Kalmicetin 3x500 mg
Inj. Ranitidine 3x23 mg
Inj. Paracetamol 3x300 mg
Inj. Diazepam 2 mg
Oral
Asam valproate 2x1 cth
Sukralfat 3x1,5 cth
IVFD - - - - - √ -
D 10% 17 tpm
Aminofusin 250 mL
Data Lab dan TTV :
TD : 92/55 mmHg
Nadi : 120 x/menit
RR : 31 x/menit
Suhu : 36,30C
Hemoglobin : 10,5 g/dL (12,7-17,7 g/dL)
Hematokrit : 36% (40-50%)
Leukosit : 8410/mm3 (4500-13000)
Eritrosit : 4,96 x 106/µL (4,74-6,32)
4 Pasien bernama An (laki-laki) berusia 1 tahun dengan BB 9kg dan
TB 70 cm didiagnosa HC, ME, Edema serebri, pneumonia, dan
anemia, mendapatkan terapi :
Parenteral
Inj. Gentamicin 2x25 mg
Inj. Ceftriaxone 2x500 mg
Inj. PCT 3x100 mg
Nebulizer
Oral
Azatozolamid 3x40 mg
Ambroxol 3x1,5 mg
Tabas 3x1,5 mg
Zink 1x1 cth
Lacto B 2x1 sachet - - - - - √ -
Enteral
ASI 8x
IVFD
KAEN 3A + NaCL 3% 15 ml (6 tpm makro)

Data lab dan TTV :


TD : 118/81 mmHg
Nadi : 114 x/menit
RR : 35 x/menit
Suhu : 36,80C
Hemoglobin : 10,7 g/dL (10,9-15,0 g/dL)
Hematokrit : 34% (40-50%)
MCV : 68,3 fl
MCH : 21,6 pg
Natrium : 130 mEq/L (135-145 mEq/L)
5 Pasien bernama K (perempuan) berusia 9 tahun dengan BB kg dan
TB cm didiagnosa Convulsions not elsewhere classified
Susp.GNAPS, mendapatkan terapi :
Parenteral
Inj. Cefotaxime 3x500 mg
Inj. Diazepam 7,5 mg kp kejang

IVFD
NaCl 0,9% 20 tpm

Data lab dan TTV : - - - - - - -


TD : 165/111 mmHg
Nadi : 115 x/menit
RR : 26 x/menit
Suhu : 36,1 0C
Hemoglobin : 10 g/dL (11,9-15,0 g/dL)
Leukosit : 22 x 103/µL (4500-13000)
Trombosit : 516 x 103/µL (156.000-408.000/µL)
Hematokrit : 31,6% (40-50%)
MCH : 24,7 pg
MCHC : 31,6 g/dL
Total 0 1 0 0 1 3 1
Persentase (%) 0 14,29 0 0 14,29 42,86 14,29
DRP interaksi obat merupakan DRP yang memiliki persentase paling besar
yaitu 42,86%, namun interaksi obat biasanya belum tentu terjadi kepada pasien.
Dokter yang meresepkan obat dan apoteker yang melakukan monitoring sudah
mempertimbangkan terkait pengobatan yang diberikan kepada pasien, sehingga
pemilihan obat-obatan yang mengalami interaksi tetap diberikan dengan
mempertimbangkan lebih besarnya memberikan manfaat efek terapi dibandingkan
kerugiannya.

1. Interaksi Obat
Evaluasi yang telah dilakukan terkait interaksi obat yang berpotensi
terjadi pada pasien PICU menunjukkan bahwa keseluruhan interaksi obat
dapat menurunkan konsentrasi obat yang berpotensi menurunkan efikasi dari
terapi yang diberikan. Adapun interaksi obat yang terjadi pada pasien PICU
sebagai berikut:
a. Inj. Kalmicetin (kloramfenikol) + Inj. Ceftriaxone
Inj. kloramfenikol menurunkan konsentrasi dan efikasi inj. ceftriaxone
melalui mekanisme antagonisme farmakodinamik.
b. Inj. Dexamethasone + Inj. Diazepam
Inj. dexamethasone menurunkan konsentrasi dan efikasi dari inj.
diazepam melalui mekanisme interaksi obat fase metabolisme yang
mempengaruhi enzim hepatik CYP3A4.
c. Inj. Diazepam + Inf. Parasetamol
Inj. diazepam menurunkan konsentrasi dan efikasi dari infus
parasetamol dengan mekanisme peningkatan metabolisme yang
meningkatkan konsentrasi metabolit hepatotoksik.
d. Asam valproat + Inf. Parasetamol
Asam valproat menurunkan konsentrasi dan efikasi dari infus
parasetamol melalui mekanisme peningkatan metabolisme yang
meningkatkan konsentrasi metabolit hepatotoksik.
e. Terbutaline sulfat (Tabas) + Inj. Gentamicin
Interaksi keduanya menyebabkan penurunan serum kalium.
f. Acetazolamid PO + Inj. Parasetamol
Acetazolamid menurunkan kadar inj. Parasetamol melalui mekanisme
peningkatan atau induksi metabolisme. Percepatan metabolisme dapat
meningkatkan konsentrasi metabolit hepatotoksik.

2. Underdose
DRP terkait dengan dosis obat merupakan kejadian lain yang juga
sering terjadi di PICU dengan persentase kejadian sebesar 14,29%. Obat-obat
yang mengalami underdose yaitu amoksisilin dan gentamisin. Akan tetapi
perhitungan dosis pada anak ini perbedaanya tidak terlalu jauh. Kemungkinan
perbedaan hasil perhitungan ini yaitu, perbedaan kalkulator yang digunakan
atau dokter menghitung secara manual. Namun, lenih baiknya dosis yang
diberikan harus sama atau berada pada rentang dosis yang diperolehkan supaya
obat dapat memberikan efek terapi yang optimal untuk pasien.

3. Potensi ESO
Berdasarkan hasil analisis terdapat persentase potensi ESO sebesar
14,29%, potensi ESO menyebabkan efek samping yang cukup merugikan bagi
pasien yaitu paracetamol yang dapat menyebabkan hepatotoksisitas. Oleh
karena itu, ketepatan pemberian dosis dan cara pemberian perlu diperhatikan
dengan baik terutama pasien merupakan pasien anak dimana organ-organ
tubuhnya belum berfungsi dengan optimal.

4. Indikasi tanpa Terapi


DRP Indikasi tanpa terapi memiliki persentasi sebesar 14,25%, dan
biasanya apoteker akan segera memberitahukan dokter melalui entri di sistem
RS (EMMRI) atau disampaikan secara langsung. Hasil analisis diperoleh terapi
tanpa indikasi pada kasus pasien An.AL (1 tahun), dimana kadar natrium pasien
mengalami penurunan yaitu <1254mEq/L. Kadar natrium dibawah 125mEq/L
perlu diberikan NaCl 3% untuk mengembalikan natrium pasien kembali menjadi
normal.
Selain itu, pasien juga mengalami penurunan kadar hemoglobin yaitu
8,6 g/dL dan penurunan kadar trombosit yang sangat drastis yaitu 13.000/µL.
Keadaan ini memerlukan penangan dan monitoring khusus untuk mencegah
keparahan kondisi pasien.
BAB IV
KESIMPULAN

1. Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis DRP di PICU RSUD Prof. Dr. Margono
Soekardjo terdapat beberapa kategori DRP yaitu indikasi tanpa terapi, interaksi obat,
underdoses dan potensi ESO, dimana interaksi obat merupakan DRP paling tertinggi
dengan persentase 42,86%; sedangkan indikasi tanpa terapi, interaksi obat, underdoses dan
potensi ESO memiliki persentase yang sama yaitu 14,29%.

2. Pengobatan yang biasa digunakan untuk menangani pasien di PICU RSMS yaitu antibiotik,
analgesik/antipiretik, anti ulcer, kortikosteroid, bronkodilator, antikonvulsan, mukolitik,
antidiare, neuroprotektif, dan beberapa jenis terapi cairan.
DAFTAR PUSTAKA

Cipolle R.J., Strand L.M. and Morley P.C., 2004, Pharmaceutical Care Practice The Clinician’s
Guide, 2nd ed., McGraw-Hill Education, New York.
Cipolle R.J., Strand L.M. and Morley P.C., 2012, Pharmaceutical Care Practice: The Patient-
Centered Approach to Medication Management, 3rd ed., McGraw-Hill Education, New
York.
Dewiyana dan Chalidyanto. 2014. ANALISIS KEBUTUHAN OBAT PNEUMONIA BALITA
BERDASARKAN METODE MORBIDITAS DI GUDANG FARMASI KOTA (GFK)
SURABAYA. Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia. Volume 2 Nomor 1 Januari-
Maret 2014
Kemenkes RI 2016, ‘Peraturan Menteri Kesehatan No.72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit’, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Kharis, VA, Desnita, R, Hariyanto, IH 2017, ‘Evaluasi Kesesuaian Dosis pada Pasien Pediatri
Bronkitis Akut di Rumah Sakit Tentara Kartika Husada Kubu Raya’, Pharm Sci Res, 4(2):
57-65.
Mahdayana, ID., Sudjatmiko., Sumarno., dan Padolo, E. 2020. Studi Penggunaan Profilaksis
Stress Ulcer pada Pasien Bedah Digestif di RSUD dr.Soetomo Surabaya. Pharamceutical
Journal of Indonesia. 5(2): 73-78
Rovers, J. P., et al., 2003, A Practical Guide to Pharmaceutical Care, American Pharmaceutical
Association, Washington, D.C.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Pasien PICU


DATA PASIEN PICU
TANGGAL DRP
NAMA NO.RM DIAGNOSA DATA LAB OBAT YANG DIPAKAI
MRS
An.A 00942663 9 Juni 2022 Epilepsi, TD : 92/55 mmHg Parenteral
(13 encephalitis Nadi : 120 x/menit Inj. Ceftriaxone 2x1g
tahun) RR : 31 x/menit Inj. Dexamethasone 1x1
L Suhu : 36,30C Inj. Kalmicetin 3x500 mg
BB : 30 Hemoglobin : 10,5 Inj. Ranitidine 3x23 mg
kg g/dL Inj. Paracetamol 3x300 mg
TB : 115 Hematokrit : 36% Inj. Diazepam 2 mg -
cm Leukosit : Oral
8410/mm3 Asam valproate 2x1 cth
Eritrosit : 4,96 x Sukralfat 3x1,5 cth
106/µL IVFD
D 10% 17 tpm
Aminofusin 250 mL
An. Al 02175996 10 Juni Pneumonia, CMV TD : 90/41 mmHg Parenteral Underdose :
(1 tahun) 2022 (control rutin) Nadi : 130 x/menit Inj. Ampicillin 2x 375 mg Ampicillin 50 mg/kgBB
L RR : 24 x/menit Inj. Gentamicin 1x50 mg = 400 mg setiap 6 jam
BB : 8 kg Suhu : 36 0C (diganti dengan ceftriaxon) Gentamicin 7 ,5
TB : 66 Hemoglobin : 8,6 Inf. Paracetamol 3x7 mg mg/kgBB = 60 mg
cm g/dL IVFD sekali sehari
Hematokrit : 29% KAEN 1B 10 tpm
Trombosit : 13.000 Indikasi tanpa terapi
Eritrosit : 3.10 x Pasien mengalami
106/µL hyponatremia
Eosinophil : 10,1% (<125mEq/L),
Total count membutuhkan NaCl 3%
leukosit : 12.980 Pasien mengalami
anemia (Hb < 10,9 g/dL,
Kreatinin : 0,14 trombosit rendah
mg/dL <217,00))
Natrium : 124
mEq/L Potensi ESO
SGOT : 256 U/L Efek samping
RDW : 19,8 % paracetamol yaitu
hepatotoksisitas

An. Ar 02204123 10 Juni Bronkopneumonia TD : 111/50 Parenteral Interaksi obat


(3 tahun) 2022 CP susp ME mmHg Inj. Dexamethasone 3x2 mg Potensi interaksi
P Nadi : 111 x/menit Inj. Piracetam 2x200 mg kalmicetin dan
BB : 13 RR : 250 x/menit Inj. Ceftriaxone 1x650 mg ceftriaxon
kg Suhu : 35 0C Inj. Ranitidine 2x20 mg
TB : 88 Hemoglobin : 10,6 Inj Paracetamol 125 mg/6 jam
cm g/dL IVFD
Batang : 0,3% Inf. KAEN 3A 12 tpm
Neutrophil : 74,3% Inf. Aminofusin 250 ml/12 jam
Eosinophil : 0,0 %
Limfosit : 21,9 % NGT : spoel sukralfat sy 2,5
MCHC : 29,7 g/dL ml/6 jam
MCV : 93 fl Nebu : Ventolin (0,5) + NaCl (2
Kalsium : 8,2 ml/12 jam)
mg/dL
An.An - 31 Mei HC, ME, Edema TD : 118/81 Parenteral Interaksi Obat
(1 Tahun) 2022 serebri, mmHg Inj. Gentamicin 2x25 mg Potensi interaksi
L pneumonia, anemia Nadi : 114 x/menit Inj. Ceftriaxone 2x500 mg gentamicin + ceftriaxon
BB : 9 kg RR : 35 x/menit Inj. PCT 3x100 mg
TB : 70 Suhu : 36,80C Nebulizer
cm Hemoglobin : 10,7
g/dL Oral
Hematokrit : 34% Azatozolamid 3x40 mg
MCV : 68,3 fl Ambroxol 3x1,5 mg
MCH : 21,6 pg Tabas 3x1,5 mg
Batang : 0,2 % Zink 1x1 cth
Segmen : 75,9 % Lacto B 2x1 sachet
Neutrophil : 76,1%
Eosinophil : 0,5 % Enteral
Limfosit : 12,7 % ASI 8x
Monosit : 10,5 %
Natrium : 130 IVFD
mEq/L KAEN 3A + NaCL 3% 15 ml (6
tpm makro)
An.K 02204524 14 Juni Convulsions not TD : 165/111 Parenteral
(9 tahun) 2022 elsewhere mmHg Inj. Cefotaxime 3x500 mg
P classified Nadi : 115 x/menit Inj. Diazepam 7,5 mg kp
Susp.GNAPS RR : 26 x/menit kejang
Suhu : 36,1 0C
Hemoglobin : 10 IVFD
g/dL NaCl 0,9% 20 tpm
Leukosit : 22 x
-
103/µL
Trombosit : 516 x
103/µL
Hematokrit :
31,6%
MCH : 24,7 pg
MCHC : 31,6 g/dL
Granulosit : 72%

Anda mungkin juga menyukai