Anda di halaman 1dari 7

ASUHAN KEFARMASIAN

Asuhan Kefarmasian (Pharmaceutical care) adalah tanggung jawab langsung


farmasis pada pelayanan yang berhubungan dengan pengobatan pasien dengan tujuan
mencapai hasil yang ditetapkan yang memperbaiki kualitas hidup pasien. Asuhan
kefarmasian tidak hanya melibatkan terapi obat tapi juga keputusan tentang penggunaan obat
pada pasien. Termasuk keputusan untuk tidak menggunakan terapi obat, pertimbangan
pemilihan obat, dosis, rute dan metoda pemberian, pemantauan terapi obat dan pemberian
informasi dan konseling pada pasien (American Society of Hospital Pharmacists, 1993).
Cipolle, et. al. (2007) mendefinisikan asuhan kefarmasian sebagai suatu praktik pelayanan
kefarmasian di mana farmasis bertanggung jawab terhadap terapi obat yang digunakan pasien
dan mempunyai komitmen dan integritas terhadap praktik tersebut.

Berikut ini perbandingan antara pelayanan yang berorientasi pada asuhan kefarmasian dan
pelayanan kefarmasian yang tradisional Cipolle, et. al. (2007):
Pelayanan Kefarmasian yang Pelayanan yang Berorientasi
Komponen
Tradisional pada Asuhan Kefarmasian
Orientasi Produk Pasien
Pelaksanaan Atas permintaan Berkelanjutan
Strategi Patuh Antisipasi atau perbaikan
Fokus Utama Ethical atau OTC Manfaat pasti
Langkah-langkah Asuhan Kefarmasian (Pharmaceutical care), yaitu:

Asuhan kefarmasian dari segi farmakoekonomi


Pelayanan farmasi klinis dapat dirasa mahal oleh pengelola rumah sakit.
Kenyataannya adalah farmasi klinis dapat meningkatkan luaran pengobatan pasien secara
signifikan dan menurunkan anggaran pengobatan (Wiffen, et.al., 2007).

Fungsi Asuhan Kefarmasian, yaitu:


1. Mengidentifikasikan DRP yang potensial dan aktual.
2. Memecahkan DRP yang aktual.
3. Mencegah DRP yang potensial.

Menurut Wiffen, et.al. (2007), Elemen inti Asuhan Kefarmasian:


1. Apoteker
a. Kumpulkan dan dokumentasikan informasi yang sesuai secara sistematis, untuk
mengetahui apakah pasien mengalami atau berpotensi mengalami DRP.
b. Identifikasi dan tulis DRP yang dialami atau berpotensi dialami pasien.
c. Tetapkan dan buat daftar luaran terapi yang berkaitan dengan masalah.
d. Pertimbangkan dan urutkan semua intervensi terapi.
e. Putuskan alternatif terapi yang dipilih.
f. Formulasikan dan catat rencana pemantauan farmakoterapi, untuk memastikan
keputusan terapi yang dipilih memberikan hasil yang diinginkan dan tidak
menimbulkan ROTD.
2. Identifikasi Resiko pada Praktik Klinis
a. Karakteristik Klinis Pasien: karakter fisik dan karakter yang bisa ditentukan seperti
umur, jenis kelamin, etnis, status kehamilan, dll.
b. Penyakit Pasien: beberapa penilaian kecepatan dan tingkat bahaya yang disebabkan
penyakit dan persepsi pasien mengenai faktor tersebut.
c. Farmakoterapi Pasien: penilaian toksisitas terapi obat, profil ROTD, rute dan teknik
pemberian, serta persepsi pasien terhadap tiga elemen tersebut.

Apa sih DRP itu??

DRP (Drug Related Problem) adalah suatu peristiwa atau keadaan yang menyertai
terapi obat yang aktual atau potensial bertentangan dengan kemampuan pasien untuk
mencapai outcome medik yang optimal. Drug Related Problem merupakan situasi tidak ingin
dialami oleh pasien yang disebabkan oleh terapi obat sehingga dapat berpotensi menimbulkan
masalah bagi keberhasilan penyembuhan yang dikehendaki. Kategori DRP, diantaranya:
1. Ada indikasi yang tidak diterapi.
2. Pemilihan obat yang salah.
3. Dosis subterapi.
4. Gagal dalam menerima obat.
5. Over dosis.
6. Reaksi obat merugikan.
7. Interaksi obat.
8. Penggunaan obat tanpa indikasi.

Berikut ini merupakan komponen DRP:


1. Kejadian tidak diinginkan yang dialami pasien
Kejadian ini dapat berupa keluhan medis, gejala, diagnosis penyakit, ketidakmampuan
(disability) atau sindrom. Selain itu, dapat merupakan efek dari kondisi psikologis,
fisiologis, sosiokultural, atau ekonomi.
2. Hubungan antara kejadian tersebut dengan terapi obat
Bentuk hubungan ini dapat berupa konsekuensi dari terapi obat maupun kejadian yang
memerlukan terapi obat sebagai solusi maupun preventif.

Contoh Asuhan Kefarmasian (Pharmaceutical Care):


Apoteker berperan dalam memberikan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE)
terkait terapi pengobatan yang dijalani pasien, mengarahkan pasien untuk melakukan pola
hidup sehat sehingga mendukung agar keberhasilan pengobatan dapat tercapai, dan
melakukan monitoring hasil terapi pengobatan yang telah dijalankan oleh pasien serta
melakukan kerja sama dengan profesi kesehatan lain yang tentunya bertujuan untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien (Kemenkes RI, 2009). Hal itu menyebabkan perubahan
orientasi pelayanan kefarmasian dari drug oriented menjadi patient oriented. Perubahan
paradigma ini dikenal dengan nama Pharmaceutical Care atau Asuhan Kefarmasian
(Kemenkes RI, 2011). Akibat dari perubahan paradigma pelayanan kefarmasian tersebut,
apoteker diharapkan dapat melakukan peningkatan keterampilan, pengetahuan, serta sikap
sehingga diharapkan dapat lebih berinteraksi langsung terhadap pasien. Adapun pelayanan
kefarmasian tersebut, meliputi: pelayanan swamedikasi terhadap pasien, melakukan
pelayanan obat, melaksanakan pelayanan resep, maupun pelayanan terhadap perbekalan
farmasi dan kesehatan, serta dilengkapi dengan pelayanan KIE terhadap pasien, melakukan
monitoring terkait terapi pengobatan pasien sehingga diharapkan tercapainya tujuan
pengobatan, dan memiliki dokumentasi yang baik (Kemenkes RI, 2008). Apoteker harus
menyadari dan memahami adanya kemungkinan terjadi kesalahan pengobatan (Medication
Error) dalam proses pelayanan kefarmasian sehingga diharapkan apoteker dapat
menggunakan keilmuannya dengan baik agar berupaya dalam melakukan pencegahan dan
meminimalkan masalah tentang obat (Drug Related Problems) dengan membuat keputusan
yang tepat dan profesional agar pengobatan rasional (Kemenkes RI, 2008). Pelayanan
kefarmasian mengacu pada Pharmaceutical Care (Asuhan Kefarmasian) yang menuntut
apoteker untuk bertanggung jawab penuh atas mutu obat yang diberikan kepada pasien
disertai dengan informasi yang lengkap tentang cara pemakaian dan penggunaan, efek
samping hingga monitoring penggunaan obat demi meningkatkan kualitas hidup pasien.
REKAM FARMASI
Dokumentasi merupakan komponen penting dari proses asuhan kefarmasian.
Dokumentasi adalah catatan rinci semua tindakan untuk memberikan hasil terbaik bagi
pasien. Bagi apoteker, dokumentasi dapat berupa: layanan yang diberikan oleh apoteker dan
riwayat pengambilan keputusan.

Perbedaan Rekam Medis dan Rekam Farmasi:


Rekam Medis Rekam Farmasi
(Medical Records) (Medication Records)
1. Medical = Ilmu Kedokteran 1. Medication = Pengobatan
2. Patient Record (Status Pasien) 2. PMR (Patient Medication Records)
3. Diisi oleh Dokter 3. Diisi oleh Apoteker/Farmasis
4. Permenkes No.749a1Menkes/Per/XII/ 4. Kepmenkes No.1027/Menkes/
1989: Rekam Medis adalah dokumen SK/IX/2004: Medication record adalah
identitas pasien, hasil pemeriksaan, catatan pengobatan setiap pasien.
pengobatan, tindakan dan pelayanan yg 5. Manfaat PMR (Rekam Farmasi):
diterima pasien pd sarana kesehatan, baik Membantu apoteker untuk mendeteksi
rawat jalan maupun rawat inap. dan mencegah masalah yang berkaitan
5. Manfaat Rekam Medis: dengan obat dan pengobatan (Drug
a. Administrative value: rekaman data Related Problems) (Rees JA,1996)
adminitratif pelayanan kesehatan.
b. Legal value: bahan pembuktian di
pengadilan.
c. Financial value: dasar perincian biaya
pelayanan yang harus dibayar
d. Research value :bahan penelitian
e. Education value : bahan pendidikan

Contoh Rekam Farmasi:


PMR (Patient Medication Records) adalah Medication record yang merupakan
catatan pengobatan setiap pasien. PMR digunakan untuk Mendeteksi dan mencegah masalah
yang berkaitan dengan obat dan pengobatan (DRP) yang selanjutnya disebut DTP (Drug
Therapy Problems) karena berhubungan dengan masalah terapi obat pasien. Selain itu, PMR
juga digunakan untuk mendokumentasikan: konsultasi dengan tenaga kesehatan lain;
konseling pada pasien (sediaan farmasi, perbekalan kesehatan, pasien penyakit kronis);
penilaian terhadap pemahaman pasien; konsultasi terhadap self-care yang diberikan pada
pasien; serta rujukan.
Pharmacy Medical Record (PMR), menerapan rekam medis berbasis website yang
akan diterapkan di apotek dan fasilitas farmasi lainnya. Apotek dan fasilitas farmasi lainnya
sebagai pengguna akan memanfaatkan data rekam medis pengobatan pasien untuk
pengambilan keputusan yang rasional dan efisien, monitoring dan memberikan konseling dan
memantau kualitas kesehatan masyarakat berdasarkan pembelian obat yang spesifik terhadap
penyakit tertentu. (Fahmi, et.al., 2016).

Cara dokumentasi PMR adalah dengan menggunakan metode SOAP, diantaranya:


1. Subjective
a. Data yang tidak terkuantifikasi yang dirasakan pasien, misalnya gejala
b. Observasi subjektif oleh apoteker
2. Objective
a. Pengukuran dengan pengujian, misalnya data tes laboratorium
b. Catatan tenaga kesehatan lain, misalnya riwayat medis pasien
3. Assessment
a. Interpretasi dari data subjektif dan objektif
4. Plan
b. Tindakan, intervensi, maupun saran yang akan diberikan oleh apoteker

PMR digunakan pada semua pasien, terutama pasien dengan umur tertentu, penyakit tertentu,
obat tertentu, dan kebutuhan tertentu. Contoh PMR dapat berupa: buku kecil yang dibawa
pasien, kartu yang disimpan di Apotek, catatan pengobatan pasien, maupun PMR di Rumah
Sakit.
PUSTAKA
1. Brata, A. dan Azizah, L. 2018. Jurnal Bahan Kesehatan Masyarakat. Analisis Pelayanan
Asuhan Kefarmasian di Instalasi Farmasi Rumah Sakit di Kota Jambi. 2(2): 113-117.
2. Cipolle, R.J., Strand, L,M., and Morley, P.C. 2007. Pharmaceutical Care Practice: The
Clinician's Guide, 2nd Edition. The McGraw-Hill Companies, Chapter 4.
3. Fahmi, R.B., dkk. 2017. Jurnal Ilmiah SINUS. PMR (Pharmacy Medical Record): Rekam
Medis Medis Pengobatan Apotek Berbasis Website.
4. Priyandani, Y. 2017. Rekam Farmasi. Diakses pada 5 Maret 2020. <
https://www.scribd.com/ document_downloads/direct/361152226?extension=pdf>.
5. Rusli. 2016. Farmasi Rumah Sakit dan Klinik. Jakarta: Badan Pengembangan dan
Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan.
6. Rusli. 2018. Farmasi Klinik. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber
Daya Manusia Kesehatan.
7. Wiffen, P., et.al. 2007. Oxford Handbook of Clinical Pharmacy. 1st Edition. UK: Oxford
University Press.

Anda mungkin juga menyukai