INTERMEDIATE ANAK
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak (0-18 tahun, sesuai definisi IDAI) bukanlah dewasa kecil. Secara anatomi, fisiologi,
patofisiologi penyakit dan tumbuh kembang pasien anak yang menderita sakit kritis
berbeda dengan pasien dewasa. Anak sakit kritis adalah pasien yang datang ke rumah
sakit dengan kriteria triase gawat darurat dan gawat tidak darurat. Yang dimaksud dengan
gawat adalah keadaan yang mengancam jiwa, sedangkan darurat adalah keadaan yang
memerlukan pertolongan segera.
Populasi anak di Indonesia sebesar 85 juta jiwa dengan angka kematian anak (CMR) di
Indonesia sebesar 12,6/1000 ( SDKI, 2012). Menurut WHO tahun 1996, angka kematian di
negara berkembang terbanyak disebabkan oleh pneumonia, diare, dengue, malaria, dan
campak yang disertai sepsis bakterialis. Untuk menekan mortalitas dan morbiditas ini
diperlukan suatu sistem pelayanan terpadu sejak awal di unit rawat intermediet (HCU) dan
unit rawat intensif (NICU/PICU). NICU (Neonatal Intensive Care Unit) dan PICU (Pediatric
Intensive Care Unit) adalah ruang perawatan khusus atau vital. NICU adalah ruang
perawatan intensif untuk bayi usia 0 - 28 hari, sedangkan PICU adalah ruang perawatan
intensif untuk bayi usia >28 hari hingga anak usia 18 tahun. Seluruh bayi dan anak yang
mengalami keadaan emergensi dan sakit kritis yang dirawat di rumah sakit, terlepas
bagaimanapun kondisinya, berhak untuk memperoleh kualitas pelayanan yang optimal.
Dalam 3 dekade terakhir pelayanan rawat intensif anak mengalami kemajuan yang
pesat dalam hal patofisiologi berbagai proses yang mengancam jiwa dan kemampuan
teknis pemantauan dan penatalaksanaan penderita dengan kegawatan. Bersamaan
dengan majunya ilmu pengetahuan dan teknologi, pelayanan emergensi dan rawat intensif
anak telah mengalami evolusi, kebutuhan khusus penderita anak sakit kritis dan
keluarganya dapat dipenuhi oleh spesialis anak.
Dalam pendidikan dokter spesialis anak di Indonesia pengetahuan anatomi, tumbuh
kembang, fisiologi dan patofisiologi tersebut telah dimasukkan sebagai kemampuan yang
wajib dimiliki. Ketrampilan dalam bidang perawatan intensif diperlukan pendidikan dan
pelatihan yang lebih ekstensif sehingga pelayanan bisa menjadi paripurna. Kriteria staf
medik fungsional seperti inilah yang dapat diberi tanggung jawab sebagai Dokter
Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP).
Organisasi pelayanan di ruang rawat intermediet dan rawat intensif menerapkan sistem
Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP). DPJP akan menjadi tim leader bagi staf
medik fungsional lain secara multi disiplin, sehingga luaran bisa lebih baik dengan
menggunakan standar medik yang setinggi tingginya. Hubungan antara spesialis anak,
dokter yang merujuk, dan spesialis di bidang lainnya sangat penting dalam menilai,
mengkoordinasikan dan mengintegrasikan semua keahlian dalam menangani penderita.
Sistem perawatan sebaiknya terkonsentrasi dan terkoordinasi. Spesialis anak
khususnya terlibat dalam perawatan anak dengan sakit kritis baik perawatan bersifat medis
dan bedah serta berkoordinasi dengan baik. Tim yang multidisiplin merupakan komponen
utama dalam perencanaan dan tatalaksana pasien. Koordinator bertugas melakukan
koordinasi yang efektif dan efisien dengan spesialis dan pelaksana pelayanan kesehatan
primer lainnya.
B. Tujuan Pedoman
1. Tujuan Umum
Sebagai acuan dalam penyusunan kebijakan, prosedur, dan segala proses di bidang
pelayanan intermediet di Rumah Sakit Umum Daerah dr.Achmad Diponegoro.
2. Tujuan Khusus
a. Meningkatkan pelayanan neonatus yang bermutu dan mengutamakan
keselamatan pasien dalam upaya penurunan Angka Kematian Bayi di Indonesia.
b. Terlaksananya manajemen pelayanan neonatus dari aspek administrasi &
manajemen, kompetensi SDM, fasilitas dan sarana serta prosedur pelayanan di
RS
c. Terlaksananya sistem rujukan pelayanan neonatus.
d. Pembinaan dan pengawasan pelayanan neonatus di RS
D. Batasan Operasional
E. Landasan Hukum
1. Undang-Undang No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992
No. 100, Tambahan Lembaran Negara No.3495);
2. Undang-Undang No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
3. Undang-Undang No.29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran
Negara tahun 1996 Nomor 49, tambahan Lembaran Negara Nomor 3637);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah
antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota.
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 159b/Menkes/SK/Per/IX/1988
tentang Rumah Sakit.
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1045/Menkes/Per/XI/2006
tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit di Lingkungan Depkes.
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 512/Menkes/Per/IV/2007
tentang Izin Prantik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran.
9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 02.02/148/Menkes/SK/I/2010
tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Keperawatan.
10. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 129/Menkes/SK/II/2008
tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
11. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1457/Menkes/SK/XII/2003
tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota.
BAB II STANDAR KETENAGAAN
B. Ketenagaan
1. Dokter spesialis anak subspesialis Emergensi dan Rawat Intensif Anak (ERIA)
2. Dokter spesialis konsultan/subspesialis lain (berbagai divisi terkait)
3. Dokter spesialis anak
4. Dokter umum
5. Perawat
6. Nutrisionis
7. Farmasis
8. Terapis
9. Koordinator ruangan dalam pelayanan terhadap keluarga pasien
10. Edukator
C. Pengaturan Jaga
Jadwal jaga dibuat berdasarkan kebijakan rumah sakit yang berlaku.
B. Standar Fasiltas
Peralatan yang seharusnya tersedia di Intermediate Anak, diantaranya:
1. Tempat tidur pasien
2. Trolley emergensi yang berisi berbagai obat emergensi dalam berbagai dosis dan
ukuran
3. Peralatan resusitasi bag-valve-mask
4. Defibrillator/cardioversi yang mampu memberikan energi pada dosis rendah dan
synchronized cardioversion
5. Mesin elektrokardiogram (ECG)
6. Alat pengukur tekanan darah otomatis
7. Laringoskop dengan endotracheal tube
8. Airway oral atau nasal
9. Peralatan akses vascular, termasuk kateter sentral
10. Peralatan bedah, trakeostomi dan torakotomi darurat
11. Peralatan pemantauan tekanan intrakranial
12. Peralatan peritoneal dialisa
13. Otoskop dan opthalmoskop
14. Peralatan untuk mengukur berat badan pasien secara akurat
15. Peralatan fisioterapi, peralatan suction, procedure lamp
16. Infus pump
17. Termometer elektrik untuk mengidentifikasi hipertermia dan hipotermia yang ekstrim
18. Infant warmer, lampu fototerapi
19. Selimut penghangat dan pendingin
20. Alat penghangat darah
21. Electric breast pump
BAB V LOGISTIK
BAB IX PENUTUP