Anda di halaman 1dari 144

BAB I

PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian

Anak usia 0-6 tahun merupakan anak yang berada pada usia yang sangat

menentukan bagi pembentukan karakter dan kepribadian. Pada masa ini anak sangat

mudah menyerap berbagai informasi. Selain itu, anak usia dini juga merupakan

sekelompok pertumbuhannya terjadi bersamaan dengan masa keemasan, yaitu waktu

yang ideal untuk menggali dan mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki oleh

anak-anak. Keunikan ini terlihat melalui pola pertumbuhan dan perkembangan fisik

seperti koordinasi motorik kasar dan halus, kecerdasan dalam berpikir dan berkreasi,

aspek sosial emosional, serta kemampuan berbahasa dan komunikasi. Biasanya,

setiap anak memiliki kemampuan yang khas dan istimewa yang sesuai dengan

tahapan usianya. Nasional Association for the Education of Young Children (NAEYC)

menyatakan bahwa anak-anak usia dini mencakup usia 0 hingga 8 tahun. Rentang

usia ini dianggap krusial karena merupakan periode penting dalam perkembangan

kecerdasan mereka dengan penambahan yang signifikan (Sardi et al., 2023).

Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik

Indonesia Nomor 7 Tahun 2022 tentang Standar Isi Pada Pendidikan Anak Usia Dini,

Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah, Pendidikan Anak

Usia Dini yang selanjutnya disingkat PAUD adalah suatu upaya


1
2

pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun

yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu

pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan

dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (Depdiknas, 2022).

Pendidikan anak usia dini adalah salah satu lembaga pendidikan yang

memegang peran penting untuk membantu pemerintah mempersiapkan generasi

muda sedini mungkin (Astini et al., 2017). Pada buku Pekembangan anak dituliskan

bahwa Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini merupakan lembaga yang ditujukan

untuk melaksanakan suatu proses pembelajaran agar anak dapat mengembangkan

potensi-potensinya sejak dini sehingga anak berkembang secara wajar sebagai

seorang anak. Anak diharapkan tidak hanya siap untuk memasuki jenjang pendidikan

selanjutnya, tetapi yang lebih utama adalah anak memperoleh rangsangan-rangsangan

fisik-motorik, bahasa, sosial dan emosi sesuai tingkat usianya (Bachtiar et al., 2022).

Bahasa dan kemampuan berbicara memiliki peran penting dalam kehidupan

manusia, karena keduanya berfungsi sebagai alat komunikasi. Melalui berbicara,

seseorang dapat melakukan komunikasi secara langsung, menyampaikan pesan

sehingga orang lain memahami maksud atau harapannya. Menurut KBBI, bahasa

dapat diartikan sebagai sistem simbol bunyi yang bersifat arbitrer digunakan oleh

seluruh orang atau anggota masyarakat untuk bekerja sama, berhubungan, saling

mengenal dalam percakapan yang baik, dan sopan santun yang baik. Berdasarkan

definisi tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa bahasa penting untuk melakukan
3

komunikasi. Komunikasi bisa dilakukan secara lisan (bahasa primer) atau secara

tertulis (bahasa sekunder) (Budiarti et al., 2023). Tidak seperti berbicara, bicara

merupakan bentuk dari bahasa yang digunakan untuk menyampaikan niat atau tujuan.

Hurlock menegaskan bahwa dalam berbicara, tidak hanya melibatkan aspek fisik

penggunaan organ suara, melainkan juga terdapat dimensi mental, yaitu kapasitas

untuk menghubungkan arti dengan suara yang dihasilkan (Taqiyah & Mumpuniarti,

2022).

Perkembangan bahasa pada anak melibatkan proses berbicara sebagai bagian

integralnya, di mana bahasa ekspresif dipergunakan untuk membentuk makna.

Penelitian mengenai perkembangan berbicara pada anak memperhatikan variasi

dalam kecepatan, kualitas, dan kuantitas bahasa yang dihasilkan. Kecepatan dan

kemampuan anak dalam berbicara dapat berbeda satu sama lain, ada yang

mengungkapkan bahasa dengan cepat dan lancar, sementara yang lain mungkin

mengalami keterlambatan dalam hal ini (Nilawati & Suryana, 2017).

Usia dua tahun anak mulai mengeluarkan kalimat, anak memiliki potensi yang

lebih tinggi dalam menyatakan niat dan berkomunikasi, meskipun kemampuan kata-

kata mereka masih terbatas, misalnya mengucapkan dua kalimat. Peralihan dari

kalimat sederhana menjadi kalimat kompleks dimulai pada rentang usia 2-3 tahun.

Ketika mencapai usia dua tahun, anak memiliki kemampuan untuk mengucapkan

sekitar 200 kata serta usia tiga tahun perbendaharaan anak sekitar 1.000 kata dan

sekitar 80% diucapkan dengan jelas bahkan untuk yang masih asing. Jika pada usia 2-
4

3 tahun belum mampu menyebutkan nama-nama benda yang sering digunakannya

atau mengucapkan beberapa kalimat, maka orang tua harus sering mengajak anaknya

berbicara, luangkan waktu untuk menstimulasi anak, selain itu keuntungan tambahan

bagi anak dapat diperoleh melalui ekspor bahasa dari kegiatan seperti mendengarkan

televisi atau berpartisipasi dalam percakapan dengan orang dewasa (Bachtiar et al.,

2022).

Pada saat ini makin marak terlihat kasus di mana kemampuan berbicara anak

mengalami keterlambatan berbicara (speech delay). Bahkan ketika memasuki jenjang

pra sekolah pun masih ditemukan anak yang memiliki gangguan keterlambatan

berbicara (speech delay) ini. Keterlambatan berbicara (speech delay) adalah kondisi

di mana anak tidak mengembangkan kemampuan berbicara sesuai dengan usianya,

yang umumnya terjadi pada balita. Fenomena ini semakin lazim terjadi dan dapat

menimbulkan kecemasan bagi orang tua yang khawatir anak-anak mereka kesulitan

mengikuti perkembangan teman sebayanya (Nilawati & Suryana, 2017).

Anak yang mengalami keterlambatan berbicara umumnya menunjukkan

tanda-tanda keterlambatan bicara (speech delay) saat mencapai usia 1 tahun, seperti

kurang mengoceh atau tidak merespons apa yang didengarnya. Secara umum,

peningkatan dalam perkembangan kemampuan bicara anak akan dimulai setelah anak

mencapai usia 2 tahun. Keterlambatan berbicara (speech delay) pada anak dapat

dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu: (1) speech delay fungsional, yaitu

keadaan di mana gangguan ini bersifat ringan, umumnya timbul akibat kurangnya
5

rangsangan atau pola asuh yang kurang tepat. (2) speech delay non-fungsional, yaitu

keterlambatan berbicara yang berat karena gangguan ini merupakan gangguan dimana

anak mengalami kesulitan dalam memahami bahasa seperti autisme atau

ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) yang dialami oleh anak (Budiarti et

al., 2023).

Penyebab gangguan bicara dan bahasa sangat banyak dan luas, semua

gangguan mulai dari proses pendengaran, penerus impuls ke otak, otot atau organ

pembuat suara. Gangguan bicara pada anak dapat disebabkan karena kelainan organik

yang mengganggu beberapa sistem tubuh seperti otak, pendengaran dan fungsi

motorik lainnya. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa gangguan bicara bisa

disebabkan oleh gangguan hamisfer dominan. Biasanya, hal ini mengacu pada

ketidaknormalan pada hemisfer kiri otak. Terdapat juga situasi di mana anak-anak

menunjukkan ketidaknormalan pada hemisfer kanan otak, korpus kalosum, dan jalur

pendengaran yang saling terhubung. Faktor lain yang dapat menjadi penyebab adalah

kondisi eksternal seperti lingkungan yang tidak memberikan rangsangan yang cukup

atau penggunaan dua bahasa. Berikut adalah beberapa faktor yang menyebabkan

gangguan bicara atau keterlambatan bicara (speech delay): (1) gangguan

pendengaran, (2) kelainan organ bicara, (3) disbilitas intelektual, (4) genetik herediter

dan kelainan kromosom, (5) kelainan sentral otak (6) autism, (7) mutisme selektif, (8)

gangguan emosi dan perilaku lainnya, (8) alergi makanan, dan (9) derivasi

lingkungan (Nilawati & Suryana, 2017).


6

Di Indonesia, data menunjukkan bahwa angka kejadian keterlambatan bicara

pada anak usia prasekolah mencapai sekitar 5% hingga 10%. Informasi ini diperoleh

dari laporan Kementerian Kesehatan Indonesia pada tahun 2010 yang mencatat

bahwa sekitar 11,5% balita di negara ini mengalami gangguan pertumbuhan dan

perkembangan (Mahmudianati, Ariani, & Hestiyana, 2023). Hasil dari penelitian

Studi Cochrane menunjukkan bahwa angka kejadian keterlambatan bicara pada anak

usia prasekolah berkisar antara 2,3% hingga 19%. Melalui pengamatan jangka

panjang, ditemukan bahwa prevalensi keterlambatan bicara pada anak-anak di bawah

usia 5 tahun (balita) mencapai 42,5% (Mardiah & Ismet, 2021).

Berdasarkan studi awal di RA Gerhana Alauddin yang dilakukan oleh peneliti

yaitu diperoleh informasi bahwa dalam lembaga RA Gerhana Alauddin terdapat 2

anak yang mengalami keterlambatan berbicara (speech delay) di kelompok A.

Kemampuan berbicara anak tersebut tidak sesuai dengan tingkat perkembangan rekan

sebayanya. Anak tersebut belum bisa mengungkapkan gagasan secara lisan dengan

baik, belum bisa mengartikulasikan kata-kata dengan jelas, dan sering menggunakan

bahasa non verbal atau menunjuk untuk mengkomunikasikan keinginannya karena

mengalami kesulitan dan kebingungan dalam menyampaikan maksudnya. Deteksi

dini yang dilakukan oleh pendidik pada anak yang mengalami keterlambatan

berbicara (speech delay) yaitu dengan cara mengamati perkembangan bahasa anak

menggunakan Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP) anak untuk melihat

perkembangan bicara dan bahasa. Menurut Hurlock, apabila kemampuan berbicara


7

anak tidak sama atau tidak sesuai dengan anak-anak seusianya atau sebayanya, maka

dapat dikatakan bahwa anak tersebut mengalami keterlambatan berbicara (speech

delay) (Nahri, 2019).

Hasil studi awal juga menunjukkan bahwa lembaga RA Gerhana Alauddin

menerapkan strategi untuk melatih dan mendidik perkembangan berbicara anak yang

mengalami keterlambatan berbicara (speech delay). Adapun progres akhir yang

ditunjukkan anak yang mengalami keterlambatan berbicara (speech delay) setelah

diberikan penanganan oleh pendidik secara efektif mampu meningkatkan kosakata,

artikulasi mulai jelas, dan ekspresivitas linguistik anak yang mengalami

keterlambatan berbicara (speech delay).

Penelitian yang dilakukan oleh Sardi, et al., (2023) pada anak usia dini dalam

menangani speech delay di Taman Kanak-kanak ditemukan bahwa guru menerapkan

strategi untuk mengatasi kesalahan pengucapan kata, mendorong siswa untuk

berbicara/bercerita, dan memanfaatkan gerakan tubuh. Melalui penerapan strategi ini,

perkembangan kemampuan berbicara anak menjadi lebih baik, dan komunikasi dua

arah dapat terjadi, memungkinkan anak untuk mengekspresikan keinginan, imajinasi,

serta emosi mereka. Penelitian yang dilakukan oleh Rahim, et al., (2021) pada anak

yang speech delay menerapkan strategi komunikasi. Strategi komunikasi yang

dilakukan guru yaitu mengajak anak berbicara, berbicara kata satu per satu, berbicara

dengan jelas dan intonasi pelan, mengarahkan dan mengungkapkan dengan ucapan

apa yang dilakukan jika anak menggunakan bahasa isyarat. Berkesinambungan


8

dengan dua penelitian lainnya hasil penelitian oleh Pudjiati, et al., (2023) mengenai

perlakuan khusus yang dilakukan oleh guru pada anak yang mengalami

keterlambatan bicara menunjukkan bahwa guru memperhatikan perkembangan

bahasanya dengan memperjelas gerakan bibir dan melakukan komunikasi dan

interaksi secara personal dengan anak. Berbagai hasil penelitian sebelumnya

menunjukkan bahwa strategi-strategi yang digunakan dapat mengembangkan

kemampuan berbicara anak.

Berdasarkan beberapa uraian sebelumnya, peneliti merasa sangat tertarik

untuk meneliti hal mengenai Strategi Guru dalam Mengembangkan Kemampuan

Berbicara Anak yang Mengalami Keterlambatan Berbicara (Speech Delay) di RA

Gerhana Alauddin.

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah disajikan oleh peneliti

sebelumnya, perhatian dalam penelitian ini akan berfokus pada penyusunan fokus

penelitian yaitu ”Bagaimana Strategi Guru dalam Mengembangkan Kemampuan

Berbicara Anak yang Mengalami Keterlambatan Berbicara (Speech Delay) di RA

Gerhana Alauddin”.
9

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memahami dan menjelaskan

“Strategi Guru dalam Mengembangkan Kemampuan Berbicara Anak yang

Mengalami Keterlambatan Berbicara (Speech delay) di RA Gerhana Alauddin”.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Melalui pelaksanaan penelitian ini, diharapkan dapat meningkatkan

pemahaman keilmuan terkhusus bagi peneliti dan pembaca dengan pengetahuan yang

lebih meluas dalam aspek teori dan penerapannya secara praktis, mengenai strategi

dalam meningkatkan keterampilan berbicara pada anak yang mengalami

keterlambatan dalam berbicara. (speech delay).

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Guru/Tenaga Pendidik

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan terkait strategi

yang digunakan serta diharapkan dapat bermanfaat bagi tenaga pendidik agar

mengetahui bagaimana strategi baik yang dapat digunakan dalam

mengembangkan kemampuan berbicara anak yang mengalami keterlambatan

dalam berbicara (speech delay).

b. Bagi Pembaca

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah wawasan pembaca

tentang bagaimana strategi yang baik digunakan untuk mengembangkan


10

kemampuan berbicara anak yang mengalami keterlambatan dalam berbicara

(speech delay).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA KONSEPTUAL

A. Tinjauan Pustaka

1. Perkembangan Bahasa Anak

Perkembangan bahasa dan bicara merupakan indikator penting perkembangan

seorang anak. Perkembangan ini sangat sensitif terhadap perkembangan di bidang

lain, yaitu bidang kognitif, fisik motorik, psikologi, emosional, dan keadaan

sekitarnya (Sari & Nuryani, 2020). Dalam proses pertumbuhan keterampilan dasar di

taman kanak-kanak, pengembangan bahasa menjadi aspek yang penting. Bahasa

memiliki peran dalam mengubah pengalaman menjadi simbol-simbol yang berguna

dalam berbicara dan berpikir. Bahasa berfungsi sebagai sarana untuk mengungkapkan

gagasan dan pertanyaan, serta memiliki peran dalam membentuk konsep serta

kategori yang membentuk proses berpikir (Ariska, 2017).

Menurut Lund, salah satu hal terpenting dalam perkembangan anak adalah

perkembangan bahasa. Hal ini karena bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan

dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa adalah bagian dari perkembangan manusia yang

tidak dapat dipisahkan sebagai sarana untuk berkomunikasi antarnya (Musi &

Winata, 2017).

11
Bahasa berkembang dimulai dengan peniruan bunyi dan meraban.

Perkembangan selanjutnya berhubungan erat dengan perkembangan kemampuan

intelektual dan sosial. Bahasa merupakan alat berpikir. Berpikir merupakan suatu

proses memahami dan melihat hubungan. Proses ini tidak mungkin dapat berlangsung

dengan baik tanpa alat bantu, yaitu bahasa. Bahasa juga merupakan alat

berkomunikasi dengan orang lain dan kemudian berlangsung dalam suatu interaksi

sosial (Umah, 2017).

Salah satu perkembangan dari mengembangkan keterampilan dasar di taman

kanak-kanak adalah perkembangan bahasa. Bahasa memudahkan anak-anak untuk

mengartikan pengalaman ke dalam simbol-simbol yang mungkin digunakan untuk

berpikir dan berkomunikasi. Bahasa adalah alat untuk mengungkapkan ide,

mengajukan pertanyaan, dan alat untuk berkomunikasi antar sesama manusia (Amal

et al., 2019).

Bahasa memiliki peran sebagai sarana berpikir, ekspresi diri, dan komunikasi.

Kemampuan berbahasa juga penting dalam proses membentuk konsep,

menyampaikan informasi, serta mengatasi masalah. Melalui bahasa, kita juga mampu

memahami bagaimana komunikasi tentang pemikiran dan perasaan yang dapat

dilakukan. Perkembangan bahasa seseorang terutama anak, dimulai dengan meraban

(mengeluarkan suara atau bunyi tanpa arti), lalu melanjutkan ke penggunaan bahasa

satu kata, dua suku kata, merangkai kalimat sederhana dan kemudian semakin

12
kompleks sesuai dengan tingkat interaksi sosial yang lebih tinggi (Alfin & Pangastuti,

2020).

Aspek perkembangan bahasa dapat dibagi kedalam tiga bentuk perkembangan

(Kholilullah, Hamdan, & Heryani, 2020) yaitu sebagai berikut:

a. Kosakata

Seiring dengan perkembangan anak dan pengalamannya berinteraksi

dengan lingkungannya, kosakata anak berkembang dengan pesat.

b. Sintaksis (tata bahasa)

Walaupun anak belum mempelajari tata bahasa, akan tetapi melalui

contoh-contoh berbahasa yang didengar dan dilihat anak dilingkungannya,

anak telah dapat menggunakan bahasa lisan dengan susunan kalimat yang

baik. Misalnya, “Rita memberi makan kucing” bukan “kucing Rita makan

memberi”.

c. Semantik

Semantik maksudnya penggunaan kata sesuai dengan tujuannya. Anak

taman kanak-kanak sudah dapat mengekspresikan keinginannya, penolakan,

dan pendapatnya dengan menggunakan kata-kata dan kalimat yang tepat.

Misalnya,”tidak mau” untuk menyatakan penolakan.

13
14

Faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa (Lubis, 2018) yaitu:

a. Kesehatan

Kesehatan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi

perkembangan bahasa anak, terutama pada usia awal kehidupannya. Apabila

pada usia dua tahun pertama anak mengalami sakit terus-menerus, maka anak

tersebut cenderung akan mengalami kelambatan atau kesulitan dalam

perkembangan bahasanya. Oleh karena itu, untuk memelihara perkembangan

bahasa anak secara normal, orang tua perlu memperhatikan kondisi kesehatan

anak. Upaya yang dapat ditempuh adalah dengan cara memberikan ASI,

makanan yang bergizi, memelihara kebersihan tubuh anak atau secara reguler

memeriksakan anak ke dokter atau ke puskesmas.

b. Intelegensi

Perkembangan bahasa anak dapat dilihat dari tingkat intelegensinya.

Anak yang perkembangan bahasanya cepat pada umumnya mempunyai

intelegensi normal atau diatas normal. Namun begitu, tidak semua anak yang

mengalami kelambatan perkembangan bahasanya pada usia awal,

dikategorikan sebagai anak yang bodoh. Selanjutnya, Hurlock mengemukakan

hasil studi mengenai anak yang mengalami kelambatan mental, yaitu bahwa

sepertiga diantara meraka yang dapat berbicara secara normal dan anak yang

berada pada tingkat intelektual yang paling tendah, mereka sangat miskin

dalam berbahasa.
15

c. Status sosial ekonomi

Beberapa studi tentang hubungan antara perkembangan bahsa dengan

status sosial ekonomi keluarga miskin mengalami kelambatan dalam

perkembangan bahasanya dibandingkan dengan anak yang berasal dari

keluarga yang lebih baik ekonominya. Kondisi ini terjadi mungkin disebabkan

oleh perbedaan kecerdasan atau kesempatan belajar asumsinya keluarga

miskin diduga kurang memperhatikan perkembangan bahasa anaknya, atau

dua-duanya.

d. Jenis kelamin

Pada tahun pertama usia anak, tidak ada perbedaan dalam vokalisasi

antara pria dan wanita. Namun mulai usia 2 tahun, anak wanita menunjukkan

perkembangan yang lebih cepat dari anak pria.

e. Hubungan keluarga

Hubungan ini dimaknai sebagai proses pengalaman berinteraksi dan

berkomunikasi dengan lingkungan keluarga, terutama dengan orang tua yang

mengajar, melatih dan memberikan contoh berbahasa kepada anak. Hubungan

yang sehat antara orangtua dengan anak penuh perhatian dan kasih sayang

dari orang tuanya akan memfasilitasi perkembangan bahasa pada anak,

sedangkan hubungan yang tidak sehat mengakibatkan anak akan mengalami

kesulitan atau kelambatan dalam perkembangan bahasanya.


16

Perkembangan bahasa juga berkaitan dengan kemajuan kognitif, menandakan

bahwa faktor kecerdasan/kognisi memiliki peran krusial dalam mengembangkan

kemampuan berbahasa. Pada fase bayi, tingkat kecerdasannya masih terbatas dan

sederhana. Seiring pertumbuhan dan perkembangan bayi serta kemampuannya dalam

memahami lingkungan sekitarnya, perkembangan bahasa juga mengalami

perkembangan dari tingkat dasar menjadi lebih kompleks. Pengaruh lingkungan juga

memengaruhi perkembangan bahasa, karena dasarnya bahasa dipelajari melalui

interaksi dengan lingkungan sekitar (Hartati et al., 2021).

Teori-teori perkembangan bahasa yaitu teori maturationist (kedewasaan)

perkembangan bahasa menyatakan bahwa penguasaan bahasa adalah pembawaan

lahir pada semua anak tanpa memandang negara atau budaya. Teori ini memandang

produksi kata dan aspek-aspek yang terkait dalam penguasaan bahasa berkembang

sesuai dengan jadwal biologis. Jadwal tersebut muncul ketika sudah waktunya dan

pada waktu “resonansi” perkembangan terjadi. Anak menjadi sensitif akan bahasa.

Teori yang kedua yaitu teori environment, teori ini menyatakan bahwa kemampuan

untuk menguasai bahasa berdasarkan pada jadwal biologis, sedang isi sintaksis

bahasa, tata bahasa, dan kosa kata diperoleh dari lingkungan, yang mencakup orang

tua dan orang lain sebagai model pengguna bahasa. Perkembangan bergantung pada

pembicaraan antara anak dengan orang dewasa, dan juga antara anak dengan anak.

Perkembangan bahasa yang optimal sepenuhnya bergantung pada interaksi dengan

model pengguna bahasa lain. Proses biologis mungkin sama bagi semua anak, namun
17

isi bahasa mereka akan berbeda tergantung pada faktor lingkungan (Kholilullah et al.,

2020).

Secara umum, perkembangan anak dapat diuraikan ke dalam beberapa rentang

usia yang berbeda. Menurut Gentur, tahapan perkembangan ini (Ariska, 2017)

sebagai berikut:

a. Tahap I (pralinguistik), yaitu antara 0-1 tahun

Tahap ini terdiri dari dua tahap, yakni tahap meraban-1 (pralinguistik

awal: dimulai dari bulan pertama hingga bulan keenam, di mana bayi akan

mengekspresikan tangisan, tawa, dan jeritan dengan mulia) dan tahap

meraban-2 (pralinguistik lanjutan: mulai dari bulan ke-6 hingga usia 1 tahun,

pada dasarnya merupakan tahap penggunaan kata-kata tanpa makna).

b. Tahap II (linguistik)

Tahap linguistik ini terdapat dua langkah pokok, yang pertama ialah

holofrastik, yang terjadi dalam tahun pertama kehidupan anak, di mana

mereka mulai mengungkapkan makna keseluruhan frasa atau kalimat dalam

satu kata. Pada tahap ini, perbendaharaan kata anak mencapai kira-kira 50

kata. Langkah kedua adalah tahap frasa, yang berlangsung antara usia 1-2

tahun. Pada saat ini, anak sudah memiliki kapabilitas untuk mengucapkan dua

kata secara bersamaan dan memiliki perbendaharaan kata sekitar 50 hingga

100 kata.
18

c. Tahap III (perkembangan tata bahasa, yaitu prasekolah khususnya usia 3-5

tahun)

Anak pada tahap ini, telah berhasil mencapai keterampilan dalam

membentuk kalimat yang menyerupai bentuk sebuah telegram. Dari perspektif

perkembangan tata bahasa subjek-predikat-objek (S-P-O), anak mampu

melanjutkan kata-kata menjadi sebuah kalimat yang lengkap.

d. Tahap IV (tata bahasa menjelang dewasa, yaitu 6-8 tahun)

Tahap ini dicirikan dengan kemampuan untuk menggabungkan

kalimat sederhana menjadi kalimat yang lebih kompleks.

Adapun red flag yang mengacu pada usia tertentu di mana jika anak belum

mencapai tahap perkembangan yang seharusnya, maka hal tersebut menjadi perhatian

yang dapat memunculkan kekhawatiran. Red flag sangat penting digunakan untuk

mendeteksi adanya keterlambatan/kelainan pada anak. Adapun red flag milestone

perkembangan bahasa pada anak dimulai dari usia 0 hingga 5 tahun.

Pada usia 1-2 bulan bayi menunjukan perkembangan bahasanya yaitu cooing

sebagai respon terhadap orang dewasa yang bicara . Pada usia 2-4 bulan anak

membuat suara menjerit atau mendengkur, Pada 4-6 bulan, babbles suara konsonan

seperti “ba-ba-ba-ba” dan “da-da-da-da”. Pada usia 6-9 bulan babbles lagi dengan

suara seperti “goo” dan “gaa”. Bayi akan sering berteriak atau membuat suara keras,

memanjangkan suara ketika lelah atau “ahhhhhhhh” dan “ehhhhhhh” ketika bahagia.

Menggunakan intonasi dalam suara, merespon namanya sendiri di panggil atau


19

disebut. Mengembangkan kosakata bahasa reseptif, bayi memahami kata sederhana,

perintah dan phrases sebelum mulai bicara. Kemampuan bahasa reseptifnya jauh

lebih berkembang dibanding kemampuannya mengekspresikan sesuatu. Pada 9-12

bulan mengucapkan paling tidak satu kata, bayi membuat suara khusus yang

berasosiasi dengan tindakan atau benda, minta susu, kue, sepatu, makan, pipis dan

meniru suara anggota keluarga (Windiani, 2018).

Pada usia 12-18 bulan anak lebih intens menggunakan gestur dan sikap seperti

melambaikan tangan dan bilang “dadah” bila akan berpisah, lebih intens

mengucapkan “mama” dan “dada”, menggunakan jargon atau frase-frase yang kurang

jelas maknanya, kata yang dipahami lebih banyak daripada kata yang mampu

diucapkan/diekspresikan dan memahami dan merespon perintah sederhana. Pada usia

18-24 bulan anak akan belajar mengucapkan “hai”, “bye/dadah” dan “uh oh”, mulai

untuk mengekspresikan perasaan lewat kata-kata, menggunakan dua atau tiga frase

seperti “adek mau pulang”, dan kosa kata yang dikuasai 20-300 kata. Pada usia 24-30

bulan anak menunjukkan ketertarikan pada gambar dan buku, mulai menggunakan

private speech, mampu menamakan benda yang sangat diminat, dan meletakkan kata

benda dan kata kerja dalam kalimat sederhana. Usia 30-36 bulan mengulangi

pertanyaan yang diberikan, menggunakan bahasa yang bisa dipahami orang lain

walau tata bahasa belum tepat, menggunakan suara keras dan lembut, mengerti

hampir semua yang dikatakan orang lain (Windiani, 2018).


20

Pada usia 3 tahun perkembangan bahasa anak dapat menjawab ketika diajak

bicara oleh orang lain, bercerita tanpa dibantu, menyukai puisi berima dan lagu, suka

belajar kata-kata baru, banyak bertanya, mampu bicara dengan 3-4 kata dalam satu

kalimat (awal usia 3 tahun), mampu bicara lebih dari 7 kata dalam satu kalimat (akhir

usia 3 tahun), memahami tata bahasa dengan lebih baik, mengerti hampir semua kata-

kata yang dipakai oleh anak-anak seusianya (semantics), menggunakan bahasa sosial

(pragmatics), menyukai menyanyikan lagu sederhana secara berulang-ulang. Pada

usia 4 tahun anak bicara dengan 7 sampai 10 kata per kalimat, bernyanyi lagu-lagu

yang lebih kompleks, menceritakan kisah sederhana dengan runtut (sesuai sikuen),

mengeja namanya dan menggunakan bahasa yang sopan dan sesuai kaidah.

Perkembangan bahasa anak usia 5 tahun bicara non stop dalam satu kalimat dan

meniru cara bicara orang dewasa, menjawab pertanyaan tentang cerita keluarga,

bicara dengan jelas dan fasih, dengan pola kalimat yang benar termasuk detailnya,

berdebat, membuat alasan dan menggunakan “karena”, mengarang cerita, bisa

berbincang dengan mudah bersama orang dewasa, kosa katanya sangat berkembang

dan lebih banyak bertanya (Windiani, 2018).

Ada beberapa kemampuan bahasa yang harus dikembangkan pada anak

diantaranya adalah kemampuan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif. Bahasa reseptif

berkaitan dengan kemampuan dalam membedakan suara yang bermakna dan tidak

bermakna, bahasa reseptif adalah kemampuan mendengarkan/menyimak dan

membaca. Sedangkan bahasa ekspresif adalah kemampuan dalam mengungkapkan


21

bahasa secara verbal dan non verbal. Berbicara, menyampaikan pikiran, berinteraksi

dengan orang lain, dan menulis merupakan kemampuan bahasa ekspresif (Husna &

Eliza, 2021).

2. Speech Delay

Istilah "Speech Delay" sering digunakan oleh dokter anak untuk

menggambarkan situasi anak-anak yang mengalami keterlambatan berbicara. Namun,

sebenarnya istilah ini bukanlah sebuah diagnosa, melainkan hanya mencerminkan

kondisi di mana perkembangan bicara mengalami keterlambatan. Hal ini karena

keterlambatan berbicara berperan sebagai tanda dari suatu diagnosa spesifik. Anak

yang mengalami keterlambatan berbicara juga termasuk dalam kategori kesulitan

dalam ekspresi bahasa seperti kesulitan dalam menyampaikan ide dalam struktur

kalimat yang benar, kesulitan mengatur kata-kata dengan tepat, atau kesulitan dalam

merangkai unsur-unsur cerita secara berurutan. Meskipun demikian, umumnya

mereka tidak mengalami kesulitan dalam memahami bahasa dan juga memiliki

kemampuan berbahasa simbolik yang baik (Ramli, 2020).

Istilah speech delayed biasanya digunakan oleh para dokter tumbuh kembang

anak, sedangkan para neurolog menyebutnya sebagai developmental dysphasia.

Dalam pemeriksaan neurologi tidak ditemukan adanya cacat di bagian otak. Oleh

karena itu, kelompok anak terlambat bicara ini masalahnya berupa masalah tumbuh

kembang, bukan karena kecacatan atau patalogis (Ramli, 2020).


22

Pemeriksaan neurologis tidak menunjukkan adanya kelainan, langkah

intervensi yang diambil adalah memberikan rangsangan untuk perkembangan bahasa

melalui tindakan yang dilakukan oleh (Ramli, 2020):

a. Orang tua mendorong perkembangan bicara ketika anak masih berada dalam

fase preverbal.

b. Pada awal tahap berbicara, terapi bicara diberikan untuk merangsang

perkembangan bicara dan keterampilan artikulasi.

c. Di sekolah, baik oleh guru remedial bahasa maupun spesialis bahasa.

Kemampuan berbicara pada anak sangat penting untuk mendukung tumbuh

kembang potensi anak, maka itu perlu strategi untuk mengembangkan kemampuan

tersebut. Salah satu penyebab keterlambatan berbicara pada anak yaitu kurangnya

stimulan dalam bentuk kegiatan percakapan pada masa awal perkembangan anak

(Saodi et al., 2022).

Orang tua harus juga turut aktif memberikan rangsangan, mengarahkan, dan

membantu anak agar mencapai tahap perkembangan bahasa yang maksimal. Orang

tua perlu membekali diri dengan ilmu bahasa dan strategi mendukung pembelajaran

bahasa (Ramli, 2020).

Anak yang mengalami keterlambatan bicara (speech delay) perlu terus

diberikan rangsangan agar kemampuan komunikasinya terus berkembang. Dalam

aktivitas berkomunikasi, anak dihadapkan pada empat tugas pokok yang saling terkait

(Ramli, 2020).
23

Berdasarkan beberapa pandangan yang telah disampaikan di atas, dapat

diambil kesimpulan bahwa speech delay adalah istilah yang sering diberikan kepada

anak yang menunjukan keadaan keterlambatan bicara yang perlu diupayakan untuk

memastikan motivasi dalam mengembangkan kemampuan komunikasinya tetap ada.

a. Tanda-Tanda Speech Delay pada Anak

Keterlambatan perkembangan kemampuan berbicara pada anak bisa

terdeteksi melalui adanya ciri khusus yang muncul. Menurut Early Support

for Children, Young People and Families (2011), jika tanda-tanda di bawah

ini mulai muncul atau terlihat pada anak, sebaiknya orang tua meningkatkan

kewaspadaan. Tanda-tandanya (Fauzia et al., 2020), yaitu:

1) Kurang responsif terhadap rangsangan suara.

2) Kemunduran dalam perjalanan perkembangan terlihat.

3) Kekurangan minat dalam berinteraksi secara komunikatif.

4) Kesulitan dalam memahami dan mengikuti instruksi.

5) Penggunaan kata atau kalimat yang tidak umum seperti anak-anak pada

umumnya.

6) Berbicara dengan kecepatan lebih lambat dibandingkan teman sebaya.

7) Bahasa yang digunakan sulit dimengerti, bahkan oleh anggota keluarga.

8) Kesulitan dalam memahami percakapan orang dewasa.

9) Kesulitan dalam membangun persahabatan, berinteraksi sosial, dan mengikuti

permainan.
24

10) Menghadapi kesulitan dalam mempelajari keterampilan mengeja, bahasa, dan

bahkan matematika.

Center for Community Child Health mencatat beberapa tanda

mengenai kesulitan berbicara pada anak. Tanda pertama dapat dilihat melalui

kontak mata anak. Anak-anak yang mengalami hambatan bicara biasanya

mengalami kesulitan dalam mempertahankan kontak mata, seringkali hanya

menatap seseorang atau objek untuk waktu yang singkat. Selain itu, kesulitan

berbicara pada anak juga terlihat dari pola gerak mereka. Anak-anak

cenderung jarang menggunakan gerakan simbolik, seperti melambaikan

tangan. Di samping itu, anak-anak tersebut juga menggunakan sedikit

konsonan dan sering kali menghasilkan kata atau kalimat yang tidak jelas,

serupa dengan bayi (Fauzia et al., 2020).

Ciri khusus pada anak yang menunjukkan adanya masalah dalam

berbicara adalah sering mengalami kesulitan dalam mengungkapkan dan

memahami kata-kata, hanya mengandalkan gerakan simbolik untuk

berkomunikasi dan mengalami keterlambatan dalam berbagai hal misalnya

pelajaran serta bersosialisasi (Fauzia et al., 2020).

b. Jenis Speech Delay

Menurut Van Tiel, beberapa kondisi di mana anak usia dini mengalami

keterlambatan dalam proses berbicara yang lebih lama daripada anak-anak


25

sebaya mereka, mencakup jenis-jenis keterlambatan berbicara pada anak usia

dini (Alfin & Pangastuti, 2020), yaitu:

1) Specific language impairment adalah gangguan bahasa primer muncul akibat

hambatan perkembangan sendiri, tanpa dipengaruhi oleh masalah sensoris,

neurologis, atau kognitif. Kemungkinan penyebab proses gangguan ini adalah

kesalahan dalam pola asuh terhadap anak.

2) Speech and language expressive disorder adalah gangguan dalam bahasa

ekspresi terjadi saat anak mengungkapkan bahasa. Jenis-jenis gangguan ini

melibatkan kesulitan dalam berbicara lancar dan kesulitan dalam pengucapan,

seperti gangguan kefasihan dan artikulasi.

3) Centrum auditory processing disorder adalah gangguan berbicara ini tidak

disebabkan oleh masalah pada organ pendengaran. Meskipun pendengarannya

normal, namun ada kesulitan dalam memproses informasi di dalam otak.

4) Pure dysphatic development mengacu pada gangguan perkembangan ekspresi

bicara dan bahasa yang memiliki kelemahan dalam sistem fonetik atau

kemampuan untuk menyampaikan bahasa melalui ujaran.

5) Gifted visual spatial learner merupakan individu yang memiliki keunggulan

dalam aspek akademik dan memiliki tingkat kecerdasan IQ antara 125 hingga

140.
26

c. Faktor Speech Delay

Secara umum faktor penyebab anak mengalami speech delay adalah

pada saat anak memiliki tingkat kecerdasan yang rendah, menghambat

kemampuannya dalam menyerap informasi dan menyampaikannya dalam

bentuk bahasa. Penggunaan bahasa yang sederhana oleh orang tua dalam

berinteraksi dengan anak juga dapat memengaruhi keterlambatan

perkembangan berbahasa, karena anak kehilangan dorongan untuk belajar

bahasa sesuai tahap perkembangannya (Ramli, 2020).

Penggunaan bahasa asing dalam lingkungan rumah juga dapat

menghambat perkembangan kemampuan berbahasa. Sebagai contoh dalam

situasi umum, banyak orang tua meluaskan anak-anak menonton televisi tanpa

berinteraksi tentang isi siaran tersebut. Khususnya saat anak mulai aktif

bertanya dan memberikan banyak komentar mengenai suatu hal, namun orang

tua justru menginstruksikan mereka untuk diam, bahkan ada yang merasa

marah dan menyebut anak tersebut cerewet. Tanpa disadari, tindakan

semacam itu bisa berdampak pada kesejahteraan psikologis anak,

mengakibatkan mereka merasa terbebani dan akhirnya memilih untuk tidak

berbicara karena rasa takut atau kekecewaan. Jika anak memilih untuk tidak

berbicara, kemampuan berbahasanya akan secara otomatis menurun dan tidak

lagi mampu mengikuti tingkat perkembangan bahasa yang dimiliki oleh

teman-teman sebayanya (Ramli, 2020).


27

d. Cara Mengatasi Anak Speech Delay

Ada berbagai cara untuk mengatasi keterlambatan bicara yang

bervariasi sejalan dengan tingkat keterlambatan berbicara anak. Mendidik

anak untuk berbicara dapat dicapai melalui interaksi dengan menggunakan

berbagai metode komunikasi serta melalui kegiatan bermain yang berfungsi

sebagai proses pembelajaran (Rahim et al., 2021).

Madyawati (2016: 116-119) “berpendapat terdapat beberapa langkah

yang bisa diambil dalam menghadapi anak yang mengalami keterlambatan

berbicara (Rahim et al., 2021) di antaranya:”

1) Berinteraksi dengan anak dalam percakapan.

2) Menjalin komunikasi dengan senyuman dan perhatian.

3) Menunjukkan kasih sayang melalui ucapan dan pandangan mata.

4) Memahami bahasa isyarat anak.

5) Melatih otot dan alat berbicara.

6) Bernyanyi bersama.

7) Menjadi contoh bicara yang positif.

8) Memberikan pujian saat anak berbicara dengan tepat.

9) Familiarisasi dengan beragam suara.

10) Membacakan buku cerita yang menarik bagi sang anak.

Indikator dari perkembangan bicara yang mengalami keterlambatan

pada anak meliputi kurangnya jumlah kosa kata dibandingkan dengan anak
28

seusianya serta pengucapan yang tidak lancar, sering menggunakan bahasa

non verbal untuk menyatakan permintaan atau mengungkapkan keinginan

dengan menunjuk kepada objek atau hal yang diinginkannya. Hal ini

disebabkan karena kesulitan dan kebingungan dalam mengungkapkan

maksudnya dan terkadang mengeluarkan kata-kata yang sulit dipahami serta

kurang jelas.

3. Strategi Guru

a. Pengertian Strategi Guru

Kata strategi berasal dari bahasa latin strategy yang diartikan sebagai

seni menggunakan rencana untuk mencapai tujuan. Peran guru memiliki arti

yang besar dalam mencapai kesuksesan dalam proses pendidikan, karena

melibatkan penggunaan strategi yang sesuai. Dengan memberikan peluang

bagi perkembangan dan pembelajaran, anak akan menghasilkan kebahagiaan

dan makna yang mendalam dalam proses belajar (Tiara, 2020).

Strategi diperlukan agar suatu masalah dapat diatasi dengan cepat. Hal

yang serupa berlaku dalam menangani anak yang mengalami keterlambatan

berbicara, yang harus segera ditangani sesegera mungkin guna mencegah

konsekuensi terhadap perkembangan masa depannya. Tindakan ini diambil

dengan niat mengembalikan perkembangan anak ke jalurnya yang normal atau

paling tidak mengurangi gangguan yang dialami anak (Tiara, 2020).


29

b. Jenis-Jenis Strategi Pembelajaran

Sesuai dengan yang dikatakan Kostelnik, berbagai strategi

pembelajaran khusus ada yang bisa menjadi dasar perencanaan serta

pelaksanaan kegiatan pembelajaran dalam konteks pendidikan anak usia dini

(Tiara, 2020), yaitu:

1) Aktivitas Eksploratori

Berdasarkan pandangan Tylor, aktivitas eksplorasi memberikan anak

kesempatan untuk mengembangkan pemahaman secara langsung melalui

proses pembelajaran yang terjadi secara spontan, di mana anak-anak sendiri

menentukan langkah-langkah yang harus diambil, bagaimana dan kapan

melakukannya. Melalui proses eksplorasi, anak menemukan elemen-elemen

yang berkaitan dengan diri mereka dan memilih aktivitas berdasarkan minat

yang dimiliki. Dalam kegiatan ini, anak mengambil inisiatif bekerja.

2) Penemuan Terbimbing

Tujuan penemuan terbimbing adalah dengan berinteraksi bersama

objek, anak-anak memiliki peluang untuk menghubungkan dan

mengembangkan konsep. Guru harus merencanakan percobaan agar anak-

anak bisa mengalami proses penemuan. Penemuan terbimbing yang

terstruktur harus difokuskan pada proses pembelajaran anak, bukan sekadar

pada hasil yang diperoleh.


30

3) Pemecahan Masalah

Menggunakan strategi pemecahan masalah, anak-anak merencanakan,

membuat prediksi, dan mengamati hasil dari tindakan yang mereka lakukan.

Berdasarkan pemaparan dari Harlan dan Hendrick, dalam pendekatan ini,

peran guru adalah berperan sebagai fasilitator.

4) Diskusi

Metode diskusi adalah suatu strategi pembelajaran yang

menggambarkan adanya interaksi dua arah antara guru dan anak-anak, di

mana guru berbicara dengan anak-anak, anak-anak berbicara dengan guru, dan

juga antara anak-anak sendiri saling berbicara.

5) Belajar Kooperatif

Cohen mendefinisikan strategi pembelajaran kooperatif sebagai

pendekatan pembelajaran yang mendorong kolaborasi di antara anak-anak

dalam kelompok kecil. Dalam situasi ini, setiap anak dapat berpartisipasi

dalam tugas kolektif yang telah dijelaskan sebelumnya. Meskipun guru

memberikan pengawasan langsung, tingkat interaksi memiliki batasan.

Melalui penerapan strategi pembelajaran kooperatif, guru meningkatkan

sejumlah keterampilan sosial anak dalam melaksanakan tugas.

Dalam perspektif Dopyera, keterampilan sosial mencakup kemampuan

dalam memahami tugas, mendengarkan orang lain sebagai mitra atau teman,

menggunakan panggilan nama pasangan, bersedia memberikan bantuan, dan


31

menunjukkan penghormatan terhadap orang lain. Selain itu, pemahaman

tentang kerja sama juga melibatkan pembagian tanggung jawab antara guru

dan anak dalam mencapai tujuan pendidikan. Dalam konteks ini, guru

berperan membantu anak-anak dalam belajar bersama seperti anak-anak

menyelesaikan tugas bermain, di mana mereka bertindak sebagai teman

sebaya dan juga berperan sebagai mentor bagi anak-anak lainnya.

6) Demonstrasi

Demonstrasi adalah suatu strategi pembelajaran yang digunakan untuk

mengilustrasikan suatu proses yang terjadi atau bagaimana suatu hal

beroperasi, termasuk bagaimana tugas-tugas itu dijalankan. Ketika guru

melakukan demonstrasi, guru juga memberikan panduan tentang

penggunaannya kepada anak-anak. Tujuan penggunaan demonstrasi adalah

untuk mengilustrasikan, memberikan pemahaman, serta mengarahkan anak-

anak mengenai langkah-langkah yang harus dijalankan pada tahap awal,

selama inti kegiatan, dan pada tahap akhir demonstrasi. Fokus utama guru saat

melakukan demonstrasi adalah mengamati eksekusi kegiatan oleh para siswa.

7) Pengajaran Langsung

Menurut Driscoll, et.al, menyatakan bahwa pengajaran langsung

adalah strategi pembelajaran yang diterapkan untuk membantu anak-anak

memahami istilah, strategi, fakta, dan rutinitas. Kelebihan pendekatan

pengajaran langsung adalah konsistensinya yang efektif dari waktu ke waktu


32

dan memungkinkan guru untuk langsung mengevaluasi hasil belajar anak-

anak.

c. Tujuan dan Manfaat Strategi Guru

Menurut Gagne dalam Conditions of Learning and Teaching Theory,

tujuan strategi pembelajaran (Tiara, 2020), sebagai berikut:

1) Meningkatkan efesiensi pembelajaran pada aspek efektif

Mengoptimalkan aspek efektif akan mengembangkan kecerdasan

siswa serta mengembangkan sikap positif dan keterampilan motorik, dan hal

ini diharapkan dapat muncul melalui penerapan strategi pembelajaran secara

aktif.

2) Mendorong partisipasi siswa dalam proses pembelajaran

Dalam proses pembelajaran, terkadang siswa bersikap pasif, sehingga

hanya mengembangkan kapasitas intelektual belaka. Secara ideal, proses

pembelajaran seharusnya menghasilkan hasil belajar yang seimbang antara

aspek kognitif, emosional, dan psikomotorik. Ketika siswa terlibat secara aktif

dalam pembelajaran, mereka akan mencari pemahaman sendiri dan

membentuk konsep-konsep di dalam pikiran mereka. Hanya dengan cara ini,

pengetahuan baru yang dipersembahkan oleh guru dapat dijelaskan dengan

mudah dalam kegiatan pembelajaran.

Selain mempelajari tujuan strategi, terdapat manfaat dari strategi

pembelajaran yang dibagi menjadi dua (Tiara, 2020), yaitu:


33

1) Manfaat strategi pembelajaran bagi siswa

a) Para siswa memiliki kecenderungan untuk belajar dengan pola yang

konsisten dengan kemampuan masing-masing.

b) Siswa memiliki pengalaman yang berbeda dari rekan-rekan mereka, tetapi

ada juga yang memiliki pengalaman yang serupa.

c) Siswa memiliki kemampuan untuk meningkatkan prestasi akademik

mereka melalui penggunaan tingkat pembelajaran yang optimal yang

sesuai dengan kecepatan individu mereka.

d) Terjadi persaingan yang positif untuk pembelajaran yang efektif dan

efisien.

e) Siswa dapat mencapai kepuasan jika dapat mencapai hasil belajar yang

tepat dengan target yang telah ditentukan.

f) Siswa dapat mengulang tes (remidi) jika tidak lulus dalam uji kompetensi.

2) Manfaat strategi pembelajaran bagi guru

a) Guru dapat mengatur proses pembelajaran untuk mencapai hasil efektif

dan efisien.

b) Guru dapat secara berkala mengontrol kemampuan siswa.

c) Guru dapat mengetahui bobot soal yang dipelajari dalam proses

pembelajaran dimulai.

d) Guru dapat memberikan bimbingan kepada siswa yang mengalami

kesulitan, misalnya memberikan teknik pengorganisasian materi dipelajari


34

oleh siswa atau teknik pembelajaran lainnya.

e) Guru dapat membuat peta kapasitas kemampuan siswa sehingga dapat

digunakan sebagai bahan analisis.

f) Guru dapat melaksanakan program belajar akseleratif bagi siswa yang

mampu.

d. Strategi Guru dalam Mengembangkan Kemampuan Berbicara Anak Speech

Delay

Beberapa strategi untuk mewujudkan anak dengan kemampuan

berbicara dapat dilakukan melalui (Madyawati, 2016):

1) Bercerita/mendongeng, bukan hanya sebuah hiburan untuk anak-anak tetapi

juga memiliki dampak yang signifikan dalam memperluas pengetahuan

mereka.

2) Brainstorming, anak-anak dapat menuangkan gagasan lisan yang kemudian

dihimpun dan dicatat di kertas, papan tulis, atau media lainnya.

3) Memberikan beragam buku yang menarik termasuk buku dongeng,

perjalanan, penemuan, dan sejenisnya.

4) Menghidupkan pengalaman anak dengan mendorong mereka untuk berbicara

tentang peristiwa, emosi, dan cerita mereka, sambil memberikan dukungan

dan partisipasi.

5) Jika bepergian mintalah anak untuk berbicara tentang apa yang mereka lihat

dan alami.
35

6) Memotivasi anak agar bermain dengan teman sebaya.

B. Kerangka Konseptual

Aspek bahasa pada anak usia dini dipengaruhi oleh lingkungan sekitar

mereka. Kemampuan berbahasa anak dapat dibagi menjadi dua, yaitu bahasa reseptif

dan bahasa ekspresif. Bahasa reseptif melibatkan kemampuan anak untuk menerima

pesan atau informasi dari orang lain dalam bentuk suara, sementara bahasa ekspresif

mencakup kemampuan anak untuk mengungkapkan gambaran, maksud, gagasan, atau

perasaan. Dalam aspek bahasa, terdapat kriteria perkembangan yang sesuai dengan

usia anak.

Keterlambatan berbicara, atau sering disebut speech delay, adalah istilah yang

umumnya diberikan kepada anak yang menunjukkan keterlambatan dalam

perkembangan kemampuan berbicara dan memerlukan rangsangan terus-menerus

untuk mengembangkan kemampuan komunikasinya secara berkelanjutan. Anak

dengan speech delay umumnya menunjukkan ciri-ciri seperti kesulitan

mengungkapkan gagasan secara lisan, kesulitan dalam mengartikulasikan kata-kata

dengan jelas, serta sering menggunakan bahasa non verbal atau menunjuk untuk

menyampaikan keinginannya karena mengalami kesulitan dan kebingungan dalam

menyampaikan maksudnya.

Asesmen dilakukan untuk mengetahui kondisi masing-masing anak usia dini

khususnya aspek perkembangan bicara dan bahasa anak serta untuk mengetahui
36

faktor-faktor yang mempengaruhi gangguan keterlambatan bicara pada anak.

Pendekatan ini diterapkan karena anak yang mengalami keterlambatan berbicara

(speech delay) sering menunjukkan perbedaan dengan teman seusianya, seperti

kesulitan dalam menyusun kalimat secara efektif, mengatur kata-kata dengan tepat,

serta menyusun elemen cerita secara berurutan.

Setelah melakukan asesmen terhadap anak yang mengalami keterlambatan

berbicara (speech delay), guru dapat mengimplementasikan beberapa strategi dalam

pembelajaran di sekolah untuk mengatasi hambatan dan mengembangkan

kemampuan berbicara anak. Strategi tersebut melibatkan kegiatan seperti bercerita

atau mendongeng, melakukan brainstorming agar anak dapat menuangkan gagasan

lisan yang kemudian dihimpun dan dicatat di kertas, papan tulis, atau media lainnya.

Selain itu, guru dapat memberikan akses kepada anak untuk beragam buku menarik,

menghidupkan pengalaman anak dengan mendorong mereka untuk berbicara, serta

meminta anak untuk berbicara tentang apa yang mereka lihat dan alami saat

bepergian. Selain itu, penting juga untuk memotivasi anak agar berinteraksi dan

bermain dengan teman seusianya.


37

Aspek
Kebutuhan
Perkembangan
Komunikasi
Bahasa

Bahasa
Reseptif Ekspresif

Mendengarkan Berbicara
dan Membaca

Sesuai tahapan perkembangan Tidak sesuai tahapan


bicara dan sama dengan anak perkembangan bicara dan juga
seusianya tidak sama dengan anak
seusianya

Faktor yang Mempengaruhi


Perkembangan Bahasa
Speech Delay
1. Jenis kelamin
2. Hubungan keluarga

Strategi Guru dalam Menangani Anak


Speech Delay
1. Memperbaiki pengucapan kata anak
2. Mengajak anak berbicara
3. Memberikan media buku bergambar
4. Membacakan dogeng

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian adalah suatu usaha untuk mengenali, mengembangkan, dan

menguji validitas pemahaman tertentu dengan memanfaatkan pendekatan ilmiah.

Metode penelitian adalah langkah atau proses dalam mengumpulkan informasi

dengan tujuan mendapatkan data yang dapat dianalisis dan diolah. Dalam kata lain,

metode penelitian mencerminkan bagaimana seorang peneliti secara komprehensif

menguraikan gambaran tertentu.

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan penelitian dalam sebuah metode penelitian ini adalah pendekatan

kualitatif karena penelitian ini bersifat deskriptif sehingga tidak melibatkan angka

atau statistik. Tujuan dari penelitian kualitatif adalah mengkaji fenomena dalam suatu

kategori khusus, kemudian menganalisis fenomena tersebut melalui pengolahan data

yang diperoleh secara imajinatif. Setelah langkah ini, peneliti mengelompokkan

gejala yang memiliki karakteristik yang mirip untuk membentuk teori-teori yang

memiliki keterkaitan (Rahim et al., 2021). Jadi, penelitian deskriptif kualitatif di

maksudkan untuk mengumpulkan informasi tentang keadaan gejala sesuai dengan

keadaannya pada saat penelitian dilakukan. Penelitian ini dilakukan dengan cara

38
langsung ke lapangan untuk meneliti strategi guru dalam mengembangkan

kemampuan berbicara anak yang mengalami keterlambatan berbicara (speech delay)

di RA Gerhana Alauddin.

Penelitian ini dilakukan dengan jenis penelitian studi kasus. Penelitian studi

kasus adalah suatu pendekatan kualitatif di mana peneliti mengeksplorasi suatu

sistem yang terbatas (kasus) yang ada dalam kehidupan nyata, atau sistem yang

terikat secara ganda (multiple: sistem yang terikat (kasus)) dari waktu ke waktu,

melalui pengumpulan data yang terperinci dan mendalam yang melibatkan berbagai

sumber informasi, misalnya observasi, wawancara, materi audio visual, serta

dokumen, dan melaporkan deskripsi kasus serta tema kasus. Ciri khas studi kasus

kualitatif yang baik adalah menyajikan pemahaman kasus yang mendalam (Creswell,

2013). Penggunaan jenis penelitian ini dengan alasan bahwa fokus dalam penelitian

ini adalah strategi guru dalam mengembangkan kemampuan berbicara anak yang

mengalami keterlambatan berbicara (speech delay) di RA Gerhana Alauddin.

Pendekatan kualitatif dianggap sebagai alternatif yang paling tepat dalam

mengatasi permasalahan yang ada dalam penelitian ini. Adanya jenis penelitian studi

kasus juga dapat membantu dalam menguraikan dengan lebih mendalam dan

terperinci mengenai kasus yang dirasakan oleh informan kunci, sehingga masalah

yang diteliti dapat menghasilkan temuan dan solusi yang tepat.

39
40

B. Deskripsi Fokus

Deskripsi fokus mengacu pada elemen yang menjadi pusat perhatian utama

dalam sebuah penelitian. Umumnya, deskripsi fokus bertujuan untuk mencapai

jawaban atau solusi terhadap permasalahan yang terungkap dalam penelitian. Fungsi

dari deskripsi fokus adalah sebagai panduan yang memungkinan penelitian untuk

terbatas pada variabel atau topik tertentu yang mendalam, menghindari hambatan

yang mungkin timbul akibat cakupan yang terlalu luas. Dalam penelitian ini, peneliti

memfokuskan pada strategi guru dalam mengembangkan kemampuan berbicara anak

yang mengalami keterlambatan berbicara (speech delay) di RA Gerhana Alauddin.

C. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian diartikan sebagai suatu tempat atau wilayah di mana

penelitian akan dilaksanakan. Dalam konteks ini, penelitian yang dilakukan oleh

penulis dilaksanakan di RA Gerhana Alauddin. RA Gerhana Alauddin didirikan atau

beroperasi pada tahun 2019 di atas tanah wakaf dengan luas 750 m 2 yang terletak di

Jalan Mallengkeri Utara No. 1, Kelurahan Mangasa, Kecamatan Tamalate, Kota

Makassar, dibawah naungan Yayasan Ibadurrahman Al Muttahidah. RA Gerhana

Alauddin merupakan sekolah swasta yang terakreditasi B.

Gambar 3.1 Peta Lokasi RA Gerhana Alauddin

Penelitian direncanakan akan dilaksanakan pada tahun ajaran 2023/2024

dalam rentang waktu Oktober hingga Desember 2023. Penulis memutuskan untuk
41

menjadikan lokasi tersebut sebagai tempat penelitian karena ditemukan beberapa

subjek penelitian yang cocok dengan karakteristik dan fokus penelitian yang ingin

diteliti oleh penulis. Selain itu, lokasi ini juga mempermudah penulis dalam

mengakses narasumber utama di RA Gerhana Alauddin. Pemilihan tempat penelitian

di RA Gerhana Alauddin didasarkan dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai

berikut:

1. Anak yang mengalami keterlambatan berbicara (speech delay) yang berusia 3 dan

3,5 tahun, padahal pada rentang usia ini seharusnya sudah mampu berbicara

dengan lancar.

2. RA Gerhana Alauddin memiliki strategi dalam menangani anak yang mengalami

keterlambatan berbicara (speech delay).

A. Rancangan Model Studi Kasus

Rancangan model studi kasus merupakan rancangan penelitian yang

mencakup pengkajian satu unit secara intensif. Rancangan model studi kasus yang

digunakan pada penelitian ini yaitu studi kasus instrumental tunggal (the single

instrumental case study). Studi kasus instrumental tunggal yaitu peneliti berfokus

pada suatu isu dan kemudian memilih satu kasus untuk menggambarkan isu tersebut

(Creswell, 2013). Penggunaan rancangan model studi kasus ini dengan alasan bahwa

fokus dalam penelitian ini hanya pada strategi guru dalam mengembangkan

kemampuan berbicara anak yang mengalami keterlambatan berbicara (speech delay)

di RA Gerhana Alauddin.
42

B. Prosedur Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang relevan dan sesuai dengan permasalahan dalam

penelitian ini, peneliti menerapkan teknik pengumpulan data melalui observasi,

wawancara serta dokumentasi berupa pencatatan, foto, dan informasi lainnya selama

pelaksanaan penelitian.

Metode pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti adalah:

1. Observasi

Menurut Nasution, observasi adalah dasar dari seluruh pengetahuan ilmiah.

Para ilmuwan hanya dapat melakukan karya berdasarkan data, termasuk fakta-fakta

tentang dunia yang diperoleh melalui observasi. Data ini dikumpulkan dengan

menggunakan peralatan canggih yang beragam, memungkinkan benda-benda sangat

kecil (seperti proton dan elektron) maupun yang sangat jauh (seperti objek-objek di

luar angkasa) dapat diamati dengan jelas (Sugiyono, 2013).

Menurut Spradley, objek penelitian dalam penelitian kualitatif yang

diobservasi disebut situasi sosial, yang terdiri dari tiga komponen (Sugiyono, 2013),

yaitu:

a. Place, di mana interaksi dalam situasi sosial berlangsung dikenal juga sebagai

lokasi atau tempat.

b. Actor adalah individu yang terlibat dalam tindakan atau orang-orang yang

sedang berperan dalam suatu peran khusus.


43

c. Activity, atau aktivitas yang dilakukan oleh pelaku dalam konteks sosial yang

sedang berjalan.

Metode pengumpulan informasi melalui pengamatan digunakan dalam

penelitian yang melibatkan aktivitas manusia, proses kerja, fenomena alam, dan

ketika jumlah responden yang diamati tidak terlalu banyak. Salah satu bentuk

pengamatan yang dapat diadopsi adalah pendekatan pengamat sepenuhnya (complete

observer), di mana peneliti melakukan pengamatan dari perspektif yang lebih objektif

(Hanurawan, 2016). Observasi dilakukan dengan tujuan untuk secara langsung

mengamati perilaku berbahasa anak, serta interaksi antara pendidik dan anak yang

mengalami keterlambatan dalam berbicara (speech delay) serta melihat strategi

pendidik dalam menangani anak yang mengalami keterlambatan berbicara (speech

delay).

2. Wawancara

Metode pengumpulan data melalui wawancara melibatkan penyajian

rangkaian pertanyaan kepada narasumber yang telah terpilih dalam konteks

penelitian. Oleh karena itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika

menjalankan proses wawancara (Abubakar, 2021), yaitu:

a. Subjek atau responden dalam penelitian merupakan individu yang terkait.

b. Pernyataan yang disampaikan oleh responden harus memiliki akurasi dan

tingkat kepercayaan yang tinggi.


44

c. Harapannya, responden memiliki pemahaman yang komprehensif terhadap

topik yang menjadi fokus pembicaraan peneliti.

Menurut Lincoln and Guba yang dikutip Rifa’i Abubakar, bahwa tahapan

dalam mengimplementasikan metode wawancara. (Abubakar, 2021), yaitu:

a. Menetapkan bahwa wawancara akan ditujukan kepada siapa.

b. Menyiapkan topik utama masalah yang akan menjadi bahan pembicaraan atau

pertanyaan untuk menggali informasi yang relevan.

c. Memulai atau membuka sesi wawancara.

d. Melanjutkan jalannya wawancara.

e. Mengkonfirmasikan ringkasan hasil wawancara dan mengakhiri proses.

f. Menuliskan hasil wawancara ke dalam cacatan lapangan.

g. Mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang telah didapatkan.

Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini yaitu wawancara

terstruktur. Dalam melakukan wawancara terstruktur, peneliti menyiapkan instrumen

penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan yang alternatif. Selain menyiapkan

instrumen penelitian sebagai pedoman untuk wawancara, maka peneliti juga dapat

menggunakan alat bantu seperti buku catatan, tape recorder, kamera, dan material

lainnya yang membantu pelaksanaan wawancara agar berjalan dengan lancar.

3. Dokumentasi

Dokumen merupakan pelengkap data dari pengumpulan data dengan metode

observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif (Sugiyono, 2013). Adapun


45

teknik dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berupa data jumlah

anak RA Gerhana Alauddin dan pengambilan foto kegiatan anak dengan guru pada

saat penanganan anak yang mengalami keterlambatan berbicara (speech delay).

Dengan dokumentasi maka menjadi pelengkap data guna menyempurnakan penelitian

yang akan dilakukan.

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Instrument Penelitian

Fokus Sumber Metode


Kategori Indikator
Penelitian Data W O D
Strategi guru Asesmen anak 1. Mengamati  Kepala
dalam didik oleh guru kemampuan Sekolah   
mengembangkan berbicara anak  Guru
kemampuan didik
berbicara anak Konsultasi hasil 1. Penyampaian hasil  Guru
yang mengalami asesmen dengan asesmen kepada
keterlambatan orang tua anak orang tua anak
berbicara (speech didik yang mengalami  - 
delay) keterlambatan
berbicara (speech
delay)
2. Pelibatan orang tua  Guru
anak yang
mengalami
keterlambatan  - 
berbicara (speech
delay) untuk
menangani anak
tersebut
Penerapan 1. Membimbing anak  Kepala
strategi guru dalam pengucapan Sekolah   
kosa kata  Guru
46

2. Menerapkan  Kepala
metode cerita Sekolah
untuk  Guru
mengembangkan
kemampuan   
berbicara anak
yang mengalami
keterlambatan
berbicara (speech
delay)
Evaluasi dalam 1. Melakukan follow  Kepala
mengembangkan up (tindak lanjut) Sekolah
kemampuan mengenai  Guru
berbicara anak kemampuan
yang mengalami berbicara anak   
keterlambatan yang mengalami
berbicara (speech keterlambatan
delay) berbicara (speech
delay)

Keterangan:

W : Wawancara

O : Observasi

D : Dokumentasi

C. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian merujuk pada tempat di mana data ditemukan

atau diambil. Sumber data dalam penelitian dapat berasal dari sumber data primer dan

juga sumber data sekunder. Apabila peneliti menggunakan kuesioner atau wawancara

sebagai alat pengumpulan data, maka sumber data disebut sebagai responden, yaitu
47

orang yang memberikan tanggapan atau jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan dari

peneliti, baik melalui lisan maupun tulisan. Di sisi lain, ketika peneliti menerapkan

metode observasi, sumber data dapat berupa objek, pergerakan, dan kejadian.

1. Data Primer

Data primer adalah informasi yang diperoleh atau dikumpulkan langsung di

lapangan oleh peneliti atau individu yang terlibat dalam penelitian. Data primer

merupakan informasi yang berasal langsung dari sumber utama dan asli,

menggambarkan data otentik dari objek penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi

data primer adalah hasil wawancara dengan kepala sekolah dan guru yang menangani

anak speech delay di RA Gerhana Alauddin.


48

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan informasi yang diperoleh dari institusi sekolah.

Data sekunder adalah sumber informasi yang berasal dari sumber kedua atau

informasi pendukung dalam penelitian. Dalam konteks penelitian ini, data sekunder

melibatkan berbagai jenis dokumen seperti data dan literatur yang berkaitan dengan

topik pembahasan.

D. Peran Peneliti

Peneliti dalam penelitian ini berperan sebagai pengamat. Pengamat yang

dimaksud dalam hal ini yaitu peneliti mengamati secara langsung bagaimana strategi

yang dilakukan guru untuk mengembangkan kemampuan berbicara anak yang

mengalami speech delay di RA Gerhana Alauddin.

E. Pengecekan Keabsahan Data

Proses verifikasi keabsahan data melalui pengujian digunakan untuk

mencegah penggunaan data yang tidak sah dalam penelitian. Uji keabsahan data

bertujuan untuk memvalidasi data yang sedang diuji dan memastikan bahwa data

yang dikumpulkan dapat dipercaya serta memiliki akuntabilitas yang baik.

Dalam teknik pengumpulan data, triangulasi didefinisikan Sebagai suatu

metode pengumpulan data yang mengkombinasikan berbagai teknik pengumpulan

data dan sumber data yang tersedia. Jika peneliti melakukan pengumpulan data
49

dengan cara triangulasi, maka sebenarnya peneliti telah mengumpulkan data dan

menguji kreadibilitas data seperti memeriksa kreadibilitas data dengan berbagai

teknik pengumpulan data dan sumber data dengan penjelasan (Sugiyono, 2013),

sebagai berikut:

1. Triangulasi Teknik

Triangulasi teknik artinya peneliti menggunakan teknik pengumpulan data

yang berbeda-beda untuk memperoleh data dari sumber yang sama. Peneliti

menggunakan cara observasi, wawancara, dan dokumentasi sebagai sumber data yang

sama secara bersamaan.

2. Triangulasi Sumber

Triangulasi sumber artinya peneliti memperoleh data dari sumber yang

berbeda-beda dengan teknik yang sama guna menjamin validitas data dalam

penelitian ini, peneliti akan memeriksa konsistensi antara data yang dihasilkan dari

observasi dengan hasil wawancara kepada guru dan kepala RA Gerhana Alauddin.

Apakah hasil wawancara yang didapatkan sama dengan hasil pengamatan peneliti.

F. Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini yaitu menggunakan model Miles dan

Huberman yang terdiri dari tiga langkah-langkah (Sugiyono, 2013), yaitu:

1. Reduksi data merujuk pada tindakan merangkum, memilih elemen inti, fokus

pada aspek yang signifikan, mengidentifikasi tema dan pola, serta menghilangkan
50

informasi atau data yang tidak relevan.

2. Penyajian data, setelah mengumpulkan dan mereduksi data, informasi dapat

disajikan dalam bentuk narasi ringkas yang berupa teks deskriptif.

3. Penarikan kesimpulan yang mencakup jawaban terhadap pertanyaan yang tertera

pada rumusan masalah.

Periode Pengumpulan Data

Reduksi Data
Antisipatori Selama Sesudah

Penyajian Data Analisis


Selama Sesudah
Penarikan Kesimpulan Penyajian Data
Selama Sesudah

Gambar 3.2 Teknik Analisis Data Model Miles dan Huberman (flow model)
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Berdasarkan data yang telah dikumpulkan oleh peneliti, pengolahan dan

analisis dilakukan dengan menggunakan metode dan kisi-kisi instrumen penelitian

yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Data-data ini diperoleh melalui metode

utama pengumpulan data, yaitu observasi dan wawancara.

Peneliti memanfaatkan metode dokumentasi untuk melengkapi data yang

diperoleh melalui observasi dan wawancara. Penelitian ini memiliki karakteristik

kualitatif dan bersifat deskriptif, yang menghasilkan informasi dari observasi,

wawancara, dan dokumentasi yang telah dilakukan oleh peneliti.

Hasil dari pengamatan, wawancara, dan dokumentasi yang dilakukan oleh

peneliti untuk mengevaluasi strategi guru dalam mengatasi keterlambatan berbicara

pada anak (speech delay) dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Gambaran Anak yang Mengalami Keterlambatan Berbicara (Speech Delay)

di RA Gerhana Alauddin

Subjek yang digunakan dalam penelitian ini merupakan anak berusia 3

dan 3,5 tahun yang mempunyai permasalahan dengan perkembangan bicaranya.

51
52

Kemampuan berbicara mereka jika dibandingkan dengan tahapan perkembangan

bicara yang ideal ataupun dengan anak seusianya, kedua subjek tersebut

mengalami keterlambatan dalam kemampuan berbicaranya.

Masalah yang dialami subjek adalah keterlambatan berbicara (speech

delay). Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan Hurlock yang mengatakan

bahwa apabila kemampuan berbicara anak tidak sesuai dengan anak-anak

seusianya, maka dapat dikatakan bahwa anak tersebut mengalami keterlambatan

berbicara (speech delay) (Nahri, 2019). Cuplikan hasil wawancara dengan guru

mengungkapkan bahwa kondisi perkembangan bahasa anak tidak sesuai dengan

teman sebayanya. Sebagaimana cuplikan hasil wawancara dengan guru dibawah

ini:

“kondisi perkembangan anak-anak disini itu berbeda-beda ada anak yang


perkembangannya berkembang sesuai harapan ada juga yang belum
berkembang sesuai harapan kayak perkembangan bahasanya, disini itu
ada dua anak yang perkembangan bahasanya tidak sesuai dengan teman
sebayanya”. (Lamp. 7, no. 3, hal. 107)

Jadi dari hasil wawancara dengan guru diperoleh informasi bahwa kondisi

perkembangan anak-anak di RA Gerhana Alauddin beragam, ada yang

mengalami perkembangan sesuai harapan, namun ada pula yang belum mencapai

perkembangan yang diharapkan seperti terdapat dua anak yang perkembangan

bahasanya tidak sesuai dengan teman sebayanya.

Guru di RA Gerhana Alauddin juga melakukan asesmen menggunakan

Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP) anak sebelum memulai


53

pembelajaran di awal semester agar guru memberikan strategi pembelajaran yang

tepat untuk anak sesuai dengan kondisi perkembangan mereka (Lampiran 14).

Berikut ini adalah cuplikan wawancara dengan guru:

“asesmen yang kami lakukan sehingga kami katakan kedua anak tersebut
mengalami keterlambatan berbicara yaitu kami lihat dari perkembangan
bahasa ekspresif dan reseptif anak secara langsung dan kami juga
menggunakan KPSP anak untuk melihat perkembangan anak”. (Lamp. 7,
no. 5, hal. 108)
“hasil asesmen yang kami lakukan, kami sampaikan juga ke orang tua
anak mengenai perkembangan bahasa anak tersebut, orang tuanya juga
na sadari ji kalau lambat perkembangan bahasanya anaknya, dan faktor
yang menyebabkan anak lambat berbicara karena kurang komunikasinya
dengan orang tuanya serta pengaruh pola asuh orang tua mereka, seperti
nak Aidil itu kebiasaan orang tuanya di rumah selalu na kasih HP karena
Ayahnya sibuk kerja dan Ibunya sendirian kerja pekerjaan rumah jadi
kalau rewel aidil langsung ji dikasih HP supaya diam, kalau nak Ainun,
Ayahnya kerja diluar kota dan ibunya memang tidak banyak bicara jadi
dari kecil Ibunya bilang kalau selalu dikasih tontonan di TV ataupun HP
kalau rewel ataupun makan dan tontonannya itu bukan bahasa Indonesia
tapi bahasa inggris dan Ainun memiliki adik jadi Ibunya sibuk juga urus
adiknya”. (Lamp. 7, no. 18, hal. 115)

Jadi dari hasil observasi dan wawancara mendalam dengan guru yang

dilakukan peneliti dapat disimpulkan bahwa asesmen yang dilakukan oleh guru

menunjukkan bahwa anak tersebut mengalami keterlambatan berbicara (speech

delay). Hal ini dapat dilihat dari perkembangan bahasa ekspresif dan reseptif

kedua subjek secara langsung, serta menggunakan Kuesioner Pra Skrining

Perkembangan (KPSP) anak (Lampiran 14). Hasil asesmen yang guru lakukan,

guru sampaikan kepada orang tua kedua subjek mengenai perkembangan bahasa

mereka. Orang tua kedua subjek juga menyadari bahwa perkembangan bahasa

subjek mengalami keterlambatan dan faktor penyebabnya adalah kurangnya


54

komunikasi dengan orang tua serta pengaruh dari pola asuh seperti pola asuh

subjek pertama melibatkan pemberian HP karena Ayahnya sibuk bekerja dan

Ibunya sendirian menangani pekerjaan rumah jadi ketika subjek rewel, subjek

diberikan HP untuk membuatnya tenang. Sedangkan pola asuh subjek kedua

hampir sama dengan subjek pertama yaitu melibatkan HP dan televisi karena

Ayahnya bekerja di luar kota dan Ibunya cenderung tidak banyak berbicara jadi

sejak kecil subjek selalu diberikan tontonan yang menggunakan bahasa Inggris

bukan bahasa Indonesia di HP atau televisi saat rewel atau makan dan subjek

kedua juga memiliki adik sehingga Ibunya sibuk mengurus adik subjek.

Selain wawancara dengan kepala sekolah dan guru mengenai kondisi

perkembangan subjek serta observasi yang dilakukan peneliti dan wawancara

dengan guru mengenai asesmen yang dilakukan. Hasil observasi dan wawancara

dengan guru juga dapat menggambarkan ciri-ciri dan faktor penyebab anak

mengalami keterlambatan berbicara (speech delay) yaitu sebagai berikut:

a. Subjek Pertama

Subjek pertama merupakan anak laki-laki berusia 3 tahun.

Kemampuan berbiara subjek jika dibandingkan dengan teman sebayanya anak

tersebut mengalami keterlambatan dalam berbicara. Hasil observasi yang

dilakukan pada subjek saat berada di sekolah dan bermain serta belajar,

diperoleh informasi bahwa subjek pertama ketika berbicara artikulasinya

kurang jelas dan intonasi suara yang sangat pelan atau kecil yang kadang sulit
55

dipahami kata-katanya. Cuplikan hasil wawancara dengan guru juga

mengungkapkan tanda-tanda keterlambatan berbicara pada subjek.

Sebagaimana kutipan wawancara dengan guru dibawah ini:

“….biasanya kalau nak aidil tidak bisa pi na ungkapkan kalimat


dengan baik seperti kata saya itu aya na bilang, mana na bilang nana,
makan na bilang mamam, minum na bilang mimo, kalau bicara juga
harus ku dekati dulu karena kalau tidak di dekati tidak didengar apa
na bilang itupun biasa tidak jelas pi apa na bilang….”. (Lamp. 7, no.
4, hal. 108)
“…..nak Aidil itu kurang komunikasinya di rumah dengan orang
tuanya karena sibuk orang tuanya kerja dan pengaruh pola asuh
orang tuanya yang sudah saya jelaskan sebelumnya ….”. (Lamp. 7,
no. 19, hal. 115)
Jadi dari hasil observasi dan wawancara dengan guru dapat

disimpulkan bahwa subjek belum mampu mengungkapkan kalimat dengan

baik seperti artikulasi subjek kurang jelas dan intonasi suara subjek pelan atau

kecil sehingga harus dekat dengan subjek ketika berbicara dengannya.

Adapun faktor penyebab subjek mengalami keterlambatan berbicara (speech

delay) yaitu kurangnya komunikasi subjek dengan kedua orang tuanya ketika

di rumah karena sibuk bekerja dan pengaruh pola asuh orang tua subjek yang

melibatkan pemberian HP karena Ayahnya sibuk bekerja dan Ibunya sendirian

menangani pekerjaan rumah jadi ketika subjek rewel, subjek akan diberikan

HP agar subjek tenang.

b. Subjek Kedua

Subjek kedua merupakan anak perempuan berusia 3,5 tahun.

Kemampuan berbicara subjek kedua hampir sama dengan subjek pertama.


56

Hanya saja subjek kedua ketika berbicara mengalami kesulitan dalam

membuat kalimat pertama atau memulai pembicaraan sehingga anak menjadi

enggan untuk berbicara dan bersikap acuh dengan sekitarnya dan juga lebih

sering menggunakan bahasa non verbal. Hal tersebut juga dapat diungkapkan

oleh guru subjek pada hasil wawancara dengan guru dibawah ini:

“…..nak Ainun kalau mau apa-apa tidak pernah bicara na tarik-tarik


jeki untuk ambilkan ii atau biasa itu na tunjuk ji saja, kalau ditanya na
bilang ji tu…tu.. terus kalau tidak dituruti apa na maui menangis tidak
berhenti menangis sampainya dituruti maunya kadang kita ini bingung
juga karena tidak dimengerti apa yang na maui Ainun karena tidak
bicarai”. (Lamp. 7, no. 4, hal. 108)

“…..kalau nak Ainun orang tuanya sibuk Ayahnya kerja jadi jarang di
rumah karena kerja di luar kota dan Ibunya sibuk urus adiknya jadi
kurang komunikasinya di rumah dan faktor pola asuhnya juga”.
(Lamp. 7, no. 19, hal. 115)
Jadi dari hasil observasi dan wawancara dengan guru dapat

disimpulkan bahwa subjek enggan untuk bermain bersama teman-temannya

dan cenderung lebih suka bermain sendiri, jika ada teman yang mendekatinya

biasanya subjek akan menjauh atau menangis dan tidak jarang subjek

membuat menangis temannya karena berebut mainan. Subjek juga ketika

menginginkan sesuatu selalu menggunakan bahasa non verbal dan ketika

keinginannya tidak dituruti subjek akan menangis. Adapun faktor penyebab

subjek mengalami keterlambatan berbicara karena orang tua subjek yang

sibuk terutama Ayahnya yang jarang dirumah karena bekerja di luar kota serta

Ibunya yang sibuk mengurus adiknya yang membuat komunikasi dengan

subjek kurang ketika berada di rumah.


57

Setelah guru mengetahui kondisi perkembangan kedua subjek dan

menyampaikan hasil asesmen kepada orang tua, guru juga melibatkan orang tua

untuk menangani kedua subjek. Berikut cuplikan wawancara dengan guru:

“pelibatan orang tua dalam mengembangkan kemampuan berbicara anak


yang mengalami keterlambatan berbicara sangat penting karna seperti
yang saya katakan sebelumnya agar terjalin kerja sama antar guru dan
orang tua serta untuk mengetahui penyebab anak kesulitan berbicara….”.
(Lamp. 7, no. 19, hal. 115)
“upaya yang saya lakukan dalam melibatkan orang tua anak yang
lambat berbicara itu seperti saya beritahu strategi yang saya terapkan di
sekolah seperti sering mengajak anak berbicara, memperbaiki
pengucapan anak, sering merespon anak ketika anak berbicara agar
orang tuanya juga terapkan dirumah”. (Lamp. 7, no. 20, hal. 116)
Jadi dari hasil wawancara dengan guru dapat disimpulkan bahwa

keterlibatan orang tua dalam mengembangkan kemampuan berbicara kedua

subjek yang mengalami keterlambatan berbicara sangat penting agar terjalin

kerja sama antara guru dan orang tua. Adapun upaya yang guru lakukan dalam

melibatkan orang tua kedua subjek yaitu memberitahu strategi yang guru

terapkan di sekolah agar orang tua juga menerapkan hal tersebut di rumah ketika

bersama subjek.

Guru di RA Gerhana Alauddin juga melaporkan setiap kondisi

perkembangan anak ke kepala sekolah agar mengetahui kondisi perkembangan

setiap anak dan hal ini dilakukan agar guru dan kepala sekolah bisa melakukan

tindakan yang akan diberikan kepada anak jika terdapat anak yang kondisi

perkembangannya tidak sesuai dengan teman sebayanya. Berikut cuplikan hasil

wawancara dengan kepala sekolah:


58

“iya guru melaporkan setiap kondisi perkembangan anak disini”. (Lamp.


8, no. 3, hal. 119)

“iya saya mengetahui bahwa terdapat anak yang mengalami


keterlambatan berbicara disini”. (Lamp. 8, no. 4, hal. 119)

“anak yang mengalami keterlambatan berbicara disini ada dua orang di


kelompok A”. (Lamp. 8, no. 5, hal. 119)

Jadi dari hasil wawancara dengan kepala sekolah dapat disimpulkan

bahwa guru melaporkan setiap kondisi perkembangan anak di sekolah ke kepala

sekolah sehingga kepala sekolah mengetahui bahwa terdapat anak yang

mengalami keterlambatan berbicara di RA Gerhana Alauddin dan kedua anak

tersebut berada di Kelompok A.

2. Strategi Guru dalam Menangani Anak yang Mengalami Keterlambatan

Berbicara (Speech Delay) di RA Gerhana Alauddin

Guru di RA Gerhana Alauddin melakukan diskusi terlebih dahulu dengan

kepala sekolah mengenai strategi yang tepat untuk menangani kedua subjek yang

mengalami keterlambatan berbicara (speech delay) sebelum menerapkan strategi

untuk melatih dan menstimulus perkembangan bahasa kedua subjek.

Sebagaimana cuplikan hasil wawancara dengan kepala sekolah dan guru berikut

ini:

“iya saya dan guru kelas melakukan diskusi bersama-sama terlebih


dahulu sebelum diterapkan strategi untuk mengembangkan kemampuan
berbicara anak yang mengalami keterlambatan berbicara”. (Lamp. 8, no.
7, hal. 120)
59

“iya saya mengetahui strategi yang diterapkan oleh guru karena saya
melakukan diskusi terlebih dahulu bersama guru sebelum guru
menerapkan strategi tersebut”. (Lamp. 8, no. 8, hal. 120)
“iya kepala sekolah mengetahui strategi yang saya berikan kepada anak
yang lambat berbicara karena kami melakukan diskusi terlebih dahulu
sebelum saya terapkan strategi tersebut”. (Lamp. 7, no. 22, hal. 117)
Jadi dari hasil wawancara dengan kepala sekolah dan guru dapat

disimpulkan bahwa kepala sekolah dan guru melakukan diskusi bersama terlebih

dahulu sebelum menerapkan strategi untuk mengembangkan kemampuan

berbicara kedua subjek yang mengalami keterlambatan berbicara (speech delay)

sehingga kepala sekolah mengetahui strategi yang guru berikan kepada kedua

subjek.

Setelah guru melakukan diskusi dengan kepala sekolah, guru menerapkan

strategi untuk menangani anak yang mengalami keterlambatan berbicara (speech

delay). Cuplikan wawancara dengan guru dibawah ini merupakan strategi yang

diterapkan oleh guru untuk melatih dan menstimulus kemampuan bicara kedua

subjek:

“strategi yang kami berikan untuk anak yang mengalami keterlambatan


berbicara yaitu sering mengajak anak berbicara, memperbaiki
pengucapan katanya anak seperti ketika anak bilang mau minum tapi
yang dia bilang mau mimo ya kita perbaiki bilang mau minum, merespon
pembicaraan anak ketika anak berbicara, ketika anak juga menginginkan
sesuatu seperti pensil tapi dia menggunakan bahasa non verbal kita ajar
bicara bilang tolong ambilkan pensil, kami juga memberikan media buku
bergambar dan membacakan buku cerita kepada anak atau mendongeng.
Hanya beberapa yang dapat dilakukan sesuai pengetahuan saja untuk
mengembangkan kemampuan berbicara anak karena tidak ada psikolog
atau guru khusus”. (Lamp. 7, no. 7, hal 109)
60

“strategi ini sudah kami terapkan selama satu tahun”. (Lamp. 7, no. 8,
hal. 110)
“frekuensi diterapkannya strategi ini setiap hari, setiap hari kami
terapkan untuk melatih kemampuan perkembangan bahasa anak disini”.
(Lamp. 7, no. 9, hal. 110)
“lama durasi yang kami butuhkan untuk menerapkan strategi untuk
tangani anak yang lambat berbicara itu 10-20 menit”. (Lamp. 7, no.10,
hal. 110)
“disini tidak ada kelas khusus diterapkan dikelas saja dan seperti yang
saya bilang tadi disini juga tidak ada psikolog atau guru khusus untuk
tangani anak yang lambat bicara hanya guru kelas yang tangani anak
tersebut, kami melakukan penanganan sesuai dengan pengetahuan dan
pengalaman mengajar saja”. (Lamp. 7, no. 11, hal. 111)
“Strategi yang pertama yaitu memperbaiki pengucapan kata anak saya
terapkan setiap saat ketika anak menggunakan bahasa bayi seperti dia
mengucapkan kata minum dengan mimo maka saya mengulangi kata itu
dengan kata minum supaya na ingat anak pengucapan kata yang
benarnya, kemudian strategi yang kedua yaitu mengajak anak berbicara
saya terapkan juga setiap saat baik itu sebelum belajar, pada saat
belajar, maupun istirahat saya terapkan seperti bertanya kepada anak
bawa bekal apa hari ini kemudian menunggu anak menjawab pertanyaan
tersebut, strategi yang ketiga yaitu memberikan media buku bergambar
saya terapkan pada saat belajar ketika teman-temannya mengerjakan
tugas yang saya berikan, kedua anak yang mengalami speech delay saya
berikan media buku bergambar agar melatih dan menambah kosa kata
anak strategi ini saya terapkan 1-2 kali saja agar kedua anak tidak terlalu
tertinggal pelajaran dengan teman-temannya, strategi yang keempat yaitu
membacakan dogeng strategi ini saya terapkan pada saat belajar tapi
kadang juga saya terapkan pada saat anak-anak selesai senam strategi ini
saya gabung anak-anak speech delay kemudian ketika saya bertanya
kepada anak-anak tentang dogeng yang saya bacakan saya menunggu
semua anak-anak merespon kemudian saya mengkhususkan pertanyaan
kepada anak yang mengalami speech delay untuk menjawab ketika
artikulasinya kurang jelas maka saya mulai membimbing anak untuk
mengucapkan kata dengan artikulasi yang lebih jelas.” (Lamp. 7, no. 12,
hal. 111)

Jadi dari hasil observasi dan wawancara mendalam dengan guru dapat

disimpulkan bahwa strategi yang diterapkan oleh guru untuk melatih dan
61

menstimulus kedua subjek yang mengalami keterlambatan berbicara (speech

delay) yaitu dengan cara sering mengajak anak berbicara, memperbaiki

pengucapan kata anak, merespon pembicaraan anak, mengajar anak untuk tidak

menggunakan bahasa non verbal ketika menginginkan sesuatu, menggunakan

media buku bergambar, dan membacakan dongeng. Strategi yang diterapkan

hanya sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh guru,

karena tidak ada psikolog atau guru khusus dalam mengembangkan kemampuan

berbicara anak yang mengalami keterlambatan berbicara (speech delay).

Strategi yang diterapkan oleh guru sudah diterapkan selama satu tahun.

Strategi seperti mengajak anak berbicara, memperbaiki pengucapan kata anak

yang keliru, merespon pembicaraan anak guru, dan mengajar anak untuk tidak

menggunakan bahasa non verbal diterapkan guru setiap hari dan untuk strategi

menggunakan media buku bergambar serta membacakan dongeng guru terapkan

1-2 kali dalam satu minggu (Lampiran 5) dan durasi yang diperlukan untuk

menerapkan masing-masing strategi yaitu 10-20 menit. Di RA Gerhana Alauddin

tidak ada kelas khusus yang diterapkan untuk mengembangkan kemampuan

berbicara anak yang mengalami keterlambatan berbicara (speech delay)

penanganan dilakukan di dalam kelas. Di RA Gerhana Alauddin juga tidak

terdapat psikolog atau guru khusus untuk menangani anak yang mengalami

keterlambatan berbicara (speech delay) penanganan dilakukan oleh guru kelas

yang mengandalkan pengetahuan dan pengalaman mengajar mereka.


62

Penerapan strategi memperbaiki pengucapan kata anak dan mengajak anak

berbicara diterapkan setiap hari, baik sebelum proses belajar mengajar, belajar,

maupun istirahat guru terapkan seperti bertanya kepada anak bawa bekal apa hari

ini lalu guru menunggu respon anak ketika anak menjawab dengan bahasa bayi

guru akan mengulangi kata tersebut dengan pengucapan kata yang benar.

Kemudian strategi memberikan media buku bergambar guru terapkan pada saat

teman-teman kelas anak yang mengalami keterlambatan berbicara (speech delay)

mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru, anak yang mengalami

keterlambatan berbicara (speech delay) diberikan media buku bergambar agar

melatih pengucapan kata dan menambah kosa kata anak. Strategi ini diterapkan

1-2 kali dalam satu minggu agar anak tidak tertinggal pelajaran dengan teman-

teman kelasnya. Strategi selanjutnya yaitu membacakan dogeng, guru

menerapkan strategi ini pada saat proses belajar mengajar atau pada saat anak-

anak selesai melakukan kegiatan senam bersama. Pada strategi ini guru

menggabung anak yang tidak mengalami keterlambatan berbicara (speech delay)

dengan anak yang mengalami keterlambatan berbicara (speech delay) tetapi pada

saat guru selesai membacakan dogeng guru lebih fokus melakukan tanya jawab

kepada anak yang mengalami keterlambatan berbicara (speech delay) untuk

melatih dan membimbing pengucapan artikulasi kata anak agar lebih jelas ketika

berbicara.
63

Setelah menerapkan strategi untuk mengembangkan kemampuan

berbicara kedua subjek, kepala sekolah dan guru melakukan evaluasi untuk

mengetahui apakah strategi yang diterapkan mampu mengembangkan

kemampuan berbicara anak yang mengalami keterlambatan berbicara (speech

delay) atau belum. Berikut ini merupakan cuplikan hasil wawancara dengan

kepala sekolah dan guru mengenai evaluasi yang dilakukan:

“bentuk evaluasi yang saya lakukan dengan mengecek serta melakukan


perbandingan kuesioner yang dilakukan guru sebelum dan setelah
diberikan strategi kepada anak yang mengalami keterlambatan berbicara
dan memantau perkembangan kemampuan berbicara anak secara
langsung”. (Lamp. 8, no. 11, hal. 121)
“bentuk evaluasi yang dilakukan seperti melihat perkembangan bahasa
anak di kelas dan membandingkan kembali KPSP yang telah dilakukan
kepada anak sebelum dan setelah diberikan strategi untuk mengetahui
apakah perkembangan bahasa anak mulai berkembang atau belum”.
(Lamp. 7, no. 24, hal. 118)

Jadi dari hasil observasi dan wawancara dengan kepala sekolah dan guru

dapat disimpulkan bahwa follow up (tindak lanjut) yang dilakukan yaitu dengan

cara membandingkan perkembangan bahasa anak dengan melakukan pengecekan

KPSP anak sebelum dan setelah diterapkan strategi untuk mengetahui apakah

kemampuan berbicara subjek sudah berkembang atau belum (Lampiran 14 dan

15).

Adapun hasil observasi dan wawancara dengan guru mengenai

perkembangan berbicara kedua subjek setelah rutin diberikan strategi selama satu

semester kedua subjek mengalami perubahan. Berikut cuplikan wawancara

dengan guru:
64

“alhamdulillah sekarang itu ada mi perubahan perkembangan bicaranya


kayak nak Aidil mulai jelas kata yang na ucapkan tapi harus na ucapkan
perlahan kalau terlalu cepat terkadang masih terulang kayak kata jangan
kalau cepat-cepat ii mau bilang kata itu pasti na bilang angan bukan
jangan, terus kalau nak Ainun bisa mi na bilang apa maunya jarang mi na
tunjuk-tunjuk, dan berdasarkan KPSP yang kami lakukan ada perubahan
yang na alami anak khususnya dalam perkembangan bahasanya yang
tadinya masih dibantu dalam mengenali nama-nama hewan sekarang na
tau sendiri mi nama-nama hewan yang dikasih lihat gambarnya dan
nama-nama warna juga na tau mi”. (Lamp. 7, no.16, hal. 113)
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru diperoleh

informasi bahwa subjek mengalami perubahan dalam perkembangan bicaranya.

Subjek pertama sudah mulai mengartikulasikan kata-kata dengan lebih jelas

meskipun dia ucapkan secara perlahan jika dia ucapkan terlalu cepat artikulasinya

kurang jelas kembali. Subjek kedua juga menunjukkan perubahan seperti sudah

jarang menggunakan bahasa non verbal ketika menginginkan sesuatu dan

berdasarkan KPSP yang telah guru lakukan kedua subjek mengalami perubahan

pada perkembangan bahasanya, kedua subjek sekarang sudah mampu mengenali

nama-nama hewan tanpa bantuan dan mengetahui nama-nama warna (Lampiran

15).

B. Pembahasan

1. Gambaran Anak yang Mengalami Keterlambatan Berbicara (Speech Delay)

di RA Gerhana Alauddin

Subjek merupakan anak berusia 3 dan 3,5 tahun. Berdasarkan peninjauan

yang dilakukan peneliti dari hasil observasi, dokumentasi, dan wawancara


65

mendalam diperoleh informasi mengenai cara kedua subjek berkomunikasi yang

tidak sesuai dengan perkembangan bicara teman sebayanya. Subjek pertama yang

merupakan anak laki-laki berusia 3 tahun ketika berbicara subjek belum mampu

mengungkapkan kalimat dengan baik atau artikulasi subjek kurang jelas seperti

kata “saya” dia sebut “aya”, “makan” dia sebut “mamam”, dan “minum” dia sebut

”mimo”, serta intonasi suara subjek juga sangat kecil yang terkadang sulit untuk

dipahami. Sedangkan subjek kedua merupakan anak perempuan berusia 3,5 tahun

di mana subjek sering menggunakan bahasa non verbal ketika berbicara seperti

menunjuk ketika menginginkan sesuatu dan ketika keinginannya tidak dituruti

subjek akan menangis.

Berdasarkan hasil observasi, dokumentasi, dan wawancara mendalam

dengan guru masalah yang dialami subjek adalah keterlambatan berbicara (speech

delay). Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan Hurlock yang mengatakan

bahwa apabila kemampuan berbicara anak tidak sama atau tidak sesuai dengan

anak-anak seusianya atau sebayanya, maka dapat dikatakan bahwa anak tersebut

mengalami keterlambatan berbicara (speech delay) (Nahri, 2019). Adapun upaya

yang dilakukan guru untuk mengembangkan kemampuan berbicara anak yang

mengalami keterlambatan berbicara (speech delay) dari hasil observasi,

dokumentasi, dan wawancara yang dilakukan oleh guru yaitu sebagai berikut:
66

a. Asesmen

Menurut Lerner, asesmen adalah suatu penilaian yang dilakukan

sebelum anak diberikan pembelajaran atau sesudah dari hasil deteksi dini

tumbuh kembang anak. Tujuan asesmen untuk mendapatkan informasi

mengenai aspek perkembangan anak guna memahami dan mengenal

kemampuan anak secara fisik dan lingkungannya (Haryanto, 2019). Untuk

asesmen anak di RA Gerhana Alauddin guru menggunakan Kuesioner Pra

Skrining Perkembangan (KPSP) anak (Lampiran 14). Dari hasil asesmen yang

dilakukan oleh guru kedua subjek mengalami keterlambatan berbicara (speech

delay).

b. Konsultasi Hasil Asesmen

Hasil wawancara dengan guru diperoleh informasi bahwa guru

menyampaikan hasil asesmen kepada orang tua kedua subjek. Manfaat

penyampaian hasil asesmen bagi orang tua yaitu: 1) Memperoleh informasi

tentang perkembangan anak secara lebih obyektif, tepat dan utuh; 2)

Memudahkan orang tua dalam pemberian stimulasi yang sesuai dan

berkelanjutan di rumah dan di lingkungan dimana anak berada; dan 3)

Membuat keputusan bersama dengan pendidik atau guru dalam memberikan

dukungan perkembangan dan memenuhi kebutuhan anak yang lebih baik dan

optimal (Purnama & Hayati, 2023). Sehingga hasil asesmen yang dilakukan

oleh guru penting untuk disampaikan ke orang tua anak dengan tujuan agar
67

orang tua kedua subjek ikut mengambil andil dalam mengembangkan

kemampuan berbicara kedua subjek yang mengalami keterlambatan berbicara

(speech delay).

Hasil penyampaian asesmen kepada orang tua kedua subjek diperoleh

informasi mengenai faktor penyebab kedua subjek mengalami keterlambatan

berbicara (speech delay) hampir sama yaitu dikarenakan kurangnya

komunikasi antar subjek dengan orang tua serta pola asuh yang diberikan oleh

orang tua subjek. Pola asuh subjek pertama melibatkan pemberian HP karena

Ayahnya sibuk bekerja dan Ibunya sendirian menangani pekerjaan rumah jadi

ketika subjek rewel, subjek diberikan HP untuk membuatnya tenang.

Sedangkan pola asuh subjek kedua hampir sama dengan subjek pertama yaitu

melibatkan HP dan televisi karena Ayahnya bekerja di luar kota dan Ibunya

cenderung tidak banyak berbicara jadi sejak kecil subjek selalu diberikan

tontonan yang menggunakan bahasa Inggris bukan bahasa Indonesia di HP

atau televisi saat rewel atau makan dan subjek kedua juga memiliki adik

sehingga Ibunya sibuk mengurus adik subjek.

Dari faktor yang dialami subjek dapat diidentifikasi bahwa kategori

keterlambatan berbicara (speech delay) yang dialami kedua subjek yaitu

speech delay fungsional dimana gangguan ini bersifat ringan yang umumnya

timbul akibat kurangnya rangsangan dan pola asuh (Budiarti et al., 2023).
68

Setelah guru menyampaikan hasil asesmen kepada kedua orang tua

kedua subjek. Guru melibatkan orang tua kedua subjek dalam

mengembangkan kemampuan berbicara kedua subjek yang mengalami

keterlambatan berbicara (speech delay) agar kemampuan berbicara kedua

subjek dapat berkembang sesuai dengan teman sebayanya. Adapun upaya

yang guru lakukan dalam melibatkan orang tua kedua subjek yaitu

memberitahu strategi yang guru terapkan di sekolah agar orang tua juga

menerapkan hal tersebut di rumah ketika bersama subjek.

2. Strategi Guru dalam Menangani Anak yang Mengalami Keterlambatan

Berbicara (Speech Delay) di RA Gerhana Alauddin

Pada penelitian yang dilakukan peneliti di RA Gerhana Alauddin tidak

terdapat kelas khusus untuk menangani anak yang mengalami keterlambatan

berbicara (speech delay). Kedua subjek mengikuti kegiatan pembelajaran sama

seperti anak-anak yang lain di dalam kelas. Adapun strategi guru dalam

menangani kedua subjek yang mengalami keterlambatan berbicara (speech delay)

dilihat dari hasil observasi, dokumentasi, dan wawancara yang dilakukan peneliti

yaitu sebagai berikut:

a. Memperbaiki Pengucapan Kata Anak

Artikulasi merupakan pengucapan bunyi kata yang polanya sesuai

standar sehingga dapat dipahami oleh orang lain, jika bunyi kata yang
69

diucapkan tidak sesuai standar pendengar akan kesulitan memahami kata yang

diucapkan (Afifah, Norhikmah, Latifah, Nurlaila, & Randani, 2021). Dari

hasil penelitian diperoleh informasi bahwa guru di RA Gerhana Alauddin

menerapkan strategi memperbaiki pengucapan kata atau artikulasi anak yang

mengalami keterlambatan berbicara (speech delay). Memperbaiki pengucapan

kata atau artikulasi anak yang mengalami keterlambatan berbicara (speech

delay) yang dimaksud yaitu jika ada kata yang keliru yang diucapkan oleh

anak seperti ketika anak mengucapkan kata “makan” dengan kata “mamam”

maka guru memperbaiki kata yang diucapkan anak tersebut dengan cara

mengulangi pengucapan kata yang benar yaitu “makan” agar anak mengingat

pengucapan kata yang benar. Selain itu, penanganan yang dilakukan oleh guru

untuk mengembangkan kemampuan berbicara kedua subjek yang mengalami

keterlambatan berbicara (speech delay) yaitu berbicara dengan jelas dengan

menunjukkan gerak mulut serta artikulasi yang jelas, memperhatikan tata

bahasa yang diucapkan, serta memperbaiki pengucapan kata anak yang keliru

(Lampiran 5).

Strategi tersebut merupakan salah satu strategi yang tepat untuk

melatih anak mengucapkan kata dengan jelas karena memperbaiki

pengucapan kata anak memiliki peran penting dalam perkembangan bahasa

yaitu membantu anak dalam komunikasi efektif dan pemahaman bahasa.

Komunikasi efektif yang dimaksud yaitu dimana pengucapan kata yang jelas
70

akan membantu anak berkomunikasi dengan lebih efektif, hal ini

memungkinkan anak menyampaikan ide dan perasaan secara lebih tepat.

Sedangkan pemahaman bahasa yaitu kemampuan anak untuk mengucapkan

kata dengan benar akan membantu anak memahami struktur bahasa, hal ini

akan membentuk dasar yang kuat untuk pemahaman bahasa yang lebih tepat

(Sarnoto, 2022).

b. Mengajak Anak Berbicara

Menurut Kurnia (2019) berbicara adalah mengucapkan kata-kata untuk

mengekspresikan pikiran, gagasan dan perasaan secara lisan (Husna & Eliza,

2021). Ketika orang tua mengajak anak berbicara, maka akan timbul proses

merangsang anak untuk menyimak. Berbicara tentang hal-hal yang ada

disekitar anak atau kegiatan menarik yang sudah dilakukan anak, membantu

mengasah kemampuan anak melafalkan suatu kata dengan benar terhadap apa

yang didengarnya (Anggraini, 2020).

Penanganan yang dilakukan oleh guru di RA Gerhana Alauddin untuk

mengembangkan kemampuan berbicara kedua subjek yang mengalami

keterlambatan berbicara (speech delay) yang kedua yaitu dengan cara

mengajak anak berbicara dengan cara bercerita agar mampu merangsang

subjek untuk mengungkapkan pikiran maupun perasaannya, memberikan

kesempatan kepada anak untuk berbicara, dan menggunakan metode tanya

jawab disetiap kesempatan untuk melihat sejauhmana perkembangan bahasa


71

anak (Lampiran 5). Dari teori dan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa

strategi mengajak anak berbicara mampu mengembangkan kemampuan anak

yang mengalami keterlambatan berbicara (speech delay) di RA Gerhana

Alauddin dapat dibuktikan pada kuesioner yang dilakukan oleh guru

(Lampiran 14 dan lampiran 15).

c. Memberikan Media Buku Bergambar

Media buku bergambar dapat digunakan untuk menstimulasi

perkembangan kemampuan bahasa anak usia dini secara efektif dan efisien.

Dengan menggunakan media buku bergambar juga bisa menstimulus

perkembangan bahasa anak dalam mengucapkan kata yang terdapat pada

gambar yang ada didalam buku tersebut (Yulianti, Lubis, Jasmani, & Eliza,

2023).

Dalam penelitian yang dilakukan di RA Gerhana Alauddin

penanganan yang dilakukan oleh guru untuk mengembangkan kemampuan

berbicara kedua subjek yang mengalami keterlambatan berbicara (speech

delay) yang ketiga yaitu memberikan media seperti buku bergambar mewarnai

kepada anak. Pemberian buku bergambar mewarnai kepada anak agar

kreativitas anak terasah karena anak diarahkan untuk mewarnai terlebih

dahulu, setelah mewarnai guru akan melakukan tanya jawab kepada anak

mengenai gambar yang telah diwarnai dan pemberian buku bergambar

mewarnai ini juga dapat memperkuat daya ingat anak (Lampiran 5).
72

Dari teori dan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa strategi

memberikan media buku bergambar kepada anak merupakan strategi yang

tepat karena mampu mengembangkan kemampuan berbicara anak yang

mengalami keterlambatan berbicara (speech delay) dapat dibuktikan pada

kuesioner yang dilakukan oleh guru (Lampiran 14 dan lampiran 15).

d. Membacakan Dogeng

Dogeng adalah media yang cocok dan orang tua serta pendidik dapat

menggunakannya dalam lingkungan pendidikan formal maupun informal

untuk menceritakan kisah yang selaras dengan dunia anak-anak. Membacakan

dogeng kepada anak dapat mengembangkan kemampuan berbicara anak

dengan menggunakan buku yang mengilustrasikan gambar langsung (Yulianti

et al., 2023). Adapun penanganan yang dilakukan oleh guru di RA Gerhana

Alauddin untuk mengembangkan kemampuan berbicara kedua subjek yang

mengalami keterlambatan berbicara (speech delay) yang keempat yaitu

dengan membacakan dogeng kepada anak namun guru tidak hanya fokus

membacakan dogeng tetapi guru juga melakukan tanya jawab kepada anak

agar anak terstimulus untuk mendengarkan dan menyimak dogeng yang

dibacakan (Lampiran 5). Hal ini dilakukan agar anak mampu mengungkapkan

apa yang didengarkan.

Dari teori dan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa strategi

membacakan dogeng kepada anak merupakan strategi yang tepat karena


73

mampu mengembangkan kemampuan berbicara anak yang mengalami

keterlambatan berbicara (speech delay) dapat dibuktikan pada perbandingan

kuesioner yang dilakukan oleh guru (Lampiran 14 dan lampiran 15).

Setelah guru menerapkan strategi untuk menangani kedua subjek yang

mengalami keterlambatan berbicara (speech delay), guru dan kepala sekolah

melakukan evaluasi berupa tindak lanjut (follow up) untuk mengetahui apakah

strategi yang diterapkan sudah mampu mengembangkan kemampuan berbicara

kedua subjek atau belum. Evaluasi pada anak usia dini pada hakikatnya dilakukan

untuk mendapatkan informasi tentang perkembangan dan belajar anak secara

akurat, sehingga dapat diberikan strategi pembelajaran yang tepat. Hasil evaluasi

dapat berbentuk angka atau uraian tentang kenyataan yang terdapat pada materi

yang diukur (Zahro, 2015).

Perkembangan bahasa kedua subjek jika dilihat dari observasi yang

dilakukan peneliti dan hasil Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP) anak

pada awal pembelajaran terdapat hal yang perlu dilatih dalam perkembangan

bahasa yaitu pada subjek pertama, subjek belum mampu mengungkapkan kalimat

dengan baik seperti artikulasi subjek kurang jelas dan intonasi suara subjek pelan

atau kecil sehingga harus dekat dengan subjek ketika berbicara dengannya.

Sedangkan pada subjek kedua, ketika subjek menginginkan sesuatu selalu

menggunakan bahasa non verbal dan ketika keinginannya tidak dituruti subjek

akan menangis. Berdasarkan hasil Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP)


74

kedua subjek belum mengenal nama-nama hewan dan belum mengenal nama-

nama warna (Lampiran 14).

Setelah kedua subjek diberikan strategi oleh guru untuk melatih dan

mengembangkan perkembangan bahasanya, sekarang sudah terlihat perubahan

dalam berbicara pada kedua subjek seperti subjek pertama sudah mulai

mengartikulasikan kata-kata dengan lebih jelas meskipun dia ucapkan secara

perlahan jika dia ucapkan terlalu cepat artikulasinya kurang jelas kembali. Subjek

kedua juga menunjukkan perubahan seperti sudah jarang menggunakan bahasa

non verbal ketika menginginkan sesuatu. Berdasarkan perbandingan Kuesioner

Pra Skrining (KPSP) anak sebelum dan setelah diberikan strategi, kedua subjek

mengalami perubahan pada perkembangan bahasanya, kedua subjek sekarang

sudah mampu mengenali nama-nama hewan tanpa bantuan dan mengetahui nama-

nama warna (Lampiran 15).


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Strategi guru dalam menangani anak yang mengalami keterlambatan

berbicara (speech delay) dapat disimpulkan bahwa strategi yang diterapkan oleh

guru di RA Gerhana Alauddin untuk menangani kedua subjek yang mengalami

keterlambatan berbicara (speech delay) yaitu dengan cara memperbaiki kosa kata

anak jika ada yang keliru, mengajak anak untuk berbicara, menggunakan media

buku bergambar, dan membacakan dogeng. Setelah kedua subjek diberikan

strategi oleh guru untuk mengembangkan kemampuan berbicara, sekarang kedua

subjek sudah mengalami perubahan dalam berbicara seperti subjek pertama

artikulasinya mulai jelas dan subjek kedua sudah mampu mengungkapkan

keinginannya tanpa menggunakan bahasa non verbal, dan berdasarkan

perbandingan Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP) anak yang

dilakukan guru sebelum dan setelah diberikan strategi ternyata terdapat perubahan

yang dialami oleh kedua subjek.

75
76

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti, adapun saran yang

dapat dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi guru, diharapkan guru lebih mengoptimalkan strategi untuk

mengembangkan kemampuan berbicara anak yang mengalami keterlambatan

dalam berbicara (speech delay).

2. Bagi pembaca, diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah wawasan

pembaca dan mengkaji atau menganalisis lebih akurat tentang bagaimana

strategi yang baik digunakan untuk mengembangkan kemampuan berbicara

anak yang mengalami keterlambatan dalam berbicara (speech delay).


77

DAFTAR PUSTAKA

Abubakar, R. (2021). Pengantar Metodologi Penelitian. Yogyakarta: SUKA-Press


UIN Sunan Kalijaga.
Afifah, N., Norhikmah, Latifah, N., Nurlaila, & Randani. (2021). Gangguan
Artikulasi pada Anak Usia 5-6 Tahun. Jurnal Kajian Pendidikan Dan Keguruan,
01(02), 121–140. https://doi.org/doi.org/10.23971/muallimun.v1i2.3970
Alfin, J., & Pangastuti, R. (2020). Perkembangan Bahasa pada Anak Speech Delay.
Journal of Early Childhood Education and Development, 2(1), 76–86.
https://doi.org/10.15642/jeced.v2i1.572
Amal, A., Musi, M. A., & Hajerah. (2019). Pengaruh Reggio Emilia Approach dalam
Bermain Peran dan Bercerita terhadap Kemampuan Bahasa Anak. Jurnal
Pendidikan Anak Usia Dini, 3(1), 48–55. https://doi.org/10.29313/ga.v3i1.4831
Anggraini, N. (2020). Peranan Orang Tua Dalam Perkembangan Bahasa Anak Usia
Dini. Metafora: Jurnal Pembelajaran Bahasa Dan Sastra, 7(1), 43.
https://doi.org/10.30595/mtf.v7i1.9741
Ariska, T. (2017). Pengaruh Metode Bercerita Terhadap Kemampuan Berbahasa
Anak di PAUD Sahabat Desa Padang Pelasan Kecamatan Air Periukan
Kabupaten Seluma. Skripsi. Bengkulu: Jurusan Pendidikan Guru Raudhatul
Athfal (PGRA) Institut Agama Islam Negeri Bengkulu.
Astini, B. N., Nurhasanah, Rachmayani, I., & Suarta, I. N. (2017). Identifikasi
Pemanfaatan Alat Permainan Edukatif (APE) Dalam Mengembangkan Motorik
Halus Anak Usia Dini. Jurnal Pendidikan Anak, 6(1), 31–40.
https://doi.org/10.21831/jpa.v6i1.15678
Bachtiar, M. Y., Ulpi, W., & Hakim, N. (2022). Perkembangan Anak Usia 0-7
Tahun. (I. Vidyafi, Ed.). Depok: PT RajaGrafindo Persada.
Budiarti, E., Kartini, R. D., H, S. P., Indrawati, Y., & Daisiu, K. F. (2023).
Penanganan Anak Keterlambatan Berbicara (Speech Delay) Usia 5-6
Menggunakan Metode Cerita Di Indonesia. Jurnal Pendidikan Indonesia, 4(2),
112–121. https://doi.org/10.59141/japendi.v4i02.1584
Creswell, J. W. (2013). Qualitative Inquiry & Research Design. Amerika Serikat:
SAGE Publications, Inc.
Depdiknas. Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
78

Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2022 Tentang Standar Isi Pada Pendidikan
Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah
(2022). Indonesia.
Fauzia, W., Meiliawati, F., & Ramanda, P. (2020). Mengenali dan Menangani Speech
Delay Pada Anak. Jurnal Al-Shifa, 1(2), 102–110.
https://doi.org/10.32678/alshifa.v1i2
Hanurawan, F. (2016). Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu Psikologi.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Hartati, S., Damayanti, E., T, M. R., & Patiung, D. (2021). Peran Metode Bercerita
Terhadap Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini. Jurnal PG-PAUD Trunojoyo:
Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran Anak Usia Dini, 8(2), 78–86.
https://doi.org/10.21107/pgpaudtrunojoyo.v8i2.10513
Haryanto, I. S. (2019). Pengantar Identifikasi dan Asesmen Suatu Tinjauan Anak
Berkebutuhan Khusus (Revisi). Yogyakarta: UNY Press.
Husna, A., & Eliza, D. (2021). Strategi Perkembangan dan Indikator Pencapaian
Bahasa Reseptif dan Bahasa Ekspresif pada Anak Usia Dini. Jurnal Family
Education, 1(4), 38–46. https://doi.org/10.24036/jfe.vli4.21
Kholilullah, Hamdan, & Heryani. (2020). Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini.
Aktualita: Jurnal Penelitian Sosial Dan Keagamaan, 10(1), 75–94. Retrieved
from https://www.ejournal.an-nadwah.ac.id/index.php/aktualita/article/view/163
Lubis, H. Z. (2018). Metode Pengembangan Bahasa Anak Pra Sekolah. Jurnal
Raudhah, 6(2), 1–21. https://doi.org/10.30829/raudhah.v6i2.277
Madyawati, L. (2016). Strategi Pengembangan Bahasa Pada Anak. Jakarta: Kencana.
Mahmudianati, N., Ariani, M., & Hestiyana, N. (2023). Kecemasan Orang Tua
Berdasarkan Kejadian Speech Delay Pada Balita Di RSUD Ulin Banjarmasin.
Journal of Health (JoH), 10(1), 19–29. https://doi.org/10.30590/joh.v10n1.537
Mardiah, L. Y., & Ismet, S. (2021). Implementasi Metode Bernyanyi dalam
Mengembangkan Kemampuan Berbicara Anak Usia 4-6 tahun. Jurnal
Pendidikan Tambusai, 5(1), 402–408. https://doi.org/10.31004/jptam.v5i1.962
Musi, M. A., & Winata, W. (2017). Efektivitas Bermain Peran Untuk Pengembangan
Bahasa Anak. Jurnal Ilmu Pendidikan, Keguruan, Dan Pembelajaran, 1(2), 93–
104. https://doi.org/10.26858/pembelajar.v1i2.4418
Nahri, V. H. (2019). Keterlambatan Bicara (Speech Delay) Pada Anak Usia Dini.
Skripsi. Surakarta: Jurusan Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
79

Nilawati, E., & Suryana, D. (2017). Gangguan Terlambat Bicara (Speech Delay) dan
Pengaruhnya Terhadap Social Skill Anak Usia Dini. Laporan Penelitian.
Padang: Pascasarjana Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Universitas Negeri
Padang.
Purnama, S., & Hayati, M. (2023). Asesmen Pembelajaran Pada Anak Usia Dini
(Edisi Revi). Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Islam Kementerian Agama
Republik Indonesia.
Rahim, N., Yuhasriati, & Fauzia, S. N. (2021). Strategi Guru dalam Mengembangkan
Kemampuan Berbicara Anak yang Speech Delay di PAUD Kasya Ulee Kareng
Banda Aceh. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Anak Usia Dini, 6(1), 1–10.
Ramli, I. N. (2020). Penanganan Anak Speech Delay Menggunakan Metode
Bercerita di KB Al-Azkia Purwokerto Utara Kabupaten Banyumas. Skripsi.
Purwokerto: Jurusan Pendidikan Islam Anak Usia Dini Institut Agama Islam
Negeri Purwokerto.
Sardi, M., Suryana, D., & Mahyuddin, N. (2023). Studi Kasus Strategi dalam
Menangani Speech Delay Anak di Taman Kanak-kanak Kemala Bhayangkari 07
Aceh Selatan. Jurnal Pendidikan Dan Konseling, 5(1), 2154–2158.
https://doi.org/10.31004/jpdk.v5i1.11280
Sari, R. P., & Nuryani. (2020). Analisis Keterlambatan Berbicara (Speech Delay)
Pada Anak Study Kasus Anak Usia 10 Tahun. Jurnal Konfiks: Jurnal Bahasa,
Sastra Dan Pengajaran, 7(1), 9–15. https://doi.org/10.26618/konfiks.v7i1.2963
Sarnoto, A. Z. (2022). Komunikasi Efektif pada Anak Usia Dini dalam Keluarga
Menurut Al-Qur’an, 6(3), 2359–2369. https://doi.org/10.31004/obsesi.v6i3.1829
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Syamsuardi, Rusmayadi, R, S. R., & Parwoto. (2022). Digital Talking Media:
Conversation Strategy in Improving Children’s Speaking Skills in Early
Childhood Education Services. Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini Undiksha,
10(3), 498–505. https://doi.org/10.23887/paud.v10i3.53353
Taqiyah, D. B., & Mumpuniarti. (2022). Intervensi Dini Bahasa dan Bicara Anak
Speech Delay. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 6(5), 3992–
4002. https://doi.org/10.31004/obsesi.v6i5.2494
Tiara. (2020). Strategi Guru dalam Meningkatkan Kemampuan Bahasa Pada Anak
RA An-Najwan Kecamatan Wampu. Skripsi. Sumatera Utara: Jurusan
Pendidikan Islam Anak Usia Dini Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.
Umah, R. Y. H. (2017). Gadget dan Speech Delay: Kajian Perkembangan
80

Kemampuan Berbicara Anak. Journal of Islamic Early Childhood Education,


2(2), 235–242. https://doi.org/10.51529/ijiece.v2i2.88
Windiani, I. G. A. T. (2018). Using the Milestone of Development: Combining
Development Milestone and Quotient in Development Screening. UKK Tumbuh
Kembang Pediatri Sosial. Retrieved from
https://erepo.unud.ac.id/id/eprint/13899
Yulianti, K. N., Lubis, N. A., Jasmani, & Eliza, D. (2023). Strategi Guru dalam
Meningkatkan Kemampuan Berbahasa Anak Usia Dini di TK IT Insan Robbani
Sibuhan. Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 05(01), 39–44.
https://doi.org/doi.org/10.36456/incrementapedia.vol05.no1.a6632
Zahro, I. F. (2015). Penilaian dalam Pembelajaran Anak Usia Dini. Tunas Siliwangi,
1(1), 92–111. https://doi.org/10.22460/ts.v1i1p92-111.95
L
A
M
P
I
R
A
N

81
82

Lampiran 1. Kisi-kisi Instrumen Penelitian

Fokus Sumber Metode


Kategori Indikator
Penelitian Data W O D

Strategi guru Asesmen anak 1. Mengamati  Kepala


dalam didik oleh guru kemampuan Sekolah   
mengembangkan berbicara anak  Guru
kemampuan didik
berbicara anak Konsultasi hasil 1. Penyampaian  Guru
yang mengalami asesmen dengan hasil asesmen
keterlambatan orang tua anak kepada orang tua
berbicara (speech didik anak yang
 - 
delay) mengalami
keterlambatan
berbicara (speech
delay)
2. Pelibatan orang  Guru
tua anak yang
mengalami
keterlambatan
 - 
berbicara (speech
delay) untuk
menangani anak
tersebut
Penerapan 1. Membimbing  Kepala
strategi guru anak dalam Sekolah   
pengucapan kata  Guru
2. Mengajak anak  Kepala   
83

berbicara Sekolah
 Guru
3. Memberikan  Kepala
media buku Sekolah   
bergambar  Guru
4. Membacakan  Kepala
dogeng Sekolah   

 Guru
Evaluasi dalam 1. Melakukan follow  Kepala
mengembangkan up (tindak lanjut) Sekolah
kemampuan mengenai  Guru
berbicara anak kemampuan
yang mengalami berbicara anak   

keterlambatan yang mengalami


berbicara (speech keterlambatan
delay) berbicara (speech
delay)

Keterangan:

W : Wawancara

O : Observasi

D : Dokumentasi
84

Lampiran 2. Pedoman Observasi

Pedoman Observasi Guru


Identitas:

a. Tanggal Observasi :
b. Sumber Informasi :
c. Observer :
d. Inisial Nama Anak :

1. Identifikasi Strategi Guru dalam Menangani Anak yang Mengalami


Keterlambatan Berbicara (Speech Delay).
a. Memperbaiki pengucapan kata anak

No. Tempat Frekuensi Durasi Peristiwa

1.

b. Mengajak anak berbicara

No. Tempat Frekuensi Durasi Peristiwa

1.

c. Memberikan media buku bergambar

No. Tempat Frekuensi Durasi Peristiwa

1.
85

d. Membacakan dogeng

No. Tempat Frekuensi Durasi Peristiwa

1.
86

Pedoman Observasi Anak

Identitas:

a. Tanggal Observasi :
b. Sumber Informasi :
c. Observer :
d. Inisial Nama Anak :

No. Jawaban
Pertanyaan
Ya Tidak
1. Tanpa bimbingan, petunjuk, atau bantuan Anda, dapatkah anak
menyebut 4 gambar di antara gambar-gambar di bawah ini
dengan benar?
Menyebut dengan suara binatang tidak ikut dinilai.

2. Apakah anak dapat memahami perintah yang terdiri dari 2


langkah, misalnya “Tolong ambil bola dan berikan kepada
Ayah”?
3. Apakah sebagian dari bicara anak dapat dipahami oleh orang
asing (yang tidak bertemu setiap hari)?
4. Dapatkah anak merangkai kalimat sederhana yang terdiri dari
minimal 3 kata, misalnya “Aku makan roti” atau ”Ibu minta
susu”?
87

Pedoman Observasi Anak

Identitas:

a. Tanggal Observasi :
b. Sumber Informasi :
c. Observer :
d. Inisial Nama Anak :

No. Jawaban
Pertanyaan
Ya Tidak
1. Tunjukkan anak gambar di bawah ini dan tanyakan:
“Mana yang dapat terbang?”
“Mana yang dapat mengeong?”
“Mana yang dapat bicara?”
“Mana yang dapat menggonggong?”
“Mana yang dapat meringkik?”
Apakah anak dapat mengenali dan menyebut 2 kegiatan yang
sesuai?

2. Tanyakan kepada anak pertanyaan berikut ini satu persatu:


“Apa yang kamu lakukan bila kedinginan?” Jawaban: pakai
jaket, pakai selimut
“Apa yang kamu lakukan bila kamu kelelahan?” Jawaban: tidur,
berbaring, istirahat
“Apa yang kamu lakukan bila kamu merasa lapar?” Jawaban:
88

makan
“Apa yang kamu lakukan bila kamu merasa haus?” Jawaban:
minum
Apakah anak dapat menjawab 3 pertanyaan dengan benar
tanpa gerakan dan isyarat?
3. Minta anak untuk menyebut 1 warna. Dapatkah anak menyebut
1 warna dengan benar?
89

Lampiran 3. Pedoman Wawancara

Pedoman Wawancara dengan Guru

No. Pertanyaan Jawaban

1. Bagaimana kondisi perkembangan masing-


masing anak di RA Gerhana Alauddin?

2. Bagaimana kemampuan berbicara anak


yang mengalami keterlambatan berbicara
(speech delay) di kelas?

3. Bagaimana asesmen yang dilakukan


sehingga anak tersebut tergolong anak yang
mengalami keterlambatan berbicara
(speech delay)?

4. Menurut ibu, seberapa penting kemampuan


berbicara anak yang mengalami
keterlambatan berbicara (speech delay)
untuk dikembangkan?

5. Strategi apa saja yang diberikan untuk


mengembangkan kemampuan berbicara
anak yang mengalami keterlambatan
berbicara (speech delay) di RA Gerhana
Alauddin?

6. Sudah berapa lama ibu menerapkan strategi


tersebut untuk menangani anak yang
mengalami keterlambatan berbicara
90

(speech delay) di RA Gerhana Alauddin?

7. Frekuensi diterapkannya strategi tersebut


terhadap anak yang mengalami
keterlambatan berbicara (speech delay)
seberapa sering ibu lakukan?

8. Berapa lama durasi yang ibu butuhkan


pada saat menerapkan strategi untuk
menangani anak yang mengalami
keterlambatan berbicara (speech delay)?

9. Apakah terdapat kelas khusus pada saat


guru menerapkan strategi untuk menangani
anak yang mengalami keterlambatan
berbicara (speech delay) ataukah hanya di
kelas saja ibu pada saat ibu menerapkan
strategi untuk menangani anak tersebut?

10. Bagaimana cara ibu menerapkan strategi


untuk menangani anak yang mengalami
keterlambatan berbicara (speech delay) di
kelas? Apakah ibu mengikut sertakan atau
menggabung anak yang tidak mengalami
keterlambatan berbicara (speech delay)
dengan anak yang mengalami
keterlambatan berbicara (speech delay)
pada saat ibu menerapkan strategi tersebut
ataukah tidak?
91

11. Bagaimana respon atau reaksi anak yang


mengalami keterlambatan berbicara
(speech delay) ketika diberikan
penanganan untuk mengembangkan
kemampuan berbicaranya?

12. Pada saat mengembangkan kemampuan


berbicara anak yang mengalami
keterlambatan berbicara (speech delay)
apakah terdapat kendala? Kendala seperti
apa yang ibu hadapi?

13. Bagaimana cara ibu meminimalisir kendala


yang terjadi pada saat mengembangkan
kemampuan berbicara anak yang
mengalami keterlambatan berbicara
(speech delay)?

14. Menurut ibu, apakah faktor pendukung


yang mampu mengembangkan kemampuan
berbicara anak yang mengalami
keterlambatan berbicara (speech delay)?

15. Menurut ibu, setelah diterapkan strategi


untuk mengembangkan kemampuan
berbicara anak yang mengalami
keterlambatan berbicara (speech delay)
apakah anak mengalami perubahan
kemampuan berbicara? Jika ada, bolehkah
ibu menjelaskan seperti perubahan yang
dialami oleh anak?
92

16. Bagaimana cara ibu melakukan follow up


(tindak lanjut) terhadap kemampuan
berbicara anak yang mengalami
keterlambatan berbicara (speech delay)
setelah menerapkan strategi tersebut?

17. Apakah hasil asesmen (pengamatan) anak


yang mengalami keterlambatan berbicara
(speech delay) disampaikan ke orang tua
anak? Bagaimana tanggapan orang tua
anak?

18. Menurut ibu, apakah pelibatan orang tua


anak yang mengalami keterlambatan
berbicara (speech delay) penting untuk
mengembangkan kemampuan berbicara
pada anak tersebut?

19. Apakah upaya yang ibu lakukan dalam


melibatkan orang tua anak yang mengalami
keterlambatan berbicara (speech delay)
untuk mengembangkan kemampuan
berbicara anak?

20. Apakah strategi yang diterapkan oleh guru


di sekolah juga diterapkan orang tua anak
yang mengalami keterlambatan berbicara
(speech delay) di rumah?

21. Apakah kepala sekolah melakukan


pantauan ketika strategi untuk
93

mengembangkan kemampuan berbicara


anak yang mengalami keterlambatan
berbicara (speech delay) diterapkan?

22. Apakah kepala sekolah melakukan


pantauan terhadap keberhasilan
kemampuan berbicara anak yang
mengalami keterlambatan berbicara
(speech delay) setelah diterapkan strategi
tersebut?

23. Apakah pihak lembaga melakukan evaluasi


pada capaian kemampuan berbicara anak
yang mengalami keterlambatan berbicara
(speech delay) seperti apa bentuk evaluasi
yang dilakukan?
94

Pedoman Wawancara dengan Kepala Sekolah

No. Pertanyaan Jawaban

1. Apakah guru melaporkan setiap kondisi


perkembangan anak di RA Gerhana
Alauddin?

2. Apakah ibu mengetahui bahwa terdapat


anak yang mengalami keterlambatan
berbicara (speech delay) di RA Gerhana
Alauddin?

3. Berapa jumlah anak yang mengalami


keterlambatan berbicara (speech delay) di
RA Gerhana Alauddin?

4. Apakah ibu memberikan saran kepada


guru untuk mengikuti webinar atau
membaca literatur-literatur mengenai cara
mengembangkan kemampuan berbicara
anak yang mengalami keterlambatan
berbicara (speech delay) untuk
mengembangkan kemampuan berbicara
anak tersebut di RA Gerhana Alauddin?

5. Apakah guru melakukan diskusi dengan


ibu sebelum menerapkan strategi untuk
mengembangkan kemampuan berbicara
anak yang mengalami keterlambatan
berbicara (speech delay) di RA Gerhana
95

Alauddin?

6. Apakah ibu mengetahui strategi yang


diterapkan oleh guru untuk
mengembangkan kemampuan berbicara
anak yang mengalami keterlambatan
berbicara (speech delay) di RA Gerhana
Alauddin?

7. Bagaimana cara ibu melakukan pantauan


terhadap strategi yang diterapkan oleh
guru untuk mengembangkan kemampuan
berbicara anak yang mengalami
keterlambatan berbicara (speech delay) di
RA Gerhana Alauddin?

8. Menurut ibu, apakah strategi yang


diterapkan oleh guru mampu
mengembangkan kemampuan berbicara
anak yang mengalami keterlambatan
berbicara (speech delay) di RA Gerhana
Alauddin?

9. Apakah ibu melakukan evaluasi terhadap


strategi yang diterapkan oleh guru untuk
mengembangkan kemampuan berbicara
anak yang mengalami keterlambatan
berbicara (speech delay) seperti apa
bentuk evaluasi yang ibu lakukan di RA
Gerhana Alauddin?
96
97

Lampiran 4. Teknik Dokumentasi

Dokumentasi yang Relevan

1. Gambaran umum lokasi RA Gerhana Alauddin.


2. Visi misi RA Gerhana Alauddin.
3. Tujuan RA Gerhana Alauddin.
4. Struktur organisasi RA Gerhana Alauddin.
5. Data hasil skrining perkembangan bahasa anak menggunakan instrumen KPSP di
RA Gerhana Alauddin.
6. Dokumentasi berupa foto data hasil instrumen KPSP oleh guru setelah diberikan
strategi untuk mengembangkan kemampuan berbicara anak yang mengalami
keterlambatan berbicara (speech delay) di RA Gerhana Alauddin.
7. Dokumentasi berupa foto pada saat guru menerapkan strategi untuk
mengembangkan kemampuan berbicara anak yang mengalami keterlambatan
berbicara (speech delay) di RA Gerhana Alauddin.
8. Dokumentasi berupa foto pada saat peneliti melakukan wawancara dengan guru
dan kepala sekolah di RA Gerhana Alauddin.
98

Lampiran 5. Catatan Hasil Observasi Guru

Catatan Hasil Observasi Guru


Identitas:

a. Tanggal Observasi : 11 Oktober – 8 Desember 2023


b. Sumber Informasi : Guru
c. Observer : Nur Raoda Sari
d. Inisial Nama Anak : M.A.F.

1. Identifikasi Strategi Guru dalam Menangani Anak yang Mengalami


Keterlambatan Berbicara (Speech Delay).
a. Memperbaiki pengucapan kata anak

No. Tempat Frekuensi Durasi Peristiwa

1. Kelas Setiap hari 10-15 Ketika anak datang ke sekolah guru


menit menyapa anak lalu bertanya kepada anak
seperti “diantar sama siapa ke sekolah?”,
sudah sarapan atau belum?”, guru
memberikan pertanyaan basa-basi kepada
anak dengan gerak mulut serta artikulasi
yang jelas dan ketika anak menjawab
guru akan memperbaiki pengucapan kata
anak jika ada yang keliru seperti kata
“jangan” anak ucapkan “angan” maka
guru betulkan menjadi kata “jangan”.
99

b. Mengajak anak berbicara

No. Tempat Frekuensi Durasi Peristiwa

1. Kelas Setiap hari 10-15 Pada saat proses belajar mengajar,


menit bermain ataupun makan guru akan
mengajak anak untuk berbicara atau
memberikan pertanyaan-pertanyaan
kepada anak, memberikan kesempatan
kepada anak untuk berbicara untuk
melihat sejauhmana perkembangan
bahasa anak.

c. Memberikan media buku bergambar

No. Tempat Frekuensi Durasi Peristiwa

1. Kelas 1-2 kali 15-20 Guru memberikan media buku


dalam menit bergambar yang bisa diwarnai agar anak
seminggu mewarna terlebih dahulu, setelah
mewarnai guru akan bertanya kepada
anak mengenai gambar yang telah
diwarnai anak, guru juga menanyakan
warna yang ada pada gambar tersebut
dan pemberian buku bergambar
mewarnai ini dapat memperkuat daya
ingat anak karena anak melihat gambar
yang ada pada buku tersebut.
100

d. Membacakan dogeng

No. Tempat Frekuensi Durasi Peristiwa

1. Kelas 1-2 kali 15-20 Sebelum membacakan dogeng guru


dalam menit memberitahu kepada anak bahwa “yang
seminggu bisa menjawab pertanyaan tentang
dogeng yang sudah diceritakan ibu guru
akan diberikan hadiah yaitu bintang”. Hal
ini dilakukan oleh guru agar anak
terstimulus untuk mendengarkan,
menyimak lalu terangsang untuk
mengungkapkan apa yang didengarnya
101

Catatan Hasil Observasi Guru

Identitas:

a. Tanggal Observasi : 11 Oktober – 8 Desember 2023


b. Sumber Informasi : Guru
c. Observer : Nur Raoda Sari
d. Inisial Nama Anak : A.N.I.

1. Identifikasi Strategi Guru dalam Menangani Anak yang Mengalami


Keterlambatan Berbicara (Speech Delay).
a. Memperbaiki pengucapan kata anak

No. Tempat Frekuensi Durasi Peristiwa

1. Kelas Setiap hari 10-15 Ketika anak datang ke sekolah guru


menit menyapa anak lalu bertanya kepada anak
seperti “diantar sama siapa ke sekolah?”,
sudah sarapan atau belum?”, guru
memberikan pertanyaan basa-basi kepada
anak dengan gerak mulut serta artikulasi
yang jelas dan ketika anak menjawab
guru akan memperbaiki pengucapan kata
anak jika ada yang keliru seperti kata
“pukul” anak ucapkan “pupul” maka
guru betulkan menjadi kata “pukul”.
102

b. Mengajak anak berbicara

No. Tempat Frekuensi Durasi Peristiwa

1. Kelas Setiap hari 10-15 Pada saat proses belajar mengajar,


menit bermain ataupun makan guru akan
mengajak anak untuk berbicara atau
memberikan pertanyaan-pertanyaan
kepada anak, memberikan kesempatan
kepada anak untuk berbicara untuk
melihat sejauhmana perkembangan
bahasa anak.

c. Memberikan media buku bergambar

No. Tempat Frekuensi Durasi Peristiwa

1. Kelas 1-2 kali 15-20 Guru memberikan media buku


dalam menit bergambar yang bisa diwarnai agar anak
seminggu mewarna terlebih dahulu, setelah
mewarnai guru akan bertanya kepada
anak mengenai gambar yang telah
diwarnai anak, guru juga menanyakan
warna yang ada pada gambar tersebut
dan pemberian buku bergambar
mewarnai ini dapat memperkuat daya
ingat anak karena anak melihat gambar
yang ada pada buku tersebut.
103

d. Membacakan dogeng

No. Tempat Frekuensi Durasi Peristiwa

1. Kelas 1-2 kali 15-20 Sebelum membacakan dogeng guru


dalam menit memberitahu kepada anak bahwa “yang
seminggu bisa menjawab pertanyaan tentang
dogeng yang sudah diceritakan ibu guru
akan diberikan hadiah yaitu bintang”. Hal
ini dilakukan oleh guru agar anak
terstimulus untuk mendengarkan,
menyimak lalu terangsang untuk
mengungkapkan apa yang didengarnya
104

Lampiran 6. Catatan Hasil Observasi Anak

Catatan Hasil Observasi Anak

Identitas:

a. Tanggal Observasi : 12 Oktober 2023


b. Sumber Informasi : Guru
c. Observer : Nur Raoda Sari
d. Inisial Nama Anak : M.A.F.

No. Jawaban
Pertanyaan
Ya Tidak
1. Tanpa bimbingal, petunjuk, atau bantuan Anda, dapatkah anak
menyebut 4 gambar di antara gambar-gambar di bawah ini
dengan benar?
Menyebut dengan suara binatang tidak ikut dinilai.

2. Apakah anak dapat memahami perintah yang terdiri dari 2


langkah, misalnya “Tolong ambil bola dan berikan kepada √
Ayah”?
3. Apakah sebagian dari bicara anak dapat dipahami oleh orang

asing (yang tidak bertemu setiap hari)?
4. Dapatkah anak merangkai kalimat sederhana yang terdiri dari √
minimal 3 kata, misalnya “Aku makan roti” atau ”Ibu minta
105

susu”?
106

Catatan Hasil Observasi Anak

Identitas:

a. Tanggal Observasi : 12 Oktober 2023


b. Sumber Informasi : Guru
c. Observer : Nur Raoda Sari
d. Inisial Nama Anak : A.N.I.

No. Jawaban
Pertanyaan
Ya Tidak
1. Tunjukkan anak gambar di bawah ini dan tanyakan:
“Mana yang dapat terbang?”
“Mana yang dapat mengeong?”
“Mana yang dapat bicara?”
“Mana yang dapat menggonggong?”
“Mana yang dapat meringkik?” √
Apakah anak dapat mengenali dan menyebut 2 kegiatan yang
sesuai?

2. Tanyakan kepada anak pertanyaan berikut ini satu persatu:


“Apa yang kamu lakukan bila kedinginan?” Jawaban: pakai
jaket, pakai selimut
“Apa yang kamu lakukan bila kamu kelelahan?” Jawaban: tidur, √

berbaring, istirahat
“Apa yang kamu lakukan bila kamu merasa lapar?” Jawaban:
makan
107

“Apa yang kamu lakukan bila kamu merasa haus?” Jawaban:


minum
Apakah anak dapat menjawab 3 pertanyaan dengan benar
tanpa gerakan dan isyarat?
3. Minta anak untuk menyebut 1 warna. Dapatkah anak menyebut

1 warna dengan benar?
108

Lampiran 7. Catatan Hasil Wawancara dengan Guru

Catatan Hasil Wawancara dengan Guru

a. Tanggal Wawancara : 15 November 2023


b. Narasumber : Guru
c. Nama Narasumber : Surya Rahma Arifin, S.Pd
d. Pewawancara/Interviewer : Nur Raoda Sari

No. Pertanyaan Jawaban

1. Assalamualaikum warahmatullahi Waalaikumsalam


wabarakatuh Ibu. warahmatullahi wabarakatuh.

2. Mohon maaf mengganggu waktunya Bu, Iya boleh, Ibu persilahkan.


saya ingin meminta izin ingin
mewawancarai Ibu mengenai strategi yang
Ibu terapkan untuk menangani anak yang
mengalami keterlambatan berbicara
(speech delay) di RA Gerhana Alauddin,
apakah boleh Bu?

3. Baik terima kasih Bu. Kondisi perkembangan anak-


Sebelumnya saya ingin mengetahui, anak disini itu berbeda-beda ada
bagaimana kondisi perkembangan masing- anak yang perkembangannya
masing anak di RA Gerhana Alauddin? berkembang sesuai harapan ada
juga yang belum berkembang
sesuai harapan kayak
perkembangan bahasanya, disini
itu ada dua anak yang
perkembangan bahasanya tidak
109

sesuai dengan teman sebayanya.

4. Bagaimana kemampuan berbicara anak Disini ada dua anak yang


yang mengalami keterlambatan berbicara mengalami keterlambatan
(speech delay) di kelas? berbicara nak Aidil dan nak
Ainun, biasanya kalau nak Aidil
tidak bisa pi na ungkapkan
kalimat dengan baik seperti kata
saya itu aya na bilang, mana na
bilang nana, makan na bilang
mamam, minum na bilang
mimo, kalau bicara juga harus
ku dekati dulu karena kalau
tidak di dekati tidak didengar
apa na bilang itupun biasa tidak
jelas pi apa na bilang. Kalau nak
Ainun kalau mau apa-apa tidak
pernah bicara na tarik-tarik jeki
untuk ambilkan ii atau biasa itu
na tunjuk ji saja, kalau ditanya
na bilang ji tu…tu.. terus kalau
tidak dituruti apa na maui
menangis tidak berhenti
menangis sampainya dituruti
maunya kadang kita ini bingung
juga karena tidak dimengerti apa
yang na maui Ainun karena
tidak bicarai.
110

5. Bagaimana asesmen yang dilakukan Asesmen yang kami lakukan


sehingga anak tersebut tergolong anak yang sehingga kami katakan kedua
mengalami keterlambatan berbicara anak tersebut mengalami
(speech delay)? keterlambatan berbicara yaitu
kami lihat dari perkembangan
bahasa ekspresif dan reseptif
anak secara langsung dan kami
juga menggunakan KPSP anak
untuk melihat perkembangan
anak.

6. Menurut ibu, seberapa penting kemampuan Kemampuan berbicaranya anak


berbicara anak yang mengalami yang lambat berbicara sangat
keterlambatan berbicara (speech delay) penting untuk dikembangkan
untuk dikembangkan? karena akan berpengaruh sama
pertumbuhan emosionalnya
anak, mentalnya juga bahkan
fisiknya anak jadi penting sekali
dikembangkan kemampuan
berbicaranya.

7. Strategi apa saja yang diberikan untuk Strategi yang kami berikan
mengembangkan kemampuan berbicara untuk anak yang mengalami
anak yang mengalami keterlambatan keterlambatan berbicara yaitu
berbicara (speech delay) di RA Gerhana sering mengajak anak berbicara,
Alauddin? memperbaiki pengucapan
katanya anak seperti ketika anak
bilang mau minum tapi yang dia
bilang mau mimo ya kita
111

perbaiki bilang mau minum,


merespon pembicaraan anak
ketika anak berbicara, ketika
anak juga menginginkan sesuatu
seperti pensil tapi dia
menggunakan bahasa non verbal
kita ajar bicara bilang tolong
ambilkan pensil, kami juga
memberikan media buku
bergambar dan membacakan
buku cerita kepada anak atau
mendongeng. Hanya beberapa
yang dapat dilakukan sesuai
pengetahuan saja untuk
mengembangkan kemampuan
berbicara anak karena tidak ada
psikolog atau guru khusus.

8. Sudah berapa lama ibu menerapkan strategi Strategi ini sudah kami terapkan
tersebut untuk menangani anak yang selama satu tahun.
mengalami keterlambatan berbicara
(speech delay) di RA Gerhana Alauddin?

9. Frekuensi diterapkannya strategi tersebut Frekuensi diterapkannya strategi


terhadap anak yang mengalami ini setiap hari, setiap hari kami
keterlambatan berbicara (speech delay) terapkan untuk melatih
seberapa sering ibu lakukan? kemampuan perkembangan
bahasa anak disini.

10. Berapa lama durasi yang ibu butuhkan Lama durasi yang kami
112

pada saat menerapkan strategi untuk butuhkan untuk menerapkan


menangani anak yang mengalami strategi untuk tangani anak yang
keterlambatan berbicara (speech delay)? lambat berbicara itu 10-20
menit.

11. Apakah terdapat kelas khusus pada saat Disini tidak ada kelas khusus
guru menerapkan strategi untuk menangani diterapkan dikelas saja dan
anak yang mengalami keterlambatan seperti yang saya bilang tadi
berbicara (speech delay) ataukah hanya di disini juga tidak ada psikolog
kelas saja ibu pada saat ibu menerapkan atau guru khusus untuk tangani
strategi untuk menangani anak tersebut? anak yang lambat bicara hanya
guru kelas yang tangani anak
tersebut, kami melakukan
penanganan sesuai dengan
pengetahuan dan pengalaman
mengajar saja.

12. Bagaimana cara ibu menerapkan strategi Strategi yang pertama yaitu
untuk menangani anak yang mengalami memperbaiki pengucapan kata
keterlambatan berbicara (speech delay) di anak saya terapkan setiap saat
kelas? Apakah ibu mengikut sertakan atau ketika anak menggunakan
menggabung anak yang tidak mengalami bahasa bayi seperti dia
keterlambatan berbicara (speech delay) mengucapkan kata minum
dengan anak yang mengalami dengan mimo maka saya
keterlambatan berbicara (speech delay) mengulangi kata itu dengan kata
pada saat ibu menerapkan strategi tersebut minum supaya na ingat anak
ataukah tidak? pengucapan kata yang benarnya,
kemudian strategi yang kedua
yaitu mengajak anak berbicara
113

saya terapkan juga setiap saat


baik itu sebelum belajar, pada
saat belajar, maupun istirahat
saya terapkan seperti bertanya
kepada anak bawa bekal apa
hari ini kemudian menunggu
anak menjawab pertanyaan
tersebut, strategi yang ketiga
yaitu memberikan media buku
bergambar saya terapkan pada
saat belajar ketika teman-
temannya mengerjakan tugas
yang saya berikan, kedua anak
yang mengalami speech delay
saya berikan media buku
bergambar agar melatih dan
menambah kosa kata anak
strategi ini saya terapkan 1-2
kali saja agar kedua anak tidak
terlalu tertinggal pelajaran
dengan teman-temannya,
strategi yang keempat yaitu
membacakan dogeng strategi ini
saya terapkan pada saat belajar
tapi kadang juga saya terapkan
pada saat anak-anak selesai
senam strategi ini saya gabung
anak-anak speech delay
114

kemudian ketika saya bertanya


kepada anak-anak tentang
dogeng yang saya bacakan saya
menunggu semua anak-anak
merespon kemudian saya
mengkhususkan pertanyaan
kepada anak yang mengalami
speech delay untuk menjawab
ketika artikulasinya kurang jelas
maka saya mulai membimbing
anak untuk mengucapkan kata
dengan artikulasi yang lebih
jelas.

13. Bagaimana respon atau reaksi anak yang Respon nak Aidil dan Ainun
mengalami keterlambatan berbicara saat diberikan penanganan
(speech delay) ketika diberikan sangat baik karena mereka
penanganan untuk mengembangkan merasa lebih diperhatikan jadi
kemampuan berbicaranya? lebih nyaman untuk na utarakan
keinginannya.

14. Pada saat mengembangkan kemampuan Kendala yang saya hadapi itu
berbicara anak yang mengalami terletak pada proses belajar anak
keterlambatan berbicara (speech delay) yang mengalami keterlambatan
apakah terdapat kendala? Kendala seperti berbicara karena tertinggal
apa yang ibu hadapi? pembelajarannya dengan teman
kelasnya.

15. Bagaimana cara ibu meminimalisir kendala Cara saya untuk meminimalisir
yang terjadi pada saat mengembangkan kendala yang terjadi yaitu saya
115

kemampuan berbicara anak yang tetap berikan stimulus kepada


mengalami keterlambatan berbicara anak yang lambat berbicara
(speech delay)? supaya bisa berkembang
kemampun berbicaranya.

16. Menurut ibu, apakah faktor pendukung Faktor pendukung untuk


yang mampu mengembangkan kemampuan mengembangkan kemampuan
berbicara anak yang mengalami berbicara anak menurut saya
keterlambatan berbicara (speech delay)? adalah lingkungan karena
lingkungan merupakan salah
satu faktor pendukung dimana
saat anak ingin berbicara
lingkungannya harus merespon
anak agar kemampuan berbicara
anak dapat berkembang sesuai
dengan teman sebayanya.

17. Menurut ibu, setelah diterapkan strategi Alhamdulillah sekarang itu ada
untuk mengembangkan kemampuan mi perubahan perkembangan
berbicara anak yang mengalami bicaranya kayak nak Aidil mulai
keterlambatan berbicara (speech delay) jelas kata yang na ucapkan tapi
apakah anak mengalami perubahan harus na ucapkan perlahan kalau
kemampuan berbicara? Jika ada, bolehkah terlalu cepat terkadang masih
ibu menjelaskan seperti perubahan yang terulang kayak kata jangan kalau
dialami oleh anak? cepat-cepat ii mau bilang kata
itu pasti na bilang angan bukan
jangan, terus kalau nak Ainun
bisa mi na bilang apa maunya
jarang mi na tunjuk-tunjuk, dan
116

berdasarkan KPSP yang kami


lakukan ada perubahan yang na
alami anak khususnya dalam
perkembangan bahasanya yang
tadinya masih dibantu dalam
mengenali nama-nama hewan
sekarang na tau sendiri mi
nama-nama hewan yang dikasih
lihat gambarnya dan nama-nama
warna juga na tau mi.

18. Bagaimana cara ibu melakukan follow up Tindak lanjut yang saya lakukan
(tindak lanjut) terhadap kemampuan yaitu dengan melakukan
berbicara anak yang mengalami komunikasi dengan anak seperti
keterlambatan berbicara (speech delay) bertanya kemudian saya melihat
setelah menerapkan strategi tersebut? respon anak tersebut, saya juga
mengecek kembali KPSP anak
untuk melihat apakah terdapat
perubahan atau belum.

19. Apakah hasil asesmen (pengamatan) anak Hasil asesmen yang kami
yang mengalami keterlambatan berbicara lakukan, kami sampaikan juga
(speech delay) disampaikan ke orang tua ke orang tua anak mengenai
anak? Bagaimana tanggapan orang tua perkembangan bahasa anak
anak? tersebut, orang tuanya juga na
sadari ji kalau lambat
perkembangan bahasanya
anaknya, dan faktor yang
menyebabkan anak lambat
117

berbicara karena kurang


komunikasinya dengan orang
tuanya serta pengaruh pola asuh
orang tua mereka, seperti nak
Aidil itu kebiasaan orang tuanya
di rumah selalu na kasih HP
karena Ayahnya sibuk kerja dan
Ibunya sendirian kerja pekerjaan
rumah jadi kalau rewel Aidil
langsung ji dikasih HP supaya
diam, kalau nak Ainun,
Ayahnya kerja diluar kota dan
Ibunya memang tidak banyak
bicara jadi dari kecil ibunya
bilang kalau selalu dikasih
tontonan di TV ataupun HP
kalau rewel ataupun makan dan
tontonannya itu bukan bahasa
Indonesia tapi bahasa Inggris
dan Ainun memiliki adik jadi
Ibunya sibuk juga urus adiknya.

20. Menurut ibu, apakah pelibatan orang tua Pelibatan orang tua dalam
anak yang mengalami keterlambatan mengembangkan kemampuan
berbicara (speech delay) penting untuk berbicara anak yang mengalami
mengembangkan kemampuan berbicara keterlambatan berbicara sangat
pada anak tersebut? penting karna seperti yang saya
katakan sebelumnya agar
terjalin kerja sama antar guru
118

dan orang tua serta untuk


mengetahui penyebab anak
kesulitan berbicara kayak nak
Aidil itu kurang komunikasinya
di rumah dengan orang tuanya
karena sibuk orang tuanya kerja
dan pengaruh pola asuh orang
tuanya yang sudah saya jelaskan
sebelumnya, kalau nak Ainun
orang tuanya sibuk ayahnya
kerja jadi jarang di rumah
karena kerja di luar kota dan
ibunya sibuk urus adiknya jadi
kurang komunikasinya di rumah
dan faktor pola asuhnya juga.

21. Apakah upaya yang ibu lakukan dalam Upaya yang saya lakukan dalam
melibatkan orang tua anak yang mengalami melibatkan orang tua anak yang
keterlambatan berbicara (speech delay) lambat berbicara itu seperti saya
untuk mengembangkan kemampuan beritahu strategi yang saya
berbicara anak? terapkan di sekolah seperti
sering mengajak anak berbicara,
memperbaiki pengucapan anak,
sering merespon anak ketika
anak berbicara agar orang
tuanya juga terapkan dirumah.

22. Apakah strategi yang diterapkan oleh guru Iya seperti yang saya katakan
di sekolah juga diterapkan orang tua anak sebelumnya saya beritahu
119

yang mengalami keterlambatan berbicara strategi yang saya terapkan di


(speech delay) di rumah? sekolah agar orang tuanya juga
terapkan dirumah.

23. Apakah kepala sekolah mengetahui strategi Iya kepala sekolah mengetahui
yang diberikan kepada anak untuk strategi yang saya berikan
mengembangkan kemampuan berbicara kepada anak yang lambat
anak yang mengalami keterlambatan berbicara karena kami
berbicara (speech delay)? melakukan diskusi terlebih
dahulu sebelum saya terapkan
strategi tersebut.

24. Apakah kepala sekolah melakukan Iya kepala sekolah melakukan


pantauan ketika strategi untuk pantauan ketika saya
mengembangkan kemampuan berbicara menerapkan strategi untuk
anak yang mengalami keterlambatan mengembangkan kemampuan
berbicara (speech delay) diterapkan? berbicara anak yang lambat
bicara.

25. Apakah pihak lembaga melakukan evaluasi Bentuk evaluasi yang dilakukan
pada capaian kemampuan berbicara anak seperti melihat perkembangan
yang mengalami keterlambatan berbicara bahasa anak di kelas dan
(speech delay) seperti apa bentuk evaluasi membandingkan kembali KPSP
yang dilakukan? yang telah dilakukan kepada
anak sebelum dan setelah
diberikan strategi untuk
mengetahui apakah
perkembangan bahasa anak
mulai berkembang atau belum.

26. Baiklah Ibu, terima kasih atas waktunya Iya sama-sama,


120

dan terima kasih telah membantu waalaikumsalam


menjawab pertanyaan penelitian saya. warahmatullahi wabarakatuh.
Mohon maaf jika terdapat kesalahan kata
yang tidak saya sengaja pada saat proses
wawancara Bu, wassalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh Ibu.
121

Lampiran 8. Catatan Hasil Wawancara dengan Kepala Sekolah

Catatan Hasil Wawancara dengan Kepala Sekolah

a. Tanggal Wawancara : 21 November 2023


b. Narasumber : Kepala Sekolah
c. Nama Narasumber : Erniwati, S.Pd.I
d. Pewawancara/Interviewer : Nur Raoda Sari

No. Pertanyaan Jawaban

1. Assalamualaikum warahmatullahi Waalaikumsalam warahmatullahi


wabarakatuh Ibu. wabarakatuh nak.

2. Mohon maaf mengganggu waktunya Bu, Iya boleh nak, silahkan.


saya ingin meminta izin ingin
mewawancarai Ibu mengenai strategi
yang terapkan oleh guru kelas untuk
menangani anak yang mengalami
keterlambatan berbicara (speech delay) di
RA Gerhana Alauddin, apakah boleh Bu?

3. Baik, terimak kasih Bu. Iya guru melaporkan setiap


Pertanyaan yang pertama bu, apakah guru kondisi perkembangan anak
melaporkan setiap kondisi perkembangan disini.
anak di RA Gerhana Alauddin?

4. Apakah ibu mengetahui bahwa terdapat Iya saya mengetahui bahwa


anak yang mengalami keterlambatan terdapat anak yang mengalami
berbicara (speech delay) di RA Gerhana keterlambatan berbicara disini.
Alauddin?
122

5. Berapa jumlah anak yang mengalami Anak yang mengalami


keterlambatan berbicara (speech delay) di keterlambatan berbicara disini ada
RA Gerhana Alauddin? dua orang di kelompok A.

6. Apakah ibu memberikan saran kepada Iya saya memberikan saran


guru untuk mengikuti webinar atau kepada guru untuk mengikuti
membaca literatur-literatur mengenai cara webinar dan menyarankan untuk
mengembangkan kemampuan berbicara membaca literatur-literatur untuk
anak yang mengalami keterlambatan mengetahui strategi yang dapat
berbicara (speech delay) untuk mengembangkan kemampuan
mengembangkan kemampuan berbicara berbicara anak yang mengalami
anak tersebut di RA Gerhana Alauddin? keterlambatan berbicara.

7. Apakah guru melakukan diskusi dengan Iya saya dan guru kelas
ibu sebelum menerapkan strategi untuk melakukan diskusi terlebih dahulu
mengembangkan kemampuan berbicara sebelum diterapkan strategi untuk
anak yang mengalami keterlambatan mengembangkan kemampuan
berbicara (speech delay) di RA Gerhana berbicara anak yang mengalami
Alauddin? keterlambatan berbicara.

8. Apakah ibu mengetahui strategi yang Iya saya mengetahui strategi yang
diterapkan oleh guru untuk diterapkan oleh guru karena saya
mengembangkan kemampuan berbicara melakukan diskusi terlebih dahulu
anak yang mengalami keterlambatan bersama guru sebelum guru
berbicara (speech delay) di RA Gerhana menerapkan strategi tersebut.
Alauddin?

9. Bagaimana cara ibu melakukan pantauan Saya melakukan pantauan dengan


terhadap strategi yang diterapkan oleh cara melihat langsung pada saat
123

guru untuk mengembangkan kemampuan guru menerapkan strategi untuk


berbicara anak yang mengalami mengembangkan kemampuan
keterlambatan berbicara (speech delay) di berbicara anak yang mengalami
RA Gerhana Alauddin? keterlambatan berbicara dan
memantau perkembangan
berbicara anak tersebut.

10. Menurut ibu, apakah strategi yang Strategi yang diterapkan oleh guru
diterapkan oleh guru mampu kelas mampu mengembangkan
mengembangkan kemampuan berbicara kemampuan berbicara anak dan
anak yang mengalami keterlambatan hal ini dapat dilihat dari hasil
berbicara (speech delay) di RA Gerhana kuesioner yang dilakukan guru
Alauddin? sebelum dan setelah anak
diberikan strategi.

11. Apakah ibu melakukan evaluasi terhadap Bentuk evaluasi yang saya
strategi yang diterapkan oleh guru untuk lakukan dengan mengecek serta
mengembangkan kemampuan berbicara melakukan perbandingan
anak yang mengalami keterlambatan kuesioner yang dilakukan guru
berbicara (speech delay) seperti apa sebelum dan setelah diberikan
bentuk evaluasi yang ibu lakukan di RA strategi kepada anak yang
Gerhana Alauddin? mengalami keterlambatan
berbicara dan memantau
perkembangan kemampuan
berbicara anak secara langsung.
124

12. Baiklah Ibu, terima kasih atas waktunya Iya sama-sama nak,
dan terima kasih telah membantu waalaikumsalam warahmatullahi
menjawab pertanyaan penelitian saya. wabarakatuh nak.
Mohon maaf jika terdapat kesalahan kata
yang tidak saya sengaja pada saat proses
wawancara Bu, wassalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh Ibu.
125

Lampiran 9. Surat Validasi Instrumen


126

Lampiran 10. Surat Pengesahan Usulan Penelitian


127

Lampiran 11. Surat Permohonan Izin Melakukan Penelitian


128

Lampiran 12. Surat Izin Penelitian


129

Lampiran 13. Surat Keterangan Selesai Meneliti


130

Lampiran 14. Data Hasil Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP) Anak
Sebelum diberikan Strategi

Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP) Anak Umur 36 Bulan


131
132

Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP) Anak Umur 42 Bulan


133
134
135

Lampiran 15. Data Hasil Kuesioner Perkembangan Anak Setelah diberikan Strategi

Kuesioner Perkembangan Anak Umur 36 Bulan


136

Ku
esioner Perkembangan Anak Umur 42 Bulan
137
138
139
140

Lampiran 16. Dokumentasi Penerapan Strategi Kepada Anak Speech Delay

Penerapan Strategi Memperbaiki Pengucapan Kata Anak


141

Penerapan Strategi Mengajak Anak Berbicara


142

Penerapan Strategi Memberikan Media Buku Bergambar


143

Penerapan Strategi Membacakan Dogeng


144

Lampiran 17. Dokumentasi Pada Saat Wawancara

Kegiatan Wawancara dengan Guru

Kegiatan Wawancara dengan Kepala Sekolah

Anda mungkin juga menyukai