Anda di halaman 1dari 67

TUGAS KHUSUS

LAPORAN PEMANTAUAN TERAPI OBAT


RUANG RAWAT INAP DAHLIA 2
DI RUMAH SAKIT PUSAT INFEKSI PROF.DR. SULIANTI SAROSO
JL. BARU SUNTER PERMAI RAYA, JAKARTA UTARA
PERIODE 11 JULI– 31 AGUSTUS 2016
‘’HIV/AIDS’’

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat


Memperoleh Gelar Apoteker (Apt)
Program Studi Profesi Apoteker

Disusun Oleh :

RAHMAYANTI, S.Farm

1543700208

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA
2016

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang

menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.(Aslam M,

2003)

Rumah sakit menurut WHO (World Health Organization) rumah sakit

adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan

fungsi menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan

penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat.

Pelayanan farmasi klinis di rumah sakit merupakan suatu hal yang

sangat diperlukan untuk memberikan jaminan pengobatan yang rasional

kepada pasien.Penggunaan obat dikatakan rasional jika obat digunakan sesuai

indikasi, kondisi pasien, dan pemilihan obat yang tepat (jenis, sediaan, dosis,

rute, waktu, dan lama pemberian), mempertimbangkan manfaat dan resiko

bagi pasien serta biaya pengobatan yang terjangkau bagi pasien.

Pelayanan kefarmasian, telah mengalami perluasan dari paradigma

lama yang berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi paradigma

baru yang berorientasi pada pasien (patient oriented) dengan mengacu pada

filosofi pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care). Pharmaceutical care

adalah suatu konsep yang melibatkan tanggung jawab farmasi dalam

menjamin terapi optimal terhadap pasien secara individu sehingga pasien

2
membaik dan kualitas hidupnya meningkat (Quality of Life).Kegiatan yang

semula hanya berfokus pada pengolahan obat sebagai komoditi berubah

menjadi pelayanan yang komprehensif dengan tujuan untuk meningkatkan

kualitas hidup pasien.

Dalam menjalani suatu pengobatan, sebagian pasien memperoleh hasil

yang diharapkan yaitu memperoleh kesembuhan dari penyakit yang diderita,

namun sebaliknya ada pula yang gagal dalam menjalani terapi, sehingga dapat

meningkatkan biaya pengobatan bahkan dapat berujung pada kematian, oleh

sebab itu, sangat perlu diperhatikan hal-hal yang menyangkut masalah terkait

terapi obat. Dalam hal inilah farmasi sangat berperan dalam melakukan

pemantauan terapi obat untuk menjamin obat yang diberikan kepada pasien

optimal dan rasional.

Masalah terkait obat (Drug-Related Problem/DRP) oleh

Pharmaceutical Care Network Europe (PCNE) didefinisikan sebagai setiap

kejadian yang melibatkan terapi obat yang secara nyata atau potensi terjadi

akan mempengaruhi hasil terapi yang diinginkan. Suatu kejadian dapat disebut

masalah terkait obat bila pasien mengalami kejadian tidak diinginkan baik

berupa keluhan medis atau gejala dan ada hubungan antara kejadian tersebut

dengan terapi obat.Termasuk keputusan untuk tidak menggunakan terpai obat,

dosis, rute, dan metode pemberian, pemantauan terapi obat dan pemberian

informasi dan konseling pada pasien. (Aslam M, 2003)

Salah satu pelayanan kefarmasian yang harus dilakukan dalam rangka

menangani maslah terkait obat adalah pemantauan terapi obat (PTO).

Berbagai tenaga kesehatan sperti dokter, perawat, termasuk apoteker

3
mempunyai tanggung jawab terhadap pemantauan terapi obat (PTO).

Apoteker harus mengejar sasaran ini dengan meningkatkan ketepatan

penggunaan obat yang optimal dan rasional. Proses PTO meliputi pengkajian

pilihan obat, dosis, cara pemberian obat, respon terapi, reaksi obat yang tidak

dikehendaki, dan rekomendasi perubahan atau alternatif terapi. (Aslam M,

2003)

1.2 Tujuan

Tujuan dilakukan pemantauan terapi obat adalah untuk mengetahui

masalah terkait obat yang digunakan dalam terapi pasien dan untuk

mengoptimalkan efek terapi obat dan mencegah atau meminimalkan efek yang

merugikan akibat penggunaan obat.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.3 Pemantauan Terapi Obat

1.3.1 Definisi

Pemantauan terapi obat (PTO) adalah suatu proses yang mencakup

kegiatan untuk memastikan terapi obat aman, efektif, dan rasional bagi

pasien. Kegiatan tersebut mencakup pengkajian pemilihan obat, dosis

obat, cara pemberian obat, respon terapi , reaksi obat Yang tidak

dikehendaki, serta rekomendasi serta alternatif terapi. Pemantauan terapi

obat harus dilakukan secara berkesinambungan dan dievaluasi secara

teratur pada periode tertentu agar keberhasilan terapi ataupun kegagalan

terapi dapat diketahui (Depkes RI, 2009).

1.3.2 Tatalaksana Pemantauan Terapi Obat

Pemantauan terapi obat ( PTO ) seharusnya dilaksanakan untuk

seluruh pasien. Terbatasnya jumlah apoteker dibandingkan dengan jumlah

Pasien maka perlu ditentukan prioritas pasien yang akan dipantau. Seleksi

dapat dilakukan berdasarkan :

1. Kondisi Pasien

- Pasien yang masuk rumah sakit dengan multi penyakit sehingga

menerima polifarmasi

- Pasian kanker yang menerima terapi sitostatika

- Pasien dengan gangguan fungsi organ terutama hati dan ginjal

5
- Pasien geriatri dan pediatrik

- Pasien hamil dan menyusui

- Pasien dengan perawatan intensif

2. Jenis Obat

Pasien yang menerima obat dengan resiko tinggi seperti :

- Obat dengan indeks terapi sempit (contoh: digoxin, fenitoin)

- Obat yang bersifat nefrotoksik (contoh: gentamycin) dan obat yang

bersifat hepatotoksik (contoh : Obat Anti Tuberculosis (OAT) :

rifampisin, izoniazid)

- Sitostatika (contoh : metotreksate)

- Antikoagulan (contoh : warfarin, heparin)

- Obat yang sering menibulkan Reaksi Obat Yang Tidak

Dikehendaki (ROTD) (contoh : AINS)

- Obat kardiovaskular (contoh : nitrogliserin)

3. Kompleksitas Regimen

- Polifarmasi

- Variasi rute pemberian

- Variasi aturan pakai

1.3.3 Pengumpulan Data Pasien

Data pasien merupakan komponen penting dalam prosen

pelaksanaan PTO. Data tersebut dapat diperoleh dari:

 Rekam Medik

6
Rekam medik merupakan kumpulan data medik seseorang pasien

mengenai pemeriksaan, pengobatan dan perawatannya dirumah sakit..

Data yang dapat diperoleh dari rekam medik, antara lain: data

demografi pasien, keluhan utama, riwayat penyakit terdahulu, riwayat

penggunaan obat, riwayat keluarga, riwayat sosial, pemeriksaan fisik,

laboratorium, diagnostik,diagnosis dan terapi. Data tersebut

dipelayanan komunitas diperoleh melalui wawancara dengan pasien,

meskipun data yang diperoleh terbatas.

 Profil Pengobatan Pasien/ Pencatatan Penggunaan Obat

Profil pengobatan pasien dirumah sakit dapat diperoleh melalui catatan

pemberian obat oleh perawat dan kartu/ formulir penggunaan obat oleh

tenaga farmasi. Profil tersebut mencakup data penggunaan obat rutin,

obat yang digunakan jika perlu (pro renata), obat dengan intruksi

khusus (contoh : insulin).

 Wawancara dengan pasien, anggota keluarga, dan tenaga kesehatan

lain.

1.3.4 Identifikasi Masalah Terkait Obat

Setelah data terkumpul, perlu dilakukan analisis untuk identifikasi

adanya masalah terkait obat. Masalah terkait obat menurut Hepler dan

Strand dapat dikategorikan sebagai berikut :

a. Ada indikasi tetapi tidak diterapi

7
Pasien yang diagnosisnya telah ditegakkan dan membutuhkan terapi

obat tetapi tidak diresepkan. Perlu diperhatikan tidak semua keluhan

/gejala klinik harus diberikan terapi obat.

b. Pemberian obat tanpa indikasi

Pasien mendapatkan obat yang tidak diperlukan. Pemberian obat tanpa

indikasi disamping merugikan penderita secara finansial juga dapat

merugikan penderita dengan kemungkinan munculnya efek yang tidak

dikehendaki.

c. Pemilihan obat yang tidak tepat

Pasien mendapatkan obat yang bukan pilihan terbaik untuk

kondisisnya (bukan merupakan pilihan pertama, obat tidak cost

effektive, kontra indikasi).

d. Dosis terlalu tinggi

Pemberian obat dengan dosis berlebih mengakibatkan efek toksisitas.

e. Dosis terlalu rendah

Pemberianobatdengandosissubterapeutikmengakibatkanketidakefektifa

nterapi obat

f. Reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD)

Munculnya efek obat yang tidak dikehendaki dapat disebabkan oleh

beberapa hal :

- Penderita alergi dengan pengobatan yang diberikan

- Obat diberikan terlalu cepat, misal pada penggunaan insulinsering

terjadihipoglikemia.

8
- Penderita teridentifikasi faktor resiko yang membuat obat ini

terlalu beresiko untuk digunakan

- Penderita pernah mengalami reaksi idiosinkrasi terhadap obat yang

diberikan

- Ketersediaan hayati obat berubah sebagai akibat terjadi interaksi

dengan obat lain atau dengan makanan

g. Interaksi obat

Interaksi obat adalah situasi dimana suatu zat mempengaruhi aktivitas

obat, yaitu dapat meningkatkan atau dapat menurunkan efeknya, atau

menghasilkan efek baru yang tidak diinginkan atau direncanakan.

h. Pasien tidak mendapat obat dengan suatu sebab

Beberapa penyebab pasien tidak menggunakan obat antara lain :

masaalah ekonomi, obat tidak tersedia, ketidak patuhan pasien,

kelalaian petugas. (Direktorat Binfar,2009)

1.3.5 Rekomendasi Terapi

Tujuan utama pemberian terapi obat adalah peningkatan kualitas

hidup pasien, yang dapat diuraikan sebagai berikut:

- Menyembuhkan penyakit

- Menghilangkan atau mengurangi gejala klinis pasien

- Menghambat progresivitas penyakit (contoh : gangguan fungsi ginjal)

- Mencegah kondisi yang tidak diinginkan (contoh : stroke)

9
1.3.6 Rencana Pemantauan

Setalah ditetapkan pilihan terapi maka selanjutnya yang perlu

dilakukan perencanaan pemantauan, dengan tujuan memastikan

pencapaian efek terapi dan meminimalkan efek yang tidak dikehendaki.

Seorang apoteker dalam membuat rencana pemantauan terapi obat perlu

melakukan langkah-langkah :

- Menetapkan parameter Farmakoterapi

- Menetapkan Sasaran Terapi

- Menetapkan Frekuensi Pemantauan

- Salah satu metode yang dapat digunakan dalam PTO adalah Subjektif,

Objectif, Assesment, Planing (SOAP)

S: Subjective

Data subjektif adalah gejala yang dikeluhkan oleh pasien , contoh;

pusing, mual nyeri, sesak nafas .

O: Objective

Data objektif adalah tanda/gejala yang terukur oleh tenaga

kesehatan. Tanda tanda objektif mencakup tanda vital (tekanan

darah, suhu tubuh, denyut nadi, kecepatan pernafasan, hasil

pemeriksaan laboratorium dan diagnostic)

A: Assessment

Berdasarkan data subjektif dan objektif dilakukan analisis untuk

menilai keberhasilan terapi, meminimalkan efek yang tidak

dikehendaki dan kemigkinan adanya masalah batu terkait obat.

P: plans

10
Setelah dilakukan SOA (Supjective, Objektive, dan Assessment)

maka langkah berikutnya adalah menyusun rencana yang dapat

dilakukan untuk menyelesaikan masalah.

Rekomendasi yang dapat diberikan :

 Memberikan alternatif terapi, menghentikan pemberian obat,

memodifikasi dosis atau interval pemberian, merubah rute pemberian

 Mengedukasi pasien

 Pemeriksan laboratorium

 Peubahan pola makan atau penggunaan nutrisi parenteral/ enteral

 Pemeriksaan parameter klinis lebih sering.

1.3.7 Tindak Lanjut

Hasil identifikasi masalah terkait obat dan rekomendasi yang telah

dibuat oleh apoteker harus dikomunikasikan kepada tenaga kesehatan.

Kerjasama dengan tenaga kesehatan lain perlu untuk mengoptimalkan

pencapaian tujuan terapi. Informasi dari petugas medis tentang kondisi

pasien yang menyeluruh diperlukan untuk menetapkan target terapi yang

optimal. Komunikasi yang efektif dengan tenaga kesehatan lain harus

selalu dilakukan untuk mencegah kemungkinan timbulnya masalah baru.

(Direktorat Binfar, 2009)

11
1.4 Penyakit HIV/AIDS

1.4.1 Definisi HIV/AIDS

Human Immunodefisiensi Virus (HIV) yaitu penyakit yang

menyerang sistem kekebalan tubuh manusia sehingga lebih rentan terkena

penyakit. Infeksi oleh virus HIV menyebabkan fungsi kekebalan tubuh

rusak dan mengakibatkan daya tahan tubuh berkurang atau hilang. HIV

kemudian berkembang menjadi penyebab AIDS (Acquired

Immunodeficiency Syndrome (AIDS). AIDS merupakan kumpulan kondisi

klinis tertentu yang merupakan hasil akhir dari infeksi HIV oleh retrovirus

RNA (Price and Wilson, 2006).

1.4.2 Patofisiologi

HIV yang masuk ke dalam tubuh secara selektif menginfeksi sel

yang berperan membentuk zat antibodi pada sistem kekebalan tubuh

melalui perlekatan gp120 ke reseptor sel limfosit T terutama sel T helper

(CD4). Setelah HIV mengikuti CD4, virus masuk ke dalam target dan

melepas bungkusnya kemudian dengan transkrip enzim merubah bentuk

RNA virus agar dapat bergabung atau melekat dengan DNA sel target.

Selanjutnya, sel yang berkembang biak akan mengandung bahan genetik

virus. Infeksi HIV dengan demikian bersifat irreversible dan berlangsung

seumur hidup (Price and Wilson, 2006).

Awal infeksi, HIV tidak segera membunuh sel target tetapi

melakukan replikasi (penggandaan) yang terus akan berkembang dalam

tubuh penderita dan akan merusak sel limfosit T sampai jumlah tertentu.

12
Selama waktu (2-10 tahun) itu, jumlah sel T4 dapat berkurang dari 1000

sel/ml darah sebelum terinfeksi menjadi 200-300 sel/ml darah. Sewaktu sel

T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi jamur opertunistik atau

timbulnya herpes zoster mulai muncul (Corwin, 2001). Pada sistem imun

yang masih utuh, jumlah normal Sel T CD4 antara 600-1200/µl atau mm 3

(Price and Wilson, 2006).

Masa antara terinveksi HIV dengan timbulnya gejala penyakit

(masa inkubasi) yaitu 6 bulan – 10 tahun. Rata-rata 21 bulan pada anak-

anak, dan 60 bulan untuk orang dewasa. Masa inkubasi adalah waktu

yang diperlukan sejak seseorang terpapar virus HIV samapai dengan

menunjukkan gejala AIDS. Pada masa ini ada fase dimana virus tidak

terdeteksi dengan pemeriksaan laboraturium ± 3 bulan sejak tertular virus

HIV yang dikenal dengan masa window period (Corwin, 2001).

1.4.3 Etiologi

Lima faktor umum yang mempengaruhi penularan penyakit yaitu:

sumber infeksi, vehikulum yang membawa agen, host yang rentan, tempat

keluar kuman dan tempat masuk kuman (port’d entree) (Corwin, 2001).

Virus HIV hingga saat ini terbukti hanya menyerang sel

Limfosit T dan sel otak. Penularan HIV melalui pertukaran cairan tubuh;

darah, semen, cairan vagina, dan air susu. Urin dan saluran cerna tidak

dianggap sebagai sumber penularan, kecuali apabila jelas tampak

mengandung darah. Air mata, air liur dan keringat mengandung virus, tetapi

jumlahnya sangat kecil (Corwin, 2001).

13
Di bawah ini merupakan cara penularan HIV secara umum:

1. Transmisi seksual

Yaitu penularan melalui hubungan seksual baik heteroseksual maupun

homoseksual. Paling banyak melalui cairan vagina.

2. Transmisi Non seksual

a. Transmisi parenteral

Akibat penggunaan jarum suntik dan alat tusuk lainnya (alat tindik)

yang telah terkontaminasi. Contoh: pengguna NAPZA, jarum

suntik dari pasien terinfeksi HIV ke petugas kesehatan atau pasien

lain.

b. Produk darah

Biasanya terjadi melalui transfusi darah.

3. Transmisi transplasenta yaitu Penularan ibu yang mengandung HIV

positif ke anak. Penularan dapat terjadi saat hamil, melahirkan ataupun

menyusui.

1.4.4 Pedoman pengobatan

Prosedur memulai ARV sesuai dengan pedoman nasional tahun

2007, tes HIV dapat dilakukan pada pasien yang menginginkannya setelah

mendapatkan konseling dan pemeriksaan sukarela VCT (Voluntary

Counseling and Testing).

WHO pada tahun 2009 merekomendasikan untuk memulai terapi

ARV:

14
1. Pengobatan ARV dimulai pada semua pasien HIV dengan CD4 ≤ 350

sel/mm3 tanpa memandang gejala klinik.

2. Tes CD4 segera dilakukan jika pasien dengan stdium klinik 1 dan 2

perlu memulai terapi ARV.

3. Mulai pengobatan ARV pada stadium klinik 3 dan 4 tanda memandang

jumlah CD4.

Pilihan terapi antiretroviral (ARV) dimaksudkan untuk

mengurangi jumlah virus di dalam tubuh. Biasanya obat akan diberikan

dalam dua atau tiga kombinasi antara laian golongan Nukleosid

ReverseTranscript Inhibitor (NRTI), Non-Nukleoside Reverse Transcript

Inhibitor (NNRTI) dan Protease Inhibitor (PI) (Direktorat Jendral

Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan; Price and Wilson,

2011).

a. Golongan Nukleosid ReverseTranscript Inhibitor (NRTI):

- Zidovudin (ZDV/Retrovir)

- Lamivudin (Epivir)

- Stavudin (d4T, Zerit)

b. Golongan Non-Nukleoside Reverse Transcript Inhibitor (NNRTI):

- Neviapin

- Efavirenz

c. Golongan Protease Inhibitor (PI):

- Ritonavir

- Indinavir

- Sakuinavir ( Price and Wilson, 2011)

15
1.5 Penyakit Tuberkulosis (TB)

1.5.1 Definisi Tuberkulosis

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi

Mycobacterium tuberculosis complex.

Tuberculosis (TB) adalah penyakit akibat kuman Mycobakterium

tuberkulosis sistemis sehingga dapat mengenai semua organ tubuh dengan

lokasi terbanyak di paru paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi

primer (Mansyur, 2000).

Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius yang terutama

menyerang parenkin paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian

tubuh lainnya, terutama meninges, ginjal, tulang, dan nodus limfe

(Smeltzer, 2003).

Tuberculosis merupakan penyakit infeksi saluran napas bagian

bawah yang menyerang jaringan paru atau atau parenkim paru oleh basil

Mycobakterium tuberkulosis, dapat mengenai hampir semua organ tubuh

(meninges, ginjal, tulang, dan nodus limfa) dengan lokasi terbanyak

diparu, biasanya merupakan lokasi primer (Smeltzer, 2003).

1.5.2 Manifestasi Klinik Tuberkulosis

Gejala utama TB paru adalah batuk lebih dari 4 minggu, dengan

atau tanpa sputum, malaise, gejala flu, demam derajat rendah, anorexia,

berkeringat malam hari, nyeri dada, anemia dan batuk darah. Pasien

dengan TB paru menampakkan gejala klinis antara lain tahap

asimptomatis, gejala TB paru yang khas, kemudian stagnasi dan regresi,

16
eksaserbasi yang memburuk, gejala yang berulang dan menjadi kronik.

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda antara lain tanda-

tanda infiltrat ( redup, ronkhi basa, bronkhial dll ), tanda-tanda penarikan

paru dan mediastinum, secret disaluran nafas dan ronkhi, suara nafas

amforik karena adanya kafitas yang berhubungan langsung dengan

bronkus (Sukandar, 2009)

1.5.3 Klasifikasi tuberkulosis (Sukandar, 2009)

1. Berdasarkan organ tubuh yang terkena :

a. Tuberkulosis paru

Tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru.

b. Tuberkulosis ekstra paru

Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, seperti

pleura, selaput otak, selaput jantun (perikardium), kelenjar limfe,

tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing dan alat

kelamin (PDPI, 2014).

2. Berdasarkan terapi WHO membagi tuberculosis 4 kategori :

a. Kategori I : ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif

dan kasus baru dengan batuk TB berat.

b. Kategori II : ditujukan terhadap kasus kambuh dan kasus gagal

dengan sputum BTA positf.

17
c. Kategori III : ditujukan terhadap kasus BTA negatif dengan

kelainan paru yang tidak luas dan kasus TB ekstra paru selain dari

yang disebut dalam kategori I.

d. Kategori IV : ditujukan terhadap TB kronik.

3. Klasifikasi yang sering dipakai di Indonesia adalah berdasarkan

kelainan klinis, radiolis dan mikrobiologis.

a. Tubercolosis paru

b. Bekas tuberculosis paru

c. Tuberculosis paru tersangka

1) Tuberculosis paru yang terobati. Disini sputum BTA (negatif)

tetapi tanda-tanda lain positif.

2) Tuberculosis paru tersangka yang tidak diobati. Disini sputum

negatif dan tanda-tanda lain juga meragukan.

1.5.4 Gejala Klinik Tuberkulosis

Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu

gejala respiratorik (atau gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik.

1. Gejala respiratorik

a. batuk ≥ 3 minggu

b. batuk darah

c. sesak napas

d. nyeri dada

2. Gejala sistemik

18
a. Demam

b. Gejala sistemik lain : malaise, keringat malam, anoreksia, berat

badan menurun (Sukandar, 2009).

1.5.5 Pemeriksaan Diagnostik penyakit Tuberkulosis (Sukandar, 2009).

Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik,

pemeriksaan fisik/jasmani, pemeriksaan bakteriologik, radiologik dan

pemeriksaan penunjang lainnya.

1. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik kelainan yang akan dijumpai

tergantung dari organ yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan

yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada permulaan

(awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali)

menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah

lobus superior terutama daerah apex dan segmen posterior ,serta

daerah apex lobus inferior. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan

antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki

basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma & mediastinum.

(Sukandar, 2009)

2. Pemeriksaan darah

Pada awal penyakit didapatkan jumlah leukosit sedikit

meninggi tetapi jumlah limfosit masih dibawah normal laju endap

darah mulai meningkat.

19
3. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan

jumlah limfosit tetap tinggi. Laju endap darah mulai turun kearah

normal kembali.

4. Bakteri tahan asam (BTA) sputum positif, biarkan kultur dengan

mikroskop biasa. Pemeriksaan sputum dianjurkan 3 hari berturut-turut

untuk mencari bukti adanya infeksi. Pemeriksaan ini tidak sensitif

karena hanya 30-70% penderita TBC yang dapat dideteksi dengan cara

ini.

5. Tes tuberkulin atau mantoux yakni dengan menyuntikkan intradermal

PPD (purified protein derivative) dengan kekuatan 5 TU sebanyak

0,1ml. Tes dibaca 48-72 jam setelah injeksi, positif atau negatif

ditunjukkan dengan mengukur diameter zona indurasi.

6. Pemeriksaan radiology untuk mencari adanya lesi tuberculosis.

7. Deteksi growth index berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari

metabolism asam lemak oleh Mycobacterium tuberculosis.

8. Deteksi antibodi.

1.5.6 Gejala Klinik Tuberkulosis

Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu

gejala respiratorik (atau gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik.

1. Gejala respiratorik

a. batuk ≥ 3 minggu

b. batuk darah

c. sesak napas

20
d. nyeri dada

2. Gejala sistemik

a. Demam

b. Gejala sistemik lain : malaise, keringat malam, anoreksia, berat

badan menurun. (Sukandar, 2009)

1.5.7 Penatalaksanaan tuberkulosis (Sukandar, 2009)

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif

(2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan.

1. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

Obat yang dipakai:

a. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah :

1) Rifampisin

2) Isoniazid

3) Pyrazinamid

4) Streptomisin

5) Ethambutol

2. Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination)

Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari :

a. Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin

150 mg, isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol 275

mg.

b. Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150

mg, isoniazid 75 mg dan pirazinamid 400 mg.

21
3. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)

a. Kanamisin

b. Kuinolon

c. Obat lain masih dalam penelitian : makrolid, amoksilin + asam

klavulanat

d. Derivat rifampisin dan INH (Sukandar, 2009)

1.6 Penyakit Gasritis

1.6.1 Definisi

Gastritis merupakan keadaan peradangan atau pendarahan pada

mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difusi atau local

(Price,S, 2006).

Gastritis merupakan inflamasi pada dinding gaster terutama pada

lapisan mukosa gaster (Sujono. H, 1999).

Gastritis merupakan peradangan lokal atau penyebaran pada

mukosa lambung dan berkembang di penuhi bakteri (Corwin, E., J. 2001)

Gastritis (penyakit maag) adalah penyakit yang disebabkan oleh

adanya asam lambung yang berlebih atau meningkatnya asam lambung

sehingga mengakibatkan imflamasi atau peradangan dari mukosa lambung

seperti teriris atau nyeri pada ulu hati. Gejala yang terjadi yaitu perut

terasa perih dan mulas.

Ada dua jenis penyakit gastritis yaitu:

1. Gastritis Akut

22
Gastritis akut adalah suatu peradangan permukaan mukosa

lambung yang akut.

2. Gastritis Kronis

Gastritis kronik adalah Suatu peradangan bagian permukaan

mukosa lambung yang menahun yang disebabkan oleh ulkus lambung

jinak maupun ganas atau bakteri Helicobacter pylori. pekat.

1.6.2 Etiologi

Penyebab dari Gastritis dapat dibedakan sesuai dengan

klasifikasinya sebagai berikut:

1. Gastritis Akut

Banyak faktor yang menyebabkan gastritis akut seperti:

a. Obat-obatan seperti obat anti inflamasi nonsteroid, silfonamide

merupakan obat yang bersifat mengiritasi mukosa lambung.

b. Minuman beralkohol

c. Infeksi bakteri seperti H. pylori, H. heilmanii, streptococci

d. Infeksi virus oleh sitomegalovirus

e. Infeksi jamur seperti candidiasis, histoplosmosis, phycomycosis

f. Stress fisik yang disebabkan oleh luka bakar, trauma,

pembedahan.

g. Makanan dan minuman yang bersifat iritan. Makanan berbumbu

dan minuman dengan kandungan kafein dan alkohol merupakan

salah satu penyebab iritasi mukosa lambung.

23
2. Gastritis Kronik

Penyebab pasti dari gastritis kronik belum diketahui, tapi ada

dua predisposisi penting yang bisa meningkatkan kejadian gastritis

kronik, yaitu infeksi dan non-infeksi (Wehbi, 2008).

a. Gastritis infeksi

Beberapa agen infeksi bisa masuk ke mukosa lambung dan

memberikan manifestasi peradangan kronik. Beberapa agen yang

diidentifikasi meliputi hal-hal berikut.

- H. Pylori. Beberapa peneliti menyebutkan bakteri itu

merupakan penyebab utama dari gastritis kronik (Anderson,

2007).

- Helicobacter heilmanii, Mycobacteriosis, dan Syphilis

(Quentin, 2006)

- Infeksi parasit (Wehbi, 2008).

- Infeksi virus (Wehbi, 2008).

b. Gastritis non-infeksi

- Gastropai akbiat kimia, dihubungkan dengan kondisi refluks

garam empedu kronis dan kontak dengan OAINS atau aspirin

(Mukherjee, 2009).

24
- Gastropati uremik, terjadi pada gagal ginjal kronik yang

menyebabkan ureum terlalu banyak beredar pada mukosa

lambung (Wehbi, 2008)

1.6.3 Patofisiologi

1. Gastritis Akut. Zat iritasi yang masuk ke dalam lambung akan

mengiitasi mukosa lambung. Jika mukosa lambung teriritasi ada 2 hal

yang akan terjadi :

a. Karena terjadi iritasi mukosa lambung sebagai kompensasi

lambung. Lambung akan meningkat sekresi mukosa yang berupa

HCO3, di lambung HCO3 akan berikatan dengan NaCL sehingga

menghasilkan HCI dan NaCO3.Hasil dari penyawaan tersebut

akan meningkatkan asam lambung. Jika asam lambung

meningkat maka akan meningkatkan mual muntah, maka akan

terjadi gangguan nutrisi cairan & elektrolit.

b. Iritasi mukosa lambung akan menyebabkan mukosa inflamasi,

jika mukus yang dihasilkan dapat melindungi mukosa lambung

dari kerusakan HCL maka akan terjadi hemostatis dan akhirnya

akan terjadi penyembuhan tetapi jika mukus gagal melindungi

mukosa lambung maka akan terjadi erosi pada mukosa lambung.

Jika erosi ini terjadi dan sampai pada lapisan pembuluh darah

maka akan terjadi perdarahan yang akan menyebabkan nyeri dan

hypovolemik.

25
2. Gastritis Kronik. Gastritis kronik disebabkan oleh gastritis akut yang

berulang sehingga terjadi iritasi mukosa lambung yang berulang-ulang

dan terjadi penyembuhan yang tidak sempurna akibatnya akan terjadi

atrhopi kelenjar epitel dan hilangnya sel pariental dan sel chief. Karena

sel pariental dan sel chief hilang maka produksi HCL. Pepsin dan

fungsi intinsik lainnya akan menurun dan dinding lambung juga

menjadi tipis serta mukosanya rata, Gastritis itu bisa sembuh dan juga

bisa terjadi perdarahan serta formasi ulser.

1.6.4 Pedoman Pengobatan

Obat-obatan untuk penyakit gastritis umumnya dimakan dua jam

sebelum makan dan dua jam sesudah makan. Adapun dengan tujuan obat

diminum dua jam sebelum makan yaitu untuk menetralisir asam lambung,

karena pada saat tersebut penumpukkan asam lambung sudah sangat

banyak dan didalam lambung penderita pasti telah terjadi luka-luka kecil

yang apabila terkena asam akan terasa perih. Kemudian obat yang

diminum dua jam sesudah makan bertujuan untuk melindungi dinding

lambung dari asam yang terus diproduksi. Akhirnya dua jam setelah

makan, asam yang di lambung akan terpakai untuk mencerna makanan

sehingga sudah ternetralisir dan tidak akan melukai dinding lambung.

Obat-obatan yang biasanya digunakan:

1. Antasida (Menetralisir asam lambung dan menghilangkan rasa nyeri)

2. Proton pump inhibitor (Menghentikan produksi asam lambung dan

menghambat infeksi bakteri helicobacter pylori)

26
3. Cytoprotective Agent (Melindungi jaringan mukosa lambung dan usus

halus)

4. Obat anti sekretorik (Mampu menekan sekresi asam)

5. Pankreatin (Membantu pencernaan lemak, karbohidrat, protein dan

mengatasi gangguan sakit pencernaan seperti perut kembung, mual,

dan sering mengeluarkan gas)

6. Ranitidin (Mengobati tukak lambung)

7. Simetidin (Mengobati dispepsia)

( Sujono H, 1999 ).

27
BAB III

TINJAUAN KASUS

Kasus I

1.7 Identitas dan Anamnesa Pasien

Nama : Ny. HN

Umur : 27 thn

No RM : 35.xx.xx

Alamat : xxxxx

No Tlp : xxxx

Agama : Islam

Ruangan : Dahlia II

Tgl Masuuk : 3 Juli 2016

Diagnosa : HIV/AIDS

Keluhan utama : Sesak nafas,

Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang dengan keluhan sesak nafas

sejak 1 bulan yang lalu dan memberat sejak 3 hari yang lau. Batuk – batuk

sudah 3 hari, nafas teras sesak. Demam naik turun, mual, muntah bila batuk

tidak berhenti. Pasien sedang dalam pengobatan TB 4 bulan . Pasien dengan

HIV dengan pengobatan Antiretroviral.

Riwayat penyakit dahulu : TB Paru dan HIV

28
Pemeriksaan Fisik Umum

Kesadaran : Composmentis

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Nadi : 89x/menit

RR : 20/Menit

Suhu Badan : 36 ºC

Berat Badan : 52 kg

Tinggi Badan : 155 cm

Keluhan Gastrointestinal : Mual

Pendengaran : Normal

Penglihatan : Normal

Defekasi : Normal

Leher : Normal

Gizi : Normal

29
1.8 Pemeriksaan Pasien

1. Pemeriksaan Tanda-tanda Vital

Adapun pemeriksaan tanda-tanda vital dapat dilihat pada tabel di

bawah ini.

Tabel 1. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital

Pemeriksaan

Tekanan darah Nadi Suhu Pernapasan


Tanggal (mmHg) (x/menit) (oC) (x/menit)

Nilai normal 36-37


60-80x/menit 17-20/menit
<120/80 mmHg ◦C
03/07/2016 110/70 mmHg 89x/menit 36◦C 20/menit
04/07/2016 110/70 mmHg 84x/menit 36◦C 20/menit
05/07/2016 110/70 mmHg 82x/menit 36◦C 28/menit
06/07/2016 110/60 mmHg 90x/menit 37◦C 28/menit
07/07/2016 110/70 mmHg 84x/menit 36◦C 24/menit
08/07/2016 110/70 mmHg 86x/menit 37◦C 22/menit
09/07/2016 110/70 mmHg 84x/menit 36◦C 22/menit
10/07/2016 110/70 mmHg 85x/menit 37◦C 22/menit
11/07/2016 110/70 mmHg 80x/menit 36.8◦C 26/menit
12/07/2016 110/70 mmHg 80x/menit 37◦C 20/menit
13/07/2016 110/70 mmHg 80x/menit 36◦C 22/menit

30
2. Pemeriksaan Laboratorium

Hasil
Jenis pemeriksaan Satuan Nilai rujukan pemeriksaan IDL( Interpret
asi Data
Laboratorium)
Hemoglobin g/dl 11,7-15,5 10,3 * Menurun
hematokrit % 35-47 31 * Menurun
MCV/VER Fl 80-100 75 * Menurun
Darah rutin MCH/HER Pg 26-34 25 * Menurun
Eosinofil % 2-4 7* Meningkat
limfosit % 25-40 18 * Menurun
LED (laju mm/jam 0-20 64 * Meningkat
endapan
darah)
Glukosa Glukosa mg/dl 74-106 108 * Meningkat
darah
sewaktu
Kimia klinik Klorida/cl mEq/L 95-105 106 * Meningkat

Keterangan : tanda * (tidak normal)

31
1.9 Profil Pemberian Obat

Adapun daftar obat dan dosis obat yang diberikan kepada pasien setiap

hari adalah sebagai berikut.

Tabel 3. Daftar obat dan dosis per hari

Nama Obat
Dosis Jumlah Per Hari Dosis Lazim
(03/7/2016)
Asering 500 ml 14 tmp 14 tpm

Rifampisin 450mg 1 x 450 mg 450 mg ≠lebih 600mg/hari

Isoniazid 300 mg 1 x 300 mg 300 mg 300mg-900mg/


hari

Vitamin B6 10 mg 1 x 10 mg 10 mg 2,5- 10 mg/hari


Isosorbit dinitrat 5 3 x 5 mg 15 mg 5-10 mg, 3-4 x
mg sehari
Magtral F 120 mg 3 x 5 mg 15 mg 5-10 mg, 3-4 x
sehari
Prosogan 30 mg 1 x 30 mg 30 mg 30mg/hari

Cotrimoksasol 480 2 x 480 mg 960 mg 960 mg/hari


mg
Aspilet 80 mg 1 x 80 mg 80 mg 80 mg-160
mg/hari
TDF ( Tenofovir ) 1 x 300 mg 300 mg 300 mg/hari
300 mg
FTC( Emtricitabine 2 x 200/300 mg 400/600 mg 400/600 mg/hari

32
& tenofovir df )
200/300 mg
EFV(Efavirenz ) 1 x 600 mg 600 mg 600 mg/hari
600 mg

Nama Obat Dosis Jumlah Per Hari Dosis Lazim


(04/7/2016)
Rifampisin 450mg 1 x 450 mg 450 mg ≠lebih 600mg/hari

Isoniazid 300 mg 1 x 300 mg 300 mg 300mg-900mg/


hari

Vitamin B6 10 mg 1 x 10 mg 10 mg 2,5- 10 mg/hari


Isosorbit dinitrat 5 3 x 5 mg 15 mg 5-10 mg, 3-4 x
mg sehari
Magtral F 120 mg 3 x 5 mg 15 mg 5-10 mg, 3-4 x
sehari
Prosogan 30 mg 1 x 30 mg 30 mg 30mg/hari

Cotrimoksasol 480 2 x 480 mg 960 mg 960 mg/hari


mg
Aspilet 80 mg 1 x 80 mg 80 mg 80 mg-160
mg/hari
TDF ( Tenofovir ) 1 x 300 mg 300 mg 300 mg/hari
300 mg
FTC( Emtricitabine 2 x 200/300 mg 400/600 mg 400/600 mg/hari
& tenofovir df )
200/300 mg
EFV(Efavirenz ) 1 x 600 mg 600 mg 600 mg/hari
600 mg

Nama Obat Dosis Jumlah Per Hari Dosis Lazim

33
(05/7/2016)
Nacl 0.9 % 100 ml 14 tmp 14 tpm

Rifampisin 450mg 1 x 450 mg 450 mg ≠lebih 600mg/hari

Isoniazid 300 mg 1 x 300 mg 300 mg 300mg-900mg/


hari

Vitamin B6 10 mg 1 x 10 mg 10 mg 2,5- 10 mg/hari


Isosorbit dinitrat 5 3 x 5 mg 15 mg 5-10 mg, 3-4 x
mg sehari
Magtral F 120 mg 3 x 5 mg 15 mg 5-10 mg, 3-4 x
sehari
Prosogan 30 mg 1 x 30 mg 30 mg 30mg/hari

Cotrimoksasol 480 2 x 480 mg 960 mg 960 mg/hari


mg
Aspilet 80 mg 1 x 80 mg 80 mg 80 mg-160
mg/hari
TDF ( Tenofovir ) 1 x 300 mg 300 mg 300 mg/hari
300 mg
FTC( Emtricitabine 2 x 200/300 mg 400/600 mg 400/600 mg/hari
& tenofovir df )
200/300 mg
EFV(Efavirenz ) 1 x 600 mg 600 mg 600 mg/hari
600 mg

Nama Obat Dosis Jumlah Per Hari Dosis Lazim


(06/7/2016)
Nacl 0.9 % 100 ml 14 tmp 14 tpm

Rifampisin 450mg 1 x 450 mg 450 mg ≠lebih 600mg/hari

34
Isoniazid 300 mg 1 x 300 mg 300 mg 300mg-900mg/
hari

Vitamin B6 10 mg 1 x 10 mg 10 mg 2,5- 10 mg/hari


Isosorbit dinitrat 5 3 x 5 mg 15 mg 5-10 mg, 3-4 x
mg sehari
Magtral F 120 mg 3 x 5 mg 15 mg 5-10 mg, 3-4 x
sehari
Prosogan 30 mg 1 x 30 mg 30 mg 30mg/hari

Cotrimoksasol 480 2 x 480 mg 960 mg 960 mg/hari


mg
Aspilet 80 mg 1 x 80 mg 80 mg 80 mg-160
mg/hari
TDF ( Tenofovir ) 1 x 300 mg 300 mg 300 mg/hari
300 mg
FTC( Emtricitabine 2 x 200/300 mg 400/600 mg 400/600 mg/hari
& tenofovir df )
200/300 mg
EFV(Efavirenz ) 1 x 600 mg 600 mg 600 mg/hari
600 mg

Nama Obat Dosis Jumlah Per Hari Dosis Lazim


(07/7/2016)
Nacl 0.9 % 100 ml 14 tmp 14 tpm

Rifampisin 450mg 1 x 450 mg 450 mg ≠lebih 600mg/hari

Isoniazid 300 mg 1 x 300 mg 300 mg 300mg-900mg/

hari

35
Vitamin B6 10 mg 1 x 10 mg 10 mg 2,5- 10 mg/hari

Isosorbit dinitrat 5 3 x 5 mg 15 mg 5-10 mg, 3-4 x


mg
sehari

Magtral F 120 mg 3 x 5 mg 15 mg 5-10 mg, 3-4 x

sehari

Prosogan 30 mg 1 x 30 mg 30 mg 30mg/hari

Cotrimoksasol 480 2 x 480 mg 960 mg 960 mg/hari


mg

Aspilet 80 mg 1 x 80 mg 80 mg 80 mg-160

mg/hari

TDF ( Tenofovir ) 1 x 300 mg 300 mg 300 mg/hari


300 mg
FTC( Emtricitabine 2 x 200/300 mg 400/600 mg 400/600 mg/hari
& tenofovir df )
200/300 mg
EFV(Efavirenz ) 1 x 600 mg 600 mg 600 mg/hari
600 mg

Nama Obat Dosis Jumlah Per Hari Dosis Lazim


(08/7/2016)
Nacl 0.9 % 100 ml 14 tmp 14 tpm

Rifampisin 450mg 1 x 450 mg 450 mg ≠lebih 600mg/hari

Isoniazid 300 mg 1 x 300 mg 300 mg 300mg-900mg/


hari

36
Vitamin B6 10 mg 1 x 10 mg 10 mg 2,5- 10 mg/hari
Isosorbit dinitrat 5 3 x 5 mg 15 mg 5-10 mg, 3-4 x
mg sehari
Magtral F 120 mg 3 x 5 mg 15 mg 5-10 mg, 3-4 x
sehari
Prosogan 30 mg 1 x 30 mg 30 mg 30mg/hari

Cotrimoksasol 480 2 x 480 mg 960 mg 960 mg/hari


mg
Aspilet 80 mg 1 x 80 mg 80 mg 80 mg-160
mg/hari
TDF ( Tenofovir ) 1 x 300 mg 300 mg 300 mg/hari
300 mg
FTC( Emtricitabine 2 x 200/300 mg 400/600 mg 400/600 mg/hari
& tenofovir df )
200/300 mg
EFV(Efavirenz ) 1 x 600 mg 600 mg 600 mg/hari
600 mg

Nama Obat Dosis Jumlah Per Hari Dosis Lazim


(09/7/2016)
Nacl 0.9 % 100 ml 14 tmp 14 tpm

Rifampisin 450mg 1 x 450 mg 450 mg ≠lebih 600mg/hari

Isoniazid 300 mg 1 x 300 mg 300 mg 300mg-900mg/


hari

Vitamin B6 10 mg 1 x 10 mg 10 mg 2,5- 10 mg/hari


Isosorbit dinitrat 5 3 x 5 mg 15 mg 5-10 mg, 3-4 x
mg sehari

37
Magtral F 120 mg 3 x 5 mg 15 mg 5-10 mg, 3-4 x
sehari
Prosogan 30 mg 1 x 30 mg 30 mg 30mg/hari

Cotrimoksasol 480 2 x 480 mg 960 mg 960 mg/hari


mg
Aspilet 80 mg 1 x 80 mg 80 mg 80 mg-160
mg/hari
TDF ( Tenofovir ) 1 x 300 mg 300 mg 300 mg/hari
300 mg
FTC( Emtricitabine 2 x 200/300 mg 400/600 mg 400/600 mg/hari
& tenofovir df )
200/300 mg
EFV(Efavirenz ) 1 x 600 mg 600 mg 600 mg/hari
600 mg

Nama Obat Dosis Jumlah Per Hari Dosis Lazim


(10/7/2016)
Nacl 0.9 % 100 ml 14 tmp 14 tpm

Rifampisin 450mg 1 x 450 mg 450 mg ≠lebih 600mg/hari

Isoniazid 300 mg 1 x 300 mg 300 mg 300mg-900mg/


hari

Vitamin B6 10 mg 1 x 10 mg 10 mg 2,5- 10 mg/hari


Isosorbit dinitrat 5 3 x 5 mg 15 mg 5-10 mg, 3-4 x
mg sehari
Magtral F 120 mg 3 x 5 mg 15 mg 5-10 mg, 3-4 x
sehari
Prosogan 30 mg 1 x 30 mg 30 mg 30mg/hari

38
Cotrimoksasol 480 2 x 480 mg 960 mg 960 mg/hari
mg
Aspilet 80 mg 1 x 80 mg 80 mg 80 mg-160
mg/hari
TDF ( Tenofovir ) 1 x 300 mg 300 mg 300 mg/hari
300 mg
FTC( Emtricitabine 2 x 200/300 mg 400/600 mg 400/600 mg/hari
& tenofovir df )
200/300 mg
EFV(Efavirenz ) 1 x 600 mg 600 mg 600 mg/hari
600 mg

Nama Obat Dosis Jumlah Per Hari Dosis Lazim


(11/7/2016)
Nacl 0.9 % 100 ml 14 tmp 14 tpm

Rifampisin 450mg 1 x 450 mg 450 mg ≠lebih 600mg/hari

Isoniazid 300 mg 1 x 300 mg 300 mg 300mg-900mg/


hari

Vitamin B6 10 mg 1 x 10 mg 10 mg 2,5- 10 mg/hari


Isosorbit dinitrat 5 3 x 5 mg 15 mg 5-10 mg, 3-4 x
mg sehari
Magtral F 120 mg 3 x 5 mg 15 mg 5-10 mg, 3-4 x
sehari
Prosogan 30 mg 1 x 30 mg 30 mg 30mg/hari

Cotrimoksasol 480 2 x 480 mg 960 mg 960 mg/hari


mg
Aspilet 80 mg 1 x 80 mg 80 mg 80 mg-160
mg/hari

39
TDF ( Tenofovir ) 1 x 300 mg 300 mg 300 mg/hari
300 mg
FTC( Emtricitabine 2 x 200/300 mg 400/600 mg 400/600 mg/hari
& tenofovir df )
200/300 mg
EFV(Efavirenz ) 1 x 600 mg 600 mg 600 mg/hari
600 mg

Nama Obat Dosis Jumlah Per Hari Dosis Lazim


(12/7/2016)
Nacl 0.9 % 100 ml 14 tmp 14 tpm

Rifampisin 450mg 1 x 450 mg 450 mg ≠lebih 600mg/hari

Isoniazid 300 mg 1 x 300 mg 300 mg 300mg-900mg/


hari

Vitamin B6 10 mg 1 x 10 mg 10 mg 2,5- 10 mg/hari


Isosorbit dinitrat 5 3 x 5 mg 15 mg 5-10 mg, 3-4 x
mg sehari
Magtral F 120 mg 3 x 5 mg 15 mg 5-10 mg, 3-4 x
sehari
Prosogan 30 mg 1 x 30 mg 30 mg 30mg/hari

Cotrimoksasol 480 2 x 480 mg 960 mg 960 mg/hari


mg
Aspilet 80 mg 1 x 80 mg 80 mg 80 mg-160
mg/hari
TDF ( Tenofovir ) 1 x 300 mg 300 mg 300 mg/hari
300 mg
FTC( Emtricitabine 2 x 200/300 mg 400/600 mg 400/600 mg/hari
& tenofovir df )

40
200/300 mg
EFV(Efavirenz ) 1 x 600 mg 600 mg 600 mg/hari
600 mg

Nama Obat Dosis Jumlah Per Hari Dosis Lazim


(13/7/2016)
Nacl 0.9 % 100 ml 14 tmp 14 tpm

Rifampisin 450mg 1 x 450 mg 450 mg ≠lebih 600mg/hari

Isoniazid 300 mg 1 x 300 mg 300 mg 300mg-900mg/


hari

Vitamin B6 10 mg 1 x 10 mg 10 mg 2,5- 10 mg/hari


Isosorbit dinitrat 5 3 x 5 mg 15 mg 5-10 mg, 3-4 x
mg sehari
Magtral F 120 mg 3 x 5 mg 15 mg 5-10 mg, 3-4 x
sehari
Prosogan 30 mg 1 x 30 mg 30 mg 30mg/hari

Cotrimoksasol 480 2 x 480 mg 960 mg 960 mg/hari


mg
Aspilet 80 mg 1 x 80 mg 80 mg 80 mg-160
mg/hari
TDF ( Tenofovir ) 1 x 300 mg 300 mg 300 mg/hari
300 mg
FTC( Emtricitabine 2 x 200/300 mg 400/600 mg 400/600 mg/hari
& tenofovir df )
200/300 mg
EFV(Efavirenz ) 1 x 600 mg 600 mg 600 mg/hari
600 mg

41
Adapun profil pemberian obat periode 03 Juli – 13 Juli 2016 adalah sebagai berikut.

Table. Profil pemberian obat periode 03 Juli – 13 Juli 2016

Tanggal
Rute
Nama Obat
Pemberian 3/7/16 4/7/16 5/7/16 6/716 7/716 7/7 8/8/16
P S M P S M
P S M P S M P S M P S M P S M
Asering 500
ml IV √ ‾ ‾ ‾ ‾ ‾ -

Rifampisin
450mg PO 06 06 06 06 06 06 06

INH
( Isoniasid PO 06 06 06 06 06 06 06
300 mg )
Vitamin B6
10 MG PO 06 06 06 06 06 06 06

Isosorbit
dinitrat 5 mg PO 22 06 14 22 06 14 22 06 14 22 06 14 12 06 14 22 06 14 22

Magtral F 120
ml PO 06 14 22 06 14 22 06 14 22 06 14 22 08 14 22 06 14 22 06 12 22

42
Prosogan
IV 18 18 18 18 18 18 18
30 mg
Cotrimoksazo
l PO 06 18 06 18 06 18 06 18 06 18 06 18 06 18

Aspilet PO 22 22 22 22 22 22 22
TDF
PO 22 22 22 22 22 22 22
(Tenofovir )
FTC
(Emtricitabine
& tenofovir PO 06 22 06 22 06 22 06 22 06 22 06 22 06 22
df)

EFV
PO 22 22 22 22 22 22 22
(Efavirenz)
Nacl
IV ‾ ‾ √ √ √ √ √

Nama Obat Rute Tanggal

43
9/7/16 10/7/16 11/7/16 12/716 13/716
Pemberian
P S M
P S M P S M P S M P S M
Infus asering
IV ‾ ‾ ‾ ‾ ‾

Rifampisin 450mg
PO 06 06 06 06 06

INH ( Isoniasid 300 mg )


PO 06 06 06 06 06

Vitamin B6
PO 06 06 06 06 06

Isosorbit dinitrat
PO 06 14 22 06 14 22 06 14 22 06 14 22 06 14 22

Magtral F
PO 06 14 22 06 14 22 06 14 22 06 14 22 06 14 22

Prosogan 30 mg
PO 18 18 18 18 18

Cotrimoksazol 480 mg
PO 06 18 06 18 06 18 06 18 06 18

Aspilet
PO 22 22 22 22 22

TDF
PO 22 22 22 22 22
(Tenofovir )
FTC (Emtricitabine & tenofovir PO 06 22 06 22 06 22 06 22 06 22
df)

44
EFV
PO 22 22 22 22 22
(Efavirenz)
Nacl
IV √ √ √ √ √

Keterangan :
√ : Diberikan P : pagi, S : siang, M : malam, - : tidak diberikan

45
1.10 Tinjauan obat

1. Asering (Depkes RI, 2007)

komposisi Tiap 1000 ml mengandung :

Na 130 meq, k 4 meq, Cl 109 meq, ca 3 meq, acetate 28 meq, anhydrous

dextrose 50 g.

Indikasi Terapi cairan pengganti untuk kondisisi kehilangan cairan secara akut

Dosis bersifat individual

kontra Penderita gagal jantung kongestif, kerusakan ginjal, edema paru, yang

indikasi dosebabkan oleh retensi Na & hiperpoteinemia. Penderita hiperpoteinemia,

hiperkloremia, hiperkalemia, hiperhidrasi.

efek Demam , infeksi pada tempat injeksi,thrombosis vena atau flebitis pada tempat

samping injeksi, hopervolemia.

Mekanisme Asetat dimetabolisme di otot, dan masih dapat ditolerir pada pasien yang

kerja mengalami gangguan hati.

394
2. Rifampisin (Informatorium Obat Nasional Indonesia, 2008)

komposis Rifampisin 450 mg

Indikasi Untuk pengobatan tuberculosis atau TBC dalam kombinasi tuberculosis

lainnya. Untuk pengobatan lepra, digunakan dalam kombinasi dengan

senyawa leprotik lainnya.

Dosis Bruselosis, legionelosis, infeksi berat stafilokokus dalam kombinasi dengan

obat lain, oral atau intravena, 0,6-1,2 g/hari (dalam dosis terbagi 2 sampai 4).

Tuberculosis, 10 mg/kg bb (8-12 mg/kg bb) per hari, maksimum 600 mg/hari,

dua atau tiga kali seminggu

kontra Rifampisin tidak boleh diberikan kepada : Penderita yang hipersensitif

indikasi terhadap obat ini, Penderita jaundice dan Penderita porfiria.

Efek Gangguan saluran cerna meliputi mual, muntah, anoreksia, diare; pada terapi

samping intermiten dapat terjadi sindrom influenza, gangguan respirasi (nafas pendek),

kolaps dan syok, anemia hemolitik, anemia, gagal ginjal akut, purpura trombo-

sitopenia; gangguan fungsi hati, ikterus; flushing, urtikaria, ruam.

Interaksi Rifampisin menurunkan respons antikoagulan, antidiabetik, kinidin, preparat

obat digitalis, kortikosteroid, siklosporin, fenitoin, analgesik. Penggunaan bersama

PAS akan menghambat absorbsi, sehingga harus ada selang waktu 8 -12 jam.

Rifampisin mengganggu efektivitas absorbsi tolbutamid, ketoconazole.

Keterangan HARUS DENGAN RESEP DOKTER. Simpan di tempat sejuk dan kering.

Jauhkan dari jangkauan anak-anak.

395
3. Isoniazid (Informatorium Obat Nasional Indonesia, 2008)

komposis Isoniazid

Indikasi Pengobatan dan pencegahan tuberculosis, dalam bentuk pengobatan tunggal

maupun kombinasi dengan obat tuberculosis lainnya. Penfobatan infeksi

mikobakterium non-tuberkulosis. Tuberculosis dalam kombinasi dengan obat

lain; profilaksis.

Interaksi Isoniazid dapat meningkatkan toksisitas karbamazepine, ethosuximide,

obat fenitoin, diazepam, triazolam, teofilin, dan warfarin. Konsentrasi dalam darah

isoniazid dapat berkurang bila digunakan bersamaan dengan ketokonazole.

Risiko hepatotoksisitas dapat menigkat bila digunakan bersamaan dengan

rifampisin dan obat hepatotoksik lainnya. Pada penderita yang mengkonsumsi

alkohol, efektivitas isoniazid dapat menurun dan risiko neuropati dan

hepatotoksisitas dapat meningkat.

Peringatan Hati-hati penggunaan Isoniazid pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal

dan hati. Pada penderita gangguan fungsi ginjal dosis isoniazid perlu

diturunkan.

Dosis oral/ i.m. dewasa dan anak – anak 1 dd 4-8 mg/kg/hari atau 1 dd 300-400 mg,

atau sebagai single dose bersama rifampisin, pagi hari a.c atau sesudah makan

bila terjadi gangguan lambung. Profilaksis : 5-10 mg/kg/hari

kontra Penyakit hati yang aktif; hipersensitivitas terhadap sensitivitas terhadap

indikasi isoniazid.

efek Mual, muntah neuritis optik, neuritis perifer, kejang, episode psikosis, reaksi

396
samping hipersensivitas seperti eritema multiforme, demam, pulpura, agranulositosis;

hepatitis (terutama pada usia lebih dari 35 tahun) sindrom SLE, pellagra,

hiperglikemia dan ginekomastia

Farmakologi Isoniazid adalah antibiotik dengan aktivitas bakterisid dan bakteriostatik

terhadap mikobakterium

4. Vitamin B6 (Informatorium Obat Nasional Indonesia, 2008)

komposis Piridoksin

Indikasi mengatasi beberapa tipe anemia, mencegah efek samping pengobatan tertentu..

Dosis oral selama terapi dengan antagonis pirodoksin 10-100 mg (HCL ) sehari,

profilaksis 2-10 mg mual hamil 50 mg, dan pada depresi akibat pil antihamil

125 mg sehari selama 7 hari sebulan. Pada schizophrenia : 1 dd 250-500 mg.

untuk menurunkan kadar homosistein yang tinggi 1 dd 250 mg bersma asam

folat 5 mg.

kontra pasien dengan sejarah sensitivitas pada vitamin, hipersensivitas terhadap

indikasi pirodoksin atau komponen lain dalam formulasi.

efek jarang terjadi dan berupa reaksi alergi . penggunaan lama dari 500 mg/hari

samping dapat mencetuskan ataxia ( jalan lambung ) neuropati serius , begitu pula pada

dosis tinggi 2-6 g sehari . ( med farm mededel 1999,9 : 111 )

397
5. Isosorbide Dinitrat (Informatorium Obat Nasional Indonesia, 2008)

komposis Isosorbide Dinitrat

Indikasi Profilaksis dan pengobatan angina; gagal jantung kiri.

Dosis Sublingual, 5-10 mg. oral sehari dalam dosis terbagi, angina 30-120 mg, gagal

jantung kiri 40-160 mg, sampai 240 mg bila diperlukan.

Infus intravena, 2-10 mg/jam; dosis lebih tinggi sampai 20 mg/jam mungkin di

perlukan

kontra Anemia berat, Hipotensi nyata, cedera kepala, Pendarahan otak, peningkatan

indikasi tekanan dalam tenggorokan, infark miokard akut

efek Sakit kepala berdenyut,muka kemerahan, ortostatik, takhikardia, vertigo,

samping kebingungan/kekacauan, kelelahan.

Perhatian Monitor keadaan hipodinamik sebelum dan selama pengobatan,

gangguan hepar atau ginjal berat. Bisa menyebabkan toleransi silang terhadap

Nitrat dan nitrat lain.

6. Magtral F (Depkes RI, 2007)

komposis Al (OH)3 250 mg, Mg (OH)2 250 mg, simithicone 50 mg.

( aluminium hydroxide, magnesium hydroxide, , simithicone )

Indikasi HIperasiditas, tukak duodenum dengan gejala mual, kembung, rasa penuh

pada lambung.

398
Dosis dewasa : 1-2 tab/tab forte atau 5-10 ml susp/susp forte . Anak 6-12 tahun ½ tab

atau 2.5-5 ml susp diberikan 3-4x/hr.

interaksi berinteraksi dengan INH

obat

efek Diare, konstipasi : deplesi fosfat, hiperrmagnesemia, optruksi usus ( dosis

samping besar )

Perhatian disfungsi ginjal, diet rendah fosfat,penggunaan jangka lama

7. Prosogan (Depkes RI, 2007)

komposis
Lansoprasol

Indikasi tukak lambung, duodenum, stress akut & lesi mukosa lambung akut yang di

sertai pendarahan.

Dosis dewasa 30 mg secara iv lambat 2x/hr.

kontra Pasien yang sedang menggunakan atazanavir sulfat.

indikasi

efek Peningkatan ALT, AST, LDH dan GTP ; ruam atau pruritus, granulasitopenia,

samping trombositopenia, anemia, eosinofilia, konstipasi, diare, rasa haus atau

kembung, sakit kepala, mengantuk, demam, peningkatan kolesterol atau asam

urat.

Perhatian gangguan hati,pendarahan proyektif.

8. Infus Nacl 0,9 % (Informatorium Obat Nasional Indonesia, 2008)

399
komposis
Tiap ml mengandung : Na 154 meq, Cl 154 meq, ( NaCl9 g ). Osmolaritas 308

mOsm.

Indikasi Hiponatremia atau sindrom rendah garam. Mengambil keseimbangan cairan

tubuh dan NaCl pengganti cairan ekstraseluler. Pelarut untuk obat yang

diberikan secara IV

Dosis dosis tergantung individu

kontra Hipernatremia, retensi cairan

indikasi

efek Demam, abses, nekrosis jaringan atau infeksi tempat suntikan. Trombosis

samping venaa atau hipervolemia. Sindrom intoleransi garam pasca bedah.

Perhatian Penyakit nefrosis dan hipoproteinemia. Jangan digunakan secara berlebihan

dengan cairan bebas K dan Nacl. Monitor perubahan keseimbangan cairan

dan elektrolit selama penggunaan jangka panjang.

9. Cotrimoxazole (Informatorium Obat Nasional Indonesia, 2008)

Tiap tablet mengandung Trimethoprim 80 mg dan Sulfamethoxazole 400 mg.


komposis

Indikasi Infeksi saluran kemih dan kelamin yang disebabkan oleh E.coli.Infeksi saluran

pernapasan bagian atas dan bronchitis kronis yang disebabkan streptococcus

pheneumoniae, diare yang disebab oleh E.coli

Dosis bayi usia 6 minggu- 6 bulan : 120 mg, 2 kali sehari

anak usia 6 bulan – 6 tahun : 240 mg, 2 kali sehari

Anak usia 6-12 tahun : 480 mg 2 x sehari

400
Dewasa dan anak diatas 12 tahun : 960 mg, 2 xsehari

kontra peenderita ganguang fungsi hati yang parah, insufisiensi ginjal, wanita hamil,

indikasi wanita menyusui, bayi prematur dan bayi berusi di bawa 2 bulan. penderita

anemia, penderita hipersensitif atau alergi

efek efek samping jarang terjadi pada umumnya ringan,seperti reaksi hipersensitif/

samping alergi, ruam kulit, sakit kepala dan gangguan pencernaan,muntah , diare.

leucopenia, trombositopenia,

Perhatian pada penderita gangguan fungsi ginjal dosis harus di kurangi untuk mencegah

terjadinya akumulasi obat. Hentikan penggunaan jika sejak awal terdapat

ruam kulit.

10. TDF/Tenofofir (Depkes RI, 2007)

tenofovir disoproxil fumarat ( df )


komposis

Indikasi diindikasikan pada kombinasi dengan arv yang lain untuk pengobatan infeksi

hiv 1

Dosis oral 1 dd 300 mg ( df ) dc, infuse i.v 1-3 mg/kg sehari

pemberian dengan atau tanpa makanan, pemberian sekurang kurangnya 2 jam sebelu atau

1 jam setelah makan.

efek kelelahan , diare , mual , nyeri, gangguan lambung - usus

samping

401
11. Emtricitabine & Tenofovir df (Depkes RI, 2007)

komposis emtricitabine/ tenofovir df

tablet 200 mg/300 mg

Indikasi ditunjukan untuk orang- orang terinfeksi hiv di kombinasikan dengan arv lain

Dosis 1 tablet 200 mg/300 mg po ( perhari )

pemerian dapat digunakan dengan atau tanpa makanan, menelan tablet secra utuh jangan

di kunyah, dipecah atau dilarutkan

kontra hipersensivitas, jangan digunakan pada orang terinfeksi hiv dengan status hiv

indikasi tidak diketahui. Gunakan sebagai monoterapi pada pasien terinfeksi

efek diare, mual, kelelahan, sakit kepala, pusing, depresi, insomnia, mimpi buruk,

samping ruam.

Perhatian resiko fatal pada asisdosi laktat dan hepatomologi berat dengan steatosis

dengan NRTI, jangan di pakai bersama dengan obat lain yang mengandung

emtricitabine.

12. Efavirenz (Informatorium Obat Nasional Indonesia, 2008)

komposis tiap tablet salut salaput mengandung efavirenz 600 mg

Indikasi pengobatan hiv-1 pada orang dewasa, remaja dan anak – anak dengan berat

badan lebih besar dari atau sama dengan 40 kg dalam kombinasi dengan obat

402
antiretroviral lain

Dosis dapat diberikan bersama atau tanpa makanan sesuai keinginan. Tablet

efavirenz hanya dapat diberikan pada orang dewasa dan anak –anak y6ang

beratnya lebih besar dari atau sama dengan 40 kg 600 mg/ hari

kontra efavirenz dikontraindikasikan pada pasien yang secara klinis hipersensitif

indikasi terhadap salah satu komponennya.

efek ruam, pusing, mual, sakit kepala, dan kelelahan, efek samping tambahan

samping meliputi neuresis dan reaksi paranoid, kejang dan penglihatan kabur

Perhatian efevirenz tidak boleh diberikan sebagai agen tunggaluntuk mengobati hiv atau

ditambahakan sebagai agen tunggal untuk penurunan regimen.

1.11 Data Perkembangan Terintegrasi Pasien

Tanggal Subjektif Objektif Assesment Plan

403
03/07/16 Pasien TD : 110/70 Gangguan Observasi
mengeluh Suhu : 36C pertukaran tanda-tanda
sesak, mual, Nadi : 89 gas, vital,
demam naik Rr : 20 gangguan anjurkan
turun pola makan, makan dan
pengaturan minum
suhu tubuh sedikit tapi
sering,
anjurkan
napas dalam
batuk efektif,
04/07/16 Pasien Ku lemah Gangguan Observasi
mengeluh TD : 110/70 pertukaran tanda-tanda
sesak. S : 36 gas vital.
N : 84 beri posisi
Rr : 20 nyaman.
Sat O2: 99% kolaborasi
pemberian
terapi
isosorbit
dinitrat 5 mg
1 tablet.
Magtral f
sirup 1 sdm.
05/07/16 Pasien TD: 110/70, gangguan Observasi
mengeluh S : 36 pola napas. tanda-tanda
sesak, panas N: 82, Rr:28 vital. Beri
dingin posisi
nyaman.
kolaborasi
pemberian
terapi

404
isosorbit
dinitrat 5 mg
1 tablet.
06/07/16 Pasien Td: 110/70 gangguan Observasi Ttv
mengatakan N : 90 pertukaran Beri posisi
sesak, batuk S : 37 gas, semi fowler.
Rr : 28 ketidakefektif Anjurkan
an bersihan untuk batuk
jalan nafas. efeltif.
07/07/16 Pasien K/u Lemah Gangguan Beri posisi
mengeluh Td : 110/70 bersihan jalan semi fowler
sesak, batuk N : 84 nafas. Ajarkan
Rr : 24 Gangguan teknik batuk
S`: 36 pertukaran efektif
gas
08/07/16 Pasien Ku: lemah Kes: cm, Gangguan Observasi
mengatakan Td: 110/70 bersihan jalan TTV
sesak, batuk N :86 nafas tidak Observasi
S : 37 efektif ABC
Rr: 22 Anjurkan
Sat O2: 96% posisi semi
fowler
Anjurkan
batuk efektif
Pemberian
09/07/16 Pasien Ku lemas Gangguan Observasi
mengeluh Kes: cm bersihan jalan tanda-tanda
batuk dan Td: 110/70 nafas vital
sesak S: 36 Observasi
Rr : 22 ABC
N : 84 Anjurkan
Sat O2: 96% posisi semi

405
fowler
Anjurkan
batuk efektif
Pemberian
10/07/16 Pasien Ku lemas Gangguan Monitor TV
mengeluh Kes: cm bersihan jalan dan I-O
batuk Sat O2: 96% nafas Ajarkan
Td: 110/70 pasien batuk
S: 37 efektif
Rr : 22 Anjurkan
N : 85 posisi semi
fowler
11/07/16 Pasien k/u lemah gangguan Monitor TV
mengatakan kes cm bersihan Ajarkan
batuk Td:110/80 saluran napas pasien batuk
R:26 efektif
N:84 Anjurkan
S:37SatO2:96% posisi semi
fowler
12/07/16 Pasien Kes cm Pola nafas Observasi

mengatakan Ku lemah tidak efektif tanda-tanda

batuk vital

Td:110/70 Observasi

N::80 ABC

Sh:37 Anjurkan

Rr:20 posisi semi

O2 : 96% fowler

Anjurkan

batuk efektif

406
Pemberian

13/7/16 Pasien Td:110/70 berisikan opservasi


mengatakan N::80 jalan napas tanda-tanda
batuk Sh:36 yang efektif vital.
berkurang Rr:22 Kolabora
pemberian
terapi
cotrimoxazole
2x2
magtra 3 x c
1
isdn 3 x 1
prosogan 2 x1
aspilet 1x1

1.12 Drug Related Problem (DRP)

Dari terapi pengobatan yang diberikan kepada pasien selama dirawat,

maka dilakukan identifikasi DRP sebagai berikut:

407
1. Indikasi yang tidak ditangani : ditemukan

2. Pilihan obat yang kurang tepat : Tidak ditemukan

3. Penggunaan obat tanpa indikasi : Tidak ditemukan

4. Dosis terlalu rendah (too low) : Tidak ditemukan

5. Dosis terlalu tinggi (too high) : Tidak ditemukan

6. Reaksi obat yang tidak dikehendaki : Tidak ditemukan

7. Gagal menerima obat : Tidak ditemukan

8. Interaksi obat : ditemukan

(Charles D.Hepler and Richard Segal. 2003)

3.7 Interaksi Obat

No Obat 1 Obat 2 Interaksi Klasifikasi Rekomendasi


1 Rifampicin Isoniazid Rifampisin Mayor Di perlukan

408
meningkatkan pengawasan tinggi.
toksisitas dari Menggunakan alterntif
isoniazid dengan lain jika perlu.
meningkatkan
metabolisme.
(interaksi Serius)
Rifampicin
meningkatkan
metabolisme
isoniazid (INH)
untuk metabolit
hepatotoksik.

2 Rifampisin Cotrimox Rifampisin akan Minor Rifampisin digunakan


azole menurunkan efek sebelum makan serta
(Sulfamet dari diberikan jarak waktu
axazole) sulfametaxazole penggunaan dengan
dengan sulfametaxazole
mempengaruhi
metabolisme
enzim
CYP2C9/10
dihati.

BAB IV

PEMBAHASAN

409
Pemantauan terapi obat pada pasien ini dilaksanakan di Rumah Sakit

Prof.DR.Sulianti Saroso, ruang rawat inap Dahlia 2. Langkah-langkah yang

dilakukan adalah mengumpulkan data pasien (data rekam medik, profil

pengobatan dan pencatatan penggunaan obat), mengidentifikasi drug related

problem yang terjadi pada pasien.

Pengambilan data dilakukan sejak hari pertama pasien masuk rumah sakit

(03 Juli 2016) sampai dengan pasien keluar rumah sakit dengan status

dipulangkan.

Pada hari pertama pengambilan data rekam medik, diketahui pasien

bernama Ny. HN masuk rumah sakit dengan keluhan utama sesak sejak satu

bulan yang lalu dan memberat 3 hari yang lalu. Batuk, demam, mual muntah bila

batuk tidak berhenti. Berdasarkan hasil pemeriksaan pasien sedang dalam

pengobatan Tuberkulosis (TB) paru, yang berlangsung selama 4 bulan dan ARV

yang berlangsung sudah 3 bulan. Dari hasil pemeriksaan hematologi dapat dilihat

nilai segmen dan Laju Endap Darah(LED) berada diatas nilai rujukan sedangkan

nilai hasil lab lainnya normal. Pada hari pertama pasien diberikan terapi obat

Isosorbit dinitrat 3 x 5 mg, Magtral F 3 x 1 sdm, Prosogan 1 x 1 vial,

Cotrimoxazol 2 x 2 tablet, Aspilet 1 x 80 mg, dan diberikan infuse Asering. jika

dilihat terapi pengobatan hari pertama sudah rasional. Isosorbit dinitrat

merupakan pilihan untuk menangani rasa tidak nyaman didada atau sesak pada

pasien ( angina ), Magtral f dan Prosogan untuk mencegah efek samping dari obat

– obat lain yang diberikan (Obat Antiretroviral ) yang mana efek samping yang di

timbulkan adalah gangguan saluran pencernaan seperti mual dan muntah,

410
gangguan pada lambung, Cotrimoxazole diberikan lebih mengarah kepada infeksi

saluran pernapasan bagian atas serta penurunan nilai CD4 (<200), Aspilet

diberikan untuk mengencerkan darah, karena pasien menderita hipotensi

(penurunan tekanan darah). Serta permberian infus asering karena pasien

mengalami dehidrasi dan kekurangan ion yang di tandai dengan mual dan

muntah. (Informatorium Obat Nasional Indonesia, 2008).

Hari kedua (4/7/16) pengambilan data terlihat pada form pengobatan

bahwa terapi obat hari pertama dilanjutkan dan tidak ada tambahan obat. Akan

tetapi sudah tidak diberikan cairan infuse asering. Hari ketiga (5/7/16 sampai

dengan tanggal 13/7/2016 ) pengambilan data terlihat pada form pengobatan

bahwa terapi obat hari pertama dilanjutkan dan di tambahkan dengan cairan infus

Nacl 0,9 % untuk mengatasi kekurangan cairan, dimana Nacl 0,9 % merupakan

cairan isotonis.

Penggunaan obat yang diberikan juga menimbulkan DRP ( Drag Related

Problem ) dapat dilihat pada tabel. 3.7

BAB V

PENUTUP

411
1.13 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengkajian dan analisa, dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut :

1. Pasien Ny.Y sesuai dengan diagnosis awal TB PARU DAN HIV

2. Pemberian obat-obatan selama pasien dirawat rasional

3. Terdapat DRP dan interaksi obat selama pasien dirawat di rumah sakit.

4. Pada tanggal 13-07-2016 pasien diijinkan pulang dengan kondisi yang

telah membaik

1.14 Saran

1. Perlunya edukasi kepada pasien dan keluarga pasien tentang penyakit yang

diderita dan tujuan dari terapi oleh apoteker.

2. Pemantauan pemberian terapi perlu dilakukan dengan ketat sehingga

mencegah terjadinya efek dari obat yang tidah diinginkan.

DAFTAR PUSTAKA

412
Anonim, 2008. “Informatorium Obat Nasional Indonesia” (IONI), Direktorat

Pengawasan Obat dan Makanan, Departemen Kesehatan Republik

Indonesia : Jakarta

Aslam, M.,2003. Farmasi klinik (Clinical Pharmacy), Menuju pengobatan

Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien, Elex Media Komputindo

Komplek Gramedia : Jakarta

Charles D.Hepler and Richard Segal. 2003. “Preventing Medication Errors and

Inproving Drug Therapy Outcomes”. CRC Press LLC.Boca Raton. Florida.

Corwin, E., J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC:

Jakarta.

Depkes RI. 2009. “Informatorium Obat Nasional Indonesia”. Dirjen Pengawasan

Obat dan Makanan. Jakarta.

Depkes RI. 2007. “Pelayanan Informasi Obat”.Jakarta : Departemen Kesehatan

RI

Direktorat Binfar. 2009.Pedoman Pemantauan Terapi Obat. Direktorat Bina

Farmasi Komunikasi dan Klinik Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

Departemen Kesehatan RI : Jakarta

Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. (2011).

Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral pada

orang Dewasa. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan

Penyehatan Lingkungan. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Hadi Sujono. 1999. Gastroenterologi, Alumni Bandung

Jay, Tan Hoan.dkk.2007. Obat-Obat Penting. Gramedia; Jakarta

413
Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius.

Jakarta

Mansyur Arif, dkk., 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2 Edisi 3. Jakarta :

Media Aesculapius

Mukherjee. 2009. Principles Of Management and Organizational Behavior.2nd

Edition. Tata McGraw- Hill Education Private Limited

PDPI, 2014. Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan Tuberkulosis . Jakarta

Price, S., A and Wilson, L., M. 2006. Patofifiologi: Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit. Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

Reeves J. Charlene, dkk. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Salemba Medika:

Jakarta

Reviglione MC, O’Brian

Wehbi, M. 2008. Acute Gastritis. Medscape. Diakses 24 Mei 2016 RJ.

Tuberculosis. USA. The McGraw-Hill Companies. 2008

Smeltzer, S.C & Bare, B.G. 2003. Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2,

Alih Bahasa Kuncara, H.Y, dkk. EGC. Jakarta

Sukandar, Elin Yulinah. Dkk. 2009. ISO FARMAKOTERAPI. ISFI penerbitan:

Jakarta Barat

Hadi Sujono. (1999). Gastroenterologi, Alumni Bandung

414
415

Anda mungkin juga menyukai