Anda di halaman 1dari 8

KEMAMPUAN PELAFALAN KOSA KATA BAHASA INDONESIA PADA

ANAK PENYANDANG AUTISME DI SMP LB DORKAS LASEM


(ATUL, 15 TAHUN)

Andif Yusliyanto
16020074058/ PA 2016
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Universitas Negeri Surabaya
Andifyusliyanto16020074058@mhs.unesa.ac.id

ABSTRAK
Autisme merupakan salah satu bentuk gangguan tumbuh
kembang, berupa sekumpulan gejala akibat adanya kelainan
syaraf-syaraf tertentu yang menyebabkan fungsi otak tidak
bekerja secara normal sehingga mempengaruhi tumbuh
kembang, kemampuan komunikasi, dan kemampuan interaksi
sosial. Penelitian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan kemampuan
pelafalan bunyi pada kosa kata bahasa indonesia pada anak
penyandang Autisme dan bagaimana penyimpangan yang terjadi
dalam pengujaran anak Autisme. Hasil analisis menunjukkan bahwa
(1) kemampuan pengujaran kosa kata pada anak autisme terjadi secara
teratur pada setiap anak, misalnya perubahan pada satu kata terjadi
pada kosa kata yang lain dan terjadi secara berulang, (2)
penyimpangan bunyi pada kosa kata tiap anak tidak sama dan
penyimpangan ini bergantung pada tingkat intelegensi, kemampuan
motorik serta lingkungan tempat tinggal.

Kata Kunci: Autisme, Kelainan berbahasa, fonologis.

PENDAHULUAN
Bahasa merupakan alat komunikasi yang dilakukan oleh manusia dalam
memperoleh informasi dan mempunyai kedudukan untuk menyampaikan pikiran
atau gagasan dengan mudah dan efektif. Menurut Tarigan, (2011: 2) pada prinsip
bahasa adalah alat yang digunakan dalam mempermudah komunikasi agar manusia
dapat terampil berbahasa, terampil menyimak, membaca, berbicara, dan menulis
Salah satu indikator yang penting dalam tumbuh kembang anak adalah
perkembangan bahasa. Jika seorang anak mengalami perkembangan bahasa yang
lambat atau gangguan berbahasa maka akan berdampak pada perkembngan
pendidikannya. Perkembangan bahasa anak bergantung pada pengalaman yang
diperoleh anak selama masa perkembangan. Lingkungan anak juga sangat
memengaruhi perkembangan bahasanya.
Autisme merupakan salah satu bentuk gangguan tumbuh kembang, berupa
sekumpulan gejala akibat adanya kelainan syaraf-syaraf tertentu yang
menyebabkan fungsi otak tidak bekerja secara normal sehingga mempengaruhi
tumbuh kembang, kemampuan komunikasi, dan kemampuan interaksi sosial (Sunu,
2012: 7). Menurut Achmad (2012: 5) autisme adalah suatu kondisi mengenai
seseorang sejak lahir ataupun saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat
membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang normal. Autis adalah kelainan
yang mengakibatkan gangguan pada kemampuan sensorik maupun motorik pada
tubuh. Biasanya anak autis punya masalah pada perkembangan syaraf dan psikis.
Anak autis berbeda dalam berkomunikasi, minat, dan tingkah laku. Maka biasanya
memiliki bakat dan potensi yang tidak dimiliki anak normal lainnya. Dengan kata
lain, anak autis bisa disebut anak istimewa (Susanti, 2012: 11)
Menurut Garnida (2015: 28) autis adalah sindrom yang sering
disalahpahami oleh banyak orang. Anak-anak penyandang autis sering dianggap
tidak waras, gila, dan berbahaya. Dengan persepsi masyarakat yang sedemikian
rupa, perkembangan dan keberadaan anak autis menjadi tidak diperhatikan.
Jangankan untuk sekolah, untuk berinteraksi saja anak autis sering tidak
mendapatkan tempat.
Autis menurut Lakshita (2012: 14) adalah gangguan perkembangan yang
sangat kompleks pada anak yang gejalanya telah timbul sebelum anak itu mencapai
usia 3 tahun.
Anak berkebutuhan khusus terutama autis memiliki karakteristik yang
menonjol yakni kurangnya motivasi, anak autis juga seringkali terlihat witdraw
(menarik diri) dari lingkungan sosial dan sibuk dengan dunianya sendiri, beberapa
anak autis bahkan tidak memiliki keinginan untuk mengeksplore lingkungan dan
memperluas ruang lingkup mereka. Sikap anak cenderung tidak mempedulikan
lingkungan dan orang-orang di sekitarnya, seolah menolak berkomunikasi dan
berinteraksi, serta seakan hidup dalam dunianya sendiri. Adapun juga karateristik
anak pengidap autisme yakni sebagai berikut:

1. Menurut power (1989) karakteristik anak dengan autios adalah adanya enam
gangguan dalam bidang, yaitu sebagai berikut:
a. Interaksi sosial
b. Komunikasi (bahasa dan bicara)
c. Perilaku-emosi
d. Pola bermain
e. Gangguan sensorik dan motorik
f. Perkembangan terlambat atau tidak normal.
2. Menurut lakshita (2012:25) yang menyatakan bahwa:
a. Sulit bersosialisai dengan anak-anak lainnya
b. Tertawa atau tergelak tidak pada tempatnya
c. Tidak pernah atau jarang sekali kontak mata
d. Tidak peka terhadap rasa sakit
e. Lebih suka menyendiri, sifatnya agak menjauhkan diri
f. Suka benda-benda yang berputar/ memutarkan benda
g. Ketertarikan pada satu benda secara berlebihan
h. Hiperaktif/ melakukan kegiatan fisik secara berlebihan atau malah tidak
melakukan apapun (terlalu diam)
i. Kesulitan dalam mengutarakan kebutuhannya, suka menggunakan isyarat
atau menunjuk dengan tangan daripada kata-kata.
j. Menuntut hal yang sama, menentang perubahan atas hal yang bersifat rutin
k. Tidak peduli bahaya
l. Menekuni permainan dengan cara aneh dalam waktu lama
m. Echolalia (mengulangi kata atau kalimat, tidak berbahasa biasa)
n. Tidak suka di peluk (disayang) atau menyayangi
o. Tidak tanggap terhadap metode pengajaran yang biasa
p. Suka mengamuk/ memkperlihatkan kesedihan tanpa alasan yang jelas
q. Kecakapan motorik kasar/motorik halus yang seimbang (seperti tidak mau
menendang bola namun dapat menumpuk balok-balok)

Melihat dari pemikiran diatas, peneliti ingin mengkaji pola-pola pada


pengujaran kosa kata bahasa indonesia serta penyimpangan yang dihasilkan pada
anak autisme. Masalah dalam penelitian ini yaitu: (1) Bagaimana pola-pola bunyi
kosa kata yang muncul dalam pengujara anak autisme?, (2) Bagaimana
penyimpangan pada pelafalan kosa kata bahasa indonesia yang dihasilkan anak
autisme?
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pola-pola bunyi kosa kata yang
muncul dalam pengujaran anak autisme, serta bagaimana penyimpangan bunyi kosa
kata yang dihasilkan anak autisme. Hasil analisis yang berupa pola-pola bunyi
dalam pelafalan kosa kata bahasa indonesia anak autisme ini secara teoritis
diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran ilmiah bagi perkembangan
linguistik, khususnya pada bidang fonologi anak-anak yang mengalami kendala
berbahasa. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan landasan untuk
memperbaiki dan mempermudah pengujaran atau proses pelatihan ujaran bagi anak
autisme. Selain itu, penelitian ini diharapkan bisa memberikan masukan bagi guru
terapi ujaran dalam menangani kasus anak autisme sehingga anak-anak tersebut
dapat meningkatkan komunikasi verbalnya, yang tentu saja akan menentukan
kemampuan anak-anak tersebut untuk belajar dan berinteraksi sosial.
Penelitian ini menggunakan teori fonologi sebagai konsep dasar. Fonologi
adalah ilmu yang mempelajari dan mendeskripsikan sistem dan pola-pola bunyi.
Pada kasus pengucapan anak autisme, fonologi yang digunakan adalah fonologi
bahasa anak yang menyimpang.
Penelitian ini dipengaruhi oleh pandangan perkembangan bahasa, yaitu
bagaimana manusia memperoleh bahasa. Selain itu, perkembangan bahasa yang
dihasilkan anak autisme berhubungan dengan hambatan lainnya, seperti
perkembangan kognisi. Perkembangan kognisi anak reterdasi mental mengalami
hambatan akibatnya perkembangan bahasanya juga terhambat.
Dalam kaitan perkembangan kognitif pada anak reterdasi mental, teori
piaget dapat dijadikan kerangka konsep. Piaget telah menetapkan kerangka kerja
fungsional untuk melakukan tinjauan terhadap perkembangan kognitif seseorang
yang mempunyai hambatan dalam perkembangan mental. Anak reterdasi mental
ringan pada kelas-kelas awal di tingkat dasar dapat digolongkan dalam tahapan
perkembangan pra-operasional, walaupun umurnya telah mencapai 8 atau 9 tahun
usia kronologis namun secara mental, perkembangan mentalnya hanya 6 atau 7
tahun. Pada kelas-kelas akhir di tingkat dasar anak telah mampu mencapai tahap
perkembangan selanjutnya, yaitu tahap operasional kongkret.

PEMBAHASAN
Sesuai dengan tujuan yang diharapkan, penelitaian ini menggunakan
metode deskriptif kualitatif, yaitu menggambarkan tentang pola-pola bunyi kosa
kata dan penyimpangan yang dihasilakan dalam pengujaran anak autisme.
Kekualitatifan penelitian ini berkaitan dengan data penelitian yang berupa bentuk-
bentuk verbal yang berwujud tuturan.
Responden penelitian ini adalah anak autisme bernama Atul, usia 15 tahun.
Responden merupakan siswa SMP LB Dorkas Lasem, Rembang, Jawa Tengah
Pengambilan data dilakukan dalam waktu satu hari pada hari Selasa, 22 Mei 2018
pukul 10.00 WIB.
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode perkakapan.
Percakapan dilakukan dengan bertatap muka secara langsung dengan responden.
Metode percakapan ini menggunakan teknik menirukan. Peneliti mengucapkan satu
kata yang selanjutnya akan ditirukan oleh responden agar mereka menirukan dan
menghasilkan ujaran-ujaran.
Teknik dalam pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah teknik pencatatan langsung, yaitu peneliti mencatat hasil ujaran-ujaran yang
dihasilkan oleh responden dengan menggunakan lembaran kertas yang sudah berisi
kumpulan kata-kata yang akan diujikan kepada responden. Pengumpulan data
dilaksanakan di depan rumah responden langsung. Responden diminta duduk
berhadapan dengan peneliti dan diminta untuk menirukan apa yang diucapkan oleh
peneliti. Proses pengumpulan data ini berlangsung selama ± 30 menit. Data yang
terkumpul berupa catatan-catatan kemudian ditranskripsi dalam bentuk fonetis.
Transkripsi itulah yang kemudian diolah secara kualitatif. Analisis data secara
kualitatif ini bertujuan untuk mendeskripsikan pola-pola bunyi dalam pengujaran
kosa kata serta menjelaskan penyimpangan yang dihasilkan.
Berdasarkan hasil temuan data yang diperoleh dari penelitian ini dapat
dijelaskan bahwa kemampuan pengujaran anak autisme adalah rendah karena
mereka hanya mampu mengujarkan pada tingkat kata atau suku kata, belum sampai
pada taraf morfologi, sintaksis atau wacana. Kemampuan pengujaran pada tingkat
kata atau suku kata tersebut ternyata mempunyai banyak sekali penyimpangan
fonologi sehingga bunyi-bunyi yang keluar dari mulut si anak menjadi tidak jelas
dan tidak dimengerti bagi yang mendengarkannya. Tabel-tabel berikut ini
menggambarkan pola-pola bunyi dan penyimpangan yang dihasilkan pada
responden.
Tabel 1. Penghilangan fonem
No. Fonem Kata Ujaran
1. /s/ Tas /ta/
2. /r/ Telur /telU/
Kursi /kucI/
Gitar /hita/
Motor /mOtO/
3. /G/ Cangkul /caku/
4. /g/, /G/, /r/ Anggur /adu/

Tabel 2. Penghilangan fonem tiga/empat suku kata dan kata


No. Kata Ujaran
1. Sepatu /patu/
2. Jendela /dela/
3. Pesawat /sawat/
4. Belajar /b\b\b\beja/
5. Matahari /ta i ha i/
6. Harmonica /ni ca/
7. Penghapus /a pus/
8. Kupu-kupu /pu pu/

Tabel 3. Penggantian Fonem


No. Fonem yang diganti Kata Fonem Pengganti Ujaran
1. /s/ Kursi /kuci/
/c/
Rusa /uca/
Pensil /pencil/
2. /k/ Buku /butu/
/t/
Ikan /itan/
3. /g/ Gigi /hihi/
/h/
Gajah /hajah/
4. /G/ Singa /n/ /sina/
5. /n/ Onta /b/ /Obta/
6. /r/ Lemari /l/ /lemali/

Tabel 4. Penambahan Fonem


Fonem yang
No. Kata Fonem tambahan Ujaran
ditambah
1. Pot /p\p\p\Po/
/p/ /p\p\p\p/
Dompet /p\p\p\pet/
2. /b/ Badak /b\b\b\b/ /b\b\b\bada/
3. /b/ Domba /mb\mb\mb/ /mba\mba\mba/

Tabel 5. Kata-kata yang sukar diucapkan


No. Kata
1. Pot
2. Dompet
3. Badak
4. Onta
5. Piano
6. Trator
7. Sekop
8. Jangka
9. Pigura
10. Biola
11. Sofa
12. Tamborin
13. Saksofon
14. Hamonica
15. Kandang Sapi

Bentuk penyimpangan di atas meliputi penghilangan fonem, pengubahan


fonem, penambahan fonem, penghilangan suku kata, pengubahan suku kata serta
penambahan suku kata.
Dari kasus kemampuan pengujaran kosa kata anak autisme memperlihatkan
pola-pola penyimpangan fonologi, yang disebabkan pada tingkat intelegensi yang
rendah sehingga membawa pengaruh pada pemahaman dan mekanisme kerja otak
yang mengolah deretan bunyi yang didengarnya ke dalam bunyi yang dikuasainya.
Kemampuan tersebut akhirnya membawa mereka mengalami kesulitan dalam
menghasilkan fonem-fonem yang wajar pada anak normal. Bila anak tersebut
mengalami kegagalan atau tidak dapat mengucapkan fonem-fonem yang mendekati
sasaran maka mereka menggantinya dengan bunyi lain sehingga bagi yang
mendengarnya, kata-kata yang muncul adalah kata baru dan tidak dimengerti.
Kemampuan motorik yang lemah dan kaku juga membawa pengaruh bagi
gerak alat-alat bicara atau gerak artikulatornya. Kaku atau sulitnya menggerakkan
alat-alat bicara. Lingkungan yang menyertainya juga mempunyai pengaruh dalam
proses pemerolehan bunyi-bunyi bahasa tersebut. faktor lingkungan yang lain
adalah seringnya anak mengujarkan sebuah kata yang akan berpengaruh pada
kelancaran dan kesempurnaan kata-kata itu.

SIMPULAN
Kemampuan pengujaran anak autisme mengalami penyimpangan bunyi.
Mereka mengalami kesulitan dalam mengujarkan lebih dari dua kata dengan bahasa
yang tidak jelas. Bentuk penyimpangan fonologis mereka adalah penghilangan
fonem, pengubahan fonem, penambahan fonem, penghilangan dan penambahan
suku kata. Penyimpangan fonologis tersebut akhirnya membuat mereka kesulitan
menghasilkan fonem-fonem yang wajar dalam pengucapan orang normal. Bila anak
tersebut mengalami kegagalan atau tidak mendapat fonem-fonem yang mendekati
sasaran maka mereka menggantinya dengan bunyi-bunyi yang lain sehingga bagi
mereka yang mendengarnya, kata-kata yang muncul adalah kata-kata baru dan tidak
dimengerti.
Penyimpangan dalam pengujaran terjadi secara teratur, misalnya perubahan
suatu fonem yang lain dan terjadi berulang-ulang. Penyimpangan ini bergantung
dari tingkat intelegensi, kemampuan motorik serta lingkungan tempat tinggalnya.
Anak autisme memiliki kemampuan dalam menghasilkan fonem-fonem yang tidak
seragam dengan anak lain walaupun tingkat intelegensi mereka sama. Umur juga
tidak memengaruhi penyimpangan fonologi mereka.
Hasil pemikiran ini juga memperkuat pandangan interaksionisme yang
beranggapan bahwa terjadinya penguasaan bahasa berhubungan dengan adanya
interaksi antara masukan dengan kemampuan internal yang dimiliki sekarang.
Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mengadakan pemulihan ujaran
anak autisme melalui eksperimen dalam jangka waktu yang paanjang dengan
melihat letak kelemahan gerak artikulatornya. Penelitian lebih lanjut juga termasuk
mengkaji aspek bahasa lainnya, seperti morfologi, sintaksis, pragmatik maupun
wacana.
Pelatihan atau terapi wicara perlu dikembangkan dengan mendasarkan pada
hasil analisis fonologis. Untuk melihat apakah ada pengaruh atau perbaikan pada
individu anak autisme dan sampai sejauh mana keberhasilannya tentulah
membutuhkan penelitian dengan rentang waktu yang panjang. Faktor dukungan
dari lingkungan di sekitar anak-anak tersebut yang diharapkan mampu dan memberi
kesempatan pada mereka untuk secara aktif terlibat dalam komunikasi.

DAFTAR REFERENSI
Monks, F.J.dkk. 2001. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press
Sidiarto, L. 1991. Berbagai Gangguan Berbahasa pada Anak dalam Soenjono
Dardjowidjojo (Ed.). PELLBA 4. Yogyakarta: Kanisius
Simanjutak, M. 1990. Fitur-fitur Distingtif dalam Fonologi Generatif:
Perkembangan dan Penerapannya. Jakarta: Gaya Media Pratama
Suparno, P. 2001. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget. Yogyakarta:
Kanisiun.
Delphie, B. (2006). Pembelajaran Anak Berkebutuhan khusus. Badung : PT Reifika
Aditama
Hidayat, dkk. (2009). Bimbingan Anak Berkebutuan Khusus. Bandung : Fajar
Mandiri
Sunu,(2012). Unlocking. Yogyakarta: Lintangterbit
Geniofam, (2010). Mengasuh & Mensukseskan Anak Berkebutuhan Khusus.
Yogyakarta :Garaiilmu
Susanti, A. (2012). Kisah-Kisah Motivasi Untuk Anak Berkebutuhan Khusus Autis:
JAVALITERA
Hadis, (2006). Pendidik Anak Berkebutuhan Khusus Autistik. Bandung: Alfabeta
Achmad, (2012). Latihan Hal Keseharian Untuk Anak Autis. Yogyakarta:
JAVALITERA

Anda mungkin juga menyukai