Anda di halaman 1dari 68

ANALISIS PENCAPAIAN PERKEMBANGAN ANAK SELAMA

PEMBELAJARAN DARING DI PAUD WILAYAH KERJA


PUSKESMAS PILOLODAA

PROPOSAL PENELITIAN

RITNA
NIM C0………………….

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO
2020

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kemampuan berbahasa pada anak prasekolah merupakan hal yang
penting karena dengan bahasa yang dipergunakan, seorang anak pra
sekolah dapat berkomunikasi dengan teman-temannya atau orang-
orang dewasa di sekitarnya. Bahasa juga membantu anak pra
sekolah untuk meminta dan meraih apa yang diinginkan, mampu
menjaga diri, serta melatih kontrol diri. Keterampilan Bahasa juga
merupakan sarana bagi anak untuk dapat memperoleh ilmu
pengetahuan dan teknologi yang akan sangat berguna bagi
kehidupan anak kelak. Dengan kemampuan berbahasa yang memadai,
seorang anak akan dapat mengikuti pelajaran dengan baik. Anak akan
menjadi pembicara yang baik (saat menjawab pertanyaan) dan juga akan
menjadi pendengar yang baik (saat mendengarkan penjelasan guru)
(Bawono, 2017).
Keterampilan berbahasa ini telah dijelaskan dalam Firman Allah
SWT dalam Al Quran surah Al Baqarah ayati 31 yang artinya” “Dan Dia
mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya,
kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman:
"Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar
orang-orang yang benar!” dalam Surah Arrahman ayat 3-4 Allah SWT juga
berfirman yang artinya ”Dia menciptakan manusia (3). Mengajarnya
pandai berbicara (4)”
Usia anak pra sekolah seringkali mengalami masalah dalam
berkomunikasi. Hal ini disebabkan oleh masih rendahnya keterampilan
dalam berbahasa anak usia pra sekolah. Perkembangan bebahasa
merupakan salah satu perkembangan yang paling penting pada usia

1
awal pertumbuhan anak. Perkembangan bahasa erat kaitannya
dengan perkembangan anak secara keseluruhan baik dari segi
kognitif, sosial, dan emosi. Sebagai alat ekspresi, anak belajar
mengungkapkan bahasa pikirannya melalui bahasa verbal.
Kemampuan berbahasa anak akan menjadi dasar bagi kemampuan anak
dalam mendapatkan serta memproses informasi dan mengembangkan
diri melalui sosialisasi dengan lingkungannya (Lubis, 2018).
Keterampilan berbahasa pada anak usia pra sekolah masih perlu
menjadi perhatian. Beberapa data menunjukan angka kejadian anak
dengan keterlambatan bicara (speech delay) cukup tinggi. Keterlambatan
bicara dan bahasa adalah keluhan utama yang sering dicemaskan dan
dikeluhkan orang tua kepada dokter. Gangguan ini semakin hari tampak
semakin meningkat pesat. Studi Cochrane terakhir melaporkan data
keterlambatan bicara dan bahasa dan gabungan keduanya pada anak.
Secara global, prevalensi keterlambatan perkembangan bahasa dan
bicara pada anak usia 2 sampai 4,5 tahun adalah 5-8%, prevalensi
keterlambatan bahasa adalah 2,3-19%. National Institute of health di
Amerika memperkirakan 7,6 persen menderita SLI (Specific Language
Impairmaent) dengan karakteristik keterlambatan Bahasa, sedangkan di
Indonesia, prevalensi keterlambatan perkembangan bahasa dan bicara
pada anak usia 1,5-4 tahun adalah 19%, keterlambatan (Dewi et al.,
2015).
Salah satu intervensi yang dapat diberikan dalam upaya mengatasi
masalah keterampilan berbahasa pada anak adalah melalui metode
bermain. Media boneka merupakan salah satu alat permainan media
pembelajaran yang penggunaannya sudah lumrah. Media ini sangat
praktis dan menarik bila diterapkan. Penerapan metode bermain peran
berbantuan media boneka tangan, anak akan merasa tertarik untuk

2
ikut terlibat langsung karena media boneka tangan ini menarik, lucu
dan memiliki berbagai macam karakter tokoh (Iswati & Rizkiana, 2019).
Keunggulan boneka tangan yaitu dapat mengembangkan bahasa
anak, mempsertinggi keterampilan dan kreatifitas anak, belajar
bersosialisasi dan bergotong-royong di samping itu melatih keterampilan
jari jemari tangan. Boneka tangan yang digunakan peneliti adalah dari
berbagai macam bentuk hewan yaitu boneka tangan berbentuk
hewan yang ada di darat yaitu kelinci, monyet, dan kucing, boneka
tangan berbentuk hewan yang ada di laut yaitu ikan paus, ikan hiu, dan
gurita, dan yang terakhir boneka tangan berbentuk hewan yang ada
di udara yaitu burung, lebah, dan kupu-kupu. Melalui boneka tangan
secara tidak langsung anak akan belajar mengenai keterampilan
berbicara tanpa disadari. Dengan penggunaan boneka tangan
diharapkan anak akan lebih tertarik untuk mencoba menggunakan,
senang memainkannya secara langsung dengan tangannya, dan akan
meningkatkan minat anak untuk berpartisipasi dalam proses
pembelajaran (Sari, 2019).
Melihat betapa pentingnya keterampilan berbahasa pada anak
terutama untuk mengembangkan kemampuannya selama proses
pembelajaran dan dalam berinteraksi social, serta adanya media bermain
menggunakan boneka tangan untuk meningkatkan keterampilan
berbahasa maka peneliti tertarik untuk melakukan studi literatur tentang
“Penerapan Terapi Bermain Menggunakan Media Boneka Tangan untuk
Meningkatkan Keterampilan Bahasa pada Anak Usia Pra sekolah”.

1.2 Identifikasi Masalah


1. Data menunjukan angka kejadian anak dengan keterlambatan bicara
(speech delay) cukup tinggi. Keterlambatan bicara dan bahasa adalah

3
keluhan utama yang sering dicemaskan dan dikeluhkan orang tua
kepada dokter.
2. Secara global, prevalensi keterlambatan perkembangan bahasa dan
bicara pada anak usia 2 sampai 4,5 tahun adalah 5-8%, prevalensi
keterlambatan bahasa adalah 2,3-19%. National Institute of health di
Amerika memperkirakan 7,6 % menderita SLI (Specific Language
Impairmaent) dengan karakteristik keterlambatan Bahasa.
3. Di Indonesia, prevalensi keterlambatan perkembangan bahasa dan
bicara pada anak usia 1,5-4 tahun adalah 19%, keterlambatan.

1.3 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah dan hasil
identifikasi masalah maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
bagaimana Pencapaian Perkembangan Anak Selama Pembelajaran
Daring di PAUD Wilayah Kerja Puskesmas Pilolodaa?

1.4 Tujuan Penelitian


1.4.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Pencapaian
Perkembangan Anak Selama Pembelajaran Daring di PAUD Wilayah
Kerja Puskesmas Pilolodaa.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Menganalisis perkembangan motoric halus dan kasar anak selama
pembelajaran daring di PAUD Wilayah Kerja Puskesmas Pilolodaa.
2. Menganalisis perkembangan kognitif anak selama pembelajaran
daring di PAUD Wilayah Kerja Puskesmas Pilolodaa.
3. Menganalisis perkembangan emosional anak selama pembelajaran
daring di PAUD Wilayah Kerja Puskesmas Pilolodaa.
4. Menganalisis perkembangan social anak selama pembelajaran
daring di PAUD Wilayah Kerja Puskesmas Pilolodaa.

4
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi keilmuan
khususnya tentang bagaimana pelaksanaan pembelajaran daring dalam
meningkatkan perkembangan anak usia dini
1.5.2 Manfaat Praktis
1. Bagi Pendidikan
Diharapkan dapat memberikan masukan bagi Pendidikan anak usia
dini khusus para pendidik dalam menerapkan pembelajaran daring
serta mengevaluasi perkembangan anak usia dini
2. Bagi Keperawatan
Sebagai masukan bagi perawat dalam upaya meningkatkan
perkembangan anak usia melalui Pendidikan
3. Bagi peneliti
Menambah pengetahuan peneliti tentang pentingnya pembelajaran
daring dalam meningkatkan perkembangan anak usia

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Anak Usia Dini


2.1.1 Pengertian
Anak usia dini adalah seorang anak yang usianya belum
memasuki suatu lembaga pendidikan formal seperti sekolah dasar
(SD) dan biasanya mereka tetap tinggal di rumah atau mengikuti
kegiatan dalam benntuk berbagai lembaga pendidikan pra sekolah,
seperti kelompok ber- main, taman kanak-kanak, atau taman penitipan
anak (Nurmalitasari, 2015).
Menurut Izzaty (2017), anak usia dini adalah anak yang berusia 0 - 6
tahum. Pencapaian perkembangan anak usia dini meliputi biologis,
psikososial, kognitif, spiritual, dan sosial. keberhasilan pencapaiaan
tingkat pertumbuhan dan perkembangan sebelumnya sangat penting bagi
anak usia dini untuk memperluas tugas-tugas yang telah mereka kuasai
selama masa toddler.
Anak usia dini adalah anak kelompok anak yang berada dalam
proses pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik. Anak usia dini
adalah anak yang baru dilahirkan sampai usia 6 tahun. Usia ini adalah
usia yang sangat menentukan dalam pembentukan karakter dan
kepribadian anak. Usia dini meripakan usia ketika anak mengalami
pertumbuhan dan perkembangan yang pesat (Khairi, 2018).
Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
anak usia dini adalah anak yang berusia antara 0 - 6 tahun dengan ciri
perkembangan fisik yang unik dan perkembangan kognitif dan psikososial
yang cepat. pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini sangat
ditentukan dari keberhasilannya dalam pencapaian pertumbuhan dan
perkembangan selama masa toddler.

6
2.1.2 Karakteristik anak usia dini
Pengalaman-pengalaman yang diperoleh anak secara tidak
langsung akan tertanam pada diri seorang anak. Untuk itu sebagai orang
tua dan pendidik wajib mengerti karakteristik-karakteristik anak usia dini,
supaya segala bentuk perkembangan anak dapat terpantau dengan baik.
Berikut ini adalah beberapa karakteristik anak usia dini menurut beberapa
pendapat (Khairi, 2018):
1. Unik, yaitu sifat anak itu berbeda satu sama lainnya. Anak memiliki
bawaan, minat kapabilitas, dan latar belakang kehidupan masing-
masing.
2. Egosentris, yaitu anak lebih cendrung melihat dan memahami sesuatu
dari sudut pandang dan kepentingannya sendiri. Bagi anak sesuatu itu
penting sepanjang hal tersebut terkait dengan dirinya.
3. Aktif dan energik, yaitu anak lazimnya senang melakukan aktivitas.
Selama terjaga dalam tidur, anak seolah-olah tidak pernah lelah, tidak
pernah bosan, dan tidak pernah berhenti dari aktivitas. Terlebih lagi
kalau anak dihadapkan pada suatu kegiatan yang baru dan
menantang.
4. Rasa ingin tahu yang kuat dan antusias terhadap banyak hal. Yaitu,
anak cendrung memperhatikan , membicarakan, dan mempertanyakan
berbagai hal yang sempat dilihat dan didengarnya, terutama terhadap
hal-hal baru.
5. Eksploratif dan berjiwa petualang, yaitu anak terdorong oleh rasa ingin
tahu yang kuat dan senang menjelajah, mencoba dan mempeajari hal-
hal yang baru.
6. Spontan, yaitu prilaku yang ditampilkan anak umumnya relative asli
dan tidak ditutup-tutupi sehingga merefleksikan apa yang ada dalam
perasaan dan pikirannya.

7
7. Senang dan kaya dalam fantasi, yaitu anak senang dengan hal-hal
yang imajinatif. Anak tidak hanya senang dengan cerita-cerita khayal
yang disampaikan oleh orang lain, tetapi ia sendiri juga senang
bercerita kepada orang lain.
8. Masih mudah frustasi, yaitu anak masih mudah kecewa bila
menghadapi sesuatu yang tidak memuaskan. Ia mudah menangis dan
marah bila keinginannya tidak terpenuhi
9. Masih kurang pertimbangan dalam melakukan sesuatu, yaitu anak
belum memiliki pertimbangan yang matang, termasuk berkenaan
dengan hal-hal yang dapat membahayakan dirinya.
10. Daya perhatian yang pendek, yaitu anak lazimnya memiliki daya
perhatian yang pendek, kecuali terhadap hal-hal yang secara intrinsic
menarik dan menyenangkan.
11. Bergairah untuk belajar dan banyak belajar dari pengalaman, yaitu
anak senang melakukan berbagai aktivitas yang menyebabkan
terjadinya perubahan tingkah laku pada dirinya sendiri.
12. Semakin menunjukkan minat terhadap teman, yaitu anak mulai
menunjukkan untuk bekerja sama dan berhubungan dengan teman-
temannya. Hal ini beriringan dengan bertambahnya usia dan
perkembangan yang dimiliki oleh anak.
Selain karakteristik-karakteristik tersebut, karakteristik lain juga tidak
kalah penting dan patut dipahami oleh setiap orang tua maupun pendidik
ialah anak suka meniru dan bermain. Kedua karakteristik ini sangat
dominan mempengaruhi perkembangan anak usia dini. Suka meniru,
maksudnya apa yang anak lihat dari seseorang dan sangat mengesankan
bagi dirinya sehingga anak akan meniru dan melakukan sebagaimana
yang ia lihat. Meskipun apa yang dia lihat tersebut tidak bermanfaat bagi
dirinya, dan bahkan anak-anak tidak mengerti apakah itu baik atau buruk.

8
Yang diketahui anak adalah bahwa yang ia lihat tersebut sangat berkesan
bagi dirinya sehingga ia berusaha untuk menirunya (Khairi, 2018).
2.1.3 Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Dini
Memahami fase fase pertumbuhan anak akan menolong orang tua
maupun guru dalam menjalin komunikasi dan interaksi pada anak secara
tepat. Semakin banyak kita mengetahui dunia anak maka kita akan
semakin memahami pertumbuhan, perkembangan dan kebutuhan
seorang anak. Perkembangan anak merupakan integrasi dari
perkembangan aspek nilai agama dan moral, fisik, motorik, kognitif,
Bahasa dan sosial-emosional serta seni (Seriwati, 2020)
Aspek-Aspek pertumbuhan dan Perkembangan Anak Pra Sekolah
menurut Fida (2012) meliputi:
1. Pertumbuhan fisik
a. Tinggi badan
Anak pra sekolah tumbuh sekitar 25 cm setiap tahunnya.
Dengan demikian, setelah usia 5 tahun, tinggi badan mereka
menjadi dua kali panjang badan lahir, yaitu sekitar 100 cm.
b. Berat badan
Anak prasekolah hanya mengalami kenaikan sebanyak 3-5 kg
dari berat badan saat mereka berusia 3 tahun, sehingga berat
badan mereka hanya mencapai kurang lebih 18-20 kg.
2. Perkembangan Motorik Kasar dan Motorik Halus
Masa kanak kanak merupakan masa kritis bagi perkembangan
motorik, Oleh karena itu, masa kanak-kanak merupakan saat yang
tepat untuk mengajarkan anak tentang berbagai keterampilan
motorik. Perkembangan aspek motorik, dapat diklasifikasikan
dalam dua bagian yaitu motorik halus dan motorik kasar. Motorik
kasar adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak
melakukan pergerakan dan sikap tubuh yang melibatkan otot-otot

9
besar seperti duduk dan berdiri. Motorik halus adalah aspek yang
berhubungan dengan kemampuan anak melakukan gerakan yang
melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu dan dilakukan oleh otot-
otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat seperti
menjimpit dan menulis. Perkembangan motorik kasar berkaitan
dengan perkembangan kemampuan dalam menggerakkan tubuh
baik secara sebagian (nonlokomotorik), yaitu perkembangan
kemampuan menggerakkan sebagian dari tubuh, seperti
menjangkau untuk mengambil sesuatu, dan kemampuan dalam
menggerakkan tubuh secara keseluruhan (lokomotorik) yang terjadi
pada waktu berjalan, berlari, melompat, olah raga, dll, dan gerakan
pada waktu menarik dan mendorong. Pada usia dini kegiatan
motorik anak sangat aktif dan mereka bergerak seolah-olah tidak
pernah lelah. Perkembangan gerakkan motorik halus berkaitan
dengan perkembangan kemampuan dalam menggunakan jarijari
tangan untuk melakukan berbagai kegiatan, seperti gerakan
menjimpit, menggenggam, menulis, memotong, menggunting, dll.
(Sofyan, 2015). Menurut Anggraini & Relina (2020), kemampuan
motorik anak pra sekolah dapat dinilai dari kemampuan anak
melakukan aktivitas sehari - hari seperti mampu mencuci tangan
dan wajah, serta menyikat gigi mereka. selain itu mereka merasa
malu untuk memperlihatkan tubuh mereka. Biasanya, anak pra
sekolah berlari dengan keterampilan yang meningkat setiap
tahunnya. Setelah usia 5 tahun, anak berlari dengan sangat
terampil dan dapat melompat tiga langkah. Anak pra sekolah dapat
berdiri seimbang di atas jari-jari kaki dan dapat mengenakan
pakaian tanpa bantuan.
Berk juga menjelaskan bahwa perkembangan Motor anak-anak
prasekolah sebagai berikut (Sofyan, 2015):

10
USIA KEMAMPUAN
2 tahun Berjalan dengan kaki melebar
dan tubuh berayun. Dapat
memanjat, mendorong, menarik,
berlari, bergantung dengan
kedua tangan. Mempunyai daya
tahan yang lemah. Meraih objek
dengan dua tangan.
3 tahun Lebih merapatkan kedua kaki
ketika berjalan dan berlari. Dapat
berlari dan bergerak dengan
lebih mulus. Meraih objek
dengan satu tangan . Melumuri
dan mengoleskan cat; menyusun
balok.
4 tahun Dapat membedakan irama
berlari, melompat dengan
janggal; meloncat; Mempunyai
kekuatan, daya tahan, dan
koordinasi yang lebih besar.
Menggambar bangun dan bentuk
sederhana; membuat lukisan;
menggunakan balok untuk
bangunan.
5 tahun Dapat berjalan di balok
kesimbangan. Melompat dengan
mulus; berdiri pada satu kaki.
Dapat mengurus kancing dan
resleting; dapat mengikat tali
sepatu. Menggunakan perkakas,
dan alat dengan benar.

Menurut Yusuf (Fitriani & Adawiyah, 2018) kemampuan motorik


anak dapat dideskripsikan sebagai berikut:

3. Perkembangan kognitif
Kognitif merupakan salah satu aspek perkembangan yang
harus distimulasi sejak usia dini. Kemampuan tersebut dapat
dikembangkan melalui berbagai kegiatan main yang dirancang
untuk anak, baik di dalam maupun di luar kelas, atau ketika
anak berada di rumah. Kegiatan main yang dirancang disertai

11
dengan penyediaan berbagai media, sumber belajar, maupun
alat permainan edukatif, yang akan digunakan sebagi perantara
untuk memudahkan anak dalam menggali pengetahuan dan
pengalaman (Khaironi, 2018).
Perkembangan kognitif pada setiap tahapan usia berbeda-beda
tingkatannya. Pada usia 0-2 tahun perkembangan kognitif anak
masih dalam kemampuan koordinasi mata dengan jari-jari tangan
dan manipulasi. Anak berusaha untuk meraih dan memegang
benda dengan satu atau kedua tangannya, lalu menggunakan
indera penglihatannya untuk melihat benda yang dipegang
tersebut. Pada usia 2-7 tahun anak sudah mulai mampu
berpikir tentang benda, orang, dan peristiwa yang terjadi
secara konkrit (nyata) dialami dan dilihat berdasarkan sudut
pandangnya sendiri. Pada usia tersebut rasa ingin tahu anak
terhadap suatu benda atau suatu peristiwa berkembang dengan
pesat, karena dari rasa ingin tahu tersebut anak akan
membangun skematanya dan memperoleh pengetahuan baru.
Pada rentang usia 2-7 tahun anak sudah mulai
mengembangkan kemampuan bertanya tentang benda atau
peristiwa yang dilihat, mencoba berbagai hal yang membuatnya
penasaran untuk menemukan jawaban, hingga proses
menceritakan hasil temuannya. Pada rentang usia 2-7 tahun
anak sudah memiliki kemampuan membedakan,
mengelompokkan, mengenal bentuk, warna, ukuran, dan sifat,
membuat pola, menyusun kepingan puzzle, bermain maze, dan
berbagai aktivitas lain yang berhubungan dengan kemampuan
mengolah informasi, memecahkan masalah, dan berpikir kreatif
(Khaironi, 2018).

12
Piaget (dalam Sembiring, 2019) menjelaskan perkembangan
kognitif menggunakan tahap berpikir pra operasional. Dimana
dibagi menjadi dua fase yaitu:
a. Fase pra konseptual (usia 2-4tahun)
Pada fase ini konsep anak belum matang dan tidak logis
dibandingkan dengan orang dewasa. Mempunyai pemikiran
yang berorientasi pada diri sendiri, dan membuat klasifikasi
yang masih relatih sederhana.
b. Fase intuitif (4-7 tahun)
Anak mampu bermasyarakat namun belum dapat berpikir timbal
balik. Anak biasanya banyak meniru perilaku orang dewasa
tetapi sudah mampu memberi alasan pada tindakan yang
dilakukan
Berikut adalah tabel lingkup perkembangan kognitif anak
berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia Nomor 58 Tahun 2009 Tentang Standar Pendidikan
Anak Usia Dini:

USIA PERKEMBANGAN
0-< 2 tahun Mengenal apa yang diinginkan,
menunjukkan reaksi terhadap
rangsangan, mengenali
pengetahuan umum, mengenal
konsep ukuran dan bilangan.
2-< 4 tahun Mengenal pengetahuan umum,
mengenal konsep ukuran,
bentuk, dan pola.
4-< 6 tahun Pengetahuan umum dan sains,
Konsep bentuk, warna, ukuran
dan pola, Konsep bilangan,
lambang bilangan dan huruf.

4. Perkembangan Emosi

13
Emosi adalah suatu keadaal yang kompleks, dapat berupa
perasaan ataupun getaran jiwa yang ditandai oleh perubahan
biologis yang muncul menyertai terjadinya suatu perilaku. Aspek
emosional melibatkan tiga variabel, yaitu variabel stimulus,
variabel organismik, dan variabel respons. Fungsi dan peranan
emosi pada perkembangan anak menurut (Suryana, 2016a) yaitu:
a. Sebagai bentuk komunikasi dengan lingkungannya;
b. Sebagai bentuk kepribadian dan penilaian anak terhadap
dirinya;
c. Sebagai bentuk tingkah laku yang dapat diterima ling-
kungannya;
d. Sebagai pembentuk kebiasaan;
e. Sebagai upaya pengembangan diri
Pada usia prasekolah anak-anak belajar menguasai dan
mengekspresikan emosi. Pada usia enam tahun anak-anak
memahami konsep emosi yang lebih kompleks, seperti
kecemburuan, kebang- gaan, kesedihan dan kehilangan, tetapi
anak-anak masih memiliki kesulitan di dalam menafsirkan emosi
orang lain (Aynun, 2018). Pada tahapan ini anak memerlukan
pengalaman pengaturan emosi, yang mencakup kapa- sitas
untuk mengontrol dan mengarahkan ekspresi emosional, serta
menjaga perilaku yang terorganisir ketika munculnya emosi-
emosi yang kuat dan untuk dibimbing oleh pengalaman
emosional. Seluruh kapasitas ini berkembang secara signifikan
selama masa prasekolah dan beberapa diantaranya tampak
dari meningkatnya kemampuan anak dalam mentoleransi frustasi
(Nurmalitasari, 2015).
Menurut Sujiono (2014), perkembangan emosi pada masa kanak-
kanak awal ditandai dengan munculnya emosi evaluatif yang

14
disadari rasa bangga, malu, dan rasa bersalah, dimana
kemunculan emosi ini menunjukkan bahwa anak sudah mulai
memahami dan menggunakan peraturan dan norma sosial
untuk menilai perilaku mereka. Berikut penjelasan dari tiga emosi
tersebut:
a. Rasa bangga
Perasaan ini akan muncul ketika anak merasakan kesenang
setelah sukses melakukan perilaku tertentu. Rasa bangga
sering diasosiasikan dengan pencapaian suatu tujuan tertentu.
b. Rasa malu
Perasaan ini muncul ketika anak menganggap dirinya tidak
mampu memenuhi standar atau target tertentu. Anak yang
sedang malu sering kali berharap mereka bisa bersembunyi
atau menghilang dari situasi tersebut.
c. Rasa bersalah
Rasa ini akan muncul ketika anak menilai perilakunya sebagai
sebuah kegagalan. Dan dalam mengekspresikan perasaan ini
biasa anak terlihat seperti melakukan gerakan-gerakan
tertentu seakan berusaha memperbaiki kegagalan mereka
5. Perkembangan social
Sosialisasi merupakan proses melatih kepekaan diri terhadap
rangsangan sosial yang berhubungan dengan tuntutan sosial
sesuai dengan norma, nilai, atau harapan sosial Proses
perkembangan sosial terdiri dari tiga proses, yaitu belajar
bertingkah laku dengan cara yang dapat diterima masyarakat,
belajar memainkan peran sosial yang ada di masyarakat, serta
mengembangkan sikap sosial terhadap individu lain dan altivitas
sosial yang ada di masyarakat. Ketiga proses sosialisasi ini akan
melahirkan tiga model individu, yaitu individu sosial, individu

15
nonsosi-aI, dan individu antisosial. Pola bermain sosial pada
awal masa kanak- kanak, sebagai berikut: bermain soliter,
bermain sebagai penonton/ pengamat, bermain para.lel,
bermain asosiatif, dan bermain kooperatif (Suryana, 2016).
Pada semua tingkatan usia, kelompok sosial memberikan
pengaruh yang besar pada perkembangan sosial. Pengaruh
tersebut paling kuat pada masa kanak-kanak dan masa remaja
awal. Oleh karena itu, memungkinkan peramalan tentang
anggota mna dalam suatu kelompok sosial yang mempunyai
pengaruh terkuat terhadap anak-anak pada usia tertentu (Khairi,
2018).
Perkembangan sosial mulai agak komplek ketika anak menginjak
usia 4 tahun dimana anak mulai memasuki ranah pendidikan
yang paling dasar yaitu taman kanak-kanak. Pada masa ini anak
belajar bersama teman- teman diluar rumah. Anak sudah mulai
bermain bersama teman sebaya. perkembangan sosial meliputi
komperensi social dan tanggung jawab sosial. Kompetensi sosial
menggambarkan keefektifan kemampuan anak dalam beradaptasi
dengan lingkugan sosialnya. Misalnya mau bergantian dengan
teman lainnya dalam sebuah permainan. Tanggung jawab sosial
menunjukkan komitmen anak terhadap tugasnya, menghargai
perbedaan individual, memperhatikan lingkungannya dan mampu
menjalankan fungsinya. Menurut Fida (2012), perkembangan
sosial anak sangat dipengaruhi oleh proses perlakuan atau
bimbingan orang tua terhadap anak dalam mengenalkan berbagai
aspek kehidupan sosial atau norma dalam masyarakat. Proses ini
biasanya disebut dengan sosialisasi. Tingkah laku sosialisasi
adalah sesuatu yang dipelajari, bukan sekedar hasil dari
kematangan. Perkembangan sosial anak diperoleh selain dari

16
proses kematangan juga melalui kesempatan belajar dari
responss terhadap tingkah laku.
6. Perkembangan Bahasa
Bahasa merupakan alat berkomunikasi. Dalam pengertian ini
tercakup semua cara untuk berkomunikasi sehingga pikiran dan
perasaan dinyatakan dalam bentuk tulisan, lisan, isyarat atau
gerak dengan menggunakan kata-kata atau kalimat, bunyi,
lambing dan gambar. Melalui bahasa, manusia dapat
mengenal dirinya, penciptanya, sesame manusia, alam sekitar,
ilmu pengetahuan dan nilai-nilai moral atau agama. Sejalan
dengan pertumbuhan dan perkembangan anak, produk bahasa
mereka juga meningkat dalam kuantitas, keluasan dan
kerumitannya. Anak-anak secara bertahap berkembang dari
melakukan suatu ekspresi menjadi melakukan ekspresi dengan
berkomunikasi. Mereka biasanya telah mampu
mengembangkan pemikiran melalui percakapan yang dapat
memikat orang lain. Mereka dapat menggunakan bahasa dengan
berbagai cara seperti bertanya, berdialog, dan bernyanyi.
Sejak usia 2 tahun anak menunjukkan minat untuk menyebut
nama benda, serta terus berkembang sejalan dengan
bertambahnya usia mereka sehingga mampu berkomunikasi
dengan lingkungan yang lebih luas, dan dapat menggunakan
bahasa dengan ungkapan yang lebih kaya (Khairi, 2018).
Pada anak usia dini, perkembangan bahasa mulai terlihat pada
usia 1 tahun, dimana anak sudah mulai berceloteh (maknanya
belum jelas). Seiring dengan pertambahan usia dan stimulasi
yang diberikan, maka kemampuan berbahasa anak akan
meningkat, karena kosa kata yang dimiliki terus bertambah.
Perkembangan bahasa memiliki bagian-bagian atau aspek yang

17
harus diperhatikan, yaitu mendengar, berbicara, menulis, dan
membaca. Kemampuan mendengar sudah distimulasi sejak
dalam kandungan melalui usaha untuk memperdengarkan kata
atau kalimat- kalimat yang baik untuk anak. Pada Ummat
Muslim bentuk stimulasi mendengar untuk anak yang baru lahir
adalah dikumandangkannya suara adzan di telinga bayi yang
baru lahir oleh laki-laki dewasa yang memiliki hubungan
kekerabatan dengan bayi tersebut, bisa ayah, paman, atau kakak.
Mulai pada usia 2-3 tahun, anak sudah mulai memahami perintah
sederhana yang ditujukan kepadanya, seperti: “ambil bola itu”
dan seterusnya. Kemampuan anak dalam memahami perintah
akan terus berkembang. Pada usia 4-6 tahun, anak sudah
mampu memahami perintah dengan kalimat yang lebih
kompleks, seperti: “tolong berikan buku ini kepada Ibu Guru”
atau perintah lainnya yang diucapkan dengan kalimat yang
lengkap terdiri dari SPOK (Khaironi, 2018).
Berikut adalah tabel lingkup perkembangan bahasa anak
berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia Nomor 58 Tahun 2009 Tentang Standar Pendidikan
Anak Usia Dini:

USIA PERKEMBANGAN
0-12 bulan Mengeluarkan suara untuk
menyatakan keinginan atau
sebagai reaksi atas rangsangan
12-24 bulan Menerima Bahasa dan
Mengungkapkan Bahasa
2-<4 tahun Menerima Bahasa,
Mengungkapkan Bahasa.
4-< 6 tahun Menerima bahasa,
Mengungkapkan Bahasa,
Keaksaraan

18
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan anak
Pertumbuhan dan perkembangan anak dipengaruhi oleh
beberapa faktor (Fida, 2012) yaitu:
1. Faktor Genetik/ keturunan
Karakteristik yang diturunkan mempunyai pengaruh besar pada
perkembangan. Jenis kelamin anak, yang ditentukan oleh seleksi
acak pada waktu konsepsi, mengarahkan pola pertumbuhan dan
perilaku orang lain terhadapa anak. Kebanyakan karakteristik fisik
termasuk pola dan bentuk gambaran, bangun tubuh, dan keganjilan
fisik, diturunkan dan dapat mempengaruhi cara pertumbuhan dan
integrasi anak dengan lingkungannya.
2. Faktor Neuroendokrin
Kemungkinan semua hormon mempengaruhi pertumbuhan dalam
beberapa cara. Tiga hormon yaitu hormon pertumbuhan, hormon
tiroid, dan androgen, ketika diberikan pada individu yang
kekurangan hormon ini, merangsang anabolisme protein dan
karenanya menghasilkan elemen esensial untuk pembangunan
protoplasma dan jaringan bertulang.
3. Faktor nutrisi
Nutrisi mungkin merupakan satu-satunya pengaruh paling penting
pada pertumbuhan. Selama masa bayi dan kanak-kanak, kebutuan
terhadap kalori relatif besar, seperti yang dibuktikan oleh
peningkatan tinggi dan berat badan. Pengaruh nutrisi juga baik
mempengaruhi perkembangan, terutama untuk perkembangan
kognitif anak, untuk perkembangan IQ anak.
4. Hubungan Interpersonal
Hubungan dengan orang terdekat memainkan peran penting dalam
perkembangan, terutama dalam perkembangan emosi, intelektual,

19
dari kepribadian. Melalui individu ini anak belajar untuk
mempercayai dunia dan merasa aman untuk menjelajahi hubungan
yang semakin luas.
5. Faktor Tingkat Sosioekonomi
Tingkat sosioekonomi keluarga anak mempunyai dampak signifikan
pada pertumbuhan dan perkembangan. Pada semua usia anak dari
keluarga kelas atas dan menengah mempunyai tinggi badan lebih
dari anak dari keluarga dengan strata sosioekonomi rendah.
Keluarga dari kelompok sosioekonomi rendah mungkin kurang
memiliki pengetahuan atau sumber daya yang diperlukan untuk
memberikan lingkungan yang aman, menstimulasi dan kaya nutrisi
membantu perkembangan optimal anak.
6. Penyakit
Perubahan pertumbuhan dan perkembangan adalah salah satu
manifestasi dalam sejumlah gangguan herediter. Gangguan
pertumbuhan terutama terlihat pada gangguan skeletal.
7. Bahaya Lingkungan
Bahaya dilingkungan adalah sumber kekhawatirkan pemberi
asuhan kesehatan dan orang lain yang memperhatikan kesehatan
dan keamanan. Sebagai contoh anak-anak yang tinggal di daerah
industri, dari segi kesehatan anak akan menghirup udara yang
kurang bersih karena udara sudah tercemar oleh asap-asap pabrik
menyebabkan anak menjadi jarang keluar rumah dan sulit untuk
bertemu teman-teman sebaya.
8. Stress Pada Masa Kanak-Kanak
Stress adalah ketidakseimbangan antara tuntutan lingkungan dan
sumber koping individu yang menganggu ekuilibrium individu
tersebut. Meskipun semua anak mengalami stres, beberapa anak
muda tampak lebih rentan dibandingkan yang lain.

20
2.2 Konsep Pendidikan Anak Usia Dini
2.2.1 Pengertian
Pendidikan anak usia dini (PAUD) merupakan fase awal (early
childhood) mulai mencoba belajar mandiri (self- sufficient), mengikuti
perintah dan menghabiskan waktu berjam jam bermain dengan
teman sebaya. Perkembangan motorik halus nya mencakup membuat
gambar sederhana, menggambar orang, meniru angka dan huruf.
Penyelenggaraan Pendidikan anak usia dini dalam transisi dari kegiatan
bermain secara penuh menuju belajar sambil bermain dengan aturan
“sekolah” (Seriwati, 2020).
2.2.2 Tujuan Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan yang berhasil adalah Pendidikan yang sanggup
menghantar subjek menjadi seperti dirinya sendiri selaku anggota
masyarakat. Selanjutnya pengembangan yang utuh dapat dilihat dari
berbagai segi yaitu wujud dimensi dan arahnya (Suryana, 2016).
Tujuan utama dari diselenggarakan PAUD adalah mendorong
anak untuk melakukan sosialisasi dengan teman sebaya, menyadari
kehadiran ada orang lain, saling berbagi mainan, bersama
menggunakan fasilitas yang disediakan sekolah. Belajar berbaris dengan
rapi, sabar menunggu giliran masuk ke ruang kelas, antri mencuci
tangan, menunggu giliran bertanya maupun saat menjawab
pertanyaan dari ibu atau bapak guru. Pembiasaan lain belajar
menggunakan toilet dengan benar, belajar makan sendiri, membereskan
alat menulis dan mainan sendiri. Secara singkat sasaran utama PAUD
lebih pada pembiasaan sikap (aspek afektif) kemudian dibarengi aspek
kognitif dan aspek psikomotorik.
2.2.3 Landasan Pendidikan Anak Usia Dini
Penyelenggaraan PAUD sebagaimana dikutip oleh Aryani (2015),
didasarkan pada beberapa landasan, yaitu:

21
1. Landasan yuridis
Pendidikan Anak Usia Dini merupakan bagian dari pencapaian
tujuan pendidikan nasional, sebagaimana diatur dalam Undang-
undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional
yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan
manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi luhur, memiliki
pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan.
2. Landasan filosofis dan religius
Pendidikan dasar anak usia dini pada dasarnya berdasarkan
pada nilai-nilai filosofi dan religi yang dipegang oleh lingkungan yang
berada disekitar anak dan agama yang dianutnya. Dalam Islam
dikatakan bahwa “seorang anak terlahir dalam keadaan
firah/Islam/lurus, orang tualah yang membuat anaknya menjadi
yahudi, nasrani dan majusi,” maka bagaimana kita bisa menjaga
dan meningkatkan potensi kebaikan tersebut dan hal itu tentunya
harus dimulai sejak usia dini.
Ketika manusia dilahirkan ke dunia, tak satupun orang yang
dilahirkan berada dalam kesempurnaan, baik dalm pandangan fisik
maupun rohani. Ketidaksempurnaan manusia itu merupakan
pertanda bahwa betapa manusia memerlukan bantuan orang lain,
pendidikan, aturan hidup, dan kelengkapan hidup lainnya. Salah satu
kelengkapan hidup yang akan mampu menghantarkan manusia dalam
kehidupannya untuk mencapai martabat yang mulia adalah
dibutuhkannya ajaran nilai-nilai keagamaan. Ajaran agama berasal dari
Tuhan Yang Maha Pencipta, pemilik alam semesta, yang berhak

22
membuat aturan hidup bagi makhluk yang diciptakannya (Aryani,
2015).
3. Landasan keilmuan
Pendidikan anak usia dini pada dasarnya meliputi aspek keilmuan
yang menunjang kehidupan anak dan terkait dengan
perkembangan anak. Konsep keilmuan PAUD bersifat isomorfis
artinya kerangka keilmuan PAUD dinangun dari interdisplin ilmu
yang merupakan gabungan dari beberapa disiplin ilmu, di
antaranya psikologi, fisiologi, sosioligi, ilmu pendidikan anak,
antropologi, humaniora, kesehatan dan gizi serta neorosains. Pada
saat anak dilahirkan sudah dibekali oleh Tuhan dengan struktur otak
yang lengkap, namun baru mencapai kematangannya setelah
pengaruh pendidikan di luar kandungan. Otak manusia terdiri dari
dua belahan, kiri (left helmisphere) dan kanan (right hemisphere)
yang disambung oleh segumpal serabut yang disebut corpuss
callasum. Kedua belahan otak tersebut memiliki fungsi, tugas dan
respon berbeda dan harus tumbuh dalam keseimbangan. Belahan
otak kiri berfungsi untuk berfikir rasional, analitis, berurutan, linier,
saintifik seperti membaca, bahasa dan berhitung. Adapun belahan
otak kanan berfungsi untuk mengembangkan imajinasi dan
kreativitas. Bila pelaksanaan pembelajaran di PAUD memberikan
banyak pelajaran menulis, berhitung dan membaca seperti yang
dilaksanakan dewasa ini, akan mengakibatkan fungsi dan
kreativitas pada belahan otak kanan terabaikan.

2.3 Konsep Pembelajaran Daring


A. Pengertian
Dunia anak adalah dunia bermain, dalam kehidupan anak-anak,
sebagian besar waktunya dihabiskan dengan aktivitas bermain. Filsuf

23
Yunani, Plato, merupakan orang pertama yang menyadari dan melihat
pentingnya nilai praktis dari bermain. Anak-anak akan lebih mudah
mempelajari aritmatika melalui situasi bermain. Bermain dapat digunakan
sebagai media untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan
tertentu pada anak. Istilah bermain diartikan sebagai suatu kegiatan yang
dilakukan dengan mempergunakan atau tanpa mempergunakan alat yang
menghasilkan pengertian, memberikan informasi, memberikan
kesenangan, dan dapat mengembangkan imajinasi anak (Kurnia, 2012).
Bermain adalah serangkaian kegiatan atau aktivitas anak untuk
bersenang-senang. Bermain juga diartikan sebagai dunia anak-anak, yang
merupakan hak asasi bagi anak usia dini dan hakiki pada masa
prasekolah, berkaitan dengan hal itu Hurlock mengategorikan bermain
menjadi dua, yaitu: “Bermain aktif dan bermain pasif, bermain aktif yaitu
kesenangan yang dilakukan individu seperti berlari sedangkan bermain
pasif yaitu tidak melakukan kegiatan secara langsung seperti menonton tv
(Fadlillah, 2019).
B. Manfaat bermain bagi anak
Bermain mempunyai makna penting bagi pertumbuhan anak.
Bermain merupakan salah satu aktivitas menyenangkan yang dilakukan
demi aktivitas itu sendiri; bermain memiliki fungsi dan bentuk. Santrock
(dalam Rohmah, 2016) mengemukakan pemanfaatan bermain bagi
aspek-aspek perkembangan anak usia dini, yang meliputi aspek moral,
motorik, kognitif, bahasa, serta sosial.
1. Bermain dan perkembangan moral
Perkembangan moral mencakup perkembangan pikiran, perasaan,
dan perilaku menurut aturan dan kebiasaan mengenai hal-hal
yang seharusnya dilakukan seseorang ketika berinteraksi
dengan orang lain. Pada anak usia dini, moralitas bagi mereka
merupakan hal abstrak dan sulit untuk didefinisikan, sehingga

24
perlu cara lain untuk mengenalkan moral pada anak, salah
satu cara yaitu melalui kegiatan bermain. Anak usia dini yang
memiliki latar tidak bisa lepas dari kegiatan bermain,
seharusnya dijadikan celah dalam mengembangkan berbagai
aspek perkembangan. Misal dalam bermain diberikan tata cara
atau aturan yang harus ditaati dan tidak boleh dilanggar.
Disinilah peran bermain dalam mengembangkan moral, ketika anak
sudah mau mengikuti aturan yang berlaku, maka tidak akan
sulit memberikan konsep-konsep yang berlaku juga dalam
masyarakat, misalnya anak kecil harus salim dan berpamitan
kepada orang tua sebelum sekolah atau bepergian.
2. Bermain dan perkembangan motoric
Aspek motorik sarat dengan kegiatan yang dilakukan dengan
gerak, baik gerak kasar atau halus. Pada anak usia dini,
aktivitas yang dikerjakan selalu diwarnai dengan gerak. Gerak
dapat menyebabkan anak bermain dan bermain membuat anak
menggerakkan anggota tubuhnya. Anak yang mendapatkan
kesempatan untuk bermain, maka ia akan melatih kemampuan
otot-otot yang menjadikan anak kuat dan bugar.
3. Bermain dan perkembangan kognitif
Arti dari kognitif merupakan pengetahuan, ingatan, kreativitas,
daya pikir, serta daya nalar. Anak usia dini dapat mengenal
konsep hanya dengan bermain. Dengan bermain anak akan
lebih mudah menerima konsep-konsep tersebut daripada
diajarkan seperti orang dewasa yang sedang belajar. Contoh
sederhana semisal ia sedang bermain bola, ia dapat mengenal
bentuk bola yang ia mainkan bagaimana, warna bolanya apa,
lebih besar atau lebih kecilkah dengan bola milik teman
lainnya.

25
4. Bermain dan perkembangan Bahasa
Dalam setiap kesempatan bermain anak selalu berkomunikasi
dengan lawan mainnya, baik berkomunikasi secara verbal maupun
nonverbal. Awalnya dalam bermain anak hanya menggunakan
Bahasa tubuh, namun seiring berjalannya waktu, semakin
bertambahnya perbendaharaan kata maka anak akan
menggunakan bahasa verbal dalam rangka berkomunikasi dengan
teman mainnya. Perkembangan bahasa dapat dikembangkan
ketika anak mengutarakan keinginannya, mengeluarkan
pendapat, serta memberi komentar kepada lawan mainnya. Apabila
ada anak yang awalnya diam, ketika diajak bermain dengan
anak seusianya lambat laun ia akan mulai berani
berkomunikasi nonverbal walaupun diawali dengan malu-malu.
5. Bermain dan perkembangan social
Tidak ada anak yang tidak suka bermain. Sekumpulan anak-anak
akan saling bersosialisasi dalam kegiatan bermain. Dari
kegiatan bermain bersama teman- teman, anak akan belajar
memahami diri dan orang lain. Anak yang mulanya egosentris,
setelah bermain dengan anak-anak lain bisa dimungkinkan ia
akan mulai sosialis. Egosentris adalah keadaan dimana semua
benda atau sudut pandang diarahkan menurut perspektif dirinya.
Selain itu, bermain juga dapat melatih rasa tanggung jawab anak,
kedisiplinan, serta kejujuran. Dengan bermain bersama teman
lainnya, ia akan bersikap untuk dapat bekerja sama dalam tim.
Bermain juga memberi peranan bagi semua aspek
perkembangan anak. Dworetzky (dalam Wiwik Pratiwi, 2017), juga
mengemukakan bahwa fungsi bermain dan interaksi dalam permainan
mempunyai peran penting bagi perkembangan kognitif dan social

26
anak, selain itu fungsi bermain dapat meningkatkan perkembangan
bahasa, disiplin, perkembangan moral, Melalui bermain aspek-aspek
perkembangan anak akan banyak terlatih, hal ini disebakan dalam
bermain terjadi sebuah interaksi yang kompleks dimana anak akan
mendorong keluar semua kemampuan dalam dirinya.
C. Tahapan Perkembangan Bermain
Pada umumnya para ahli hanya membedakan atau
mengkatergorikan kegiatan bermain tanpa secara jelas mengemukakan
bahwa suatu jenis kegiatan bermain lebih tinggi tingkatan
perkembangannya dibandingkan dengan jenis kegiatan lainnya. Piaget
(dalam Kurnia, 2012) mengemukakan tahapan kegiatan bermain sebagai
berikut:
1. Permainan Sensori Motorik (± 3/4 bulan – ½ tahun)
Bermain diambil pada periode perkembangan kognitif sensori
motor, sebelum 3-4 bulan yang belum dapat dikategorikan sebagai
kegiatan bermain. Kegiatan ini hanya merupakan
kelanjutankenikmatan yang diperoleh seperti kegiatan makan atau
mengganti sesuatu. Jadi merupakan pengulangan dari hal-hal
sebelumnya dan disebut reproductive assimilation.
2. Permainan Simbolik (± 2-7 tahun)
Merupakan ciri periode pra operasional yang ditemukan pada usia
2- 7 tahun ditandai dengan bermain khayal dan bermain pura-pura.
Pada masa ini anak lebih banyak bertanya dan menjawab
pertanyaan, mencoba berbagai hal berkaitan dengan konsep
angka, ruang, kuantitas dan sebagainya . Seringkali anak hanya
sekedar bertanya, tidak terlalu memperdulikan jawaban yang
diberikan dan walaupun sudah dijawab anak akan bertanya terus.
Anak sudah menggunakan berbagai simbol atau representasi
benda lain. Misalnya sapu sebagai kuda-kudaan, sobekan kertas

27
sebagai uang dan lain-lain. Bermain simbolik juga berfungsi untuk
mengasimilasikan dan mengkonsolidasikan pengalaman emosional
anak. Setiap hal yang berkesan bagi anak akan dilakukan kembali
dalam kegiatan bermainnya.
3. Permainan Sosial yang Memiliki Aturan (± 8-11 tahun)
Pada usia 8-11 tahun anak lebih banyak terlibat dalam kegiatan
games with rules dimana kegiatan anak lebih banyak dikendalikan
oleh peraturan permainan.
4. Permainan yang Memiliki Aturan dan Olahraga (11 tahun keatas)
Kegiatan bermain lain yang memiliki aturan adalah olahraga.
Kegiatan bermain ini menyenangkan dan dinikmati anak-anak
meskipun aturannya jauh lebih ketat dan diberlakukan secara kaku
dibandingkan dengan permainan yang tergolong games seperti
kartu atau kasti. Anak senang melakukan berulang-ulang dan
terpacu mencapai prestasi yang sebaik-baiknya.
Adapun tahapan perkembangan bermain menurut Hurlock (2012)
adalah sebagai berikut:
1. Tahapan Penjelajahan (Exploratory stage)
Berupa kegiatan mengenai objek atau orang lain, mencoba
menjangkau atau meraih benda disekelilingnya lalu mengamatinya.
Penjelajahan semakin luas saat anak sudah dapat merangkak dan
berjalan sehingga anak akan mengamati setiap benda yang
diraihnya.
2. Tahapan Mainan (Toy stage)
Tahap ini mencapai puncknya pada usia 5-6 tahun. Antara 2-3
tahun anak biasanya hanya mengamati alat permainannya.
Biasanya terjadi pada usia pra sekolah, anak-anak di Taman
Kanak-Kanak biasanya bermain dengan boneka dan mengajaknya
bercakap atau bermain seperti layaknya teman bermainnya.

28
3. Tahap Bermain (Play stage)
Biasanya terjadi bersamaan dengan mulai masuk ke sekolah dasar.
Pada masa ini jenis permainan anak semakin bertambah banyak
dan bermain dengan alat permainan yang lama kelamaan
berkembang menjadi games, olahraga dan bentuk permainan lain
yang dilakukan oleh orang dewasa.
4. Tahap Melamun (Daydream stage)
Tahap ini diawali ketika anak mendekati masa pubertas, dimana
anak mulai kurang berminat terhadap kegiatan bermain yang
tadinya mereka sukai dan mulai menghabiskan waktu untuk
melamun dan berkhayal. Biasanya khayalannya mengenai
perlakuan kurang adil dari orang lain atau merasa kurang dipahami
oleh orang lain
D. Faktor-faktor yang mempengaruhi bermain
Faktor-faktor yang mempengaruhi bermain anak menurut
Soetjiningsih (2018):
1. Kesehatan, semakin sehat anak maka semakin banyak energinya
untuk bermain aktif.
2. Perkembangan motorik, permainan anak melibatkan koordinasi
motorik. Pengendalian motorik yang baik memungkinkan anak
terlibat dalam permainan aktif .
3. Inteligensi, pada setiap usia, anak yang pandai lebih aktif
dibandingkan dengan yang kurang pandai, dan permainan mereka
lebih menunjukkan kecerdikan.
4. Jenis kelamin, anak laki-laki kecenderungannya bermain lebih
kasar di bandingkan anak perempuan, dan lebih menyukai
permainan yang permainan yang melibatkan fisik motorik mereka.

29
5. Lingkungan, anak yang berasal dari lingkungan pedesaan kurang
baermain dibandingkan mereka yang berasal dari lingkungan kota.
6. Status sosial ekonomi, anak yang berasal dari kelompok sosial
ekonomi yang lebih tinggi menyukai kegitan yang mahal dan
sebalikanya mereka yang berasal dari kalangan bawah memilih
kegiatan yang tidak mahal seperti bermain bola dan berenang.
7. Jumlah waktu bebas, jumlah waktu bermain bergantung pada
status ekonomi keluarga.
8. Peralatan bermain, perlatan bermain yang dimiliki anak
mempengaruhi permainannya.
E. Bermain Boneka Tangan
Menurut Peck dan Virke (dalam Lubis, 2018), boneka merupakan
cara yang efektif untuk memperhatikan kemampuan bahasa anak,
sehingga boneka dapat memperkuat kemampuan bahasa dan kognitif
anak. Media boneka dapat digunakan untuk bercerita dalam mengajarkan
agama sehingga anak dapat memahami isi cerita dan dapat memberi
kesan yang positif kepada anak pada segi kognitif, efektif dan
psikomotor. Penggunaan boneka dalam proses pembelajaran dapat
membantu perkembangan keseluruhan anak. Kegiatan yang dilaksanakan
dengan menggunakan boneka adalah seperti melakukan dialog, tanya
jawab, bercakap cakap, drama, bercerita, benyanyi, berpuisi dan
permainan.
Boneka tangan adalah boneka yang terbuat dari kain yang
dibentuk menyerupai wajah dan bentuk tubuh dari berbagai bentuk
dengan berbagai macam jenis sifat yang dimainkan dengan
menggunakan tangan dan digerakkan menggunakan jari- jari tangan.
Boneka tangan juga merupakan media yang dapat membuat anak
berimajinasi. Alat peraga yang paling sederhana salah satunya adalah
boneka (Musfiroh dalam Kumalasari, 2017).

30
Bermain dapat digunakan sebagai media psikoterapi atau
pengobatan terhadap anak yang dikenal dengan sebutan terapi
bermain. Melalui bermain, anak-anak dapat mengekspresikan apapun
yang mereka inginkan. Media boneka merupakan salah satu media
pembelajaran yang penggunaannya sudah lumrah. Media ini sangat
praktis dan menarik bila diterapkan. Penerapan metode bermain peran
berbantuan media boneka tangan, anak akan merasa tertarik untuk
ikut terlibat langsung karena media boneka tangan ini menarik, lucu
dan memiliki berbagai macam karakter tokoh (Iswati & Rizkiana, 2019).
Boneka menjadi alat peraga yang dianggap mendekati naturalitas
bercerita. Ada beberapa jenis boneka yang dapat digunakan sebagai
alat peraga untuk bercerita (Fadlillah, 2019), yaitu:
1. Boneka tangan adalah boneka tangan mengandalkan
keterampilan dalam menggerakkan ibu jari dan telunjuk yang
berfungsi sebagai tulang tangan. Boneka tangan biasanya kecil
dan dapat digunakan tanpa alat bantu yang lain.
2. Boneka gagang adalah boneka gagang mengandalkan
keterampilan mensinkronkan gerak gagang dengan tangan
kanan dan kiri. Satu tangan dituntut untuk dapat mengatasi
tiga gerakan sekaligus sehingga dalam satu adegan guru dapat
memainkan dua tokoh sekaligus.
3. Boneka gantung adalah boneka gantung mengandalkan
keterampilan menggerakan boneka dan benang yang diikatkan
pada materi tertentu seperti kayu, lidi, atau panggung boneka.
4. Boneka tempel adalah boneka tempel mengandalkan keterampilan
memainkan gerakan tangan. Boneka tempel tidak leluasa
bergerak karena ditempelkan pada panggung dua dimensi.
Boneka sebagai media cerita memiliki banyak kelebihan dan
keuntungan. Anak-anak pada umumnya menyukai boneka, sehingga

31
cerita yang dituturkan lewat karakter boneka jelas akan mengundang
minat dan perhatiannya. Anak-anak juga bisa terlibat dalam permainan
boneka dengan ikut memainkan boneka. Hal ini berarti, boneka bisa
menjadi pengalih perhatian anak sekaligus media untuk berekspresi
atau menyatakan perasaannya. Bahkan boneka bisa mendorong
tumbuhnya fantasi atau imajinasi anak (Fadlillah, 2019).
Ada beberapa manfaat yang diambil dari permainan menggunakan
media boneka tangan ini, diantaranya adalah (Arzani & Marzoan, 2020):
1. Membantu anak membangun keterampilan sosial.
2. Melatih kemampuan menyimak (Ketika mendengarkan teman saaling
bercerita).
3. Melatih sabar dan menanti giliran.
4. Meningkatkan kerja sama.
5. Motivasi anak agar mau tampil.
6. Meningkatkan keaktifan anak.
7. Menambah suasana gembira dalam kegiatan pembelajaran.
8. Tidak menuntut keterampilan yang rumit bagi yang memainkannya.
9. Tidak memerlukan waktu yang banyak, biaya, dan persiapan yang
rumit.
Menurut Wiwik Pratiwi (2017), Ada beberapa kelebihan yang
diambil dari permainan menggunakan media boneka tangan ini,
antara lain:
1. Tidak memerlukan waktu yang banyak, biaya, dan persiapan yang
terlalu.
2. Tidak banyak memakan tempat, panggung sandiwara boneka
dapat dibuat cukup kecil dan sederhana.
3. Tidak menuntut keterampilan yang rumit bagi pemakaiannya.
4. Dapat mengembangkan imajinasi anak, mempertinggi keaktifan
dan menambah suasana gembira.

32
Boneka tangan digunakan dalam kegiatan belajar, harus
dipersiapkan dengan matang sesuai dengan tema yang dipergunakan.
Hal ini agar tujuan pembelajaran terlaksana dengan baik. Menurut
Rohmah (2016), Langkah langkah perlu kita perhatikan beberapa hal,
antara lain:
1. Rumuskan tujuan pembelajaran yang jelas, dengan demikian
akan dapat diketahui apakah tepat penggunaan boneka tangan
untuk kegiatan pembelajaran.
2. Buatlah naskah atau skenario sandiwara boneka tangan
dengan jelas dan terarah.
3. Hendaknya diselingi nyanyian agar menarik perhatian penonton
dan penonton diajak untuk bernyanyi bersama-sama.
4. Permainan boneka ini hendaknya jangan lama.
5. Isi cerita sesuai dengan umur dan daya imajinasi anak.
6. Selesai permainan hendaknya berdiskusi tentang peran yang
telah.
2.4 Penelitian relevan
Tabel 1. Penelitian Relevan
Peneliti/ tahun Judul penelitian Desain penelitian Hasil penelitian
Suningsih/ 2016 Pengaruh Metode quasi Hasil penelitian
Bermain eksperimen per post menunjukkan
Sandiwara test design. Jumalh terdapat
Boneka terhadap sampel 15 orang dan perbedaan
Kemampuan analisis statistic yang kemampuan
Berbahasa Anak digunakan uji pairet t berbahasa anak
Usia 5- 6 Tahun test. antara sebelum
Di Tk W ilima 's dan sesudah
Panen Ciracas bermain
Jakarta Timur sandiwara boneka
tangan (t hitung >
t tabcl (13 ,505 >
I,771)

33
Arzani & Meningkatan Subjek penelitian ini penerapan media
Marzoan, 2020 Keterampilan sebanyak 25 anak 13 boneka tangan
Berbicara Melalui anak laki-laki dan 12 dapat
Media Boneka anak perempuan. meningkatkan
Tangan Pada Objek penelitian ini keterampilan
Anak Kelompok B adalah keterampilan berbicara.
Di Taman Kanak- berbicara melalui
Kanak Negeri media boneka
Dewi Kayangan tangan. Teknik
Tahun Pelajaran pengumpulan data
2019-2020 yang digunakan
adalah observasi
(lembar observasi),
wawancara (kisi-kisi
wawancara untuk
guru), dan
dokumentasi
(catatan catatan
selama proses
kegiatan
berlangsung,
gambar atau foto,
dan RKH). Teknik
analisis data
dilakukan secara
deskriptif kualitatif
dan kuantitatif.

Septiani, 2015 Efektivitas desain quasy bermain peran


Bermain Peran experimental, sandiwara boneka
Sandiwara dengan metode One efektif dalam
Boneka Dalam Group Pretest meningkatkan
Perkembangan Postest Design. perkembangan
Bahasa Anak Responden dalam bahasa
Usia Prasekolah penelitian ini adalah anak usia
Di Tk Pgri 20 orang murid TK prasekolah
Nanggulan Kulon PGRI Nanggulan
Progo Yogyakarta Kulon Progo dengan
tekhnik pengambilan
sampel Purposive
Samping serta uji
statistik
menggunakan Paired
T-test

34
2.5 Kerangka Teori

- Boneka Tangan
Anak usia
prasekolah - Boneka Gagang
- Boneka Gantung
Pemberian
Pertumbuhan fisik - Boneka Tempel
Rangsangan
atau Stimulus
Perkembangan Bahasa

Perkembangan Motorik Manfaat Boneka Tangan :


Kasar dan Motorik Halus
1. membangun keterampilan
sosial
Perkembangan kognitif 2. Melatih kemampuan
menyimak.
Perkembangan emosi 3. Meningkatkan keaktifan
anak.
4. Meningkatkan Kerjasama
Perkembangan social 5. Motivasi anak agar tampil
6. Melatih kesabaran

- Kemampuan Mendengar
Peningkatan - Kemampuan Berbicara
Keterampilan Berbahasa - Kemampuan Membaca
pada Anak - Kemampuan Menulis

Gambar 1. Kerangka Teori


Sumber: (Bawono, 2017), (Sembiring, 2019), (Fadlillah, 2019)

35
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan metode
studi kepustakaan atau literatur review. Literatur riview merupakan
pengumpulan data dan informasi dengan cara menggali pengetahuan
atau ilmu dari sumber - sumber seperti buku, karya tulis, dilihat catatan
kuliah, serta beberapa sumber lainnya yang ada hubungannya dengan
objek penelitian. Telaah literatur bertujuan untuk membuat kesimpulan
dan evaluasi pada suatu topik tertentu. Untuk menjelaskan fenomena
(Rusmawan, 2019). Adapun studi kepustakaan yang akan digunakan
dalam literature review ini adalah semua penelitian yang terkait dengan
bermain boneka tangan dan keterampilan bahasa.
Data-data yang dibutuhkan dalam penelitian dapat diperoleh dari
sumber pustaka atau dokumen. Menurut Zed (2014) pada riset pustaka
(library research), penelusuran pustaka tidak hanya untuk langkah awal
menyiapkan kerangka penelitian (research design) akan tetapi sekaligus
memanfaatkan sumber-sumber perpustakaan untuk memperoleh data
penelitian.
3.2 Cara Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari hasil-hasil
penelitian yang sudah dilakukan dan diterbitkan dalam jurnal online
nasional dan internasional. Dalam melakukan penelitian ini peneliti
melakukan pencarian jurnal penelitian yang dipublikasikan di internet
melalui database yaitu GARUDA, Google Schoolar dan Pubmed. Peneliti
menggunakan kata kunci dalam Bahasa Indonesia: bermain boneka
tangan dan keterampilan bahasa. sedangkan kata kunci dalam bahasa
inggris adalah playing hand puppets and language skills. Proses
pengumpulan data dilakukan dengan penyaringan berdasarkan criteria
yang ditentukan oleh penulis dari setiap jurnal yang di ambil. Melakukan

36
penelitian terhadap jurnal dari abstrak apakah berdasarkan tujuan
penelitian dan melakukan skrining terhadap jurnal sesuai dengan kriteria
yang telah ditentukan. Adapun Kriteria jurnal yang dipilih adalah sebagai
berikut :
1. Tahun sumber literatur yang diambil mulai tahun 2015 sampai
dengan 2020, kesesuaian keyword penulisan, keterkaitan hasil
penulisan dan pembahasan.
2. Strategi dalam pengumpulan jurnal berbagai literatur dengan
menggunakan situs jurnal yang sudah terakreditasi yaitu GARUDA,
Google Schoolar dan Pubmed.
3. Cara penulisan yang efektif untuk setting jurnal dengan memasukkan
kata kunci sesuai judul penulisan dan melakukan penelusuran
berdasarkan advance search.
4. Jurnal yang dipilih full text dan dapat diakses tidak berbayar.
3.3 Diagram Alur Penelitian Literatur
Secara sistematis, langkah dalam penulisan studi literatur dapat
digambarkan sebagai berikut:

Studi Literatur

Pengumpulan data

Konsep yang diteliti

Konseptualitas

Analisa

Kesimpulan dan saran

Gambar 2. Diagram Alur Konsep Yang Diteliti

37
Alur seleksi literatur berdasarkan jurnal dapat digambarkan sebagai
berikut:

Literatur di Identifikasi
melalui
1. GARUDA
Identifikasi 2. google Scoolar
3. Pubmed

Literatur di Identifikasi Literatur


dikeluarkan
1. Judul
2. Hanya abstrak
Literatur di skrining (tidak full text)
Screening melalui akses full text 5 3. Google akses
tahun terakhir (tidak bisa
didownload/berba
yar)
4. Memerlukan user
ID

Kelayakan Literatur kelayakan Literatur dikeluarkan


dikaji 1. Literatur
merupakan
ulasan, opini
2. Literature review
Inklusi Memenuhi Inklusi

Gambar 3. Diagram Alur Proses Seleksi Literatur

Secara sistematis langkah-langkah dalam penulisan literatur


review yaitu literatur review dimulai dengan materi hasil penulisan
yang secara sekuensi diperhatikan dari yang paling relevan, relevan,
dan cukup relevan. Kemudian membaca abstrak, setiap jurnal terlebih
dahulu untuk memberikan penilaian apakah permasalahan yang
dibahas sesuai dengan yang hendak dipecahkan dalam suatu jurnal.
Mencatat poin-poin penting dan relevansinya dengan permasalahan

38
penelitian. Untuk menjaga tidak terjebak dalam unsur plagiat, penulis
hendaknya juga mencatat sumber informasi dan mencantumkan
daftar pustaka. Jika memang informasi berasal dari ide atau hasil
penulisan orang lain. Membuat catatan, kutipan, atau informasi yang
disusun secara sistematis sehingga penulisan dengan mudah dapat
mencari kembali jika sewaktu-waktu diperlukan.
Selanjutnya jurnal diidentifikasi dan dilakukan skrining berdasarkan
kriteria inklusi yaitu:
Tabel 2. Kriteria inklusi pada litelature
KRITERIA INKLUSI
Jangka waktu tanggal publikasi 5 tahun terakhir
mulai dari tahun 2015-2020
Bahasa Inggris dan Indonesia
Subyek Anak usia pra sekolah
Jenis artikel Original bentuk full teks, dapat
diakses dan jurnal terpublikasi
Tema isi artikel Bermain boneka tangan dan
keterampilan bahasa

3.4 Metode Analisa


Pada penelitian ini menggunakan analisis literature / analisis isi /
content analisa. Analisis isi (content analysis) adalah penelitian yang
bersifat pembahasan mendalam terhadap isi suatu informasi tertulis atau
tercetak dalam media (Bungin, 2011). Setelah dianalisis, isi / content dari
literatur penelitian dan text book kemudian dinarasikan.
Studi literatur disintesis menggunakan metode naratif dengan
mengelompokkan data-data hasil ekstraksi yang sejenis sesuai dengan
hasil yang diukur untuk menjawab tujuan. Literatur penelitian yang sesuai
dengan criteria inklusi kemudian dikumpulkan dan dibuat ringkasan
literatur meliputi nama peneliti, tahun terbit literatur, tempat penelitian,
judul penelitian, metode dan ringkasan hasil atau temuan. Ringkasan
literature penelitian tersebut dimasukan ke dalam tabel sesuai dengan
format tersebut di atas. Untuk lebih memperjelas analisis abstrak dan full
text literatur dibaca dan dicermati. Ringkasan literature tersebut kemudian

39
dilakukan analisis terhadap isi yang terdapat dalam tujuan penelitian dan
hasil / temuan penelitian. Untuk lebih memperjelas analisis abstrak dan
full text literatur dibaca dan dicermati. Ringkasan literatur tersebut
kemudian dilakukan analisis terhadap isi yang terdapat dalam tujuan
penelitian dan hasil/temuan penelitian

40
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Studi Literature


Berdasarkan hasil pencarian literatur dari database Google Scholar
dengan menggunakan kata kunci dalam bahasa Indonesia “bermain
boneka tangan dan keterampilan berbahasa anak pra sekolah”. Pada
google scholar menghasilkan literatur sebanyak 3940 jurnal. Selanjutnya
peneliti melakukan screening pada literatur dengan memperhatikan
kriteria inklusi berupa akses full text dan terbitan tahun 2015-2020 dan
original article serta dapat didownload, dan hasilnya 3813 junal
dikeluarkan karena tidak lolos dalam screening dan menghasilkan 127
jurnal. Selanjutnya dilakukan dikaji kelayakan dengan kriteria jika Literatur
merupakan ulasan, opini akan dikeluarkan dan hasilnya 82 jurnal
dikeluarkan dan 45 jurnal lolos uji kelayakan. Selanjutnya jurnal tersebut di
inklusi sesuai dengan kriteria tahun publikasi 2015-2020, jurnal bahasa
Indonesia dan Bahasa inggris, tidak dalam bentuk abstrak saja maupun
buku artikel harus dalam bentuk full text, dapat didownload dan diakses
dan jurnal sesuai topik dan judul sehingga di dapatkan jurnal yang sesuai
yaitu sebanyak 6 jurnal nasional yang terpublikasi nasional dan 1
internasional.
Berdasarkan hasil identifikasi, uji screening dan uji kelayakan serta
inklusi jurnal, kemudian jurnal dianalisis untuk ditelaah sesuai dengan
tujuan penelitian yang kemudian akan dijadikan sebagai sumber literatur
terkait pengaruh bermain boneka tangan terhadap keterampilan
berbahasa anak prasekolah.
Adapun alur seleksi literatur berdasarkan jurnal yang akan dianalisis
dapat digambarkan sebagai berikut:

41
Berikut adalah alur seleksi jurnal:

Literatur di identifikasi melalui


search engine
Google Scholar:3940
IDENTIFIKASI

Literatur diidentifikasi
Literatur dikeluarkan (3813)

1. Variable yang diteliti


Literatur di screening berbeda730
menggunakan filter tahun 2. Hanya abstrak (tidak full
2015-2020, open access, full text) : 57
SCREENING text, research funder dan 3. Tidak bisa di download/
academic journal (127 jurnal) berbayar :1236
4. Memerlukan username dan
password untuk login :1790

Literatur dikeluarkan
Literatur dikaji kelayakan Literatur merupakan ulasan,
KELAYAKAN
(45) opini (82 Jurnal )

Kriteria inklusi
1. Jurnal nasional dan
internasional
2. Rentang waktu penerbitan
jurnal tahun 2015-2020
Literatur yang memiliki 3. Dapat diakses/download, full
INKLUSI text dan tidak berbayar
kriteria inklusi 6 jurnal
4. Jurnal sesuai dengan topik
penelitian yaitu mengenai
terapi perilaku kognitif terhadap
tingkat interaksi social

Gambar 5. Alur Seleksi Jurnal

42
Tabel 2. Syntesis Matrix Penerapan Terapi Bermain Menggunakan Media Boneka Tangan untuk Meningkatkan
Keterampilan Bahasa pada Anak Usia Pra sekolah
Metode
Penelitian
Design (D),
Author (A) Populasi (P),
Judul (T) Tahun Sample (S), Tahun
No Tujuan Hasil penelitian Kesimpulan Rekomendasi
Jurnal (J) Penelitian Lokasi (L), publikasi
Database (D) Variabel (V),
Instrumen
Penelitian (I),
Analisis (A)
1 A: (Arzani & 2020 Tujuan Penelitian D: Penelitian 2020 Hasil penelitian Berdasarkan hasil Intervensi ini
Marzoan, 2020) ini adalah untuk Tindakan Kelas menunjukkan penelitian yang dapat
meningkatkan peningkatan dilakukan dan digunakan
T: Meningkatan keterampilan P: anak TK keterampilan berkolaborasi untuk
Keterampilan berbicara anak berbicara dengan guru meningkatkan
Berbicara Melalui melalui media S: 25 sampel dengan rata- Kelompok B TK keterampilan
Media Boneka boneka tangan rata Negeri Dewi berbahasa pada
Tangan Pada pada anak L : Lombok Utara ketercapaian Kayangan yang anak pra
Anak Kelompok kelompok B di anak dilakukan selama sekolah.
B Di Taman TK negeri dewi V: Media boneka Pratindakan lima kali
Kanak-Kanak kayangan. tangan dan mencapai pertemuan dalam
Negeri Dewi keterampilan 40,96%, Siklus dua siklus. Siklus I
Kayangan Tahun berbicara I mencapai dan Siklus II
Pelajaran 2019- 68,08%, Siklus dengan tema yang
2020 I : tehnik II mencapai sama yaitu

43
Observasi, 87,92%. Hal Binatang.
J: Jurnal Ilmiah wawancara dan tersebut telah Menunjukan
Mandala dokumentasi. mencapai bahwa
Education kriteria keterampilan
A: analisis keberhasilan berbicara anak
D: Google kualitatif dan penelitian melalui media
Scholar kuantatif sebesaar 80%. boneka tangan
mengalami
peningkatan.
2 A: (Aprillina, 2020 Penelitian D: penelitian 2019 Hasil penelitian Metode bercerita Intervensi ini
2020) bertujuan untuk Tindakan kelas. menunjukkan dengan boneka dapat
mengembangkan kemampuan tangan dapat digunakan
T: kemampuan P: anak bahasa anak mengembangkan untuk
Mengembangkan bahasa anak prasekolah mengalami kemampuan meningkatkan
kemampuan melalui metode perkembangan bahasa anak. keterampilan

bahasa anak bercerita dengan S: 11 sampel setiap siklus. berbahasa pada

melalui Bermain boneka tangan. Siklus I anak pra


L : Aceh pertemuan sekolah.
Boneka Tangan
pertama
V: bermainmedia terdapat 7 anak
J: Jurnal Ilmiah
boneka tangan, belum
Mahasiswa
keterampilan berkembang, 3
Pendidikan Guru
berbahasa anak mulai
Anak Usia Dini,

44
berkembang
D: Google I: lembar dan 1 anak
Scholar observasi DSST berkembang
sesuai harapan.
A : deskriptif Siklus I
analitik pertemuan
kedua 5 anak
yang belum
berkembang, 4
anak mulai
berkembang
dan 2 anak
berkembang
sesuai
harapan.
Selanjutnya
pada siklus II
pertemuan
pertama tidak
terdapat anak
yang belum
berkembang, 2
anak mulai

45
berkembang, 5
anak
berkembang
sesuai harapan
dan 4 anak
berkembang
sangat baik.
Siklus II
pertemuan
kedua 2 anak
mulai
berkembang, 3
anak
berkembang
sesuai harapan
dan 6 anak
berkembang
sangat baik.

3 A: (Septiani, 2015 Tujuan dari D : desain 2020 Hasil penelitian Bermain peran Intervensi ini
2015) penelitian ini quasy ini sandiwara boneka dapat
adalah experimental, menunjukkan efektif tangan digunakan
T: Efektifitas mengetahui dengan metode bahwa bermain dalam untuk

46
bermain peran efektifitas One Group peran meningkatkan meningkatkan
sandiwara bermain peran Pretest Postest sandiwara perkembangan keterampilan
boneka dalam sandiwara Design. boneka efektif bahasa anak usia berbahasa pada
perkembangan boneka dalam dalam prasekolah di TK anak pra
bahasa pada perkembangan P: Anak TK meningkatkan PGRI Nanggulan sekolah.
anak usia bahasa pada perkembangan Kulon Progo
prasekolah. anak usia S: 20 sampel bahasa anak
prasekolah. usia prasekolah,
J : Jurnal L : Jawa Tengah dengan uji
Keperawatan Paired T-test
Silampari I: Lembar didapatkan nilai
Observasi p= 0,001 < 0,05
D : Google
Scholar A: Pairet t Test
4 A: (Satriana et 2017 Penelitian ini D: Penelitian ini 2018 Hasil penelitian Peningkatan Intervensi ini
al., 2018) bertujuan untuk penelitian menunjukkan kemampuan dapat
mengetahui tindakan (action bahwa berbicara pada digunakan
T: Peningkatan Peningkatan research) kemampuan anak usia 5-6 untuk
Kemampuan Kemampuan berbicara pada tahun di TK meningkatkan
Berbicara Melalui Berbicara Melalui P: Anak TK anak kelompok Cendrawasih keterampilan
Panggung Panggung B di TK samarinda tahun berbahasa pada
Boneka Tangan Boneka Tangan S: 10 orang Cendrawasi ajaran 2017/2018 anak pra
Pada Anak Usia Pada Anak Usia Sampel Samarinda dapat tercapai sekolah.

47
5-6 Tahun di TK 5-6 Tahun di TK mengalami dengan media
Cendrawasih Cendrawasih L : Samarinda peningkatan panggung boneka
Samarinda Samarinda dengan hasil tangan.
Tahun 2017 I : observasi pada siklus I
memperoleh
J: Jurnal A : analisis jumlah nilai 505
Educhild kualitatif dan dengan nilai
kuantatif rata-rata 50,5
D: Google yang termasuk
Scholar dalam katagori
anak mulai
berkembang.
Siklus II
memperoleh
jumlah nilai 761
dengan nilai
rata-rata 76,1
yang termasuk
kategori anak
sudah
berkembang
sesuai harapan.
5 A : (Suningsih, 2016 Penelitian D: desain quasi 2016 Hasil penelitian Ada pengaruh Intervensi ini

48
2016) bertujuan untuk eksperimen menunjukkan yang signifikan dapat
menganalisis terdapat bermain sandiwara digunakan
T : Pengaruh pengaruh P : anak usia 5-6 perbedaan boneka terhadap untuk
Bermain Bermain tahun kemampuan kemamp uan meningkatkan
Sandiwara Sandiwara berbahasa anak berbahasa anak keterampilan
Boneka terhadap Boneka terhadap antara sebelum usia 5 - 6 ta hun di berbahasa pada
Kemampuan Kemampuan S: 15 sampel dan sesudah TK Wilima 's anak pra
Berbahasa Anak Berbahasa Anak bermain Panen, Ciracas sekolah.
Usia 5- 6 Tahun Usia 5- 6 Tahun L : Jakarta sandiwara
Di Tk W ilima 's Di Tk W ilima 's boneka tangan
Panen Ciracas Panen Ciracas I : Lembar (t hitung > t
Jakarta Timur Jakarta Timur Observasi tabcl (13 ,505 >
I,771)
J : Jurnal V: sandiwara
Pendidikan Anak boneka tanga
Usia Dini dan kemampuan
berbahasa
D : Google
Scholar A: T Test

6 A : (Sukma & 2017 Penelitian ini D: Penelitian ini 2017 Hasil penelitian terdapat pengaruh Intervensi ini
Dewi, 2017) bertujuan untuk merupakan menunjukkan bermain boneka dapat

49
mengetahui penelitian bahwa tangan terhadap digunakan
T : Improving peningkatan tindakan kelas peningkatan kemampuan untuk
Children‘S keterampilan yang keterampilan berbicara anak meningkatkan
Speech Skills berbicara setelah dilaksanakan berbicara prasekolah keterampilan
Use Media- penerapan cerita dalam dua siklus dengan berbahasa pada
Assisted Story berbantuan menerapkan anak pra
Telling With media boneka metode sekolah.
Story Aprons tangan pada P: anak pra bercerita media
And Hand anak kelompok sekolah boneka tangan
Puppets B3 semester berbantuan
genap di Taman S: 31 orang pada siklus I
J : The 6th eltlt Kanak-kanak Sampel sebesar 63,31%
conference Pertiwi 45 yang berada
proceedings L : Semarang pada kategori
October 2017 rendah
I : observasi mengalami
D : Google peningkatan
Scholar A : dianalisis pada siklus II
dengan menjadi 80,81%
menggunakan tergolong dalam
analisis statistik kategori tinggi.
deskriptif dan
metode analisis

50
deskriptif
kuantitatif.

51
4.2 Pembahasan Studi Literature
4.2.1 Keterampilan berbahasa anak prasekolah sebelum Bermain
boneka tangan
Berdasarkan hasil analisis dari 6 jurnal didapatkan keterampilan
berbahasa anak prasekolah berada pada kriteria rendah. Hal ini
sebagaimana digambarkan dalam salah satu studi literatur yaitu penelitian
Satriana et al (2018) dimana berdasarkan pelaksanaan kegiatan yang
dilakukan pada siklus I petemuan IV di atas maka dapat diketahui bahwa
siklus I yang berjumlah 10 anak terdapat 9 anak yang menunjukkan
kriteria rendah. Anak mendapat kriteria rendah karena saat anak diminta
untuk menceritakan anak tersebut masih belum bisa menceritakan dengan
bahasanya sendiri, masih harus dibantu sehinga bicaranya masih terbata-
bata. Dari hasil refleksi tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan
berbicara anak masih rendah.
Hasil analisis ini sejalan dengan pendapat Fida (2012) bahwa anak
usia 3-6 tahun dalam perkembangan bahasanya berada pada fase
diferensiasi. Pada fase ini keterampilan anak dalam berbicara mulai lancar
dan berkembang pesat. Anak telah mampu mempergunakan kata ganti
orang “saya” untuk menyebut dirinya, mampu mempergunakan kata
dalam bentuk jamak, awalan, akhiran, dan berkomunikasi lebih lancar lagi
dengan lingkungan. Anak mulai dapat mengkritik, bertanya, menjawab,
memerintah, dan memberitahu.
Anak belajar berbahasa melalui orang-orang sekitarnya sehingga
anak harus diberikan stimulus yang tepat karena masa usia dini
merupakan masa di mana anak banyak meniru dari apa yang dilihat
dan didengarnya. Pada Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan
Anak (STPPA), perkembangan bahasa meliputi memahami bahasa,
mengungkapkan bahasa, dan keaksaraan. Pada lingkup mengungkapkan
bahasa, anak usia 5-6 tahun sudah mampu menjawab pertanyaan
yang lebih kompleks, menyebutkan kelompok gambar yang memiliki
50
bunyi yang sama, berkomunikasi secara lisan serta memiliki
perbendaharaan kata, memiliki lebih banyak kata-kata untuk
mengekspresikan ide pada orang lain, melanjutkan cerita/dongeng
yang telah diperdengarkan, dan menunjukkan pemahaman konsep-
konsep dalam buku cerita.
Keterlambatan berbahasan pada anak presekolah dapat berdampak
pada interaksi anak dengan lingkungannya terutama dalam proses belajar
pada Pendidikan anak usia dini. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh
Adriana (2017) bahwa keterlambatan bahasa dapat menimbulkan
berbagai masalah dalam proses belajar diusia sekolah. Anak yang
mengalami keterlambatan bahasa beresiko mengalami kesulitan belajar,
kesulitan membaca dan menulis, dan akan menyebabkan pencapaian
akademik yang kurang serta menyeluruh. Cara yang terbaik untuk
mengatasi perkembangan bahasa dengan memberikan rangsangan atau
stimulus, misalnya penyediaan permainan, sosialisasi anak serta
keterlibatan ibu dan anggota keluarga lainnya.
Perkembangan keterampilan berbahasa anak merupakan suatu
proses yang secara berturut-turut dimulai dari mendengar, selanjutnya,
berbicara, membaca dan menulis. bahasa anak berkembang dari wujud
yang paling sederhana menuju yang rumit. Anak mula-mula mengeluarkan
bunyi nonlingual ke bunyi bahasa yang bermakna, setelah itu anak
mencapai tahap meraba, dilanjutkan dengan tahap satu kata lalu dua kata
dan seterusnya. Anak membutuhkan proses dalam mengembangkan
kemampuan bahasanya, sehingga dapat lancar mengungkapkan
pikirannya (Adriana, 2017).

4.2.2 Keterampilan berbahasa anak pra sekolah setelah mendapatkan


intervensi bermain boneka tangan

51
Dunia anak adalah dunia bermain, dalam kehidupan anak-anak,
sebagian besar waktunya dihabiskan dengan aktivitas bermain. Filsuf
Yunani, Plato, merupakan orang pertama yang menyadari dan melihat
pentingnya nilai praktis dari bermain. Anak-anak akan lebih mudah
mempelajari aritmatika melalui situasi bermain. Bermain dapat digunakan
sebagai media untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan
tertentu pada anak. Istilah bermain diartikan sebagai suatu kegiatan yang
dilakukan dengan mempergunakan atau tanpa mempergunakan alat yang
menghasilkan pengertian, memberikan informasi, memberikan
kesenangan, dan dapat mengembangkan imajinasi anak (Kurnia, 2012).
Bermain mempunyai makna penting bagi pertumbuhan anak.
Bermain merupakan salah satu aktivitas menyenangkan yang dilakukan
demi aktivitas itu sendiri; bermain memiliki fungsi dan bentuk. Santrock
(dalam Rohmah, 2016) mengemukakan pemanfaatan bermain bagi
aspek-aspek perkembangan anak usia dini, yang meliputi aspek moral,
motorik, kognitif, bahasa, serta social. Salah satu bentuk permainan dan
mampu meningkatkan keterampilan berbahasa anak prasekolah adalah
bermain tangan.
Berdasarkan 6 jurnal artikel yang direview, didapatkan menggunakan
metode quasi eksperimenone group pretest posttest design, dan
penelitian Tindakan kelas terhadap anak pra sekolah atau PAUD
ditemukan adanya peningkatan keterampilan berbahasa anak prasekolah
setelah bermain boneka tangan.
Hasil penelitian Aprillina (2020) yang bertujuan untuk menganalsisis
kemampuan bahasa anak melalui metode bercerita dengan boneka
tangan menunjukkan kemampuan bahasa anak mengalami
perkembangan setiap siklus. Siklus I pertemuan pertama terdapat 7 anak
belum berkembang, 3 anak mulai berkembang dan 1 anak berkembang
sesuai harapan. Siklus I pertemuan kedua 5 anak yang belum
berkembang, 4 anak mulai berkembang dan 2 anak berkembang sesuai
52
harapan. Selanjutnya pada siklus II pertemuan pertama tidak terdapat
anak yang belum berkembang, 2 anak mulai berkembang, 5 anak
berkembang sesuai harapan dan 4 anak berkembang sangat baik. Siklus
II pertemuan kedua 2 anak mulai berkembang, 3 anak berkembang sesuai
harapan dan 6 anak berkembang sangat baik. Berdasarkan hasil
penelitian tersebut didapatkan bahwa metode bercerita dengan boneka
tangan dapat mengembangkan kemampuan bahasa anak.
Hasil penelitian yang sama juga didapatkan oleh Satriana, et, al
(2017) tentang Peningkatan Kemampuan Berbicara Melalui Panggung
Boneka Tangan Pada Anak Usia 5-6 Tahun di TK Cendrawasih
Samarinda Tahun 2017. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
peningkatan kemampuan berbicara melalui panggung boneka tangan
pada anak usia 5-6 Tahun di TK Cendrawasih Samarinda. Penelitian
menggunakan desain penelitian tindakan (action research) terhadap 10
orang anak menggunakan alat pengumpul data lembar observasi yang
kemudian dianalisis menggunakan analisis kualitatif dan kuantatif. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kemampuan berbicara pada anak
kelompok B di TK Cendrawasi Samarinda mengalami peningkatan dengan
hasil pada siklus I memperoleh jumlah nilai 505 dengan nilai rata-rata 50,5
yang termasuk dalam katagori anak mulai berkembang. Siklus II
memperoleh jumlah nilai 761 dengan nilai rata-rata 76,1 yang termasuk
kategori anak sudah berkembang sesuai harapan. Penelitian ini
menyimpulkan bahwa peningkatan kemampuan berbicara pada anak usia
5-6 tahun di TK Cendrawasih samarinda tahun ajaran 2017/2018 dapat
tercapai dengan media panggung boneka tangan.
Sedangkan penelitian Sukma dan Dewi (2017) yang berjudul
Improving Children‘S Speech Skills Use Media-Assisted Story Telling With
Story Aprons And Hand Puppets yang bertujuan untuk mengetahui
peningkatan keterampilan berbicara setelah penerapan cerita berbantuan
media boneka tangan pada anak kelompok B3 semester genap di Taman
53
Kanak-kanak Pertiwi 45 menunjukkan bahwa ada peningkatan
keterampilan berbicara dengan menerapkan metode bercerita media
boneka tangan berbantuan pada siklus I sebesar 63,31% yang berada
pada kategori rendah mengalami peningkatan pada siklus II menjadi
80,81% tergolong dalam kategori tinggi. Penelitian ini juga menyimpulkan
bahwa ada pengaruh yang signifikan bermain sandiwara boneka
terhadap kemamp uan berbahasa anak usia 5 - 6 ta hun di TK Wilima 's
Panen, Ciracas.
Metode bermain boneka tangan dapat meningkatkan keterampilan
berbahasa ini menurut peneliti disebabkan oleh adanya aktivitas
menonton saat bermain boneka tangan akan memberikan stimulus pada
ana katas apa yang dilihatnya disertai kata kata yang keluar saat bermain
boneka. hal ini yang kemudian akan merangsang kognitif dalam
memperkaya kosa kata sehingga keterampilan berbicara anak meningkat.
Hal ini diperkuat oleh pendapat Arnold, dkk (dalam Widyastuti, 2017)
bahwa aktivitas menonton sangat penting pada perkembangan Bahasa
anak, terutama dalam mendukung pertumbuhan perbendaharaan kata
pada anak. Menonton percakapan yang sering dilakukan antara orangtua
dan anak; pemberian nama pada benda-benda yang dilihat bersama,
kesediaan orangtua bermain bersama anak; pembacaan cerita untuk
anak; dan pemberian reinforcement positif pada anak saat anak
mengucapkan pilihan kata yang tepat; serta, aktivitas menonton
televisi.
4.2.3 Penerapan Terapi Bermain Menggunakan Media Boneka Tangan
untuk Meningkatkan Keterampilan Bahasa pada Anak Usia Pra
sekolah
Berdasarkan hasil analisis studi literatur, didapatkan bahwa Terapi
Bermain Menggunakan Media Boneka Tangan untuk Meningkatkan
Keterampilan Bahasa pada Anak Usia Pra sekolah. Hal ini sebagaimana
hasil penelitian yang salah satunya dilakukan oleh Arzani dan Marzoan
54
(2020) tentang meningkatan keterampilan berbicara melalui media boneka
tangan pada anak kelompok B di Taman Kanak-Kanak Negeri Dewi
Kayangan yang bertujuan menganalisis keterampilan berbicara anak
melalui media boneka tangan pada anak kelompok B di TK negeri
dewi kayangan menunjukkan Siklus I dan Siklus II dengan tema yang
sama yaitu binatang menunjukan bahwa keterampilan berbicara anak
melalui media boneka tangan mengalami peningkatan. Hal tersebut telah
mengalami peningkatan dengan capaian kriteria keberhasilan penelitian
sebesar 80%.
Sedangkan hasil penelitian Septiani (2015) yang berjudul efektifitas
bermain peran sandiwara boneka dalam perkembangan bahasa pada
anak usia prasekolahjuga menunjukkan hasil bermain peran sandiwara
boneka efektif tangan dalam meningkatkan perkembangan bahasa anak
usia prasekolah di TK PGRI Nanggulan Kulon Progo.
Hasil penelitian ini juga diperkuat oleh penelitian Suningsih (2016)
yang berjudul pengaruh bermain sandiwara boneka tangan terhadap
Kemampuan Berbahasa Anak Usia 5- 6 Tahun di Tk W ilima 's Panen
Ciracas Jakarta Timur. Penelitian bertujuan untuk menganalisis pengaruh
Bermain Sandiwara Boneka terhadap Kemampuan Berbahasa Anak Usia
5- 6 Tahun. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan
kemampuan berbahasa anak antara sebelum dan sesudah bermain
sandiwara boneka tangan. Penelitian juga menyimpulkan bahwa ada
pengaruh yang signifikan bermain sandiwara boneka terhadap
kemampuan berbahasa anak usia 5 - 6 tahun di TK Wilima 's Panen,
Ciracas.
Berdasarkan hasil analisis dari keenam jurnal tersebut maka peneliti
mendapatkan temuan yaitu terapi bermain menggunakan media boneka
tangan sangat signifikan dan efektif dalam meningkatkan keterampilan
bahasa pada anak usia pra sekolah. Hasil analisis ini juga peneliti
mendapatkan penggunaan boneka tangan efektif dikarenakan metode
55
bermain dengan menggunakan boneka tangan adalah cara mengajar
yang diberikan dalam bentuk menyampaikan cerita dengan
menggunakan media boneka tangan, bertujuan untuk menarik
perhatian anak didik, melatih daya fikir dan fantasi anak, serta
mengembangkan perbendaharaan kata pada anak didik. Penggunaan
metode bercerita dengan boneka tangan, memudahkan guru
memanfaatkan media boneka karena media ini dekat dengan dunia
anak sehingga anak dapat menirukan kembali yang diceritakan dan
dapat menceritakan kembali dengan mengungkapkan imajinasi dan
perasaan anak menggunakan bahasa yang sederhana, dan dapat
meningkatkan anak berbahasa secara lisan. Media pembelajaran akan
menarik perhatian anak, juga mendorong anak dalam mendengar
cerita disertai dengan membacakan cerita untuk menggambarkan,
menginformasikan, dan memprediksikan isi di dalam cerita yang
disampaikan oleh guru kepada anak. Kegiatan bercerita akan terstimulasi
melalui penggunaan boneka tanga sehingga kemampuan berbahasa anak
dapat berkembang dengan baik.
Hal ini diperkuat oleh pendapat Menurut Peck dan Virke (dalam
Lubis, 2018) bahwa boneka merupakan cara yang efektif untuk
memperhatikan kemampuan bahasa anak, sehingga boneka dapat
memperkuat kemampuan bahasa dan kognitif anak. Media boneka dapat
digunakan untuk bercerita dalam mengajarkan agama sehingga anak
dapat memahami isi cerita dan dapat memberi kesan yang positif
kepada anak pada segi kognitif, efektif dan psikomotor. Penggunaan
boneka dalam proses pembelajaran dapat membantu perkembangan
keseluruhan anak. Kegiatan yang dilaksanakan dengan menggunakan
boneka adalah seperti melakukan dialog, tanya jawab, bercakap cakap,
drama, bercerita, benyanyi, berpuisi dan permainan.
Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh (Fadlillah, 2019)
dimana boneka sebagai media cerita memiliki banyak kelebihan dan
56
keuntungan. Anak-anak pada umumnya menyukai boneka, sehingga
cerita yang dituturkan lewat karakter boneka jelas akan mengundang
minat dan perhatiannya. Anak-anak juga bisa terlibat dalam permainan
boneka dengan ikut memainkan boneka. Hal ini berarti, boneka bisa
menjadi pengalih perhatian anak sekaligus media untuk berekspresi atau
menyatakan perasaannya. Bahkan boneka bisa mendorong tumbuhnya
fantasi atau imajinasi anak. Boneka tangan digunakan sebagai media
bermain dan belajar untuk anak yang dapat meningkatkan keterampilan
berbicara. Keterampilan berbicara adalah mengucapkan bunyi-bunyi
artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan atau
menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Peningkatan
keterampilan berbicara pada anak dapat dilihat dengan meningkatnya
keterampilan berbicara anak saat menggunakan media boneka tangan.
Menurut Sujiono (2014), anak usia 3-6 tahun dalam perkembangan
bahasanya berada pada fase diferensiasi. Pada fase ini keterampilan
anak dalam berbicara mulai lancar dan berkembang pesat. Anak telah
mampu mempergunakan kata ganti orang “saya” untuk menyebut dirinya,
mampu mempergunakan kata dalam bentuk jamak, awalan, akhiran, dan
berkomunikasi lebih lancar lagi dengan lingkungan. Anak mulai dapat
mengkritik, bertanya, menjawab, memerintah, dan memberitahu. Bermain
boneka tangan merupakan sarana dalam mengembangkan kemampuan
Bahasa. Dworetzky (dalam Wiwik Pratiwi, 2017), mengemukakan bahwa
fungsi bermain dan interaksi dalam permainan mempunyai peran penting
bagi perkembangan kognitif dan social anak, selain itu fungsi bermain
dapat meningkatkan perkembangan bahasa, disiplin, perkembangan
moral, Melalui bermain aspek-aspek perkembangan anak akan banyak
terlatih, hal ini disebakan dalam bermain terjadi sebuah interaksi
yang kompleks dimana anak akan mendorong keluar semua kemampuan
dalam dirinya.

57
Berdasarkan hasil analisis studi literatur ini maka peneliti dapat
mengambil kesimpulan bahwa bermain boneka tangan merupakan media
yang sangat berpengaruh terhadap kemampuan berbahasa anak.
Bermain boneka tangan diiringi dengan bercerita sehingga hal ini
memberikan stimulus pada anak untuk melihat Bahasa tubuh boneka
tangan sambil mendengar setiap Bahasa yang digunakan saat bermain
boneka tangan. Anak kemudian akan mencontoh apa yang telah dilihat
dan didengar yang pada akhirnya anak akan memiliki kemampuan
berbahasa.

58
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil studi literatur terhadap 6 jurnal penelitian ini maka
peneliti berkesimpulan bahwa penerapan terapi bermain menggunakan
media boneka tangan sangat efektif dalam meningkatkan keterampilan
bahasa pada anak usia pra sekolah. bermain boneka tangan merupakan
media yang sangat berpengaruh terhadap kemampuan berbahasa anak.
Bermain boneka tangan diiringi dengan bercerita sehingga hal ini
memberikan stimulus pada anak untuk melihat Bahasa tubuh boneka
tangan sambil mendengar setiap Bahasa yang digunakan saat bermain
boneka tangan. Anak kemudian akan mencontoh apa yang telah dilihat
dan didengar yang pada akhirnya anak akan memiliki kemampuan
berbahasa.
5.2 Saran
1. Bagi Pendidikan
Penggunaan metode bermain menggunakan boneka tangan dapat
digunakan oleh para guru pada Pendidikan anak usia dini. Metode ini
dapat juga dijadikan sebagai bagian dari kurikulim Pendidikan di
sekolah PAUD.
2. Bagi keperawatan
Perawat sebagai pemberi pelayanan keperawatan dapat
menggunakan intervensi boneka tangan dalam memberikan stimulus
pada anak prasekolah yang mengalami hambatan dalam hal
kemampuan berbahasa.
3. Bagi peneliti selanjutnya
Peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan penelitian ini
dengan melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi kemampuan berbahasa pada anak prasekolah atau
59
membandingkan media lain dalam meningkatkan kemampuan bahsa
pada anak prasekolah.

DAFTAR PUSTAKA

60
Adriana, D. (2017). Tumbuh Kembang & Terapi Bermain pada Anak (Edisi
2). Jakarta: Salemba Medika.
Anggraini, S., & Relina, D. (2020). Modul keperawatan anak I. Yudha
English Gallery.
Aprillina, N. Z. (2020). Mengembangkan kemampuan bahasa anak melalui
Bermain Boneka Tangan. 5(2), 22–33.
Aryani, N. (2015). Nini aryani - Konsep Pendidikan Anak Usia Dini dalam
Perspektif Pendidikan Islam. Jurnal Potensia, 14(02), 213–230.
http://ejournal.uin-
suska.ac.id/index.php/potensia/article/download/3187/2415
Arzani, M., & Marzoan, L. (2020). Meningkatan Keterampilan Berbicara
Melalui Media Boneka Tangan Pada Anak Kelompok B Di Taman
Kanak-Kanak Negeri Dewi Kayangan Tahun Pelajaran 2019-2020.
377–387.
Aynun, N. (2018). Mendidik Anak Pra Aqil Baligh. Elex Media Komputindo.
Bawono, Y. (2017). Kemampuan berbahasa pada anak prasekolah :
Sebuah kajian pustaka. Prosiding Temu Ilmiah X Ikatan Psikologi
Perkembangan Indonesia, 116–125.
Dewi, R. C., Oktiawati, A., & Saputri, L. D. (2015). Teori & Konsep
Tumbuh Kembang Bayi, Toddler, Anak dan Usia Remaja.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Fadlillah, M. (2019). Buku ajar bermain & permainan anak usia dini.
Prenada Media.
Fida, M. (2012). Pola pertumbuhan dan perkembangan. Pengantar Ilmu
Kesehatan Anak. Yogyakarta: Dmedika.
Fitriani, R., & Adawiyah, R. (2018). Perkembangan Fisik Motorik Anak
Usia Dini. Jurnal Golden Age, 2(01), 25.
https://doi.org/10.29408/goldenage.v2i01.742
Hurlock, E. B. (2012). Psikologi Perkembangan Jilid 2 edisi 6. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Iswati, N., & Rizkiana, N. (2019). Penerapan Terapi Bermain
Menggunakan Media Boneka Tangan Untuk Meningkatkan
Keterampilan Bahasa Pada. 920–927.
Izzaty, R. E. (2017). Perilaku Anak Prasekolah. Elex Media Komputindo.
Khairi, H. (2018). Karakteristik Perkembangan Anak Usia Dini dari 0-6
Tahun. Jurnal Warna, 2(2), 15–28. ejournal.iaiig.ac.id › index.php ›
warna › article › download
Khaironi, M. (2018). Perkembangan Anak Usia Dini. Jurnal Golden Age,
2(01), 01. https://doi.org/10.29408/goldenage.v2i01.739
Kumalasari. (2017). Evektifitas bermain peran bermedia boneka tangan
dalam meningkatkan kemampuan bahasa lisan anak usia dini.
Kurnia, R. (2012). Konsepsi Bermain dalam menumbuhkan Kreativitas
Pada Anak Usia Dini. Educhild, 01(1), 77–85.
Lubis, L. (2018). Metode Pengembangan Bahasa Anak Prasekolah.
Raudhah, 06(01), 1–26.
Nurmalitasari, F. (2015). Perkembangan Sosial Emosi pada Anak Usia
Prasekolah. Buletin Psikologi, 23(2), 103.
61
https://doi.org/10.22146/bpsi.10567
Rohmah, N. (2016). Bermain Dan Pemanfaatannya Dalam Perkembangan
Anak Usia Dini. Jurnal Tarbawi, 13(2), 27–35.
Rusmawan, U. (2019). Teknik Penulisan Tugas Akhir dan Skripsi
Pemrograman. Elex media komputindo.
Sari, G. G. (2019). Upaya Meningkatkan Kemampuan Berbicara melalui
Media Boneka Tangan. 2, 1–8.
Satriana, M., Rahardjo, B., & Hasanah, S. (2018). Peningkatan
Kemampuan Berbicara Melalui Panggung Boneka Tangan Pada Anak
Usia 5-6 Tahun di TK Cendrawasih Samarinda Tahun 2017. Educhild,
7(2), 83–88.
Sembiring, J. B. (2019). Buku Ajar Neonatus, Bayi, Balita, Anak Pra
Sekolah. Deepublish.
Septiani, A. (2015). Efektivitas Bermain Peran Sandiwara Boneka Dalam
Perkembangan Bahasa Anak Usia Prasekolah Di TK PGRI
Nanggulan Kulon Progo Yogyakarta.
Seriwati, G. (2020). Kajian Pembelajaran Daring Bagi Pendidikan Anak
Usia Dini. E-Prosiding Pascasarjana Universitas, September, 19–24.
http://ejurnal.pps.ung.ac.id/index.php/PSI/article/viewFile/354/318
Soetjiningsih, C. H. (2018). Seri Psikologi Perkembangan: Perkembangan
Anak Sejak Pembuahan Sampai dengan Kanak-Kanak Akhir.
Kencana.
Sofyan, H. (2015). Perkembangan Anak Usia Dini dan Cara Praktis
Peningkatannya.
Sujiono, Y. N. (2014). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, Jakarta:
PT. Indeks.
Sukma, R., & Dewi, I. (2017). IMPROVING CHILDREN ‘ S SPEECH
SKILLS USE MEDIA-ASSISTED STORY TELLING WITH STORY
APRONS AND HAND PUPPETS. October, 419–424.
Suningsih. (2016). Pengaruh Bermain Sandiwara Boneka terhadap
Kemampuan Berbahasa Anak Usia 5-6 Tahun Di Tk W ilima’s Panen
Ciracas Jakarta Timur. Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 7–17.
Suryana. (2016a). Stimulasi dan Aspek Perkembangan.
Suryana, D. (2016b). Pendidikan Anak Usia Dini: Stimulasi & Aspek
Perkembangan Anak. Prenada Media.
Widyastuti, A. (2017). Kiat Jitu Anak Gemar Baca Tulis. Elex Media
Komputindo.
Wiwik Pratiwi. (2017). Konsep Bermain Pada Anak Usia Dini. Manajemen
Pendidikan Islam , 5, 106–117.
Zed, M. (2014). Metode Penelitian Kepustakaan (3rd Editio). Jakarta:
Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

62
Lampiran
DOKUMENTASI PENCARIAN JURNAL DATABASE STUDI LITERATUR

63
64
65

Anda mungkin juga menyukai